i
PENGARUH
RESPIRATORY MUSCLE EXERCISES
TERHADAP PENURUNAN SESAK NAFAS
(DYSPNEA)
PADA
PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK DI
BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT
(BBKPM) SURAKARTA
NASKAH PUBLIKASI
Disusun oleh:
ASTIKA GALUH VITALOKA J120110050
PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
iv
“PENGARUH RESPIRATORY MUSCLE EXERCISES TERHADAP PENURUNAN SESAK NAFAS (DYSPNEA) PADA PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK) DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU
MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA”
V Bab, 33 halaman, 8 tabel, 3 gambar, 12 lampiran
(Pembimbing : Isnaini Herawati, SSt.FT, S.Pd, M.Sc dan Makun Pudjianto, S.MPh, M.kes)
Latar Belakang : PPOK ditunjukkan untuk mengelompokkan penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran pernafasan. Gejala klinis yang timbul pada penderita PPOK antara lain batuk, produksi sputum, sesak nafas dan keterbatasan aktivitas. Sesak nafas pada penderita PPOK disebabkan karena lemahnya fungsi otot-otot inspirasi, meningkatnya kebutuhan ventilasi relatif, gangguan pertukaran gas, dan kompresi jalan nafas dinamis dan faktor kardiovaskuler. Pasien PPOK cenderung menhindari aktivitas fisik yang akhirnya akan menyebabkan imobilisasi, hubungan pasien dengan lingkungan menurun dan penurunan kualitas hidup. Salah satu rehabilitasi paru yaitu menggunakan teknik respiratory muscle exercises.
Tujuan Penelitian : untuk mengetahui pengaruh respiratory muscle exercises terhadap penurunan sesak nafas (dyspnea) pada penderita PPOK di BBKPM Surakarta.
Metode Penelitian : menggunakan quasi experiment dengan desain penelitan one group pre and post test with control design. Responden dalam penelitian ini adalah pasien di unit fisioterapi di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta dan dilakukan pada bulan Maret-April 2015 dengan total sampel berjumlah 16 orang yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian dianalisa dengan menggunakanW ilcoxon Test dan Mann-Whitney Test.
Hasil Penelitian : uji pengaruh sesak nafas Modified Medical Research Council Scale (MMRCS) menggunakan Wilcoxon Test pada kelompok respiratory muscle exercises menunjukkan hasil p = 0,008 < 0,05 dan uji beda pengaruhantara kelompok respiratory muscle exercises dengan kelompok kontrol menggunakan Mann-Whitney Test menunjukkan hasil p = 0,003 < 0,05 yang berarti ada pengaruh respiratory muscle exercises terhadap penurunan sesak nafas (dyspnea) pada penderita PPOK. Kesimpulan :respiratory muscle exercises dapat berpengaruh terhadap penurunan sesak nafas pada penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK).
v DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...
HALAMAN PERSETUJUAN ...
HALAMAN PERNYATAAN ...
ABSTRAK ...
PENDAHULUAN ...
LANDASAN TEORI ...
METODOLOGI PENELITIAN ...
KESIMPULAN DAN SARAN ...
1
PENDAHULUAN
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) ditandai dengan obstruksi
jalan nafas yang ireversibel dan peningkatan usaha bernapas. Istilah lainnya
adalah COLD dan COAD (Chronic obstructive lung/airway disease;
penyakit paru/jalan napas obstrurtif kronik). PPOK meliputi bronkitis kronis
dan emfisema yang sering terjadi bersamaan (Ward, 2006). Penyakit paru
obstruksi kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak
menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Data di dunia pada tahun 2007 menunjukkan bahwa PPOK mengenai
210 jiwa, dan penyakit ini merupakan penyebab kematian ke 5 pada tahun
2002 dan akan meningkat menjadi ke 4 pada tahun 2030 (WHO, 2007).
Sedangkan di Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 4,8 juta penderita
PPOK. Data yang didapat di BBKPM (Balai Besar Kesehatan Paru
Masyarakat Surakarta pada tahun 2012 menunjukan terdapat 439 pasien
PPOK, pada tahun 2013 sebanyak 434 orang, dan pada tahun 2014 sebanyak
224 orang.
Gejala klinis pada PPOK antara lain batuk, produksi sputum, sesak
nafas dan keterbatasan aktivitas. Oleh karena itu pasien PPOK cenderung
menghindari aktivitas fisik sehingga pasien mengurangi aktivitas sehari-hari
yang akhirnya akan menyebabkan immobilisasi, hubungan pasien dengan
lingkungan dan sosial menurun sehingga kualitas hidup menurun (Khotimah,
Salah satu rehabilitasi paru yaitu dengan fisioterapi dan
menggunakan teknik respiratory muscle exercises. Rehabilitasi paru pada
penderita PPOK merupakan pengobatan standar yang bertujuan untuk
mengontrol, mengurangi gejala dan meningkatkan kapasitas fungsional
secara optimal sehingga pasien dapat hidup mandiri dan berguna bagi
masyarakat (Ikalius, 2006). Berdasarkan dari latar belakang masalah di atas
penulis ingin melakukan penelitian untuk mengetahui apakah ada pengaruh
pemberian respiratory muscle exercise terhadap penurunan sesak nafas
(dyspnea) menggunakan Modified Medical Research Council scale (MMRC
scale) pada penderita PPOK.
LANDASAN TEORI
Pengertian Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan
aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau
reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau
gabungan keduanya (PDPI, 2003). Menurut Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Disease (GOLD), PPOK adalah penyakit dengan
karakteristik keterbatasan saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel.
A. Etiologi PPOK
Kebiasaan merokok merupakan salah satu penyebab yang
terpenting. Selain itu terdapat faktor-faktor resiko yang lain seperti
riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja,
defisiensi antitripsinalfa-1. Di Indonesia defisiensi antitripsin alfa-1
sangat jarang terjadi (Mangunnegoro, 2003).
B. Patogenesis PPOK
Partikel, gas beracun dan faktor yang mempengaruhi timbulnya
suatu penyakit yang terdapat pada diri manusia dapat menimbulkan
inflamasi pada paru. Sel-sel inflamasi mengeluarkan enzim proteinase
dan menimbulkan stress oksidatif. Inflamasi kronis mengakibatkan
metaplasia pada dinding epitel bronchial, hipersekresi mukus,
peningkatan massa otot halus danfibrosis.Pada parenkim paru,
penghancuran elemen struktural yang dimediasi protease menyebabkan
terjadinya emfisema. Keseluruhan proses ini mengakibatkan obstruksi
paten pada saluran nafas dan timbulnya gejala patofisiologis
karateristik PPOK (Price, 2006).
C. Tanda dan Gejala
Gejala yang dominan pada PPOK adalah sesak nafas yang
seringkali dimulai saat aktivitas. Terdapat batuk, yang mungkin
produktif menghasilkan sputum dan mengi. Gejala umum bersifat
progresif dengan sesak nafas yang semakin berat dan berkurangnya
toleransi latihan (Gleadle, 2007). Pada pemeriksaan sporometri FEV1
dibawah predicted, FEV1/FVC dibawah predicted, perbaikan pada tes
provokasi setelah pemberian bronkodilator <12% (Djojodibroto,
D. Sesak Nafas (Dyspnea) Pada Penderita PPOK
hipoksia, hiperkapnia, onset awal asidosis laktat, penekanan
pergeragan saluran nafas, hiperinflasi, kelemahan otot nafas dan
kelemahan otot ekstremitas oleh karena efek sistemik (Wise, 2002).
Salah satu cara untuk mengukurderajat sesak nafas adalah dengan
menggunakan skala Medical Research Council (MRC) yang
dikembangkan oleh Fletcher pada tahun 1956. Skala ini terdiri atas
lima poin. Skala ini berdasarkan atas suatu pandangan tentang tindakan
yang dapat menimbulkan sesak nafas, seperti berjalan. Skala MRC
telah terbukti mampu mengklasifikasi keparahan sesak nafas
(Alamsyah,2010).
E. Respiratory Muscle Exercises
Rehabilitasi paru pada penderita PPOK merupakan pengobatan
standar yang bertujuan untuk mengontrol, mengurangi gejala dan
meningkatkan kapasitas fungsional secara optimal(Alamsyah, 2010).
Salah satu rehabilitasi paru yang digunakan adalah respiratory muscle
exercises dengan menggunakan teknik pursed lips breathing dan
diikuti dengan latihan rileksasi yaitu gerakan ringan pada bahu.
1. Pursed lips breathing
Pursed lips breathing adalah suatu latihan bernafas yang
terdiri dari dua mekanisme yaitu inspirasi secara kuat dan ekspirasi
aktif dan panjang. Pursed lips breathing dapat meningkatkan
oksigen dalam arteri (PaCO2) yang menyebabkan penurunan
tekanan terhadap kebutuhan oksigen dalam proses metabolisme
tubuh, sehingga menyebabkan penurunan sesak nafas dan frekuensi
pernafasan (Spahija et al, 2005)(Gosselink, 2003).
2. Latihan rileksasi
Menurut Octariany (2014), latihan rileksasi pada penderita
PPOK bertujuan untuk menurunkan ketegangan otot pernafasan,
terutama otot bantu pernafasan sehingga terjadi penurunan sesak
nafas dan memberikan sense of well being. Latihan rileksasi pada
penderita PPOK ini diberikan dengan beberapa gerakan ringan
pada bahu, yaitu peregangan dada, rotasi bahu, dan pereangan
bahu.
METODELOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode quasi experiment dengan
rancangan Pre and Post Test with Control Design. Dengan
membandingkan dua hasil evaluasi yaitu pre test dan post test, dimana
dalam penelitian ini, responden dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok
1 sebagai kelompok eksperimen, diberikan perlakuan Respiratory Muscle
Exercises secara rutin 2 kali sehari selama 6 minggu dan kelompok 2
sebagai kelompok kontrol tidak diberikan Respiratory Muscle Exercises.
Metode pengambilan sampel yang dipakai pada penelitian ini
sertakan sebagai responden adalah pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK).
Variabel bebas pada penelitian ini adalah Respiratory Muscle
Exercises. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah Sesak
Nafas (Dyspnea).
Karena sampel penelitian ini berjumlah 16 orang(<30 orang) maka
uji hipotesis menggunakan uji Wilcoxon untuk mengetahui pengaruh
Respiratory Muscle Exercises terhadap penurunan Sesak Nafas (Dyspnea).
Kemudian untuk uji beda pengaruh antara kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan digunakan uji Mann-Whitney Test.
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan metode quasi experiment dengan
rancangan Pre and Post Test with Control Design. Sampel diperoleh di
Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta yang
memenuhi kriteria inklusi-eksklusi. Sehingga dalam penelitian ini
didapatkan 16 responden yang dibagi dalam kelompok eksperiment dan
kelompok kontrol. Pada kelompok eksperiment mendapatkan Respiratory
Muscle Exercises, sedangkan pada kelompok kontrol tidak. Penelitian ini
dilakukan selama 6 minggu mulai tanggal 1 Maret 2015 sampai dengan 12
April 2015. Responden dalam penelitian ini memenuhi kriteria inklusi
sebanyak 16 orang. Responden dalam penelitian ini terbagi dalam
laki-laki, dimana laki-laki sebanyak 14 (87,5%) responden dan perempuan
Berdasarkan uji Wilcoxon T-Test, pada kelompok eksperiment
diperoleh nilai signifikansi0,008, karena nilai signifikansi < 0,05 ( 0,008 <
0,05) artinya terdapat pengaruh yang signifikan pemberian respiratory
muscle exercises terhadap penurunan sesak nafas. Sedangkan Hasil
interpretasi dari uji Mann Whitney test pada menunjukkan bahwa nilai p =
0,003 pada uji beda pengaruh MMRCS menunjukkan bahwa nilai selisih
antara kelompok respiratory muscle exercises dan kelompok kontrol
terdapat perbedaan, hal ini didukung dengan melihat dari hasil interpretasi
nilai Mean dari kedua kelompok yaitu pada kelompok eksperiment sebesar
11,75 dan pada kelompok kontrol sebesar 5,25.
Respiratory Muscle Exercises memiliki pengaruh terhadap
penurunan sesak nafas (dyspnea) pada penderita PPOK di BBKPM
Surakarta. Respiratory Muscle Exercises berperan dalam pengembangan
rongga thorax dan paru dengan adanya kontraksi diafragma sewaktu
inspirasi. Selama ekspirasi, otot-otot ekspirasi (otot-otot abdomen)
berkontraksi secara aktif membantu diafragma bergerak naik untuk
mengurangi volume paru.
Pada PPOK terjadi penurunan oksigenasi darah dan peningkatan
CO2 arteri. Salah satu terapi PPOK adalah latihan otot pernafasan yang
bertujuan mengurangi dan mengontrol sesak nafas. Teknik ini dapat
memperbaiki ventilasi, mensinkronkan dan melatih kerja otot abdomen
dan thorax untuk menghasilkan tekanan inspirasi yang cukup dan untuk
peningkatan perfusi sehingga kadar CO2 arteri darah akan berkurang dan
dapat memperbaiki kinerja alveoli untuk mengefektifkan pertukaran gas
tanpa meningkatkan kerja pernafasan serta dapat mengatur dan
mengkoordinasi kecepatan pernafasan sehingga pernafasan lebih efektif
Keterbatasan penelitian
Penelitian tentang pengaruh Respiratory Muscle Exercises terhadap
penurunan sesak nafas (dyspnea) pada Penderita Penyakit Paru Obstruksi
Kronik (PPOK) ini masih jauh dari sempurna, terdapat beberapa
keterbatasan, diantaranya yaitu :
1. Peneliti tidak dapat mengontrol semua aktivitas responden seperti
pekerjaan, dan pemicu terjadinya gangguan seperti polusi udara, zat
iritan, status sosial ekonomi, dan nutrisi di luar penelitian.
2. Peneliti tidak dapat mengontrol langsung latihan yang dilakukan oleh
responden secara terus menerus selama 2 x sehari selama 6 minggu.
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Dari hasil analisa dan perhitungan uji statistik , dapat disimpulkan
bahwa : ada pengaruh Respiratory Muscle Exercises terhadap penurunan
sesak nafas (dyspnea) pada penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik
B. Saran
Berdasarkan pelaksanaan dan hasil penelitian yang telah dilakukan,
maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Bagi Pasien
a. Penderita PPOK perlu mendapatkan edukasi bagaimana melatih
pernafasan mandiri yang dapat dilakukan oleh pasien dirumah,
serta dilakukan secara rutin dan teratur untuk memperoleh hasil
yang lebih maksimal.
b. Pasien diharapkan menghindari pemicu terjadinya gangguan
PPOK disamping merokok, seperti polusi udara, zat iritan,
aktivitas yang berlebihan dan lain-lain.
2. Bagi Peneliti
a. Penelitian ini masih memiliki beberapa kekurangan dan
keterbatasan, antara lain faktor lingkungan keluarga, faktor
pekerjaan, lingkungan sosial, dan faktor ekonomi dimana peneliti
tidak dapat mengontrol langsung aktivitas responden diluar
lingkungan.
b. Peneliti lain dapat mengembangkan penelitian ini dengan
menambah jumlah sampel dan variabel lain yang di teliti, sehingga
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, S. 2010. Efek Latihan Pernafasan terhadap Faal Paru Derajat Sesak Nafas dan Kapasitas Fungsional Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Stabil. Diakses tanggal 15 November 2014. Available from : URL : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20900
Amin, M. 2005. Patogenesis dan Pengobatan Pada Penyakit Paru Obstruksi Kronik. Kongres Nasional X PDPI. Solo. P:1-7.
Anwar, D., Chan, Y., Basyar, M. 2012. Hubungan Derajat Sesak Napas Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Menurut Kuesioner Modified Medical Researc Council Scale dengan Derajat Penyakit Paru Obstruksi Kronik. J Respir Indo. 2012;32:200-7.
Crisafulli, E, Stefania Costi, Leonardo M Fabbri dan Enrico M Clini. 2007. Respiratory Muscle Training in COPD Patients. International Journal of COPD. 2(1) : 19-25.
Damayanti. 2013. Penyakit Paru Obstruksi Kronik Eksaserbasi Akut Pada Laki-Laki Lansia. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung Vol.1.
Djojodibroto, R. D. 2012. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Gleadle, J. 2007. At Glance Anamnesis DanPemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2007. Global Strategy for the Diagnosis, Management, And Prevention Of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. MCR VISION,Inc.
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2010. Global Strategy for the Diagnosis, Management, And Prevention Of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. MCR VISION,Inc
Gosselink. 2003. Controlled Breathing and Dyspnea in Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Journal of Rehabilitation Research and Development Vol.40, No.5, September/October 2003, Supplement 2 Pages 25-34.
Heidy dan Faisal. 2008. Proses metabolisme penyakit paru obstruksi kronik (PPOK). Jakarta: Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI-SMF-Paru dan Rs Persahabatan.
Paru Dinilai dengan SGRQ dan Uji Jalan 6 Menit. (Tesis). Jakarta. Universitas Indonesia.
Ikawati, Z. 2011. Penyakit Sistem Pernafasan dan Tatalaksana. Yogyakarta: Bursa Ilmu.
Khotimah, S. 2013. Latihan Endurance Meningkatkan Kualitas Hidup Lebih Baik Dari Pada Latihan PernafasanPada Pasien PPOK di BP4 Yogyakarta.
Sport and Fitness Journal. Juni 2013:1. No. 20-32.
Mangunnegoro, H. 2003. PPOK Pedoman Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Octariany. 2014. Analisis Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Setelah Mengikuti Program Rehabilitasi Paru Yang Dinilai Dengan COPD Assessment Test (CAT) dan Uji Jalan 6 Menit. Diakses tanggal 22 Januari 2015. Available from : URL : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/41575
Oemiati, R. 2013. Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK). Media Litbangkes Vol.23 No.2 : 82-88.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2003. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK): Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).
Price, W. 2006. Askep COPD (Chronis Obstructive Pulmonary Disease). Belajar Keperawatan. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Putra, I Putu J.S. 2012. Pengaruh Latihan Nafas DiafragmaTerhadap Fungsi Pernafasan Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Diakses tanggal 30 Januari 2015. Available from : URL : http://iputujuniarthasemaraputra.wordpress.com/2012/09/06/analisis- jurnal-pengaruh-latihan-nafas-diafragma-terhadap-fungsi-pernafasan-pada-pasien-penyakit-paru-obstruktif-kronik/.
Quin, Campion E. 2006. 100 Question and Answer About Crhronic Obstructive Pulmonary Diases. USA. Jones and Bartlett Inc.
Ritonga, A. 2011. Profil Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Stabil Berdasarkan Penilaian BODE Indek di RSUP H.Adam Malik dan RS PTP II Tembakau Deli Medan. Diakses tanggal 15 November 2014. Available from : URL : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/22854
Spahija, M, & Grassino. 2005. Effect of Imposed Pursed-Lip Breathing on Respiratory Mechanics and Dyspnea at Rest and During Exercise in
COPD. Chest 2005;128;640-650 DOI 10.1378/chest.128.2.640.
Ward, Jeremy P.T. 2008. At Glance SISTEM RESPIRASI Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga.