• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut P.J.A. Andriani dalam Ikatan Akuntan Indonesia, pajak adalah:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut P.J.A. Andriani dalam Ikatan Akuntan Indonesia, pajak adalah:"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

Negara Indonesia menggunakan pajak sebagai sumber utama penerimaan negara. Menurut P.J.A. Andriani dalam Ikatan Akuntan Indonesia, pajak adalah:

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan- peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelengarakan pemerintahan”.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan suatu bentuk kewajiban yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak (WP) orang pribadi maupun Wajib Pajak badan dengan berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaanya.

Pajak adalah salah satu sumber dana bagi Pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Penerimaan pajak sangat besar peranannya untuk mengamankan anggaran negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun. (Sri Hardaya, 2013). Berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia tahun anggaran 2007 sampai dengan tahun anggaran 2014 dimana proporsi penerimaan yang berasal dari sektor pajak merupakan penerimaan dalam negeri yang paling besar terhadap seluruh pendapatan negara yaitu dijelaskan pada tabel 1.1 berikut:

(2)

Tabel 1.1

Proporsi Penerimaan Pajak, tahun 2007-2014 (Dalam Milliar Rupiah)

Tahun

Penerimaan perpajakan

Penerimaan Negara bukan pajak

Jumlah

Proporsi penerimaan

pajak

2007 490,988 215,120 706,108 70%

2008 658,701 320,604 979,305 67%

2009 619,922 227,174 847,096 73%

2010 723,307 268,942 992,249 73%

2011 873,874 331,472 1.205,346 72%

2012 980,518 351,805 1.332,323 74%

2013 1,148,365 349,156 1,497,521 77%

2014 1,310,219 350,930 1,661,148 79%

Sumber : Departemen Keuangan dikutip dari www.bps.go.id

Upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan dalam negeri dari sektor pajak, antara lain dengan merubah sistem pemungutan pajak dari official assessment system menjadi self assessment system yang mulai diterapkan sejak

reformasi sistem perpajakan, yang sangat berpengaruh bagi wajib pajak dengan memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang. Perubahan sistem perpajakan tersebut dimaksudkan untuk menjadikan wajib pajak sebagai subjek mandiri dalam pemenuhan hak untuk turut serta berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan dan penyederhanaan serta peningkatan efisiensi administrasi di bidang perpajakan. Self assessment system juga mengharuskan wajib pajak untuk siap menghadapi pengujian kepatuhan atas pajak yang dilaporkan. (Euphrasia Susy Suhendra, 2010).

(3)

Dibawah ini disajikan diagram 1.1 yang bersumber dari Direkorat Jendral Pajak. Figur disebelah kiri disajikan data dalam bentuk bar chart antara Wajib Pajak Terdaftar dengan Wajib Pajak Terdaftar yang seharusnya wajib menyampaikan SPT Tahunan, dan SPT Tahunan PPh yang masuk ke DJP.

Sedangkan figur disebelah kanan adalah menggambarkan rasio perbandingan antara Wajib Pajak terdaftar yang wajib menyampaikan SPT tahunan dengan jumlah SPT tahunan yang diterima.

Gambar 1.1

Tingkat Kepatuhan Penyampaian SPT

Dari Gambar 1.1 diatas dapat dilihat bahwa tingkat kepatuhan penyampaian SPT tahunan dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2008 berkisaran di angka pada range sekitar 33 persen, dan mengalami kenaikan yang signifikan pada periode tahun 2008-2009 dari 33 persen menjadi 54 persen. Semenjak tahun 2008 sampai dengan 2011 rasio kepatuhan pajak mengalami kondisi fluktuasi pada angka sekitar 54 persen tahun 2009 dan naik 4 persen pada tahun 2010 dan

(4)

turun lagi menjadi 52 persen pada tahun 2011. Dengan kata lain dari dua orang yang Wajib Pajak yang wajib menyampaikan SPT tahunan hanya satu orang yang menyampaikan SPT Tahunan. (Alpha Nur Setyawan Pudjono, 2014)

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dirjen Pajak pada tahun 2014 menunjukan bahwa Wajib Pajak badan usaha di Indonesia yang menyerahkan SPT Tahunan hanya sekitar 550.000 badan usaha. Sedangkan jumlah badan usaha yang tercatat Wajib Pajak adalah 5 juta lebih. Itu artinya Wajib Pajak badan hanya 11% dari badan usaha yang memenuhi kewajibannya.

Fenomena tentang rendahnya rasio perbandingan antara WP terdaftar yang wajib menyampaikan SPT tahunan dengan jumlah SPT tahunan yang diterima Direktorat Jendral Pajak, ditunjukkan juga oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Karees sebagai berikut:

Tabel 1.2

Rasio Tingkat Kepatuhan WP Badan di KPP Pratama Bandung Karees Tahun Jumlah Wajib

Pajak Badan Wajib SPT

Jumlah SPT Masuk

Rasio Kepatuhan Terhadap WP Badan

Wajib SPT

2009 5.906 3.070 51,98%

2010 6.441 3.217 49,94%

2011 7.085 3.357 47,38%

2012 8.095 3.943 48,70%

2013 9.069 3.332 36,63%

2014 10.045 3.259 32,44%

2015 11.098* 3.102* 27,95%

*SPT yang masuk pada Tahun 2015 bersifat belum final karena masih dalam proses administrasi

Sumber: KPP Bandung Karees 2015 data diolah kembali.

(5)

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan terhadap penyampaian SPT, yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Karees Bandung masih sangat rendah yaitu hanya mencapai 36,63% di tahun 2013 dan mengalami penurunan menjadi 32,44% di tahun 2014.

Untuk mencapai target pajak, perlu ditumbuhkan terus menerus kesadaran dan kepatuhan masyarakat wajib pajak untuk memenuhi kewajiban pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Mengingat kesadaran dan kepatuhan wajib pajak merupakan faktor penting bagi peningkatan penerimaan pajak, maka perlu secara intensif dikaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak, khususnya wajib pajak badan. Kesadaran wajib pajak atas fungsi perpajakan sebagai pembiayaan negara sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak (Jatmiko, 2006). Kesadaran masyarakat yang tinggi akan mendorong semakin banyak masyarakat memenuhi kewajibannya untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, melaporkan dan membayar pajaknya dengan benar sebagai wujud tanggung jawab berbangsa dan bernegara.

Menurut Titik Aryati (2012) dalam penelitiannya yang berjudul analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan WP badan, sikap adalah:

“Sikap adalah konsep yang merepresentasikan suka atau tidak sukanya seseorang pada sesuatu. Sehingga sikap dapat dinyatakan sebagai suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap juga dapat diartikan sebagai pandangan positif, negatif, atau netral terhadap

"objek sikap", seperti manusia, perilaku, atau kejadian. Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak pada obyek tersebut”.

Penelitian mengenai kepatuhan pajak yang dilakukan Blanthorne (2000) dan Bobek (2003) menggunakan kerangka model Theory of Planned Behavior

(6)

(TPB) untuk memberikan penjelasan yang signifikan bahwa variable sikap, berpengaruh terhadap perilaku tidak patuh wajib pajak.

Menurut Veronica Caroline (2009;7) yang dikutip kembali oleh Tri Yulia Febrianti (2014):

“Pengetahuan pajak merupakan pengetahuan mengenai konsep ketentuan umum dibidang perpajakan, jenis pajak yang berlaku di Indonesia mulai dari subyek pajak, obyek pajak, tarif pajak, perhitungan pajak terutang, pencatatan pajak terutang sampai dengan bagaimana pengisian pelaporan pajak. Dapat disimpulakan bahwa pengetahuan pajak merupakan informasi pajak yang dapat digunakan oleh wajib pajak sebagai dasar untuk bertindak, mengambil keputusan dan untuk menepuh arah atau strategi tertentu sehubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan”.

Beberapa hasil penelitian yang dilakukan seperti Jatmiko (2006), Muliari dan Setiawan (2010), dan Riri Nurulhuda (2013) mengenai pelayanan fiskus menunjukkan bahwa pelayanan fiskus berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Pelayanan yang berkualitas akan memberikan kepuasan kepada wajib pajak sehingga akan menjadi patuh dalam memenuhi kewajibannya kembali.

Semakin baik kualitas pelayanan yang diberikan oleh petugas pajak maka semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak.

Berdasarkan kondisi dimana rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan yang telah dipaparkan diatas, maka dilakukan penelitian yang mengkaji tentang pengaruh sikap, pengetahuan pajak dan pelayanan fiskus terhadap kepatuhan Wajib Pajak badan dalam bentuk skripsi dengan judul “PENGARUH SIKAP, PENGETAHUAN PAJAK DAN PELAYANAN FISKUS TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN YANG TERDAFTAR DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BANDUNG KAREES”.

(7)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan penulis mengidentifikasikan masalah tersebut sebagai berikut:

1. Seberapa besar pengaruh Sikap terhadap Kepatuhan Wajib Pajak badan.

2. Seberapa besar pengaruh Pengetahuan Pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak badan.

3. Seberapa besar pengaruh Pelayanan Fiskus terhadap kepatuhan Wajib Pajak badan.

4. Seberapa besar pengaruh Sikap, Pengetahuan Pajak dan Pelayanan Fiskus terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui besarnya pengaruh Sikap terhadap kepatuhan Wajib Pajak badan.

2. Untuk mengetahui besarnya pengaruh Pengetahuan Pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak badan.

3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh Pelayanan Fiskus terhadap kepatuhan Wajib Pajak badan.

4. Untuk mengetahui besarnya pengaruh Sikap, Pengetahuan Pajak dan Pelayanan Fiskus terhadap kepatuhan Wajib Pajak badan.

(8)

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai referensi yang dapat menunjang untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan sebagai bahan masukan bagi penelitian-penelitian yang akan datang.

1.4.2 Kegunaan praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan acuan atau masukan bagi pemerintah, khususnya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Karees dalam memahami faktor-faktor yang mempengaruhi Wajib Pajak badannya guna meningkatkan kepatuhan pajak. Serta memberikan informasi mengenai seberapa besar pengaruh pelayanan fiskus agar Wajib Pajak badan dapat memenuhi kewajiban perpajakannya.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, penulis memperoleh data pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. Alamat Jalan Ibrahim Adjie No. 372 Kiaracondong Bandung. Penelitian ini dilakukan dari bulan Desember 2015 sampai dengan bulan Januari 2016.

Referensi

Dokumen terkait

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh. Gelar Sarjana Pendidikan

Berdasarkan kondisi yang telah dipaparkan, memberikan motivasi untuk dilakukannya penelitian dan analisis beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak

Sejarah sebagai kisah dapat berupa narasi yang disusun berdasarkan memori, kesan, atau tafsiran manusia terhadap kejadian atau peristiwa yang terjadi pada waktu lampau.. Sejarah

Maka dengan menggunakan metode QFD (Quality Function Deployment) dapat mengidentifikasi kebutuhan pelanggan seperti kepentingan dan kepuasan pelanggan serta

Berdasarkan kenyataan mengenai pentingnya penerapan hasil Bukti Forensik dalam pengungkapan suatu kasus terorisme pada tahap penyidikan sebagaimana terurai diatas, hal

Maksud dan Tujuan dari penulisan ini adalah: membandingkan penggunaan LCM di tiga sumur Lapangan JBS, mengalami pengunaan lumpur yang digunakan sebagai LCM untuk mengatasi

Simpulan yang didapatkan dari hasil penelitian ini adalah : 1) Faktor- faktor yang menyebabkan penolakan perubahan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik yang terjadi di Kantor

Coca-Cola Bottling Indonesia Medan.” Tugas sarjana ini disusun dan diolah berdasarkan literatur yang berhubungan dengan sistem distribusi perusahaan, pengumpulan data