• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL BELAJAR GROUP INVESTIGATION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN MODEL BELAJAR GROUP INVESTIGATION"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL BELAJAR GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPS TENTANG DAYA TARIK, MOTIVASI, DAN AMBISI BANGSA BARAT DI KELAS VIII-J SMP NEGERI 1

POGALAN KABUPATEN TRENGGALEK SEMESTER I TAHUN 2014/2015

Oleh: Rahayu Dwi Palupi

SMP Negeri 1 Pogalan Kabupaten Trenggalek

Abstrak. Tujuan menggunakan model pembelajaran group investigation pada mata pelajaran

IPS untuk memudahkan siswa dalam belajar memahami materi pelajaran dan menjadikan proses belajar tidak membosankan, sehingga pembelajaran akan menjadi menyenangkan dan menarik bagi siswa. Penelitian dilakukan di SMP Negeri 1 Pogalan Kabupaten Trenggalek. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa Kelas VIII-J SMP Negeri 1 Pogalan Kabupaten Trenggalek Tahun 2014/2015 Semester I yang berjumlah 30 siswa. Dari hasil tes evaluasi diketahui bahwa prestasi belajar bidang studi IPS sebelum siklus diperoleh nilai rata-rata 65,33 dengan persentase ketuntasan belajar siswa 53,33%, siklus I diperoleh nilai rata-rata 70,67 dengan persentase ketuntasan belajar siswa sebesar 73,33% dan pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 89,67 dengan persentase ketuntasan belajar siswa sebesar 100%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan model belajar group investigation dapat meningkatkan prestasi belajar bidang studi IPS pada siswa Kelas VIII-J SMP Negeri 1 Pogalan Kabupaten Trenggalek Tahun 2014/2015 Semester I.

Kata kunci. model belajar group investigation, prestasi belajar, daya tarik, motivasi dan ambisi

bangsa barat

Pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses menyampaikan pengetahuan dari pen-didik kepada peserta pen-didik yang diren-canakan untuk mencapai tujuan pembela-jaran secara efektif dan efisien. Pembelapembela-jaran dapat dipandang dari dua sudut, pertama pembelajaran dipandang sebagai suatu sis-tem, pembelajaran terdiri dari sejumlah kom-ponen yang terorganisasi antara lain tujuan pembelajaran, strategi, dan metode pembe-lajaran, media pembelajaran atau alat peraga, pengorganisasian kelas, evaluasi pem-belajaran, dan tindak lanjut pembelajaran (remedial dan pengayaan). Kedua, pembelajaran dipandang sebagai proses, ma-ka pembelajaran adalah serangma-kaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar.

Berhasil tidaknya suatu pembelajaran tergantung kepada faktor guru dalam menciptakan sistem lingkungan yang me-mungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Pada dasarnya, tujuan pembelajaran merupakan tujuan setiap program pendidikan yang diberikan kepada anak didik.

Poerwanto (2007) memberikan pe-ngertian bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam rapot. Selanjutnya Winkel (1997) mengata-kan bahwa prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan se-orang siswa dalam melakukan kegiatan bela-jar sesuai dengan bobot yang dicapainya. Se-dangkan Nasution (1987) berpendapat bahwa prestasi belajar adalah kesempurnaan yang

(2)

dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat, prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, afektif dan psikomoto, sebaliknya prestasi dikatakan kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam menerima, menolak dan menilai in-formasi yang diperoleh dalam proses belajar mengajar. Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyata-kan dalam bentuk nilai atau rapot setiap bi-dang studi setelah mengalami proses belajar mengajar. Prestasi belajar mengajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tinggi rendahnya prestasi belajar siswa.

Mata pelajaran IPS merupakan sebu-ah nama mata pelajaran integrasi dari mata pelajaran sejarah, geografi, dan ekonomi serta mata pelajaran ilmu sosial lainnya. Tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar pada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya, serta berbagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Menurut Wahab (1986), agar pemb-elajaran pendidikan IPS benar-benar mampu mengkondisikan upaya pembekalan kemam-puan dan keterampilan dasar bagi siswa un-tuk menjadi manusia dan warga negara yang baik. Hal ini menuntut pengkondisian iklim belajar merupakan aspek penting bagi ter-capainya tujuan pendidikan. Pola

pembela-jaran IPS menekankan pada unsur pendidik-an dpendidik-an pembekalpendidik-an pada siswa (Kosasih, 1996).

Menurut hasil forum Carnegie ten-tang pendidikan dan ekonomi (Arend et al., 2001), di abad informasi ini terdapat sejumlah kemampuan yang harus dimiliki oleh guru dalam pembelajaran. Kemampuan-kemampuan tersebut memiliki pemahaman yang baik tentang kerja baik fisik maupun sosial, memiliki rasa dan kemampuan mengumpulkan dan menganalisis data, memiliki kemampuan membantu pemaham-an siswa, memiliki kemampupemaham-an memperce-pat kreativitas sejati siswa, dan memiliki ke-mampuan kerja sama dengan orang lain.

Guru diharapkan dapat belajar sepan-jang hayat seirama dengan pengetahuan yang mereka perlukan untuk mendukung pe-kerjaannya serta menghadapi tantangan dan kemajuan sains dan teknologi. Guru tidak diharuskan memiliki semua pengetahuan, te-tapi hendaknya memiliki pengetahuan yang cukup sesuai dengan yang mereka perlukan, dimana memperolehnya, dan bagaimana memaknainya. Para guru diharapkan bertin-dak atas dasar berpikir yang mendalam, ber-tindak independen dan kolaboratif satu sama lain, dan siap menyumbangkan pertimbang-an-pertimbangan kritis. Di samping pengua-saan materi, guru juga dituntut memiliki ke-ragaman model atau strategi pembelajaran, karena tidak ada satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan belajar dari topik-topik yang beragam.

Apabila konsep pembelajaran ter-sebut dipahami oleh para guru, maka upaya mendesain pembelajaran bukan menjadi be-ban, tetapi menjadi pekerjaan yang menan-tang. Konsep pembelajaran tersebut meletak-kan landasan yang meyakinmeletak-kan bahwa

(3)

peranan guru tidak lebih dari sebagai fasi-litator. Tugas sebagai fasilitator relatif lebih berat dibandingkan hanya sebagai transmiter pembelajaran. Guru sebagai fasilitator akan memiliki konsekuensi langsung sebagai perancah, model, pelatih, dan pembimbing.

Thelen menyatakan bahwa kelas hen-daknya merupakan miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial antar pribadi (Arends, 1998). Model group investigation (GI) memiliki enam langkah pembelajaran (Slavin, 1995), yaitu: (1) grouping (menetapkan jumlah anggota kelompok, menentukan sumber, memilih to-pik, merumuskan permasalahan), (2) plan-ning (menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajari, siapa melakukan apa, apa tujuannya), (3) investigation (saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifika-si, mengumpulkan informaklarifika-si, menganalisis data, membuat inferensi), (4) organizing (anggota kelompok menulis laporan, me-rencanakan presentasi laporan, penentuan pe-nyaji, moderator, dan notulis), (5) presenting (salah satu kelompok menyajikan kelompok lain mengamati, mengevaluasi, mengklari-fikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan), dan (6) evaluating (setiap siswa melakukan koreksi terhadap laporan masing-masing berdasarkan hasil diskusi kelas, siswa dan guru berkolaborasi mengevaluasi pem-belajaran yang dilakukan, melakukan pe-nilaian hasil belajar yang difokuskan pada pencapaian pemahaman.

Sistem sosial yang berkembang ada-lah minimnya arahan guru, demokratis, guru dan siswa memiliki status yang sama yaitu menghadapi masalah, interaksi dilandasi oleh kesepakatan.

Prinsip reaksi yang dikembangkan adalah guru lebih berperan sebagai konselor, konsultan, sumber kritik yang konstruktif.

Peran tersebut ditampilkan dalam proses pemecahan masalah, pengelolaan kelas, dan pemaknaan perseorangan. Peranan guru ter-kait dengan proses pemecahan masalah ber-kenaan dengan kemampuan meneliti apa hakikat dan fokus masalah. Pengelolaan di-tampilkan berkenaan dengan kiat menentu-kan informasi yang diperlumenentu-kan dan pengor-ganisasian kelompok untuk memperoleh informasi tersebut. Pemaknaan perseorangan berkenaan dengan inferensi yang diorganisa-si oleh kelompok dan bagaimana membe-dakan kemampuan perseorangan.

Sarana pendukung model pembela-jaran ini adalah: lembaran kerja siswa, bahan ajar, panduan bahan ajar untuk siswa dan untuk guru, peralatan penelitian yang sesuai, meja dan kursi yang mudah dimobilisasi atau ruangan kelas yang sudah ditata untuk itu.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan ranca-ngan penelitian tindakan kelas (PTK) dan berupaya untuk memperoleh hasil yang op-timal melalui cara dan prosedur paling efek-tif, sehingga dimungkinkan adanya tindakan yang berulang dengan revisi untuk mening-katkan prestasi belajar siswa dan pemahaman siswa terhadap mata pelajaran IPS khususnya sejarah. Penelitian dilakukan mulai dari (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) pemantauan (observasi), (4) refleksi pada setiap tindakan yang dilakukan, dan (5) evaluasi (Arikunto, 2009:16).

Pengumpulan data penelitian dilaksa-nakan pada bulan Oktober-Nopember 2014, dan mendapatkan responden 30 orang dari siswa kelas VIII-J SMP Negeri 1 Polagan. Instrumen penelitian dilakukan dengan tes, observasi, wawancara, angket dan catatan la-pangan (fieldnote).

(4)

Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan klasikal. Seo-rang siswa telah tuntas belajar bila mencapai skor 75% atau nilai 75, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari sama dengan 75%. Mulyasa (2006:99) mengemukakan bahwa indikator hasil aktivi-tas siswa dari segi proses, pembelajaran di-katakan berhasil dan berkualitas apabila selu-ruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat aktif, baik fisik maupun sosial dalam proses pembelajaran. Ketuntasan hasil belajar yang dikemukakan oeh Mulyasa (2009:90) yaitu keberhasilan kelas dilihat dari jumlah peserta didik yang mampu menyelesaikan atau mencapai minimal sekurang-kurangnya 85% dari peserta didik. Untuk persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut.

𝑃 = ∑ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠

∑ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑥 100% Dimana, P adalah persentase ketuntasan belajar siswa.

Dalam menentuan keberhasilan pro-ses yang dilakukan selama penelitian, diten-tukan dengan menggunakan lembar obser-vasi yang. Dimana penilaian menggunakan format skor. Arikunto (1997) membagi skor penilaian menjadi 4 kategori, seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini:

Tabel 1 Kategori Penilaian Lembar Observasi

Penilaian skor Kategori

4 Sangat baik

3 Baik

2 Cukup baik

1 Kurang baik

Untuk mencari persentase nilai rata-rata setelah dilakukan observasi dilakukan dengan menggunakan rumus:

𝑁𝑅 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟

𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙𝑥 100%

NR adalah persentase nilai rata-rata setelah dilakukan observasi. Data yang sudah dida-pat dianalisis menggunakan teknik analisis data kualitatif, baik yang bersifat linear (mengalir) maupun bersifat sirkuler. Lang-kah-langkah analisis yang dilakukan adala menelaah seluruh data yang telah dikumpul-kan dan mereduksi data yang melibatdikumpul-kan ke-giatan pengkategorian dan pengklarifikasian di dalamnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil tes awal tercatat bahwa dari 30 siswa kelas VIII-J SMP Negeri 1 Pogalan Kabupaten Trenggalek yang mengikuti tes, ada 14 siswa yang belum da-pat mencapai ketuntasan yaitu 70 sedangkan yang sudah mencapai ketuntasan 70 se-banyak 16 siswa dengan persentase 53,33%. Dengan diterapkannya metode bela-jar Group Investigation aktivitas belabela-jar di kelas menjadi semakin aktif. Hal ini dapat dilihat dari perolehan persentase aktivitas gu-ru pada siklus I sebesar 60% meningkat menjadi 85%. Sehingga rata-rata aktivitas guru termasuk dalam kriteria yang sangat baik. Sedangkan untuk aktivitas siswa pada siklus I mendapatkan persentase sebesar 64,29% meningkat menjadi 89,29% terma-suk dalam kriteria yang sangat baik. Hal ini membuktikan bahwa model belajar Group Investigation mampu diterapkan dan diteri-ma dengan baik di Kelas VIII-J dalam pem-belajaran IPS. Berikut ditampilkan grafik perkembangan aktivitas belajar di Kelas VIII-J.

(5)

Gambar 1 Perkembangan Aktivitas Siswa dan Guru

Banyak siswa yang lebih paham de-ngan menggunakan metode Group Inve-stigation pada mata pelajaran IPS sub tema Daya Tarik, Motivasi, dan Ambisi Bangsa Barat. Pemahaman ini membuat hasil yang di peroleh siswa menjadi meningkat. Hal ini sesuai dengan kurikulum yang berlaku bah-wa ”suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan instruksional khususnya ter-capai”. Pelaksanaan pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran kooperatif ti-pe Group Investigation terjadi ti-peningkatan prestasi belajar. Peningkatan hasil belajar da-pat dilihat dari nilai hasil tes mulai dari pre test, tes siklus 1 sampai dengan tes siklus 2. Sebelum siklus diperoleh nilai rata-rata 65,33 dengan persentase ketuntasan belajar siswa 53,33%, siklus I diperoleh nilai rata-rata 70,67 dengan persentase ketuntasan belajar siswa sebesar 73,33% dan pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 89,67 dengan persentase ketuntasan belajar siswa sebesar 100%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan metode pembelajaran Group In-vestigation dapat meningkatkan prestasi belajar bidang studi IPS pada siswa Kelas VIII-J SMP Negeri 1 Pogalan Trenggalek Tahun 2014/2015 Semester I. Berikut di-tampilkan grafik perkembangan prestasi belajar siswa.

Gambar 2 Peningkatan Hasil Belajar Siswa

PENUTUP Kesimpulan

Model belajar group investigation (GI) memudahkan guru untuk menguasai kelas dan menjadi fasilitator dan motivator secara merata. Selama pembelajaran berlang-sung siswa termotivasi dan terlibat aktif.

Prestasi belajar bidang studi IPS se-belum siklus diperoleh nilai rata-rata 65,33 dengan persentase ketuntasan belajar siswa 53,33%, siklus I diperoleh nilai rata-rata 70,67 dengan persentase ketuntasan belajar siswa sebesar 73,33% dan pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 89,67 de-ngan persentase ketuntasan belajar siswa sebesar 100%.

Penggunaan model belajar group in-vestigation (GI) dapat meningkatkan prestasi belajar bidang studi IPS pada siswa Kelas VIII-J SMP Negeri 1 Pogalan Kabupaten Trenggalek Tahun 2014/2015 Semester I.

Saran

Penelitian ini diharapkan bisa men-jadi pengembangan ilmu pengetahuan dan untuk memperkaya khasanah ilmiah tentang penerapan pembelajaran kooperatif tipe group investigation untuk meningkatkan hasil belajar.

Pembelajaran yang menggunakan model belajar group investigation perlu

(6)

dikembangkan untuk mata pelajaran yang lain, agar dapat meningkatkan pemahaman siswa. Penggunaan model belajar group in-vestigation perlu terus dilakukan karena

pembelajaran lebih menyenangkan bagi siswa, mendorong dan membiasakan siswa untuk belajar mandiri, tidak bergantung pada guru.

DAFTAR RUJUKAN

Arends, R. I. 1998. Learning to teach. Singapore: Mc Graw-Hill book Com-pany.

Arends, R. I., Wenitzky, N. E., & Tan-nenboum, M. D. 2001. Exploring te-aching: An introduction to education. New York: McGraw-Hill Companies. Arikunto, S. 1997. Prosedur Penelitian

Su-atu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rine-ka Cipta.

Arikunto, S. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Kosasih, D. 1996. Petunjuk Guru IPS.

Ja-karta: Depdikbud.

Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda-karya.

Mulyasa, E. 2009. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nasution, S. 1987. Berbagai Pendekatan da-lam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.

Poerwanto, N. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Rosda Karya

Slavin, R. E. 1995. Cooperative learning. Second edition. Boston: Allyn and Bacon.

Wahab, A.A., dkk. 1986. Metodologi

Penga-jaran IPS. Universitas Terbuka

Jakarta: Karunika

Winkel. 1997. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia Widia Sarana.

Gambar

Gambar 2 Peningkatan Hasil Belajar Siswa

Referensi

Dokumen terkait

Pada sistem pengkondisian udara terdapat aspek pendinginan ruangan yang menjadi dingin karena adanya perpindahan kalor dari suhu yang lebih tinggi menuju suhu yang lebih

The objective of this study was to find out the application of the Ijarah and Murabahah contracts of PT Diamond Jc^a Makmur Paiembang if it were used to substitute the

Roland reads on, finds Ellen admiringly describing The Fairy Melusina as truly original, etc., an unexpected attitude regarding a woman who may have been RHA's mistress..

Selama proses penelitian, analisis dilakukan, akan muncul pertanyaan-pertanyaan yang dijadikan dasar untuk melacakterus kasus yang diteliti sampai diperoleh data anggota

Penulis juga telah menyelesaikan Praktek Kerja Lapangan dengan judul “Diagnosa Koi Herves Virus (KHV) Pada Ikan Mas ( Cyprinus carpio) Dengan Polymerase Chain

Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat diperoleh suatu rumusan masalah yaitu bagaimana membuat suatu alat pembangkit pola video untuk monitor komputer komputer yang

This study aims to analyze the sensitivity of indicator and hierarchy of sustainabil- ity of province in Indonesia, using a scalogram method, and analyze the status of

Kulit kering atau xerosis adalah kelainan kulit terjadi akibat modifikasi lipid dan hidrasi yang terganggu pada sawar stratum korneum.. Perubahan struktur lipid pada