RKL- RPL Tambahan
Peningkatan Kapasitas Produksi Gas Matindok
(45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD)
Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM)
Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah
Oktober 2011
PT. Pertamina EP PPGM
Menara Standard Chartered Lt. 21
Jl. Prof. Dr. Satrio Kav. 164
Jakarta Selatan 12950
Telp.: (021) 57893688, Faks.: (021) 57946223
Kata Pengantar
Daftar Isi
Kata Pengantar
KATA PENGANTAR
PT. Pertamina EP merupakan kontraktor kontrak kerjasama Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS). PT. Pertamina EP akan melakukan kegiatan pengembangan lapangan gas di Blok Matindok yang berlokasi di Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Dalam rangka merealisasikan kegiatan tersebut, dibentuk Pengelola yaitu Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM).
Proyek Pengembangan Gas Matindok merupakan kegiatan pembangunan fasilitas yang lengkap mulai dari memproduksi gas bumi dari sumur yang telah dieksplorasi maupun dari rencana sumur pengembangan yang berasal dari 5 lapangan gas (Donggi, Matindok, Maleo Raja, Sukamaju, dan Minahaki). Dokumen lingkungan yang telah melingkupi kegiatan pengembangan tersebut adalah dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Proyek Pengembangan Gas Matindok, Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah dan dokumen RKL‐RPL Tambahan Kegiatan Perubahan Jalur Pemipaan Gas Sepanjang 2,8 km di Sisi Jalan Provinsi Luwuk ‐ Toili melalui Suaka Margasatwa Bakiriang di Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Dokumen AMDAL tersebut telah disetujui oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 863 Tahun 2008 tanggal 10 November 2008, tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Pengembangan Lapangan Gas Matindok di Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah dan dokumen RKL‐RPL Tambahan telah disetujui oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup melalui Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 160 Tahun 2010.
Pada saat ini, PT. Pertamina EP PPGM merencanakan akan menaikkan kapasitas pada fasilitas produksi Matindok dari 45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD. Peningkatan produksi gas ini dilakukan dengan cara meningkatkan kinerja fasilitas produksi tanpa perubahan mendasar atas desain fasilitasnya. Jumlah sumur produksi dan rancangan pipa flowline masih seperti semula. Pada dasarnya tujuan rencana kegiatan tersebut adalah dalam rangka peningkatan efisiensi produksi gas yang tidak disertai dengan banyak perubahan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 tahun 2006 mengenai Jenis Rencana Kegiatan dan/atau Usaha yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL, dan berdasarkan arahan dari KLH (Surat Nomor B‐7263/Dep.I/LH/09/2010 tanggal 28 September 2010), maka rencana kegiatan perlu dilengkapi dengan dokumen lingkungan dalam bentuk RKL‐RPL Tambahan Peningkatan Kapasitas Produksi Gas Matindok (45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD) Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM), Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang mendukung dalam penyusunan dokumen ini dan semoga dokumen ini dapat bermanfaat dan memenuhi harapan semua pihak yang terkait dan berkepentingan. Jakarta, Oktober 2011 PT. Pertamina EP PPGM General Manager, Medianto B. Satyawan
Halaman KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... vi DAFTAR LAMPIRAN ... vii DAFTAR SINGKATAN ... ix I. PENDAHULUAN ... I1
1.1. Latar Belakang dan Alasan ... I‐1 1.1.1. Latar Belakang ... I‐1 1.1.2. Alasan RKL‐RPL Tambahan Blok Matindok ... I‐2 1.2. Tujuan dan Manfaat Proyek ... I‐3 1.3. Peraturan Perundang‐Undangan ... I‐3
II. DESKRIPSI KEGIATAN ... II1
2.1. Identitas Pemrakarsa dan Penyusun ... II‐1 2.1.1. Identitas Pemrakarsa ... II‐1 2.1.2. Identitas Penyusun Studi ... II‐1 2.2. Uraian Rencana Kegiatan Lapangan Matindok ... II‐2 2.2.1. Rencana Kegiatan Pengembangan Blok Matindok untuk Fasilitas Produksi Matindok dengan Kapasitas 45 MMSCFD (Dilingkup Dalam Dokumen AMDAL Tahun 2008) ... II‐2 2.2.2. Lokasi Rencana Kegiatan dan Kesesuaian RTRW ... II‐25 2.2.3. Rencana Kegiatan Peningkatan Kapasitas Fasilitas Produksi Gas Lapangan Matindok dari 45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD (Dilingkup Dalam RKL‐RPL Tambahan Tahun 2011) ... II‐25 2.2.4. Rencana Jadwal Kegiatan ... II‐30 2.2.5. Rencana Tanggap Darurat ... II‐31 2.2.6. Keterkaitan Rencana Usaha dengan Kegiatan Sekitar ... II‐31
III. RONA LINGKUNGAN HIDUP ... III1
3.1. Komponen Geo‐Fisik‐Kimia ... III‐1 3.1.1. Iklim ... III‐1 3.1.2. Kualitas Udara dan Kebisingan ... III‐3 3.1.3. Kualitas Air ... III‐4 3.1.4. Kualitas Tanah ... III‐7 3.1.5. Komponen Geologi ... III‐13 3.2. Komponen Biologi ... III‐22 3.2.1. Vegetasi ... III‐22 3.2.2. Satwa Liar ... III‐24
Daftar Isi 3.3. Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya ... III‐25 3.3.1. Demografi ... III‐25 3.3.2. Sosial Ekonomi ... III‐28 3.3.3. Sosial Budaya ... III‐30 3.3.4. Transportasi Darat ... III‐31 3.3.5. Sikap dan Persepsi Masyarakat ... III‐32 3.4. Komponen Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan ... III‐34 3.4.1. Sumberdaya Kesehatan ... III‐34 3.4.2. Status Gizi Masyarakat ... III‐37 3.4.3. Kondisi Lingkungan ... III‐37 IV. RUANG LINGKUP DAN METODE STUDI ... IV1 4.1. Lingkup Rencana Kegiatan ... IV‐1 4.2. Pelingkupan ... IV‐2 4.3. Lingkup Wilayah Studi ... IV‐11 4.4. Batas Waktu Kajian ... IV‐12 4.5. Metode Studi ... IV‐15 4.5.1. Metode Pengumpulan dan Analisis Data ... IV‐15 4.5.2. Metode Prakiraan Dampak ... IV‐21 4.5.3. Metode Evaluasi Dampak ... IV‐22 V. PRAKIRAAN DAN EVALUASI DAMPAK PENTING ... V1 5.1. Prakiraan Dampak Penting ... V‐1 5.1.1. Kualitas Udara ... V‐1 5.1.2. Kesehatan Masyarakat ... V‐4 5.1.3. Persepsi Masyarakat Terhadap Pertamina EP ... V‐5 5.2. Evaluasi Dampak Penting ... V‐7 5.2.1. Telaahan Secara Holistik Dampak Penting ... V‐7 5.3. Pemilihan Alternatif Terbaik ... V‐8 5.4. Arahan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan ... V‐8 VI. RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (RKL) RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN (RPL) ... VI1 6.1. Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) ... VI‐1 6.1.1. Pendahuluan ... VI‐1 6.1.2. Pendekatan Pengelolaan Lingkungan ... VI‐2 6.1.3. Pengelolaan Lingkungan ... VI‐2 6.2. Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) ... VI‐4 6.2.1. Pendahuluan ... VI‐4 6.2.2. Pemantauan Lingkungan ... VI‐5
DAFTAR PUSTAKA ... DP1
LAMPIRAN ... L1No. Judul Tabel Halaman
2.1. Tipikal Komposisi Gas yang akan Diolah di Fasilitas Produksi Matindok ... II‐6 2.2. Koordinat Sumur Pengembangan Lapangan Matindok ... II‐7 2.3. Koordinat Sumur Pengembangan Lapangan Maleoraja ... II‐7 2.4. Skema Casing dan Desain Lumpur Pada Sumur Lapangan Matindok dan
Maleoraja ... II‐8 2.5. Jenis Peralatan dan Fasilitas Produksi yang Tersedia pada Fasilitas Produksi
Matindok dengan Kapasitas Awal 45 MMSCFD dan Kapasitas yang Baru 65
MMSCFD ... II‐29 2.6. Jadwal Rencana Kegiatan Pengembangan Lapangan Gas Matindok ... II‐31 3.1. Ringkasan Parameter Iklim di Daerah Studi ... III‐1 3.2. Tabulasi Klasifikasi Iklim Daerah Studi Menurut Schmidt dan Ferguson ... III‐2 3.3. Tingkat Kebauan di Lokasi Studi ... III‐3 3.4. Hasil Analisis Sampel Kualitas Udara Ambien ... III‐3 3.5. Tingkat Kebisingan di Lokasi Studi ... III‐4 3.6. Hasil Pemantauan Kualitas Air Sungai di Sekitar Lokasi Kegiatan ... III‐4 3.7. Hasil Pemantauan Kualitas Air Sumur Penduduk di Sekitar Lokasi Kegiatan ... III‐6 3.8. Jumlah Kelas, Jumlah Jenis, Kelimpahan, dan Indeks Diversitas plankton dan
Benthos di Sungai Kayowa ... III‐7 3.9. Perhitungan Indeks Erosivitas Hujan di Wilayah Studi ... III‐10 3.10. Perhitungan Pendugaan Erosi di Lokasi Studi ... III‐10 3.11. Hasil Analisis Laboratorium Sifat Kimia Tanah di Lokasi Studi ... III‐11 3.12. Hasil Analisis Sifat Fisika di Lokasi Studi (kedalaman 0 ‐ 20 cm) ... III‐11 3.13. Kondisi Infrastruktur Jaringan Irigasi Dam Bakung ... III‐12 3.14. Debit Sesaat Beberapa Saluran Irigasi Teknis di Wilayah Studi ... III‐12 3.15. Daftar Jumlah Jenis Vegetasi Berdasarkan Habitus di Lokasi Areal Station
Block Matindok ... III‐22 3.16. Daftar Jumlah Jenis Vegetasi Berdasarkan Famili di Lokasi Areal Station Block
Matindok ... III‐22 3.17. Daftar Jenis Vegetasi yang Ada di Lokasi Areal Station Block Matindok ... III‐23 3.18. Daftar Jenis Satwa Liar yang Ada di Lokasi Areal Station Block Matindok ... III‐25 3.19. Distribusi Penduduk Menurut Luas, Jumlah, dan Kepadatan Penduduk di
Kecamatan dan Desa Wilayah Studi ... III‐26 3.20. Jumlah Rumah Tangga, Penduduk Menurut Jenis Kelamin, dan Sex Ratio di
Kecamatan dan Desa Wilayah Studi ... III‐26 3.21. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Rasio Beban Tanggungan ... III‐26 3.22. Penduduk Usia 5 Tahun Keatas Menurut Pendidikan yang Ditamatkan di
Daftar Isi
3.23. Banyaknya Pencari Kerja yang Terdaftar Menurut Tingkat Pendidikan dan
Jenis Kelamin Tahun 2003 – 2005 di Kabupaten Banggai ... III‐27 3.24. Banyaknya Pencari Kerja, Penempatan dan Permintaan Menurut Jenis Kelamin Tahun 2003 – 2005 Di Kabupaten Banggai ... III‐27 3.25. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Batui ... III‐29 3.26. Mata Pencaharian Responden di Lokasi Studi ... III‐29 3.27. Tingkat Pendapatan Utama Responden di Lokasi Studi ... III‐30 3.28. Tingkat Pendapatan Sambilan Responden di Lokasi Studi ... III‐30 3.29. Volume Arus Lalulintas Kendaraan Kintom – Batui ... III‐31 3.30. Jenis dan Frekuensi Kendaraan yang Melewati Simpang Kini‐Kini ... III‐32 3.31. Sikap dan Persepsi Responden Terhadap Keberadaan Pertamina Selama ini ... III‐33 3.32. Sikap dan Persepsi Responden Tentang Rencana Kegiatan ... III‐33 3.33. Nama Rumah Sakit dan Klinik Menurut Status di Kabupaten Banggai ... III‐34 3.34. Banyaknya Fasilitas Kesehatan Menurut Kecamatan di Kabupaten Banggai ... III‐34 3.35. Banyaknya Tenaga Kesehatan di Kabupaten Banggai ... III‐35 3.36. Banyaknya Penderita Menurut Jenis Penyakit di Kabupaten Banggai ... III‐36 3.37. Persentasi Kelahiran Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBBLR) di
Puskemas Batui ... III‐37 3.38. Persentase Rata‐rata Status Gizi Balita Kecamatan Batui ... III‐37 3.39. Persentase Sumber Air Minum yang Digunakan Masyarakat ... III‐37 3.40. Persentase Kepemilikan Jamban yang dimiliki Masyarakat ... III‐38 3.41. Persentase Sarana Pembuangan Air limbah yang dimiliki Masyarakat ... III‐38 3.42. Persentase Kondisi Lingkungan Ternak Masyarakat ... III‐38 3.43. Persentase Kondisi Kesehatan Pekarangan Masyarakat ... III‐38 3.44. Rata‐rata Jarak Tandon Tinja (jamban) dengan Sumur Keluarga ... III‐38 4.1. Matrik Dampak Potensial ... IV‐3 4.2. Prioritas Dampak Berdasarkan Probabilitas dan Konsekuensi ... IV‐8 4.3. Proses Pemberian Skala Prioritas Dampak pada Tahap Operasi ... IV‐8 4.4. Perbandingan Dampak Potensial, Dampak Penting Hipotetik, dan Prioritas
Dampak Penting Hipotetik antara AMDAL (2008) dan RKL‐RPL Tambahan
Peningkatan Produksi Gas Matindok (45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD) ... IV‐9 4.5. Lokasi Pengamatan Beberapa Komponen Lingkungan dan Alasannya ... IV‐15 4.6. Metode dan Peralatan Analisis Kualitas Udara Ambien ... IV‐16 4.7. Metode Analisis Parameter Kualitas Air Permukaan ... IV‐17 4.8. Metode Analisis Parameter Kualitas Tanah ... IV‐18 4.9. Lingkup Kajian Geologi dan Fisiografi... IV‐20 5.1. Perhitungan Emisi Polutan Berdasarkan Konsumsi Bahan Bakar Gas ... V‐1 5.2. Kriteria Dalam Penentuan Sifat Penting Dampak Terhadap Kualitas Udara ... V‐4 5.3. Kriteria Dalam Penentuan Sifat Penting Dampak Terhadap Kesehatan
Masyarakat ... V‐5 5.4. Kriteria Dalam Penentuan Sifat Penting Dampak Terhadap Persepsi
Masyarakat ... V‐6 5.5. Matrik Prakiraan Dampak Penting ... V‐6
5.7. Arahan Rencana Pengelolaan Lingkungan ... V‐8 5.8. Arahan Rencana Pemantauan Lingkungan ... V‐8 6.1. Parameter dan Metode Pengukuran Kualitas Udara Emisi ... VI‐6 6.2. Parameter dan Metode Analisis Kualitas Udara Ambien ... VI‐6 6.3. Matriks Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) ... VI‐8 6.4. Matrik Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) ... VI‐9
Daftar Isi
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Gambar Halaman
2.1. Lokasi PPGM Blok Matindok ... II‐3 2.2. Lokasi Rencana Kegiatan Lapangan Matindok Dikaitkan dengan Peruntukkan lahan ... II‐4 2.3. Diagram Alir Pengembangan Blok Matindok ... II‐5 2.4. Posisi Sumur‐Sumur Pengembangan (titik serap) di Lapangan Matindok ... II‐7 2.5. Posisi Sumur‐Sumur Pengembangan (titik serap) di lapangan Maleoraja ... II‐8 2.6. Diagram Blok Fasilitas Produksi ... II‐10 2.7. Diagram Unit‐Unit Operasi Pada Pemrosesan Gas di Block Station ... II‐11 2.8. Neraca Massa Fasilitas Proses Produksi Gas Lapangan Matindok Kapasitas 45 MMSCFD ... II‐12 2.9a. Diagram Alir Block Station/Gathering Station ... II‐13 2.9b. Diagram Alir Block Station/Gathering Station ... II‐14 2.10. Sulfur Recovery Unit (SRU) untuk Fasilitas Produksi Donggi dan Matindok
akan menggunakan teknologi process Shell Paques ... II‐16 2.11. Diagram Fasilitas Produksi Gas (GPF) ... II‐18 2.12. Diagaram Alir Acid Gas Removal Unit ... II‐19 2.13. Tipikal Process Shell Paques ... II‐20 2.14. PFD Acid Removal dan Sulfur Recovery Unit (Claus Process) ... II‐21 2.15. Skema Kerja Dehydration Unit ... II‐22 2.16. Diagram Blok Fasilitas Produksi BS Matindok Kapasitas 65 MMSCFD ... II‐27 2.17. Neraca Massa Fasilitas Proses Produksi Gas Lapangan Matindok Kapasitas 65 MMSCFD ... II‐28 2.18. Peta Kegiatan Lain Di Sekitar Lokasi Rencana Kegiatan ... II‐33 3.1. Rata‐Rata Curah Hujan Bulanan di Daerah Studi ... III‐1 3.2. Windrose Arah dan Kecepatan Angin di Daerah Studi ... III‐2 3.3. Kondisi Lingkungan Lokasi Block Station Matindok ... III‐9 3.4. Pengambilan Contoh Tanah di Block Station Lokasi Studi ... III‐9 3.5. Kenampakan Sebagian dari Batupasir Kasar Kompak dan Keras, Batupasir kasar dan Masif ... III‐14 3.6. Singkapan Sebagian dari Konglomerat dan Batupasir Kasar (a,b), Endapan
Aluvial di Sepanjang Jalur Pipa (c) ... III‐14 3.7. Denah Sebaran Sesar Aktif ... III‐17 3.8. Jejak Seretan Sesar Mendatar di Salah Satu Tepi Sungai Kayowa ... III‐17 3.9. Denah Zona Sumber Gempa di Indonesia ... III‐21 3.10. Denah Rawan Bahaya Goncangan Gempa Sulawesi dan Wilayah Studi ... III‐21 3.11. Mata Pencaharian di Sektor Perkebunan Kelapa (A) dan Sektor Perikanan
Tangkap di Laut (B) ... III‐29 3.12. Moda Tranportasi di Simpang Kini‐Kini ... III‐32
4.2. Tingkat Kebisingan Agregasi dari Lima Mesin dan Peralatan di Block Station
Matindok ... IV‐6 4.3. Perubahan Tingkat Kebisingan Menjauhi Sumber Bising di Block Station
Matindok ... IV‐6 4.4. Bagan Alir Proses Pelingkupan ... IV‐13 4.5. Batas Wilayah Studi RKL‐RPL Tambahan Peningkatan Produksi Gas (2011)
dan AMDAL PPGM (2008) ... IV‐14 5.1. Simulasi Dispersi CO dalam Udara Ambien dengan Skenario 45 MMSCFD ... V‐2 5.2. Simulasi Dispersi CO dalam Udara Ambien dengan Skenario 65 MMSCFD ... V‐2 5.3. Simulasi Dispersi NO₂ dalam Udara Ambien dengan Skenario 45 MMSCFD ... V‐3 5.4. Simulasi Dispersi NO₂ dalam Udara Ambien dengan Skenario 65 MMSCFD ... V‐3
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Lampiran Halaman
1. Surat Pernyataan (Testimonial) ... L‐1 2. Surat‐Surat dan Perijinan ... L‐2 3. Peta Lokasi RKL‐RPL dan Peta Lokasi Sampel ... L‐3 4. Peta RTRW Kabupaten Banggai ... L‐4 5. Tata Kerja Penanggulangan Keadaan Darurat ... L‐5 6. Struktur Organisasi Penanggulangan Keadaan Darurat PPGM ... L‐6 7. Daftar Riwayat Hidup, Surat Pernyataan, dan Sertifikat Tenaga Ahli ... L‐7 8. Dokumentasi ... L‐8 9. Hasil Analisis Laboratorium ... L‐9 10. Berita Acara dan Tanggapan Hasil Notulensi Pembahasan Dokumen ... L‐10
Daftar Isi
DAFTAR SINGKATAN
AGE Acid Gas Enrichment AGRU Acid Gas Removal Unit AMDAL Analisis Mengenai Dampak LingkunganAPHA American Public Health Association (Asosiasi Kesehatan Masyarakat Amerika)
BBL Barel, sekitar 159 liter BCF Billion Cubic Feet
BBM Bahan Bakar Minyak
Benthos Bentic organisme, organisme yang hidup di dalam atau di atas dasar perairan. BFPD Barrel Fluid per Day (barel fluida per hari) BM Baku Mutu BML Baku Mutu Lingkungan BOD Basis of Design BOPD Barrel Oil per Day (barel minyak per hari)
BPMIGAS Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (Indonesian Oil and Gas Development Government Body) BS Block Station BWPD Barrel Water per Day (barel air per hari) CCR Central Control Room CGP Central Gas Plant CNG Compressed Natural Gas (Gas alam terkompresi)
CITES
Convention for International Trade on Endangered Species
Dehydration Pengeringan gas DAS Daerah Aliran Sungai DANIDA Danish International Development Agency DHU Dehydration Unit DCU Dew Point Control Unit EPC Enginering Procurement Contract ESDM Energi Sumberdaya Mineral ERP Emergency Response Plan FEED Front End Engineering Design fracture zona Zona hancuran Fitoplankton Plankton nabati bisa berfotosintesis Flowline Pipa pengumpul produksi di lapangan Fuel Gas System Sistem bahan bakar gas GDS Gas Detection System GPF Gas Processing Facility GTU Gas Treating Unit HPH Perusahaan Pengusahaan Hutan HV Heavy Vehicle (Kendaraan Berat) IPAL Instalasi Pengolah Air Limbah IPB Institut Pertanian BogorKKKS Kontraktor Kontrak Kerja Sama KLH Kementrian Lingkungan Hidup KM Kilometer KTK Kapasitas Tukar kation LC Least Concern (Kurang Diperhatikan) LNG Liquified Natural Gas (gas alam yang dicairkan) LV Light Vehicle (Kendaraan Ringan) MC Motor Cycle MCK Mandi Cuci Kakus MDEA Methyl Diethanol Amine MHV Medium Heavy Vehicle (Kendaraan Sedang) MLR Maleoraja MMI Modified Mercalli Intensity MMSCFD Million Metric Standard Cubic Feet Day (Juta Standard Kaki Kubik Per Hari) MS Manifold Station MTD Matindok NT Near Threatened (Hampir Terancam) OPKD Organisasi Penanggulangan Keadaan Darurat PAD Pendapatan Asli Daerah
Plankton Organisme renik/mikroskopik, tidak bisa bergerak aktif atau kemampuan renangnya sangat lemah sehingga pergerakannya tergantung arus. PPGM Proyek Pengembangan Gas Matindok PPLH Pusat Penelitian Lingkungan Hidup PPT Pusat Penelitian Tanah Produced water Air terproduksi PCS Process Control System PSC Production Sharing Contractor PSP Process Shell Paques RH Kelembaban Relatif Udara RKL Rencana Pengelolaan Lingkungan RPL Rencana Pemantauan Lingkungan RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah Shear zona Zona gerusan SIS Safety Instrument System SNI Standard Nasional Indonesia Solid Control Equipment Peralatan pengolah limbah padat SOP Standard Operating Procedure (Prosedur Standar Operasi) Sour gas Gas alam yang mengandung H2S dalam jumlah yang signifikan
SRU Sulphur Recovery Unit (Fasilitas penangkapan sulfur/belerang)
STB Stock Tank Barrel
TAF Talang Akar Formation
TD Total Depth
Daftar Isi TEG Triethyleneglycol TKO Tata Kerja Organisasi TSL Tolerable Soil Loss TVD Total Vertical Depth (Kedalaman Total Vertikal) US‐EPA United States Environmental Protection Agency USLE Universal Soil Loss Equation UTM Universal Transfer Metric VU Vulnerable (Rawan) Ware house Gudang Penyimpanan Water Based Mud (WBM) Lumpur bor berbahan dasar air WKP Wilayah Kuasa Pertambangan Workshop Bengkel Zooplankton Plankton hewani tidak bisa berfotosintesis
BAB I
PENDAHULUAN
Pendahuluan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang dan Alasan
1.1.1. Latar Belakang
Kebutuhan gas sebagai salah satu bahan bakar utama terus meningkat dari waktu ke waktu, sehingga pasokan gas untuk konsumsi domestik juga perlu ditingkatkan. PT. Pertamina EP PPGM sebagai salah satu PSC (Production Sharing Contractor ‐ Kontraktor Kontrak Kerjasama/KKKS) dengan BPMIGAS turut berpartisipasi dan berperan dalam memenuhi kebutuhan akan peningkatan permintaan akan kebutuhan gas. Kegiatan di sektor migas ini memerlukan dukungan dari berbagai pihak baik pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat sesuai dengan fungsinya. Dukungan dari sektor swasta dalam upaya eksplorasi dan eksploitasi di sektor energi dan sumberdaya mineral sangat diperlukan.PT. Pertamina EP merencanakan mengembangkan lapangan gas yang terletak di Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Untuk merealisasikan kegiatan tersebut, dibentuk Pengelola yaitu Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM). Sesuai dengan Undang‐undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, tugas manajemen Kegiatan Minyak dan Gas Bumi Hulu dipindahkan dari Pertamina menjadi tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS). PT. Pertamina (Persero) telah membentuk anak perusahaan yaitu PT. Pertamina EP yang khusus menangani Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. PT. Pertamina EP dibentuk berdasarkan Akta Notaris nomor 4 pada tanggal 13 September 2005. PPGM merupakan proyek yang penting bagi industri minyak dan gas bumi di Indonesia serta akan berperan penting dalam mempertahankan dan memperkuat posisi Indonesia sebagai negara pengekspor LNG terbesar di dunia. Pembangunan PPGM sangat tepat waktu karena akan meningkatkan kontribusi sektor minyak dan gas bumi dalam menyumbangkan devisa bagi negara dan kemungkinan sebagian untuk substitusi BBM dalam negeri. Proyek LNG ini akan memperkuat produksi LNG Indonesia yang dapat dipasarkan dan akan menjadi pusat ekspor LNG ke empat di Indonesia. PPGM diharapkan akan beroperasi pada tahun 2014. Proyek Pengembangan Gas Matindok merupakan kegiatan pembangunan fasilitas yang lengkap mulai dari memproduksi gas bumi dari sumur yang telah dieksplorasi maupun dari rencana sumur pengembangan yang berasal dari 5 lapangan gas bumi, yaitu: lapangan‐ lapangan gas Donggi, Matindok, Maleoraja, Sukamaju, dan Minahaki.
Pada awalnya kemampuan produksi gas dari Blok Matindok diperkirakan ± 100 MMSCFD (gross), dengan kandungan kondensat ± 850 BOPD, dan air yang terikut diproduksikan diperkirakan maksimum sebesar 2.500 BWPD, dengan prakiraan umur produksi 20 tahun yang didasarkan atas besarnya cadangan gas yang ada dan hasil kajian keekonomian pengembangan lapangan. Untuk dapat memproduksi gas sebesar ± 100 MMSCFD, diperlukan fasilitas produksi yang mempunyai kapasitas desain sebesar ± 110 MMSCFD dengan rincian sebagai berikut:
Suplai gas ke LNG direncanakan berasal dari lapangan Donggi, Minahaki, Maleoraja dan Matindok dengan Fasilitas Produksi gas yang akan dibangun di dua lokasi yaitu Fasilitas Produksi Donggi dengan kapasitas desain sebesar 60 MMSCFD dan Fasilitas Produksi Matindok dengan kapasitas desain 45 MMSCFD.
dan akan mempunyai Block Station tersendiri dengan kapasitas desain 5 MMSCFD.
POD (Plan of Development) Area Matindok yang telah disetujui BPMIGAS pada tanggal 24 Desember 2008 adalah untuk suplai gas ke LNG dengan volume sales gas sebesar 85 MMSCFD (nett). Sedangkan POD untuk suplai gas ke IPP belum dapat diajukan karena terkait lokasi Lapangan Sukamaju yang berada di kawasan Taman Suaka Margasatwa Bakiriang.
Pada perkembangan selanjutnya, setelah dilakukan pemboran di lapangan gas Matindok diperoleh tambahan cadangan gas sehingga kemampuan produksi gas dari Blok Matindok bertambah sebesar 20 MMSCFD atau menjadi ± 120 MMSCFD (gross), dengan kandungan kondensat total ± 1.500 BOPD, dan air terproduksi diperkirakan maksimum sebesar 2.500 BWPD. Gas yang diproduksi mengandung CO2 ± 2,5 – 3,5 %, H2S ± 3.000 – 5.000 ppm dan
kemungkinan juga mengandung unsur yang lainnya.
Tambahan cadangan gas dari Lapangan Matindok dan alokasi gas Donggi dan Senoro yang telah ditetapkan Pemerintah melalui Surat Menteri ESDM Nomor 5943/13/MEM.M/2010 pada tanggal 17 September 2010, disepakati bahwa alokasi gas untuk Blok Matindok adalah 105 MMSCFD (nett) atau naik sebesar 20 MMSCFD dari rencana pada POD sebelumnya, sehingga Fasilitas Produksi Matindok harus dinaikkan kapasitas desainnya dari 45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD, sedangkan kapasitas desain Fasilitas Produksi Donggi (60 MMSCFD) dan kapasitas desain Block Station Sukamaju (5 MMSCFD) tidak berubah, sehingga total kapasitas desain Blok Matindok secara keseluruhan menjadi ± 130 MMSCFD untuk dapat memproduksikan gas sebesar ± 120 MMSCFD.
Dokumen lingkungan yang telah melingkupi kegiatan pengembangan tersebut adalah dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Proyek Pengembangan Gas Matindok, Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah dan dokumen RKL‐RPL Tambahan Kegiatan Perubahan Jalur Pemipaan Gas Sepanjang 2,8 km di Sisi Jalan Provinsi Luwuk ‐ Toili Melalui Suaka Margasatwa Bakiriang di Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Dokumen AMDAL tersebut telah disetujui oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 863 Tahun 2008 tanggal 10 Nopember 2008, tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Pengembangan Lapangan Gas Matindok di Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah dan dokumen RKL‐RPL Tambahan telah disetujui oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup melalui Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 160 Tahun 2010.
1.1.2. Alasan RKLRPL Tambahan Proyek Pengembangan Gas
Matindok (PPGM)
Pada saat ini, PT. Pertamina EP PPGM merencanakan akan menaikkan produksi gasnya sebesar 20 MMSCFD yaitu dari ± 100 MMSCFD (gross) menjadi ± 120 MMSCFD (gross), untuk itu kapasitas pada Fasilitas Produksi Matindok dinaikkan dari 45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD, sedangkan kapasitas Fasilitas Produksi Donggi dan Block Station Sukamaju tidak berubah yaitu 60 MMSCFD dan 5 MMSCFD. Peningkatan produksi gas ini dilakukan dengan cara meningkatkan kinerja fasilitas produksi tanpa perubahan mendasar atas desain konfigurasi proses fasilitasnya. Jumlah sumur produksi dan rancangan pipa flowline masih seperti semula. Pada dasarnya tujuan rencana kegiatan tersebut adalah dalam rangka peningkatan efisiensi produksi gas yang tidak disertai dengan banyak perubahan. Secara umum kegiatan pengembangan ini dilakukan untuk memastikan pemenuhan pasokan kebutuhan gas, terutama untuk kebutuhan dalam negeri.
Pendahuluan
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 tahun 2006 mengenai Jenis Rencana Kegiatan dan/atau Usaha yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL, dan berdasarkan arahan dari KLH (Surat Nomor B‐7263/Dep.I/LH/09/2010 tanggal 28 September 2010), maka rencana kegiatan perlu dilengkapi dengan dokumen lingkungan dalam bentuk RKL‐RPL Tambahan Peningkatan Kapasitas Produksi Gas Matindok (dari 45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD) Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM), Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.
1.2. Tujuan dan Manfaat Proyek
Tujuan proyek adalah :
Meningkatkan produksi gas di Blok Matindok oleh PT. Pertamina EP PPGM yang berasal dari lapangan‐lapangan gas Donggi, Matindok, Maleoraja, Sukamaju, dan Minahaki dari ± 100 MMSCFD (gross) menjadi ± 120 MMSCFD (gross).
Menaikkan kapasitas Fasilitas Produksi Matindok dari 45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD, sedangkan Fasilitas Produksi Donggi dan Block Station Sukamaju tidak mengalami perubahan yaitu tetap sebesar 60 MMSCFD dan 5 MMSCFD.
Meningkatkan pemanfaatan cadangan gas dari sumur‐sumur produksi gas yang sudah ada (existing) dengan penambahan cadangan hasil pemboran sumur MTD‐2 (Sertifikasi Lemigas pada Oktober 2009).
Memanfaatkan fasilitas utama dan pendukung dari Gas Station Matindok dalam memproduksi gas.
Manfaat proyek adalah :
Terpenuhinya kebutuhan akan gas yang terus meningkat pada saat ini dan pada masa yang akan datang terutama untuk kebutuhan dalam negeri.
Meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) terutama Kabupaten Banggai, serta Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah terutama dari sektor Migas dari pajak dan royalti. Meningkatnya efisiensi bahan bakar terutama dalam rangka mendukung alih fungsi
penggunaan bahan bakar minyak ke gas yang cenderung lebih hemat.
1.3. Peraturan Perundangundangan
Perundangan
Kaitan Kegiatan
UndangUndang (UU) Undang‐undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Acuan untuk mencapai sasaran perlindungan pengelolaan lingkungan hidup yaitu tercapainya keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup, pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana serta tercapainya fungsi lingkungan hidup.Undang‐undang nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan. Acuan untuk memperhatikan aspek‐aspek kesehatan bagi setiap usaha dan atau kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun swasta. Undang‐undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Acuan untuk memperhatikan aspek‐aspek perlindungan terkait pada penggunaan lahan pertanian terutama pangan pada kegiatan pengembangan minyak dan gas. Undang‐undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Acuan pada penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Penataan ruang didasarkan pada karakteristik dan daya dukungnya serta teknologi yang sesuai, akan meningkatkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan subsistem. Undang‐undang No. 30 Tahun 2007 tentang
Energi Pedoman dalam pengolahan dan pemanfaatan energi untuk peningkatan ekonomi dan ketahanan nasional secara keadilan, berkelanjutan, rasional, optimal, dan terpadu. Undang‐undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Acuan untuk melakukan koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terkait perimbangan keuangan. Undang‐undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Acuan sebagai bahan koordinasi dengan pemerintah daerah setempat terkait pengembangan gas agar tidak menyalahi aturan ataupun ketentuan yang berlaku.
Undang‐undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Acuan untuk memperhatikan penggunaan tenaga kerja, kesejahteraan, hak serta kewajibannya. Undang‐undang No. 22 Tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi. Acuan pada kegiatan pengembangan gas terkait eksploitasi sumberdaya alam dan sumberdaya pembangunan yang bersifat strategis dan vital. Undang‐undang No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan. Acuan untuk mempertahankan kelestarian hutan dan pengelolaan yang berorientasi pada seluruh potensi sumberdaya kehutanan yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat di areal kegiatan pengembangan. Undang‐undang No. 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa‐Bangsa mengenai Perubahan Iklim. Acuan untuk menjaga lingkungan hidup di area kegiatan pengembangan gas dengan menjaga areal hutan tropis basah dan laut yang berfungsi sebagai penyerap gas rumah kaca yang besar. Undang‐undang No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa‐ Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati. Acuan untuk tetap memperhatikan aspek keanekaragaman hayati di area kegiatan pengembangan gas agar kelestarian tetap terjaga serta pembangunan berkelanjutan. Undang‐undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Acuan pelaksanaan kegiatan pengembangan gas untuk tetap menjaga agar pemanfaatan sumberdaya alam hayati dapat berlangsung dengan cara sebaik‐baiknya, sehingga langkah‐ langkah konservasi tetap dilaksanakan. Undang‐undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok‐Pokok Agraria Acuan untuk memperhatikan peraturan dasar pokok‐pokok agraria terkait pada penggunaan lahan pertanian terutama pangan pada kegiatan pengembangan minyak dan gas.
Pendahuluan
Perundangan
Kaitan Kegiatan
Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Acuan untuk memperhatikan tata ruang wilayah nasional dan karakteristik lokasi dalam pengelolaan lingkungan. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Acuan dimana rencana kegiatan akan berurusan baik dengan Pemerintah Pusat, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota terkait dengan koordinasi yang akan dibangun untuk kelancaran rencana kegiatan. Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Acuan dalam melaksanakan kegiatan di sektor Migas dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Acuan dalam upaya eksplorasi dan ekploitasi dalam kegiatan pengembangan gas di Blok Matindok. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Baku mutu lingkungan untuk kualitas air badan air penerima yang ada di sekitar kegiatan pengembangan gas di Blok Matindok. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Baku mutu lingkungan kualitas udara ambien dari kegiatan pengembangan gas Matindok. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Acuan penyusunan dokumen lingkungan yang bersifat mandatory bagi kegiatan yang dapat menimbulkan dampak besar dan penting. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun jo Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Bahan acuan untuk melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan dari proses rencana kegiatan pengembangan gas di Blok Matindok sesuai prosedurnya sehingga kelestarian lingkungan tetap terjaga. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi. Pedoman untuk memperhatikan aspek keselamatan kerja pada bidang pemurnian dan pengolahan minyak dan gas terkait rencana kegiatan. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan. Pedoman untuk memperhatikan keselamatan kerja terutama yang terlibat dalam kegiatan pengembangan lapangan gas Matindok. Keputusan Presiden Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Acuan untuk menjaga, melestarikan dan tidak merubah fungsi dari kawasan lindung yang ada di areal pengembangan gas di Blok Matindok. Peraturan dan Keputusan Menteri Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 19 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Migas serta Panas Bumi. Pedoman dalam menetapkan acuan baku mutu dari air limbah yang dihasilkan dari kegiatan di sektor Migas. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.13 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas Bumi. Acuan dan dasar baku mutu bagi emisi dari sumber yang tidak bergerak terutama pada tahap operasi (produksi) yang dilakukan oleh rencana kegiatan di bidang minyak dan gas. Peraturan Menteri Kehutanan No. PM‐ 43/Menhut‐II/2008 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Pedoman dalam penggunaan kawasan hutan sebagai area pertambangan. Memperhatikan aspek kelestarian hutan serta mempertahankan keutuhan fungsi ekosistem hutan.
Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral No. 045 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Lumpur Bor, Limbah Lumpur dan Serbuk Bor pada Kegiatan Pengeboran Minyak dan Gas Bumi. Pedoman dan bahan acuan dalam pengelolaan pengelolaan lumpur bor, limbah lumpur dan serbuk bor pada kegiatan pengeboran minyak dan gas bumi di Blok Matindok. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Pedoman pelaksanaan kegiatan pertambangan untuk menjaga kelestarian lingkungan terkait eksploitasi sumberdaya alam. Jaminan agar tetap menjaga kelestarian sumberdaya alam yang masuk dalam area kegiatan. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Pedoman pada proses penyusunan AMDAL sesuai dengan aturan yang berlaku terkait kegiatan pengembangan gas di Blok Matindok. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1077/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah. Acuan mengenai kesehatan udara dalam ruang rumah terkait dengan pengembangan gas di Blok Matindok Peraturan Menteri Kesehatan No. 492/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Pedoman tentang persyaratan kualitas air minum terkait dengan pengembangan gas di Blok Matindok. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 02/1999 tentang ijin lokasi menyatakan bahwa ijin lokasi adalah ijin yang diberikan kepada perusahaan baik perorangan/berbadan hukum sebagai dasar pembebasan tanah dan pemindahan hak atas tanah dalam rangka penanaman modal. Pedoman mengenai ijin yang diberikan kepada perusahaan baik perorangan/berbadan hukum sebagai dasar pembebasan tanah dan pemindahan hak atas tanah dalam rangka penanaman modal. Pedoman ini dijadikan dasar dalam melakukan rencana kegiatan sehingga tidak menjadi permasalahan di kemudian hari. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No. 06.P/0746/MPE/1991 tentang Pemeriksaan Keselamatan Kerja Atas Instalasi, Peralatan dan Teknik yang Dipergunakan dalam Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi. Acuan mengenai keselamatan kerja dan peralatan serta teknik yang di gunakan dalam usaha pertambangan minyak dan gas bumi dan pengusahaan sumber daya panas bumi. Pedoman ini juga sebagai dasar dalam memperhatikan hak dan kewajiban dari tenaga kerja. Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Syarat‐ Syarat dan Pengawasan Kualitas Air. Acuan dalam menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan terkait dengan kualitas air bersih dan kualitas air minum. Keputusan Menteri Energi Sumberbaya Daya Mineral Nomor 2950K/21/MEM/2006 tentang Rencana Induk Jaringan Transmisi Distribusi Gas Bumi Nasional. Pedoman tentang rencana induk jaringan transmisi distribusi gas bumi nasional terkait dengan pengembangan gas di Blok Matindok. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL). Sebagai pedoman dalam membuat format laporan pelaksanaan rencana pengelolaan lingkungan dan juga rencana pemantauan lingkungan (RKL‐RPL). Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 129 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Emisi Usaha dan atau Kegiatan Minyak dan Gas Bumi. Pedoman tentang baku mutu emisi dari kegiatan minyak dan gas bumi terkait kegiatan pengembangan gas di Blok Matindok. Keputusan Menteri Kesehatan No. 876 Tahun 2001 tentang Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan. Pedoman teknis analisis dampak kesehatan lingkungan terkait dengan pengembangan gas di Blok Matindok.
Pendahuluan
Perundangan
Kaitan Kegiatan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 21 tahun
2001 tentang Pelepasan Tenaga Kerja Migas. Pedoman teknis mengenai pelepasan tenaga kerja terkait pengembangan gas Matindok. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 1457.K/28/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Lingkungan Bidang Pertambangan dan Energi. Pedoman teknis untuk melakukan pengelolaan lingkungan di bidang pertambangan dan energi terkait pengembangan gas di Blok Matindok. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP‐50/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebauan. Pedoman tentang baku tingkat kebauan terkait kegiatan pengembangan gas di Blok Matindok. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP‐48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Baku mutu lingkungan tingkat kebisingan yang akan digunakan terkait dengan kegiatan pengembangan gas di Blok Matindok. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 103.K/008/M.PE/1994 tentang Pengawasan atas Pelaksanaan RKL dan RPL dalam Bidang Pertambangan dan Energi. Pedoman dalam upaya pengawasan atas pelaksanaan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan dalam bidang pertambangan dan energi. Keputusan Kepala BAPEDAL Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 8 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL. Panduan keterlibatan masyarakat dalam proses AMDAL untuk memastikan adanya transparansi dalam keseluruhan proses AMDAL dari rencana usaha dan/atau kegiatan. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Ligkungan No. 124 Tahun 1997 tentang Panduan Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat Dalam Penyusunan Dokumen AMDAL. Pedoman teknis kajian aspek kesehatan dalam penyusunan AMDAL meliputi komponen parameter lingkungan yang diprakirakan terkena dampak, proses dan potensi terjadinya pemajanan, potensi resiko timbulnya penyakit, karakteristik spesifik penduduk yang berisiko, sumberdaya kesehatan, kondisi sanitasi lingkungan, status gizi masyarakat, dan kondisi lingkungan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari komponen lain dalam penyusunan AMDAL. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP‐299/11/1996 tentang Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial dalam Penyusunan AMDAL. Pedoman teknis kajian aspek sosial dalam penyusunan AMDAL meliputi komponen demografi, ekonomi dan budaya serta merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari komponen lain dalam penyusunan AMDAL. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 255/ Bapedal/08/1996 tentang Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas. Ketentuan untuk melakukan penanganan terhadap minyak pelumas bekas yang dihasilkan selama kegiatan sesuai dengan persyaratan dan ketentuan penanganan yang berlaku. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 05/ Bapedal/09/1995 tentang Simbol dan Label Limbah B3. Ketentuan untuk melakukan penandaan pada setiap kemasan limbah B3 untuk penyimpanan, pengolahan, pengumpulan dan pemanfaatan sesuai dengan karakteristik dan jenis limbah. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 03/ Bapedal/09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah B3. Ketentuan untuk melakukan pengolahan limbah B3 yang dihasilkan dari pengembangan minyak dan gas sesuai dengan kaidah dan persyaratan teknis. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 02/ Bapedal/09/1995 tentang Dokumen Limbah B3. Ketentuan untuk pelengkapan dokumen limbah B3 terkait kegiatan pengembangan gas di Blok Matindok.
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 01/Bapedal/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3. Ketentuan untuk melakukan pengujian limbah B3 di laboratorium, penyimpanan dan pengumpulan limbah B3 sesuai dengan prosedur. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 056 Tahun 1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting. Pedoman ukuran dampak penting (ukuran, standar atau prinsip‐prinsip). Ukuran dampak penting digunakan untuk menilai apakah suatu rencana usaha atau kegiatan dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan atau tidak. Peraturan Daerah dan Keputusan Gubernur/Bupati Peraturan Daerah Provinsi Dati I Sulawesi Tengah No. 4 Tahun 1985 tentang Pengelolaan dan Pelestarian Lingkungan Hidup di Sulawesi Tengah. Acuan dalam pengelolaan dan melestarikan lingkungan hidup sehingga pencemaran lingkungan dapat dicegah dan dikendalikan yang terkait kegiatan pengembangan gas di Blok Matindok. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah No. 465 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Air dan Udara di Sulawesi Tengah. Pedoman untuk baku mutu air dan udara terutama dalam melaksanakan kegiatan pemantauan di daerah pengembangan gas di Blok Matindok. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah No. 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah. Acuan dalam upaya pengembangan gas di Blok Matindok agar sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah.
PT. Pertamina EP PPGM
BAB II
DESKRIPSI KEGIATAN
DESKRIPSI KEGIATAN
2.1. Identitas Pemrakarsa dan Penyusun
2.1.1. Identitas Pemrakarsa
Nama Instansi : PT. Pertamina EP PPGM Alamat : Menara Standard Chartered Lt. 21 Jl. Prof. Dr. Satrio Kav. 164 Jakarta Selatan 12950 Telp : (021) 57893688 Faks : (021) 57946223 Penanggung Jawab : Medianto Budi Satyawan (General Manager PPGM)2.1.2. Identitas Penyusun Studi
Nama Instansi : Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Institut Pertanian Bogor (PPLH‐IPB) Alamat : Jl. Lingkar Akademik, Kampus IPB Darmaga Bogor 16680 Telp : (0251) 8621 085, 8621 262 Faks : (0251) 8622 134 E‐mail : pplh‐[email protected] Penanggung Jawab : Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S. (Kepala PPLH‐IPB)Tenaga ahli menurut bidang keahlian yang dibutuhkan untuk penyusunan RKL‐RPL Tambahan Peningkatan Kapasitas Produksi Gas Matindok (45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD), Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah sebagai berikut: Ketua Tim : Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil. (AMDAL A, B, C) Sertifikasi ketua tim : 000168/SKPA/LSK‐INTAKINDO/III/2010 Ahli Kualitas Udara : Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc. (AMDAL Penyusun) Ahli Kualitas Air dan Biota : Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga (AMDAL A, B) Sertifikasi ketua tim : 000111/SKPA/LSK‐INTAKINDO/XII/2009 Ahli Geologi : Ir. Singgih Irianto, M.S. (AMDAL Penyusun) Ahli Tanah : Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S. Ahli Vegetasi dan Satwa : Eko Adhiyanto, S.Hut. Ahli Sosekbud dan Kesmas : Ir. Gatot Yulianto, M.S. Sertifikasi anggota tim : 000270/SKPA/LSK‐INTAKINDO/X/2010 Drs. Dahlan H. Hasan, M.Si. (Kepala PPLH Universitas. Tadulako) Tenaga Pendukung : Setyo Pambudi Nugroho, S.P. (Project Officer) Sertifikasi ketua tim : 000209/SKPA/LSK‐INTAKINDO/VIII/2010 Bagus A. Utomo, S.Pi. (Asisten Ahli Biofiskim) Suwandono (Administrasi) Registrasi kompetensi AMDAL PPLH‐IPB adalah No. 0020/LPJ/AMDAL‐1/LRK/KLH.
Deskripsi Kegiatan
2.2. Uraian Rencana Kegiatan Lapangan Matindok
Rencana awal Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) untuk pembangunan fasilitas produksi secara keseluruhan yaitu fasilitas produksi Donggi dengan kapasitas 60 MMSCFD dan fasilitas produksi Matindok dengan kapasitas 45 MMSCFD sampai saat ini belum terealisasi, walaupun rencana PPGM ini sudah dilingkup dalam Dokumen AMDAL yang telah disetujui tahun 2008.
Selanjutnya sesuai dengan perkembangan terakhir alokasi gas untuk Blok Matindok dan Senoro dari Pemerintah dan telah dilakukannya pemboran delineasi di Blok Matindok pada tahun 2009, potensi cadangan di Blok Matindok bertambah dari sebelumnya. Untuk itu, Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) akan melakukan peningkatan kapasitas fasilitas produksi Matindok dari 45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD (peningkatan 20 MMSCFD) sehingga diperlukan dokumen lingkungan yang mencakup rencana peningkatan kapasitas produksi tersebut berupa RKL‐RPL Tambahan.
Oleh karena itu, uraian kegiatan ini secara garis besar menjadi: (1) Uraian kegiatan yang telah dilingkup dalam AMDAL untuk kapasitas fasilitas produksi Matindok 45 MMSCFD dan (2) Uraian kegiatan yang dilingkup dalam RKL‐RPL Tambahan untuk peningkatan kapasitas fasilitas produksi Matindok dari 45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD.
2.2.1. Rencana Kegiatan Pengembangan Blok Matindok untuk
Fasilitas Produksi Matindok dengan Kapasitas 45 MMSCFD
(Dilingkup Dalam Dokumen AMDAL tahun 2008)
Fasilitas Produksi Matindok dengan kapasitas awal 45 MMSCFD ini akan memproses gas dari Lapangan Maleoraja dan Lapangan Matindok yang meliputi: kegiatan pengembangan sumur gas, pembangunan Block Station (BS) atau Fasilitas Processing Gas (Gas Processing Facility, disingkat GPF), pemasangan pipa penyalur gas, dan pengangkutan kondensat.
Rencana kegiatan pengeboran sumur di Lapangan Maleoraja dan Lapangan Matindok tidak mengalami perubahan dari dokumen AMDAL tahun 2008 yaitu 3 sumur di Lapangan Maleo raja dan 4 sumur di Lapangan Matindok, yang berlokasi di Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.
Fasilitas Produksi Matindok akan ditingkatkan kapasitasnya dari 45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD yang disebabkan adanya permintaan kebutuhan gas untuk pemenuhan kebutuhan domestik, sehingga alokasi gas yang akan dijual ke pembeli juga bertambah.
Lokasi PPGM Blok Matindok disampaikan pada Gambar 2.1 dan lokasi rencana Fasilitas Produksi Matindok berada di Desa Nonong Kecamatan Batui Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah pada koordinat garis lintang 3°46’18,87’’S. dan garis bujur 122°29’26,21’’E disampaikan pada Gambar 2.2. Diagram alir pengembangan Blok Matindok secara keseluruhan disampaikan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.1. Lokasi PPGM Blok Matindok
RKL RPL Tambahan Peningkatan Kapasitas Gas Matindok
(45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD) Kabupaten Banggai, Prov. Sulawesi Tengah
Deskripsi Kegiatan Gambar 2.2. Lokasi Rencana Kegiatan Lapangan Matindok Dikaitkan dengan Peruntukkan Lahan RKL RPL Tambahan Peningkatan Kapasitas Gas Matindok (45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD) Kabupaten Banggai, Prov. Sulawesi Tengah
Lokasi Lapangan
Matindok
Gambar 2.3. Diagram Alir Pengembangan Blok Matindok 16” x 35000 m 30” x 15100 m 30” x 14500 m Separ ation Unit Condensate Tank BS DONGGI Compressor GPF BUYERS Senoro Junction MLR Junction MS MINAHAKI Separ ation Unit Condensate Tank BS MATINDOK Compressor GPF 14” X 53 00 m 16” x 10 00 m Operating Standby Separ ation Unit Condensate Tank BS SUKAMAJU Compressor GPF 8” X 390 0 m MS MATINDOK MS MALEORAJA 12” X 84 00 m 14” X 11 650 m Sumber: AMDAL PPGM dan POD PPGM PT. Pertamina EP, Revisi Februari 2011
Deskripsi Kegiatan
Gas yang diproduksi mengandung CO₂ ± 2,5 – 3,5 %, kandungan H2S ± 3.000 – 5.000 ppm dan
kemungkinan adanya unsur lainnya. Komposisi gas yang terkandung dalam pipa antara Sumur sampai dengan Block Station (BS) maupun dari Block Station (BS) sampai dengan Kilang LNG disampaikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Tipikal Komposisi Gas yang akan Diolah di Fasilitas Produksi Matindok
Komposisi Gas Unit Matindok Spesifikasi
1. Dari sumur s/d Block Station
Hydrogen Sulphide H2S % mole 0,38400
Alkyl Mercaptan RSH % mole 0,00200
Carbonyl Sulphide COS % mole 0,00020
Nitrogen N2 % mole 2,23043
Carbon Dioxide CO2 % mole 3,03000
Methane CH4 % mole 80,97919
Ethane C2H6 % mole 6,49778
Propane C3H8 % mole 3,06306
IsoButane i‐C4H10 % mole 0,72750
NormalButane n‐C4H10 % mole 0,94917
IsoPentane i‐C5H12 % mole 0,65306
NormalPentane n‐C5H12 % mole 0,39829 Hexane C6H14 % mole 0,34852 Heptane plus C7H16 % mole 0,73681 Total % mole 100,000 2. Dari Block Station s/d Kilang LNG Nitrogen N2 % mole 2,30920 Methane CH4 % mole 83,83896 Ethane C2H6 % mole 6,72725 Propane C3H8 % mole 3,17123
IsoButane i‐C4H10 % mole 0,75319
NormalButane n‐C4H10 % mole 0,98269
IsoPentane i‐C5H12 % mole 0,67612
NormalPentane n‐C5H12 % mole 0,41235 Hexane C6H14 % mole 0,36083 Heptane plus C7H16 % mole 0,76283 CO2 75 ppmv max H2S 3,5 ppmv max Total Sulfur 17 ppmv max H2O 10 lb/mmscf max Sumber: PT. Pertamina EP, 2011 Berdasarkan hasil analisis, pada struktur Matindok dapat diproduksikan gas dari 4 titik serap yang kesemuanya merupakan sumur pengembangan. Titik‐titik serap tersebut adalah: MTD‐ BB/2, MTD‐1S/3 dan MTD‐AA/4 akan dibor miring dari cluster sumur MTD‐2, dan MTD‐ CC/5.
Koordinat sumur pengembangan Lapangan Matindok disampaikan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Koordinat Sumur Pengembangan Lapangan Matindok
Sumur X Koordinat Y Keterangan
MTD‐1S/3 439.984 9.855.135 Subtitute MTD‐1
MTD‐AA/4 439.616 9.854645 Development
MTD‐BB/2 439.328 9.853.988 Development MTD‐CC/5 439.991 9.853.929 Development Sumber: PT. Pertamina EP, 2011
Sedangkan pada struktur Maleoraja dapat diproduksikan gas dari 3 titik serap sumur pengembangan. Titik‐titik serap tersebut adalah: MLR‐1 berupa sumur eksisting yang dilakukan work over untuk menggantikan sumur MLR‐AA/2, MLR‐BB/3 dan MLR‐CC/4 akan dibor miring dari cluster sumur MLR‐2. Posisi sumur‐sumur eksisting dan pengembangan lapangan Maleoraja dapat dilihat pada Tabel 2.3. Ilustrasi titik‐titik serap sumur‐sumur dilapangan Maleoraja dapat dilihat pada gambar 2.5.
Tabel 2.3. Koordinat Sumur Pengembangan Lapangan Maleoraja
Sumur Koordinat Keterangan
X Y MLR‐1 439.422 9.857.808 Eksisting/Development MLR‐BB/3 438.128 9.857.920 Development MLR‐CC/4 437.759 9.857.478 Development Sumber: PT. Pertamina EP, 2011 Gambar 2.4. Posisi Sumur‐Sumur Pengembangan (titik serap) di Lapangan Matindok 2000 2100 2200 2300 2400 2500 2600 2700 2800 2900 3000 3100 3200 Sumber: PT. Pertamina EP
Deskripsi Kegiatan
Rencana casing dan desain lumpur pada sumur‐sumur Lapangan Matindok dan Maleoraja disampaikan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Skema Casing dan Desain Lumpur Pada Sumur Lapangan Matindok dan Maleoraja
Sumur Selubung Kedalaman Mud Type Mud Weight
MTD‐1S/3 20” 13 3/8” 9 5/8” 7” 0‐150 m 0‐900 m 0‐1963 m 1913‐2113 m PHB PHPA PHPA PHPA 1,05 1,05 – 1,08 1,08 – 1,20 1,13 – 1,15 MTD‐AA/4 20” 13 3/8” 9 5/8” 7” 0‐150 m 0‐900 m 0‐1920 m 1870‐2113 m PHB PHPA PHPA PHPA 1,05 1,05 – 1,08 1,08 – 1,20 1,13 – 1,15 MTD‐BB/2 (APRAISAL) 20” 13 3/8” 9 5/8” 7” 0‐150 m 0‐600 mVD 0‐1932 mVD 1882‐2200 mVD PHB PHPA PHPA PHPA 1,05 1,05 – 1,08 1,08 – 1,20 1,13 – 1,15 MTD‐CC/5 20” 13 3/8” 9 5/8” 7” 0‐150 m 0‐800 m 0‐1894 m 1844‐2113 m PHB PHPA PHPA PHPA 1,05 1,05 – 1,08 1,08 – 1,20 1,13 – 1,15 MLR‐1 20” 13 3/8” 9 5/8” 7” 0‐20 m 0‐560 m 0‐2101 m 1983‐2879 m PHB PHPA PHPA PHPA 1,055 1,055 – 1,18 1,18 – 1,36 1,15 MLR‐BB/3 20” 13 3/8” 9 5/8” 7” 0‐160 m 0‐860 m 0‐1911 m 1861‐2088 m PHB PHPA PHPA PHPA 1,055 1,055 – 1,18 1,18 – 1,36 1,15 MLR‐CC/4 20” 13 3/8” 9 5/8” 7” 0‐160 m 0‐860 m 0‐1934 m 1884‐2088 m PHB PHPA PHPA PHPA 1,055 1,055 – 1,18 1,18 – 1,36 1,15 Sumber: PT. Pertamina EP, 2011 Gambar 2.5. Posisi Sumur‐Sumur Pengembangan (titik serap) di lapangan Maleoraja 2000 2100 2200 2300 2400 2500 2600 2700 2800 2900 3000 3100 3200 Sumber: PT. Pertamina EP
Gas dari sumur produksi di Lapangan Maleoraja dialirkan ke Manifold Station (MS) yang terletak di Lapangan Maleoraja dan gas dari sumur produksi di Lapangan Matindok dialirkan ke Manifold Station (MS) yang terletak di Lapangan Matindok. Selanjutnya gas dari MS Maleoraja dan MS Matindok akan dialirkan bersama‐sama melalui Gathering Line menuju Block Station – Fasilitas Produksi Matindok (Gambar 2.6).
Di dalam Block Station (BS) terdapat unit separasi, unit kompresi, tangki penampung, unit utilitas, dan unit pengolah limbah (Flaring system dan IPAL). Unit‐unit operasi yang digunakan untuk pemrosesan gas di Block Station (BS) disampaikan pada Gambar 2.7. Neraca massa fasilitas proses produksi gas Lapangan Matindok dengan kapasitas 45 MMSCFD disampaikan pada Gambar 2.8.
Block Station (BS) atau Stasiun Pengumpul Gas Matindok terdiri dari sistem pengumpulan (gathering system) dan sistem separasi gas bumi yang terdiri dari separator dan tangki kondensat.
Unit atau fasilitas pada Block Station (BS) antara lain:
Unit Separasi: Hidrokarbon dari sumur produksi mengandung kondensat, air dan gas
dimana jumlah terbesar adalah gas. Langkah awal untuk memisahkan kondensat, air dan gas adalah dengan menggunakan separator gas. Di dalam alat tersebut kondensat dan air terpisah dari gas. Kondensat dan air akan mengalir dari bagian bawah separator sedangkan gas akan mengalir dari bagian atasnya.
Proses pemisahaan di dalam alat tersebut hanya merupakan proses fisika dan tanpa penambahan bahan kimia. Kondensat dan air dipisahkan dengan prinsip ketidak saling larutan dan perbedaan berat jenis. Kondensat ditampung di tangki penampung, sedangkan air diproses lebih lanjut dalam sistem pengolah air (waste water treatment).
Apabila tekanan gas dari sumur berkurang akibat penurunan tekanan reservoir secara alami, maka akan dilakukan pemasangan kompresor di gathering station/block station untuk menjaga stabilitas tekanan gas yang masuk ke sistem CO₂/H₂S removal dan juga ke konsumen gas tetap stabil.
Tangki Penampung: Tangki penampung dipakai untuk menampung kondensat yang
berasal dari separator. Jumlah tangki penampung yang dipakai sebanyak 2 buah dengan kapasitas masing‐masing sebesar ± 1.300 BOPD. Kondensat akan diangkut dari block station ke fasilitas JOB di Desa Bajo dengan menggunakan road tank atau mobil tangki. Kompresor: Kompresor yang akan dipergunakan untuk menjaga tekanan keluar dari block
station tetap sebesar 900 psig. Kompresor ini dipasang di block station. Jumlah kompresor yang ditempatkan di Block Station Matindok sebanyak 3 unit. Hal ini karena pada umumnya tekanan gas yang keluar dari sumur akan mengalami penurunan secara alamiah selama proses produksi, sehingga diperlukan tambahan kompresor baru di gathering station/block station.
Unit Pengolah Air: Unit pengolah air atau unit Effluent Treatment atau Instalasi Pengolah
Air Limbah (IPAL) dipakai untuk mengolah limbah cair yang berasal dari separator. Kapasitas unit pengolahan air adalah untuk dapat mengolah jumlah perkiraan air terproduksi ± 1.300 BWPD.
Deskripsi Kegiatan Gambar 2.6. Diagram Blok Fasilitas Produksi
TO
LNG
PLANT
AGRU,
SRU
DHU
AGRU,
SRU
MANIFOLD STATIONDHU
FROM JOB PMTS
GPF
MATINDOK
TIP-1
TIP-2
BLOCK STATION SUKAMAJUTO IPP
BANGGAI
2 WELLS
Separate POD with
POD gas to LNG
B S
B S
DONGGI
BS
BS
GPF
DONGGIMS
PL
DCU
DCU
MANIFOLD STATION MANIFOLD STATION3 WELLS
4 WELLS
4 WELLS
8 WELLS
FL
Matindok
Maleoraja
Minahaki
Sumber: AMDAL PPGM PT. Pertamina EP, 2008Gambar 2.7. Diagram Unit‐Unit Operasi Pada Pemrosesan Gas di Block Station Sumber: AMDAL PPGM PT. Pertamina EP, 2008
Deskripsi Kegiatan Gambar 2.8. Neraca Massa Fasilitas Proses Produksi Gas Lapangan Matindok Kapasitas 45 MMSCFD 45 MMSCFD Sumber: AMDAL PPGM PT. Pertamina EP, 2008