PENJELASAN SUBTEMA IDF 2018
Pathways to Tackle Regional Disparities Across the
Archipelago
1
DISPARITAS REGIONAL
Dalam Nawacita, salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo adalah ‘membangun Indonesia dari pinggiran’ dengan memperkuat daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
Pembangunan dipercepat di daerah pinggiran dan perbatasan untuk menumbuhkan titik perekonomian baru. Selain itu, kawasan timur Indonesia menjadi perhatian khusus untuk mengurangi ketimpangan antarwilayah. Sejak krisis 1997, ketimpangan di Indonesia lebih parah dibandingkan dengan negara lain. Sekitar 80 persen pertumbuhan terjadi di kawasan barat Indonesia. Makin ke timur, makin kecil perekonomian regional berkontribusi terhadap perekonomian nasional. Kesejahteraan satu pulau bahkan sangat tertinggal hanya dibandingkan dengan DKI Jakarta. Contohnya Papua dan Nusa Tenggara yang memiliki ketimpangan paling tinggi. Padahal, daerah timur kaya dengan sumber daya alam dan keanekaragaman budaya yang potensial.
Selain antarwilayah, ketimpangan terjadi antara kawasan perkotaan dan perdesaan. Keduanya memiliki kualitas pelayanan dasar yang tidak setara. Padahal, hal ini sangat krusial bagi
produktivitas ekonomi dan kesejahteraan sosial penduduk. Paradoks ini diprediksi akan makin lebar pada masa mendatang sehingga menyebabkan ketimpangan wilayah lebih besar.
Ketimpangan wilayah yang terus berlanjut akan memperlemah suatu daerah. Ini merupakan akibat dari pengurasan sumber daya oleh daerah yang lebih maju serta berpindahnya penduduk usia produktif dari daerah tertinggal. Fenomena di Indonesia, ketimpangan wilayah terjadi antarwilayah dan intrawilayah di Indonesia. Untuk mengatasinya, strategi yang selama ini diimplementasikan mengarah pada pembangunan dengan karakteristik wilayah tertentu, yaitu:
1. Pembangunan wilayah dengan potensi dan daya ungkit pertumbuhan ekonomi nasional yang tinggi, dengan menitikberatkan pada percepatan pembangunan pusat-pusat pertumbuhan dan pembangunan perkotaan metropolitan.
2. Pembangunan wilayah dengan skala ekonomi wilayah dan ekonomi lokal yang potensial, dengan menitikberatkan pada pembangunan pusat kegiatan wilayah atau lokal, kawasan perdesaan, dan kota-kota sedang.
3. Pembangunan wilayah dengan infrastruktur dan pelayanan dasar yang tertinggal, yang menitikberatkan pada pembangunan di daerah tertinggal, kawasan perbatasan, daerah kepulauan, dan kawasan timur Indonesia.
Strategi tersebut dijalankan untuk mengatasi berbagai isu utama pembangunan yang
menimbulkan ketimpangan wilayah di Indonesia, yang meliputi: (1) konektivitas dan aksesibilitas yang tidak merata; (2) pelayanan dasar yang tidak merata; (3) pemanfaatan sumber daya alam (SDA) lokal dalam pembangunan yang tidak optimal, yang juga dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik wilayah; (4) tidak optimalnya pembangunan wilayah dengan keragaman kultur dan sosial budaya masyarakat; (5) kebijakan afirmasi dan pendanaan pembangunan yang kurang merata; (6) persebaran pusat-pusat pertumbuhan yang tidak merata.
Isu-isu tersebut akan diangkat pada Indonesia Development Forum (IDF) 2018 guna merumuskan strategi dan kebijakan yang tepat dalam mengurangi ketimpangan wilayah. IDF 2018 akan
menghasilkan masukan bagi penyusunan RPJMN 2020-2024 mendatang.
2
SUBTEMA 1: PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN: TANTANGAN &
PRAKTIK BAIK
Deskripsi : Pembangunan pusat-pusat pertumbuhan regional – khususnya di luar Jawa – merupakan salah satu strategi penting untuk mengatasi disparitas regional. Indonesia telah mengembangkan berbagai jenis pusat pertumbuhan, antara lain Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET), Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB), Kawasan Industri (KI), Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Walau diharapkan untuk memicu pertumbuhan di wilayah sekitar, pusat-pusat pertumbuhan ini tidak selalu memberi hasil yang diharapkan. Sebagai gambaran, dari 12 KEK yang telah ditetapkan, baru empat KEK yang telah beroperasi, yaitu KEK Sei Mangkei, KEK Tanjung Lesung, KEK Mandalika, dan KEK Palu.
Sementara itu, dua KPBPB yang sudah beroperasi, yakni Batam dan Sabang, juga belum menunjukkan hasil optimal.
Ada sejumlah tantangan yang dihadapi dalam pengembangan pusat-pusat pertumbuhan di luar Jawa, antara lain rendahnya daya tarik investasi dan partisipasi swasta; koordinasi kelembagaan yang lemah; keterbatasan informasi keuangan dan pasar; pemanfaatan sumber daya alam sebagai input bahan baku industri yang kurang optimal; rendahnya kompetensi yang sesuai dari tenaga kerja lokal; konektivitas intra dan antar pusat pertumbuhan yang tidak memadai.
Apakah pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ini membantu mengurangi disparitas atau justru menciptakan disparitas baru? Bagaimana Indonesia dapat merencanakan dan mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan untuk menciptakan pembangunan regional yang lebih merata?
Lingkup : Submisi terbuka untuk makalah dengan topik-topik berikut:
1. Konsep dan praktik pembangunan pusat-pusat pertumbuhan, termasuk komparasi dengan negara lain.
2. Optimalisasi peran pusat-pusat pertumbuhan.
3. Menarik investasi ke pusat-pusat pertumbuhan, termasuk melalui lahan yang berstatus clean and clear; aksesibilitas; ketersediaan sumber daya alam; ketersediaan infrastruktur pendukung (jalan, pelabuhan, bandara, listrik, dan air bersih); insentif dan regulasi.
4. Pengelolaan kelembagaan pusat-pusat pertumbuhan.
5. Peningkatan konektivitas intra dan antar pusat pertumbuhan.
6. Penggunaan teknologi di pusat-pusat pertumbuhan.
7. Kebijakan dan regulasi pendukung bagi pengembangan pusat-pusat pertumbuhan.
8. Konsep penataan ruang dalam mendukung pengembangan pusat-pusat pertumbuhan (KEK, KPBPB, KI, dan KSPN).
3
SUBTEMA 2: UPAYA MENGURANGI KESENJANGAN DAERAH TERTINGGAL DAN PERBATASAN
Deskripsi : Dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, terdapat 122 kabupaten yang termasuk dalam kategori daerah tertinggal. Sebagian besar daerah tertinggal tersebut berada di wilayah timur Indonesia.
Daerah tertinggal, kawasan perbatasan negara dan pulau-pulau kecil terluar pada dasarnya memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, namun masih banyak penduduknya yang belum menikmati manfaat pembangunan akibat keterisolasian dan terbatasnya akses terhadap layanan publik dan peluang ekonomi. Strategi untuk mengembangkan daerah-daerah ini perlu didasarkan pada potensi unggulan wilayah serta mempertimbangkan karakteristik sosio-kultural yang spesifik di wilayah tersebut.
Kendala yang dihadapi dalam pembangunan daerah perbatasan, kepulauan terluar dan daerah tertinggal, antara lain: rendahnya akses ke pelayanan dasar; rendahnya kapasitas sumber daya manusia; terbatasnya akses ke lembaga keuangan, pasar, dan aktivitas ekonomi; rendahnya aksesibilitas dan konektivitas wilayah ke pusat-pusat pertumbuhan; kurangnya pemahaman tentang menejemen aset dan sumber daya alam secara berkelanjutan; serta kurangnya perhatian pada karakteristik sosial dan budaya lokal.
Terlepas dari berbagai upaya yang sudah lama dilakukan untuk membangun daerah-daerah tersebut, masih terdapat kesenjangan yang cukup tinggi antara daerah maju dengan daerah tertinggal, kawasan perbatasan negara dan pulau-pulau kecil terluar. Kebijakan asimetris apa yang diperlukan dalam mendorong pembangunan daerah dan membantu mengurangi kesenjangan tersebut?
Lingkup : Submisi terbuka untuk makalah dengan topik-topik berikut:
1. Paradigma pembangunan yang mempertimbangkan karakteristik sosial dan budaya daerah.
2. Peningkatan kemampuan (life skill) dan penerapan teknologi tepat guna berbasis komunitas di daerah terpencil.
3. Perbaikan mutu dan pemerataan pelayanan pendidikan, kesehatan, sanitasi dan air bersih, serta perumahan.
4. Inovasi untuk meningkatkan inklusi keuangan dan pengembangan pasar.
5. Peningkatan kualitas serta akses transportasi dan telekomunikasi.
6. Strategi untuk menguatkan perdagangan lintas batas di kawasan perbatasan negara.
7. Inovasi untuk manajemen aset dan sumber daya alam yang berkelanjutan.
4
SUBTEMA 3: PERBAIKAN PELAYANAN DASAR UNTUK MENGURANGI KESENJANGAN WILAYAH
Deskripsi : Akses terhadap pendidikan, kesehatan, perumahan, air minum, dan sanitasi, adalah fundamental dalam memastikan kesejahteraan dan kualitas hidup bagi semua penduduk Indonesia. Pelayanan dasar ini juga memastikan bahwa Indonesia memiliki angkatan kerja yang sehat dan terdidik untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan produktivitas.
Namun demikian, akses dan kualitas pelayanan dasar antar daerah dan kelompok masyarakat menjadi penghambat bagi pertumbuhan Indonesia. Di sektor pendidikan, distribusi guru yang tidak merata dan buruknya kualitas pendidikan di banyak daerah adalah persoalan signifikan. Di sektor kesehatan, masih banyak rumah sakit pemerintah dan swasta belum memenuhi standar minimum. Masih banyak rumah tangga berpendapat rendah belum memiliki rumah yang memadai, dan ketiadaan akses air minum dan sanitasi di banyak tempat berpengaruh pada tingginya angka penyakit menular dan stunting.
Permasalahan dalam pemenuhan layanan dasar meliputi kurangnya akses pada layanan dasar;
khususnya di antara masyarakat marginal; kurangnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia; tidak meratanya distribusi sarana dan prasarana; kurangnya pendekatan baru dan inovatif dalam penyelenggaraan layanan; serta rendahnya koordinasi lintas sektor.
Apa saja strategi terbaik untuk mengatasi berbagai tantangan dalam penyelenggaraan layanan dasar? Bagaimana Indonesia dapat memastikan penduduk di semua wilayah dapat mengakses pelayanan berkualitas?
Lingkup : Submisi terbuka untuk makalah dengan topik-topik berikut:
1. Meningkatkan mutu layanan dasar pendidikan, kesehatan, perumahan, air minum, dan sanitasi.
2. Menurunkan ketimpangan akses antara kelompok masyarakat dan antarwilayah.
3. Meningkatkan koordinasi lintas sektor dalam penyediaan layanan dasar yang berkualitas.
4. Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM untuk penyediaan layanan dasar.
5. Paktif masyarakat dalam peningkatan pelayanan dasar.
6. Peningkatan efisiensi dan efektivitas tata kelola penyelenggaraan pelayanan dasar.
5
SUBTEMA 4: MEMANFAATKAN POTENSI EKONOMI DIGITAL UNTUK MENDORONG PEMBANGUNAN DAERAH
Deskripsi : Di seluruh dunia, pesatnya pertumbuhan ekonomi digital telah mengubah tatanan bisnis, pemerintah dan masyarakat, di mana kini berbagai layanan, pekerjaan, dan kegiatan sosial dan pendidikan tersedia online. Ekonomi digital telah menjadi kontributor besar bagi pertumbuhan ekonomi, memfasilitasi perdagangan, menciptakan lapangan kerja baru dan peluang ekonomi, serta memungkinkan bisnis untuk memperluas pasarnya.
Penggunaan ponsel dan internet sudah marak di Indonesia dan e-commerce tumbuh dengan cepat, di mana penjualan bisnis online meningkat 40 persen setiap tahunnya. Pemerintah pusat dan daerah telah merangkul teknologi digital dan semakin banyak layanan pemerintah kini ditawarkan online.
Berbagai perkembangan ini menawarkan peluang untuk mendorong pengembangan ekonomi digital lokal dan regional sebagai cara untuk mendukung pertumbuhan dan pembangunan regional. Di wilayah-wilayah di mana akses fisik ke pasar menjadi kendala signifikan, teknologi digital dapat membantu mengatasi sebagian kendala jarak dan infrastruktur ini.
Akan tetapi, Indonesia menghadapi sejumlah tantangan dalam mengembangkan ekonomi digitalnya, antara lain: regulasi yang memberatkan; persebaran infrastruktur dan sumber daya manusia yang tidak merata untuk mendukung ekonomi digital; kesenjangan dalam ketersediaan dan kapasitas untuk memanfaatkan TIK; dan kurangnya kerja sama antar pemangku kepentingan dan kebijakan terkoordinasi untuk mendorong ekonomi digital.
Bagaimana Indonesia dapat mendukung potensi ekonomi digital untuk mendorong pertumbuhan perekonomian pada tingkat nasional, regional dan lokal? Apa saja tantangan dan risiko utamanya, dan bagaimana mengatasinya?
Lingkup : Submisi terbuka untuk makalah dengan topik-topik berikut:
1. Regulasi dan inisiatif kebijakan untuk percepatan ekonomi digital.
2. Mengembangkan kewirausahaan digital regional.
3. Mengembangkan kapasitas SDM untuk mengoptimalkan potensi ekonomi digital.
4. Meningkatkan kerja sama pemangku kepentingan untuk mendorong ekonomi digital.
5. Inovasi pembuatan kebijakan regional melalui ekonomi digital.
6
SUBTEMA 5: PENGUATAN KONEKTIVITAS INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN
Deskripsi : Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 17.000 pulau yang merentang 5000 km dari timur ke barat. Ini menjadi salah satu tantangan dalam mengurangi disparitas regional. Banyak daerah memiliki infrastruktur dan layanan transportasi publik yang terbatas, dan jarak yang jauh berakibat pada biaya yang tinggi, baik bagi manusia maupun bagi bisnis.
Konektivitas yang lebih baik antar jejaring transportasi dan tempat di mana orang tinggal dan bekerja akan memudahkan orang untuk mengakses pasar dan layanan, dan mengurangi biaya transportasi barang. Hal ini akan meningkatkan produktivitas dan daya saing di dalam wilayah dan secara nasional.
Mengingat besarnya Indonesia, memperbaiki jejaring transportasi dan konektivitas membutuhkan investasi yang besar dan pendekatan yang terkoordinasi. Hal ini akan membantu memastikan bahwa jejaring transportasi menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dan meningkatkan akses bagi masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil dan terisolasi.
Adapun tantangan utama bagi konektivitas regional, antara lain: lemahnya integrasi antara simpul transportasi dan simpul-simpul pertumbuhan ekonomi (misalnya, kawasan industri); lemahnya integrasi infrastruktur untuk berbagai moda transportasi (darat, laut dan udara); rendahnya pemanfaatan teknologi baru guna meningkatkan integrasi layanan transportasi; rendahnya investasi sektor swasta dalam pengembangan konektivitas di luar Jawa; dan tingginya biaya transportasi.
Strategi apa saja yang dapat mendukung peningkatan konektivitas dan membantu mengurangi disparitas regional?
Lingkup : Submisi terbuka untuk makalah dengan topik-topik berikut:
1. Meningkatkan integrasi jejaring transportasi dengan pusat-pusat pertumbuhan.
2. Meningkatkan konektivitas untuk mengurangi biaya logistik dan biaya rantai pasok.
3. Pemanfaatan platform TIK untuk menghubungkan penyedia dan pengguna layanan transportasi.
4. Memperbaiki perencanaan jejaring transportasi untuk wilayah baru dan yang sudah ada.
7
SUBTEMA 6: INOVASI DALAM TATA KELOLA PEMERINTAHAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH
Deskripsi : Keragaman geografis, budaya dan sosial Indonesia berarti juga bahwa tiap wilayah menghadapi tantangan yang cukup spesifik, dan hal ini membutuhkan pendekatan yang tepat terhadap kondisi dan kebutuhan lokal.
Untuk menyelesaikan masalah pada tingkat lokal, pemimpin dan masyarakat setempat membutuhkan kapasitas dan kewenangan untuk mengidentifikasi masalah mereka sendiri dan mengembangkan solusi yang sesuai dengan konteks masing-masing.
Namun, walaupun memiliki besaran dana transfer, dana tersebut tidak selalu dimanfaatkan secara efektif atau inovatif dalam mengatasi masalah pembangunan yang ada. Beberapa permasalahan yang seharusnya dapat diatasi pada tingkat lokal, namun tidak ditangani dengan baik, yang kemudian menjadi masalah nasional.
Beberapa tantangan utama bagi tata kelola dalam sistem desentralisasi Indonesia, antara lain:
regulasi yang belum memadai (tumpang tindih, saling bertentangan, terlalu kompleks) atau kurangnya regulasi; kurangnya pendekatan inovatif untuk mengatasi masalah pembangunan;
lemahnya kapasitas untuk memimpin perubahan pada tingkat lokal; kurangnya kerja sama antar pemerintah daerah dan antar desa dalam mengatasi masalah bersama; serta lemahnya koordinasi antar lembaga pemerintah lokal dan antar tingkat pemerintahan lokal, provinsi dan nasional.
Maka pertanyaan yang dapat diajukan adalah: Apa upaya dan inovasi untuk memperkuat kepemimpinan dan tata kelola lokal sebagai dasar bagi pemerataan pembangunan di seluruh wilayah?
Lingkup : Submisi terbuka untuk makalah dengan topik-topik berikut:
1. Strategi untuk memperkuat kepemimpinan lokal dan inovasi, serta tantangan yang dihadapi.
2. Tantangan dalam lingkungan makro kelembagaan (institutional environment), yaitu regulasi dan norma (termasuk kearifan dan budaya lokal) bagi inovasi lokal dan percepatan
pembangunan daerah.
3. Kerja sama dan kolaborasi antar daerah dan pelaku pembangunan.
4. Koordinasi perencanaan dan penganggaran untuk percepatan pembangunan.
5. Kolaborasi antara tingkatan pemerintah dalam mengatasi persoalan lokal.
6. Peluang dan tantangan dalam penerapan kontrak kinerja antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
8
SUBTEMA 7: PENGOPTIMALAN SUMBER PENDANAAN PEMBANGUNAN
Deskripsi : Di bawah sistem pemerintahan Indonesia yang terdesentralisasi, pemerintah daerah memiliki tanggung jawab dan kewenangan lebih untuk mengelola sumber daya keuangan mereka.
Pemerintah pusat menyediakan dana kepada pemerintah daerah dari APBN untuk program- program pembangunan. Pemerintah daerah juga bertanggung jawab untuk menciptakan sumber pendapatan mereka sendiri untuk mendukung pembangunan.
Namun dana pembangunan di banyak daerah belum dibelanjakan secara optimal. Masih banyak Pemerintah Daerah yang tidak memiliki ruang fiskal yang memadai untuk pemenuhan kebutuhan pembangunannya, tidak sedikit juga belanja pembangunan mereka didominasi belanja pegawai.
Selain itu, dana dari anggaran nasional sering kurang fleksibel, dan tidak kurang terkoordinasi baik dengan perencanaan pemerintah daerah. Pemerintah daerah juga tidak kurang memanfaatkan sumber daya yang mereka miliki untuk menghasilkan pendapatan tambahan bagi program pembangunan. Hal ini semakin memperburuk disparitas antar wilayah.
Persoalan utama pendanaan pembangunan daerah, antara lain: ketergantungan daerah yang tinggi terhadap dana transfer dari pusat; anggaran dan sistem manajemen keuangan yang tidak kurang fleksibel; pemanfaatan transfer pemerintah pusat yang tidak efektif untuk menutup kesenjangan di wilayah tertinggal; minimnya keterlibatan publik dalam perencanaan, yang artinya program pembangunan tidak selalu selaras dengan kebutuhan lokal; dan kurangnya inovasi dalam mengembangkan tanggapan baru bagi tantangan pembangunan lokal.
Bagaimana pemerintah daerah dapat mengelola dana lebih cerdas untuk mengoptimalkan pembangunan lokal? Bagaimana mereka dapat mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber pendanaan alternatif untuk pembangunan daerah?
Lingkup : Submisi terbuka untuk makalah dengan topik-topik berikut:
1. Akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas dalam mengelola anggaran nasional dan daerah, termasuk dana pinjaman luar negeri.
2. Optimalisasi pemanfaatan dana desa dan jenis-jenis pendanaan afirmatif lainnya agar lebih tanggap terhadap kebutuhan lokal.
3. Sumber-sumber alternatif bagi pendanaan pembangunan, termasuk obligasi, dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), dan kemitraan pemerintah-swasta.
4. Mengembangkan kapasitas fiskal daerah (aset daerah dan pendapatan sumber mandiri).