• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH RESPIRATORY MUSCLE EXERCISES TERHADAP PENURUNAN SESAK NAFAS (DYSPNEA) PADA Pengaruh Respiratory Muscle Exercises Terhadap Penurunan Sesak Nafas (Dyspnea) Pada Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH RESPIRATORY MUSCLE EXERCISES TERHADAP PENURUNAN SESAK NAFAS (DYSPNEA) PADA Pengaruh Respiratory Muscle Exercises Terhadap Penurunan Sesak Nafas (Dyspnea) Pada Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBK"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH

RESPIRATORY MUSCLE EXERCISES

TERHADAP PENURUNAN SESAK NAFAS

(DYSPNEA)

PADA

PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK DI

BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT

(BBKPM) SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Disusun oleh:

ASTIKA GALUH VITALOKA J120110050

PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

(2)
(3)

iv

“PENGARUH RESPIRATORY MUSCLE EXERCISES TERHADAP PENURUNAN SESAK NAFAS (DYSPNEA) PADA PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK) DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU

MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA”

V Bab, 33 halaman, 8 tabel, 3 gambar, 12 lampiran

(Pembimbing : Isnaini Herawati, SSt.FT, S.Pd, M.Sc dan Makun Pudjianto, S.MPh, M.kes)

Latar Belakang : PPOK ditunjukkan untuk mengelompokkan penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran pernafasan. Gejala klinis yang timbul pada penderita PPOK antara lain batuk, produksi sputum, sesak nafas dan keterbatasan aktivitas. Sesak nafas pada penderita PPOK disebabkan karena lemahnya fungsi otot-otot inspirasi, meningkatnya kebutuhan ventilasi relatif, gangguan pertukaran gas, dan kompresi jalan nafas dinamis dan faktor kardiovaskuler. Pasien PPOK cenderung menhindari aktivitas fisik yang akhirnya akan menyebabkan imobilisasi, hubungan pasien dengan lingkungan menurun dan penurunan kualitas hidup. Salah satu rehabilitasi paru yaitu menggunakan teknik respiratory muscle exercises.

Tujuan Penelitian : untuk mengetahui pengaruh respiratory muscle exercises terhadap penurunan sesak nafas (dyspnea) pada penderita PPOK di BBKPM Surakarta.

Metode Penelitian : menggunakan quasi experiment dengan desain penelitan one group pre and post test with control design. Responden dalam penelitian ini adalah pasien di unit fisioterapi di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta dan dilakukan pada bulan Maret-April 2015 dengan total sampel berjumlah 16 orang yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian dianalisa dengan menggunakanW ilcoxon Test dan Mann-Whitney Test.

Hasil Penelitian : uji pengaruh sesak nafas Modified Medical Research Council Scale (MMRCS) menggunakan Wilcoxon Test pada kelompok respiratory muscle exercises menunjukkan hasil p = 0,008 < 0,05 dan uji beda pengaruhantara kelompok respiratory muscle exercises dengan kelompok kontrol menggunakan Mann-Whitney Test menunjukkan hasil p = 0,003 < 0,05 yang berarti ada pengaruh respiratory muscle exercises terhadap penurunan sesak nafas (dyspnea) pada penderita PPOK. Kesimpulan :respiratory muscle exercises dapat berpengaruh terhadap penurunan sesak nafas pada penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK).

(4)

v DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN PERNYATAAN ...

ABSTRAK ...

PENDAHULUAN ...

LANDASAN TEORI ...

METODOLOGI PENELITIAN ...

KESIMPULAN DAN SARAN ...

(5)

1

PENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) ditandai dengan obstruksi

jalan nafas yang ireversibel dan peningkatan usaha bernapas. Istilah lainnya

adalah COLD dan COAD (Chronic obstructive lung/airway disease;

penyakit paru/jalan napas obstrurtif kronik). PPOK meliputi bronkitis kronis

dan emfisema yang sering terjadi bersamaan (Ward, 2006). Penyakit paru

obstruksi kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak

menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.

Data di dunia pada tahun 2007 menunjukkan bahwa PPOK mengenai

210 jiwa, dan penyakit ini merupakan penyebab kematian ke 5 pada tahun

2002 dan akan meningkat menjadi ke 4 pada tahun 2030 (WHO, 2007).

Sedangkan di Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 4,8 juta penderita

PPOK. Data yang didapat di BBKPM (Balai Besar Kesehatan Paru

Masyarakat Surakarta pada tahun 2012 menunjukan terdapat 439 pasien

PPOK, pada tahun 2013 sebanyak 434 orang, dan pada tahun 2014 sebanyak

224 orang.

Gejala klinis pada PPOK antara lain batuk, produksi sputum, sesak

nafas dan keterbatasan aktivitas. Oleh karena itu pasien PPOK cenderung

menghindari aktivitas fisik sehingga pasien mengurangi aktivitas sehari-hari

yang akhirnya akan menyebabkan immobilisasi, hubungan pasien dengan

lingkungan dan sosial menurun sehingga kualitas hidup menurun (Khotimah,

(6)

Salah satu rehabilitasi paru yaitu dengan fisioterapi dan

menggunakan teknik respiratory muscle exercises. Rehabilitasi paru pada

penderita PPOK merupakan pengobatan standar yang bertujuan untuk

mengontrol, mengurangi gejala dan meningkatkan kapasitas fungsional

secara optimal sehingga pasien dapat hidup mandiri dan berguna bagi

masyarakat (Ikalius, 2006). Berdasarkan dari latar belakang masalah di atas

penulis ingin melakukan penelitian untuk mengetahui apakah ada pengaruh

pemberian respiratory muscle exercise terhadap penurunan sesak nafas

(dyspnea) menggunakan Modified Medical Research Council scale (MMRC

scale) pada penderita PPOK.

LANDASAN TEORI

Pengertian Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan

aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau

reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau

gabungan keduanya (PDPI, 2003). Menurut Global Initiative for Chronic

Obstructive Lung Disease (GOLD), PPOK adalah penyakit dengan

karakteristik keterbatasan saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel.

A. Etiologi PPOK

Kebiasaan merokok merupakan salah satu penyebab yang

terpenting. Selain itu terdapat faktor-faktor resiko yang lain seperti

riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja,

(7)

defisiensi antitripsinalfa-1. Di Indonesia defisiensi antitripsin alfa-1

sangat jarang terjadi (Mangunnegoro, 2003).

B. Patogenesis PPOK

Partikel, gas beracun dan faktor yang mempengaruhi timbulnya

suatu penyakit yang terdapat pada diri manusia dapat menimbulkan

inflamasi pada paru. Sel-sel inflamasi mengeluarkan enzim proteinase

dan menimbulkan stress oksidatif. Inflamasi kronis mengakibatkan

metaplasia pada dinding epitel bronchial, hipersekresi mukus,

peningkatan massa otot halus danfibrosis.Pada parenkim paru,

penghancuran elemen struktural yang dimediasi protease menyebabkan

terjadinya emfisema. Keseluruhan proses ini mengakibatkan obstruksi

paten pada saluran nafas dan timbulnya gejala patofisiologis

karateristik PPOK (Price, 2006).

C. Tanda dan Gejala

Gejala yang dominan pada PPOK adalah sesak nafas yang

seringkali dimulai saat aktivitas. Terdapat batuk, yang mungkin

produktif menghasilkan sputum dan mengi. Gejala umum bersifat

progresif dengan sesak nafas yang semakin berat dan berkurangnya

toleransi latihan (Gleadle, 2007). Pada pemeriksaan sporometri FEV1

dibawah predicted, FEV1/FVC dibawah predicted, perbaikan pada tes

provokasi setelah pemberian bronkodilator <12% (Djojodibroto,

(8)

D. Sesak Nafas (Dyspnea) Pada Penderita PPOK

hipoksia, hiperkapnia, onset awal asidosis laktat, penekanan

pergeragan saluran nafas, hiperinflasi, kelemahan otot nafas dan

kelemahan otot ekstremitas oleh karena efek sistemik (Wise, 2002).

Salah satu cara untuk mengukurderajat sesak nafas adalah dengan

menggunakan skala Medical Research Council (MRC) yang

dikembangkan oleh Fletcher pada tahun 1956. Skala ini terdiri atas

lima poin. Skala ini berdasarkan atas suatu pandangan tentang tindakan

yang dapat menimbulkan sesak nafas, seperti berjalan. Skala MRC

telah terbukti mampu mengklasifikasi keparahan sesak nafas

(Alamsyah,2010).

E. Respiratory Muscle Exercises

Rehabilitasi paru pada penderita PPOK merupakan pengobatan

standar yang bertujuan untuk mengontrol, mengurangi gejala dan

meningkatkan kapasitas fungsional secara optimal(Alamsyah, 2010).

Salah satu rehabilitasi paru yang digunakan adalah respiratory muscle

exercises dengan menggunakan teknik pursed lips breathing dan

diikuti dengan latihan rileksasi yaitu gerakan ringan pada bahu.

1. Pursed lips breathing

Pursed lips breathing adalah suatu latihan bernafas yang

terdiri dari dua mekanisme yaitu inspirasi secara kuat dan ekspirasi

aktif dan panjang. Pursed lips breathing dapat meningkatkan

(9)

oksigen dalam arteri (PaCO2) yang menyebabkan penurunan

tekanan terhadap kebutuhan oksigen dalam proses metabolisme

tubuh, sehingga menyebabkan penurunan sesak nafas dan frekuensi

pernafasan (Spahija et al, 2005)(Gosselink, 2003).

2. Latihan rileksasi

Menurut Octariany (2014), latihan rileksasi pada penderita

PPOK bertujuan untuk menurunkan ketegangan otot pernafasan,

terutama otot bantu pernafasan sehingga terjadi penurunan sesak

nafas dan memberikan sense of well being. Latihan rileksasi pada

penderita PPOK ini diberikan dengan beberapa gerakan ringan

pada bahu, yaitu peregangan dada, rotasi bahu, dan pereangan

bahu.

METODELOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode quasi experiment dengan

rancangan Pre and Post Test with Control Design. Dengan

membandingkan dua hasil evaluasi yaitu pre test dan post test, dimana

dalam penelitian ini, responden dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok

1 sebagai kelompok eksperimen, diberikan perlakuan Respiratory Muscle

Exercises secara rutin 2 kali sehari selama 6 minggu dan kelompok 2

sebagai kelompok kontrol tidak diberikan Respiratory Muscle Exercises.

Metode pengambilan sampel yang dipakai pada penelitian ini

(10)

sertakan sebagai responden adalah pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronik

(PPOK).

Variabel bebas pada penelitian ini adalah Respiratory Muscle

Exercises. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah Sesak

Nafas (Dyspnea).

Karena sampel penelitian ini berjumlah 16 orang(<30 orang) maka

uji hipotesis menggunakan uji Wilcoxon untuk mengetahui pengaruh

Respiratory Muscle Exercises terhadap penurunan Sesak Nafas (Dyspnea).

Kemudian untuk uji beda pengaruh antara kelompok kontrol dan

kelompok perlakuan digunakan uji Mann-Whitney Test.

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan dengan metode quasi experiment dengan

rancangan Pre and Post Test with Control Design. Sampel diperoleh di

Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta yang

memenuhi kriteria inklusi-eksklusi. Sehingga dalam penelitian ini

didapatkan 16 responden yang dibagi dalam kelompok eksperiment dan

kelompok kontrol. Pada kelompok eksperiment mendapatkan Respiratory

Muscle Exercises, sedangkan pada kelompok kontrol tidak. Penelitian ini

dilakukan selama 6 minggu mulai tanggal 1 Maret 2015 sampai dengan 12

April 2015. Responden dalam penelitian ini memenuhi kriteria inklusi

sebanyak 16 orang. Responden dalam penelitian ini terbagi dalam

laki-laki, dimana laki-laki sebanyak 14 (87,5%) responden dan perempuan

(11)

Berdasarkan uji Wilcoxon T-Test, pada kelompok eksperiment

diperoleh nilai signifikansi0,008, karena nilai signifikansi < 0,05 ( 0,008 <

0,05) artinya terdapat pengaruh yang signifikan pemberian respiratory

muscle exercises terhadap penurunan sesak nafas. Sedangkan Hasil

interpretasi dari uji Mann Whitney test pada menunjukkan bahwa nilai p =

0,003 pada uji beda pengaruh MMRCS menunjukkan bahwa nilai selisih

antara kelompok respiratory muscle exercises dan kelompok kontrol

terdapat perbedaan, hal ini didukung dengan melihat dari hasil interpretasi

nilai Mean dari kedua kelompok yaitu pada kelompok eksperiment sebesar

11,75 dan pada kelompok kontrol sebesar 5,25.

Respiratory Muscle Exercises memiliki pengaruh terhadap

penurunan sesak nafas (dyspnea) pada penderita PPOK di BBKPM

Surakarta. Respiratory Muscle Exercises berperan dalam pengembangan

rongga thorax dan paru dengan adanya kontraksi diafragma sewaktu

inspirasi. Selama ekspirasi, otot-otot ekspirasi (otot-otot abdomen)

berkontraksi secara aktif membantu diafragma bergerak naik untuk

mengurangi volume paru.

Pada PPOK terjadi penurunan oksigenasi darah dan peningkatan

CO2 arteri. Salah satu terapi PPOK adalah latihan otot pernafasan yang

bertujuan mengurangi dan mengontrol sesak nafas. Teknik ini dapat

memperbaiki ventilasi, mensinkronkan dan melatih kerja otot abdomen

dan thorax untuk menghasilkan tekanan inspirasi yang cukup dan untuk

(12)

peningkatan perfusi sehingga kadar CO2 arteri darah akan berkurang dan

dapat memperbaiki kinerja alveoli untuk mengefektifkan pertukaran gas

tanpa meningkatkan kerja pernafasan serta dapat mengatur dan

mengkoordinasi kecepatan pernafasan sehingga pernafasan lebih efektif

Keterbatasan penelitian

Penelitian tentang pengaruh Respiratory Muscle Exercises terhadap

penurunan sesak nafas (dyspnea) pada Penderita Penyakit Paru Obstruksi

Kronik (PPOK) ini masih jauh dari sempurna, terdapat beberapa

keterbatasan, diantaranya yaitu :

1. Peneliti tidak dapat mengontrol semua aktivitas responden seperti

pekerjaan, dan pemicu terjadinya gangguan seperti polusi udara, zat

iritan, status sosial ekonomi, dan nutrisi di luar penelitian.

2. Peneliti tidak dapat mengontrol langsung latihan yang dilakukan oleh

responden secara terus menerus selama 2 x sehari selama 6 minggu.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Dari hasil analisa dan perhitungan uji statistik , dapat disimpulkan

bahwa : ada pengaruh Respiratory Muscle Exercises terhadap penurunan

sesak nafas (dyspnea) pada penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik

(13)

B. Saran

Berdasarkan pelaksanaan dan hasil penelitian yang telah dilakukan,

maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut :

1. Bagi Pasien

a. Penderita PPOK perlu mendapatkan edukasi bagaimana melatih

pernafasan mandiri yang dapat dilakukan oleh pasien dirumah,

serta dilakukan secara rutin dan teratur untuk memperoleh hasil

yang lebih maksimal.

b. Pasien diharapkan menghindari pemicu terjadinya gangguan

PPOK disamping merokok, seperti polusi udara, zat iritan,

aktivitas yang berlebihan dan lain-lain.

2. Bagi Peneliti

a. Penelitian ini masih memiliki beberapa kekurangan dan

keterbatasan, antara lain faktor lingkungan keluarga, faktor

pekerjaan, lingkungan sosial, dan faktor ekonomi dimana peneliti

tidak dapat mengontrol langsung aktivitas responden diluar

lingkungan.

b. Peneliti lain dapat mengembangkan penelitian ini dengan

menambah jumlah sampel dan variabel lain yang di teliti, sehingga

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, S. 2010. Efek Latihan Pernafasan terhadap Faal Paru Derajat Sesak Nafas dan Kapasitas Fungsional Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Stabil. Diakses tanggal 15 November 2014. Available from : URL : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20900

Amin, M. 2005. Patogenesis dan Pengobatan Pada Penyakit Paru Obstruksi Kronik. Kongres Nasional X PDPI. Solo. P:1-7.

Anwar, D., Chan, Y., Basyar, M. 2012. Hubungan Derajat Sesak Napas Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Menurut Kuesioner Modified Medical Researc Council Scale dengan Derajat Penyakit Paru Obstruksi Kronik. J Respir Indo. 2012;32:200-7.

Crisafulli, E, Stefania Costi, Leonardo M Fabbri dan Enrico M Clini. 2007. Respiratory Muscle Training in COPD Patients. International Journal of COPD. 2(1) : 19-25.

Damayanti. 2013. Penyakit Paru Obstruksi Kronik Eksaserbasi Akut Pada Laki-Laki Lansia. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung Vol.1.

Djojodibroto, R. D. 2012. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Gleadle, J. 2007. At Glance Anamnesis DanPemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2007. Global Strategy for the Diagnosis, Management, And Prevention Of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. MCR VISION,Inc.

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2010. Global Strategy for the Diagnosis, Management, And Prevention Of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. MCR VISION,Inc

Gosselink. 2003. Controlled Breathing and Dyspnea in Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Journal of Rehabilitation Research and Development Vol.40, No.5, September/October 2003, Supplement 2 Pages 25-34.

Heidy dan Faisal. 2008. Proses metabolisme penyakit paru obstruksi kronik (PPOK). Jakarta: Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI-SMF-Paru dan Rs Persahabatan.

(15)

Paru Dinilai dengan SGRQ dan Uji Jalan 6 Menit. (Tesis). Jakarta. Universitas Indonesia.

Ikawati, Z. 2011. Penyakit Sistem Pernafasan dan Tatalaksana. Yogyakarta: Bursa Ilmu.

Khotimah, S. 2013. Latihan Endurance Meningkatkan Kualitas Hidup Lebih Baik Dari Pada Latihan PernafasanPada Pasien PPOK di BP4 Yogyakarta.

Sport and Fitness Journal. Juni 2013:1. No. 20-32.

Mangunnegoro, H. 2003. PPOK Pedoman Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

Octariany. 2014. Analisis Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Setelah Mengikuti Program Rehabilitasi Paru Yang Dinilai Dengan COPD Assessment Test (CAT) dan Uji Jalan 6 Menit. Diakses tanggal 22 Januari 2015. Available from : URL : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/41575

Oemiati, R. 2013. Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK). Media Litbangkes Vol.23 No.2 : 82-88.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2003. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK): Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).

Price, W. 2006. Askep COPD (Chronis Obstructive Pulmonary Disease). Belajar Keperawatan. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

Putra, I Putu J.S. 2012. Pengaruh Latihan Nafas DiafragmaTerhadap Fungsi Pernafasan Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Diakses tanggal 30 Januari 2015. Available from : URL : http://iputujuniarthasemaraputra.wordpress.com/2012/09/06/analisis- jurnal-pengaruh-latihan-nafas-diafragma-terhadap-fungsi-pernafasan-pada-pasien-penyakit-paru-obstruktif-kronik/.

Quin, Campion E. 2006. 100 Question and Answer About Crhronic Obstructive Pulmonary Diases. USA. Jones and Bartlett Inc.

Ritonga, A. 2011. Profil Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Stabil Berdasarkan Penilaian BODE Indek di RSUP H.Adam Malik dan RS PTP II Tembakau Deli Medan. Diakses tanggal 15 November 2014. Available from : URL : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/22854

(16)

Spahija, M, & Grassino. 2005. Effect of Imposed Pursed-Lip Breathing on Respiratory Mechanics and Dyspnea at Rest and During Exercise in

COPD. Chest 2005;128;640-650 DOI 10.1378/chest.128.2.640.

Ward, Jeremy P.T. 2008. At Glance SISTEM RESPIRASI Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Referensi

Dokumen terkait

penyusunan Skripsi yang berjudul “ Sensitivitas Dan Spesifisitas Dietary Diversity Score (DDS) Dalam Mengestimasi Tingkat Kecukupan Zat Gizi Pada Balita Usia 24-59 Bulan Di

Peubah laten eksogen yang memiliki pengaruh tidak langsung terhadap loyalitas dalam penelitian ini adalah produk dan kegiatan penjualan, hal ini terlihat

Latar belakang penelitian ini adalah adanya otonomi pendidikan yang diberikan pemerintah kepada sekolah melalui penerapan MBS yang berhubungan dengan tujuan sekolah

Beberapa penelitian empiris menunjukkan terdapat beberapa variabel moderating yang mempengaruhi hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC sudah dilaksanakan sesuai langkah-langkahnya, yaitu membentuk kelompok heterogen,

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Deteksi Imunoglobulin Y pada Telur Asin Anti Diare dan Flu Burung dengan Metode Agar Gel Precipitation Test (AGPT) dan

08.10 – 09.10 KEGIATAN INTI - Pembiasaan mengamati, menanya, mencobakan untuk mencari tahu - Pembiasaan membuat sesuatu. dengan

Nilai repeatability yang disajikan pada Tabel 4 menunjukkan nilai yang tinggi yakni 0,86 untuk pertumbuhan diameter serta 0,73.. untuk pertumbuhan