• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Anadara granosa (kerang darah) merupakan salah satu Bivalvia yang termasuk famili Arcidae. Kerang darah memiliki dua keping cangkang yang setangkup, umbo menonjol, engsel lurus, kaki seperti kapak, mempunyai insang yang lebar, tipis dan berlapis-lapis diantara mantel. Kerang darah hidup di perairan pantai yang memiliki substrat pasir berlumpur dan dapat juga

ditemukan pada ekosistem estuari, mangrove, dan padang lamun. Kerang A. granosa hidup mengelompok dan umumnya banyak ditemukan pada

substrat yang kaya kadar bahan organik. Distribusi kerang tersebut meliputi Red Sea, New Caledonia, China, Hong Kong (Xianggang), Jepang, Vietnam, Thailand, Philippines, South China Sea, Indonesia, Tropical Indo-West Pacific, dan Australia yang tersebar di kawasan pesisir pantai (Nurdin et al. 2006). Di Indonesia kerang darah banyak ditemukan hidup di daerah pesisir Sumatera Utara (tepatnya di Perairan Belawan dan Perairan Tanjung Balai Asahan) Sumatera Barat, Selatan Jawa, Selat Malaka, Pantai Utara Jawa, Pantai Timur Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Selatan dan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Maluku, dan Papua.

Kerang darah banyak dimanfaatkan untuk konsumsi dan dijual. Daging kerang darah mengandung protein sebesar 17,1 g; Ca 31 mg, lemak yang rendah sebesar 0,76 g; dan vitamin A (Agustinus, 2009). Selain dikonsumsi dagingnya, cangkang kerang darah pun dapat dibuat menjadi kerajinan tangan oleh masyarakat di Perairan Tanjung Balai Asahan. Kerajinan tangan yang dibuat dari cangkang kerang darah antara lain kerai pintu, mainan anak-anak, lampu gantung, dan pajangan.

Menurut Alamiah (2007), produksi kerang darah pada rentang tahun 1994-2004 mengalami peningkatan setiap tahunnya terutama untuk kebutuhan ekspor. Tahun 2004 produksi mengalami kenaikan rata-rata sebesar 26,39% dari 839 ton menjadi 1500 ton. Informasi tersebut sebatas data produksi tetapi belum ada informasi memadai yang menjelaskan pola pemanfaatan kerang darah yang optimal dan tetap lestari.

Kota Tanjungbalai adalah salah satu kota di provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Luas wilayahnya 60,52 km² dan penduduk berjumlah 154.445 jiwa. Kota ini berada di tepi Sungai Asahan, sungai terpanjang di Sumatera Utara. Jarak tempuh dari Medan sekitar 4 jam. Sebelum Kota Tanjungbalai diperluas dari hanya 199 ha (2 km²) menjadi 60,52 km², kota ini pernah menjadi kota terpadat di Asia Tenggara dengan jumlah penduduk lebih kurang 40.000 orang dengan kepadatan penduduk lebih kurang 20.000 jiwa per km². Akhirnya Kota Tanjungbalai diperluas menjadi ± 60 km² dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 1987, tentang perubahan batas wilayah Kota Tanjungbalai dan Kabupaten Asahan. Hasil

(2)

Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Kota Tanjung Balai berjumlah 154.445 jiwa yang terdiri atas 77.933 jiwa dan 76.512 jiwa perempuan. Penduduk Kecamatan terbanyak berada di Kecamatan Teluknibung dengan jumlah penduduk 35.802 jiwa sedangkan yang terendah berada di Kecamatan Tanjungbalai Utara dengan jumlah penduduk 15.862 jiwa.

Selain dieksploitasi kerang darah juga menjadi salah satu biota yang dibudidayakan. Alat tangkap yang digunakan untuk mengambil kerang yaitu dengan sekop, saringan, langsung diambil dengan tangan, dan “garok” yang merupakan modifikasi dari trawl (Ippah 2007). Eksploitasi kerang secara terus menerus menyebabkan perubahan lingkungan dan populasinya di alam. Perubahan populasi berupa penurunan terhadap hasil tangkapan nelayan dan ukuran yang tertangkap semakin kecil. Eksploitasi yang terjadi terus menerus tanpa memperhatikan pola pemanfaatan lestari dan pengaruh dari kualitas lingkungan yang menurun dapat menyebabkan terjadinya kepunahan pada jenis ini. Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian yang berhubungan dengan pola penyebaran dan dinamika populasi Kerang Darah di Perairan Tanjung Balai Asahan untuk menjaga kelestarian melalui zonasi dan pembagian waktu penangkapan. Penelitian ini juga dapat dijadikan acuan dalam menyusun kebijakan pengelolaan secara lestari yang manfaatnya akan dapat dirasakan terus menerus.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah tingginya tingkat eksploitasi Anadara granosa (Kerang Darah) di Perairan Tanjung Balai Asahan yang akan sangat berpengaruh terhadap populasi dan kelestariannya di alam. Eksploitasi dan penurunan kualitas air sebagai dampak dari pencemaran yang juga menjadi faktor menyebabkan penurunan hasil tangkapan. Penentuan zona tangkap dan waktu tangkap juga belum ditentukan padahal ini penting untuk menjaga populasi kerang di perairan. Kepadatan kerang di Perairan Tanjung Balai Asahan sudah mengalami penurunan dan hasil tangkapan semakin kecil yang diakibatkan sedikitnya informasi yang ada sehingga perlu dikaji dalam upaya pengelolaan terutama mengenai pola sebaran dan dinamika populasi.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh perbedaan kondisi habitat kerang darah di Perairan Tanjung Balai Asahan terhadap pola sebaran dan struktur populasi kerang darah (Anadara granosa).

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian tentang dinamika populasi dan pola sebaran Anadara granosa diharapkan dapat bermanfaat untuk nelayan sebagai informasi dasar dalam melakukan kegiatan penangkapan dan bermanfaat bagi para pengambil kebijakan dalam pengelolaan kerang darah secara tepat dan lestari di Perairan Tanjung Balai Asahan, Provinsi Sumatera Utara.

(3)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kerang Darah (Anadara granosa, L)

Menurut Broom (1985) klasifikasi kerang darah secara sistematika adalah sebagai berikut:

Filum : Moluska Kelas : Bivalvia Famili : Arcidae Sub Famili : Anadarinae Genus : Anadara

Spesies : Anadara granosa (Linnaeus 1758) Nama Umum : Blood cockle

Nama Lokal : Kerang darah

Gambar 1. Kerang Darah (Anadara granosa, L) (Lubayasari, 2010)

Kerang ini mencapai kematangan seksual pada ukuran panjang anterior-posterior 18 sampai 20 mm ketika umurnya mencapai 6 bulan. (Pathansali 1966 in Erianto 2005). Menurut Storer et al. (1977) dalam Erianto (2005) bahwa morfologi dari spesies ini adalah simetris bilateral dengan tubuh lunak yang memadati antara dua cangkang lateral yang secara dorsal berhimpitan. Sendi ligamen menahan cangkang bagian dorsal secara bersama-sama dan membentang untuk membuat kedua belah cangkang berpisah sacara ventral. Kemudian menurut Dance (1977), bahwa kerang darah mempunyai cangkang yang tebal, berbentuk agak elips, dan terdapat 20-21 garis vertikal pada permukaan yang dimulai pada bagian ventral sampai dengan bagian dorsal. Terdapat juga duri-duri kecil yang pendek, berwarna putih agak kecoklatan pada lapisan periostracum.

2.2 Habitat kerang darah (Anadara ganosa, L)

Menurut Pathansali (1963) dan Broom (1980) in Arfiati (1986) bahwa kerang darah bersifat kosmopolitan dan terdapat di perairan tropis dan subtropis. Kerang darah mempunyai daya tahan tinggi terhadap perubahan kadar garam yaitu sekitar 0,5 sampai 35 permil. Menurut Broom (1982) in Arfiati (1986) bahwa apabila makanan yang ada di permukaan lumpur ini sedikit sekali sehingga tidak mencukupi kebutuhannya, kerang akan memakan bahan organik yang tersuspensi didalam air.

(4)

2.3. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Kehidupan Anadara granosa, L 2.3.1. Substrat

Kerang darah ditemukan pada substrat lumpur berpasir tetapi densitas tertinggi di daerah intertidal berbatasan dengan mangrove (Phatansali 1966 in Hery 1998). Hasil penelitian tentang populasi alami kerang darah pada dua lokasi di pantai Selangor, Malaysia, ditemukan bahwa kandungan air substratnya 55-62%. Proporsi diameter partikel yang berukuran < 53 µm di dua lokasi 80-90% pasir (diameter partikel > 63 µm). (Broom 1988 in Hery 1998).

2.3.2. Suhu

Menurut Squires et al. (1975) in Hery (1998), Anadara spp. selalu berlindung pada mangrove dengan kisaran suhu dalam lumpur antara 26,0-37,5 °C disesuaikan dengan waktu dan puncak sinar matahari. Sementara menurut Russel-Hunter (1983) menyatakan bahwa secara langsung maupun tidak langsung, perbedaan panas dan intensitas cahaya pada saat pantai tidak tergenang dan tergenang akan menentukan pola penyebaran moluska di daerah pasang surut. 2.3.3. Arus

Arinardi (1987) in Pratami (2005) mengatakan bahwa Pergerakan arus yang cukup lambat di daerah berlumpur menyebabkan partikel-partikel halus mengendap dan melimpahnya detritus. Hal ini merupakan media yang baik bagi pemakan deposit, seperti bivalvia dan gastropoda.

2.3.4. Salinitas

Effendi (2003) mengatakan bahwa salinitas perairan payau antara 0,5-30 ‰ dan perairan laut berkisar antara 30-40‰. Menurut McLusky (1989) in Pratami (2005) bahwa pembagian zona estuari berdasarkan salinitas, yakni (1) Head, daerah hulu, air tawar memasuki estuari dan masih ada pengaruh arus dari sungai, salinitasnya < 5‰. (2) Upper reaches, di muara, daerah pencampuran antara air tawar dan air laut yang memiliki arus yang lemah, deposit lumpur, salinitasnya 15-18‰. (3) Middle reaches, bagian tengah, arus terjadi dikarenakan gelombang, umpur dan pasir terdeposit seiring dengan semakin cepatnya arus, salinitasya 18-25‰. (4) Lower reaches, bagian bawah, arusnya semakin cepat, substrat berpasir atau lumpur jika arus melemah, salinitas 25-30‰. (5) Mouth, mulut (hilir), arusnya kuat, bersedimen pasir atau pantai berbatu, salinitas hampir sama dengan laut, yakni > 30‰.

2.3.5. Derajat Keasaman (pH)

Nilai derajat keasaman (pH) di perairan mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Kondisi pH juga dipengaruhi oleh suatu perairan, oksigen terlarut, ion-ion terlarut, dan jenis serta stadia organisme hidup (Yonvitner 2001). Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Nilai pH akan mempengaruhi proses biologi kimiawi perairan. Keanekaragaman bentos mulai menurun pada pH 6-6,5 (Effendi 2003). Sementara menurut Russel-Hunter (1986) in Ippah (2007) menyatakan bahwa

(5)

pemijahan kerang akan dipercepat pada suasana basa dan pemijahan kerang yang optimum bagi moluska bentik berkisar antara 6,5-7,5.

2.3.6. Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut merupakan unsur yang paling penting sebagai pengatur metabolisme bagi tumbuh dan berkembang biak (Razak 1992). Penurunan oksigen terlarut secara temporer selama beberapa hari biasanya tidak mempunyai pengaruh yang berarti karena kerang dapat melakukan metabolisme secara aerob namun metabolisme ini dapat menyebabkan kerang kekurangan energi sehingga mempengaruhi aktivitas lainnya seperti reproduksi dan pertumbuhan (Setyobudiandi 2000 in Ippah 2007). Kadar oksigen terlarut optimum bagi moluska bentik adalah 4,1-6,6 ppm, sedangkan kadar minimal yang masih dalam batas toleransi adalah 4 ppm (Clark 1974).

2.3.7. Struktur Populasi

2.3.7.1. Analisis Frekuensi Panjang

Analisis frekuensi panjang digunakan untuk menentukan kelompok ukuran ikan yang didasarkan kepada anggapan bahwa frekuensi panjang individu dalam suatu spesies dengan kelompok umur yang sama akan bervariasi mengikuti sebaran normal (Effendie 1997).

2.3.7.2. Pertumbuhan dan Mortalitas

Faktor dalam umumnya mempengaruhi mortalita adalah faktor yang sulit dikontrol seperti keturunan, sex, umur, parasit, dan penyakit. Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu suhu dan makanan (Effendie 1997). Laju penambahan populasi dipengaruhi oleh pertumbuhan dan laju reproduksi dan selanjutnya nilai kematian didasarkan pada kepadatan (Russel-Hunter 1968 in Ippah 2007). Mortalitas alami adalah mortalitas yang terjadi karena berbagai sebab selain penangkapan seperti pemangsaan, penyakit, stress pemijahan, kelaparan, dan usia tua (Sparre dan Venema 1999). Menurut Beverton & Holt (1957), menduga bahwa depresi merupakan faktor eksternal yang umum sebagai penyebab mortalitas alami.

2.3.7.3. Hubungan Panjang Bobot

Nilai yang didapat dari perhitungan panjang bobot ini adalah untuk menduga bobot dari panjangnya atau sebaliknya. Selain itu juga dapat diketahui pola pertumbuhan, kemontokan, dan pengaruh perubahan lingkungan terhadap pertumbuhan ikan (Effendie 1997).

2.4 Perairan Tanjung Balai Asahan

Secara geografis Kota Tanjung Balai Asahan berada di Kawasan Pantai Timur Sumatera, berada pada koordinat 990 48’00” BT dan 2 0 58’00” LU dengan ketinggian 0-3 meter dari permukaan laut dan luas wilayah 6.052 Ha dan memiliki bentuk topografi perairan yang landai dengan dasar perairan yang berlumpur. Pengukuran kualitas perairan dilakukan pada siang hari untuk mendapatkan intensitas cahaya yang maksimal.

(6)

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari – April 2016. Lokasi penelitian adalah Kota Tanjung Balai Asahan, Provinsi Sumatera Utara dan pengolahan data akan dilakukan di Laboratorium Terpadu Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan selama penelitian yaitu: perahu, GPS, alat tulis, spidol permanen, kertas label, papan jalan, eikman grab, van dorn water sampler, ice box, polybag, secchi disk, thermometer, refraktometer, kertas pH, stopwatch, kompas bidik, transek ukuran 1×1 m, tali tambang berskala, alat titrimetrik, botol BOD, botol contoh, jangka sorong, dan timbangan analitik. Bahan yang digunakan yaitu: akuades, es, dan bahan-bahan kimia untuk titrasi. 3.3. Metode Pengumpulan Data

3.3.1. Penentuan Stasiun Penelitian

Stasiun penelitian ditentukan secara sistematik horizontal pada setiap lokasi pengamatan dan dibedakan berdasarkan asumsi bahwa terjadi perbedaan kondisi lingkungan pada masing-masing stasiun.

3.3.2. Pengambilan Contoh Anadara granosa, L

Kerang yang ditangkap kemudian dimasukkan kedalam polybag yang sudah diberi label dan dimasukkan ke dalam ice box yang berisi es. Kemudian diidentifikasi yang kemudian diukur panjang, lebar, tebal, tinggi umbo, simetri kiri dan kanan, dan Hinge Line Ligament (HLL).

3.3.3. Analisis Kualitas Air

Pengukuran parameter fisika yang dilakukan secara in situ adalah suhu, salinitas, dan arus sedangkan parameter kimianya adalah oksigen telarut (DO) dan pH.

3.3.4. Analisis Substrat

Analisis menggunakan segitiga Millar untuk mengetahui tipe berdasarkan komposisi substrat dari stasiun yang dimasukkan dalam kantong plastik hitam. 3.4. Analisis Data

3.4.1. Densitas (Kepadatan) Populasi

Kepadatan adalah jumlah individu per satuan luas atau volume (Brower et al. 1990). Kepadatan jenis Anadara per satuan luas akan dihitung dengan menggunakan rumus: D =

3.4.2. Pola Sebaran Jenis

Untuk mengetahui pola sebaran jenis suatu organisme pada habitat, digunakan Indeks Sebaran Morisita (Brower et al. 1990). Rumus untuk menghitung Indeks Sebaran Morisita adalah sebagai berikut: Id = q

(7)

3.4.3. Distribusi Frekuensi Panjang

Metode yang dapat digunakan untuk memisahkan distribusi komposit ke dalam distribusi normal adalah metode Bhattacharya (1967) dengan bantuan software program FiSAT II (Sparre dan Venema 1999).

3.4.4. Pertumbuhan dan Mortalitas

Plot Ford-Walford merupakan salah satu metode paling sederhana dalam menduga persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama dengan bantuan software program FiSAT (Sparre dan Venema 1999). Mortalitas total (Z) menggunakan persamaan Jones dan Van Zalinge dan mortalitas alami (M) menggunakan rumus empiris Pauly dengan bantuan software dalam program FISAT II. 3.4.5. Hubungan Panjang Bobot

Hubungan panjang bobot ini digambarkan dalam dua bentuk yaitu isometrik dan allometrik (Hile 1963 in Effendie 1997). Untuk kedua pola ini terdapat pada persamaan: W=aLb

3.5 Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian dan hasil dapat dilihat pada skema berikut:

Penentuan Stasiun Pengambilan Contoh

Parameter Biologi Parameter Fisika Parameter Kimia Kepadatan Analisis Data Hasil Pengelolaan Lestari Pola Sebar Pertumbuhan Mortalitas Sedimen Suhu Arus Salinitas pH DO

Perairan Tanjung Balai Asahan Penangkapan Industri

(8)

BAB 4 BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN 4.1 Anggaran Biaya

Biaya penelitian untuk mengetahui dinamika populasi dan pola sebaran spasial Kerang Darah (Anadara granosa,L) di Perairan Tanjung Balai Asahan Provinsi Sumatera Utara tersaji dalam Tabel 1.

Tabel 1. Ringkasan anggaran biaya PKM-P

No Jenis Pengeluaran Biaya (Rp) 1 Peralatan Penunjang Rp. 2.900.000 2 Bahan Habis Pakai Rp. 3.060.000 3 Perjalanan Rp. 2.900.000 4 Lain-lain Rp. 1.740.000

Total Rp. 10.600.000

4.2 Jadwal Kegiatan

Jadwal kegiatan dilaksanakan selama 4 bulan. Adapun jadwal yang dilaksanakan tersaji dalam Tabel 2.

Tabel 2. Jadwal Penelitian

No. Kegiatan Januari Februari Maret April

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Persiapan Penelitian dan Studi Literatur 2 Pengambilan Sampel Lapangan 3 Pengukuran Kualitas Air 4 Pengambilan Substrat 5 Identifikasi Sampel 6 Analisis Data; Dinamika Populasi dan Pola Sebaran 7 Penyusunan Laporan

Gambar

Gambar 1. Kerang Darah (Anadara granosa, L) (Lubayasari, 2010)
Tabel 2. Jadwal Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillahirobbil’alamin segala puji syukur dan sembah sujud, penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah, dan kasih sayang-Nya sehingga penyusun

H1: (1) Terdapat perbedaan produktivitas kerja antara karyawan yang diberi insentif dengan karyawan yang tidak diberi insentif (2) Terdapat perbedaan

7.4.4 Kepala LPPM menentukan tindakan perbaikan yang harus dilakukan pada periode Pelaporan Hasil Pengabdian kepada masyarakat berikutnya.. Bidang Pengabdian kepada masyarakat

Ketika orang-orang dari budaya yang berbeda mencoba untuk berkomunikasi, upaya terbaik mereka dapat digagalkan oleh kesalahpahaman dan konflik bahkan

Dengan cara yang sama untuk menghitung luas Δ ABC bila panjang dua sisi dan besar salah satu sudut yang diapit kedua sisi tersebut diketahui akan diperoleh rumus-rumus

Dari teori-teori diatas dapat disimpulkan visi adalah suatu pandangan jauh tentang perusahaan, tujuan-tujuan perusahaan dan apa yang harus dilakukan untuk

Penelitian yang dilakukan di TK AndiniSukarame Bandar Lampung betujuan meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal konsep bilangan melalui media gambar pada usia

Ketersediaan informasi lokasi rumah sakit, fasilitas dan layanan yang tersedia di rumah sakit dan tempat kejadian dapat tersedia secara jelas dan terkini sehingga penentuan