DAFTAR ISI
HAL
ABSTRACT ……… i
ABSTRAK ……….. ii
KATA PENGANTAR ……… iii
UCAPAN TERIMAKASIH ……… iv
DAFTAR ISI ………... vi
DAFTAR TABEL ……… ix
DAFTAR GAMBAR ………... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1
B. Rumusan Masalah ………... 11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………... 12
D. Asumsi dan Hipotesis Penelitian ……….. 15
E. Metode Penelitian ………... 16
F. Lokasi dan Subjek penelitian ……….... 19
G. Paradigma Penelitian ………... 21
BAB II LANDASAN TEORETIS A. Filsafat Pendidikan Penalaran Dan Proses Pembelajaran ……….. 24
1. Dasar Ontologis Ilmu Pendidikan ……… 27
2. Dasar Epistemologi Ilmu Pendidikan ……….. 28
3. Dasar Aksiologis Ilmu Pendidikan ……….. 29
4. Dasar Antropologis Ilmu Pendidikan ……….. 30
6. Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Nasional ………... 36
7. Pendidikan Di Era Globalisasi ………... 39
8. Paradigma Global dan Lokal dalam Dunia Pendidikan Di Indonesia ……. 44
B. Beberapa Studi Yang Berhubungan Dengan Penelitian ……….. 48
C. Kaitan Logika Dengan Pendidikan Umum ……….... 63
1. Konsep Logika ………. 63
2. Macam-Macam Logika ……….... 67
3. Fungsi dan Kedudukan PU sebagai Ilmu ……….... 95
4. Model Pembelajaran Alternatif ……….... 109
5. SPPKBP ………... 114
D. Pendidikan Penalaran ………. 123
1. Jalur, Jenjang dan Jenis Pendidikan ………... 123
2. Pendidik dan Peserta Didik ………... 125
3. Tujuan Pendidikan ……….. 127
4. Kurikulum Pendidikan………. 129
5. Evaluasi Pendidikan ……… 131
E. Logika Ibnu Sina ………. 132
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan ………. 177
B. Penjelasan Istilah………. 181
C. Subjek Penelitian dan Kriteria Pemilihan ……….. 191
D. Instrumen Penelitian ……….. 192
F. Teknik Pengolahan Data ………... 253
G. Pelaksanaan dan Jadwal Kegiatan………. 257
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Analisis……….. 261
B. Temuan-temuan Penelitian ……… 269
C. Pembahasan ……… 273
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ………... 295
B. Rekomendasi…..……… 300
C. Implikasi . ………. 301
DAFTAR PUSTAKA ……….. 303
LAMPIRAN-LAMPIRAN ……….. 314
1. Butir-Butir Soal Tes Penalaran ………. 315
2. Hasil Tes Potensi Akademik………. 335
3. Mahasiswa Lulusan Yang Tes Penalaran……….. 340
4. Model Silabus Mata Kuliah Logika Ibnu Sina……….. 345
5. Model SAP Mata Kuliah Logika Ibnu Sina……….. 350
6. Bahan Ajar Logika Ibnu Sina……… 355
7. Perkembangan Tingkat Penalaran dan Indeks Prestasi………. 375
8. Quesioner………... 380
9. Surat-Surat ……… 382
10.Abstrak Makalah Pada Seminar Internasional……….... 387
DAFTAR TABEL
HAL
TABEl 2.1 : Pembuktian Argumen Sebagai Tautologi……….... 84
TABEL 2.2 : Aturan Inferensi……….. 84
TABEL 3.1 : Kisi-Kisi Tes ……….. 193
TABEL 3.2 : Skor Konversi Kuantitatif Berdasarkan Mean Ideal dan Standar Deviasi Ideal……….. 194
TABEL 3.3 : Kartu Analisis Butir Soal (3.3.1-3.3.100)………... 201
TABEL 3.4 : Rekapitulasi Hasil Analisis Butir Soal……… 251
TABEL 3.5 : Quesioner Sikap Penalaran Logis……… 256
TABEL 4.1 : Analisis Statistik Skor Hasil Tes Penalaran Dari Sampel…………... 261
TABEL 4.2 : Analisis Statistik Skor Hasil Tes Penalaran menurut Kelas………… 261
TABEL 4.3 : Hasil Uji Kesamaan Varians Kelas Kontrol dan Eksperimen ……… 263
TABEL 4.4 : Hasil Analisis Tingkat Penalaran Perbedaan Kelas Kontrol dan Eksperimen ………. 263
DAFTAR GAMBAR
HAL
Gambar 1.1 : Desain Eksperimen……… 18
Gambar 1.2 : Alur Pikir Penelitian ………. 22
Gambar 1.3 : Paradigma Penelitian ..………. 23
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Sejak diberlakukannya kurikulum UPI tahun 2004, telah banyak dilakukan
usaha-usaha untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik dan kemampuan
mengajar dari dosen dalam berbagai bidang disiplin ilmu. Namun demikian, tidak
semua fakultas mengenalkan mata kuliah pelajaran logika, padahal tingkat
penalaran dari kompetensi lulusan dari salah satu jurusan yang ada di Fakultas
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia sangat
rendah. Dari empat orang lulusan jurusan Akuntansi angkatan 2004 yang akan
mengikuti wisuda pada bulan April 2009, tingkat penalaran mereka hanya
menjawab benar antara 35 – 40 dari 70 butir soal tes penalaran yang disediakan.
Demikian juga ketika penulis mengadakan pretes kepada 72 orang peserta didik
angkatan 2006, berdasarkan hasil tes penalaran yang dilaksanakan pada tanggal 26
April 2007, hasilnya 89 % di bawah 5,5. Dari kenyataan di atas, timbul pertanyaan,
usaha apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan daya nalar
peserta didik, khususnya mahasiswa jurusan Akuntansi, dan jurusan-jurusan lain
yang ada di lingkungan Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dan Fakultas
Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia pada umumnya.
Untuk menjawab persoalan di atas, tentu diperlukan penelitian. Di sini
dilakukan penelitian disertasi terbatas di satu jurusan pendidikan guru Ilmu
Pengetahuan Sosial, dan diperlukan pula strategi pembelajaran yang menekankan
2 harus ada model pembelajaran Cognitive Growth: Increasing the Capacity to
Think. Dalam pola pembelajarannya, pendidik memanfaatkan pengalaman peserta
didik sebagai titik tolak berpikir, bukan teka-teki yang harus dicari jawabannya.
Selama ini IPS dianggap sebagai pelajaran hafalan. Ilmu - Ilmu Sosial dan
Pengetahuan Sosial dianggap sebagai ilmu kelas dua. Para orang tua peserta didik
berpendapat bahwa IPS merupakan pelajaran yang tidak terlalu penting
dibandingkan dengan pelajaran yang lainnya, seperti Ilmu Pengetahuan Alam dan
Matematika (Sanjaya, 2002: 102). Hal ini merupakan pandangan yang keliru.
Sebab, pelajaran apa pun diharapkan dapat membekali para peserta didik untuk
terjun ke masyarakat maupun untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi. Kekeliruan ini juga terjadi pada sebagian pendidik. Mereka berpendapat
bahwa IPS pada hakikatnya adalah pelajaran hafalan yang tidak menantang untuk
berpikir. Seakan-akan IPS adalah pelajaran yang sarat dengan konsep-konsep,
pengertian-pengertian, data atau fakta yang harus dihafal dan tidak perlu
dibuktikan. Karena itu tidak perlu peserta didiknya pun memiliki kemampuan
penalaran yang tinggi.
Sekarang, bagaimana mengubah paradigma berpikir yang keliru tersebut?
Bagaimana para peserta didik yang ada di lingkungan jurusan IPS mampu
mengembangkan kemampuan daya nalarnya? Pembelajaran memerlukan proses
interaksi baik antara manusia dengan manusia ataupun antara manusia dengan
lingkungan. Proses interaksi ini diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan, misalkan yang berhubungan dengan tujuan perkembangan kognitif.
3 kaitannya dengan meningkatkan aspek pengetahuan, baik secara kuantitatif maupun
kualitatif (Sanjaya, 2008: 227). Apa hakikat dari pengetahuan itu? Bagaimana
sebenarnya setiap individu memperoleh pengetahuan? Hal itu merupakan
pertanyaan-pertanyaan yang mendasar yang membutuhkan kajian filosofis.
Bagaimana pengetahuan itu bisa diperoleh manusia? Hal ini dapat didekati
dari dua pendekatan yang berbeda, yaitu pendekatan rasional dan pendekatan
empiris. Rasionalisme menyatakan bahwa pengetahuan itu menunjuk kepada objek
dan kebenaran, merupakan akibat dari deduksi logis. Aliran rasionalis menekankan
pada rasio, logika, dan pengetahuan deduktif. Berbeda dengan aliran rasionalis,
aliran empiris lebih menekankan kepada pentingnya pengalaman dalam memahami
setiap objek. Aliran ini memandang bahwa semua kenyataan itu diketahui melalui
indra dan kriteria kebenaran itu adalah kesesuaian dengan pengalaman. Dengan
demikian, pandangan empirisme menekankan kepada pengalaman dan pengetahuan
induktif.
Berdasarkan penalaran deduktif yang direalisasikan melalui pengamatan
terhadap sejumlah anak dari berbagai kelompok umur di Jenewa, Piaget
membedakan tiga tahap utama perkembangan kognitif anak. Ketiga tahap ini secara
berturut-turut dinamakan tahap praoperasi konkret, tahap operasi konkret dan tahap
operasi formal. Dalam teorinya, Piaget merinci kemampuan kognitif apa yang dapat
dilakukan dan kemampuan kognitif apa yang belum dapat dilakukan oleh individu
pada tiap tahap perkembangannya (Inhelder dan Piaget, 1972).
Membandingkan diperlukannya kemampuan kognitif yang makin
4 kompleks, dengan adanya pentahapan perkembangan kognitif yang membedakan
kemampuan kognitif atau kemampuan penalaran logik peserta didik pada tiap tahap
perkembangannya, maka ada dugaan bahwa perkembangan kognitif peserta didik
berperan terhadap hasil belajarnya dalam suatu disiplin ilmu. Sehubungan dengan
hal di atas, penelitian ini dirancang untuk menemukan model pembelajaran logika
yang dapat meningkatkan kemampuan penalaran logik peserta didik sehingga
membantu untuk mempermudah pemahaman dalam mempelajari suatu disiplin
ilmu dan hasil belajarnya bermutu.
Merupakan suatu kenyataan bahwa dalam suatu penelitian dan pada saat
yang sama, tidak mungkin dapat diteliti tiap variabel yang diduga berpengaruh
terhadap variabel lain. Dalam penelitian ini tidak dilakukan pengontrolan terhadap
variabel lain di luar variabel yang diteliti. Oleh karena itu, penelitian ini dirancang
bukan untuk memperoleh informasi mengenai hubungan kausal antara dua variabel,
melainkan untuk memperoleh data tentang kadar hubungan beberapa unsur proses
belajar-mengajar materi logika Ibnu Sina dalam upaya meningkatkan kemampuan
pemahaman dan penalaran peserta didik di Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial, khususnya jurusan Pendidikan Ekonomi.
Beberapa unsur proses belajar-mengajar yang akan dipelajari dalam
penelitian ini adalah hasil belajar peserta didik dalam tes formatif Logika Ibnu
Sina, beberapa kegiatan belajar peserta didik dan beberapa kegiatan mengajar
pendidik. Penetapan variabel atau unsur yang dimaksud, didasarkan pada pemikiran
5 Pertama, berdasarkan pandangan logika sebagai ilmu dan kecakapan
menalar, berpikir dengan tepat (the science and art of correct thinking), dapat
dipahami bahwa penguasaan peserta didik dalam topik logika tertentu, akan
menuntut penguasaan peserta didik dalam topik logika sebelumnya (Poespoprodjo,
2006: 13).
Kedua, satu diantara kemampuan yang dimiliki individu pada tahap operasi
formal adalah kemampuan penalaran hipotetik deduktif. Piaget (dalam Stone, 1978)
berpendapat bahwa bahasa merupakan syarat yang perlu untuk penalaran hipotetik
deduktif. Jika pendapat itu dikaitkan dengan dugaan adanya hubungan antara
kemampuan penalaran logik dengan pemahaman dan penalaran terhadap disiplin
ilmu lain, maka timbul pertanyaan mengenai hubungan kemampuan berbahasa
dengan kemampuan pemahaman dan penalaran terhadap disiplin ilmu lain.
Beberapa ahli seperti Raven (1977: 156) dan Bell (1966: 54) telah
menyebutkan bahwa salah satu tujuan Pendidikan Umum adalah mempersiapkan
peserta didik agar mampu berkomunikasi. Dalam berkomunikasi diperlukan
kemampuan cara memilih dan menutur kata yang baik sesuai dengan nilai-nilai
yang berlaku di masyarakat. Bahasa santun merupakan alat yang paling tepat
dipergunakan peserta didik dalam berkomunikasi (Sauri, 2002: 5). Ucapan dan
perilaku santun tersebut merupakan salah satu gambaran dari manusia yang utuh
sebagaimana tersurat dalam tujuan Pendidikan Umum, yaitu manusia yang
berkepribadian (Dahlan, 1988: 14; Soelaeman, 1988: 147; Sumaatmadja dalam
6 Menurut McConnell yang disunting oleh Henry (1952: 73), ada lima
tujuan dasar dari Pendidikan Umum, yaitu: (1) mengembangkan intelegensi kritis
yang dapat digunakan dalam berbagai bidang kehidupan; (2) mengembangkan dan
meningkatkan karakter moral untuk menjadi manusia yang berkepribadian;
(3)mengembangkan dan meningkatkan kewarganegaraan; (4) menciptakan
kesatuan intelektual dan keharmonisan pemikiran; dan (5) memberikan kesempatan
yang sama sedapat mungkin melalui pendidikan untuk peningkatan ekonomi dan
sosial individu. Keempat tujuan pertama merupakan perbedaan utama antara bidang
Pendidikan Umum dengan Pendidikan Kejuruan dan spesialisasi.
Logika sebagai suatu metode atau teknik yang diciptakan untuk meneliti
ketepatan penalaran atau sebagai alat, instrumen, pengukur yang dipergunakan
untuk menjaga akal agar tidak salah dalam berpikir (Shaliba, 1973: 428).
Aristoteles mulai mengungkapkan bahwa logika yang disebutnya sebagai ilmu
analisis adalah ilmu berpikir yang membedakan cara kerja akal antara yang benar
dan yang salah. Logika adalah instrumen ilmu. Setiap ilmu membutuhkan logika
(Kamal, 1995: 123). Juga manusia sebagai makhluk berpikir dan makhluk yang
berbicara memerlukan logika tersebut, baik dalam konvensi ilmiah khusus maupun
dalam interaksi pergaulan hidup.
Diantara para filosof muslim yang mempunyai perhatian besar terhadap
logika adalah Abu Ali Husain Ibnu ‘Abdillah Ibnu Sina, atau disebut juga dengan
nama Syaikh al-Rais Abu Sina (Bakry, 1984: 43). Dan di negara-negara Barat
namanya lebih dikenal dengan sebutan Avicena (Nasution, 1995: 34). Ibnu Sina
7 H/980 M. Dan meninggal pada hari jum’at, bulan Ramadhan tahun 1037 M di
Isfahan, Iran dan dimakamkan di Hamazan, Iran (A. Daudy, 1985: 71). Motivasi
utama yang mendorong Abu Ali Husain Ibnu ‘Abdillah Ibnu Sina untuk
menterjemahkan dan mengembangkan logika Aristoteles adalah untuk
mempertahankan ajaran Islam dari serangan penentang Islam yang bersenjatakan
dengan logika Aristoteles. Di Indonesia, khususnya di pesantren-pesantren dan
Perguruan Tinggi Islam, pelajaran logika merupakan materi pokok, tetapi materi
yang disajikan tidak lebih dari logika Aristoteles (Nurcholis, 1984: 39).
Di Universitas Pendidikan Indonesia, materi logika baru diberikan di
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA) dan
Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) di beberapa program studi. Fakultas-fakultas
lainnya belum diberikan, termasuk di Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
(Kurikulum UPI, Tahun 2008).
Selama empat tahun, penulis mengikuti kuliah Diploma 3 di Jurusan
Matematika IKIP Bandung (sekarang, UPI), dua tahun kuliah Strata S1 kedua di
Jurusan Matematika IKIP Malang (sekarang, Universitas Negeri Malang), dan
empat tahun kuliah Strata S1 di Jurusan Pendidikan Bahasa Arab UPI, serta dua
tahun kuliah Strata S2 di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (sekarang, UIN), penulis
belum pernah mendengar adanya uraian tokoh filosof muslim yang bernama Abu
Ali Husain Ibnu ‘Abdillah Ibnu Sina yang telah menulis filsafat yang berisikan
logika dan matematika. Informasi yang diperoleh hanya tokoh-tokoh yang datang
dari Barat, seperti: Thales (640-546 SM) dari Miletus, yang oleh para penulis
8 merupakan ahli matematika Yunani yang pertama, yang oleh Ward Bouwsma
dinyatakan sebagai ”The father of deductive reasoning” (Bouwsma, 1972: 114).
Tokoh lain yang diperkenalkan diantaranya: Phytagoras (572-497 SM), yang
ungkapan filsafatnya menjadi sebuah dalil yang berbunyi : ” number rules the
universe” (Kramer, 1970: 19); Euclides (300 SM); Bertrand Russell (1872-1970),
tokoh pelopor madzhab landasan matematik logisme; David Hilbert (1862-1943),
tokoh pelopor madzhab landasan matematik formalisme; Luitzen Egbertus Jan
Brouwer (1881-1966), tokoh pelopor madzhab landasan matematik instuitionisme.
Pendidikan Umum didasarkan pada upaya pengembangan individu secara
berimbang dalam hal jasmani, intelek, emosi, sosial, dan moral peserta didik.
Manusia mampu mengembangkan pengetahuan karena mempunyai bahasa dan
kemampuan menalar. Kemampuan menalar adalah kemampuan untuk menarik
konklusi yang tepat dari bukti-bukti yang ada dan menurut aturan-aturan tertentu.
Aturan-aturan untuk dapat melakukan penalaran dengan tepat dapat dipelajari
dalam logika (Cohen, 1961: 15). Disinilah pentingnya pelajaran logika diberikan
kepada peserta didik agar mereka mampu berpikir dan menalar dengan benar
sehingga didapatkan kesimpulan yang absah.
Salah satu dari tujuan dasar Pendidikan Umum adalah mengembangkan
intelegensi kritis, menciptakan kesatuan intelektual dan keharmonisan pemikiran.
Kemudian pada Pendidikan Umum juga berupaya pengembangan individu secara
berimbang dalam hal jasmani, intelek, emosi, sosial, dan moral peserta didik
9 logika itu sangat berkaitan erat dengan salah satu dari tujuan dasar Pendidikan
Umum.
Menurut Kosasih, Trainer Internasional, saat menyampaikan makalahnya
pada acara seminar pendidikan Tingkat Internasional di Bandung, tanggal 24 Juli
2010 yang dilaksanakan oleh Forum Komunikasi Guru-Global Bina Generasi
Indonesia (FKG-GBI) dengan tema ”Inspiring Teachers, Motivation &Innovation
Teaching” dijelaskan bahwa keberhasilan Ibnu Sina adalah contoh sukses dari
seorang ilmuwan sekaligus sebagai filosof yang sebaiknya menjadi paradigma
utama di setiap lembaga pendidikan, terutama di UPI, dimana sebagian besar
mahasiswanya bertanggung jawab dalam pembentukan karakter bangsa. Ibnu
Sinalah yang paling banyak menulis buku ilmiah, mulai dari soal yang pokok
sampai kepada soal-soal yang bersifat cabang. Sejak kecil Ibnu Sina yang hapal
Al-Quran telah banyak mempelajari ilmu pengetahuan yang ada di zamannya, seperti:
fisika, matematika, kedokteran dan hukum. Sewaktu berusia 17 tahun, Ibnu Sina
sudah dikenal sebagai dokter, dan atas panggilan istana, ia pernah mengobati
Pangeran Nuh Ibn Mansyur hingga pulih kembali kesehatannya.
Ibnu Sina merupakan tokoh besar dunia yang berkontribusi besar terhadap
ilmu kedokteran. Di dunia Barat dikenal dengan nama Avicenna. Banyak
karya-karya luar biasa yang dibuat ilmuwan kelahiran Bukhara, Turkistan (kini dikenal
dengan nama Uzbekistan). Namun mahakarya yang mengharumkan namanya
adalah sebuah buku di bidang kedokteran yang berjudul ”Al Qonun Fit-Tibb atau
Code of Laws in Medicine”. Buku Ibnu Sina ini merupakan salah satu buku teks
10 mendetail. Dalam buku ini, Ibnu Sina menuliskan semua dokumen dan referensi
ilmu pengetahuan di bidang medis. Banyak pakar menyebut, karyanya sangat
komprehensif, layaknya buku teks kedokteran modern.
Dalam bukunya, Ibnu Sina mengklasifikasi jenis penyakit, penyebabnya,
epidemologinya, gejala dan tanda-tandanya, serta cara mengatasinya. Karena
sedemikian terstruktur dan lengkapnya inilah, tak heran kalau kemudian karyanya
tersebar ke berbagai belahan dunia dan dipelajari baik oleh dunia Islam maupun
dunia Barat. Di dunia Barat, karya Ibnu Sina bisa dikenal berkat jasa Gerard dari
Cremona yang menerjemahkannya di abad ke -15. Setelah itu, buku ini menjadi
buku wajib mahasiswa di bidang kedokteran. Bahkan menurut jurnal UNESCO
yang diliris bulan oktober 1980, buku ini tetap dipergunakan di Universitas Brussel
hingga tahun 1909 (Haerudin, 2003: 17).
Risalah Al Qonun Fit-Tibb terdiri dari lima buku. Yang pertama berisi
pembahasan prinsip kedokteran umum, yang kedua soal materia medica, yang
ketiga soal penyakit yang menimpa anggota tubuh tertentu, yang keempat
membahas penyakit yang tidak spesifik menimpa tubuh (seperti demam), termasuk
juga membahas kecelakaan yang menimbulkan trauma, antara lain: patah tulang.
Dan buku kelima, membahas soal formula obat-obatan dan bagaimana meraciknya.
Karena itu, penulis ingin mengkaji pola pembelajaran logika Abu Ali
Husain Ibnu ’Abdillah Ibnu Sina untuk mahasiswa Fakultas Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial sebagai usaha untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis
11 Berdasarkan alasan-alasan rasional di atas, maka penelitian ini dirancang
untuk mempelajari materi Logika Ibnu Sina beserta model pembelajarannya dalam
upaya untuk meningkatkan kemampuan penalaran peserta didik sehingga mereka
memiliki bekal untuk memudahkan pemahaman terhadap disiplin ilmu yang
lainnya.
B. Rumusan Masalah
Pendidikan penalaran diperlukan bagi peserta didik agar mereka mampu
berpikir dengan tepat serta cakap menerapkan aturan-aturan pemikiran yang tepat
terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi setiap hari, serta pembentukan sikap
ilmiah, kritis, dan objektif.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapat dikemukakan fokus
masalah dalam penelitian ini, yaitu ”Model Pembelajaran yang bagaimana yang
dapat meningkatkan kemampuan penalaran peserta didik Fakultas Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial?”. Untuk menjawab masalah tersebut diperlukan
langkah-langkah yang dapat dijadikan solusi dalam pembelajaran Ilmu Menalar (Logika) di
setiap jurusan yang ada di lingkungan Fakultas. Untuk itu diperlukan
pengembangan strategi pendidikan penalaran di jurusan-jurusan yang sesuai
dengan kondisi peserta didik, lingkungan pembelajaran, maupun tenaga pendidik
yang ada di masing-masing jurusan.
Permasalahan tersebut selanjutnya dirumuskan ke dalam beberapa
12 1) Model pengembangan pembelajaran ilmu menalar (logika) seperti apa yang
sebaiknya dikembangkan di Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UPI?
2) Prosedur pembelajaran logika seperti apa yang perlu dilaksanakan untuk
mahasiswa Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UPI ?
3) Materi logika seperti apa yang harus diberikan kepada peserta didik Fakultas
Pendidikan Ilmu Pengetahuan sosial UPI ?
4) Kompetensi pendidik apa yang layak untuk memberikan perkuliahan logika
bagi peserta didik Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UPI?
5) Pola evaluasi seperti apa yang tepat untuk menguji penalaran peserta didik
Fakultas pendidikan Ilmu Pengetahuan sosial UPI ?
6) Apa yang menjadi gambaran ideal bagi peserta didik setelah dilakukan
pendidikan penalaran melalui pembelajaran logika (Logika Ibnu Sina)?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian
Adapun tujuan akhir dari penelitian ini adalah menghasilkan model
pengembangan pendidikan penalaran (Ilmu Menalar) Ibnu Sina yang dapat
meningkatkan kemampuan peserta didik Fakultas pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial dalam berpikir logis dan nalar yang benar yang didasarkan pada kelompok
kompetensi yang akan dicapai pada satu periode tertentu. Model Pendidikan
tersebut disusun dalam bentuk langkah-langkah praktis yang dapat digunakan oleh
para pengelola program studi/jurusan yang ada di lingkungan Fakultas Pendidikan
13 Adapun tujuan khususnya, yaitu:
1. Menemukan model pengembangan pembelajaran logika yang sebaiknya
dilaksanakan di Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UPI.
2. Mengembangkan prosedur pembelajaran logika yang sebaiknya dilaksanakan
untuk peserta didik di lingkungan FPIPS UPI.
3. Mengembangkan materi logika Ibnu Sina yang sebaiknya diberikan kepada
peserta didik di lingkungan Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UPI.
4. Menentukan persyaratan pendidik yang kompeten untuk mengajar logika Ibnu
Sina kepada peserta didik di lingkungan Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial UPI.
5. Menemukan pola evaluasi pembelajaran logika Ibnu Sina yang tepat untuk
menguji penalaran peserta didik yang ada di lingkungan Fakultas Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial UPI.
6. Menemukan gambaran realitas ideal berkaitan dengan proses pembelajaran
disiplin ilmu lain yang diikutinya beserta hasilnya bagi peserta didik setelah
dilakukan pendidikan penalaran melalui pembelajaran logika Ibnu Sina.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini merupakan upaya merefleksikan landasan-landasan
Pendidikan Umum dengan menggali gagasan-gagasan filsafat logika dari tokoh
besar filsafat Islam, Abu Ali Husain Ibnu ‘Abdillah Ibnu Sina (980 M/370H –
1037 M/428 H). Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai
14
1. Nilai Akademik
Secara akademis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan bagi dunia pendidikan, khususnya bagi Fakultas Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial UPI. Logika sebagai cabang pengetahuan filsafat, yaitu ilmu
tentang proses penalaran atau penyimpulan formal. Dengan logika dapat dijadikan
alat untuk menguji kesahihan dan akuntabilitas setiap pemikiran dan gagasan.
Pendek kata, logika dapat membantu peserta didik menghindari salah penafsiran,
dan meningkatkan keahlian peserta didik dalam berpikir analitis. Selain
memberikan kontribusi terhadap dunia pendidikan di Indonesia, khususnya di
lingkungan Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UPI, juga merespon
adanya kesenjangan daya nalar para mahasiswa dari Fakultas Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial dengan para mahasiswa yang ada di Fakultas Pendidikan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Dengan belajar logika secara khusus,
maka diharapkan kesenjangan yang terjadi diantara para mahasiswa yang
mengikuti kuliah di Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dan mahasiswa
yang mengikuti kuliah di Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam tidak terjadi. Hal ini dirasakan langsung oleh penulis tatkala memberikan
kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Lingkungan Sosial
Budaya dan Teknologi di dua tempat yang berbeda tersebut.
2. Nilai Praktis
Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan tuntunan alternatif terhadap
arah kurikulum dan model pembelajaran setiap mata kuliah, lebih khusus lagi untuk
15 para peneliti lain untuk mau menggali karya-karya para filosof muslim kaliber
internasional yang pada saat ini banyak dilupakan oleh sebagian besar kaum
muslimin sendiri.
Mengenai penalaran ini perlu mendapat perhatian dari setiap pendidik,
karena melalui penalaran yang benar akan diperoleh pengetahuan yang bermakna
bagi peserta didik. Selain dari pada itu, penalaran yang logis akan membantu peseta
didik mengembangkan berpikir tingkat tinggi lainnya.
Manfaat praktis lainnya adalah dapat membantu pendidik mendiagnosis
kelemahan belajar peserta didik dan kelemahan penyampaian materi pembelajaran
untuk merancang pengajaran remedial dan merancang metode pengajaran baru
yang dapat membantu peserta didik mencapai hasil belajar yang lebih baik.
D. Asumsi dan Hipotesis Penelitian (Kuantitatif)
Beberapa asumsi yang melandasi pemikiran adalah:
1. Individu memiliki kemampuan kognitif, afektif, psikomotor dan konatif.
2. Kemampuan kognitif mencakup penalaran; dan kemampuan penalaran dari
individu dapat meningkatkan hasil belajar.
3. Latar belakang pendidikan dan keragaman serta banyaknya pengalaman yang
dimiliki oleh individu akan menjadi bekal bagi pemilikan kemampuan
penalaran yang diperlukan.
4. Dengan berpikir logis, kritis, dan praktis menurut alur logika, seorang individu
akan mampu mengembangkan potensi dirinya untuk menjadi manusia berilmu,
16 5. Dengan menggunakan prinsip-prinsip penalaran yang ada dalam logika, peserta
didik akan dapat mengembangkan cara berpikir dan nalar yang benar.
6. Pendidikan di Universitan Pendidikan Indonesia belum memberikan
kesempatan ke seluruh jenjang dan program studi yang ada untuk
melaksanakan pembelajaran logika, tetapi baru dilaksanakan di jurusan dan
fakultas tertentu.
7. Mahasiswa FPIPS UPI adalah calon guru yang memerlukan model
pembelajaran penalaran.
Hipotesis yang diajukan penulis dalam penelitian ini adalah H0:
Tidak terdapat perbedaan antara kemampuan mahasiswa yang telah mendapatkan
pembelajaran logika dan mahasiswa yang tidak mendapatkan pembelajaran logika
dengan hasil belajar yang diperolehnya. Atau tidak terdapat perbedaan prestasi
antara mahasiswa yang telah mendapatkan perlakuan pembelajaran logika Ibnu
Sina dengan mahasiswa yang tidak mendapatkan perlakuan pembelajaran logika
Ibnu Sina dalam perolehan hasil belajar.
E. Metode Penelitian
Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode
kuasi-eksperimen, diawali dengan eksperimen pengembangan model debat dan think,
pair and share dalam pembelajaran logika dengan langkah-langkah sebagai
17 1. Mengidentifikasi bermacam-macam variabel yang relevan.
2. Mengidentifikasi variabel-variabel non-eksperimental yang mungkin
mengkontaminasi eksperimen, dan menentukan bagaimana caranya
mengontrol variabel-variabel tersebut.
3. Menentukan rancangan eksperimen.
4. Memilih subjek yang representatif bagi populasi tertentu dan merancang
siapa-siapa yang masuk kelompok kontrol dan siapa-siapa-siapa-siapa yang masuk kelompok
eksperimen.
5. Merancang perlakuan dan kontrol.
6. Memilih atau menyusun alat untuk mengukur hasil eksperimen dan
memvalidasikan alat tersebut.
7. Merancang prosedur pengumpulan data, dan jika memungkinkan melakukan
trial run test untuk menyempurnakan alat pengukur atau rancangan eksperimen.
8. Merumuskan hipotesis nol.
9. Melaksanakan eksperimen, termasuk menerapkan perlakuan.
10.Mengatur data kasar untuk mempermudah analisis selanjutnya, menempatkan
dalam rancangan yang memungkinkan memperhitungkan efek yang
diperkirakan akan ada.
11.Menerapkan tes signifikansi untuk menentukan taraf signifikansi hasilnya.
12.Membuat interpretasi mengenai hasil tentang itu, memberikan diskusi
seperlunya, dan menulis laporannya dalam rangka penulisan Disertasi.
18 Gambar 1.1
Randomized Control-Group Pretest-Postest Design
Group Pretest Treatment Postest
Exp.Group® T1 T2
Control-Group® T1 X T2
Desain Prosedur Penelitian:
1. Memilih sejumlah subjek secara rambang dari suatu populasi.
2. Secara rambang, menggolongkan subjek menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen yang dikenai variabel perlakuan X, dan kelompok
kontrol yang tidak dikenai variabel perlakuan.
3. Memberikan pretest T1 untuk mengukur variabel tergantung pada kedua kelompok itu, lalu menghitung mean masing-masing kelompok.
4. Mempertahankan semua kondisi untuk kedua kelompok itu agar tetap sama, kecuali pada satu hal yaitu kelompok eksperimen yang dikenai variabel
Perlakuan X untuk jangka waktu tertentu.
5. Memberikan postest T2 kepada kedua kelompok itu untuk mengukur variabel dependen, lalu menghitung rata-ratanya untuk masing-masing kelompok.
6. Menghitung perbedaan antara hasil pretests T1 dengan postest T2 untuk masing-masing kelompok; jadi (T2e – T1e) dan (T2c- T1c).
7. Membandingkan perbedaan-perbedaan tersebut untuk menentukan apakah penerapan perlakuan X itu berkaitan dengan perubahan yang lebih besar pada
kelompok eksperimental, jadi ((T2e – T1e) – ( T2c – T1c)).
19 yaitu apakah perbedaan tersebut cukup besar untuk menolak hipotesis nol
bahwa perbedaan itu hanya terjadi secara kebetulan.
Subjek penelitian adalah mahasiswa Program Studi Akuntansi Tingkat I
semester genap, Jurusan Pendidikan Ekonomi Fakultas Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia berdasarkan kemungkinan
paling tingginya peneliti berpartisipasi pada lingkungan tersebut mengingat peneliti
bekerja di lingkungan FPIPS UPI. Hal ini sesuai dengan kaidah penelitian kualitatif
yang menghendaki peneliti sebagai instrument yang berpartisipasi di lingkungan
subjek penelitian.
F. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Fakultas Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Alasannya sebagai
berikut: (1) UPI telah merumuskan visinya dengan jelas, yaitu Universitas Pelopor
dan Unggul. Salah satu misinya adalah menyelenggarakan pendidikan untuk
menyiapkan tenaga pendidik professional dan tenaga professional lainnya yang
berdaya saing global. Untuk bisa bersaing dengan yang lain diperlukan salah satu
syaratnya memilki kemampuan penalaran yang tinggi. (2) Visi FPIPS UPI sebagai
lembaga pendidikan terdepan pengembang ilmu pengetahuan dan profesi dalam
bidang pendidikan ilmu pengetahuan social dan ilmu-ilmu social yang berbasis
pada keunggulan penelitian. Salah satu misinya adalah meningkatkan mutu
pembelajaran bidang ilmu pendidikan IPS dan ilmu-ilmu social untuk memperkuat
20 salah satu syaratnya jika para peserta didik memiliki kemampuan penalaran yang
tinggi. (3) Selain kuliah dan response, proses belajar-mengajar di FPIPS diadakan
juga kuliah lapangan. Kuliah semacam ini ada pada setiap jurusan dan dirancang
khusus oleh dosen Pembina. Pada umumnya kuliah lapangan dilakukan di luar
kampus dalam waktu tertentu yang tidak mengganggu perkuliahan rutin. Kuliah
lapangan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk berhubungan
langsung dengan studi dan untuk dapat mengenal masyarakat lebih dekat. Dengan
memiliki penalaran yang tinggi maka peserta didik akan mampu beradaptasi
dengan baik di lingkungan masyarakat bentuk apa pun yang mereka hadapi. (4)
Adanya anggapan bahwa peserta didik yang ada di lingkungan ilmu-ilmu sosial
tingkat penalarannya kurang baik, sehingga sulit jika diajak untuk cepat
mengembangkan dirinya.
2. Subjek Penelitian
Yang menjadi subjek penelitian ini adalah mahasiswa tingkat I semester
genap program studi Pendidikan Akuntansi (Angkatan 2006 ) sebanyak 72 orang
Pemilihan ini dilakukan secara random (rambang), karena setiap anggota populasi
mendapat kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Cara random ini
dilakukan melalui undian, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Semua anggota populasi diberi nomor kode (PPKn, Sejarah, Geografi, Ekop,
Akuntansi, Tata Niaga, administrasi Perkantoran, Manajemen Resor dan Lesur,
Manajemen Pemasaran Pariwisata,Manajemen Industri Katering).
b. Kode tersebut kemudian ditulis dalam kertas-kertas kecil (bentuk segi empat)
21 c. Kotak tersebut diaduk baik-baik dan gulungan kertas yang telah dimasukkan itu
dikeluarkan satu persatu sebanyak jumlah sampel yang dibutuhkan.
Nomor-nomor yang tertulis dalam kertas yang terambil itu menunjukkan Nomor-nomor
anggota populasi.
G. Paradigma Penelitian
Paradigma yaitu perangkat keyakinan mendasar atau metafisis yang
merupakan system ide yang memberikan arah untuk menimbang dan membuat
keputusan tentang hakekat realitas, atau memberikan alasan mengapa kita harus
puas dengan mengetahui sesuatu yang kurang dari hakekat realitas itu. Paradigma
mencakup pula metode kerja yang sesuai (Rochman, 1988: 5).
Jenis penelitian yang dilakukan untuk penulisan disertasi ini dimulai
eksperimen sesungguhnya, yaitu penelitian yang ditujukan untuk menelaah
kemungkinan-kemungkinan sebab-akibat dengan mengemukakan satu atau
beberapa kelompok eksperimen dalam satu atau beberapa kondisi perlakuan dan
membandingkan hasilnya dengan satu atau beberapa kelompok kontrol yang tidak
menerima perlakuan yang diberikan kepada kelompok eksperimen. Alur berpikir
22
Gambar 1.2
ALUR PIKIR PENELITIAN
Model Pengembangan
Pembelajaran Logika Ibnu Sina seperti apa yang sebaiknya dilaksanakan di FPIPS UPI?
KAJIAN DATA KAJIAN TEORI
PERTANYAAN PENELITIAN
FORMULA ANALISIS - SINTESIS
REFLEKSI
Model Pembelajaran Logika Ibnu Sina
PEMIKIRAN IBNU SINA
TENTANG LOGIKA
- Logika Ibnu Sina sebagai bentuk pendidikan penalaran - Filsafat Ibnu Sina
PENDIDIKAN PENALARAN DI ERA GLOBALISASI
- Pendidikan berpikir kritis - Pendidikan penalaran masa
23
Gambar 1.3
PARADIGMA PENELITIAN
P - P +
KULIAH REGULER X1
KELOMPOK KONTROL
MATERI LOGIKA IBNU SINA
X2
KULIAH REGULER X1
KELOMPOK EKSPERIMEN
KEMAMPUAN BERPIKIR DAN HASIL TES NALAR LB
177 BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif secara eksperimental yaitu
sebuah metode yang dipergunakan untuk mencobakan perlakuan (treatment)
sehingga diketahui efektivitas dan/atau efisiensi dari perlakuan tersebut.
Jenis penelitian yang diterapkan dalam penulisan disertasi ini adalah
kuasi-eksperimen (quasi-experiment research), yakni menyelidiki kemungkinan saling
hubungan sebab akibat dengan cara mengenakan perlakuan kepada satu kelompok
eksperimental atau satu kondisi perlakuan dan membandingkan hasilnya dengan
satu kelompok kontrol yang tidak dikenai kondisi perlakuan. Secara khas
menggunakan kelompok kontrol sebagai ”garis dasar” sehingga tidak ada pihak
yang dirugikan karena hanya melibatkan kelompok subyek yang relatif kecil untuk
dibandingkan dengan kelompok yang dikenai perlakuan eksperimental.
Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang sistematis, logis dan teliti
di dalam melakukan kontrol terhadap kondisi. Dalam penelitian ini, peneliti
memanipulasikan sesuatu stimuli, treatmen atau kondisi-kondisi eksperimental,
kemudian mengobservasi pengaruh yang diakibatkan oleh adanya perlakuan atau
manipulasi tersebut.
Pada penelitian ini diujicobakan model pembelajaran Debat dan Think, Pair
178
Ibnu Sina sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa sebagai
calon guru dalam berpikir logis dan nalar yang benar.
Mutu penelitian terutama dinilai dari validitas hasil yang diperoleh.
Validitas penelitian diklasifikasikan menjadi validitas internal dan validitas
eksternal. Validitas internal berkaitan dengan keyakinan peneliti tentang kesahihan
hasil penelitian, sedangkan validitas eksternal berkaitan dengan tingkat generalisasi
hasil penelitian yang diperoleh. Validitas hasil penelitian berada pada suatu garis
kontinum yang terbentang dari mulai yang sangat tidak valid sampai dengan yang
sangat valid (Furqon, 2004: 14).
Dalam penelitian, validitas internal merupakan tolok ukur yang paling
utama, karena kalau kita sudah meragukan validitas hasil penelitian yang diperoleh,
maka semua konsekuensi berikutnya menjadi tidak bermakna lagi. Karena itu,
peneliti memberikan perhatian khusus terhadap validitas internal hasil penelitian
yang dilakukan saat ini. Untuk meningkatkan validitas internal tersebut, peneliti
melakukan beberapa cara sebagai berikut:
a. Melakukan pengukuran yang valid dan andal (reliable) atas peubah yang dikaji.
Pemahaman konsep, prinsip-prinsip, dan prosedur pengukuran yang membantu
peneliti untuk dapat memperoleh data yang valid.
b. Mengontrol peubah-peubah yang diduga mempengaruhi peubah terikat. Hal ini
dilakukan, antara lain dengan (1) random assignment pada penelitian
eksperimen, (2) menyeragamkan nilai peubah yang dikontrol, (3) melakukan
penyesuaian dalam analisis statistik, dan (4) menggunakan desain penelitian dan
179
Salah satu upaya yang mendukung validitas eksternal pada penelitian ini
adalah pemilihan subjek secara acak (random selection), sehingga sampel yang
diteliti dapat mewakili populasi yang diharapkan. Pengacakkan dalam pemilihan
subjek penelitian ini merupakan langkah esensial walaupun belum memberikan
jaminan bagi generalisasi hasil penelitian.
Skor rata-rata (arithmetic mean) merupakan ukuran gejala pusat yang lebih
sering digunakan dalam praktek penelitian karena sifatnya yang lebih stabil
dibandingkan dengan ukuran gejala pusat yang lain seperti modus atau median.
Modus merupakan ukuran gejala pusat yang paling labil. Harga modus berubah
secara mencolok seiring dengan perubahan bentuk distribusi datanya. Namun
demikian, modus merupakan ukuran yang bermanfaat untuk data yang berskala
nominal, seperti jenis kelamin, penyebab kecelakaan lalu lintas, dan jenis pekerjaan
orang tua siswa. Selain itu, modus juga sering digunakan jika gambaran kasar
tentang suatu distribusi data diperlukan dengan segera. Median sering digunakan
sebagai ukuran gejala pusat pada data yang berskala ordinal (Furqon, 2004: 48).
Dalam kegiatan penelitian ini, peneliti menggunakan skor rata-rata karena
peneliti tidak hanya hendak menggambarkan keadaan sampel, akan tetapi juga
ingin melakukan inferensi tentang keadaan populasinya. Selain karena secara
matematik lebih mudah digunakan, rata-rata juga lebih stabil dibandingkan dengan
modus dan median. Adapun kelemahan unsur skor rata-rata jika terjadi data yang
distribusinya sangat juling (baik ke arah positif maupun negatif) dimana terdapat
180
menunjukkan ukuran gejala pusat. Hal ini dikarenakan harga rata-rata akan ditarik
ke arah dan mendekati skor ekstrim.
Untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran logika Ibnu Sina ini
dilakukanlah perbandingan antara hasil tes awal dan tes akhir. Selanjutnya hasil
perbedaan tes tersebut diuji signifikansinya dengan menggunakan uji t (t-test). Uji t
dilakukan dengan asumsi bahwa variabel yang diperhatikan berdistribusi normal
dalam populasi tempat pengambilan sampel, dan varians dalam populasi tempat
sampel-sampel diambil adalah sama. Menurut Ferguson (1976: 236), asumsi yang
disebutkan di atas, walaupun tidak dipenuhi, tidak terlalu mengganggu validitas
kesimpulan yang diambil melalui analisis varians. Begitu pula untuk uji t bahwa
penyimpangan dari asumsi tersebut tidak terlalu mempengaruhi kesimpulan yang
diambil. Selain alasan di atas, pada penelitian ini hanya menguraikan pengujian
hipotesis dalam analisis korelasi sederhana, yaitu korelasi antara dua peubah (satu
peubah bebas dan satu peubah terikat).
Dalam hal mengkaji bahan ajar Logika Ibnu Sina, peneliti menggunakan
metode hermeneutik dan fenomenologi. Metode Hermeneutik yaitu sebuah metode
filsafat yang berupaya untuk memahami teks atau masalah filsafat melalui
interpretasi (Hans-George Gadamer, 1977: 75). Peneliti mengikuti proses mulai
dari sistem keseluruhan yang peneliti terima di dalam pengalaman hidup sehingga
dapat peneliti mengerti.
Menurut Paul Ricoeur (1985: 67), ada tiga langkah pemahaman, yaitu
berlangsung dari penghayatan atas simbol-simbol ke gagasan tentang berpikir dari
181
simbol ke simbol. Langkah kedua adalah pemberian makna. Langkah ketiga adalah
langkah yang benar-benar filosofis, yaitu berpikir dengan menggunakan simbol
sebagai titik tolaknya. Ketiga langkah tersebut berhubungan erat dengan
langkah-langkah pemahaman bahasa, yaitu : semantik, refleksif serta eksistensial atau
ontologis. Langkah semantik adalah pemahaman pada tingkat bahasa yang murni;
pemahaman refleksif adalah pemahaman pada tingkat yang lebih tinggi, sedang
langkah pemahaman eksistensial atau ontologis adalah pemahaman pada tingkat
being atau kebenaran makna itu sendiri.
Menurut Edmund Husserl (Noerhadi,1996: 10), metode fenomenologi
merupakan metode yang ketat untuk melawan skeptisme. Metode ini dimaksudkan
untuk melepaskan jalan pikiran dari apa saja yang dianggap ideal, tetapi tidak
mendasarkan diri pada realitas. Untuk mengumpulkan data yang diperlukan,
peneliti awali dengan menggunakan pendekatan kualitatif ilmiah melalui
penelusuran perpustakaan dan wawancara kepada para ahli disamping pendekatan
kuantitatif eksperimental. Bahan-bahan itu diperoleh dari kitab-kitab kuning
maupun buku-buku populer dewasa ini.
B. Penjelasan Istilah
Ada beberapa istilah yang perlu peneliti jelaskan agar tidak
membingungkan bagi para pembaca hasil peneltian ini. Istilah-istilah yang
dimaksud adalah sebagai berikut: ,
1. Pendidikan Penalaran
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
182
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara (UU RI No. 20 th
2003 tentang SISDIKNAS).
Penalaran merupakan kemampuan manusia untuk mengikuti suatu alur tertentu
di dalam memahami dan mengembangkan pengetahuan. Penalaran merupakan
proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan berupa pengetahuan
(Suriasumantri, 1984: 85). Proses penalaran memerlukan landasan logika.
Sedangkan landasan logika berkaitan dengan penarikan kesimpulan yang
berorientasi pada terumuskannya suatu pengetahuan baru bagi dirinya
(Huffman, 1997: 92).
Yang dimaksud pendidikan penalaran dalam penelitian ini adalah usaha yang
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik mampu berpikir menurut alur kerangka berpikir tertentu dan
mampu menarik kesimpulan secara logis, konsisten, serta perhitungan secara
matang yang dinyatakan dalam kalimat yang tepat. Untuk menguji
komponen-komponen kemampuan penalaran tersebut digunakan uji tes standar melalui tes
potensi akademik, khususnya tes penalaran yang telah disusun dan
dikembangkan oleh para ahli sebagai tes standar dalam mengkaji proses belajar
yang bersangkutan. Dalam penelitian ini diukur melalui penilaian terhadap
183 2. Model Pembelajaran
Pengertian model yang digunakan dalam penelitian ini adalah representasi
produk atau karya hasil kreatifitas manusia yang lebih kecil daripada yang
aslinya atau merupakan bagian-bagian dari sebuah produk. Khadiq (2003: 80)
mengartikan model sebagai teladan, pola atau rancangan sebagai deskripsi
singkat dari sebuah penjelasan untuk menggambarkan sebuah bentuk yang
sesungguhnya. Sedangkan pembelajaran mengacu kepada hal-hal yang
berhubungan dengan kegiatan pembelajaran yang meliputi interaksi
pembelajaran, kegiatan belajar sebagai proses dan hasil, serta hubungan
fungsional antara unsur-unsur kegiatan belajar.
Yang dimaksud dengan model pembelajaran dalam penelitian ini adalah pola,
rancangan atau contoh dari suatu kegiatan pembelajaran yang disajikan di
dalam kelas yang mempunyai beberapa keunggulan dalam memecahkan
masalah-masalah pembelajaran dan membawa peserta didik untuk menjadi
lebih efektif dalam belajar (effective learners).
Model pembelajaran yang dieksperimenkan dalam penelitian ini adalah model
pembelajaran think, pair and share, dan model debate.
3. Peningkatan Keterampilan Penalaran
Belajar dirumuskan sebagai perubahan yang terjadi pada diri peserta didik.
Perubahan ini bukan disebabkan oleh faktor alami melainkan oleh usaha
sengaja dari luar peserta didik, yaitu berupa stimulus, dan perubahan yang
terjadi dalam diri peserta didik merupakan respon terhadap stimulus itu.
184
dilakukan dengan sengaja dari pihak luar peserta didik (Djudju Sudjana, 2005:
51-52).
Yang dimaksud dengan peningkatan keterampilan penalaran dalam penelitian
ini adalah adanya peningkatan kemampuan berpikir peserta didik setelah
dilakukan proses pembelajaran logika Ibnu Sina.
4. Peserta Didik
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan
potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang,
dan jenis pendidikan tertentu (UU RI No. 20 Th 2003 Tentang SISDIKNAS,
Bab I, Pasal 1).
Yang dimaksud dengan peserta didik dalam penelitian ini adalah para
mahasiswa yang menempuh jenjang pendidikan formal di Jurusan Pendidikan
Ekonomi Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UPI Program Studi
Akuntansi semester 2 tahun akademik 2006/2007.
5. Pembelajaran Logika Ibnu Sina
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar (C.E.Beeby, 1979: 75).Yang dimaksud dengan pembelajaran logika
Ibnu Sina dalam penelitian ini adalah proses pembelajaran yang merupakan
upaya bersama antara dosen dan mahasiswa untuk berbagi dan mengolah
informasi dengan tujuan agar pengetahuan logika Ibnu Sina yang terbentuk
dapat terinternalisasi dalam diri mahasiswa dan menjadi landasan untuk
185 6. Statistika Deskriptif adalah statistika yang berkenaan dengan penyusunan,
penyajian, penyimpulan, serta penghitungan data sampel . Fungsinya untuk
memberikan gambaran tentang hasil pengukuran sebagaimana adanya.
7. Statistika Induktif atau statistika inferensial atau statistika probabilitas
merupakan statistika yang berkenaan dengan pembuatan keputusan dalam
ketidaktentuan, yaitu upaya untuk membuat keputusan terbaik dengan
menggunakan dan berdasarkan informasi yang tidak lengkap (Guilford, 1956:
4-5). Pengambilan keputusan tersebut dapat berupa keputusan dari perhitungan
data sampel untuk menyimpulkan keadaan populasi dalam waktu yang sama,
ataupun dalam arti meramalkan, yaitu menyimpulkan keadaan populasi pada
waktu yang akan datang dengan menggunakan perhitungan data sampel yang
ada.
8. Peubah terikat (dependent variable), yaitu peubah yang dipengaruhi oleh peubah lain. Dalam berbagai konteks penelitian, peubah ini dikenal dengan
sebutan yang beragam, seperti peubah keluaran (output), peubah kriteria, dan
peubah respon.
9. Peubah bebas (independent variable), yaitu peubah yang mempengaruhi peubah lain. Peubah ini pun dikenal dengan berbagai sebutan, seperti peubah
pendahulu, peubah masukan (input), peubah prediktor, dan treatment (dalam
penelitian eksperimental).
10. Peubah kontrol (control variable), yaitu peubah yang pengaruhnya kepada peubah terikat dikendalikan. Peubah ini merupakan peubah yang secara
186
namun penelitian yang bersangkutan tidak bermaksud mengetahuinya,
melainkan mengendalikannya sedemikian rupa sehingga keragaman yang
terdapat pada peubah terikat tidak lagi berkaitan dengan keragaman peubah
kontrol.
11. Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian atau prediksi tentang hasil penelitian yang akan diperoleh. Dalam banyak hal, hipotesis dapat
diganti oleh pertanyaan penelitian. Ada dua macam hipotesis yang menarik
untuk diuji melalui analisis korelasi sederhana. Pertama, hipotesis nol bahwa
kedua peubah tidak berhubungan satu sama lain. Kedua, hipotesis nol bahwa
koefisien korelasi antara dua peubah sama dengan nilai tertentu. Hipotesis lain
dikenal dengan hipotesis kerja atau hipotesis alternatif (H1). Jikaditerjemahkan
ke dalam hipotesis statistik maka menjadi sebagai berikut (Furqon, 2004:
223-224):
a. Hubungan positif
Ho : rxy = 0; H1 : rxy > 0.
b. Hubungan negatif
Ho : rxy = 0 ; H1 : rxy < 0
12. Logika adalah undang-undang untuk memelihara manusia agar terhindar dari pikiran-pikiran yang sesat. Logika juga merupakan teknik penalaran yang dapat
menemukan suatu hakikat tertentu, mampu memaksa lawan bicara menyerah,
memaksa lawan bicara mengerjakan sesuatu dan dapat mengenakan
187 13. Lafadh adalah setiap sesuatu yang diucapkan yang menunjukkan pada makna
(arti) dengan esensinya, seperti kata benda dan kata kerja.
14. Universal (kulli) ialah suatu lafadh yang tunggal yang mengandung isi yang banyak, seperti: manusia, madrasah, dan sebagainya.
15. Partial (Juz’i) ialah lafadh yang tunggal yang tidak menerima maknanya yang satu, tetapi akan ikut menyertainya isi yang banyak, seperti: Muhammad Ali,
Jakarta, dan sebagainya.
16. Esensi adalah substansi dari suatu benda dimana sifat-sifatnya dapat diprediksikan, seperti sebutan hewan untuk manusia. Sedangkan aksiden
adalah sesuatu yang kualitasnya terkait dengan suatu subjek, tetapi berbeda
dengan sifat-sifatnya, misalnya: warna kulit manusia ada yang putih, hitam atau
sawo matang.
17. Spesies ialah lafadh universal yang disesuaikan dengan berbagai lafadh yang bernaung dalam suatu hakikat, seperti lafadh manusia dibawah lafadh binatang. Genus ialah lafadh universal yang sesuai dengan beberapa pribadi-pribadi dari bermacam-macam hakikat yang berlainan. Contoh: hewan, arti dari hewan
hanya menjelaskan sebagian dari esensi pribadinya. Differensia merupakan suatu sifat atau kumpulan dari beberapa sifat yang universal. Contoh: Natiq
merupakan bagian lain dari keseluruhan esensi manusia. Common accidens merupakan sifat umum yang mensifati pribadi-pribadi dari beberapa hakikat
yang bermacam-macam, seperti berjalan dimiliki oleh beberapa spesies dari
188
dengan adanya sifat-sifat itu dapat terlihat pribadi-pribadi daripada suatu
hakikat, contoh:”dapat menjadi hewan”, hal ini khusus untuk spesies manusia.
18. Definisi yang sempurna (Analitic definition) apabila saat mendefinisikan sesuatu, kita dapat mengenali esensi sesuatu tersebut dan menjelaskan
bagian-bagian esensinya secara lengkap.
19. Definisi yang kurang sempurna (descriptive definition) apabila kita hanya mendapatkan sebagian dari esensi hal tersebut.
20. Sepuluh macam kategori: (1) Substansi berarti segala sesuatu yang ada dalam realitas; (2)kuantitas menunjukkan besaran sesuatu dan alur suatu peristiwa; (3) kualitas adalah segala sesuatu yang akan dikenai pertanyaan
”Bagaimana?”; (4) relasi menunjukkan hubungan antara dua hal atau benda;
(5) place menunjukkan tempat tertentu dimana sesuatu itu ada; (6) time
menunjukkan hubungan sesuatu dengan waktu; (7) situasi atau posisi
menunjukkan postur suatu benda atau keadaan sesuatu benda; (8).pemilikan
menunjukkan hubungan antara suatu benda dengan sesuatu yang menutupi
seluruh atau sebagian keberadaannya; (9) aksi atau perbuatan berarti mempengaruhi sesuatu yang menerima akibatnya; (10) kehendak atau pasif
merupakan sesuatu yang menerima pengaruh dari aksi.
21. Proposisi adalah setiap perkataan yang di dalamnya ada hubungan antara dua hal yang bisa bernilai benar atau salah.
22. Proposisi Kategoris adalah suatu jenis proposisi dimana subjek dan predikat merupakan dua unsur yang berhubungan, yang masing-masing unsur senantiasa
189 23. Proposisi Kondisional adalah satu proposisi yang berasal dari dua proposisi
kategoris atau lebih dengan menggunakan adat syarat. Contoh: (1) Udara hari
ini panas; (2) Ahmad keluar rumah. Ditambah alat agar keluar dari proposisi
kategoris, sehingga pernyataannya menjadi:”Bilamana udara panas maka
Ahmad keluar dari rumah.
24. Proposisi Kondisional Hipotesis ialah suatu proposisi yang mengandung hukum kebenaran suatu pernyataan berdasarkan atas kebenaran suatu
pernyataan yang lain di dalam hal afirmatif, atau suatu proposisi yang
mengandung hukum tidak benarnya suatu pernyataan berdasarkan atas tidak
benarnya suatu pernyataan yang lain di dalam hal negatif.
25. Proposisi Kondisional Disjungtif ialah suatu proposisi yang mengandung hukum adanya hubungan yang bertentangan dari suatu pernyataan dengan
pernyataan yang lain. Contoh: Udara itu adakalanya panas, adakalanya sejuk.
26. Proposi Singular ialah suatu proposisi yang subjeknya merupakan sesuatu yang terbatas, contoh: ”Saya pergi ke Makkah”.
27. Proposisi Indeterminatif ialah suatu proposisi yang subjeknya lafad universal, tapi tidak dijelaskan apakah hukum itu berlaku untuk seluruh isi lafadh atau
hanya untuk sebagian saja.
28. Proposisi Determinatif adalah suatu proposisi yang subjeknya lafadh universal dan sudah mengandung keterangan yang tegas mengenai hukum itu
berlaku untuk semuanya atau untuk sebagian isinya.
190
contoh:”Tiap-tiap segitiga mempunyai tiga garis yang saling
potong-memotong”.
30. Proposisi Determinatif Partikular adalah suatu proposisi determinatif yang jika hukum yang terkandung dalam proposisi itu hanya berlaku untuk sebagian
isi subjek, Contoh:”Sebagian dosen Sekolah Pascasarjana UPI lulusan dari Luar
Negeri”.
31. Proposisi Termodifikasi adalah suatu proposisi yang kata negatifnya menjadi satu bagian dari subjeknya atau predikat keduanya. Contoh: Sebagian yang
bukan menteri itu ialah pengusaha besar(konglomerat).
32. Kontradiksi ialah perbedaan dua proposisi di dalam kuantitas dan kualitas, salah satu proposisi itu benar dan yang lainnya salah. Contoh: ”Setiap matahari
itu terbit, pasti siang itu datang”. Kontradiksinya:” Kadang-kadang tidak akan
terjadi, bilamana matahari terbit siang akan datang”.
33. Konversi ialah menarik proposisi dengan mengambil kesimpulan langsung dari proposisi yang ada dengan memindahkan subjek dan predikatnya tanpa
mengubah kualitasnya serta tetap benar dan salahnya sesuai dengan
keadaannya.
34. Konversi Yang Sederhana ialah pernyataan dengan cara menjadikan bagian pertama dari suatu proposisi pindah jadi bagian kedua, dan bagian kedua pindah
jadi bagian pertama, serta tetap kebenaran dan salahnya sesuai dengan keadaan
keduanya.Contoh: ”Setiap bola itu bulat”. Konversi sederhananya:”Sebagian
191 35. Kontraposisi ialah pengambilan kesimpulan secara langsung dari proposisi
yang ada diambil proposisi lain dengan mengambil lawan predikat yang ada
sebagai subjeknya. Contoh: ”Manusia itu hewan”. Kontraposisinya:” Yang
bukan hewan adalah bukan manusia” (Kontra dari masing-masing subjek dan
predikat menggantikan tempat yang lain).
C. Subjek Penelitian dan Kriteria Pemilihan
Yang menjadi subjek penelitian pada penulisan disertasi ini adalah
mahasiswa Strata S1 Jurusan Pendidikan Ekonomi Fakultas Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Tingkat I semester Genap (Mahasiswa angkatan 2006/2007).
Jumlah mahasiswa seluruhnya ada 72 orang. Untuk subjek kelompok I (Kelompok
eksperimen) ada 36 orang, dan untuk subjek kelompok II (Kelompok kontrol ) ada
36 orang. Pemilihan ini didasarkan kepada:
Pertama, belum adanya perkuliahan penalaran secara khusus melalui mata kuliah
tertentu bagi mahasiswa FPIPS UPI, khususnya di Jurusan Pendidikan Ekonomi.
Kedua, belum adanya nuansa pembelajaran dalam pelaksanaan pendidikan yang
melatih daya nalar bagi mahasiswa Jurusan Pendidikan Ekonomi FPIPS UPI.
Ketiga, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Ekonomi semestinya memiliki tingkat
penalaran yang lebih baik dibanding mahasiswa-mahasiswa yang ada di jurusan
lain di lingkungan FPIPS, karena ilmu ekonomi merupakan pilar utama kehidupan
bernegara, sehingga perlu orang-orang yang cerdas, cermat, teliti, akurat, dan
192 D. Instrumentasi Penelitian
Untuk keperluan penelitian eksperimental, instrumen yang digunakan
adalah instrumen untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam berpikir logis
dan nalar yang benar. Untuk mengukur kemampuan di atas digunakan tes penalaran
berupa Tes Potensi Akademik (TPA). Tes yang digunakan adalah bentuk objektif
yang banyaknya70 butir soal yang terdiri dari 12 butir soal berkaitan dengan verbal
comprehension, 6 butir soal berkaitan dengan word fluency, 6 butir soal berkaitan
numerical fluency, 10 butir soal berkaitan dengan spatial visualization, 12 butir
soal berkaitan dengan assosiative memory, 12 butir soal berkaitan perceptual
193
Adapun kisi-kisi tesnya sebagai berikut:
Kisi-kisi untuk menguji kemampuan peserta didik dalam berpikir logis dan
nalar yang benar ( Tabel 3.1)
Nomor Tujuan Khusus Nomor Soal
1
Peserta didik dapat mengerti hubungan kata, kosa kata, kalimat, dan penguasaan komunikasi lisan
1 s.d 12
Verbal comprehension
2
Peserta didik mampu
mencernakan kata-kata tertentu atau kalimat tetentu secara tepat
19 s.d 24 Word fluency
3
Peserta didik dapat crmat dan cepat dalam penggunaan fungsi-fungsi hitung dasar
31 s.d 36 Numerical fluency
4
Peserta didik mampu mengenali berbagai bentuk hubungan visual
194
Skor Konversi Kuantitatif Berdasarkan Mean Ideal dan Standar Deviasi Ideal:
195
2 55-60 9
3 50-54 8
4 44-49 7
5 38-43 6
6 32-37 5
7 27-31 4
8 20-26 3
9 15-19 2
10 1-14 1
Soal-soal yang digunakan dalam penelitian ini sebelumnya telah
diujicobakan terlebih dahulu kepada para mahsiswa yang bukan menjadi sampel,
kemudian dianalisis validitas dan reliabilitasnya. Soal yang kurang memenuhi
syarat kemudian direvisi atau dihilangkan. Pengujian instrumen dilaksanakan
kepada mahasiswa-mahasiswa FPIPS Jurusan Pendidikan Ekonomi yang
mempunyai kondisi yang relatif sama dengan mahasiswa program studi Akuntansi
yang dijadikan sampel penelitian ini.
Langkah-langkah yang dipergunakan dalam menganalisa butir soal adalah
sebagai berikut:
1. Mengurutkan lembar jawaban dari skor tertinggi sampai skor terendah.
2. Lembar jawaban yang telah diurutkan dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu:
196
b. 27 % skor terbawah sebagai kelompok kurang (kelompok bawah = lower
group).
c. 46 % skor golongan sedang (kelompok tengah-tengah = middle group).
3. Setiap butir soal dianalisa, dan data-datanya dimasukkan ke dalam format
kartu analisis butir soal.
Rumus: Indeks Kesukaran (IK) =
Indeks ini untuk menetapkan apakah butir soal terlalu sukar, sehingga
sangat sedikit yang dapat menjawab benar atau seluruhnya tidak dapat menjawab,
ataukah terlalu mudah, sehingga sangat banyak yang dapat menjawab benar atau
seluruhnya.
Soal yang terlalu sukar (IK = 0,15; berarti 15 % yang menjawab benar) atau
yang terlalu mudah (IK = 0,85; berarti 85 % yang menjawab benar) dianjurkan
tidak dipakai lagi. Soal yang dapat dipakai adalah : 0,15<IK<0,85
TK = Tingkat kesukaran/kemudahan Nilai Fasilitas.
BU = Jumlah peserta didik golongan pandai yang menjawab benar.
BL = Jumlah peserta didik golongan kurang yang menjawab benar.
T = Jumlah dari golongan pandai dan golongan kurang.
Kualifikasi:
TK = 0,29 ke bawah : soal sukar.
TK = 0,30 – 0,69 : Soal sedang.
TK = 0,70 ke atas : soal mudah.
197
Rumus : DP =( – )
, (Permadi, 1988: 18).
DP = 0,40 ke atas : soal sangat baik.
DP = 0,30 – 0,39 : soal cukup baik, mungkin masih dapat diperbaiki.
DP = 0,20 – 0,29 : soal kurang baik, perlu diperbaiki
DP = 0,19 ke bawah : soal jelek, dibuang atau dirombak
Untuk menentukan reliabilitas digunakan rumus koefisien reliabilitas pada
tes obyektif menurut Kuden Richardson. 20 (KR 20);
KR 20 =
!
" "#$% !$–
&' ∑()* + ),)#∑()*+ ),)& -,../0∑()*#),)1&
2
Keterangan:
KR 20 = Koefisien yang dicari.
k = Banyaknya butir soal.
N = 27 % dari jumlah seluruh teste, untuk upper group dihitung dari atas, dan
untuk lower group dihitung dari bawah. U = L = 27 %.
WL = Jumlah jawaban salah dari kelompok teste yang kurang.
WU = Jumlah jawaban yang salah dari kelompok teste yang pandai.
Kualifikasi:
KR 20 = 0,00 – 0,20 ; tidak reliabel.
KR 20 = 0,21 – 0,40; reliabel sedikit.
KR 20 = 0,41 – 0,70; cukup reliabel.