• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA PENEGAKKAN DISIPLIN KERJA ANGGOTA POLRI DI POLRESTABES SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA PENEGAKKAN DISIPLIN KERJA ANGGOTA POLRI DI POLRESTABES SURABAYA."

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai per syar a tan memper oleh gelar Sar jana pada FISIP UPN ” Veter an” J awa Timur

Oleh :

ADE RIZKY SETYARSO 0841010001

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

(2)
(3)
(4)

dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi dengan judul “UPAYA PENEGAKKAN DISIPLIN KERJ A ANGGOTA POLRI DI POLRESTABES SURABAYA” .

Skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi persyaratan kurikulum pada Program Studi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dalam tersusunnya Skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Pudjo Adi, MSi sebagai dosen pembimbing utama yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis.

Selain itu, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Skripsi ini :

1. Ibu Dra. Hj. Suparwati, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Lukman Arif, M.Si selaku Ketua Program Studi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

(5)

5. Bapak Drs. Ananta Pratama, Msi, selaku dosen penguji. Terima kasih telah memberikan masukan-masukan dan saran atas penyusunan skripsi ini.

6. Bapak Pudjo Adi M.Si selaku dosen pembimbing dan dosen penguji. Terima kasih telah memberikan petunjuk dan masukan-masukan atas penyusunan skripsi ini.

7. Bapak Kompol Masduki, SH, selaku Kasi Propam Polrestabes Surabaya yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian di SiPropam Polrestabes Surabaya.

8. Bapak AKP Abdul Gafar selaku Kanit Provost SiPropam Polrestabes Surabaya atas bimbingan dan petunjuk-petunjuk nya selama saya melakukan penelitian.

9. Bapak AKP Eddy Suwarno selaku Kanit Paminal SiPropam Polrestabes Surabaya. Terima kasih atas arahan dan bimbingannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

10. Seluruh staf SiPropam Polrestabes Surabaya dan segenap anggota Polrestabes Surabaya.

(6)

membantu dalam menyusun Skripsi skripsi ini cak kus, yudhi, agung, arie gondrong, arik restu, coki, ekky, mely, cahaya, lawi, iva, risa, widhat, faiza, kiekie, andri, danar, gita, friki, trio, budi, agus, adhi, picolo, almarhum yopang, revi, wak li, geru, dll.

Semoga segala bantuan dan kebaikan yang telah diberikan tersebut mendapat limpahan berkah dari Allah SWT. Penulis menyadari dengan segala kerendahan hati bahwa penulisan Skripsi ini masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan Skripsi penelitian ini.

Harapan penulis semoga dengan terselesainya Skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Surabaya, Juni 2012

(7)

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

ABSTRAKSI ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian... 7

1.4. Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II. KAJ IAN PUSTAKA ... 8

2.1. Penelitian terdahulu ... 8

2.2. Landasan Teori ... 11

2.2.1. Birokrasi ... 11

2.2.2. Kepatuhan ... 11

2.2.2.1. Pengertian Kepatuhan ... 13

2.2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan ... 14

2.2.3. Disiplin kerja ... 17

(8)

2.2.3.5. Upaya Penegakan Disiplin Kerja Pegawai ... 22

2.2.4. Pembinaan ... 24

2.2.4.1. Pengertian Pembinaan ... 24

2.2.4.2. Tujuan Pembinaan ... 25

2.2.4.3. Macam-macam dan bentuk Pembinaan ... 26

2.2.5. Pengertian Pengawasan ... 27

2.2.5.1. Tujuan dan Fungsi Pengawasan ... 28

2.2.5.1.1. Tujuan Pengawasan ... 28

2.2.5.1.2. Fungsi Pengawasan ... 30

2.2.5.2. Macam-Macam Pengawasan ... 31

2.2.5.3. Cara-Cara Pengawasan ... 32

2.3. Kewajiban, Larangan dan Sanksi Anggota Polri ... 33

2.4. Kerangka Berpikir ... 38

BAB III. METODE PENELITIAN ... 40

3.1. Jenis Penelitian ... 40

3.2. Fokus Penelitian ... 41

3.3. Lokasi Penelitian ... 42

3.4. Sumber Data ... 43

(9)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 50

4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 50

4.1.1. Sejarah terbentuknya Polrestabes Surabaya ... 50

4.1.2. Visi dan Misi Polrestabes Surabaya ... 54

4.1.3. Struktur Organisasi Polrestabes Surabaya ... 55

4.1.4. Tugas Pokok dan Fungsi Anggota Polri Polrestabes Surabaya ... 57

4.1.5. Karakteristik Anggota Polri Polrestabes Surabaya ... 75

4.2. Hasil Penelitian ... 80

4.2.1. Disiplin Preventif ... 80

4.2.1.1. Pembinaan Rohani, Mental, dan Tradisi ... 80

A. Pembinaan Rohani ... 80

1. Pelaksanaan Pembinaan Rohani ... 80

2. Tujuan Pembinaan Rohani ... 86

3. Hambatan Pembinaan Rohani ... 87

B. Pembinaan Mental ... 88

1. Pelaksanaan Pembinaan Mental ... 88

2. Tujuan Pembinaan Mental ... 90

3. Hambatan Pembinaan Mental ... 91

C. Pembinaan Tradisi ... 93

(10)

2. Tujuan Pengawasan Langsung ... 100

E. Pengawasan Tidak Langsung ... 101

1. Pelaksanaan Pengawasan Tidak Langsung ... 101

2. Tujuan Pengawasan Tidak Langsung ... 103

4.2.2. Disiplin Korektif ... 104

A. Tindakan Disiplin ... 104

1. Pelaksanaan Sanksi Tindakan Disiplin ... 104

2. Tujuan Pemberian Sanksi Tindakan Disiplin ... 108

B. Hukuman Disiplin ... 109

1. Pelaksanaan Sanksi Hukuman Disiplin ... 109

2. Tujuan Pemberian Sanksi Hukuman Disiplin ... 113

4.3. Pembahasan ... 115

4.3.1. Disiplin Preventif ... 115

A. Pembinaan Rohani, Mental dan Tradisi ... 115

B. Pengawasan Langsung ... 120

C. Pengawasan Tidak Langsung ... 122

4.3.2. Disiplin Korektif ... 123

A. Tindakan Disiplin ... 124

(11)

Daftar Pustaka

(12)

Penelitian ini didasarkan pada fenomena bahwa masih cukup tinggi jumlah pelanggaran disiplin yang dilakukan anggota Polri di Polerstabes Surabaya. Prilaku tidak disiplin pada kewajiaban-kewajiban yang seharusnya tidak dilanggar dengan berbagai macam jenis pelanggaran banyak diberitakan pada media cetak maupun elektronik bahkan sudah diberitakan secara global. Hal tersebut sangat bertolak belakang dengan kewajiban yang harus dilaksanakan sesuai peraturan disiplin anggota polri dalam peraturan pemerintah republik Indonesia no 2 tahun 2003. Maka untuk itu peneliti mengambil judul upaya penegakkan disiplin anggota polri dipolrestabes Surabaya.

Tujuan penetilian ini adalah untuk mendeskriptifkan bagaimana upaya penegakan disiplin ditetapkan fokus pertama: upaya pembinna disiplin preventif, dengan sasaran kajian pembinaan rohani mental dan tradisi serta pengawasan langsung maupun tidak langsung dan fokus kedua dengan sasaran kajian: penegakkan disiplin melalui tindakan disiplin dan hukuman disiplin.

Metode penelitian Deskriptif Kualitatif, dengan analisis model interaktif dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk mengabil data dari sumber data yang berupa tulisan, prilaku, tindakan, pristiwa, kejadian, kata-kata. Dengan peneliti sebagai instrumen penelitian.

(13)

Upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah, tidak dapat dilepaskan dari kepolisian. Tugas Pokok Polri itu sendiri sendiri menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Tujuan tersebut di atas tidak akan terwujud apabila tidak dilakukan dengan dedikasi tinggi, disiplin serta profesionalisme dari para anggota Polri itu sendiri untuk berusaha melakukan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan baik dan bertanggung jawab. Bertolak dari arti pentingnya kedisiplinan bagi anggota Polri sebagai penegak hukum, pemerintah telah menerbitkan peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang kedisiplinan anggota Polri, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(14)

kondisi dalam negeri yang dalam setiap tugasnya didukung oleh jajaran kepolisian yang tersebar di provinsi di seluruh Indonesia. dimana dalam setiap provinsi terdapat satu Mapolda sebagai pusat komando dalam pelaksanaan tugasnya. Yang didukung oleh Polrestabes yang berwenang dalam penegakkan hukum di wilayah kota besar dan di ikuti oleh polres sebagai jajarannya dalam tingkat kabupaten hingga polsek untuk wilayah kecamatan.

(15)

Disiplin dalam bekerja sangatlah penting sebab dengan kedisiplinan tersebut diharapkan sebagian besar peraturan ditaati oleh para anggota, bekerja sesuai dengan prosedur dan sebagainya sehingga pekerjaan terselesaikan secara efektif dan efisien serta dapat meningkatkan produktivitasnya. Disiplin itu sendiri menurut Hasibuan (2002 : 305) adalah merupakan kesadaran dan kesediaan seseorang dalam menaati semua peraturan organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku. Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 2 Tahun 2003 tentang disiplin polri pasal 1 dijelaskan bahwa “Disiplin adalah ketaatan dan kepatuhan yang sungguh-sungguh terhadap peraturan disiplin anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia”. Oleh karena itu bila anggota tidak menggunakan aturan-aturan yang ditetapkan dalam organisasi, maka tindakan disiplin dan hukuman disiplin merupkan langkah terakhir yang bisa diambil terhadap anggota yang kinerjanya dibawah standar atau yang tidak disiplin.

(16)

Kompleksitas tantangan tugas Polri pada era reformasi dalam perjalanannya selain telah memberi manfaat bagi Polri dengan berbagai kemajuan yang signifikan baik di bidang pembangunan kekuatan, pembinaan maupun operasional. Namun di sisi lain diakui secara jujur terdapat akses negatif dari penyelenggaraan tugas pokoknya berupa penyimpangan perilaku anggota Polri seperti penyalahgunaan kekuasaan / wewenang (abuse of power), kualitas penyajian layanan yang tercela dari sudut moral dan hukum antara lain diskriminasi, permintaan layanan / penegakan hukum atas alasan kepentingan pribadi, diskresi melampaui batas, mempersulit, arogan, lamban, tidak sopan manusiawi dan perilaku negatif.

Seperti yang diberitakan oleh media massa elektronik seperti dibawah ini ; IpolJatim_Surabaya: Polrestabes surabaya menindak tegas terhadap 5 anggotanya yang nakal. Kapolrestabes Surabaya, Kombespol Tri Maryanto memimpin langsung upacara Pemecatan Dengan Tidak Hormat Kepada 5 Anggotanya. Pemecatan dipicu karena ke 5 anggota polisi tersebut terlibat dalam tindak pidana dan indisipliner. “Ini menjadi pelajaran bagi anggota lain, prinsipnya anggota yang bersalah akan kami tindak tegas.” Kelima anggota polri tersebut memiliki pelanggaran yang berbeda. Pelanggaran pidananya berupa penipuan dan penggelapan sedangkan pelanggaran indisipliner berupa tidak masuk dinas selama 30 hari.”Mereka melakukan pelanggaran berat yang tidak bisa ditolerir,” tambah Kompol Suparti, Kasubag Humas Polrestabes Surabaya, Senin(30/4/2012).(Sumber:http:infopoljatim.com/index.php?option=com_content &view diakses pada tanggal 2/5/2012)

(17)

aturan yang mengikat Polri tersebut tidak menjamin tumbuhnya jiwa profesional dalam diri sebagian anggotanya.

(18)

organisasi yang disebut Biro. Ke tiga Biro ini antara lain terdiri dari Biro Paminal yang bertugas sebagai fungsi pengamanan dilingkungan internal organisasi POLRI, kemudian Biro Wabprof yang dalam tugasnya berfungsi sebagai pertanggung-jawaban profesi, dan yang terakhir adalah Biro Provos yang berfungsi dalam penegakkan disiplin dan ketertiban dilingkungan POLRI, ke-tiga Biro tersebut pada intinya mempunyai tugas sebagai pengawal, pengawas, pengamanan, pembinaan, dan penegakkan disiplin.

Masyarakat sebenarnya berharap agar pengungkapan berbagai kasus yang menimpa anggota atau petinggi Polri, tidak hanya seperti selama ini. Bila tidak lagi dikontrol publik atau pers, kasusnya akan “menguap”. Pengungkapan untuk kasus-kasus besar terkesan melambat, bahkan hilang begitu saja, manakala suatu kasus terbentur pada polisi berpangkat tinggi. Berkaca pada pengalaman sebelumnya, masih minim keseriusan untuk betul-betul mengungkap berbagai kasus dan penyelewengan di tubuh Polri. Sinyalemen yang berkembang adanya semangat membela institusi (esprit de corps) yang terkesan sebagai ''kultur'' belum bisa dihilangkan sama sekali. Padahal, kultur tersebut merugikan reputasi Polri sebagai institusi penegak hukum

(19)

1.2 Per umusan Masalah

Berangkat dari fenomena dalam uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang diatas maka perumusan masalah penelitian ini adalah : Bagaimana Upaya Penegakkan Disiplin kerja Anggota Polri di Polrestabes Surabaya?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana upaya penegakkan disiplin kerja anggota polri di Polrestabes Surabaya.

1.4 Kegunaan Penelitian 1. Bagi Peneliti

Berguna untuk menambah pengetahuan, kajian dan pemahaman tentang peranan pemerintah daerah dalam memberikan pembinaan. Selain itu penelitian ini dapat digunakan sebagai perbandingan teori yang didapat dibangku kuliah dengan keadaan yang terjadi sebenarnya dilapangan. 2. Bagi Instansi Terkait

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penegakkan disiplin di Polrestabes Surabaya.

3. Bagi universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

(20)

2.1. Penelitian Ter dahulu

(21)

berkelanjutan demikian dengan pengawasan masih perlu dilakukan secara ketat agar tercipta anggota polri yang bersih, berwibawa serta berdisiplin tinggi. 2. Dwi Hanny Puji Lestari Rahayu (2008), dalam penelitiannya yang berjudul

“Pembinaan Disiplin Kerja Pegawai di Badan Penanaman Modal Pemerintah Propinsi Jawa Timur” dari Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah bagaimana pembinaan Disiplin kerja pegawai di Badan Penanaman Modal Pemerintah Propinsi Jawa Timur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pembinaan disiplin kerja pegawai di Badan Penanaman Modal Pemerintah Propinsi Jawa Timur. Fokus dalam penelitian ini yaitu pembinaan mental dan pembinaan melalui penerapan hukuman atau sanksi

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa dengan adanya penerapan pembinaan disiplin kerja pegawai dengan cara pembinaan mental dan pembinaan melalui penerapan hukuman dan sanksi telah berjalan dengan baik meskipun disiplin kerja pegawai masih perlu adanya pengingkatan terhadap pegawai yang kurang disiplin, sehingga akan tercipta pegawai yang produktif dan lebih berkualitas serta menciptakan pegawai yang memliki standarisasi dan sertifikasi yang tinggi yang berdampak pada peningkatan kinerja pegawai.

(22)

Surabaya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Kualitatif dengan maksud peneliti ingin menggambarkan, menjelaskan, dan menguraikan secara sistematis tentang fenomena yang dihadapi dalam menggunakan kata-kata, kalimat untuk memperoleh kesimpulan dan saran-saran yang diperlukan. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pembinaan disiplin pegawai PT. (Persero) Angkasa Pura I Juanda Surabaya yang dilakukan selama ini adalah pembinaan mental, pengawasan, pemberian penghargaan dan penerapan hukum dan sanksi sudah efektif, sehingga dapat mengurangi tingkat ketidakdisiplinan karyawan khususnya pada Dinas pengamanan PT. Angkasa Pura I Juanda Surabaya.

(23)

2.2. Landasan Teor i 2.2.1. Birokr asi

Pengertian birokrassi (bureaucracy) disamakan dengan sistem pemerintahan birokrasi atau negara yang pemerintahanya menganut sistem birokrasi. Kamus umum bahasa Indonesia mengartikan bahwa birokrasi disamakan dengan pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran, yang tidak dipilih oleh rakyat atau cara pemerintahan yang sangat dikuasai kaum pegawai negeri (Boediono, 2003:21).

Menurut Weber (1987) definisi birokrasi adalah sebagai suatu daftar atau sejumlah daftar ciri-ciri, yang sifat pentingnya relatif secara hubungannya satu sama lain, yang telah banyak menimbulkan perdebatan. Sedangkan menurut Kristiadi (1994) mengatahkan bahwa birokrasi adalah merupakan struktur organisasi di sektor pemerintahan, yang memiliki ruang lingkup, tugas-tugas yang sangat luas serta memerlukan organisasi besar dengan sumber daya manusia yang besar pula jumlahnya (Pasolong, 2007:66).

Pencipta birokrasi adalah sosiolog besar dari Jerman, Max Weber, dalam (Boediono, 2003:21) yang memberikan prinsip-prinsip dasar terjadinya birokrasi adalah sebagai berikut :

1. Disentralisasikan menurut hirarki

2. Diatur dengan peraturan hukum dan peraturan administrasi

(24)

4. Memilih staf/pegawai berdasarkan ujian, tidak menurut kriteria yang subjektif.

(25)

mengenai hubungan antara tindakan manusia dan struktur. Dualitas struktur menganalisis bagaimana tindakan-tindakan aktor sosial di produksi dan juga bagaimana struktur secara terus menerus di reproduksi dalam kegiatan-kegiatan si aktor sosial sepanjang waktu dan ruang yang sangat luas. Teori strukturasi ini tidak luput dari kritik. Beberapa kritik yang sering dikemukakan terhadap aliran strukturasi antara lain : (a) masih sedikitnya bukti empirik yang bisa memperkuat validitas teori ini; Bukan aktor atau agen merubah struktur, tetapi justru struktur merubah aktor atau agen. (b) Giddens dipandang gagal menjelaskan fenomena konflik; (c) diragukan keaslian, kedalaman, kejelasan analitik dan konsistensi internalnya (fallacy of perspectivism), karena berasal dari pinjaman berbagai teori lain; (d) dan dicurigai karena pendirian politiknya cenderung mendukung statusquo (Suryono, 2002).

2.2.2 Kepatuhan

2.2.2.1. Penger tian Kepatuhan

Kepatuhan berarti mengikuti suatu spesifikasi, standar, atau hukum yang telah diatur dengan jelas yang biasanya diterbitkan oleh lembaga atau organisasi yang berwenang dalam suatu bidang tertentu. Lingkup suatu aturan dapat bersifat internasional maupun nasional, seperti misalnya standar internasional ataupun aturan-aturan nasional.

(26)

Menurut Pendapat Sudikno Mertokusumo (1999:3), Kehidupan bermasyarakat terdapat norma-norma atau aturan-aturan yang berfungsi untuk mengatur tata pergaulan dimasyarakat dan hukum tidak lepas dari kehidupan manusia karena manusia mempunyai kepentingan. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya yang mengancam kepentingannya sehingga seringkali mengakibatkan kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai. Kepentingan tersebut adalah suatu tuntunan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi.

Norma atau kaidah yang terdapat di dalam masyarakat meliput ikaidah kepercayaan, kaidah kesusilaan, kaidah sopan santun, dan kaidahhukum. Masing-masing kaidah mempunyai tuntutan dan sanksi bagi mereka yang melanggarnya. Untuk Terciptanya kepatuhan warga masyarakat harus ada kaidah atau norma, maka pengawasannya dilakukan oleh masyarakat dan lembaga yang ditunjukoleh negara sebagai lembaga yang menguasai kehidupan bermasyarakat.

2.2.2.2 Faktor -fak tor Yang Mempengar uhi kepatuhan

Menurut (Niven, 2008) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah:

a. Pendidikan

(27)

meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif.

b. Akomodasi

Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian masyarakat yang dapat mempengaruhi kepatuhan

c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial

Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman, kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan terhadap program yang telah ada dan di sudah menjadi ketentuan Negara. d. Pengetahuan

1. Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

(28)

e. Usia

Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat akan berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan, masyarakat yang lebih dewasa akan lebih mengerti untuk mematuhi peraturan yang ada

f. Dukungan Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil masyarakat yang terdiri atas 2 orang atau lebih, adanya ikatan persaudaraan atau pertalian darah, hidup dalam satu rumah tangga berinteraksi satu sama lain, mempertahankan satu kebudayaan dan membentuk karakteristik individu tersebut.

Menurut Dr. H. Mayskur Siklus kebijakan publik sendiri bisa dikaitkan dengan pembuatan kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Bagaimana keterlibatan publik dalam setiap tahapan kebijakan bisa menjadi ukuran tentang tingkat kepatuhan negara kepada amanat rakyat yang berdaulat atasnya.

Untuk mewujudkan keinginan tersebut dan menjadikan kebijakan-kebijakan tersebutefektif, maka diperlukan beberapa hal:

1. Adanya perangkat hukum berupa peraturan perundang-undangan sehingga dapat diketahui publik apa yang telah diputuskan

(29)

3. Diperlukan adanya kontrol publik, yakni mekanisme yang memungkinkan publik mengetahui apakah kebijakan ini dalam pelaksanaannya mengalami penyimpangan atau tidak.

2.2.3. Disiplin Ker ja

2.2.3.1. Penger tian Disiplin Ker ja

Disiplin kerja amat diperlukan dalam suatu organisasi, karena dalam suasan disiplinlah orhanisasi dapat melaksanakan program kerjanya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Disamping itu dengan disiplin diharapkan pula organisi dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas dan produktifitas pegawai.

Hasibuan (2002 : 305) mengemukakan bahwa disiplin adalah merupakan kesadaran dan kesediaan seseorang dalam menaati semua peraturan organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku.

Menurut Keith Davis dalam bukunya Mangkunegara (2002 : 129), mengemukakan bahwa “discipline is management action to enforce organization standars” yang artinya disiplin kerja dapat diartikan sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi.

Pendapat lain dikemukakan oleh Saydam (2000:198) bahwa, Disiplin adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan menaati segala norma yang berlaku disekitarnya.

(30)

Dari beberapa pengertian tentang disiplin seperti yang disebutkan di atas maka dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dari sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi, menghormati secara tertib semua peraturan, perintah dan tunduk pada keputusan yang berlaku dan sesuai dengan norma-norma dan aturan-aturan yang berlaku. Baik aturan tentang kewajiban, larangan dan sanksi yang mengatur pegawai tersebut.

2.2.3.2. Macam-macam Disiplin Ker ja

Mangkunegara (2000 : 129) dalam bukunya yang berjudul manajemen sumber daya manusia, mengemukakan bahwa ada dua bentuk disiplin kerja yaitu preventif dan disiplin korektif.

a. Disiplin preventif

(31)

b. Disiplin korektif

Disiplin korektif adalah suatu tindakan yang dilakukan setelah terjadinya pelanggaran peraturan. Atau dapat juga dikatakan sebagai suatu upaya menggerakan pegawai dalam menyatukan suatu peraturan dan mengarahkan untuk tetap mematuhi peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku pada organisasi. Tindakan ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya pelanggaran lebih lanjut sehingga tindakan dimasa yang akan datang sesuai dengan standar. Dengan demikian, jika pegawai yang nyata-nyata telah melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang berlaku atau gagal memenuhi standar yang telah ditetapkan, kepada pegawai yang bersangkutan dikenakan sanksi atau tindakan disipliner. Pendek kata, tindakan disipliner menuntut suatu hukuman terhadap karyawan yang gagal memenuhi standar yang ditentukan (Simamora, 1999 : 746).

2.2.3.3. Pendekatan Disiplin Ker ja

Menurut Mangkunegara (2002 : 130) ada tiga pendekatan disiplin, yaitu pendekatan disiplin modern, disiplin dengan tradisi dan disiplin bertujuan.

a. Pendekatan Disiplin Modern

Pendekatan disiplin modern yaitu mempertemukan sejumlah keperluan atau kebutuhan baru di luar hukuman. Pendekatan ini berasumsi :

1) Disiplin modern merupakan suatu cara menghindarkan bentuk hukuman secara fisik.

(32)

3) Keputusan-keputusan yang semaunya terhadap kesalahan atau prasangka harus diperbaiki dengan mengadakan proses penyuluhan dengan mendapatkan fakta-faktanya.

4) Melakukan protes terhadap keputusan yang berat sebelah pihak terhadap kasus disiplin.

b. Pendekatan Disiplin dengan Tradisi

Pendekatan disiplin dengan tradisi, yaitu pendekatan disiplin dengan cara memberikan hukuman. Pendekatan ini berasumsi :

1) Disiplin dilakukan oleh atasan kepada bawahan, dan tidak pernah ada peninjauan kembali bila telah diputuskan.

2) Disiplin adalah hukuman untuk pelanggaran, pelaksanaannya harus disesuaikan dengan tingkat pelanggarannya.

3) Pengaruh hukuman untuk memberikan pelajaran kepada pelanggar maupun kepada pegawai lainnya.

4) Peningkatan perbuatan pelanggaran diperlukan hukuman yang lebih keras.

5) Pemberian hukuman terhadap pegawai yang melanggar kedua kalinya harus diberi hukuman yang lebih berat.

c. Pendekatan Disiplin Bertujuan

Pendekatan disiplin bertujuan berasumsi bahwa :

(33)

2) Disiplin bukanlah suatu hukuman, tetapi merupakan pembentukan perilaku.

3) Disiplin ditujukan untuk perubahan perilaku yang lebih baik. 4) Disiplin pegawai bertujuan agar pegawai bertanggung jawab

terhadap perbuatannya. 2.2.3.4. Sanksi Pelanggar an Disiplin Ker ja

Menurut Mangkunegara (2002 : 131) Pelaksanaan sanksi terhadap pelanggar disiplin dilakukan dengan memberikan peringatan, harus segera, konsisten, dan impersonal.

a. Pemberian Peringatan

Pegawai yang melanggar disiplin kerja perlu diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga. Tujuannya adalah agar pegawai yang bersangkutan menyadari pelanggaran yang telah dilakukannya. Selain itu surat peringatan tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memberikan penilaian kondite pegawai.

b. Pemberian Sanksi harus Segera

(34)

c. Pemberian Sanksi harus Konsisten

Pemberian sanksi kepada pegawai yang tidak disiplin harus konsisten. Hal ini bertujuan agar pegawai sadar dan menghargai peraturan-peraturan yang berlaku pada perusahaan.

d. Pemberian Sanksi harus Impersonal

Pemberian sanksi pelanggaran disiplin harus tidak membeda-bedakan pegawai tua, muda, pria-wanita tetap diberlakukan sama sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tujuannya agar pegawai menyadari bahwa disiplin kerja berlaku untuk semua pegawai dengan sanksi pelanggaran yang sesuai dengan peraturan yang berlaku di perusahaan.

2.2.3.5. Upaya Penegakkan Disiplin Ker ja Pegawai

Menurut Tayibnapis (1995:205), upaya yang dapat di tempuh dalam penegakkan disiplin pegawai dapat dibedakan menjadi 2(dua) macam, yaitu :

1. Disiplin sebagai pencegahan

Merupakan usaha yang mendorong agar mematuhi peraturan, sehingga tidak terjadi pelanggaran. Caranya adalah dengan mendorong timbulnya disiplin diri.

Dalam hal ini setiap karyawan dianggap telah memliki disiplin diri (kesadaran mentaati peraturan) sehingga tidak diperlukan suatu pemaksaan.

2. Disiplin sebagai koreksi

(35)

yang bersangkutan maupun bagi karyawan lainnya. Disiplin sebagai koreksi memliki maksud bahwa disiplin dapat menjadi koreksi atau pembenahan dan perbaikan diri setelah melakaukan pelanggaran bagi karyawan itu sendiri. Sedangkan bagi atasan menjadi suatu tindakan untuk menilai bawahannya dalam menjalankan disiplin.

Sedangkan menurut Robbins dan Coulter (1999:607) dalam hermaya, upaya penegakkan disiplin lebih efektif apabila :

a. Bersifat langsung

Yaitu disiplin harus segera menyusul setelah terjadi suatu pelanggaran. b. Bersifat peringatan

Karyawan menerima peringatan yang jelas bahwa suatu pelanggaran tertentu akan menjurus pada penerbitan dan mereka mengetahui hukumannya.

c. Bersifat konsisten

Disiplin bersifat konsisten apabila karyawan mengetahui batas-batas perilaku yang diijinkan dan mereka melihat tindakan-tindakan dari manajer sebagai pedoman.

d. Bersifat tidak pandang bulu.

(36)

2.2.4 Pembinaa n

2.2.4.1.Penger tian Pembinaan

Pembinaan disiplin kerja dianggap sebagai suatu hal yang mutlak dilaksanakan di lingkungan kerja. Namun demikian, penegakkan disiplin kerja tidak bisa diserahkan kepada pegawai semata-mata.

Menurut Thoha (2002:7) dikatakan bahwa pembinaan ialah suatu tindakan, proses, hasil, atau pernyataan menjadi lebih baik.

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:134), Pembinaan adalah usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik, usaha atau proses ke arah yang lebih baik.

Pendapat lain dikemukakan oleh Tayibnapis (1995:13) bahwa, Pembinaan adalah berbagai unsur kegiatan seperti pengembangan karier pegawai, perpindahan, pendidikan dan latihan, sampai dengan kesejahteraan pegawai diluar gaji.

(37)

mengendalikan, dan menumbuhkan guna mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

2.2.4.2 Tujuan Pembinaan

Pembinaan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap efisiensi pelaksanaan tugas pekerjaan. Sebagai salah satu sasaran pokok dalam rangka pembinaan pegawai adalah menumbuhkan rasa disiplin kerja pegawai yang tinggi agar dapat meningkatkan prestasi kerjanya.

Menurut Nainggolan (1994:36) bahwa pembinaan pegawai diarahkan pada makin terwujudnya kepegawaian Negara yang mantap dengan pengembangan karier berdasarkan prestasi kerja, kemampuan professional, keahlian dan keterampilan, serta kemantapan sikap mental aparat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 harus ditingkatkan secara berencana melalui pengembangan motivasi, kode etik, dan disiplin kedinasan yang sehat didukung sistem informasi kepegawaian yang mantap serta dilengkapi sistem pemberian penghargaan yang wajar.

Sedangkan menurut Sastrohadiwiryo (2003:292), secara khusus tujuan pembinaan disiplin kerja pegawai, antara lain :

a. Agar para pegawai mematuhi segala peraturan dan kebijakan kepegawaian maupun peraturan dan kebijakan perusahaan yang berlaku baik tertulis maupun lisan,serta melaksanakan perintah manajer.

(38)

berkepentingan dengan perusahaan sesuai dengan pekerjaan yang diberikan kepadanya.

c. Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana, barang dan jasa perusahaan dengan sebaik-baiknya.

d. Dapat bertindak dan berprilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku pada perusahaan.

e. Pegawai mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi yang sesuai dengan harapan perusahaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Pembinaan dengan sistem karier dan prestasi kerja diatas dimaksudkaan untuk memupuk kegairahan kerja sehingga dapat mengembangkan bakat dan kemampuan diri masing-masing pegawai.

2.2.4.3 Macam-macam dan bentuk pembinaan

untuk terpeliharanya pegawai yang berdisiplin dan mampu melaksanakan tugas secara professional dan proposional, maka diperlukan pembinaan pegawai baik di dalam kedinasan maupun diluar kedinasan.

Menurut Saydam (1997:205), menjelaskan bahwa bentuk pembinaan yang harus dilakukan terhadap pegawai, antara lain :

1. Pembinaan mental spiritual 2. Pembinaan loyalitas 3. Pembinaan hubungan kerja

(39)

6. Pembinaan kesejahteraan

7. Pembinaan karier untuk menduduki jabatan-jabatan yang lebih tinggi dimasa mendatang.

Sedangkan menurut Widjaja (1997:36) bahwa pembinaan dalam kedinasan adalah tanggung jawab pemerintah (instansi masing-masing) yang pelaksanaannya diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Sedangkan pembinaan pegawai diluar kedinasan dilaksanakan oleh KORPS Pegawai Republik Indonesia (KORPRI), berdasarkan Keputusan Presiden No.82 Tahun 1971 yang meliputi pembinaan Korps, kekaryaan, sosial, politik dan politik, kesejahteraan, dan lain-lain.

Dari uraian diatas maka, dapat dikatakan pembinaan Pegawai pada dasarnya meliputi pembinaan kedinasan oleh pemerintah dan pembinaan diluar kedinasan, yang diharapkan dapat mempercepat terwujudnya sosok aparatur pemerintahan yang lebih berdisiplin.

2.2.5 Penger tian Pengawasan

Perencanaan dan pengawasan merupakan kedua belahan mata uang yang sama. Jelas bahwa tanpa rencana pengawasan tidak mungkin dilaksanakan karena tidak ada pedoman untuk melakukan pengawasan itu. Sebaliknya rencana tanpa pengawasan akan berarti kemungkinan timbulnya penyimpangan-penyimpangan dan/atau penyelewengan-penyelewengan yang serius tanpa ada alat untuk mencegahnya.

(40)

semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

Pendapat lain dari Tjitrosido (1996 : 8), mengartikan bahwa pengawasan adalah sebagai bentuk pengamatan yang pada umumnya dilakukan secara menyeluruh dengan jalan mengadakan pemeriksaan yang ketat secara teratur.

Sedangkan menurut Nawawi (1995 : 8) pengawasan adalah proses pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna oleh pimpinan unit/organisasi kerja terhadap sumber-sumber kerja untuk mengetahui kelemahan-kelemahan atau kekurangan-kekurangan, agar dapat diperbaiki pada jenjang yang lebih tinggi, demi tercapainya tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengawasan adalah proses pengamatan, pemeriksaan dan evaluasi yang dilakukan oleh pimpinan organisasi terhadap semua komponen untuk mewujudkan kinerja yang optimal di lingkungan masing-masing sesuai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.

2.2.5.1. Tujuan dan Fungsi pengawasa n 2.2.5.1.1. Tujuan Pengawasan

Menurut Wursanto (1993 : 158), pengawasan pada umumnya bertujuan untuk :

(41)

2. Mengadakan pencegahan dan perbaikan terhadap kesalahan-kesalahan yang timbul.

3. Mencegah penyimpangan-penyimpangan.

4. Mendidik pegawai agar mempertebal rasa tanggung jawab. 5. Memperbaiki efisiensi dan efektifitas.

Sedangkan menurut Manullang (1992:173) mengatakan tujuan pengawasan adalah untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dalam artian; sudah berjalan sesuai instruksi serta prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.

Dalam instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan, yang dikutip oleh Sujatmo (1995:337), disebutkan bahwa tujuan pengawasan adalah agar sejauh mungkin mencegah terjadinya pemborosan, kebocoran, dan penyimpangan dalam penggunaan wewenang, tenaga, uang, dan perlengkapan milik negara, sehingga dapat terbinanya aparatur yang tertib, bersih, berwibawa, berhasil guna dan berdaya guna.

(42)

2.2.5.1.2. Fungsi Pengawasan

Untuk mewujudkan tujuan pengawasan dalam melaksanakan tugas, pimpinan unit kerja melakukan tindakan atau kegiatan untuk mengatasi bawahannya sesuai dengan fungsinya.

Menurut pendapat Abdurachman (1989:99) fungsi pengawasan pada umumnya adalah, untuk:

a) Mencegah penyimpangan-penyimpangan. b) Memperbaiki kesalahan-kesalahan. c) Mempertebal rasa tanggung jawab. d) Mendidik tenaga kerja.

Sedangkan menurut pendapat nawawi (1994:4) fungsi pengawasan dapat dibagi dalam 2(dua) kelompok besar, yaitu:

a) Fungsi pengawasan yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah di bidang pengawasan dalam membantu Presiden sebagai Administrator Negara. Dengan kata lain, fungsi-fungsi pengawasan dilaksanakan oleh badan/unit kerja yang volume dan beban kerja atau tugas pokoknya di bidang pengawsan.

(43)

Berdasarkan dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan, fungsi pengawasan ini lebih menunjukan kegunaan atau manfaat dari pengawasan itu sendiri, yaitu sebagai salah satu dari fungsi manajemen. Dengan demikian setiap Atasan Langsung sebagai pimpinan suatu Unit Kerja/Organisasi dari yang tertinggi sampai yang terendah harus mampu melakukan tindakan-tindakan atau kegiatan untuk mengawasai bawahannya, agar dapat melaksanakan tugas dengan efektif.

2.2.5.2 Macam-Macam Pengawasan

Untuk mengantisipasi setiap permasalahan dalam melaksanakan tugas pegawai pada unit kerja, deperlukan pengawasan yang tepat yakni berbagai macam pengawasan.

Menurut pendapat Handoko (1992:362), ada 3 (tiga) tipe dasar pengawasan, yaitu:

1) Pengawasan pendahuluan, merupakan pengawasan yang dirancang untuk mengantisipasi masalah-masalah ayau penyimpangan-penyimpangan dari standar atau tujuan yang memungkinkan koreksi di buat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu diselesaikan.

2) Pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan, merupakan pengawasan dimana aspek tertentu dari suatu prosedur harus disetujui lebih dahulu atau syarat tertentu harus dipenuhi dulu sebelum kegiatan bisa dilanjutkan.

(44)

Sedangkan menurut Irmansyah (1996:99) membedakan macam-macam pengawasan sebagai berikut :

1) Pengawasan intern.

Pengawasan ini kalau dalam instansi-instansi atau lembaga biasanya dilakukan oleh Kepala Bagian/Seksi terhadap kolega-kolega yang ada dibawah kepemimpinannya.

2) Pengawasan Ekstern.

Pengawasan yang dilakukan oleh pihak luar, misalnya kepala urusan kepegawaian melakukan pengawasan terhadap seseorang pegawai disalah satu seksi pada organisasi tersebut.

3) Pengawasan formal.

Pengawasan yang dilakukan oleh penjabat yang berwenang dan dapat dilakukan dengan cara mendadak/inspeksi mendadak (sidak).

4) Pengawasan informal.

Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung, misalnya melalui surat kabar, majalah, dan media massa lainnya.

2.2.5.3. Car a-Ca ra Pengawasan

Seorang pimpinan harus mempunyai berbagai cara untuk memastikan bahwa semua fungsi manajemen dilaksanakan dengan baik. hal ini dapat diketahui melalui proses kontrol atau pengawasan.

(45)

1) Pengawasan Langsung.

Pengawasan yang dilakukan sendiri secara langsung oleh seorang manajer. Manajer memeriksa pekerjaan yang sedang dilakukan untuk mengetahui apakah dikerjakan dengan benar dan hasil-hasilnya sesuai dengan yang dikehendakinya.

2) Pengawasan Tidak Langsung.

Adalah pengawasan jarak jauh, artinya melalui laporan yang diberikan oleh bawahan. Laporan ini dapat berupa lisan atau tulisan tentang pelaksanaan pekerjaan dan hasil-hasil yang telah dicapai.

3) Pengawasan berdasarkan Pengecualian.

Pengawasan ini dikhususkan untuk kesalahan-kesalahan yang luar biasa dari hasil atau standart yang diharapkan. Pengawasan semacam ini dilakukan dengan cara kombinasi langsung dan tidak langsung oleh manajer.

2.3. Kewajiban, Lar angan dan Sanksi Anggota Polr i

(46)

Sesuai bunyi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dalam pelaksanaan tugas, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Wajib:

a. Memberikan perlindungan, pengayoman, and pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat;

b. Memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya laporan dan/atau pengaduan masyarakat;

c. Menaati sumpah atau janji anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia serta sumpah atau jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

d. Melaksanakan tugas sebaik-baiknya dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab;

e. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan, dan kesatuan Kepolisian Negara Republik Indonesia;

f. Menaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku;

g. Bertindak dan bersikap tegas serta belaku adil dan bijaksana terhadap bawahannya;

h. Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugas; i. Memberikan contoh dan teladan baik terhadap bawahannya;

(47)

k. Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan karier;

l. Menaati perintah kedinasan yang sah dari atasan yang berwenang; m. Menaati ketentuan jam kerja;

n. Menggunakan dan memelihara barang milik dinas dengan sebaik-baiknya; o. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik.

Dan dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dilarang;

a. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat Negara, pemerintah, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia;

b. Melakukan kegiatan politik praktis;

c. Mengikuti aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;

d. Bekerjasama dengan orang lain didalam atau diluar lingkungan kerja dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan Negara;

e. Bertindak selaku perantara bagi pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi Kepolisian Negara Republik Indonesia demi kepentingan pribadi;

(48)

g. Bertindak sebagai pelindung di tempat perjudian, prostitusi, dan tempat hiburan;

h. Menjadi penagih piutang atau pelindung orang yang punya utang; i. Menjadi perantara/makelar perkara;

j. Menelantarkan keluarga.

Dan dalam pelaksanaan tugas, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang:

a. Membocorkan rahasia operasi kepolisian;

b. Meninggalkan wilayah tugas tanpa izin pimpinan; c. Menghindarkan tanggung jawab dinas;

d. Menggunakan fasilitas Negara untuk kepentingan pribadi;

e. Mengusasai barang milik dinas yang bukan diperuntukan baginya; f. Mengontrakan/menyewakan rumah dinas;

g. Menguasai rumah dinas lebih dari1 (satu) unit; h. Mengalihkan rumah dinas kepada yang tidak berhak; i. Menggunakan barang bukti untuk kepentingan pribadi; j. Berpihak dalam perkara pidana yang sedang ditangani; k. Memanipulasi perkara;

l. Membuat opini begatif tentang rekan kerja, pimpinan, dan/atau kesatuan; m. Mengurusi, mensponsori, dan/atau mempengaruhi petugas dengan pangkat

(49)

n. Mempengaruhi proses penyidikan untuk kepentingan pribadi sehingga mengubah arah kebenaran materil perkara;

o. Melakukan uapaya paksa penyidikan yang bukan kewenangannya;

p. Melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan, menghalangi, atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani;

q. Menyalahgunakan wewenang;

r. Menghambat kelancaran pelaksanaan tugaas kedinasan; s. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan;

t. Menyalahgunakan barang, uang, atau surat berharga milik dinas;

u. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, meminjamkan, atau menghilangkan barang, dokumen, atau surat berharga mulik dinas secara tidak sah;

v. Memasuki tempat yang dapat mencamarkan kehormatan atau martabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, kecuali karena tugasnya;

w. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain;

x. Memakai perhiasan secara berlebihan pada saat berpakaian dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(50)

a. Tindakan disiplin berupa teguran lisan dan/atau tindakan fisik; b. Teguran tertulis;

c. Penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun; d. Penundaan kenaikan gaji berkala;

e. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun; f. Mutasi yang bersifat demosi;

g. Pembebasan dari jabatan;

h. Penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua puluh satu) hari.

2.4. Ker angka Ber pikir

Penegakkan disiplin melalui hukuman atau sanksi merupakan beberapa upaya pembinaan pegawai yang dilakukan berbagai instansi pemerintah. Bila pegawai memiliki sikap, mental baik, apa yang menjadi tujuan suatu instansi akan tercapai. Demikian juga dengan pemberian sanksi hendaknya disesuaikan dengan tingkat kesalahan para pegawai sehingga tidak menimbulkan konflik dalam instansi tersebut.

(51)

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir

Data yang diolah :

- Undang-Undang Republik Indonesia No 2 Tahun 2002. - Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 2 Tahun 2003. - Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 42 Tahun 2010. - Teori Disiplin Mangkunegara (2000 : 129).

Peraturan Pemerintah Republik

•Pengawasan langsung dan tidak langsung

Disiplin Korektif :

•Tindakan Disiplin : (Dilakukan langsung) -Teguran secara Lisan/Tertulis.

-Tindakan fisik yang bersifat membina. •Hukuman Disiplin : (diputuskan melalui sidang)

(52)

Penelitian ini menggunakan metode penelitian Deskriptif Kualitatif, penulis bermaksud memperoleh gambaran yang mendalam tentang Upaya Penegakkan Disiplin Kerja Anggota Polri di Polrestabes Surabaya.

Hal tersebut sesuai dengan kutipan oleh dalam bukunya “Metodologi Penelitian Kualitatif” Milles dan Huberman (1992:15). Penelitian kualitatif merupakan data yang muncul berwujud kata-kata dan bukan merupakan angka. Data itu mungkin telah dikumpulkan dengan aneka macam cara (observasi, wawancara, intisari, dokumentasi, pita rekaman), yang biasanya “diproses” kira-kira sebelum siap digunakan.

Milles dan Huberman (1992:12). Mendefinisikan data kualitatif sebagai sumber dari deskriptif yang luas dan berlandaskan kokoh serta memuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat.

Dengan data kualitatif kita dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dalam lingkup pikiran orang setempat dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat.

(53)

pembuat kebijakan, praktisi dan halaman-halaman yang penuh dengan angka-angka.

Maka dari itu dalam penelitian ini, penulis berusaha untuk mendeskripsikan, menganalisa serta menginterprestasikan mengenai Upaya Penegakkan Disiplin Kerja Anggota Polri di Polrestabes Surabaya.

3.2. Fokus Penelitian

Penentuan fokus penelitian diperlukan dalam membantu pelaksanaan penelitian, jika penelitian ditentukan tepat sesuai dengan tujuan dan masalah penelitian, maka penelitian yang dilakukan akan terarah dan berhasil dengan baik.

Menurut Moleong (2007:94), menyatakan bahwa ada dua maksud tertentu yang ingin peneliti capai dalam merumuskan masalah penelitian dengan jalan memanfaatkan fokus. Pertama, fokus dapat membatasi studi penelitian, jadi dalam hal ini fokus akan membatasi bidang inkuiri sehingga peneliti tidak perlu kesana kemari untuk mencari subyek penelitian. Kedua, penetapan fokus itu berfungsi untuk memenuhi criteria inklus – eksklusi atau kriteria masuk – keluar (inclucion – exclution criteria) suatu informasi yang baru diperoleh dilapangan. Jadi dengan penetapan fokus yang jelas dan mantap, seorang peneliti dapat membuat keputusan yang tepat tentang data mana yang akan dikumpulkan dan data mana yang tidak perlu dijamah ataupun data mana yang akan dibuang.

(54)

tentang Kepolisian Republik Indonesia pasal 27 yang berbunyi “ Untuk membina persatuan dan kesatuan serta meningkatkan semangat kerja dan moril, maka diadakan peraturan disiplin Angota Polri”. dan untuk melaksanakan ketentuan pasal 27 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 maka di buatlah peraturan pemerintah No 2 tahun 2003 tentang peraturan Disiplin Polri.

Sedangkan, menurut Mangkunegara (2000 : 129) bahwa ada dua bentuk disiplin kerja yaitu disiplin preventif dan disiplin korektif, maka dapat di tentukan bahwa fokus penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Upaya polrestabes surabaya dalam mewujudkan Disiplin preventif yang secara oprasional upaya Polrestabes Surabaya dalam mewujudkan disiplin preventif anggota polisi polrestabes, dengam sasaran kajian yaitu :

a) Pembinaan Rohani,Mental dan Tradisi b) Pengawasan langsung dan tidak langsung

b. Upaya Polrestabes Surabaya dalam mewujudkan Disiplin korektif yang secara oprasional upaya Polrestabes Surabaya dalam mewujudkan disiplin korektif anggota polisi Polrestabes, dengan sasaran kajian yaitu :

a) Tindakan Disiplin : (Dilakukan langsung) -Teguran secara Lisan/Tertulis.

-Tindakan fisik yang bersifat membina. b) Hukuman Disiplin : (diputuskan melalui sidang)

-Sidang Disiplin 3.3. Loka si Penelitian

(55)

agar memperoleh data yang akurat dan mendekati kebenaran sesuai dengan fokus penelitian maka peneliti menetapkan lokasi penelitian ini dilakukan di Polrestabes Surabaya yang berada di jalan Sikatan No.1 Surabaya, dimana anggota POLRI di Polrestabes Surabaya sebagai penegak, pengayom, pelindung masyarakat relatif masih banyak melakukan pelanggaran disiplin.

3.4. Sumber Data

Sumber data merupakan tempat peneliti dapat menemukan data dan informasi yang diperlukan berkenaan dengan penelitian, yang diperoleh melalui informan, peristiwa, ataupun dokumentasi.

1. Informan

Dipilih secara purposive (purposive sampling) yang didasarkan pada subyek yang menguasai permasalahan, memiliki data dan bersedia memberikan data yang benar-benar relevan dan komprehensif dengan masalah penelitian. Sedangkan informan yang selanjutnya diminta pula untuk menunjuk orang lain yang dapat memberikan informasi dan seterusnya. Adapun informan dalam penelitian ini antara lain :

a. Kepala KasiPropam, Polrestabes Surabaya, KOMPOL Masduki, SH sebagai Key Informan dan didukung oleh informan lain yaitu,

b. Kepala Kanit Paminal SiPropam, Polrestabes Surabaya, AKP Eddy Suwarno,

(56)

2. Dokumen,

Dokumen yang dimaksud adalah sumber data lain yang sifatnya melengkapi data utama yang relevan dengan masalah dan fokus penelitian, seperti: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Polri, buku petunjuk pelaksanaan disiplin kerja anggota Polri melalui Keputusan Kapolri, Rekapituasi berkala tentang laporan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polrestabes Surabaya.

3.5. J enis Data

Menurut Lofland – Lofland dalam moleong (2007 : 157) penelitian yang dilakukan untuk menjawab permasalahan -permasalahan penelitian dapat menggunakan 2 (dua) jenis data yaitu :

1. Data Primer, Yaitu data-data informasi yang diperoleh secara langsung dari informan pada saat dilakukannya penelitian. Dalam penelitian ini, data primer dapat diperoleh melalui :

1)Pengamatan (observasi) 2)Wawancara

2. Data Sekunder, Yaitu data-data berupa dokumen-dokumen, laporan-laporan dan arsip-arsip yang ada relevansinya dengan penelitian tersebut.

3.6. Teknik Pengumpulan Data

(57)

a. Wawancara

Menurut Moleong (2007:186), wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu dan dilakukan oleh dua pihak, pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan diwawancarai memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Teknik wawancara bertujuan untuk mendapat data yang valid guna menjawab masalah penelitian.

b. Pengamatan Langsung (Observasi)

Teknik pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung pada saat survey pendahuluan yang bertujuan untuk mengamati fenomena yang terjadi yang berkaitan dengan obyek penelitian. Data observasi yang berupa deskripsi yang actual, cermat dan terinci mengenai keadaan lapangan, kegiatan manusia dan situasi social serta konteks dimana kegiatan-kegiatan yang terjadi.

c. Dokumentasi

Pengumpulan data dengan menyalin arsip-arsip yang ada di instansi-instansi terkait. Dolumen sebagai sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk meramalkan. Dalam penelitian ini, dokumen yang dikumpulkan adalah dokumen yang relevan dengan fokus penelitian.

3.7. Analisa Data

(58)

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa dengan menggunakan model interaktif (interactive models of analysis) yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1992 : 16). Dalam model ini terdapat tiga komponen analisis, yaitu sebagai berikut :

1. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis dilapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat ditarik kesimpulan atau verifikasi. Data yang diperoleh dari lokasi penelitiaan atau data lapangan ditulis dalam uraian yang jelas dan lengkap yang nantinya akan direduksi, dirangkum, dan difokuskan pada hal-hal yang berkaitan dengan penelitian kemudian dicari tema atau pola (melalui proses penyuntingan, pemberian kode, dan pembuatan tabel).

2. Penyajian data

(59)

3. Verifikasi / menarik kesimpulan

Merupakan suatu kegiatan dan konfigurasi yang utuh selama penelitian berlangsung. Sedangkan verifikasi merupakan kegiatan pemikiran kembali yang melintas dalam pemikiran penganalisis selama peneliti mencatat, atau suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan atau peninjauan kembali serta tukar pikiran diantara teman sejawat untuk mengembangkan “kesempatan intersubyektif”, dengan kata lain makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya. Kekokohannya dan kecocokannya (validitasnya).

Dari data-data yang diperoleh dilapangan tidak dibuktikan dengan angka-angka melainkan berupa uraian-uraian sehingga mengambarkan hasil yang sesuai dengan data yang telah dianalisis.

Gambar 3.1.

Analisa Data Model Interaktif menurut miles dan Huberman

Sumber : Miles dan Huberman, terjemahanTjetjep Rohendi Rahidi (1992 : 20)

3.8. Keabsahan Data

Menurut Moleong (2007 : 324), untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik

Pengumpulan data

Kesimpulan

(60)

pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada 4 (empat) kriteria yang digunakan, yaitu :

1. Derajat Kepercayaan (Credibility)

Penerapan kriterium derajat kepercayaan (kredibilitas) pada dasarnya menggantikan konsep validitas internal dari non kualitatif. Kriterium ini berfungsi untuk melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai dan, mempetunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataaan ganda yang sedang diteliti.

2. Keteralihan (transferality)

Keteralihan sebagai persoalan empiris bergantung pada kesamaan antara konteks pengirim dan penerima. Untuk melakukan penglihan tersebut seorang peneliti hendaknya mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks dengan demikian peneliti bertanggung jawab untuk menyediakan data deskriptif secukupnya jika ia ingin membuat keputusan tentang pengalihan tersebut. Untuk keperluan itu peneliti harus melakukan penelitian kecil untuk memastikan usaha memverifikasi tersebut.

3. Kebergantungan (dependability)

(61)

tercapai. Hal ini benar sama dengan alamiah yang mengandalkan orang sebagai instrument. Mungkin karena kelebihan, atau karena keterbatasan mengingat sehingga membuat kesalahan-kesalahan. Namun, kekeliruan yang dibuat orang demikian jelas tidak mengubah keutuhan kenyataan yang distudi. Konsep kebergantungan lebih luas daripada reliabilitas. Hal tersebut disebabkan oleh peninjauannya dari segi bahwa konsep itu memperhitungkan segala-galanya, yaitu yang ada pada reliabilitas itu sendiri ditambah faktor-faktor lainnya yang bersangkutan.

4. Kepastian (confirmability)

Kepastian berasal dari konsep objektivitas menurut nonkualitatif. Nonkualitatif menetapkan objektivitas dari segi kesepakatan antar subjek. Disini pemastian bahwa sesuatu itu objektif atau tidak bergantung pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat, dan penemuan seseorang. Dapatlah dikatakan bahwa pengalaman seseorang itu subjektif sedangkan jika disepakati oleh beberapa orang atau banyak orang, barulah dapat dikatakan objektif. Hal itu digali dari pengertian bahwa jika sesuatu itu objektif, berarti dapat dipercaya, faktual dan dapat dipastikan .

(62)

4.3. Pembahasan

Setelah mendapatkan beberapa temuan di lapangan baik melalui observasi

maupun wawancara, maka penulis selaku peneliti akan memberikan analisa data.

Maka untuk masing-masing fokus penelitian adalah sebagai berikut :

4.3.1. Disiplin Preventif

Menurut Mangkunegara (2000 : 129) Disiplin preventif adalah tindakan

disiplin yang dilakukan untuk mendorong pegawai menaati berbagai peraturan /

ketentuan yang berlaku dan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Atau suatu

upaya untuk menggerakan pegawai mengikuti dan mematuhi pedoman kerja,

aturan-aturan yang telah digariskan oleh organisasi. Artinya melalui kejelasan dan

penjelasan tentang pola sikap, tindakan dan prilaku yang diinginkan dari setiap

anggota organisasi, diusahakan pencegahan jangan sampai para pegawai berprilaku

negatif atau melanggar aturan ataupun standar yang telah ditetapkan. Tujuan pokok

dari disiplin preventif adalah mendorong pegawai agar memiliki disiplin diri, tanpa

harus pimpinan memaksanya, maksudnya bahwa keberhasilan penerapan

pendisiplinan preventif terletak pada disiplin pribadi para anggota organisasi.

A. Pembinaan Rohani, Mental, dan Tradisi

Pembinaan Rohani, mental dan tradisi yang di laksanakan di Polrestabes

Surabaya pada dasarnya bertujuan untuk memantapkan iman dan tindakan anggota

agar tidak melakukan perilaku-perilaku yang menyimpang dari aturan yang ada,

(63)

peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan. Baik aturan kemasyarakatan maupun

Peraturan-peraturan dinas yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia No 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Polri.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:134), Pembinaan adalah

usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna

untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik, usaha atau proses ke arah yang lebih

baik.

Sedangkan Menurut Thoha (2002:7) dikatakan bahwa pembinaan ialah suatu

tindakan, proses, hasil, atau pernyataan agar menjadi lebih baik.

Kemudian dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun

2010 tentang Hak-Hak Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia turut

dijelaskan bahwa, “Pembinaan Rohani” adalah pembinaan kondisi jiwa seseorang

untuk mempertinggi moral, budi pekerti yang luhur dengan memperkuat keyakinan

beragama, baik dalam hubungan manusia dengan Tuhan yang Maha Esa, maupun

dalam hubungan dengan sesamanya ataupun manusia dengan diri pribadinya dan

lingkungannya.

Dan yang dimaksud dengan “Pembinaan Mental” adalah segala usaha,

tindakan dan kegiatan dalam membentuk, memelihara serta meningkatkan

kondisi/keadaan jiwa anggota polri terhadap hal-hal tertentu dalam hubungan waktu,

(64)

Sedangkan yang dimaksud dengan “Pembinaan Tradisi” adalah usaha,

tindakan, dan kegiatan yang sadar, berencana, dan berlanjut untuk memelihara dan

meningkatkan tradisi-tradisi yang tidak bertentangan dengan Tribrata, Catur Prasetya

dam kode Etik Profesi Polri dengan maksud untuk membangkitkan semangat

pengabdian dan profesionalisme dalam rangka memelihara identitas polri.

Sesuai hasil penelitian bentuk pembinaan Rohani yang diadakan di

Polrestabes Surabaya yang diperuntukan untuk seluruh agama baik Islam, Nasrani,

Budha dan Hindu yaitu berupa antara lain : Pengajian untuk personel yang memeluk

agama Islam, dan acara Doa dan nyanyian untuk yang beragama Nasrani. Dan untuk

yang beraga Budha dan Hindu Pembinaan Rohani dilakukan Diluar dari pada

Polrestabes Surabaya, karena Jumlah pengikutnya yang jauh lebih sedikit dari pada

Islam dan Nasrani.

Sedangkan untuk Pembinaan Mental yang diadakan di Polrestabes Surabaya

yang diikuti oleh personil yang Beragama Islam yaitu antara lain : Ceramah Agama

yang diadakan setiap hari Jum’at. Sedangkan untuk yang beragama Nasrani, Budha

dan Hindu juga di berikan Pembinaan yang sama yang sesuai dengan Tradisi

keagamaan masing-masing selain itu pembinaan mental juga diberikan dalam bentuk

latihan-latihan, baik latihan menembak bagi anggota yang bersenjata api dan latihan

penanganan unjuk rasa bagi anggota pengendali massa (DALMAS) yang ada di

(65)

Dan untuk Pembinaan Tradisi yang diadakan di Polrestabes Surabaya yaitu di

laksanakan melalui Upacara Apel, dimana setiap upacara Apel baik Apel pagi

maupun sore, seluruh anggota selalu bersama-sama menyanyikan lagu mars

kepolisian serta mengucapkan sumpah Catur Prasetya dan Tribrata.

Pelaksanaan Pembinaan Rohani yang diadakan di Polrestabes Surabaya

khususnya bagi yang beragama Islam tergolong kurang efektif, karena masih

banyaknya Anggota/Personel yang tidak mengikuti acara pengajian tersebut, hal ini

dilihatdengan adanya rekapitulaasi data bahwa dari jumlah keseluruhan

anggota/personel yang beragama Islam di Polrestabes Surabaya yaitu sebesar 921

orang. Jumlah terbanyak anggota yang hadir dalam acara pengajian, pada tahun 2012,

yaitu pada bulan Maret dengan jumlah 430 anggota atau sebesar 46,69% dari jumlah

keseluruhan. Padahal dampak positif dari kegiatan pengajian ini adalah untuk

memantapkan iman setiap anggota/personel sehingga nantinya anggota/personel

dapat berdisiplin dan dengan semakin meningkatkan iman dari pada setiap

anggota/personel, hal ini dapat menjadi filter agar anggota/personel tidak melakukan

prilaku-prilaku yang menyimpang.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Polrestabes Surabaya,

diketahui bahwa anggota/personel yang tidak menghadiri acara pengajian tersebut

dikarenakan alasan bahwa terlalu padatnya jadwal bekerja, sehingga anggota/personel

tidak memiliki banyak pilihan untuk bisa mengikuti acara pengajian tersebut, selain

(66)

masih memiliki cara berfikir bahwa lebih baik bekerja dari pada mengikuti acara

pengajian ini.

Kemudian untuk Pelaksanaan Pembinaan Mental yang diadakan di

Polrestabes Surabaya yaitu berupa ceramah agama bisa dikatakan cukup efektif, hal

ini dapat dilihat dari jumlah personel di Polrestabes Surabaya khususnya yang

beragama Islam, yang menghadiri acara tersebut yaitu sebesar 916 Orang atau

sebesar 99,45% pada bulan Januari 2012 sedangkan untuk pembinaan mental seperti

latihan menembak, tes pesikologi dilaksanakan rutin 3 bulan sekali. Pembinaan

mental yang diberikan melalui metode ceramah agama , latihan-latihan dan tes

pesikologi ini selain dapat meningkatkan kesadaran personel dalam menjalankan

tugas untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang melanggar aturan, juga mampu

meningkatkan rasa disiplin dari pada anggota/personel sehingga nantinya semakin

meningkat pula kinerjanya.

Adapun faktor yang menyebabkan pegawai tidak hadir pada kegiatan ceramah

agama ini lebih disebabkan karena padatnya jadwal yang dimiliki anggota/personel

yang bertugas dilapangan atau adanya personel yang mendapatkan misi tertentu yang

cukup penting, sehingga tidak dimungkinkan untuk kembali agar dapat menghadiri

acara ceramah agama ini yang diadakan di Polrestabes Surabaya.

Sedangkan untuk Pelaksanaan Pembinaan Tradisi melalui upacara Apel, pada

dasar nya tidak ditemui hambatan yang berarti, hal ini dikarenakan upacara Apel

(67)

dilaksanakan setiap hari baik Apel pagi dan Apel Sore, sehingga para

anggota/personel telah memiliki kesadaran dan tanggung jawab untuk mengikuti

upacara Apel tersebut, walaupun terkadang masih dijumpai anggota.personel yang

terlambat untuk mengikuti upacara, sehingga tidak diperbolehkan untuk memasuki

barisan dan harus mendapatkan sanksi Tindakan Disiplin oleh Provost.

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa, Pembinaan rohani, mental dan

tradisi yang ada di Polrestabes Surabaya pada dasarnya sudah cukup efektif dalam

mengurangi ketidakdisiplinan anggota/personel di Polretabes surabaya. Namun untuk

Pembinaan Rohani dengan menggunakan Metode acara pengajian sebaiknya

dilakukan pada waktu yang tidak mengganggu pekerjaan, semisal pada malam hari

atau setiap jam pulang kantor yaitu sore hari, sehingga nantinya tidak dapat untuk

dijadikan alasan apapun oleh anggota/personel untuk tidak menghadiri acara

pengajian tersebut.

B. Pengawasan Langsung

Fungsi dari pengawasan ini diharapkan dapat mencegah

penyimpangan-penyimpangan, memperbaiki kesalahan-kesalahan, mempertebal rasa tanggung

jawab, dan mendidik tenaga kerja (abdurrachman, 1989 : 99). Sehingga dalam

perjalanan proses pengawasan ini tidak ada lagi penyimpangan-penyimpangan yang

terjadi dilapangan.

Pengawasan secara langsung pada dasarnya adalah upaya untuk memeriksa

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir
Gambar 3.1.
Gambar 4.1
 Gambar 4.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kerangka Pemikiran Penelitian Strategi Komunikasi Bawaslu Jabar Dalam Menjaga Netralitas ASN Pada Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2015..

serba guna, 64 byte register I/O yang dapat diakses sebagai bagian dari memori RAM atau dapat juga diakses sebagai I/O (menggunakan instruksi.. IN atau OUT ), dan

Dari beberapa pendapat di atas maka sastra religi adalah sastra yang didalamnya mepersoalkan dimensi kehidupan manusia dalam kaitannya dengan dimensi trasedental yang puncaknya

Sedangkan putusan MK Nomor 50/PUU-VI/2008 dapat memberikan sebuah kepastian hukum terhadap ketentuan yang mengatur cyber bullying seperti halnya farhat abbas yang

Pejabat Fungsional Pustakawan yang selanjutnya disebut pustakawan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggungjawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat

Setelah dilakukan uji hipotesis dapat dikatakan bahwa hasil hipotesis sesuai seperti hipotesis peneliti yaitu ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Tabel Data Keuangan Perusahaan Sampel Lampiran 2 : Tabel Perhitungan Data Metode Altman Z-Score Lampiran 3 : Tabel Perhitungan Data Metode Grover Lampiran