UPAYA PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN
KETERAMPILAN KADER TENTANG ANTROPOMETRI
MELALUI PELATIHAN PENGUKURAN ANTROPOMETRI
NASKAH PUBLIKASI
Disusun Oleh :
DIAH EKOWATI
J 310 131 009
PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UPAYA PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN KADER TENTANG ANTROPOMETRI MELALUI PELATIHAN PENGUKURAN
ANTROPOMETRI
Diah Ekowati (J 310 131 009)
Pembimbing : Dr. Mutalazimah, SKM., M.Kes Susi Dyah Puspowati, SP., M.Si
Program Studi Ilmu Gizi Jenjang S1, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani Tromol Pos 1, Pabelan Surakarta 57162 Email : ekowatidiah57@yahoo.com
ABSTRACT
EFFORTS TO IMPROVE THE KNOWLEDGE AND SKILL OF HEALTH CADRES THROUGH ANTHROPOMETRIC MEASUREMENT TRAINING
Background : Early detection of malnutrition cases in a posyandu prevents the occurance of greater nutritional problems. One of detection methods is nutritional status through anthropometric measurements. Knowledge and skill of health cadres to perform anthropometric measurements were still lacking, so they needed to be improved. Meanwhile, the training which had been carried out could not improve the knowledge and skill of health cadres optimally. After receiving training with demonstration and practice, it was expected the knowledge and the skill of health cadres would improved.
Objective : This study aimed to determine the differences in knowledge and skill of health cadres on anthropometric measurements before and after being given a training anthropometric with demonstration and practice.
Research Method : This research used quasi experimental research design with one group pre and post test design. There were 31 toddler health cadres selected through simple random sampling. The independent variable was anthropometry training, while the dependent variables were the knowledge and skill of health cadres on anthropometric measurement. Knowledge of health cadres before and after were statistically tested with Wilcoxon test while skill of health cadre before and after training were tested with Paired t test. Statistic test used a the 95% confidence level with a significance level of p < 0,05.
Result : Demonstration and practice on anthropometric measurements increased
the average score of cadres‟ knowledge from 63,55 to 75,97 (p = 0,001) and the average score of cadres‟ skill from 65,5 to 86,2 (p = 0,001).
Conclusion : Anthropometric measurement training with demonstration and practice could improve the knowledge and skill of health cadres on anthropometric measurements.
Keyword : Anthropometric, training, knowledge, skill, cadres, posyandu.
PENDAHULUAN
Peningkatan derajat kesehatan masyarakat salah satunya dilakukan melalui peningkatan peran serta masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan peran serta masyarakat diantaranya adalah menggerakkan masyarakat untuk memanfaatkan posyandu sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan dasar yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.
Posyandu merupakan tempet untu mendeteksi permasalahan gizi. Permasalahan gizi yang bisa dideteksi di posyandu salah satunya adalah gizi buruk dan gizi kurang. Menurut Nency (2007), posyandu sebagai ujung tombak dalam melakukan deteksi dini dan pelayanan pertama kesehatan ibu dan anak, menjadi vital dalam pencegahan kasus gizi buruk. Salah satu kegiatan untuk melakukan deteksi dini gizi buruk dan gizi kurang adalah melalui pemantauan status gizi.
Pemantauan status gizi yang biasa dilakukan di posyandu adalah dengan melakukan pengukuran antropometri atau pengukuran ukuran tubuh. Berbagai jenis ukuran fisik tubuh dan komposisi tubuh antara lain yaitu, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit (Supariasa dkk, 2012).
Berbagai jenis ukuran fisik tubuh dan komposisi tubuh tersebut mudah sekali mengalami perubahan. Diperlukan latihan yang cukup supaya hasil pengukuran antropometri menghasilkan data yang akurat. Pengukuran antropometri di Posyandu dilakukan oleh kader.
Hasil penelitian Satoto dkk (2002), menunjukkan tingkat kemampuan, ketelitian dan akurasi data yang dikumpulkan kader masih rendah, 90,3% kader tidak benar dalam melakukan penimbangan. Kesalahan penimbangan terutama dalam mengatur posisi bandul timbangan. Hasil penelitian tersebut juga menggambarkan terdapat 88,9% dari kader yang dipilih sebagai sampel tidak mengetahui cara menimbang yang benar.
metode belajar, karakteristik peserta seperti umur, pekerjaan, pendidikan dan pengalaman.
Puskesmas Gilingan memiliki 32 Posyandu di 3 Kelurahan dengan 267 kader aktif (92,1%). Hasil survey pendahuluan mengenai uji coba pengukuran antropometri berat badan dan tinggi badan di 11 posyandu wilayah Puskesmas Gilingan pada bulan Mei 2014 menunjukkan bahwa 63,6% kader belum melakukan prosedur yang benar. Kesalahan prosedur terutama pada pengukuran tinggi badan balita.Sepatu / sandal balita tidak dilepas dan balita cukup berdiri di bawah microtoise tanpa memperhatikan posisi kaki, tumit sudah menempel pada tembok atau belum. Penggunaan dacin untuk mengukur berat badan balita kesalahan terutama pada saat persiapan. Posisi bandul dacin pada saat diseimbangkan tidak tepat pada
posisi „nol‟.Kader kadang juga lupa
tidak melepas sandal / alas kaki balita pada saat ditimbang.Pengukuran lingkar kepala tidak dilingkarkan secara tepat pada lingkar kepala.Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak kader yang belum terampil dalam melakukan pengukuran antropometri.
Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Upaya
peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader tentang antropometri melalui pelatihan
pengukuran antropometri”.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian quasi
experimental dengan rancangan
penelitian one group pretest posttest design. Lokasi penelitian di wilayah Puskesmas Gilingan dengan waktu
penelitian mulai bulan April 2014 sampai dengan April 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah kader posyandu balita yang berjumlah 267 kader dengan besar sampel penelitian 31 kader yang diambil dengan metode simple random sampling. Variabel bebas pada penelitian ini adalah pelatihan antropometri dan variabel terikat adalah pengetahuan dan keterampilan kader tentang antropometri setelah pelatihan.
Data pengetahuan antropometri diperoleh dengan menggunakan kuesioner, berupa tes tertulis yang berisi 20 pernyataan benar dan salah sebelum dan setelah pelatihan. Data keterampilan pengukuran antropometri diperoleh dari pengamatan dengan menggunakan daftar tilik pengamatan pengukuran antropometri. Pengamatan sebelum pelatihan dilakukan di posyandu dan setelah pelatihan dilakukan di kelas.
Uji statistik untuk menguji normalitas data menggunakan
Kolmogorov-Smirnov, data
dinyatakan berdistribusi normal apabila p > 0,05. Uji statistik untuk mengetahui perbedaan pengetahuan antropometri sebelum dan setelah pelatihan menggunakan uji
wilcoxon.Uji statistik perbedaan keterampilan pengukuran antropometri sebelum dan setelah pelatihan mengunakan uji paired sample t test.Uji statistik dalam penelitian ini menggunakan tingkat kepercayaan 95%.
HASIL & PEMBAHASAN
Karakteristik kader peserta pelatihan.
Tabel 1
Karakteristik kader posyandu perserta pelatihan
Karakteristik Frequensi (n = 31) %
Karakteristik Frequensi (n = 31) % pelatihan kader
1. 1 kali
Umur terendah kader peserta pelatihan 34 tahun dan tertinggi 52 tahun dan rata-rata umur kader 44 tahun. Pendidikan kader 67,7% adalah SMA, status perkawinan semua kader sudah menikah. Pekerjaan kader sebagian besar sebagai ibu rumah tangga. Lama menjadi kader rata-rata lebih dari 10 tahun dan sebagian besar kader penah mengikuti pelatihan sebanyak 1 kali.
Hasil Pengukuran Pre Test dan Post Test Pengetahuan Antropometri.
Tabel 2
Deskripsi Pengetahuan Kader Tentang Antropometri
Hasil uji statistik skor pengetahuan kader sebelum dan setelah pelatihan menunjukkan terjadi peningkatan skor pengetahuan antropometri dengan selisih 12,42 dengan rata-rata meningkat dari 63,55 menjadi 75,97. Skor terendah sebelum pelatihan 35 meningkat menjadi 60 setelah pelatihan, dan
skor tertinggi sebelum pelatihan 80 meningkat menjadi 95.
Kategori pengetahuan kader sebelum dan setelah pelatihan.
Kategori pengetahuan kader dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini :
Tabel 3
Distribusi Kategori Pengetahuan Kader Tentang Antropometri
Pengetahuan Antropometri kader
Sebelum pelatihan Setelah pelatihan
n % n %
Baik 1 3,2 11 35,5
Cukup 27 87,1 20 64,5
Kurang 3 9,7 0 0
Jumlah 31 100 31 100
Kategori pengetahuan antropometri kader setelah pelatihan terdapat peningkatan. Jumlah kader yang memilki pengetahuan baik meningkat dari 3,2% menjadi 35,5%, kategori kurang sudah tidak ada.
Pengaruh Pelatihan Pengukuran Antropometri Terhadap Pengetahuan Antropometri Kader.
Pelatihan antropometri dilaksanakan dengan metode
demonstrasi dan praktik. Pengaruh pelatihan pengukuran antropometri terhadap pengetahuan antropometri kader diukur dengan membandingkan pengetahuan kader sebelum dan setelah pelatihan.
Uji statitistik untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pelatihan terhadap peningkatan pengetahuan kader menggunakan uji wilcoxon.
Hasil uji dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini.
Tabel 4
Perbedaan Pengetahuan Kader Tentang Antropometri Sebelum dan Setelah Pelatihan
Pengeta huan Antropo
metri
Rata-rata SD Min Max Selisih
rata-rata p
Sebelum pelatihan
63,5 9,15 35 80
12,4 0,001 Setelah
Hasil uji statistik menggunakan uji wilcoxon karena data pengetahuan kader tidak berdistribusi normal, menunjukkan ada perbedaan yang signifikan atau bermakna pengetahuan kader tentang antropometri sebelum dan setelah pelatihan. Dibuktikan dengan nilai p=0,001 (p < 0,05). Terdapat peningkatan skor rata-rata pengetahuan kader sebelum dan setelah pelatihan sebesar 12,42.
Metode pelatihan dengan demonstrasi dan praktik memberikan pengaruh yang bermakna terhadap peningkatan pengetahuan. Pelatihan dengan metode ini memberikan kesan yang mendalam pada peserta. Peserta juga dilibatkan dalam kegiatan yaitu praktik. Penelitian yang dilakukan oleh Kurrachman (2003) juga menunjukkan bahwa pelatihan dengan metode ceramah yang disertai diskusi, simulasi dan praktik meningkatkan pengetahuan mahasiswa dalam kegiatan penimbangan balita di Posyandu.
Pelatihan yang dilakukan oleh Sukiarko (2007), menunjukkan ada peningkatan skor pre test dan post test pengetahuan kader dengan selisih 16,8. Pelatihan dengan metode belajar berdasar masalah
(BBM) yang menitikberatkan pada kemampuan kader dalam mencari informasi (student centered learning) dimana peserta dituntut belajar secara aktif.
Hasil Pengukuran Pre Test dan Post Test Keterampilan PengukuranAntropometri.
Pre test keterampilan kader dalam melakukan pengukuran antropometri meliputi pre test penimbangan berat badan menggunakan dacin, pengukuran tinggi badan dengan microtoise, panjang badan menggunakan
infantometer , lingkar kepala menggunakan metlin dan lingkar lengan atas menggunakan pita LILA. Pengukuran keterampilan sebelum pelatihan dilaksanakan di posyandu satu bulan sebelum pelatihan. Pengukuran keterampilan dengan menggunakan instrumen berupa daftar tilik pengukuran antropometri.Post test keterampilan pengukuran antropometri dilaksanakan di kelas setelah pelatihan. Rata-rata skor pre test dan post test keterampilan pengukuran antropometri dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5
Deskripsi Keterampilan Kader Melakukan Pengukuran Antropometri Sebelum dan Setelah Pelatihan
Statistik Skor keterampilan sebelum pelatihan
Skor keterampilan setelah pelatihan
Rata-rata 65,5 86,2 Simpangan baku 11,7 7,7
Min 43,3 71,4
Maksimal 85,7 100
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata skor keterampilan setelah pelatihan antropometri lebih tinggi dibandingkan sebelum pelatihan. Sebelum pelatihan atau pada saat pretest di posyandu skor keterampilan rata-rata 65,5 dengan skor terendah 43,3 dan skor tertinggi 85,7. Skor keterampilan meningkat setelah pelatihan dengan rata-rata 86,2 terjadi peningkatan sebesar 20,7. Skor keterampilan
terendah setelah pelatihan 71,4 dan tertinggi 100. Skor keterampilan kader setelah pelatihan lebih tinggi dibandingkan skor keterampilan sebelum pelatihan.
Kategori Keterampilan kader
Skor keterampilan kader gizi juga dikategorikan menjadi tingkat keterampilan baik dan kurang.Hasil penilaian kategori keterampilan kader dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini.
Tabel 6
Distribusi Kategori Keterampilan Kader Melakukan Pengukuran Antropometri Sebelum dan Setelah Pelatihan
Keterampilan Pengukuran Antropometri
kader
Sebelum pelatihan Setelah pelatihan
n % n %
Baik 5 16,1 23 74,2 Kurang 26 83,9 8 25,8 Jumlah 31 100 31 100
Kategori keterampilan baik setelah pelatihan antropometri menunjukkan peningkatan. Jumlah kader dengan keterampilan baik meningkat dari 16,1% menjadi 74,2%.
Pengaruh Pelatihan Pengukuran Antropometri Terhadap Keterampilan Kader Melakukan Pengukuran Antropometri.
Tabel 7.
Perbedaan Keterampilan Kader MelakukanPengukuran Antropometri Sebelum dan Setelah Pelatihan
Keterampilan pengukuran Antropometri
Rata-rata SD Min Max
Selisih
rata-rata p
Sebelum pelatihan
(pre test) 65,529 11,67 43,3 85,7
20,7 0,001 Setelah pelatihan
(post test) 86,229 7,66 71,4 100
Hasil uji beda rata-rata skor keterampilan pengukuran antropometri sebelum dan setelah pelatihan menunjukkan nilai p=0,001 (p < 0,05) yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan pengetahuan dan keterampilan kader sebelum dan setelah pelatihan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pelatihan dengan metode demonstrasi dan praktik memberikan pengaruh terhadap peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader.
Penelitian Kurrachman (2003), menunjukkan bahwa pelatihan dengan metode ceramah yang disertai diskusi, simulasi dan praktik akan meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam kegiatan pengukuran status gizi balita di Posyandu. Pelatihan yang dilakukan Sukiarko (2007) dengan metode Belajar Berdasar Masalah (BBM) juga meningkatkan skor keterampilan kader dari 63,10 menjadi 84,77 terjadi peningkatan 21,67.
Metode pelatihan dengan demonstrasi dan praktik telah terbukti meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader, namun metode ini juga memiliki kelemahan
yaitu memerlukan waktu yang relatif lama, jumlah tenaga pengajar yang cukup untuk bisa mengawasi jalannya praktik dan sarana dan prasarana yang memadai baik dari alat peraga maupun bahan ajar atau modul serta ruangan yang cukup luas.
Sejalan dengan nilai-nilai Islam bahwa meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat untuk masyarakat merupakan tugas kita sebagai manusia yang diciptakan Allah sebagai khalifatullah fil ardh, demikian pula kader sebagai ujung tombak penggerak masyarakat mempunyai kewajiban untuk selalu meningkatkan ilmu dan keterampilan yang bermanfaat untuk kemaslahatan bersama.
Keterbatasan Penelitian
2. Keterbatasan waktu dan tenaga menyebabkan pelaksanaan post test pengetahuan dan keterampilan dilaksanakan segera setelah pelatihan, dan tidak ada evaluasi atau penilaian post test yang dilaksanakan di posyandu.
KESIMPULAN
1. Pengetahuan kader sebelum dan setelah mengikuti pelatihan pengukuran antropometri.
a. Skor pengetahuan antropometri kader terjadi peningkatan antara sebelum dan setelah pelatihan dengan selisih 12,42. Rata-rata skor meningkat dari 63,55 menjadi 75,97. Skor terendah sebelum pelatihan 35 meningkat menjadi 60 setelah pelatihan, dan skor tertinggi sebelum pelatihan 80 meningkat menjadi 95.
b. Jumlah kader dengan kategori pengetahuan antropometri baik meningkat dari 3,2% menjadi 35,5%, kategori pengetahuan antropometri kurang sudah tidak ada.
c. Hasil uji statistik menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara pengetahuan antropometri kader sebelum dan setelah pelatihan dengan p=0,001 (p < 0,05).
2. Keterampilan kader sebelum dan setelah mengikuti pelatihan pengukuran antropometri.
a. Rata-rata skor keterampilan pengukuran antropometri yang dilakukan kader meningkat dari 65,5 meningkat menjadi 86,2. b. Kategori baik keterampilan
pengukuran antropometri meningkat dari 16,1% menjadi 74,2%.
c. Hasil uji beda rata-rata skor keterampilan pengukuran antropometri sebelum dan setelah pelatihan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dengan p=0,001 (p< 0,05).
SARAN
1. Bagi Puskesmas :
a. Metode pelatihan demonstrasi dan praktik dengan menggunakan modul dapat digunakan sebagai metode yang dipilih dalam melakukan pelatihan bagi kader maupun sasaran yang lain (misalnya kader kesehatan remaja). b. Materi pelatihan antropometri
diperluas dengan penjelasan secara lebih terperinci tentang teori antropometri salah satunya tentang definisi dan parameter antropometri. Penyampaian teori dan praktik bisa dipisah dengan waktu yang berbeda.
c. Perencanaan anggaran untuk pelatihan dengan mempertimbangkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk melaksanakan pelatihan dengan metode tersebut. d. Melakukan pemantauan
terhadap keterampilan kader di posyandu melakukan pengukuran antropometri pada saat pembinaan posyandu.
2. Bagi Peneliti Lain
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta: 43 – 45.
Alwi, H. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Balai Pustaka. Jakarta.
Azwar, S. 2007. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, edisi 2. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Budioro, 2001. Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat . FKM Undip. Semarang
Depkes RI. 2001. Modul Pelatihan Metode dan Teknologi Diklat (METEK).Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai Depkes RI. Jakarta: 9-11.
Depkes RI. 2004. Pola Pelatihan
Sumber Daya Manusia
(SDM) Kesehatan, Badan
Pengembangan dan
Pemberdayaan SDM
Kesehatan Pusat Pendidikan dan Pelatihan. Jakarta.
Depkes RI. 2005. Standar
Pemantauan Pertumbuhan
Balita. Jakarta.
Depkes RI. 2006. Pedoman Umum
Pengelolaan Posyandu.
Jakarta : 11 – 33.
Depkes RI. 2008. Buku Kesehatan
Ibu dan Anak-Gerakan
Pemantauan Tumbuh
Kembang Anak.Jakarta: 14.
Depkes RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta.
Dinas Kesehatan Kota Surakarta. 2013. Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Surakarta.
Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Penerbit Airlangga. Jakarta: 36- 37.
Fitri, H. 2011.Keterampilan Kader
Posyandu Sebelum dan
Sesudah Pelatihan. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 7 (1) : 28 Diakses : 25 Maret 2014. Http://journal.unnes.ac.id/ind ex.php/kemas/article/view/17 89
Fatmah dan Yusran, N. 2012.
Peningkatan Pengetahuan
dan Keterampilan Kader
Posbindu dalam Pengukuran
Tinggi Badan Prediksi
Lansia, Penyuluhan Gizi Seimbang dan Hipertensi : Studi di Kecamatan Grogol
Petamburan Jakarta
Barat.Jurnal Media Medika Indonesia. 46 (1): 64
Green, LW. and Kreuter, MW. 2000.
Health Promotion Planning,
An Educational and
Environmental Approach. 2nd ed. Mayfield Publishing Company. Mountain View.
Hatimah, I. 2000. Strategi dan Metode Pembelajaran. Adira. Bandung.
Handoko.2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya
Manusia. PT. BPFE.
Yogyakarta.
Istiarti, 2000. Menanti Buah Hati kaitan Antara Kemiskinan
Dan Kesehatan. Yayasan
Irawati, A. 2002. Kajian Pelaksanaan Revitalisasi Posyandu Pada
Masyarakat Nelayan dan
Petani di Propinsi Jawa Barat. Center Research and Development of Nutrition and Food. Jakarta.
Iqbal, W., Adi, B., Khoirul, Patonah, S. 2006.Ilmu Keperawatan Komunitas 2. CV. S.Agung Seto. Jakarta.
Kurrachman, T. 2003. Pelatihan Pengukuran Status Gizi dan Palpasi Gondok Terhadap Pengetahuan dan Keterampilan pada Mahasiswa Jurusan Gizi Politeknik Semarang. Tesis
tidak diterbitkan.
Kementerian Kesehatan RI. Visi dan misi Depkes tahun 2010 – 2014. Diakses : 21 Mei 2014. Http://www.depkes.go.id Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan
dan Perilaku Kesehatan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2005. Promosi
Kesehatan Teori dan
Aplikasi. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Nilawati. 2008. Pengaruh Karakteristik Kader dan Strategi Revitalisasi Posyandu Terhadap Keaktifan Kader di Kecamatan Samadua Kabupaten Aceh Selatan.
Tesis. Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.
Nency, 2007. Gizi buruk, Ancaman
generasi yang hilang.
Diakses : 25 Maret 2014.
Http://io.ppi-jepang-org/article.php?id=133. Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Kesehatan, 2002.Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional
Widyaiswara.Pusdiklat. Jakarta.
Prasetyo.2007. Ilmu Perilaku dan
Promosi Kesehatan.EGC.
Jakarta: 3 - 4.
Rivai, V. 2004. Manajemen Sumber
Daya Manusia Untuk
Perusahaan : Dari Teori ke Praktik . PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Robbins, Stephen P. 2006. Perilaku Organisasi. PT Indeks. Kelompok Gramedia. Jakarta.
Satoto, AB., Jahari, dan Soekirman. 2002. Growth Data from Posyandu in Indonesia:
Precision, Accuracy,
Reliability and Utilization. Jurnal Gizi Indonesia. 26: 17-23.
Sukiarko, E. 2007. Pengaruh Pelatihan dengan Metode Belajar Berdasarkan Masalah dalam Kegiatan Kader Gizi
Posyandu: Studi di
Kecamatan Tempuran
Kabupaten Magelang. Jurnal Media Medika Indonesia. 42 (3): 103-147.
Syah, M. 2008. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. PT. Remaja Rosda Karya.Bandung : 208.
Supariasa, IDN., Bakri, B., Fajar, I. 2012. Penilaian Status Gizi.EGC. Jakarta: 36 – 55.
Tim Pengelola UPGK Tk.Pusat. 2002. Buku Kader. Usaha Perbaikan Gizi Keluarga. Edisi XIX. Jakarta : 44 – 45.
Trintrin, T., Tjejep, Hermina, Luciasari, E., Afriansyah, N., dan Fuada, N. 2003.
Faktor-faktor Positif untuk
Meningkatkan Potensi Kader
Posyandu dalam Upaya
Mencapai Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi).Penelitian Gizi dan Makanan, Vol. 26 No. 2.Puslitbang Gizi dan Makanan. Bogor.
Tjakraatmadja JH dan Lantu DC. 2006. Knowledge Management dalam Konteks Organisasi Pembelajar. SBM-ITB. Bandung.