• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL QUANTUM LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS AKSARA JAWA PADA SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI 02 KWANGSAN KEC. JUMAPOLO KAB. KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2010 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL QUANTUM LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS AKSARA JAWA PADA SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI 02 KWANGSAN KEC. JUMAPOLO KAB. KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2010 2011"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

1

“PENERAPAN MODEL QUANTUM LEARNING UNTUK

MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS AKSARA JAWA PADA

SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI 02 KWANGSAN

KEC. JUMAPOLO KAB. KARANGANYAR

TAHUN PELAJARAN 2010/2011”

SKRIPSI

Oleh:

ROHMAT YULIANTO

X 7109094

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

2

“PENERAPAN MODEL QUANTUM LEARNING UNTUK

MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS AKSARA JAWA PADA

SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI 02 KWANGSAN

KEC. JUMAPOLO KAB. KARANGANYAR

TAHUN PELAJARAN 2010/2011”

Oleh:

ROHMAT YULIANTO

X 7109094

SKRIPSI

Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana

Pendidikan Program Studi Pendididkan Guru Sekolah Dasar

Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(3)

commit to user

(4)

commit to user

(5)

commit to user

5 ABSTRAK

Rohmat Yulianto. PENERAPAN MODEL QUANTUM LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS AKSARA JAWA PADA SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI 02 KWANGSAN KEC. JUMAPOLO KAB. KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2010/2011. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, April 2011.

Tujuan penelitian ini adalah: meningkatkan keterampilan menulis aksara jawa melalui penerapan model quantum learning pada siswa kelas III SD Negeri 02 Kwangsan Tahun Pelajaran 2010/2011.

Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas sebanyak 2 siklus. Tiap siklus terdiri dari 2 kali pertemuan. Tiap pertemuan terdiri dari 4 tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Sebagai subjek adalah siswa kelas III SD Negeri 02 Kwangsan Jumapolo yang berjumlah 14 siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, tes, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis deskriptif interaktif (Miles & Hubermen) yang terdiri dari tiga tahap yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan model quantum learning dapat meningkatkan keterampilan menulis aksara jawa siswa kelas III SD Negeri 02 Kwangsan Jumapolo tahun pelajaran 2010/2011. Peningkatan keterampilan menulis aksara jawa tersebut dapat dibuktikan dengan meningkatnya nilai keterampilan menulis huruf Jawa siswa pada setiap siklus yaitu; sebelum tindakan (prasiklus) nilai rata-rata keterampilan menulis huruf Jawa siswa 58,2 dimana siswa mendapat nilai di atas kriteria ketuntasan minimum KKM yaitu 60 hanya 6 siswa (42,8%), siklus I nilai rata-rata keterampilan menulis huruf Jawa siswa meningkat menjadi 68,43 dimana sebanyak 9 (64,28%) siswa memperoleh nilai di atas KKM yaitu 60, dan siklus II nilai rata-rata keterampilan menulis huruf Jawa siswa meningkat lagi menjadi 86,36 dengan 12 siswa memperoleh nilai di atas KKM (85,71%).

(6)

commit to user

6 ABSTRACT

Rohmat Yulianto. APPLYING OF MODEL QUANTUM LEARNING TO INCREASE THE JAVANESE LETTER WRITING SKILL OF THE STUDENTS IN GRADE III OF STATE PRIMARY SCHOOL 02 OF KWANGSAN, JUMAPOLO, KARANGANYAR IN THE ACADEMIC YEAR OF 2010/2011. Skripsi : The Faculty of Teacher Training and Education, Sebelas Maret University, April 2011.

The objective of the research is to improve the Javanese letter writing skill the use of applying of model quantum learning of students in Grade III of State Primary School 02 of Kwangsan, Jumapolo in the academic year of 2010/2011.

The research used a Classroom Action Research approach with 2 cycles. Each cycle consited of two meetings, and each meeting consisted 4 phases, namely : planning, implementation, observation, and reflection. The subjects of the research were the 14 students in Grade III of State Primary School 02 Kwangsan, Jumapolo. Its data werw gathered trough observation, test, and documentation. The data were then analysed by using an interactive model of descriptif analysis (Milles & Hubermen) comprising three phase, namely; data reduction, data display, and conclusion drawing.

The result of the research shows that the use of applying of model quantum learning can improve the Javanese letter writing skill of the students in Grade III of State Primary School 02 Kwangsan, Jumapolo in the academic year of 2010/2011. The improvement is verified by the improved score in the Javanese letter writing skill of the students in each cycle.Prior to the treatment, the average score is 58,2 is just 6 students got score more than minimum criteria is 60 (42,8%). The average scores respectively improve to 68,43 wich 9 students got score more than minimum criteria (64,28%) following the treatment of Cycle I and 86,36 wich 12 students got score more than minimum criteria (85,71%) following the treatment of Cycle II.

(7)

commit to user

7 MOTTO

“ Sesungguhnya sesudah kesulitan akan datang kemudahan, maka kerjakanlah urusanmu dengan sungguh-sungguh dan hanya kepada ALLOH kamu berharap”

(QS. Al-Insyirah:6-8)

“Nguri-nguri budaya jawi”

(8)

commit to user

8

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan Skripsi ini untuk :

 Bapak Yahman S.Pd. dan Ibu Sugiyatmi tercinta yang telah memberikan

motivasi, kasih dan sayangnya yang begitu besar serta ketulus ikhlasannya

dalam mendoakan dan mendukung setiap langkah jejak kehidupanku. Semoga

ALLOH SWT senantiasa memberikan kesehatan dan mengabulkan

doa-doamu. Amin

 Kakek dan Nenekku Warno Soegito-Lanjar yang selalu mendoaakan dan

memberikan motivasi serta dukungan moril

 FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta almamaterku tercinta tempatku

belajar dan menimba ilmu untuk masa depan yang lebih baik

(9)

commit to user

9

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLOH SWT yang telah

memberikan nikmat dan karuniaNya kepada kita semua. Atas ridhoNya pula

skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik sebagai persyaratan mendapat gelar

Sarjana Pendidikan.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini telah melibatkan berbagai

pihak. Maka dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima

kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah

memberikan bantuannya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Kartono, M.Pd. selaku Ketua Program Studi PGSD Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Seblas Maret Surakarta.

4. Drs. Hasan Mahfud, M.Pd. selaku Sekretaris Program Studi PGSD Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Dra. Hj. Siti Wahyuningsih, M.Pd. selaku dosen pembimbing I yang telah

memberikan arahan, bimbingan, kepercayaan, dukungan, saran, dan

kemudahan yang sangat membantu dalam penulisan skripsi ini.

6. Dra. Yulianti, M.Pd. selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan

arahan, bimbingan, kepercayaan, dukungan, saran, dan kemudahan yang

sangat membantu dalam penulisan skripsi ini.

7. Ibu Sularmi, S.Pd.SD. selaku Kepala Sekolah SD Negeri 02 Kwangsan yang

telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.

8. Ibu Warsini, S.Pd.SD. selaku guru kelas III SD Negeri 02 Kwangsan yang

dengan ikhlas membantu peneliti dalam melaksanakan penelitian.

9. Guru-guru SD Negeri 02 Kwangsan yang telah memberikan motivasi dan

(10)

commit to user

10

10.Teman-temanku se-almamater yang telah memberikan semangat dan

kerjasamanya.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah berupaya untuk berbuat yang

terbaik, namun demikian disadari hasil yang dicapai masih jauh dari

kesempurnaan. Semua itu tidak lain karena keterbatasan penulis dalam

pengetahuan maupun pengalaman. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang

membangun sangat penulis harapkan.

Akhirnya, penulis tetap berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

para pembaca yang budiman. Semoga kebaikan dan bantuan dari semua pihak

tersebut mendapat balasan yang sesuai dari ALLOH SWT. Amin

Surakarta, Mei 2011

(11)

commit to user

11 DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pengajuan ... ii

Persetujuan ... iii

Pengesahan ... iv

Abstrak ... v

Abstract ... vi

Motto ... vii

Persembahan ... viii

Kata Pengantar ... ix

Daftar Isi ... xi

Daftar Tabel ... xiv

Daftar Gambar ... xv

Daftar Lampiran ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

A. Kajian Teori ... . 6

1. Hakikat Model QuantumLearning ... 6 a. Pengertian Model QuantumLearning ... 6

b. Karakteristik Umum Quantum Learning ... 7

c. Prinsip Quantum Learning ... 10

d. Faktor Pendukung Model QuantumLearning ... 12

e. Penerapan Model Quantum Learning Dalam Pembelajaran ... 13

(12)

commit to user

12

2. Hakikat Keterampilan Menulis Aksara Jawa

...

18

a. Pengertian Keterampilan ... 18

b. Pengertian Menulis ... 19

c. Pengertian Keterampilan Menulis ... 19

d. Pengertian Aksara Jawa ... 21

e. Keterampilan Menulias Aksara Jawa ... 22

f. Sejarah Terciptanya Aksara Jawa ... 23

3. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar ... 26 B. Penelitian yang Relevan ... 28

C. Kerangka Berfikir ... 29

D. Hipotesis Penelitian ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

B. Subjek Penelitian ... 32

C. Sumber Data ... 32

D. Teknik Pengumpulan Data... 33

E. Validitas Data ... 34

F. Tehnik Analisis Data ... 35

G. Indikator Kinerja ... 37

H. Rancangan Penelitian ... 37

I. Prosedur Penelitian ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 45

A. Diskripsi Lokasi Penelitian ... 45

B. Diskripsi Kondisi Awal ... 45

C. Deskripsi Permasalahan Penelitian ... 50

1. Siklus I ... 50

2. Siklus II ... 62

D. Deskripsi Hasil Penelitian ... 75

(13)

commit to user

13

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 80

A. Simpulan ... 80

B. Implikasi ... 80

C. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(14)

commit to user

14

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tabel Aksara Jawa Nglegena ... 23

Tabel 2. Penerapan Model Quantum Learning Tipe TANDUR ... 42

Tabel 3. Daftar Nilai Sebelum Tindakan ... 47

Tabel 4. Hasil Evaluasi Siswa Pada Kondisi Awal ... 48

Tabel 5. Daftar Nilai Siklus I ... 54

Tabel 6. Hasil Evaluasi Siswa Pada Siklus I ... 55

Tabel 7. Lembar Observasi Kinerja Guru Pada Siklus I ... 57

Tabel 8. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Pada Siklus I ... 59

Tabel 9. Daftar Nilai Siklus II ... 66

Tabel 10. Hasil Evaluasi Siswa Pada Siklus II ... 67

Tabel 11. Lembar Observasi Kinerja Guru Pada Siklus II ... 70

Tabel 12. Lembar Obervasi Aktivitas Siswa Pada Siklus II ... 71

Tabel 13. Nilai Rata-rata Hasil Evaluasi Pada Siklus I dan II ... 76

(15)

commit to user

15

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Gambar Bagan Kerangka Berpikir ... 30

Gambar 2. Empat Langkah dalam PTK ... 37

Gambar 3. Empat Langkah dalam PTK ... 39

Gambar 4. Grafik Hasil Evaluasi Sebelum Tindakan ... 49

Gambar 5. Grafik Hasil Evaluasi Pada Siklus I ... 56

Gambar 6. Grafik Hasil Evaluasi Pada Siklus II ... 69

(16)

commit to user

16

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Nilai Sebelum Tindakan ... 88

Lampiran 2. Hasil Evaluasi Sebelum Tindakan ... 89

Lampiran 3. RPP Siklus I Pertemuan I ... 90

Lampiran 4. RPP Siklus I Pertemuan II ... 96

Lampiran 5. Lembar Observasi Kinerja Guru Pada Siklus I ... 102

Lampiran 6. Lembar Obervasi Aktivitas Siswa Pada Siklus I ... 103

Lampiran 7. Lembar Penilaian Siklus I ... 105

Lampiran 8. Hasil Evaluasi Siswa Pada Siklus I ... 106

Lampiran 9. RPP Siklus II Pertemuan I ... 107

Lampiran 10. RPP Siklus II Pertemuan II ... 113

Lampiran 11. Lembar Observasi Kinerja Guru Pada Siklus II ... 119

Lampiran 12. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Pada Siklus II ... 120

Lampiran 13. Lembar Penilaian Siklus II ... 122

Lampiran 14. Hasil Evaluasi Siswa Pada Siklus II ... 123

Lampiran 15. Daftar Nilai Tiap Siklus ... 124

Lampiran 16. Satu Set Kartu Aksara Jawa ... 125

Lampiran 17. Hasil Photo ... 126

Lampiran 18. Tabel Waktu Penelitian ... 129

Lampiran 19. Hasil Pekerjaan Siswa ... 130

Lampiran 20. Surat Keputusan Dekan ... 134

Lampiran 21. Surat Ijin Penelitian ... 135

Lampiran 22. Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi ... 136

(17)

commit to user

17 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan usaha sadar untuk memenuhi kebutuhan dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maju mundurnya suatu

bangsa terletak pada kualitas pendidikan bangsa itu sendiri. Proses pendidikan

dapat terjadi di dalam tiga lingkungan pendidikan yaitu pendidikan keluarga

(pendidikan informal), pendidikan sekolah (pendidikan formal), dan pendidikan

masyarakat ( pendidikan non formal).

Sekolah yang merupakan lembaga penyelenggara pendidikan formal

sangat berperan penting terhadap kemajuan tingkat pendidikan suatu bangsa.

Pendidikan di sekolah seharusnya secara seimbang dan serasi mencakup aspek

pembudayaan, penguasaan, pengetahuan, dan pemilikan keterampilan siswa untuk

melakukan kegiatan belajar sehingga para siswa memperoleh pengalaman

pendidikan yang bermakna.

Kurikulum Mata Pelajaran Muatan Lokal ( Bahasa Jawa ) berdasarkan

Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor : 423.5/5/2010 yang tertuang dalam

silabus, disebutkan bahwa salah satu keterampilan berbahasa yang harus dikuasai

oleh siswa adalah menulis aksara Jawa nglegena.

Menulis aksara Jawa merupakan hal yang sangat penting bagi siswa karena

sebagai salah satu usaha meningkatkan rasa kecintaan kita terhadap kebudayaan

bangsa dan juga sebagai usaha menanamkan rasa memiliki terhadap kebudayaan

Jawa yang semakin dilupakan oleh para generasi muda saat ini. Menurut Adipati

Bumiayu (http://putupondokbalong.blogmalhikdua.com) (29-12-2010)

menyatakan bahwa sejak 2 Oktober 2009, dunia telah mengakui huruf Jawa (ha,

na, ca, ra, ka) yang disahkan oleh UNICODE (lembaga dalam naungan UNESCO

yang menangani standar kode aksara pada komputer di dunia). Dengan demikian

(18)

commit to user

18

seharusnya sebagai bangsa yang memiliki huruf Jawa harus bisa menulis aksara Jawa. Sebagai upaya untuk melestarikan kebudayaan bangsa.

Keterampilan berbahasa khususnya bahasa Jawa sesuai dengan Kurikulum

Mata Pelajaran Muatan Lokal ( Bahasa Jawa ) berdasarkan Keputusan Gubernur

Jawa Tengah Nomor : 423.5/5/2010 terdiri atas empat, yaitu mendengarkan,

berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan tersebut saling berkaitan

satu dengan yang lain. Dalam pembelajaran di sekolah keterampilan berbahasa

diajarkan secara terintegrasi.

Menulis adalah melakukan berbagai keterampilan menulis baik sastra

maupun nonsastra dalam berbagai ragam bahasa untuk mengungkapkan pikiran,

perasaan, dan informasi berupa karangan sederhana, surat, dialog, laporan,

ringkasan, parafrase, geguritan, dan huruf Jawa ( Keputusan Gubernur Jawa

Tengah, 2010:18 ). Menulis aksara Jawa merupakan salah satu pelajaran yang tidak disukai para siswa disekolah, karena umumnya mereka tidak dibiasakan dan

tidak dikenalkan dengan akasara Jawa sejak kecil sehingga siswa kesulitan dalam

membaca maupun menulis.

Masih banyak sistem pengajaran yang diterapkan dalam pembelajaran

menulis aksara Jawa saat ini masih bersifat konvensional. Hal ini karena guru hanya memberikan ceramah yang monoton serta kurangnya penggunaan media

dalam pembelajaran sehingga anak tidak tertarik dan kurangnya keaktifan

terhadap pembelajaran yang diajarkan yang mengakibatkan rendahnya

keterampilan menulis aksara Jawa. Hal demikian juga dialami oleh siswa-siswi di

SD Negeri 02 Kwangsan Kec. Jumapolo Kab. Karanganyar Tahun Pelajaran

2010/2011. Berdasarkan hasil pengamatan, peneliti melihat bahwa kegiatan

belajar mengajar kurang aktif karena siswa terlihat malas menjalani kegiatan

pembelajaran. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil Ulangan Umum Semester

(UUS) Semester Dua Tahun Pelajaran 2009/2010 yang hasilnya masih jauh

dibawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu 60. Dari 14 Siswa, hanya

sekitar 30% yang mendapat nilai diatas 60 dan sisanya sekitar 70% mendapatkan

nilai dibawah 60. Hal yang demikian merupakan bukti nyata bahwa keterampilan

(19)

commit to user

19

Quantum learning merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada learning with fun. Sugiyanto (2009:67) menyatakan bahwa pembelajaran kuantum merupakan proses pembelajaran yang menyenangkan,

kreatif, tidak membosankan yang menjadi pilihan para guru/ fasilitator.

Sedangkan menurut Bobbi DePorter (dalam Sugiyanto 2009:71) menyatakan

bahwa istilah pembelajaran kuantum bermakna “interaksi-teraksi yang mengubah energi menjadi cahaya karena semua kehidupan adalah energi”. Dari pernyataan DePorter itulah pembelajaran kuantum lahir. Pembelajaran yang berprinsip untuk

membawa dunia pembelajar kedunia pengajar, dan mengantarkan dunia pengajar

kedunia pembelajar yang lebih kita kenal dengan konsep TANDUR ( Tanamkan,

Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, Rayakan).

Keterampilan menulis aksara jawa dengan model quantum learning dengan konsep tandur adalah anak bisa ditanya pengetahuan dasar mereka tentang

aksara jawa yang mereka ketahui (Tanamkan), anak diminta menuliskan macam-macam aksara jawa kedepan kelas dan anak yang lain menyebutkan namanya (Alami dan Namai), anak diminta menyusun kartu kata menjadi kata-kata dalam

aksara jawa (Demonstrasikan), dan yang terakhir anak diberi evaluasi dan penghargaan atas prestasi mereka (Ulangi dan Rayakan). Jadi penerapan konsep

TANDUR dalam keterampilan menulis aksara jawa yang menekankan pada keaktifan, partisipasi, dan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan

tersebut akan dapat meningkatkan keterampilan menulis aksara Jawa.

Berdasar dari pernyataan dan permasalahan yang ada dilapangan untuk

meningkatkan keterampilan menulis aksra Jawa, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Quantum Learning

untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Aksara Jawa pada Siswa Kelas

III Sekolah Dasar Negeri 02 Kwangsan Kec. Jumapolo Kab. Karanganyar

Tahun Pelajaran 2010/2011”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka dapat dirumuskan rumusan

(20)

commit to user

20

“Apakah Penerapan Model Quantum Learning dapat Meningkatkan

Keterampilan Menulis Aksara Jawa pada Siswa Kelas III Sekolah Dasar Negeri 02 Kwangsan Kec. Jumapolo Kab. Karanganyar Tahun Pelajaran 2010/2011?”

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

Untuk meningkatkan Keterampilan Menulis Aksara Jawa pada Siswa Kelas III Sekolah Dasar Negeri 02 Kwangsan Kec. Jumapolo Kab. Karanganyar

Tahun Pelajaran 2010/2011 Melalui Penerapan Model Quantum Learning.

D. Manfaat Penelitian

Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat :

1. Manfaat teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan khasanah keilmuan sebagai

bahan rujukan bagi penulis yang akan menulis hal yang sama atau hampir

sama.

b. Temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

bagi dunia pendidikan khususnya dalam pembelajaran bahasa Jawa.

2. Manfaat praktis

a. Bagi siswa

1) Meningkatnya ketertarikan siswa dalam belajar aksara jawa melalui penerapan model quantum learning sehingga nilai siswa menjadi lebih

baik.

2) Meningkatnya keterampilan siswa dalam menulis aksara jawa.

b. Bagi guru

1) Meningkatnya wawasan dan kemampuan guru tentang model quantum

learning dalam pembelajaran.

2) Bertambahnya pengetahuan dan pengalaman dalam membimbing anak

(21)

commit to user

21 c. Bagi sekolah

1) Meningkatnya kualitas pembelajaran menilis aksara Jawa dengan diterapkannya model quantum learning dalam pembelajaran.

(22)

commit to user

22 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Hakikat Model Quantum Learning

a. Pengertian Model Quantum Learning

Model Quantum Learning pertama dipraktekan di sebuah sekolah bernama

Super Camp. Penggagasnya adalah seorang wanita kelahiran Amerika bernama

Bobbi DePorter. Bobbi DePorter dkk menganalogikan prinsip relativitas Einstein

yaitu E= mc2. Dalam fisika quantum istilah quantum memang diberi konsep perubahan energi menjadi cahaya selain diyakini adanya ketidakteraturan dan

indeterminisme alam semesta. Sedangkan DePorter (dalam Sugiyanto, 2009:71)

menjelaskan bahwa istilah quantum bermakna “interaksi-interaksi yang mengubah

energi menjadi cahaya” dan istilah pembelajaran quantum bermakna “interaksi -interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya karena semua kehidupan adalah energi”. DePorter mengaplikasikan hal ini dalam kegiatan pembelajaran. Beliau menyatakan bahwa sebagai pelajar, belajar bertujuan untuk meraih sebanyak

mungkin cahaya, interaksi, hubungan, dan inspirasi. Quantum Learning merupakan salah satu pendekatan penbelajaran yang mengaktifkan siswa.

Keaktifan siswa dalam hal ini dilakukan dengan senang, nyaman, mudah serta

dengan tingkat keberhasilan yang tinggi.

Sugiyanto (2009:71) menjelaskan bahwa istilah quantum memang diberi

konsep suatu perubahan energi menjadi cahaya selain diyakini adanya

ketidakteraturan dan indeterminisme alam semesta. Hernowo (2005:8) juga

memaknai Quantum Learning sebagai interaksi yang terjadi dalam proses belajar

niscaya mampu mengubah berbagai potensi yang ada didalam diri manusia

menjadi pancaran atau ledakan-ledakan gairah (dalam memperoleh hal-hal baru)

yang dapat ditularkan (ditunjukkan) kepada orang lain.

Menurut Bobbi DePorter (2006: 16) Model Quantum Learning merupakan penggabungan sugestologi, teknik pemercepatan belajar, dan NLP dengan teori,

(23)

commit to user

23

kunci dari berbagai teori dan strategi belajar yang lain, seperti teori otak kanan

dan kiri, pilihan modalitas, teori kecerdasan ganda, pendidikan holistic, belajar

berdasarkan pengalaman, simulasi atau permainan. Pengertian lain dari Quantum Learning dalam (http://Learningforum.com) (20-12-2010). “Quantum Learning is a Comprehensive model that covers both educational theory and immediate classroom implementation. Into integrates research-based best practices in

education into a unified whole, making content more meaningful and relevant to students’ lives”. Artinya Quantum Learning merupakan keseluruhan model yang mencakup kedua teori pendidikan dan pelaksanaan dikelas dengan cepat. Ini

menggambarkan praktek dasar penelitian terpadu yang terbaik dalam pendidikan

ke dalam keseluruhan, yang membuat isi lebih bermakna dan relevan bagi

kehidupan siswa. Lebih dari itu, Bobbi DePorter (2005:18) juga menyatakan

bahwa Quantum Learning adalah suatu model yang komprehensif yang mencakup

baik teori pendidikan dan implementasi kelas. Hal mengintegrasikan praktik

terbaik berbasis penelitian dalam pendidikan menjadi suatu kesatuan yang utuh,

konten yang lebih bermakna dan relevan dengan kehidupan siswa.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas maka dapat peneliti

simpulkan bahwa quantum learning mengambil konsep dasar bahwa dalam quantum learning menekankan pada interaksi antara pembelajar dengan pembelajar dan interaksi pengajar dengan pembelajar. Dengan menekankan pada

pengajar yang harus mengkondisikan pembelajar pada situasi yang

menyenangkan, menumbuhkan rasa keingintahuan yang tinggi, pengalaman

langsung dan penghargaan atas usaha pembelajar. Dengan kata lain model

quantum learning adalah suatu model pembelajaran yang memberikan trik,

strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman, daya

ingat, serta belajar sebagai proses menyenangkan dan bermakna, sehingga

membuat siswa nyaman dan berusaha untuk memperbaiki hasil belajarnya.

b. Karakteristik Umum Quantum Learning

(24)

commit to user

24

tampak membentuk sosok pembelajaran quantum yang dirangkum dari Sugiyanto (2009:73) sebagai berikut:

1) Pembelajaran quantum sebagai pangkal pada psikologi kognitif bukan fisika quantum meskipun serba sedikit istilah dan konsep quantum dipakai.

2) Pembelajaran quantum lebih bersifat humanistis, bukan positivis-empiris, “hewan-istis”, dan atau nativistis.

3) Pembelajaran quantum lebih bersifat kontruktivis(tis), bukan positivistis-empiris, behavioristis.

4) Pembelajaran quantum memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekedar transaksi makna.

5) Pembelajaran quantum sangat menekan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi.

6) Pembelajaran quantum sangat menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran, bukan keartifisialan atau keadaan yang dibuat-buat.

7) Pembelajaran quantum sangat menekankan pada kebermaknaan dan kebermutuan proses pembelajaran.

8) Pembelajaran quantum memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran.

9) Pembelajaran quantum memusatkan perhatian pada pembentukan keterampilan akademis, keterampilan (dalam) hidup, dan prestasi fisikal atau material.

10) Pembelajaran quantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran.

11) Pembelajaran quantum mengutamakan keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan ketertiban.

12) Pembelajaran quantum mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran.

Sejalan dengan pendapat Sugiyanto diatas yang menejelaskan karateristik

quantum learning sebanyak 12 bagian terpenting, Joko Adi Yulianto dalam (http:// pandidikan. .com/ 2010/ 05 sejaran-dan-pengertian-quantum-learning.

html) (06-05-2011) juga menjelaskan bahwa karakteristik quantum learning adalah sebagai berikut:

(25)

commit to user

25

pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi; 5)Pembelajaran kuantum sangat menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran, bukan keartifisialan atau keadaan yang dibuat-buat; 6)Pembelajaran kuantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran

Joko Saryono dalam (http:// lubisgrafura. wordpress. com/ 2007/ 09/ 11/

pembelajaran-kuantum-sebagai-model-pembelajaran-yang-menyenangkan/)

(06-05-2011) juga menjelaskan karakteristik umum yang dapat memantapkan dan

menguatkan sosoknya. Beberapa karakteristik umum yang tampak membentuk

sosok pembelajaran kuantum sebagai berikut:

1) Pembelajaran kuantum berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika kuantum meskipun serba sedikit istilah dan konsep kuantum dipakai. 2) Pembelajaran kuantum lebih bersifat humanistis, bukan

positivistis-empiris, “hewan-istis”, dan atau nativistis.

3) Pembelajaran kuantum lebih bersifat konstruktivis(tis), bukan positivistis-empiris, behavioristis, dan atau maturasionistis.

4) Pembelajaran kuantum berupaya memadukan [mengintegrasikan], menyinergikan, dan mengolaborasikan faktor potensi-diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan [fisik dan mental] sebagai konteks pembelajaran.

5) Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekadar transaksi makna.

6) Pembelajaran kuantum sangat menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi.

7) Pembelajaran kuantum sangat menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran, bukan keartifisialan atau keadaan yang dibuat-buat.

8) Pembelajaran kuantum sangat menekankan kebermaknaan dan kebermutuan proses pembelajaran.

9) Pembelajaran kuantum memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran.

10)Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada pembentukan keterampilan akademis, keterampilan [dalam] hidup, dan prestasi fisikal atau material.

11)Pembelajaran kuantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran.

12)Pembelajaran kuantum mengutamakan keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan ketertiban.

13)Pembelajaran kuantum mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran.

(26)

commit to user

26

pada situasi pembelajaran yang menyenangkan dan menekankan pada

pemercepatan pembelajaran dengan tingkat keberhasilan tinggi yang

mengutamakan keberagaman dan pengintegrasian tubuh dan fikiran.

c. Prinsip Quantum Learning

Prinsip dapat berarti sebuah aturan aksi atau perbuatan yang diterima atau

dikenal dan sebuah hukuman, aksioma, atau doktrin fundamental. Ada tiga macam

prinsip utama yang membangun sosok Quantum Learning. Ketiga prinsip utama yang dirangkum dalam Sugiyanto (2009:78) adalah sebagai berikut:

1) Prinsip utama quantum learning berbunyi: “Bawalah Dunia Mereka (Pembelajar) ke dalam Dunia Kita (Pengajar), dan Antarkan Dunia Kita (pengajar) ke dalam Dunia Mereka (Pembelajar)”.

2) Dalam quantum learning juga berlaku prinsip bahwa proses pembelajaran merupakan permainan orkestra simfoni. Selain memiliki lagu atau partitur, pemainan simfoni ini memiliki struktur dasar chord. Struktur dasar chord ini dapat disebut prinsip-prinsip dasar pembelajaran quantum yang antara lain sebagai berikut:

a) Ketahuilah bahwa segalanya berbicara b) Ketahuilah bahwa segalanya betujuan

c) Sadarilah bahwa pengalaman mendahului penamaan d) Akuilah setiap usaha yang dilakukan dalam pembelajaran.

e) Sadarilah bahwa sesuatu yang layak dipelajari layak pula dirayakan. 3) Dalam quantum learning juga berlaku prinsip bahwa pembelajaran harus

berdampak bagi terbentuknya keunggulan. Dengan kata lain, pembelajaran perlu diartikan sebagai pembentukan keunggulan. Oleh karena itu, keunggulan ini bahkan telah dipandang sebagai jantung fondasi quantum learning. Keunggulan tersebut antara lain:

a) Terapkanlah hidup dalam integritas

b) Akuilah kegagalan dapat membawa kesuksesan c) Berbicaralah dengan niat baik

model-pembelajaran-quantum/) (06-05-2011) juga menjelaskan beberapa prinsip

(27)

commit to user

27

1) Bawalah dunia mereka (siswa) ke dalam dunia kita (guru), dan antarkan dunia kita (guru ke dalam dunia mereka (siswa).

2) Proses pembelajaran bagaikan orkestra simfoni, yang secara spesifik dapat dijabarkan sebagai berikut:

a) Segalanya dari lingkungan. Hal ini mengandung arti baik lingkungan kelas/sekolah sampai bahasa tubuh guru; dari lembar kerja atau kertas kerja yang dibagikan anak sampa rencana pelakanaan pembelajaran, semuanya mencerminkan pembelajaran.

b) Segalanya bertujuan. Semua yang terjadi dalam proses pembelajaran mempunyai tujuan semuanya.

c) Pengalaman mendahului pemberian nama. Pembelajaran yang baik adalah jika siswa telah memperoleh informasi terlebih dahulu apa yang akan dipelajari sebelum memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari. Ini diilhami bahwa otak akan berkembang pesat jika adanya rangsangan yang kompleks selanjunya akan menggerakkan rasa keingintahuan.

d) Akuilah setiap usaha. Dalam proses pembelajaran siswa seharusnya dihargai dan diakui setiap usahanya walaupun salah, karena belajar diartikan sebagai usaha yang mengandung resiko untuk keluar dari kenyamanan untuk membongkar pengetahuan sebelumnya.

e) Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan. Segala sesuatu yang telah dipelajari oleh siswa sudah pasti layak pula dirayakan keberhasilannya.

DePorter (2010:36) menyatakan ada lima prinsip tetap, prinsip-prinsip

tersebut adalah: a)Segalanya Berbicara; b)Segalanya Bertujuan; c)Pengalaman

sebelum Pemberian Nama; d)Akui Setiap Usaha; e)Jika Layak Dipelajari, Maka

Layak Pula Dirayakan!.

Dari beberapa pendapat diatas maka dapat peneliti simpulkan bahwa

pembelajaran quantum berprinsip pada pola pembelajaran yang membawa dunia

pembelajar ke dalam dunia pengajar, dan kemudian mengantarkan dunia pengajar

ke dalam dunia pembelajar. Proses pembelajaran juga diartikan sebagai permainan

orkestra simfoni dimana pembelajaran harus berdampak bagi terbentuknya

keunggulan.

d. Faktor Pendukung Model Quantum Learning

DePorter (2008: 14) menjelaskan model quantum learning melihat kesuksesan siswa pada unsur-unsur terkait yang tersusun dengan baik dalam sudut

(28)

commit to user

28

rancangan nilai-nilai, dan keyakinan. Unsur-unsur tersebut harus benar-benar

dimengerti oleh guru.

Penjelasan dari pendapat diatas secara singkat dapat peneliti uraikan sebagai

berikut:

1) Suasana

Didalam model quantum learning guru harus menciptakan suatu kegiatan

pembelajaran yang nyaman dan gembira, dapat memilih dan menerapkan

bahasa dengan baik dan benar, menjalin rasa simpati dengan siswa, karena

suasana tersebut akan membawa kegembiraan siswa dalam suasana

pembelajaran. Suasana yang menyenangkan seperti itu bisa membuat siswa

nyaman dalam belajar dan tidak membosankan.

2) Landasan

Landasan didalam model quantum learning ada beberapa hal, diantaranya adalah kerangka kerja yang mendasari dalam pembelajaran yang akan

dilakukan, tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran, keyakinan yang

dimiliki pembelajar akan pembelajaran yang dilakukan, kesepakatan yang

dilakukan antara pengajar dengan pembelajar, kebijakan yang dimiliki

pengajar, prosedur yang akan diterapkan dalam pembelajaran, dan aturan

bersama yang memberikan pedoman bagi siswa dan guru untuk bekerja dalam

komunitas belajar.

3) Lingkungan

Lingkungan yang harus dipersiapkan dalam proses model quantum learning

salah satunya adalah dengan cara guru mengatur tatanan ruang kelas. Hal ini

meliputi pengaturan meja dan kursi, penerangan yang cukup, warna, serta

iringan musik yang membuat suasana belajar lebih santai dan nyaman.

Lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran seperti itu akan membuat

pembelajaran lebih menyenangkan sehingga tujuan dari pembelajaran yang

ingin dicapai akan mudah tercapai dengan baik.

4) Rancangan

(29)

commit to user

29

belajar siswa secara menyeluruh dan terarah. Selain itu rancangan juga

berfungsi agar siswa dapat lebih mendalami makna pembelajaran, dan

memperbaiki proses tukar-menukar informasi. Rancangan yang jelas dan

terarah akan menjadikan pembelajaran lebih jelas dan bermakna sehingga

akan mempermudah tujuan yang ingin dicapai.

5) Nilai-nilai dan keyakinan

Nilai-nilai dan kepercayaan merupakan hal yang faktor yang juga berpengaruh

pada tingkat keberhasilan suatu pembelajaran. Jika semua aspek telah ditata

dan dipenuhi maka akan tercipta suatu kejaiban yang akan menciptakan suatu

komunitas belajar yang menyenangkan. Tempat belajar yang menyenangkan

akan menjadikan siswa belajar secara senang bukan karena unsur

keterpaksaan.

Quantum learning menciptakan lingkungan fisik yang mendukung yang akan meningkatkan dan memperkuat belajar. Ideal lingkungan belajar meliputi

pencahayaan yang memadai, warna tujuan, poster, tanaman, alat peraga dan

musik. Elemen ini mudah dimasukkan dalam satu kelas, dan siswa menikmati

belajar lebih dalam lingkungan yang nyaman.

e. Penerapan Model Quantum Learning Dalam Pembelajaran

Didalam model quantum learning terdapat pola pembelajaran yang berbeda

dari pembelajaran yang biasa atau konvensional. Didalam penerapan

pembelajaran model quantum kita dikenalkan dengan konsep TANDUR yang

merupakan akronim dari; Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi,

dan Rayakan. Unsur-unsur tersebutlah yang telah membentuk basis struktur yang

mendasari model quantum learning. Konsep TANDUR akan membawa siswa pada kondisi pembelajaran yang menyenangkan dan mengesankan.

Sugiyanto (2009:83) menyatakan bahwa kerangka TANDUR dapat membawa siswa menjadi tertarik dan berminat pada setiap pelajaran apapun mata pelajarannya, tingkat kelas, dengan beragam budayanya, jika pada guru betul-betul menggunakan prinsip-prinsip atau nilai-nilai pembelajaran model quantum. Kerangka perencanaan model quantum learning tipe TANDUR dapat diuraikan sebagai berikut:

(30)

commit to user

30

dan menyertakan diri mereka, memikat mereka, puaskan keingin tahuan mereka. Buatlah mereka tertarik atau penasaran tentang materi yang kana kita ajarkan. 2) Alami : Menciptakan atau mendatangkan

pengalaman umum yang dapat memberikan mereka pengalaman belajar, tumbuhkan “kebutuhan untuk mengetahui”.

3) Namai : Menyediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi, dan memberikan “data” tepat saat minat memuncak mengenalkan konsep-konsep pokok dari materi pelajaran. 4) Demonstrasi

kan

: Memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengaitkan pengalaman dengan data baru sehingga mereka menghayati dan membuatnya sebagai pengalaman pribadi dan menunjukkan bahwa mereka tahu. 5) Ulangi : Merekatkan gambaran keseluruhannya. Ini

dapat dilakukan melalui pertanyaan postest, ataupun penugasan, atau membuat iktisar hasil belajar. Menegaskan bahwa “aku tahu bahwa aku memang tahu ini”.

6) Rayakan : Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan serta menegaskan bahwa jika layak dipelajari maka layak pula dirayakan. Perayaan menambahkan dengan asosiasi positif.

Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka model quantum learning konsep

TANDUR adalah penjelasan dari akronim TANDUR yaitu menumbuhkan minat

yang tinggi terhadap materi yang akan dipelajari dengan melibatkan siswa pada

iklim pembelajaran yang aktif dan menyenangkan dengan melibatkan siswa dalam

mengalami dan menamai proses pembelajaran yang berlangsung. Siswa juga

diajak untuk mendemonstrasikan materi yang dipelajari dengan menggunakan

media pembelajaran yang konkrit dan menarik yang akan menjadikan proses

pembelajaran yang telah berlangsung akan lebih berkesan. Selain itu juga perlu

diadakan proses evaluasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembelajaran

(31)

commit to user

31

f. Kelemahan dan Kelebihan Model Quantum Learning

Dalam dunia pendidikan dan pengajaran sekarang ini, model pembelajaran

quantum learning termasuk baru diterapkan dalam pembelajaran. Melalui model ini siswa tidak hanya diajar banyak tentang teori dan praktek, tetapi mereka juga

membangun rasa percaya diri, merasa berhasil dalam hidup mereka dan

bergembira, yang semuanya dalam waktu yang bersamaan (DePorter, 2005 : 2).

Tiap model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu juga

dengan model pembelajaran Quantum Learning.

Di dalam (http://www.masbied.com/ 2010/ 11/ 21/ penerapan-

metode-quantum- learning-dalam-upaya-meningkatkan-hasil-belajar/#more-3909)

(01-04-2011) kelebihan model quantum learning adalah; a. Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan; b. Mengembangkan rasa percaya diri pada siswa; c.

Menumbuhkan kreativitas siswa dalam belajar; d. Meningkatkan kemampuan

berkomunikasi dalam suatu lingkungan yang menyenangkan.

Dari pendapat diatas, dapat penulis uraikan sebagai berikut:

1. Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan.

Dalam metode quantum learning, guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar menyesuaikan diri dan belajar sesuai dengan gaya belajar

mereka masing-masing pembelajaran yang sesuai menjadikan belajar sebagai

sesuatu yang menyenangkan sehingga mengoptimalkan proses belajar dan

meningkatkan prestasi belajar siswa di sekolah.

2. Mengembangkan rasa percaya diri pada siswa.

Melalui metode ini, juga dapat menunjukkan gaya belajar terbaik dari setiap

orang, sehingga siswa mampu mengoptimalkan cara belajarnya untuk

menjadi pegangan mencapai keberhasilan.

3. Menumbuhkan kreativitas siswa dalam belajar.

Model quantum learning ini mencoba memberikan siswa kebebasan

berekspresi dalam belajar sesuai dengan tipe belajar masing-masing dan

memasang musik latar untuk menciptakan suasana yang santai. Musik sangat

penting untuk lingkungan quantum learning, karena sebenarnya berhubungan

(32)

commit to user

32

mental yang berat, denyut nadi dan tekanan darah meningkat. Gelombang

otak semakin cepat dan otot-otot menegang, sedangkan jika dengan musik

yang tepat akan mempengaruhi denyut nadi dan tekanan darah menurun,

gelombang otak melambat dan otot-otot relaks

4. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi dalam suatu lingkungan yang

menyenangkan.

Melalui pembelajaran yang menyenangkan dapat merangsang kemampuan

komunikasi siswa dalam pembelajaran, siswa akan lebih aktif dalam

pembelajaran, misalnya pada pembelajaran kelompok siswa yang

menggunakan model quantum learning siswa akan berdiskusi dengan temannya secara otomatis hal itu akan membuat siswa berkomunikasi dengan

temannya dan juga dengan guru sehingga akan tercipta komunikasi yang

multi arah.

Dari uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa quantum learning merupakan suatu model dalam pembelajaran yang menyenangkan dengan

berusaha mengombinasikan pekerjaan mental yang menekankan dengan fisiologi

relaks, sehingga siswa merasa gembira dalam belajar yang nantinya melahirkan

pelajar-pelajar yang istimewa.

Selain memiliki kelebihan-kelebihan tersebut model quantum learning juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya yaitu:

1. Tidak semua guru mampu mengkondisikan kelas menjadi suasana yang

menyenangkan untuk belajar

2. Kemampuan guru dalam menguasai model quantum learning masih terbatas sehingga pelaksanaan model quantum learning tersebut tidak maksimal

3. Guru harus selalu berinovasi dan kreatif dalam menciptakan pembelajaran

yang menyenangkan supaya siswa tidak cepat bosan.

4. Dengan pelaksanaan pembelajaran yang menyenangkan/ menggunakan

permainan dalam pembelajaraanya, kadang sulit untuk mengaitkan dengan

materi pembelajaran sehingga siswa cenderung lebih menikmati

(33)

commit to user

33

Dengan melihat pada kelebihan-kelebihan dan menganalisa

kelemahan-kelemahannya maka untuk mengatasi kelemahan-kelemahan-kelemahannya dapat penulis

uraikan sebagai berikut:

1. Guru harus bisa membiasakan suasana pembelajaran yang membuat siswa

menjadi aktif dan membuat siswa terlibat dalam pembelajaran sehingga siswa

tidak bosan berada di kelas, selain itu guru juga bisa menggunakan media

yang menarik perhatian siswa dan melibatkan siswa dalam penggunaanya hal

itu akan membuat siswa lebih tertarik dan menenangkan bagi siswa.

2. Terbatasnya kemampuan guru dalam menguasai model quantum learning dapat diatasi dengan mengikuti pelatihan, workshop, ataupun seminar pelaksanaan model – model pembelajaran inovasi yang di dalamnya terdapat

model pembelajaran quantum learning sehingga pengetahuan guru akan bertambah dalam penguasaan pelaksanaan model pembelajaran quantum learning.

3. Guru harus lebih kreatif dan bisa berinovasi dalam menciptakan permainan –

permainan yang menyenangkan bagi siswa.

4. Mengaitkan permainan dengan materi pembelajaran supaya tanpa sadar saat

melakukan permainan, siswa juga sedang mempelajari materi pelajaran.

Misalnya dengan permainan team, siswa dalam kelompok saling bertanding

untuk menjawab petanyaan dari guru dengan permainan seperti itu

pembelajaran akan lebih menyenangkan.

Jadi dapat peneliti simpulkan bahwa guru sebaiknya selalu belajar dan

mengembangkan diri untuk memperbaiki pembelajaran yang ada di kelasnya,

berusaha berinovasi menciptakan suasanan pembelajaran yang menyenangkan

untuk mencapai tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dengan menerapkan

model dalam pembelajaran diharapan siswa tidak merasa bosan dan tertarik pada

pembelajaran yang diajarkan.

2. Hakikat Keterampilan Menulis Aksara Jawa

(34)

commit to user

34

Dalam kehidupan masyarakat keterampilan kerap dikaitkan dengan

kecepatan dalam melakukan suatu pekerjaan. Kata keterampilan mempunyai arti

yang hampir sama dengan kata cekatan yaitu kepandaian melakukan sesuatu.

Sejalan dengan hal itu, pendapat dari Soemarjadi, dkk (1992:2) menyatakan

bahwa pengertian keterampilan adalah kepandaian melakukan suatu pekerjaan

dengan cepat dan benar. Jadi bila seseorang melakukan sesuatu dengan cepat

tetapi tidak benar maka ia tidak dapat dikatakan terampil. Pengertian lain dari

ketrampilan ialah memiliki keahlian yang dapat bermanfaat bagi masyarakat.

Aksay juga menambahkan tentang pengertian keterampilan dalam

(Http://pengertian-keterampilan-belajar.blogspot/2009/20/03/html) (15-12-2010).

Keterampilan adalah usaha untuk memperoleh kompetensi cekat, cepat, dan tepat

dalam menghadapi permasalahan. Dalam pembelajaran, keterampilan dirancang

sebagai proses komunikasi belajar untuk mengubah perilaku siswa menjadi cekat,

cepat dan tepat dalam melakukan atau menghadapi sesuatu.

“Keterampilan adalah kemampuan mengubah sesuatu yang ada menjadi apa yang dikehendaki sesuai dengan rencana. Keterampilan menyangkut pengenalan bahan, input, atau apa yang dapat diolah. Keterampilan juga terkait dengan tahap-tahap pelaksanaan pengolahan, serta bobot atau jumlah energi yang dibutuhkan, bahkan kemungkinan-kemungkinan penyimpangan dan perkecualian.” (http://lead.sabda.org) (16-12-2010).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan adalah

suatu bentuk kemampuan menggunakan pikiran, nalar dan perbuatan secara

efisien dan efektif dalam mengerjakan sesuatu agar menghasilkan sesuatu dengan

cepat dan tepat. Keterampilan dalam pembelajaran mencakup berbagai aspek.

Salah satu aspek keterampilan yang harus dikuasai siswa adalah keterampilan

menulis.

b. Pengertian Menulis

Menulis berasal dari kata dasar tulis. Menurut H. G. Tarigan (dalam

Sugiyanto 2008: 99) menulis adalah melukiskan lambang-lambang grafik yang

menggambarkan suatu bahasa yang dipahami seseorang untuk dibaca orang lain

(35)

commit to user

35

bisa diartikan berkomunikasi mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kehendak

kepada orang lain secara tertulis. Menurut Soemarmo Markam (1989: 7) dalam

(http://untungsdrazat.blogspot.com/2007/08/metode-pengembangan-bahasaanak.

html) (28-12-2010). Pengertian menulis adalah mengungkapkan bahasa dalam

bentuk simbol gambar.

ST. Y. Slamet (2008:97) juga menjelaskan bahwa pada dasarnya menulis itu

bukan hanya melahirkan pikiran atau perasaan saja, melainkan juga merupakan

pengungkapan ide, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman hidup seseorang dalam

bahasa tulis. Oleh karena itu, menulis bukanlah merupakan kegiatan yang

sederhana dan tidak perlu dipelajari tetapi justru dikuasai.

Menurut jurnal internasional yang berjudul Experiences with Poetry, Pedagogy and Participant Observation: Writing with Students in a Study Abroad Program yang diunduh tanggal 31 Desember 2010, dijelaskan Many anthropologists have turned to creative writing as they struggle to represent experiences/encounters with other cultures. Artinya banyak ahli antropologi telah mengarahkan ke penulisan kreatif saat mereka menggelut keluar mewakili

pengalaman / menghadapi dengan budaya lain. Hal ini dapat diartikan bahwa

menulis merupakan suatu bentuk pergaulan dengan dunia luar, yaitu menulis

menulis kreatif tercipta karena pengalaman.

Dari beberapa definisi diatas maka dapat peneliti simpulkan bahwa menulis

adalah kegiatan melukiskan lambang-lambang grafik sebagai upaya untuk

mengungkapkan pikiran dan berkomunikasi.

c. Pengertian Keterampilan Menulis

Didalam keterampilan berbahasa, terdapat beberapa macam keterampilan

berbahasa. ST. Y. Slamet (2008:1) menyebutkan bahwa keterampilan berbahasa

mencakup empat aspek, yakni; keterampilan menyimak; keterampilan berbicara;

keterampilan menyimak; keterampilan menulis.Keterampilan yang harus dikuasai

tersebut salah satunya adalah keterampilan menulis. Keterampilan ini mulai

diajarkan kepada anak dari sebelum masuk kedalam lingkungan pendidik oleh

(36)

commit to user

36

pendidikan. Walaupun keterampilan ini sudah diajarkan sejak dini, tetapi

keterampilan menulis adalah keterampilan yang kompleks dan sulit. Heaton

(dalam ST. Y. Slamet 2008:96) menyatakan bahwa menulis merupakan

keterampilan yang sukar dan kompleks. ST. Y. Slamet (2008:99) juga

menjelaskan bahwa suatu tulisan dikatakan baik dapat dilihat dari segi bahasa

yang digunakan, isi tulisan, dan bentuk atau cara penyajiannya.

Keterampilan menulis menurut Bryne (dalam ST. Y. Slamet 2008:106)

menyatakan :

Pada hakikatnya bukan sekedar kemampuan menulis simbol-simbol grafis sehingga berbentuk kata, dan kata-kata disusun menjadi kalimat menurut peraturan tertentu, melainkan keterampilan menulis adalah kemampuan menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca yang berhasil.

Dengan kata lain, keterampilan menulis menuntut kemampuan berfikir yang

baik bukan hanya sekedar menulis simbol-simbol sederhana karena keterampilan

menulis mencakup berbagai kecakapan yang kompleks.

ST. Y. Slamet (2008:107) menyatakan bahwa sehubungan dengan

komplektisitas kecakapan keterampilan menulis yang diperlukan, maka tidak

heran jika kegiatan menulis dikatakan bukan suatu kegiatan yang mudah. Artinya,

tidaklah mudah bagi seseorang untuk menghasilkan tulisan yang baik. Walaupun

demikian, bukan berarti bahwa keterampilan menulis tersebut hanya bisa dimiliki

oleh orang yang ahli atau orang-orang tertentu yang dianugrahi bakat yang

istimewa. Keterampilan menulis dapat dikembangkan dengan membiasaan

ataupun latihan yang terus-menerus. ST. Y. Slamet (2008:107) menyatakan bahwa

keterampilan menulis dapat dimiliki oleh setiap orang asalkan mau belajar dan

berlatih dengan sungguh-sungguh sebab menulis merupakan keterampilan yang

dapat dipelajari.

Berdasarkan dari berbagai pengertian di atas, maka dapat peneliti simpulkan

bahwa keterampilan menulis adalah suatu kecakapan menulis yang dimiliki

seseorang yang timbul karena proses belajar yang secara kontinue dan terarah

(37)

commit to user

37 d. Pengertian Aksara Jawa

Aksara dalam Bahasa Indonesia berarti huruf. Huruf Jawa dapat diartikan simbol aksara dalam tata tulis yang merupakan anggota abjad yang

melambangkan bunyi bahasa, aksara Jawa. Aksara merupakan salah satu peninggalan budaya bangsa Indonesia yang tidak ternilai harganya. Bentuk aksara dan seni pembuatannya pun menjadi salah satu peninggalan yang patut

dilestarikan. Dalam (http://www.trulyjogja.com) (01-12-2010), menjelaskan

bahwa aksara jawa tidak hanya di Jawa, rupanya aksara Jawa ini juga digunakan di Sunda dan Bali. SISKS Paku Buwono IX dalam Imam Sutarjo (2008:25)

menjelaskan bahwa wonten ing aksara jawi sanyatanipun, warahdalem menika ngemu raos ngelmi ingkang salangkung lebet. Artinya adalah didalam aksara Jawa sebenarnya didalamnya mengandung pemahaman ilmu yang sangat dalam.

Aksara Jawa nglegena adalah aksara yang masih murni yang belum mendapat imbuhan atau sandhangan apapun. R.T Suryadipura (2008: 10) mengatakan bahwa aksara Jawa nglegena berarti huruf Jawa yang telanjang

(Jawa:”wuda”), maksudnya yang belum diberi/ mendapat tambahan sandhangan.

Dalam abjad Jawa akan dikenal dengan aksara carakan, aksara carakan berarti seluruh huruf yang berjumlah 20 buah itu masih nglegena dan semuanya masih ditulis “a” dan berbunyi [o],.

Berdasarkan uraian dari berbagai pendapat di atas, maka interaksi yang

terjadi antara model quantum learning dengan aksara Jawa adalah suatu interaksi

model pembelajaran quantum untuk pembelajaran aksara jawa yang

mengkondisikan siswa pada situasi pembelajaran aksara jawa yang menyenangkan, aktif, dan bermakna. Dan juga tidak meninggalkan makna dari

aksara jawa yaitu simbol aksara dalam tata tulis yang merupakan anggota abjad yang melambangkan bunyi bahasa dalam Bahasa Jawa yang didalamnya

terkandung makna ilmu yang sangat dalam.

e. Keterampilan Menulis Aksara Jawa

Salah satu keterampilan dari empat keterampilan berbahasa adalah

(38)

commit to user

38

baik sastra maupun nonsastra dalam berbagai ragam bahasa untuk

mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi berupa karangan sederhana,

surat, dialog, laporan, ringkasan, parafrase, geguritan, dan huruf Jawa (Keputusan

Gubernur Jawa Tengah, 2010:18). Soemarjadi, dkk (1992:2) menyatakan bahwa

pengertian keterampilan adalah kepandaian melakukan suatu pekerjaan dengan

cepat dan benar. Jadi bila seseorang melakukan sesuatu dengan cepat tetapi tidak

benar maka ia tidak dapat dikatakan terampil. Pengertian lain dari ketrampilan

ialah memiliki keahlian yang dapat bermanfaat bagi masyarakat.

Keterampilan menulis menurut Bryne (dalam ST. Y. Slamet 2008:106)

menyatakan :

Pada hakikatnya bukan sekedar kemampuan menulis simbol-simbol grafis sehingga berbentuk kata, dan kata-kata disusun menjadi kalimat menurut peraturan tertentu, melainkan keterampilan menulis adalah kemampuan menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca yang berhasil.

R.T Suryadipura (2008: 10) mengatakan bahwa aksara Jawa nglegena berarti huruf Jawa yang telanjang (Jawa:”wuda”), maksudnya yang belum diberi/ mendapat tambahan sandhangan. Dalam abjad Jawa akan dikenal dengan aksara carakan, aksara carakan berarti seluruh huruf yang berjumlah 20 buah itu masih nglegena dan semuanya masih ditulis “a” dan berbunyi [o],.

Menurut Gorys Keraf (1984: 46), huruf adalah lambang atau gambaran dari bunyi.” Tulisan Jawa merupakan abjad suku kata, bermakna bahwa setiap unit terkecil (huruf) adalah suku kata (terdiri dari satu bunyi konsonan dan satu bunyi

vokal iringan). Suku kata ini boleh diubah sesuai dengan tanda – tanda yang

dinamakan oleh orang Jawa sebagai sandhangan. (http://wapedia.mobi/ms/Tulisan_Sunda) (28-01-2011).

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat peneliti simpulkan bahwa

keterampilan menulis aksara Jawa adalah suatu kepandaian atau kemampuan menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik abjad aksara Jawa (nglegena) secara visual dengan cepat dan benar sesuai dengan kemampuan yang

(39)

commit to user

39 f. Sejarah terciptanya aksara Jawa

Aksara Jawa merupakan salah satu peninggalan budaya bangsa Indonesia yang tidak ternilai harganya. Bentuk aksara dan seni pembuatannya pun menjadi salah satu peninggalan yang patut dilestarikan. Dalam

(http://www.trulyjogja.com) diunduh tanggal 1 Desember 2010, menjelaskan

bahwa aksara jawa tidak hanya di Jawa, rupanya aksara Jawa ini juga digunakan

di Sunda dan Bali. Aksara Jawa murni atau yang belum mendapat sandhangan yang terdiri dari 20 huruf tersebut sering disebut aksara nglegena. R.T Suryadipura (2008: 10) mengatakan bahwa aksara Jawa nglegena berarti huruf Jawa yang telanjang, maksudnya yang belum diberi/ mendapat tambahan

sandhangan. Aksara yang belum mendapat sandhangan inilah yang disebut aksara carakan (Hidup, Jawa:”urip”) yang berjumlah 20 huruf. Aksara yang belum mendapatkan sandhangan ini yang dinamakan aksara jawa nglegena. Untuk lebih jelas tentang aksara jawa nglegena dapat dilihat pada tabel 1 berikut :

Tabel 1. Tabel aksara Jawa Nglegena

Aksara Jawa nglegena yang jumlahnya 20 huruf tersebut mempunyai pasangan setiap suku katanya yang fungsinya sebagai pendamping, yakni kata

yang berfungsi untuk mengikuti suku kata mati atau tertutup dengan suku kata

berikutnya, kecuali suku kata yang tertutup oleh wignyan, cecak dan layar. Tulisan Jawa bersifat silabik atau merupakan suku kata. Sebagai tambahan, di

HA

NA

CA

RA

KA

DA

TA

SA

WA

LA

PA

DHA

JA

YA

NYA

(40)

commit to user

40

dalam huruf Jawa juga dikenal huruf kapital yang dinamakan Aksara Murda. Penggunaannya untuk menulis nama gelar, nama diri, nama geografi, dan nama

lembaga.

Asal usul aksara Jawa sangat identik dengan cerita Empu Sangkala atau yang lebih dikenal dengan nama Aji Saka, berikut ini adalah ringkasan cerita yang

peneliti baca dari buku karangan Purwadi yang berjudul History of Java dan buku

karangan Budiono Herusatoto yang berjudul Simbolisme Jawa. Banyak kalangan

yang percaya bahwa aksara Jawa diciptakan oleh Aji Saka untuk mengenang

kedua hambanya yang mati karena kesetiaannya kepadanya. Menurut suatu cerita

yang diyakini banyak kalangan tulisan Jawa ini untuk mengenang utusannya yang

bertengkar karena mempertahankan kebenarannya. Kedua utusan Aji Saka

tersebut bernama Dora dan Sembada. Dikisahkan pada suatu hari Sang Empu

mendengar bahwa di negara Medangkamulan bertahta raja raksasa yang sakti dan

punya kegemaran memakan daging manusia. Sang raja itu bernama

Dewatacengkar. Empu Sangkala merasa terpanggil jiwanya untuk bisa

membebaskan rakyat Medangkamulan dari cengkeraman Dewatacengkar.

Kemudian Empu Sangkala menyamar sebagai pemuda bernama Aji Saka dan

mengajak Dora pergi sedangkan Sembada diperintahkan untuk menjaga keris pusaka Empu Sangkala sembari berpesan bahwa “tidak seorang pun boleh mengambil keris pusaka itu kecuali Empu Sangkala sendiri”. Sembada pun berjanji akan menjaga baik-baik keris pusaka itu sampai Empu Sangkala kembali.

Empu Sangkala memilih Sembada karena yakin akan kejujuran dan kesetiaan

Sembada kepada janjinya, dan seyakin pula ia terhadap sifat Dora yang tidak

dapat dipercaya dan selalu ingkar kepada janji.

Sampai pada suatu ketika Empu Sangkala yang menyamar menjadi Aji Saka

berhasil mengalahkan Dewatacengkar yang dalam sahibul hikayat dikisahkan

ternyata sebuah siluman buaya putih. Atas kemenangan itu Aji Saka diangkat dan

naik tahta menjadi raja di Medangkamulan. Sebagai kemenangan bersejarah,

maka mulai saat penobatan Aji Saka sebagai raja dihitung sebagai tahun pertama

(41)

commit to user

41

Setelah lama di istana Aji Saka mengutus Dora kembali ke padepokan untuk

menjemput Sembada dengan membawa serta keris pusaka kembali ke Medangkamulan. Akan halnya dengan Dora yang berarti “dusta atau penipu” mengubah pesan Aji Saka ke padhepokanKarena kesibukannya, maka ia

mengubah pesan Aji Saka bahwa dia (Dora) diutus Empu Sangkal yang kine telah

menjadi raja di Medangkamulan bergelar Aji Saka untuk mengambil keris pusaka

untuk dibawanya sendiri dan memerintahkan Sembada untuk memimpin

padepokan menggantikan kedudukan Empu Sangkala. Karena Sembada yang

selalu ingat pesan Empu Sangkala bahwa tidak ada yang mengambil keris itu

selain Empu Sangkala sendiri maka Sembada tidak percaya akan perkataan Dora

sehingga terjadilah perkelahian yang terjadi sampai berhari-hari sehingga mereka

lupa bahwa mereka berdua adalah saudara kandung. Sampai pada suatu ketika

Dora berhasil merebut keris pusaka dan menghujamkan ke perut Sembada. Dalam

keadaan luka parah Sembada mencabut keris yang menghujam di perutnya dan

menghujamkan pula ke tubuh Dora hingga akhirnya mereka berdua tewas oleh

kesaktian keris pusaka majikan yang mereka hormati bersama.

Setelah lama Dora dan Sembada tidak kembali ke istana, Aji Saka teringat

akan pesannya kepada Sembada dan sadar pula akan sifat Dora yang tidak jujur.

Dengan rasa khawatir Aji Saka menuju padepokan dan menemukan kedua

pengiringnya telah menjadi mayat dengan keris pusaka tergeletak diantara

keduanya. Dengan penuh rasa sesal, duka, dan haru yang mendalam mengingat

akan kesetiaan kedua pengiringnya itu, secara spontan terucaplah kata-kata :

HANA CARAKA DATA SAWALA

PADHA JAYANYA MAGA BATHANGA

yang artinya :

ada abdi abdi yang setia

terlibat dala perkelahian

mereka sama kuat

(42)

commit to user

42

Huruf Jawa tersebut hingga kini tetap digunakan untuk pelajaran di

sekolah-sekolah. Dalam pembelajaran menulis huruf Jawa dikenal huruf nglegena, pasangan, murdha, dan sandhangan. Namun dalam penelitian ini hanya akan membahas tentang huruf Jawa nglegena. R.T Suryadipura (2008: 10) mengatakan

bahwa huruf Jawa nglegena berarti huruf Jawa yang telanjang, maksudnya yang belum diberi/ mendapat tambahan sandhangan. Darusuprapta et all (1996: 5)

mengemukakan bahwa carakan yang digunakan di dalam ejaan bahasa Jawa pada

dasarnya terdiri atas 20 aksara pokok yang bersifat silabik (kesukukataan).

Dari cerita di atas maka dapat peneliti simpulkan bahwa sejarah terciptanya

aksara jawa berasal dari cerita Aji Saka dan dua abdinya yang bernama Dora dan

Sembada yang meninggal karena kesetiaanya kepada Aji Saka, untuk

menghormati kedua abdinya kemudian Aji Saka mengucap kalimat

HANACARAKA DATASAWALA PADHAJAYANYA MAGABATHANGA yang berarti ada abdi abdi yang setia terlibat dalam perkelahian mereka sama kuat dan

telah menemui ajalnya, mereka adalah Dora dan Sembada.

3. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Didalam memahami karakteristik anak usia Sekolah Dasar (SD) memang

cukup sulit karena setiap anak usia Sekolah Dasar (SD) mempunyai karakteristik

yang berbeda dari anak usia SMP, SMA, dst. Supandi dalam (http://www.google.

co.id/#hl=id&source=hp&biw=1366&bih=580&q=karakteristik+siswa+sd&aq=o

&aqi=&aql=&oq=&fp=65637c177da1b125) (13-02-2011) menjelaskan bahwa

tingkatan kelas di sekolah dasar dapat dibagi dua menjadi kelas rendah dan kelas

atas. Kelas rendah terdiri dari kelas satu, dua, dan tiga, sedangkan kelas-kelas

tinggi sekolah dasar yang terdiri dari kelas empat, lima, dan enam. Di Indonesia,

kisaran usia sekolah dasar berada di antara 6 atau 7 tahun sampai 12 tahun. Usia

siswa pada kelompok kelas atas sekitar 9 atau 10 tahun sampai 12 tahun.

Makmun (1995:50) dalam (http://www.google.co.id/#hl=id&source=hp&

biw=1366&bih=580&q=karakteristik+siswa+sd&aq=o&aqi=&aql=&oq=&fp=65

(43)

commit to user

43

ciri perkembangan sikap individualis sebagai tahap lanjut dari usia 6-9 tahun

dengan ciri perkembangan sosial yang pesat.

Sedangkan menurut Piaget dalam Heruman (2008:1), anak sekolah dasar

berada pada fase operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini

adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah

logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret. Dari usia

perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan objek konkret yang dapat

ditangkap oleh panca indra. Dalam pembelajaran yang abstrak, siswa memerlukan

alat bantu berupa media, dan alat peraga yang dapat memperjelas apa yang

disampaikan oleh guru sehingga siswa mudah mengerti. Proses pembelajaran pada

fase konkret dapat melalui tahapan konkret, semi konkret, semi abstrak, dan

selanjutnya abstrak.

Dalam pembelajaran bahasa jawa khususnya materi menulis aksara jawa nglegena, setiap konsep yang abstrak harus dipahami siswa dan segera diberi penguatan agar bertahan lama dalam memori siswa, sehingga akan melekat dalam

pola pikir dan pola tindakannya. Untuk itu, maka diperlukan adanya pembelajaran

melalui perbuatan dan pengertian, tidak hanya sekedar hafalan atau mengingat

fakta saja, karena hal ini akan mudah dilupakan siswa.

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa siswa SD

umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun yang dalam

perkembangan kognitifnya masih terikat dengan objek konkret. Berkaitan ini, di

dalam melaksanakan penelitian, peneliti menyesuaikan dengan karakteristik anak

kelas III. Karena usia anak kelas III dalam fase operasional konkret, maka peneliti

dalam pembelajaran bahasa jawa materi menulis aksara jawa nglegena juga akan

menggunakan media konkret berupa kartu aksara dan papan planel yang akan mempermudah siswa dalam memahami materi menulis aksara jawa.

B. Penelitian yang Relevan

Gambar

Gambar 1. Gambar Bagan Kerangka Berpikir ............................................
Tabel 1. Tabel aksara Jawa Nglegena
Gambar 1. Gambar Bagan Kerangka Berpikir
gambar/ foto maupun video yang memuat siswa kelas III SD Negeri 02
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dari siklus I, siklus II, hingga siklus III dapat disimpulkan bahwa penggunaan model Contextual Teaching

Berdasarkan hasil Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan pada pembelajaran IPA dalam dua siklus dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan model pembelajaran

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam tiga siklus tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan Mind Mapping dapat meningkatkan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan dalam dua siklus dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC untuk meningkatkan

Berdasarkan hasil analisis penelitian tindakan kelas dari siklus I sampai siklus II, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan metode quantum learning teknik peta pikiran

Berdasarkan hasil analisis penelitian tindakan kelas dari siklus I sampai siklus II, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan metode quantum learning teknik peta pikiran dapat

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan model Kooperatif Time

Simpulan Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode peta pikiran mind mapping