• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biologi Bunga Kelapa Sawit

Kelapa sawit termasuk kelompok pohon berumah satu, artinya dalam satu pohon terdapat tandan bunga jantan dan tandan bunga betina. Pertumbuhan bunga kelapa sawit pada dasarnya tumbuh disetiap ketiak pelepah tanaman kelapa sawit. Setiap pelepah yang tumbuh memiliki satu potensi untuk munculnya sebuah bunga jantan ataupun bunga betina. Dalam satu pohon, bunga jantan dan bunga betina memiliki waktu mekar (anthesis) secara bersamaan. Tiap awal pertumbuhan (primordia) bunga terdiri dari organ bunga jantan dan betina. Terkadang keduanya dapat berkembang sempurna dan membentuk bunga banci (Susanto dkk, 2007).

Primordia pada bunga (bakal bunga) memiliki potensi membentuk bunga jantan dan bunga betina . Tandan bunga jantan dan bunga betina akan keluar dari ketiak pelepah daun. Pada umumnya tanaman kelapa sawit akan mulai

ditumbuhi bunga pada ketiak pelepah daun dilapangan pada umur 12-14 bulan dan dapat menghasilkan buah, akan tetapi bunga yang

mengahasilkan buah yang memiliki nilai ekonomis untuk dipanen ketika umur 2,5 tahun (Hidayat dkk, 2013).

Tiap tandan bunga kelapa sawit mempunyai tangkai (stalk) sepanjang 30-45 cm, yang mendukung spikelet yang tersusun spiral. Tandan bunga kelapa sawit yang tumbuh awalnya tertutup oleh dua lapis seludang berserat. Kemudian enam minggu sebelum mekar (anthesis) seludang bagian luar akan pecah dan 2 atau 3 minggu kemudian seludang bagian dalam ikut pecah dan tandan bunga akan mulai membuka (Susanto dkk, 2007).

(2)

5

2.1.1. Bunga Betina

Tandan bunga betina memiliki ukuran panjang antara 24-25 cm, dan mengandung ribuan bunga yang terletak pada pembungaan betina. Jumlah bunga betina pada setiap tandan bunga bervariasi tergantung pada lokasi dan umur tanaman. Jumlah bunga betina di Sumatera adalah 6000 bunga betina/tandan bunga (Susanto dkk, 2007).

Gambar 2.1. Bunga betina. Sumber : Fauzi Abdullah Nasution.

Perbungaan dalam tandan bunga bunga betina tersusun dari banyak tangkai bunga (rachis), dan dari setiap tangkai bunga terdapat 5-30 bunga yang memiliki tiga kelopak, masing-masing tersusun atas satu bunga betina yang bersatu dengan dua bunga jantan yang tidak fungsional (Rahayu, 2009).

Waktu yang diperlukan agar semua bunga betina mekar pada setiap tandan bunga betina adalah 3-5 hari. Pada waktu mekar warna bunga putih kekuningan kemudian berubah menjadi kemerahan dan akhirnya menghitam menjadi kemerahan dan akhirnya menghitam, sedang kepala putik mengeluarkan cairan. Ujung putik bunga betina yang mekar (reseptif)

(3)

6

memiliki 3 kelopak (cuping) berbentuk sabit. Bunga pertama yang membuka adalah bunga yang terletak di dasar spikelet. Setelah bunga mekar (anthesis) kelopak bunga akan akan berubah menjadi keunguan karena adanya zat warna yang banyak memberikan warna pada bunga (anthosianin) dan tepung sari tidak dapat berkecambah pada putik ini (Susanto dkk, 2007).

2.1.2. Bunga Jantan

Pada tandan bunga jantan pada awalnya ditutup oleh seludang dan akan membuka jika akan mekar (anthesis) seperti bunga betina. Tiap tandan memiliki 100 -250 spiklet yang panjangnya 10 – 20 cm dan diameter 1- 1,5 cm. Tiap spikelet memiliki 100 -1500 bunga kecil yang akan menghasilkan tepung sari. Tiap bunga jantan menghasilkan tepung sari sebanyak kurang lebih 40 – 60 gram (Hartley, 1998 ; Hidayat dkk, 2013). Menurut Susanto dkk (2007), seiring dengan bertumbuhnya dan bertambahnya umur tanaman maka jumlah spikelet bunga kelapa sawit meningkat dari 60 pada umur 3 tahun menjadi 150 pada umur 10 tahun.

Gambar 2.2. Bunga jantan. Sumber : Fauzi Abdullah Nasution.

(4)

7

Bunga jantan yang sedang mekar memiliki bau yang lebih kuat dibandingkan dengan bunga betina yang sedang anthesis. Hal ini disebabkan oleh senyawa volatil yang dikeluarkan oleh bunga jantan lebih banyak dibandingkan bunga betina. (Susanto dkk, 2007). Semakin tinggi stadia kemekaran bunga, semakin besar ukuran sel-sel yang terwarnai atau sel-sel yang mengandung senyawa yang mudah menguap (volatil) pada putik (pistill)(Rahayu, 2009).

Ada beberapa senyawa yang berperan bagi aktivitas E. kamerunicus yaitu kairomon, arestan, dan exitan. Kairomon berfungsi sebagai penarik (atrakan), menghentikan pergerakan serangga (arestan), dan exitan yaitu senyawa yang merangsang serangga dalam seleksi inang . Serbuk sari pada bunga jantan mekar mengandung senyawa kimia p-metoksialibenzena yang merupakan senyawa organik alami (estragole) yang berbau sangat kuat, dan bau tersebut mempunyai peranan yang penting dalam menarik reaksi serangga untuk datang ke sumber aroma tersebut (Susanto dkk, 2007). Bunga jantan yang sedang mekar memiliki sejumlah serbuk sari (pollen) yang berperan sebagai sumber makanan atraktan bagi kumbang E. kamerunicus (Prasetyo, 2012).

2.1.3. Bunga Hermaprodit (Bunga Banci)

Pada tanaman kelapa sawit yang merupakan dari hasil kultur jaringan atau tanaman yang masih muda sering dijumpai baik alat kelamin jantan (androecium) maupun alat kelamin betina (gynoecium)

berkembang hingga akhirnya membentuk bunga banci (hermaprodit) (Price et al, 2007 ; Rahayu, 2009).

Bunga banci tergolong pada bunga abnormal dimana terdapat bunga betina dalam satu tandan. Umumnya pada tanaman muda, jumlah bunga betina perpohon lebih banyak dibandingkan dengan bunga jantan. Nilai rasio jenis

(5)

8

kelamin (sex ratio) pada tanaman kelapa sawit umur 3 tahun dapat mencapai 95% dan akan mengalami penurunan secara terus – menerus hingga pada saat umur 10 tahun rata-rata mencapai nilai rasio jenis kelamin (sex ratio) tanaman kelapa sawit hanya 50% (Lubis, 1976 ; Hidayat dkk, 2013).

2.1.4. Penyerbukan Bunga Kelapa Sawit

Dalam penyebukan terdapat beberapa jenis kegiatan penyerbukan yaitu antara lain melalui angin (anemopili), melalui bantuan serangga (entomophili), melalui binatang seperti burung (zomophili). Adapun tipe penyerbukan bunga kelapa sawit adalah melalui angin (anemophili), melalui bantuan serangga (entomophili) dan sangat sedikit melalui binatang seperti burung (zoomophili), serta penyerbukan bantuan oleh manusia (Prasetyo, 2015). Pada awalnya kelapa sawit dipercaya diserbuki oleh angin, karena dilihat dari jumlah polen yang berlimpah dan struktur bunga yang tereduksi merupakan ciri dari tanaman yang diserbuki oleh angin. Pada kenyataannya serangga

penyerbuk kelapa sawit E. kamerunicus yang didatangkan dari Afrika ke Malaysia menujukkan bahwa serangga penyerbuk berperan penting dalam

pembentukan buah terfertilisasi dan meningkatkan hasil panen dari kelapa sawit (Kee dkk, 2008 ; Rahayu, 2009).

Sebelum digunakannya E. kamerunicus polinasi tanaman muda dilakukan dengan penyerbukan bantuan. Hal tersebut terjadi karena bunga betina dan bunga jantan tumbuh ditempat yang terpisah. Masa mekar (anthesis) bunga jantan yang tidak selalu sama dengan masa mekar (reseptif) kepala putik bunga betina (Lubis, 2008). Kumbang E. kamerunicus yang telah membawa serbuk sari (pollen), ketika berkunjung ke bunga betina mekar secara langsung dapat menempatkan serbuk sari (pollen) pada putik bunga betina dan terjadinya penyerbukan bunga (Prasetyo dan Susanto, 2016). Adapun beberapa penyerbukan yang terjadi sebagai berikut :

(6)

9 a. Penyerbukan oleh angin

Penyerbukan oleh angin merupakan penyerbukan yang terjadi karena adanya serbuk sari yang terbawa oleh bantuan angin. Penyerbukan dengan bantuan angin terjadi dengan cara serbuk sari yang dihasilkan oleh bunga jantan terbawa oleh angin dan jatuh pada kepala putik bunga betina. Sehingga terjadinya pembuahan pada tanaman kelapa sawit.

b. Penyerbukan oleh serangga

Penyerbukan kelapa sawit dengan bantuan serangga dilakukan melalui mekanisme pemindahan tepung sari menuju putik melalui bantuan

serangga. Bunga kelapa sawit baik jantan ataupun betina saat mekar (anthesis) akan mengeluarkan aroma yang khas sehingga serangga

penyerbuk tertarik untuk hinggap sekaligus mentransfer tepung sari ke putik. E. kamerunicus merupakan serangga penyerbuk kelapa sawit yang efektif karena bersifat spesifik dan beradaptasi baik pada musim basah dan kering. Kumbang ini mulai dikembangkan di Malaysia sejak 1981 dan diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1982 (Kahono dkk, 2012). Serangga E. kamerunicus yang hinggap dibunga jantan ternyata membawa sebanyak 65% serbuk sari (pollen) yang mampu hidup (viable) pada bunga jantan tanaman kelapa sawit (Nasution dan Tobing, 2015).

c. Penyerbukan bantuan (Assisted Pollination)

Penyerbukkan bantuan merupakan penyerbukan yang dilakukan oleh bantuan manusia. Biasanya penyerbukan bantuan dilakukan pada areal pertanaman kelapa sawit muda atau pada areal bukaan baru dimana bunga jantan sangat sedikit sehingga banyak bunga betina yang aborsi karena buah betina tidak dibuahi. Penyerbukan bantuan (assisted pollination) dilakukan jika pada suatu lahan kondisi buah jadinya (fruit set) rendah,

(7)

10

yang disebabkan oleh rasio jenis kelamin (sex ratio) yang rendah, hal ini bisa berdampak pada produksi tanaman yang rendah baik secara kuantitas maupun kualitas (Hidayat dkk, 2013). Penyerbukan bantuan manusia juga memiliki perlakuan yang cukup rumit dan membutuhkan biaya yang cukup besar dalam pengaplikasian dilapangan.

2.2. Serangga Penyerbuk E. kamerunicus

Kumbang ini berasal dari Afrika sehingga kehidupannya sangat baik di daerah yang beriklim tropis. Indonesia yang beriklim tropis tidak jauh berbeda dengan negara asalnya sangat ideal bagi kehidupan kumbang E. kamerunicus. Topografi lahan sawit dengan variasi suhu yang beragam tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan pertumbuhan populasi kumbang. buah jadi (fruit set) merupakan persentase buah kelapa sawit yang terbentuk sebagai keberhasilan penyerbukan. Keberhasilan serangga sebagai

penyerbuk (pollinator) ditunjukkan kehadirannya pada bunga betina reseptif (Dhileepan, 1994 ; Prasetyo, 2013).

E. kamerunicus bersifat monofag maka spesies iniliah yang dominan di jumpai pada bunga jantan mekar dikarenakan dalam bunga jantan yang

sedang mekar terdapat senyawa khas yang disukai sehingga E. kamerunicus mendominasi penyerbukan pada kelapa sawit (Purba, 2010). Selain itu serangga ini memiliki kemampuan untuk mengenal tanaman inangnya melalui senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan tanaman. Senyawa yang dihasil bersifat senyawa yang mudah menguap (volatil) yang merupakan

sebagai perangsang makanan (stimulant feeding) bagi serangga (Lunau, 2000 ; Nasution dan Tobing, 2015).

(8)

11

E. kamerunicus saat ini menjadi serangga penyerbuk utama kelapa sawit di Indonesia atas prakarsa PT. PP. London Sumatera Indonesia dan kerja sama dengan Pusat Penelitian Marihat pada tahun 1982. Awalnya, introduksi E. kamerunicus dikhawatirkan berdampak negatif yakni bertindak sebagai hama ataupun vektor penyakit, tetapi kekhawatiran itu tidak terjadi bahkan E. kamerunicus menjadi primadona dalam penyerbukan kelapa sawit (Susanto dkk, 2007).

E. kamerunicus merupakan serangga dari ordo Coleoptera kumbang ini

termasuk kedalam famili Curculionidae yang memiliki ciri moncong

yang panjang dan terdapat antena di pertengahan moncong. (Borror et al, 1996 ; Saputra, 2011). Moncong ini berfungsi dalam pencarian

pakan dan mengisap pada jaringan tanaman. Kumbang ini mampu terbang dengan lincah. Jika terganggu kumbang ini akan menyembunyikan diri dibawah serbuk sari (pollen) dan menjatuhkan diri ke tanah. Rambut-rambut yang terlihat jelas pada kumbang jantan memungkinkan serbuk sari terbawa lebih banyak dibandingkan dengan kumbang betina (Saputra, 2011).

Serbuk sari (pollen) kelapa sawit berbentuk segitiga dengan guratan yang mengelilingi ketiga sisinya, tanpa lubang pada permukaan serbuk sari, dan diameter serbuk sari (pollen) berukuran ˂ 75 µm. Rata - rata polen terbawa oleh kumbang jantan E. kamerunicus yang dikoleksi dari bunga betina kelapa sawit ialah 1.604 serbuk sari, sedangkan pada kumbang betina ialah 719 serbuk sari (Pratiwi, 2013). Berdasrkan hasil pengamatan menggunakan mikroskop elektron, serbuk sari (pollen) yang terbawa ke bunga betina terdapat pada rambut-rambut pada sekeliling elitra dan tumbuh kumbang serta kaki yang hanya mempunyai oleh kumbang jantan (Prasetyo dan Susanto, 2015).

(9)

12

2.2.1. Taksonomi Elaeidobius kamerunicus

Kingdom : Animalia Divisio : Avertebrata Kelas : Insecta Ordo : Coleoptera Famili : Curculionidae Genus : Elaeidobius

Spesies : Elaeidobius kamerunicus Faust.

Gambar.2.3 Siklus hidup E. kamerunicus Sumber : Prasetyo, 2012.

2.2.2. Telur

Satu ekor E. kamerunicus betina dapat meletakkan telur rata-rata 58 butir yang diletakkan pada bunga jantan kelapa sawit selama 59 hari masa hidupnya. Telur diletakkan dengan alat peletak telur pada serangga

(10)

13

(ovipositor) kedalam lubang pada bagian luar tangkai sari bunga jantan yang mekar (anthesis) (Susanto dkk, 2007).

Telur yang baru diletakkan berwarna kuning bening, lalu telur menetas menjadi larva yang berwarna putih kekuningan (Herlinda, 2006). Ukuran panjang telur rata-rata 0,65 mm dan lebarnya 0,39 mm. Telur yang akan menetas akan berwarna gelap, masa inkubasi telur berkisar antara 2-3 hari. kemampuan menghasilkan keturunan (fertilitas) telur E. kamerunicus berkisar antara 95,21 - 99,10 % (Meliala, 2009).

E. kamerunicus lebih banyak meletakkan telur, dibandingkan dengan E. plagiatus. Rata-rata jumlah telur diletakkan E. kamerunicus 1,63

sedangkan E. plagiatus 1,23 (Tuo dkk, 2011). Sehingga kemampuan berkembang biak E. kamerunicus lebih besar dibandingkan E. plagiatus.

2.2.3. Larva

Kehidupan serangga E. kamerunicus sangat bergantung dengan pembungaan tanaman kelapa sawit yang merupakan tempat mencari makan dan bertelurnya E. kamerunicus pada bunga jantan kelapa sawit. Kemudian larva E. kamerunicus akan bertahan hidup dan berkembang dengan memakan spikelet bunga jantan yang mulai membusuk dan akan menetas setelah 10 hari kemudian (Tuo dkk, 2011).

Adapun proses atau tahapan perkembangan larva yang biasa disebut sebagai instar pada serangga E. kamerunicus memiliki tiga (3) instar. Larva instar pertama berada disekitar tempat menetasnya telur hingga terjadinya pergantian kulit. Larva instar pertama ini berwarna keputihan dengan bagian kepala yang memiliki bintik hitam dengan ukuran panjang 2-3 mm dan lebar

(11)

14

tubuh 1-1,3 mm dengan lama stadium larva berkisar antara 2-3 hari (Meliala, 2009).

Kemudian setelah dua hari larva mengalami perubahan yang lebih jelas yaitu larva instar kedua mulai bergerak dan pindah ke pangkal bunga jantan yang sama. Larva instar kedua ini memiliki ukuran panjang tubuh 4-5 mm dengan lebar 1,5 – 2 mm, berwarna kekuning-kuningan dengan bagian dalam tubuh yang sedikit transparan dan bagian kepala yang berwarna kecoklatan, adapun lama stadium dari larva instar kedua ini berkisar antara 2-3 hari. Larva pada tahap ini memakan bagian jaringan – jaringan bagian pangkal bunga tersebut. Sebelum semua bagian dari bunga habis dimakan oleh larva tersebut larva kedua akan berganti kulit lagi menjadi larva instar ketiga (Meliala, 2009).

Pada instar ini larva berwarna kuning jelas dengan bagian kepala yang berwarna coklat kekuningan, dengan panjang tubuh 6-7 mm dan lebar tubuh berkisar antara 2-2,5 mm dengan lama stadium larva berkisar antara 5-8 hari (Meliala, 2009). Sehingga waktu yang dibutuhkan oleh larva untuk menjadi kepompong ± 13 hari.

Gambar 2.4. Larva E.kamerunicus. Sumber : Fauzi Abdullah Nasution.

(12)

15

2.2.4. Pupa (Kepompong)

Pupa terbentuk di dalam bunga jantan yang terakhir dimakan. Sebelum terjadinya pupa larva instar ketiga terlebih dahulu menggigit bagian ujung bunga jantan sehingga lepas. Dengan demikian terjadilah lubang yang kemudian menjadi tempat keluarnya kumbang. Sekitar satu hari sebelum terbentuknya kepompong, larva instar ketiga menjadi tidak aktif. Periode kepompong berlangsung dalam waktu 2-6 hari. Warna pupa kuning terang dengan sayap yang mulai terbentuk dan berwarna putih (Susanto dkk, 2007).

2.2.5. Kumbang

Kumbang E. kamerunicus memakan tangkai sari bunga jantan yang sudah mekar. Perkawinan (kopulasi) terjadi pada siang hari, antara 2-3 hari sesudah kumbang menjadi dewasa, akan tetapi ada juga yang berkopulasi lebih awal. Perbandingan jumlah kumbang jantan dan betina di lapangan 1 : 2. Lama hidup kumbang betina dapat mencapai 65 hari dan kumbang jantan 46 hari (Susanto dkk, 2007).

Rata-rata persentase keturunan betina yang dihasilkan oleh seekor kumbang E. kamerunicus lebih banyak dibandingkan keturunan jantan. Umumnya serangga menghasilkan nisbah kelamin bias betina apabila serangga kondisi sepasang atau betina hanya sendirian, nilai anak betina cenderung akan meningkat sehingga induk cenderung mengatur pembuahan yang dapat menghasilkan lebih banyak betina dibandingkan kumbang jantan (Herlinda dkk, 2006).

Kumbang jantan memiliki moncong lebih pendek, 2 benjolan pada pangkal elitra (sayap) dan bulu yang lebih banyak pada elitra. Kumbang betina memiliki moncong lebih panjang, tidak ada benjolan pada elitra dan bulu

(13)

16

pada elitra lebih sedikit. Ukuran tubuh E. kamerunicus jantan 3-4 mm dan ukuran tubuh E. kamerunicus betina 2-3 mm. Kumbang E. kamerunicus jantan dapat membawa serbuk sari (pollen) lebih banyak dibandingkan dengan kumbang betina. Hal ini disebabkan oleh ukuran tubuh jantan yang lebih besar serta banyaknya bulu pada sayap kumbang jantan yang membuat

serbuk sari (pollen) pada bunga jantan terbawa oleh E. kamerunicus (Susanto dkk, 2007).

E. kamerunicus tidak aktif atau kurang aktif pada pukul 07.00 – 09.00. Pada saat itu jumlah kumbang E. kamerunicus memuncak pada pukul 11.00 hingga mencapai jumlah 544 ekor dan ada 289 ekor E. kamerunicus yang mengunjungi bunga betina pada pukul 18.00. Pada pukul 13.00 dan 16.00 hanya terdapat kurang dari 30 ekor dan hanya beberapa ekor saja yang

mengunjungi bunga betina pada pukul 07.00 dan 09.00. Kumbang E. kamerunicus yang telah membawa serbuk sari (pollen), ketika berkunjung

ke bunga betina mekar secara langsung dapat menempatkan serbuk sari (pollen) pada putik bunga betina dan terjadilah penyerbukan (Prasetyo dan Susanto, 2016).

Menurut Yue dkk (2015) kemekaran bunga jantan kelapa sawit terjadi selama 3 hari. Pada kemekaran hari ketiga bunga jantan kelapa sawit,

serangga E. kamerunicus sangat aktif antara pukul 17:00 – 18:00, aktif antara

pukul 11:00 – 12:00, dan kurang aktif pada pukul 07:00 – 08:00. Populasi E. kamerunicus banyak ditemui pada pukul 17:30 dengan jumlah

(14)

17

2.3. Faktor yang Mempengaruhi Populasi E. kamerunicus

Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi populasi serangga penyerbuk kelapa sawit E. kamerunicus pada areal perkebunan kelapa sawit sebagai berikut :

2.3.1. Musuh Alami Elaeidobius kamerunicus

a. Tikus

Spesies tikus yang sering ditemukan menyerang tandan bunga kelapa sawit, baik bunga betina maupun bunga jantan adalah Rattus tiomanicus, R. Argentiventer dan R.r. diardi. Tikus merusak tanaman kelapa sawit dengan mengerat bibit atau tanaman belum menghasilkan (TBM) pada pangkal pelepah sampai ke titik tumbuh dan mengerat bunga pada tanaman menghasilkan (TM) (Susanto dkk, 2007). Diperkirakan rerata jumlah larva dan pupa yang dimangsa tikus adalah 760 ekor/tandan. Berdasarkan ini tikus bisa dikatakan sebagai predator utama larva dan pupa E. kamerunicus (Purba dkk, 2010).

b. Nematoda

Jenis nematoda parasitik terhadap E. kamerunicus adalah Elaeolenchus parthenonema dan nematoda phoretik Cylindrocorpus inevectus. Tetapi hingga saat ini belum ditemukan penurunan populasi E. kamerunicus yang sangat serius akibat serangan nematoda (Susanto dkk, 2007).

(15)

18 c. Laba-laba

Berdasarkan pengamatan dilapangan banyak dijumpai jaring-jaring laba-laba yang berada di dekat tanaman kelapa sawit yang memiliki bunga jantan yang sedang mekar (anthesis). Pengamatan dilapangan menunjukkan laba-laba merupakan predator yang khusus memangsa E. kamerunicus. Jaring - jaringnya yang halus dan banyak di sekitar bunga dan buah yang merupakan perangkap bagi kumbang yang berperan sebagai serangga penyerbuk kelapa sawit dan sangat efektif dan efisien bagi laba-laba dalam membuat perangkapnya (Purba dkk, 2010).

2.3.2. Ketersediaan Bunga Jantan Kelapa Sawit

Ketersediaan bunga jantan kelapa sawit juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi perkembangan perkembangan populasi E. kamerunicus. Idealnya, semakin banyak bunga jantan maka akan semakin tinggi populasi E. kamerunicus karena bunga jantan kelapa sawit memiliki sumber makanan dan merupakan sebagai tempat berkembang biak E. kamerunicus (Wahyuni dan Sinaga, 2014).

2.3.3. Penggunaan Bahan Pestisida Kimia

Penurunan populasi serangga E. kamerunicus dapat dipengaruhi oleh insektisida atau pengendalian hama penyakit tanaman yang diaplikasikan di kebun kelapa sawit pada umumnya yang merupakan racun bagi serangga E. kamerunicus. Efek penurunan populasi E. kamerunicus dapat secara nyata terjadi karena proses penyemprotan secara langsung akan mengenai tubuh

kumbang maupun terserap ke dalam bunga dan mengenai larva E. kamerunicus dan mengakibatkan kematian bagi serangga dewasa dan larva yang terkontaminasi dengan pestisida yang diaplikasikan (Prasetyo dkk, 2013).

(16)

19

2.4. Cara Menghitung Populasi E. kamerunicus

Berikut ini merupakan cara yang dapat dilakukan dalam menghitung populasi E. kamerunicus ( Prasetyo dan Susanto, 2012) :

1) Cari bunga jantan yang sedang mekar (anthesis), hitung populasi per hektarnya, bedakan tingkat kemekaran bunga : ≤ 50% dan > 50%.

2) Dalam 1 hektar dipilih masing-masing 1 tandan bunga jantan yang mekar (anthesis) dengan tingkat kemekaran bunga : ≤ 50% dan > 50%.

3) Tangkap kumbang E. kamerunicus yang berada pada 3 spikelet bunga pada bagian dekat ujung (atas) sekitar jam 10.00 dengan cara memasukkan kantong plastik transparan ke dalam 3 spikelet.

4) Potong ketiga spikelet bunga jantan tersebut dengan gunting tanaman yang tajam.

5) Celupkan kapas kedalam larutan ethyl asetate dan masukkan ke dalam kantong plastik yang telah berisi spikelet – spikelet bunga jantan untuk memingsankan kumbang E. kamerunicus, biarkan sekitar 15 menit.

6) Pisahkan kumbang E. kamerunicus yang tertangkap dengan spikelet bunga jantan.

7) Hitung jumlah kumbang E. kamerunicus jantan dan betina pada masing-masing kantong plastik.

8) Rata – ratakan jumlah kumbang E. kamerunicus / spikelet dan hitung per tandan bunga jantan sampel dengan mengalikan jumlah spikelet.

9) Populasi E. kamerunicus per hektar diperoleh dari jumlah keseluruhan kumbang pada tandan bunga jantan yang sedang mekar (anthesis) dengan tingkat kemekaran bunga ≤ 50% dan > 50% yang ditemukan dalam 1 Ha.

Gambar

Gambar 2.1. Bunga betina.
Gambar 2.2. Bunga jantan.
Gambar 2.4. Larva E.kamerunicus.

Referensi

Dokumen terkait

DENAH RUANG LANTAI 1 SMK PGRI 1 SALATIGA. wc wc wc

Pada pasien dengan fraktur pelvis harus dicurigai juga adanya trauma lain seperti, cedera kepala berat, trauma thorax, aorta, dan cedera abdomen dan yang paling sering, cedera

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kesenjangan pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita, untuk mengidentifikasi factor-faktor yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak etanolik daun Sambung nyawa (Gynura procumbens (Luor) Merr) pada proliferasi sel kanker payudara tikus yang

Sifat larutan tersebut dapat ditunjukkan dengan menggunakan indikator asam-basa, yaitu zat-zat warna yang menghasilkan warna berbeda dalam larutan asam dan basa. Cara

The writer gives his gratitude to Allah SWT for giving him everything in his life, so that he can finish writing the skripsi entitled “The Authentic Material Used by the Students

berjudul "Hubungan Pengetahuan lbu Dalam Perawatan Bayi (Kebersihan dan Pola Pemberian Makanan) Dengan Kejadian Diare" ini disusun sebagai salah satu persyaratan

Dasar Terori yang digunakan adalah terori manajemen Sumber Daya Manusia, dengan hipotesis yaitu Hipotesis pertama adalah kepemimpinan demokratis dan kepemimpinan