• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

5

Belajar dan suatu perubahan yang relative permanen dalam suatu kecenderungan tingkah laku sebagai hasil dari praktek atau latihan.Hal senada diungkapkan pula oleh Skinner dalam bukunya Dimyati dan Mudjiono.Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku pada saat orang belajar, maka responya menjadi baik. Sebaliknya bila ia tidak belajar maka responnya menurun (Mudjiono, 2002:9). Dengan demikian, belajar merupakan perubahan perilaku individu atau seseorang yang disebabkan oleh latihan yang berkesinambungan. Berdasarkan kutipan di atas, pengertian belajar adalah adanya suatu perubahan dalam diri individu atau seseorang baik berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan serta nilai yang diperoleh melalui interaksi, pengalaman dan latihan secara kontinu dan terus menerus dengan lingkungan sekitar menuju kearah yang lebih baik. Pada umumnya, definisi belajar adalah perubahan tingkah laku, perubahan yang didasari dan tibul akibat praktek, pengalaman, latihan bukan secara kebetulan. Pengertian belajar lebih mengarah kepada hasil sedangkan pengertian pembelajaan lebih mengarah kepada prosesnya.

2.2 Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Wahyana (Trianto, 2010: 136) menjelaskan bahwa IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Berdasarkan definisi IPA menurut para ahli di atas, maka yang dimaksud dengan IPA dalam penelitian ini adalah ilmu yang mempelajari tentang bumi dan isinya baik makhluk hidup maupun benda mati.

Bundu (2006: 11) menyebutkan bahwa pada hakikatnya IPA dapat dipandang dari segi proses, produk dan pengembangan sikap. Adapun penjabaran masing-masing aspek adalah sebagai berikut.

(2)

1) IPA sebagai Proses

Pengertian IPA sebagai proses disini adalah proses mendapatkan IPA. Proses IPA tidak lain adalah metode ilmiah. Untuk anak usia SD, metode ilmiah dikembangkan secara bertahap dan berkesinambungan, dengan harapan bahwa pada akhirnya akan berbentuk suatu paduan yang lebih utuh sehingga anak SD dapat melakukan penelitian sedarhana. Adapun tahapan pengembangannya disesuaikan dengan tahapan dari suatu proses penelitian eksperimen yang meliputi: (1) observasi, (2) klasifikasi, (3) interpretasi, (4) prediksi, (5) hipotesis, (6) mengendalikan variabel, (7) merencanakan dan melaksanakan penelitian, (8) inferensi, (9) aplikasi, dan (10) komunikasi. 2) IPA Sebagai Produk

IPA sebagai produk merupakan akumulasi hasil upaya para perintis IPA terdahulu dan biasanya telah tersusun secara lengkap dan sistematis dalam bentuk buku teks. Dalam pembelajaran IPA seorang guru dituntut untuk dapat mengajak siswa memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar. Pengertian IPA sebagai produk menurut Maslichah Asy’ari (2006: 9) merupakan kumpulan pengetahuan yang tersusun dalam bentuk fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori. Fakta terkait pengertian hakikat IPA tersebut merupakan pernyataan-pernyataan tentang benda-benda yang ada atau peristiwa-peristiwa yang betul-betul terjadi dan sudah dikonfirmasi secara obyektif (Iskandar, 2001: 3). Patta Bundu (2006: 11) menjelaskan konsep dalam hakikat IPA sebagai suatu ide yang menyatukan fakta-fakta sains yang berhubungan dan menyatakan prinsip sebagai generalisasi tentang hubungan diantara konsep-konsep sains. Selanjutnya Iskandar (2001: 3) menambahkan bahwa hukum dalam IPA adalah prinsip-prinsip yang sudah diterima meskipun bersifat tentatif teteapi mempunyai daya uji yang kuat sehingga dapat bertahan dalam waktu yang relatif lama. Teori merupakan generasi mengenai berbagai prinsip yang menjelaskan dan meramalkan fenomena alam (Maslichah Asya’ari: 12).

(3)

3) IPA Sebagai Pengembangan Sikap

Menurut Wynne Harlen (Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis, 1992: 7) setidak-tidaknya ada Sembilan aspek sikap ilmiah yang dapat dikembangkan pada anak usia Sekolah dasar, yaitu:

a. Sikap ingin tahu (curiousity)

Sikap ingin tahu sebagai bagian sikap ilmiah di sini maksudnya adalah suatu sikap yang selalu ingin mendapatkan jawaban yang benar dari objek yang diamatinya. Kata benar di sini artinya rasional atau masuk akal dan objektif atau sesuai dengan kenyataan.

b. Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality)

Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru bertitik tolak dari kesadaran bahwa jawaban yang telah mereka peroleh dari rasa ingin tahu itu tidaklah bersifat mutlak, tetapi masih bersifat sementara atau tentatif. Hal ini disebabkan keterbatasan kemampuan berpikir maupun keterbatasan pengamatan pancaindera manusia untuk menetapkan suatu kebenaran. Jadi, jawaban benar yang mereka peroleh itu sebatas pada suatu “tembok ketidaktahuan”. Sikap anak usia Sekolah Dasar seperti itu dapat dipupuk dengan cara mengajaknya melakukan pengamatan langsung pada objek-objek yang terdapat di lingkungan sekolah.

c. Sikap kerja sama (cooperation)

Yang dimaksud kerjasama disini adalah untuk memperoleh pengetahuan yang lebih banyak. Seorang yang bersikap cooperative ini menyadari bahwa pengetahuan yang dimiliki orang lain mungkin lebih banyak dan lebih sempurna daripada apa yang ia miliki. Oleh karena itu, untuk meningkatkan pengetahuannya ia merasa membutuhkan kerjasama dengan orang lain. Kerjasama ini dapat juga bersifat berkesinambungan. Anak usia Sekolah Dasar perlu dipupuk sikapnya untuk dapat bekerjasama satu dengan yang lain kerjasama itu dapat dalam bentuk kerja kelompok, pengumpulan data maupun diskusi untuk menarik suatu kesimpulan hasil observasi.

(4)

d. Sikap tidak putus asa (perseverance)

Tugas guru untuk memberikan motivasi bagi anak didik yang mengalami kegagalan dalam upaya menggali ilmu dalam bidang IPA agar tidak putus asa.

e. Sikap tidak berprasangka (open-mindedness)

IPA mengajarkan kita untuk menetapkan kebenaran berdasarkan dua kriteria, yaitu rasionalitas dan objektivitas. Munculnya faktor objektivitas dalam menetapkan kebenaran menjadikan orang tidak lagi purba sangka. Sikap tidak purba sangka dapat dikembangkan secara dini kepada anak usia SD dengan jalan melakukan observasi dan eksperimen dalam mencari kebenaran ilmu.

f. Sikap mawas diri (self criticism)

Objektivitas tidak hanya ditunjukkan di luar dirinya tetapi juga terhadap dirinya sendiri. Itulah sikap mawas diri untuk menjunjung tinggi kebenaran. Anak usia SD harus dikembangkan sikapnya untuk jujur pada dirinya sendiri, menjunjung tinggi kebenaran dan berani melakukan koreksi pada dirinya sendiri.

g. Sikap bertanggungjawab (responsibility)

Sikap bertanggungjawab harus dikembangkan sejak usia SD misalnya dengan membuat dan melaporkan hasil pengamatan, hasil eksperimen ataupun hasil kerjanya yang lain kepada teman sejawat, guru atau orang lain, dengan sejujur-jujurnya.

h. Sikap berpikir bebas ( independence in thinking)

Tugas guru untuk dapat mengembangkan pikiran bebas dari siswa (dan bukan sebaliknya untuk mendiktekan pendapatnya agar sesuai dengan buku teks). Jadi, mencatat atau merekam hasil pengamatan sesuai dengan apa adanya dan membuat kesimpulan dengan hasil kerja mereka sendiri merupakan saat-saat yang penting bagi anak dalam mengembangkan sikap berpikir bebas.

(5)

i. Sikap kedisiplinan diri (self discipline)

Menurut Morse dan Wingo (Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis, 1992: 8) kedisiplinan diri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk dapat menngontrol ataupun mengatur dirinya menuju kepada tingkah laku yang dikehendaki dan dapat diterima oleh masyarakat. Salah satu bentuk pengembangan kedisiplinan diri adalah pengorganisasian kelas termasuk adanya regu-regu kebersihan dan sebagainya yang dapat diatur sendiri oleh siswa.

Mencermati penjelasan di atas, maka pembelajaran IPA sejatinya membelajarkan peserta didik supaya memiliki pengetahuan ilmiah dengan diimbangi sikap ilmiah. Untuk membelajarkan IPA di sekolah maka di dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 dijelaskan ruang lingkup mata pelajaran IPA yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas. c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya dan pesawat sederhana.

d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

Sedangkan tujuan pembalajaran IPA menurut Permendiknas No. 22 tahun 2006, ada tujuh tujuan mata pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), yaitu:

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkaan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-nya. b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat

(6)

d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

2.3 Hasil Belajar

Menurut Djamarah dan Zain (2006) hasil belajar adalah apa yang diperoleh siswa setelah dilakukan aktifitas belajar. Ada juga menurut Mulyasa (2008) hasil belajar merupakan prestasi belajar siswa secara keseluruhan yang menjadi indikator kompetensi dan derajat perubahan prilaku yang bersangkutan. Kompetensi yang harus dikuasai siswa perlu dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai sebagai wujud hasil belajar siswa yang mengacu pada pengalaman langsung. Sedangkan menurut Hamalik (2008) hasil belajar adalah sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang dapat di amati dan diukur bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat di artikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik sebelumnya yang tidak tahu menjadi tahu. Menurut Sudjana, (2010: 22) hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Sedangkan menurut Nasution (2011: 176) hasil belajar adalah nyata dari apa yang dapat dilakukannya dan yang tidak dapat dilakukannya sebelumnya. Maka terjadi perubahan kelakuan yang dapat kita amati dan dapat dibuktikannya dalam perbuatan.

Beberapa pendapat tersebut di atas menunjukkan bahwa hasil belajar adalah salah satu hasil ujian dalam proses pengajaran yang dilakukan secara formal. Tingkat keberhasilan siswa dalam menguasai pelajaran di sekolah dinyatakan dengan symbol angka atau huruf dalam raport dan diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.Pengukuran hasil belajar siswa di

(7)

ukur dari waktu ke waktu dan merupakan gabungan dari aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan.

2.4 Model Teams Games Tournament

Model TGT cocok digunakan dalam pembelajaran IPA karena memungkinkan terjadinya interaksi antara siswa dalam proses pembelajaran dengan saling berdiskusi menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan dalam kelompok masing-masing. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajaran IPA bahwa seiring perkembangan IPA yang begitu pesat serta diperlukannya IPA dan pola pikirnya dalam berbagai bidang, maka guru perlu secara sengaja merancang pembelajaran yang memungkinkan untuk membelajarkan nilai-nilai edukatif dalam IPA secara aktif kepada siswa. Perencanaan pembelajaran yang demikian menurut Soedjadi (1999: 66) disebut perencanaan pembelajaran by-design. Guru secara sengaja mendesain pembelajaran IPA yang memungkinkan di dalamnya terdapat aktivitas-aktivitas yang dapat mendukung tumbuh kembangnya kepribadian siswa.

Steve Parson (Slavin, 2010: 167) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT yang mempunyai ciri khas games dan tournament ini menciptakan warna yang positif di dalam kelas karena kesenangan para siswa terhadap permainan tersebut. Model ini dapat membuat peserta didik tidak merasa bosan sehingga dapat memperoleh manfaat yang maksimal dari hasil belajarnya.

Menurut Slavin (2010: 166) model pembelajaran kooperatif tipe Teams games tournament (TGT) memiliki langkah-langkah (sintaks) sebagai berikut. 1) Presentasi kelas (class precentation).

Dalam presentasi kelas guru memperkenalkan materi pembelajaran yang diberikan secara langsung atau mendiskusikan dalam kelas. Guru dalam hal ini berperan sebagai fasilitator. Pembelajaran mengacu pada apa yang disampaikan oleh guru agar nantinya dapat membantu siswa dalam mengikuti game dan turnamen.

2) Kelompok (teams).

Kelompok terdiri dari empat sampai lima orang yang heterogen misalnya berdasar kemampuan akademik dan jenis kelamin, jika memungkinkan suku, ras,

(8)

atau kelas sosial. Tujuan utama pembentukan kelompok adalah untuk meyakinkan siswa bahwa semua anggota kelompok belajar dan semua anggota mempersiapkan diri untuk mengikuti game dan turnamen dengan sebaik-baiknya. Diharapkan tiap anggota kelompok melakukan hal yang terbaik bagi kelompoknya dan adanya usaha kelompok melakukan untuk membantu anggota kelompoknya sehingga dapat meningkatkan kemampuan akademik dan menumbuhkan pentingnya kerjasama diantara siswa dan meningkatkan percaya diri.

3) Permainan (game).

Permainan (game) dibuat dengan isi pertanyaan-pertanyaan untuk mengetes siswa yang didapat dari presentasi kelas dan latihan kelompok. Game dimainkan dengan meja yang berisi tiga siswa yang mewakili tiga kelompok yang berbeda. Siswa mengambil kartu bernomor dan berusaha untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan nomor. Aturannya membolehkan pemain untuk menantang jawaban yang lain.

4) Pertandingan (tournament).

Biasanya turnamen diselenggarakan akhir minggu, setelah guru membuat presentasi kelas dan kelompok-kelompok mempraktikkan tugas-tugasnya. Untuk turnamen pertama guru mengelompokkan siswa dengan kemampuan serupa yang mewakili tiap timnya. Kompetisi ini merupakan sistem penilaian kemampuan yang mewakili tiap timnya. Kompetisi ini merupakan penilaian sistem penilaian kemampuan perorangan dalam STAD. Kompetisi ini juga memungkinkan bagi siswa dari semua level di penampilan sebelumnya untuk memaksimalkan nilai kelompok mereka menjadi terbaik.

Adapun alur penempatan peserta turnamen menurut Slavin (2010: 168) dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(9)

Gambar 2.1 Alur Penempatan Peserta Turnamen Slavin (2010) menyatakan bahwa dalam pengimplementasian model pembelajaran TGT, yang harus diperhatikan yaitu:

1) Pembelajaran terpusat pada siswa

2) Proses pembelajaran dengan suasana berkompetisi

3) Pembelajaran bersifat aktif (siswa berlomba untuk dapat menyelesaikan persoalan)

4) Pembelajaran diterapkan dengan mengelompokkan siswa menjadi tim-tim 5) Dalam kompetisi diterapkan sistem point

6) Dalam kompetisi disesuaikan dengan kemampuan siswa atau dikenal kesetaraan dalam kinerja akademik

7) Kemajuan kelompok dapak diikuti oleh seluruh kelas melalui jurnal kelas yang diterbitkan secara mingguan

8) Dalam pemberian bimbingan guru mengacu pada jurnal

9) Adanya sistem penghargaan bagi siswa yang memperoleh point banyak.

Memperhatikan langkah-langkah di atas diharapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) dapat menjadi salah satu model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga hasil belajar peserta didik dapat meningkat.

(10)

2.5 Media Pembelajaran

2.5.1 Pengertian Media Pembelajaran

Media pembelajaran adalah paduan antara bahan dan alat atau perpaduan antara software dan hardware (Sadiman, dkk, 1996). Menurut Gerlach & Ely (Arsyad, 2002), mengatakan bahwa media secara garis besar merupakan manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi, yang menyebabkan siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Jadi menurut pengertian ini, guru, teman sebaya, buku teks, lingkungan sekolah dan luar sekolah, bagi seorang siswa merupakan media. Dengan demikian

Media dapat dibagai dalam dua kategori, yaitu alat bantu pembelajaran (instructional aids) dan media pembelajaran (instructional media). Alat bantu pembelajaran atau alat untuk membantu guru (pendidik) dalam memperjelas materi (pesan) yang akan disampaikan. Oleh karena itu alat bantu embelajaran disebut juga alat bantu mengajar (teaching aids). Misalnya OHP/OHT, film bingkai (slide) foto, peta, poster, grafik, flip chart, model benda sebenarnya dan sampai kepada lingkungan belajar yang dimanfaatkan untuk memperjelas materi pembelajaran.

2.5.2 Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran

Levie & Lentsz (1982) yang dikutip Sanaky (2009), mengemukakan empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu: Fungsi Atensi, Fungsi Afektif, Fungsi Kognitif, Fungsi Kompensatoris.Fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran. Seringkali pada awal pelajaran peserta didik tidak tertarik dengan materi pelajaran atau mata kuliah yang tidak disenangi oleh mereka sehingga mereka tidak memperhatikan. Media visual yang diproyeksikan dapat menenangkan dan mengarahkan perhatian mereka kepada mata kuliah yang akan mereka terima. Dengan demikian, kemungkinan untuk memperoleh dan mengingat isi materi saat pembelajaran semakin besar.

Fungsi afektif media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan peserta didik ketika belajar atau membaca teks yang bergambar. Gambar atau lambang

(11)

visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa. Misalnya informasi yang menyangkut masalah sosial atau ras. Fungsi kognitif media visual terlihat dari lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.

Fungsi kompensatoris media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali. Dengan kata lain, media pembelajaran berfungsi untuk mengakomodasikan siswa yang lemah dan lambat menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau disajikan secara verbal. Sudjana dan Rivai (2002), mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa yaitu:

1) Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.

2) Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa sehingga memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran.

3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar pada setiap jam pelajaran. 4) Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya

mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan mendemonstrasikan, memamerkan, dll.

2.5.3 Macam-Macam Media Pembelajaran

Media pembelajaran banyak sekali jenis dan macamnya. Menurut Anderson (1998) beberapa media yang paling akrab dan hampir semua sekolah memanfaatkan adalah media cetak (buku) dan papan tulis. Selain itu, banyak juga sekolah yang telah memanfaatkan jenis media lain seperti gambar, model, overhead projektor (OHP) dan obyek obyek nyata. Sedangkan media lain seperti kaset audio, video, VCD, slide (film bingkai), serta program pembelajaran komputer masih jarang digunakan meskipun sebenarnya sudah tidak asing lagi

(12)

bagi sebagian besar guru. Meskipun demikian, sebagai seorang guru alangkah baiknya Anda mengenal beberapa jenis media pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar mendorong kita untuk mengadakan dan memanfaatkan media tersebut dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

2.5.4 Kriteria Memilih Media Pembelajaran

Memilih media hendaknya tidak dilakukan secara sembarangan, melainkan didasarkan atas kriteria tertentu. Kesalahan pada saat pemilihan, baik pemilihan jenis media maupun pemilihan topik yang dimediakan, akan membawa akibat panjang yang tidak kita inginkan di kemudian hari. Banyak pertanyaan yang harus kita jawab sebelum kita menentukan pilihan media tertentu. Ibrahim (1982) mengemukakan bahwa secara umum kriteria yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan media pembelajaran diuraikan sebagai berikut:

1) Tujuan

Tujuan pembelajaran (standar kompetensi dan kompetensi dasar) yang hendak dicapai. Apakah tujuan itu masuk ranah kognitif, afektif, psikomotor, atau kombinasinya. Jenis rangsangan indera apa yang ditekankan: apakah penglihatan, pendengaran, atau kombinasinya. Jika visual, apakah perlu gerakan atau cukup visual diam. Jawaban atas pertanyaan itu akan mengarahkan pada jenis media tertentu, apakah media realia, audio, visual diam, visual gerak, audio visual gerak dan seterusnya.

2) Sasaran didik

Siapa sasaran didik yang akan menggunakan media. Bagaimana karakteristik mereka, berapa jumlahnya, bagaimana latar belakang sosialnya, bagaimana motivasi dan minat belajarnya Dengan demikian, media harus sesuai benar dengan kondisi mereka.

3) Karakteristik media yang bersangkutan

Bagaimana karakteristik media tersebut. Apa kelebihan dan kelemahannya, sesuaikah media yang akan dipilih itu dengan tujuan yang akan dicapai. Pemilihan media diikuti dengan pemahaman setiap kriteria media tersebut, karena kegiatan memilih pada dasamya adalah kegiatan membandingkan satu sama lain, mana yang lebih baik dan lebih sesuai dibanding yang lain. Oleh karena itu, sebelum

(13)

menentukan jenis media tertentu, perlu memahami dengan baik bagaimana karaktristik media tersebut.

4) Waktu

Yang dimaksud waktu di sini adalah berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengadakan atau membuat media yang akan kita pilih, serta berapa lama waktu yang tersedia/yang dimiliki. Pertanyaan lain adalah, berapa lama waktu yang diperlukan untuk menyajikan media tersebut dan berapa lama alokasi waktu yang tersedia dalam proses pembelajaran.

5) Biaya

Faktor biaya juga merupakan pertanyaan penentu dalam memilih media. Bukankah penggunaan media pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Oleh sebab itu, faktor biaya menjadi kriteria yang harus dipertimbangkan. Media yang mahal belum tentu lebih efektif untuk mencapai tujuan belajar dibandingkan media sederhana dan murah.

6) Ketersediaan

Kemudahan dalam memperoleh media juga menjadi pertimbangan kita. Adakah media yang dibutuhkan itu diperoleh dengan mudah, misalnya di sekolah atau di pasaran. Media dapat dibuat sendiri, jika hendak membuat sendiri maka perlu memperhatikan beberapa hal berikut: kemampuan, waktu tenaga dan sarana untuk membuatnya.

7) Konteks penggunaan

Konteks penggunaan maksudnya adalah dalam kondisi dan strategi bagaimana media tersebut akan digunakan. Misalnya: apakah untuk belajar individual, kelompok kecil, kelompok besar atau masal. Dalam hal ini diperlukan perencanaan strategi pembelajaran secara keseluruhan yang akan digunakan dalam proses pembelajaran, sehingga tergambar kapan dan bagaimana konteks penggunaaan media tersebut dalam pembelajaran.

8) Mutu Teknis

Kriteria ini terutama untuk memilih/membeli media siap pakai yang telah ada, misalnya program audio, video, grafis atau media cetak lain.

(14)

2.5.5 Video Pembelajaran

Menurut Cheppy Riyana (2007) media video pembelajaran merupakan sebuah media yang menyajikan audio dan visual yang dapat berisi pesan-pesan pembelajaran baik berisi konsep, prinsip, prosedur, teori aplikasi pengetahuan untuk membantu pemahaman terhadap materi pembelajaran. Sedangkan menurut Sungkono (Fiskha 2012: 22) video merupakan bahan atau materi pembelajaran yang dikemas melalui pita video yang dapat dilihat melalui video player yang dihubungkan ke monitor. Dengan demikian video dapat dilihat secara bersama dan mampu menyampaikan pesan dengan memanfaatkan efek gerak dan suara. Dalam pembelajaran tentu proses mempengaruhi hasil akhir, oleh karena itu perlu dirancang proses pembelajaran yang menarik sehingga siswa mampu belajar dan memahami materi ajar dengan baik. Terkait dengan pembelajaran yang aktif dan menarik, media pembelajaran dengan video dapat menunjang terciptanya proses pembelajaran yang menarik. Seperti yang dikemukakan oleh pendapat ahli di atas, maka pembelajaran dengan media video dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Ada banyak kelebihan dari penggunaan video dalam proses pembelajaran. Sebagaimana diungkapkan oleh Nugent (Smaldino, 2008: 310) bahwa video merupakan media yang cocok yang dapat dipasangkan dengan semua pembelajaran. Cheppy (Fiskha, 2012) mengemukakan tujuan dari digunakannya video pembelajaran dalam proses pembelajaran antara lain sebaga berikut.

1) Memperjelas penyempaian pesan sehingga mengurangi kegiatan ceramah yang didominasi oleh guru. Penggunaan video pembelajaran memudahkan siswa dalam memahami materi karena materi dikemas secara menarik berupa audio dan visual.

2) Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indra peserta didik maupun instruktur. Penggunaan video pembelajaran memudahkan guru untuk menjelaskan materi, karena tidak harus membawa alat peraga yang sulit diperoleh untuk menjelaskan sebuah meteri, selain itu penggunaan video juga menghemat waktu, serta siswa tidak harus pergi ke lokasi yang jauh untuk memperoleh informasi.

(15)

3) Dapat digunakan secara tepat dan bervariasi. Video pembelajaran bersifat fleksibel, guru dapat merancang dan menggunakan video pembelajaran dengan bervariasi sesuai kreativitas guru.

2.6 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian ini juga didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT untuk memecahkan masalah pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Penelitian tersebut antara lain penelitian yang dilakukan oleh Korayanti (2013) yang berjudul Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe teams games tournament (TGT) untuk meningkatkan prestasi belajar ilmu pengetahuan sosial (IPS) siswa kelas IV SD Negeri Mancasan Gamping Sleman Yogyakarta pada materi Sumber Daya Alam dan Pemanfaatannya dalam Kegiatan Ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus yang pertama, sebanyak 63,33% siswa berhasil memperoleh nilai rata-rata 60,37. Adapun pada siklus yang kedua 80% siswa memperoleh nilai dengan rata-rata 69,90. Dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas 4 Sekolah Dasar Negeri 01 Macanan dalam meningkatkan prestasi belajar IPS. Keunggulan dari penelitian ini yaitu terciptanya kerjasama diantara siswa yang lain atau anggota kelompok yang lain, sedangkan kelemahannya yaitu masih belum bisa sepenuhnya mengaktifkan siswa.

Penelitian yang dilakukan oleh Nur (2007) yang berjudul model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) sebagai upaya meningkatkan keaktifan belajar matematika siswa pada pokok bahasan peluang dan statistika di SMP negeri 4 depok yogyakarta kelas IX C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keaktifan belajar matematika siswa setelah dilakukan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) menunjukkan bahwa rata-rata seluruh aspek keaktifan belajar matematika siswa kelas IX C SMP Negeri 4 Depok Yogyakarta pada pokok bahasan Peluang dan Statistika mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya

(16)

peningkatan hasil rata-rata persentase lembar observasi keaktifan belajar siswa untuk tiap siklus, yaitu pada siklus I keaktifan siswa sebesar 61,17% untuk siklus II sebesar 71,11%. Selain itu hasil dari angket respon siswa terhadap pembelajaran juga meningkat yaitu sebesar 63% pada siklus I dan sebesar 70,11% pada siklus II.

2.7 Kerangka Pikir

Berdasarkan kajian teori di atas, dapat diketahui bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT dirancang untuk mendukung pembalajaran yang aktif, artinya siswa ikut terlibat dalam kegiatan belajar mengajar melalui kegiatan game dan turnamen. Sesuai dengan tujuan dari model pembelajaran kooperatif tipe TGT yang telah dijelaskan sebelumnya yakni melalui kegiatan game dan tournament, mengkondisikan siswa memiliki pengalaman belajar yang menyenangkan. Pada hakikatnya setiap pembelajaran memerlukan suasana belajar yang menyenangkan, begitu juga pembelajaran IPA. Mencermati karakteristik pembelajaran IPA tersebut maka model TGT merupakan salah satu model yang membuat suasana belajar menyenangkan, sehingga siswa menjadi bersemangat dalam belajar. Kondisi yang demikian akan lebih membuat siswa fokus dalam belajar dan akhirnya berdampak pada hasil belajar.

Pemahaman akan materi ajar sangat penting untuk ditingkatkan karena berpengaruh pada hasil belajar yang akan diperoleh siswa dan penentu keberhasilan siswa dalam mencapai hasil belajar yang baik. Siswa kelas IV SD Negeri 02 Grobogan pada pra siklus menunjukkan hasil belajar IPA yang masih rendah. Hal ini terlihat dari rendahnya ketuntasan belajar siswa yang hanya mencapai 51,85%. Hal ini dipicu dari kurangnya respon dan keseriusan siswa dalam mengikuti mata pelajaran karena dalam proses pembelajaran siswa lebih cenderung menjadi pendengar serta menunggu pertanyaan yang diberikan oleh guru sehingga pembelajaran menjadi kurang menyenangkan.

(17)

Kerangka Berfikir

Gambar 2.2 Skema Kerangka Berpikir

2.8 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian kerangka berfikir, maka hipotesis tindakan yang diajukan dalam penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) berbantuan media video pembelajaran diduga dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 4 SD Negeri 02 Lebak Grobogan.

Hasil belajar IPA siswa rendah di bawah KKM ≥ 70 Kegiatan Awal Guru menggunakan metode ceramah ,tanya jawab

Siklus I : Hasil belajar IPA siswa meningkat namun belum mencapai indikator kinerja Guru menggunakan model TGT pembelajaran IPA Tindakan

Siklus II : Hasil belajar IPA siswa tuntas dan sudah mencapai indikator

Melalui model TGT dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas IV 02 Lebak Grobogan Semester II tahun pelajaran 2016/ 2017 Kondisi

Gambar

Gambar 2.1  Alur Penempatan Peserta Turnamen    Slavin (2010) menyatakan bahwa dalam pengimplementasian model  pembelajaran TGT, yang harus diperhatikan yaitu:
Gambar 2.2 Skema Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hasil pengujian adaptifitas yang dilakukan pada game dengan genre Turn-Based Role Playing Game berdasarkan tiga parameter pengujian yakni efektifitas, efisiensi,

Melaksanakan pelayanan gizi, melatih kader posyandu, menerima konsultasi di bidang gizi, menjelaskan tata cara pengisian dan penggunaan KMS, melakukan kegiatan

Perkolasi, adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar.. Proses perkolasi

Hal ini sesuai dengan pendapat Stein (dalam Yuniarti 2002) kehidupan lajang adalah kehidupan pria dan wanita yang belum menikah, yang tidak terlibat dalam hubungan homoseksual

Ledakan penduduk juga terjadi karena rumah tangga tidak direncanakan secara baik dan tidak melihat faktor sebab akibat, banyak rumah tangga yang berdiri tapi tidak

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan dengan cara memberikan perlakuan terhadap sampel yang akan digunakan yaitu terhadap instrumen medis sebelum

Bila ditetapkan pada taraf signifikansi 0,05 maka pH, C_Organik, N_Total, P-Tersedia, K_dd, Na_dd, Ca_dd, Mg_dd, KTK, Ec dan Alkalinitas memiliki nilai F yang tidak signifikan