PERBEDAAN EFEK ANTIBAKTERI PROPOLIS CAIR
DAN PROPOLIS PADAT YANG ADA DI PASARAN
TERHADAP Staphylococcus aureus SECARA IN VITRO
SKRIPSI
Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Andalas sebagai pemenuhan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran
oleh
AZE ANDREA PUTRA No.BP 1010312063
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
ABSTRAK
Perbedaan Efek Antibakteri Propolis Cair dan Propolis Padat yang Ada di Pasaran terhadap Staphylococcus aureus secara In Vitro
oleh
Aze Andrea Putra
Propolis merupakan produk olahan lebah yang berasal dari resin dan lilin lebah (bee wax). Propolis sering digunakan di masyarakat sebagai obat kumur untuk membunuh bakteri dalam mulut dan mempercepat penyembuhan luka akibat infeksi. Diketahui sifat antibakteri dari propolis disebabkan oleh kandungan flavonoid yang tinggi di dalamnya. Sifat antibakteri propolis memiliki efek terhadap beberapa bakteri, diantaranya Staphylococcus aureus. Di pasaran terdapat dua jenis propolis, yaitu propolis cair dan propolis padat. Masyarakat belum mengetahui secara jelas mana yang lebih baik diantara kedua jenis propolis. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan perbedaan efek antibakteri propolis cair dan propolis padat yang ada di pasaran terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro.
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang pada bulan Januari 2013 sampai Januari 2014. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimental dengan menggunakan metode difusi sumur (well diffusion) dan dianalisis dengan menghubungkan perbedaan efek antibakteri kedua jenis propolis.
Hasil dari penelitian ini didapatkan rata-rata daya hambat propolis cair terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah 16,44 mm dan rata-rata daya hambat propolis padat adalah 18,67 mm. Kemudian dilakukan analisis data untuk mencari apakah perbedaan daya hambat tersebut bermakna secara statistik dengan menggunakan uji independent t-test. Hasil analisis menunjukan terdapat perbedaan yang bermakna antara Propolis Cair (A) dengan Propolis Padat (B)
dimana nilai signifikansi p ≤ 0,05 (p=0,005).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah efek antibakteri propolis padat lebih baik dibandingkan propolis cair.
ABSTRACT
Differences of Antibacterial Effects between Liquid Propolis and Solid Propolis on the Market to Staphylococcus aureus by In Vitro
by
Aze Andrea Putra
Propolis is a product of bee derived from resin and bee wax. Propolis is used by people as a mouthwash to kill bacteria of mouth and accelerate the healing of wounds caused by an infection. Antibacterial of propolis due to the high flavonoid in it. Antibacterial of propolis has an effect on some bacteria, such as Staphylococcus aureus. In the market, there are two types of propolis, they are liquid propolis and solid propolis. People do not know which one is better between the two types of propolis. This study purposes to find the differences of antibacterial effect between liquid propolis and solid propolis on the market to Staphylococcus aureus by in vitro.
This research was done in the laboratory of Microbiology, Faculty of Medicine, Andalas University, Padang in January 2013 to January 2014. The type of research is experimental by using the well diffusion method and analyzed by correlating the differences of antibacterial effect between both types of propolis.
The results of this research are the average of inhibition of liquid propolis to Staphylococcus aureus is 16,44 mm and the average of inhibition of solid propolis is 18,67 mm. Thus, data was analyzed to find whether the differences of inhibition was statistically significant or not, by independent t-test. The results of the analysis showed significant difference between Liquid Propolis (A) and Solid
Propolis (B), and the significance value was p≤0,05 (p=0,005).
The conclusion of this research is the antibacterial effect of solid propolis is better than liquid propolis.
Keywords: Differences of antibacterial effects, liquid propolis, solid propolis,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Propolis adalah campuran dari sejumlah lilin lebah dan resin yang
dikumpulkan oleh lebah dari tanaman, terutama dari bunga dan tunas daun
(Mlagan et al, 1982 dalam Hilmi et al, 2011). Propolis diproduksi lebah dari
getah yang diambil dari bagian tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan getah
terutama tunas tumbuhan. Getah tersebut menjadi bahan dasar pembentuk
propolis. Getah dibawa ke dalam sarang lebah oleh lebah pekerja dan
dicampur dengan wax (sejenis lilin) dan serbuk sari bunga. Dengan bantuan
air liur lebah, campuran ini diproses menjadi lentur sehingga terbentuk
propolis (Winingsih,2004 dalam Suseno, 2009).
Keuntungan paling penting yang dimanfaatkan lebah dari efek
propolis adalah sifat antibakteri dan antijamur propolis dalam melindungi
sarangnya terhadap kontaminasi bakteri. Propolis telah terbukti membunuh
bakteri yang paling sering mengganggu sarangnya, Bacillus larvae (Mlagan
et al, 1982 dalam Hilmi et al, 2011).
Menurut Grange dan Davey (1990), propolis ditemukan memiliki
aktivitas antibakteri terhadap sejumlah bakteri gram positif dalam bentuk
kokus maupun basil, dan beberapa basil gram negatif. Diperkirakan sifat
antimikroba dari bahan ini, mungkin disebabkan kandungan flavonoid yang
tinggi. Terbukti, sebagai antibakteri, propolis sering digunakan di masyarakat
untuk beberapa hal seperti penggunaan sebagai obat kumur untuk membunuh
disebabkan flora normal Staphylococcus aureus. Untuk manfaatnya sebagai
antivirus, propolis juga digunakan mengatasi lesi di kulit yang disebabkan
virus Herpes-zoster (Suranto, 2010).
Senyawa aktif pada propolis yang memberikan efek antibakteri adalah
flavonoid. Senyawa flavonoid yang ditemukan pada propolis diantaranya
adalah pinocembrin, galangin, asam kafeat,dan asam ferulat. Senyawa
antifunginya yaitu pinocembrin, pinobaksin, asam kafeat, benzilester,
sakuranetin, dan pterostilbena (Winingsih, 2004 dalam Suseno,2009).
Staphylococcus aureus diklasifikasikan ke dalam bakteri gram positif.
Bakteri ini merupakan flora normal pada manusia di saluran nafas dan kulit
Walaupun merupakan flora normal, Staphylococcus aureus seringkali bersifat
patogen dan menyebabkan penyakit yang menjadi masalah di masyarakat
(Jawetz, 2004). Selain itu, Staphylococcus aureus masih menjadi salah satu
bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi nosokomial (Bowersox,
1999), dan berada di peringkat keempat sebagai agen penyebab infeksi
nosokomial setelah Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, dan
Enterococcus (Howard dalam Kusaldi, 2008). CDC melaporkan bahwa dari
empat kejadian infeksi nosokomial yang paling sering terjadi di Amerika
Serikat, yaitu, infeksi saluran kemih (36%), infeksi pasca operasi (20%), dan
infeksi di aliran darah serta pneumonia (keduanya 11%), Staphylococcus
aureus merupakan bakteri penyebab utama (Tolan, 2013)
Masalah yang timbul belakangan ini adalah ditemukannya
Staphylococcus aureus yang resisten metisilin (methicillin-resistant S.
ke tahun di rumah sakit di Amerika Serikat. Ini diketahui dari data sensitivitas
terhadap antimikroba yang dikumpulkan dalam rentang 1999 sampai dengan
2006 oleh Klein dan kawan-kawan (2009) bahwa, untuk pasien rawat jalan
saja, MRSA terkait komunitas meningkat tujuh kali lipat dalam rentang
waktu tersebut, dari semula hanya 3,6 % menjadi 28,2 %.
Kegunaan propolis sebagai antibiotik sudah dikenal di seluruh dunia.
Dari tahun 1970-an, propolis telah banyak diteliti sebagai antibiotik poten
untuk mengobati berbagai penyakit infeksi. Selain itu propolis juga telah
dikenal luas sebagai bahan alternatif pengganti antibiotik terhadap
bakteri-bakteri yang telah resisten. (Suranto, 2010).
Grange dan Davey (1990) dalam penelitian mencari agen antimikroba
baru untuk mengatasi Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA),
melaporkan bahwa propolis sepenuhnya bisa menghambat pertumbuhan
Staphylococcus aureus, bahkan yang merupakan strain MRSA. Agustina
(2007) dalam penelitiannya mengenai pengaruh pemberian propolis terhadap
pertumbuhan bakteri P. Aeruginosa dan S. epidermidis turut melaporkan
bahwa ekstrak propolis cair dengan konsentrasi 70% mampu menimbulkan
daya hambat terhadap pertumbuhan P. Aeruginosa dan pada konsentrasi 60%
sudah dapat menghambat pertumbuhan S. Epidermidis.
Propolis dalam bentuk olahan saat ini banyak tersedia di pasaran.
Propolis yang dijual saat ini tersedia dalam bentuk cair dan padat. Sediaan
padat dari propolis lebih banyak dikemas dalam bentuk kapsul dan tablet.
Propolis cair adalah jenis propolis yang diekstrak dengan jenis pelarut
propolis cair. Teknik ekstraksi propolis yang paling banyak digunakan adalah
teknik ekstraksi dengan menggunakan alkohol. Ektraksi ini dibantu dengan
pemanasan agar pemisahan lilin dengan resin berlangsung lebih cepat.
Namun, pemanasan berlebihan bisa merusak zat aktif dalam propolis. Selain
itu bisa juga dilakukan teknik ekstraksi menggunakan air dengan cara yang
hampir sama dengan teknik ekstraksi menggunakan alkohol (Suranto, 2010).
Sementara itu, propolis padat, yang biasanya disajikan dalam bentuk
tablet atau kapsul jauh lebih aman dibanding propolis cair. Mengingat sediaan
padat diolah secara alami (hanya dipadatkan). Andrews (2007), juga
mengatakan bahwa bentuk sediaan padat diketahui memiliki suatu
keunggulan jika dibandingkan dengan bentuk sediaan cair, yaitu bahwa
dengan keringnya bentuk sediaan tersebut, maka bentuk sediaan tersebut
lebih menjamin stabilitas fisik dan kimia zat aktif yang terdapat di dalamnya.
Penelitian mengenai efek antibakteri propolis sudah sangat sering
dilakukan, namun sejauh penulusuran kepustakaan yang penulis lakukan
belum ada penelitian yang menguji perbedaan efektivitas antara kedua jenis
propolis tersebut di atas. Maka, berdasarkan latar belakang di atas, penulis
tertarik untuk meneliti perbedaan efek antibakteri propolis cair dan propolis
padat yang ada di pasaran terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro.
1.2 Perumusan Masalah
Bagaimana perbedaan efek antibakteri propolis cair dan propolis padat
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbedaan efek antibakteri propolis cair dan
propolis padat yang dijual di pasaran terhadap Staphylococcus aureus
secara in vitro.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui efek antibakteri propolis cair yang dijual di pasaran
terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro.
b. Mengetahui efek antibakteri propolis padat yang dijual di pasaran
terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro.
c. Menganalisis perbedaan efek antibakteri propolis cair dan propolis
padat yang dijual di pasaran terhadap Staphylococcus aureus secara
in vitro.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan alternatif pengobatan yang sesuai dengan Evidence Based
Medicine.
2. Agar masyarakat bisa memilih propolis mana yang paling efektif untuk
mengatasi infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus.
3. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi salah satu bahan
pertimbangan rujukan penelitian selanjutnya mengenai propolis secara