• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG FATWA HARAM ROKOK YANG DIKELUARKAN MAJELIS TARJIH DAN TAJDID MUHAMMADIYAH (Studi Analisis Framing Tentang Berita Fatwa Haram Rokok yang Dikeluarkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah pada 8 Maret 2010 pada Media Detik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG FATWA HARAM ROKOK YANG DIKELUARKAN MAJELIS TARJIH DAN TAJDID MUHAMMADIYAH (Studi Analisis Framing Tentang Berita Fatwa Haram Rokok yang Dikeluarkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah pada 8 Maret 2010 pada Media Detik "

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

YANG DIKELUARKAN OLEH MAJELIS TARJIH DAN TAJDID

MUHAMMADIYAH

(Analisis Framing Terkait Dikeluarkannya Fatwa Rokok Haram oleh

Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah pada 8 Maret 2010 di Media

Online Detik.com dan Antara.com Edisi Maret 2010)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP

UPN ”VETERAN” Jawa Timur

OLEH :

NUR RAHMA ALIFAH

NPM. 0643010357

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”

JAWA TIMUR

(2)

YANG DIKELUARKAN OLEH MAJELIS TARJIH DAN TAJDID

MUHAMMADIYAH

(Analisis Framing Terkait Dikeluarkannya Fatwa Rokok Haram oleh Majelis

Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah pada 8 Maret 2010 di Media Online

Detik.com dan Antara.com Edisi Maret 2010)

Disusun Oleh :

NUR RAHMA ALIFAH

NPM : 0643010357

Telah dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program

Studi Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran”Jawa Timur

Pada tanggal : 11 Juni 2010

Menyetujui,

Pembimbing Utama Tim Penguji

1. Ketua

Juwito,S.Sos.,M.Si. Juwito,S.Sos.,M.Si.

NPT. 3 6704 95 00361 NPT. 3 6704 95 00361

2. Sekretaris

Drs.Saifudin Zuhri,M.Si. NPT. 3 7006 94 00351 3. Anggota

Dra.Herlina Suksmawati,M.Si. NIP. 19641225 199309 2001

Mengetahui,

DEKAN

(3)

PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG FATWA ROKOK HARAM

YANG DIKELUARKAN OLEH MAJELIS TARJIH DAN TAJDID

MUHAMMADIYAH

(Analisis Framing Terkait Dikeluarkannya Fatwa Rokok Haram oleh Majelis

Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah pada 8 Maret 2010 di Media Online

Detik.com dan Antara.com Edisi Maret 2010)

Disusun Oleh :

Nur Rahma Alifah

0643010357 / FISIP / IKOM

Telah disetujui untuk mengikuti ujian skripsi

Menyetujui,

PEMBIMBING

J u w i t o, S.Sos., M.Si.

NPT. 3 6704 95 0036 1

Mengetahui,

DEKAN

(4)

 

Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

rahmat dan hidayah-Nya hingga skripsi ini bisa diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Penyusunan penelitian atau skripsi ini adalah salah satu syarat bagi mahasiswa agar

dapat menyelesaian proses belajarnya di tingkat strata satu. Selain itu, skripsi juga merupakan

bukti kematangan ilmu yang dimiliki oleh mahasiswa dalam memahami semua yang telah

dipelajari di kelas perkuliahan.

Dalam penelitian atau skripsi ini penulis mencurahkan rasa terima kasih yang besar

dan mendalam kepada Dosen Pembimbing peneliti, Bapak Juwito,S.Sos.,M.Si. Karena,

beliau adalah pihak yang telah berjasa atas tersusunnya skripsi ini.

Penyusunan penelitian atau skripsi ini belumlah sempurna. Oleh karena itu,

diperlukan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun. Selain itu, penulis ingin

menyampaikan terima kasih kepada beberapa pihak terkait yang mendukung penyelesaian

skripsi ini. Adapun ucapan terima kasih tersebut disampaikan kepada :

1.

Allah SWT, karena karunia kesehatan baik secara mental dan fisik yang diberikanNya

sampai detik ini.

2.

Drs. Hj. Suparwati, dekan Fakultas Ilmu politik dan Sosial UPN.

3.

Bapak Juwito, S.Sos.,M.Si. sebagai Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi.

4.

Dosen - dosen Ilmu Komunikasi, Bpk. Kusnarto, Bpk. Udin, dan Ibu Sumardjiati yang

telah memberikan banyak ilmu dan dorongan dalam penyelesaian skripsi ini.

(5)

Gunung atas perhatiannya selama ini.

7. Dian, Evin, Sherly, Woro, Dila dan Ririn, teman seperjuangan di kampus UPN. Terima

kasih telah mau mengerti dan menemaniku mulai awal semester hingga detik ini.

8.

Magna Community, Mas Winarto dkk, semua teman-teman yang terus semangat meraih

tujuan hidup. Ayo lestarikan lingkungan!

9.

Terima kasih buat teman – teman angkatan 2006 yang lain yang tidak bisa penulis

sebutkan satu persatu.

10.

Terima kasih juga guru saya, Pak Nardi, yang masih setia membagi ilmunya sejak

penulis tingkat sekolah dasar sampai sekarang.

11.

Pelatih Pencak Silat Perisai Putih, Kak Putut, Mas Jimmi, Mas Ociem dan Mbak Ainun,

atas saran, bimbingan dan semangat yang diberikan selama ini.

12.

Teman-teman seangkatan di Perguruan Silat Nasional Perisai Putih Surabaya, atas

kesetiaan yang telah diberikan kepada penulis dan kebersamaan yang telah dilalui

bersama. Semoga kita bisa meraih semua mimpi-mimpi kita.

13.

Teman atau rekan kerja penulis, Mbak Nia, Mbak Umi, dan Mas Irwan, terima kasih

atas ilmu dan pengalaman yang dibagikan kepada penulis.

Akhir kata, penulis selalu menantikan adanya saran dan kritik yang sifatnya

membangun demi sempurnanya penyusunan skripsi ini. Terima kasih.

(6)

HALAMAN JUDUL ……….. i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI... ……… ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN... xi

ABSTRAKSI... xii

BAB I PENDAHULUAN ……….... 1

1.1.Latar Belakang Masalah ………..

1

1.2.Perumusan Masalah...……….

16

1.3.Tujuan Penelitian... ……….

16

1.4.Manfaat Penelitian...

16

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ………. 18

2.1.Media dan Berita Dilihat dari Pandangan Konstruksionis..

18

2.1.1. Fakta atau Peristiwa Adalah Hasil Konstruksi...

18

2.1.2. Media Adalah Agen Konstruksi...

19

(7)

2.1.6. Etika, Pilihan Moral, dam Keberpihakan Wartawan Adalah

Bagian yang Integral dalam Produksi Berita...

23

2.1.7. Nilai, Etika, dan Pilihan Moral Peneliti Menjadi Bagian

yang Integral dalam Penelitian...

24

2.1.8. Khalayak Mempunyai Penafsiran Tersendiri Atas Berita

24

2.2. Bahasa Sebagai Isi Media………...

25

2.3

Jurnalisme Online Sebagai Media Massa....………

26

2.4

Ideologi Media...

30

2.5

Framing Dan Proses Produksi Berita...

31

2.6

Analisis Framing Termasuk Paradigma Konstruktivis...

32

2.7

Analisis Framing...

33

2.8

Proses Framing...

35

2.9

Konsepsi Framing Robert N. Entman...

36

2.10

Rokok dan Persepsi Hukum...

41

2.11

Kerangka Berpikir...

46

BAB III METODE PENELITIAN ………... 48

3.1. Metode Penelitian...

48

3.2. Subyek dan Obyek Penelitian...

50

3.3. Unit Analisis...

50

3.4. Populasi dan Korpus...

51

3.5. Teknik Pengumpulan Data...

52

3.6. Teknik Analisis Data...

53

(8)

4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian...

56

4.1.1. Sejarah Detik.com...

56

4.1.2.

Sejarah

Antara.com...

58

4.2. Analisis Berita pada Detik.com dan Antara.com...

62

4.2.1. Frame Detik.com...

63

4.2.2.

Frame

Antara.com...

79

4.2.3. Perbandingan Frame Detik.com dan Antara.com...

94

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...

98

5.1. Kesimpulan...

98

5.2. Saran...

99

DAFTAR PUSTAKA...

101

(9)

TABEL 1

Perbedaan teknis Penulisan berita pada Media Cetak dan Media Online.. 29

TABEL 2

Deskripsi Ringkas Berita “PP Muhammadiyah Keluarkan Fatwa

Haram Merokok”...

64

TABEL 3

Frame berita “”PP Muhammadiyah Keluarkan Fatwa Haram Merokok”

64

TABEL 4

Deskripsi berita “PKS Dukung Fatwa Haram Rokok, Siapkan Sanksi bagi

Kader yang Melanggar”...

67

TABEL 5

Frame Berita “PKS Dukung Fatwa Haram Rokok, Siapkan Sanksi bagi Kader yang

Melanggar”... 67

TABEL 6 Deskripsi Ringkas Berita “Fatwa Rokok Haram Tak akan Dibahas di Munas Majelis Tarjih Muhammadiyah” ... 69

TABEL 7 Frame berita “Fatwa Rokok Haram Tak akan Dibahas di Munas Majelis Tarjih

Muhammadiyah”... 69

TABEL 8

Frame Detik.com : Fatwa Haram Rokok yang Dikeluarkan Majelis Tarjih dan

Tajdid Muhammadiyah ...

71

TABEL 9

Deskripsi Ringkas Berita “Muhammadiyah Keluarkan Fatwa Haram

Merokok”... 77

TABEL 10 Frame berita “ PP Muhammadiyah Keluarkan Fatwa Haram Merokok ”

78

TABEL 11 Deskripsi Berita “Tolak Fatwa Haram Rokok Petani Bakar Tembakau”

81

TABEL 12

Frame Berita “

Tolak Fatwa Haram Rokok Petani Bakar Tembakau

”....

81

(10)

Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah ... 85

TABEL 16 Perbandingan Frame Detik.com dan Antara.com...

91

(11)

LAMPIRAN

1

Berita Detik.com “PP Muhammadiyah Keluarkan Fatwa Haram

Merokok”... 100

LAMPIRAN 2

Berita Detik.com “PKS Dukung Fatwa Haram Rokok, Siapkan sanksi

Bagi yang Melanggar”...

101

LAMPIRAN 3

Berita Detik.com “Fatwa Rokok Haram Tak akan Dibahas di Munas

Tarjih Muhammadiyah”...

102

LAMPIRAN

4

Berita Antara.com “Muhammadiyah Keluarkan Fatwa Haram

Merokok”... 103

LAMPIRAN

5

Berita Antara.com “Tolak Fatwa Haram Rokok Petani Bakar

Tembakau”... 104

(12)

NUR RAHMA ALIFAH. PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG FATWA HARAM

ROKOK YANG DIKELUARKAN MAJELIS TARJIH DAN TAJDID

MUHAMMADIYAH (Studi Analisis Framing Tentang Berita Fatwa Haram Rokok yang

Dikeluarkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah pada 8 Maret 2010 pada Media

Detik Dot Com dan Antara Dot Com Edisi Maret 2010)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana situs berita online Detik.com

dan Antara.com membingkai berita tentang keluarnya fatwa haram rokok oleh Majelis Tarjih

dan Tajdid Muhammadiyah. Objek dari penelitian ini berita-berita yang terkait dengan fatwa

rokok haram pada Bulan Maret 2010 di media online tersebut. Penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif dan menjadikan paradigma konstruktivis sebagai paradigmanya.

Penelitian ini menggunakan metode analisis framing dengan perangkat analisis dari

Entman yang menggunakan empat cara untuk melakukan analisis framing. Pertama, problem

identification yaitu bagaimana media mengidentifikasi masalah. Peristiwa tersebut dilihat

sebagai apa oleh media. Kedua, causal interpretation yaitu bagaimana media

mengidentifikasi masalah yakni siapa yang dianggap sebagai penyebab masalah dalam

peristiwa. Ketiga, moral evaluation yaitu bagaimana media melakukan penilaian atas

penyebab suatu masalah, dan bagaimana cara penanganan suatu masalah. Keempat, treatment

recommendation yaitu bagaimana media menawarkan dan suatu cara penanganan masalah.

Setelah dianalisis, dapat disimpulkan bahwa kedua media memiliki frame yang

berbeda. Detik.com terlihat mendukung keluarnya fatwa haram tersebut. Hal ini dapat dilihat

dari teknik penulisan atau bahasa yang disajikan oleh Detik.com yang bersikap tenang-tenang

saja atau mendukung dalam menyikapi fatwa ini. Sementara itu, Antara.com cenderung tidak

setuju dengan dikeluarkannya fatwa tersebut. Hal ini terlihat dari sikap Antara.com yang

lebih memilih informasi yang memberitakan sikap penolakan atau protes terhadap fatwa yang

dikeluarkan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah itu.

Kata Kunci : Framing, Fatwa Haram Rokok Muhammadiyah, Detik.com, Antara.com,

Robert N Entman

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kita sering atau bahkan setiap hari mengkonsumsi informasi atau berita

melalui media massa. Media massa menyuguhkan berbagai informasi yang membuat

pikiran dan perasaan kita ikut berubah-ubah ketika kita membaca, mendengar atau

menonton sajian informasi tersebut. Semua ini terjadi karena kekuatan dasyat bahasa

jurnalistik.

Jurnalistik adalah bidang profesi yang mengusahakan penyajian informasi

tentang kejadian kehidupan sehari-hari (pada hakikatnya dalam bentuk penerangan,

penafsiran dan pengkajian) secara berkala, dengan menggunakan sarana penerbitan

yang ada (Suhandang, 2004: 22). Sedangkan, Bahasa Jurnalistik didefinisikan sebagai

bahasa yang digunakan oleh para wartawan, redaktur, atau pengelola media massa

dalam menyusun dan menyajikan, memuat, menyiarkan dan menayangkan berita serta

laporan yang benar, aktual, penting dan menarik dengan tujuan agar mudah dipahami

isinya dan cepat ditangkap maknanya (Sumadiria, 2006 : 7).

Dalam penyajian jurnalistik media cetak dan online dipengaruhi oleh dua

faktor, yakni faktor verbal dan visual. Verbal sangat menekankan pada kemampuan

memilih dan menyusun kata dalam rangkaian kalimat dan paragraf yang efektif dan

komunikatif. Sedangkan, visual menunjuk pada kemampuan menata, menempatkan

dan mendesain tata letak atau hal-hal yang menyangkut segi perwajahan. Pada

(14)

harus benar, jelas dan akurat, melainkan harus menarik, meningkatkan minat baca

pada pengkonsumsi media cetak (Sumadiria, 2005: 4).

Berita adalah cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang

hangat; kabar; laporan; pemberitahuan; pengumuman (KBBI, 2001 : 140). Berita

adalah jalan cerita tentang peristiwa (Sudirman Tebba, 2005: 55). Ini berarti bahwa

suatu berita setidaknya mengandung dua hal, yaitu peristiwa dan jalan ceritanya. Jalan

cerita tanpa peristiwa atau peristiwa tanpa jalan cerita tidak dapat disebut berita.

Berita dalam jurnalistik media cetak adalah sebuah tulisan tentang peristiwa yang

layak untuk disebarluaskan kepada khalayak karena memiliki nilai berita(Hikmat

Kususmaningrat, 2005: 9).

Untuk membuat informasi menjadi lebih bermakna biasanya sebuah media

cetak melakukan penonjolan-penonjolan terhadap suatu berita. Dalam pengambilan

keputusan mengenai sisi mana yang ditonjolkan tentu melibatkan nilai dan ideologi

para wartawan yang terlibat dalam proses produksi berita ( Sobur, 2001: 163).

Dalam berita ada karakteristik intrinsik yang dikenal sebagai nilai berita (news value). Nilai berita ini menjadi ukuran yang berguna, atau yang biasa diterapkan untuk menentukan layak berita. Inilah kriteria berita atau unsur-unsur nilai berita yang

sekarang dipakai dalam memilih berita.

Unsur-unsur atau yang biasa disebut dengan news value adalah Sudirman Tebba, 2005 : 57):

(15)

Berita tidak ubahnya seperti es krim yang gampang meleleh,

bersamaan dengan berlalunya waktu nilainya semakin berkurang.

Masyarakat lebih menghendaki berita yang ingin mereka ketahui lebih cepat

mereka baca, untuk melegakan perasaan ingin tahu mereka mengenai

peristiwa yang baru saja terjadi.

b. Kedekatan (Proximity)

Semakin dekat peristiwa itu dengan pembaca, maka peristiwa itu

semakin dapat menarik perhatian khalayaknya.

c. Keterkenalan (Prominence)

Dalam kolom surat kabar, ini terlihat jelas. Misalnya, di kolom warta

kematian. Apabila yang meninggal atau yang berduka adalah keluarga yang

terkenal maka kolom tersebut akan semakin besar. Public figure, tokoh pemerintahan juga termasuk di dalamnya.

d. Dampak (Consequense)

Peristiwa yang mempunyai dampak luas terhadap masyarakat mampu

menambah nilai suatu berita. Misalnya, pengumuman kenaikan BBM.

Berita ini mempunyai nilai yang tinggi karena berdampak pada masyarakat

yang luas.

e. Human Interest

Berita yang mempunyai human interest mengandung unsur yang dapat menarik simpati, empati atau menggugah perasaan khalayak yang

(16)

Sejak era reformasi, keran kebebasan dan kemerdekaan pers terbuka lebar.

Independen dan objektif merupakan dua kata kunci yang digunakan sebagai mantel

jurnalis di seluruh dunia. Setiap jurnalis mengupayakan bahwa dirinya akan bertindak

objektif, seimbang, dan melaksanakan tugas tanpa keberpihakan untuk mengungkap

kebenaran ke masyarakat.

Meskipun sikap independen dan objektif menjadi kiblat setiap jurnalis, pada

kenyataannya seringkali didapati suguhan berita yang beraneka warna dari sebuah

peristiwa yang sama. Berangkat dari peristiwa yang sama, media tertentu

mewartakannya dengan cara menonjolkan sisi aspek tertentu, sedangkan yang lainnya

meminimalisir, memelintir, bahkan menutup sisi atau aspek tersebut dan sebagainya.

Ini menunjukkan di balik jubah kebesaran independensi dan objektivitas, seorang

jurnalis menyimpan paradoks, tragedi bahkan ironi (Eriyanto, 2002: 5).

Media sesungguhnya berada di tengah realitas sosial yang sarat dengan

kepentingan, konflik, dan fakta yang kompleks dan beragam. Menurut Antonio

Gramsci, media adalah sebuah ruang dimana berbagai ideologi dipresentasikan.

Media massa juga mempunyai kepentingan yang berada di dalam media massa itu.

Media massa tidak mungkin berdiri statis di tengah-tengah, dia akan bergerak dinamis

di antara pusaran-pusaran kepentingan yang sedang bermain. (Sobur, 2001 : 30). Ini

berarti di satu sisi media dapat menjadi sarana penyebaran teknologi penguasa, alat

legitimasi dan kontrol atas wacana publik. Namun di sisi lain, media juga dapat

menjadi alat ukur dalam membangun kultur dan ideologi tandingan. Hal ini berkaitan

dengan cara pandang atau perspektif yang digunakan oleh masing-masing pihak.

Setiap institusi media mempunyai ideologi serta visi dan misi tersendiri.

(17)

wartawan yang bekerja di suatu institusi media dengan kebijakan redaksional tertentu,

akan mencari, meliput, menulis dan melaporkan peristiwa / realitas berdasarkan

kebijakan redaksional institusi media tersebut. Kebijakan redaksional ini menjadi

salah satu pembatas wartawan tersebut dalam memahami dan mempersepsikan sebuah

realitas.

Realitas yang disajikan secara menonjol atau mencolok mempunyai peluang

besar untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami realitas.

Karena itu dalam praktiknya, framing dijalankan oleh media dengan menyeleksi isu tertentu dan mengabaikan isu lain, serta menonjolkan aspek isu tersebut dengan

menggunakan pelbagai strategi wacana, penempatan yang mencolok, pengulangan,

pemakaian grafis untuk memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika

menggambarkan orang atau peristiwa yang diberitakan (Sobur, 2001 : 164).

Berita yang dibaca dan dilihat di media bukanlah cerminan dari peristiwa atau

realitas itu sendiri, melainkan sebuah hasil rekonstruksi dari realitas. Dan yang

menjadi agen rekonstruksi berita adalah wartawan. Dengan kata lain, berita yang kita

konsumsi adalah hasil rekonstruksi atas peristiwa menurut prespektif wartawan.

Untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan

wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita, peneliti memilih analisis framing sebagai metode penelitian. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu

dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta

apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa

(18)

Hal ini berlaku untuk segala jenis media termasuk media baru yang

berkembang dengan cepat belakangan ini yaitu internet. Sejarah media massa

memperlihatkan bahwa sebuah teknologi baru tidak pernah menghilangkan teknologi

lama., namun mensubtitusinya. Radio tidak menggantikan surat kabar, namun menjadi

sebuah alternatif, menciptakan sebuah kerajaan dan khalayak baru. Sama halnya

dengan kehadiran media online khususnya jurnalisme online tidak akan bisa menggantikan sepenuhnya bentuk-bentuk media lama, namun meningkatkan

intensitasnya dengan menggabungkan fungsi-fungsi dari teknologi internet dengan

media tradisional (Santana, 2005 : 135).

Peneliti menggunakan analisis framing sebagai metode penelitian. Sebagai analisis teks media, framing merupakan salah satu alternatif model analisis yang dapat mengungkapkan sebuah fakta. Selain itu melalui metode framing ini, akan dapat diketahui siapa yang mengendalikan siapa, siapa lawan siapa, mana kawan mana

lawan, mana patron mana klien, siapa diuntungkan siapa dirugikan, siapa menindas

siapa tertindas, dan seterusnya (Eriyanto, 2004: VI). Jadi, diharapkan dengan

menggunakan metode framing ini, sebuah realitas akan dapat diketahui kebenarannya.

Dalam prakteknya, framing dijalankan oleh media dengan menyeleksi isu yang lain, serta menonjolkan aspek dari isu tersebut dengan menggunakan berbagai

startegi wacana. Misalnya, dengan penempatan yang mencolok (sebagai headline, di depan atau di belakang), pengulangan, pemakaian grafik, untuk mendukung,

memperkuat, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang atau peristiwa

yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, dan simplifikasi.

Semua aspek tersebut digunakan untuk membuat dimensi tertentu dari konstruksi

(19)

Jadi, dalam kaitannya dengan redaksional, khususnya dalam hubungan dengan

penulisan berita, framing dapat menyebabkan suatu peristiwa yang sama dapat menghasilkan berita yang secara radikal berbeda apabila masing-masing wartawan

memiliki frame yang berbeda ketika melihat peristiwa tersebut dalam menuliskan pandangannya menjadi bentuk berita. Hal ini dapat menyebabkan dua buah realitas,

yakni realitas sosial atau realitas sesungguhnya dan realitas media yang terbentuk

setelah melalui beritanya seringkali merupakan hasil pandangan mereka (predisposisi perseptual) wartawan ketika melihat dan meliput peristiwa. Analisis framing dapat membantu kita untuk mengetahui bagaimana realitas peristiwa yang sama dikemas

secara berbeda oleh wartawan sehingga hasilnya berita yang berbeda (Nugroho, dkk,

1999).

Berita tentang fatwa merokok itu haram oleh Majelis tarjih dan Tajdid

Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah adalah suatu bukti yang dapat menunjukkan

bagaimana suatu institusi media mengalami kesulitan dalam mengemas berita yang

objektif kepada khalayak. Bagaimana media mengemas atau mengkonstruksi sebuah

peristiwa dalam bentuk berita yang akan dikonsumsi oleh khalayak luas.

Sepanjang Bulan Maret 2010, detik.com memuat 23 berita yang berkaitan

dengan respon-respon terhadap dikeluarkannya fatwa merokok itu haram oleh Majelis

tarjih dan Tajdid Muhammadiyah. Sementara, antara.com memuat 26 berita.

Berbicara soal sejarah rokok, ada beberapa artikel yang menyebutkan bahwa

merokok pertama kali dilakukan oleh orang Indian penduduk asli Amerika. Suku

Indian melakukan hal tersebut karena adanya kaitan dengan pemujaan dewa/roh.

(20)

ekspedisi ke benua Amerika. Dalam ekspedisinya, mereka menemukan penduduk

pribumi – Indian mengisap tembakau yang digulung seperti cerutu.

Para petualang Eropa ini kemudian menirukan budaya ini dan menganggapnya

sebagai lifestyle baru. Budaya ini kemudian menular diantara para penduduk Eropa,

mereka menganggapnya Sejak saat itulah, bersamaan dengan penjajahan yang

dilakukan oleh bangsa-bangsa eropa ke seluruh dunia, rokok pun ikut tersebar ke

seluruh dunia.

Jika artikel tersebut terbukti kebenarannya, bisa disimpulkan bahwa masa

dimana budaya rokok ini pertama kali ditemukan jauh terjadi setelah masa hidup Nabi

Muhammad SAW. Karenanya tidaklah mengherankan jika di dalam haditsnya Nabi

tidak pernah meriwayatkan hukum soal rokok ini secara jelas dan hanya tersirat dari

hadits-haditsnya yang bersifat umum.

Sementara itu, di nusantara sejarah rokok yang paling tua konon kabarnya

ditemukan di Kudus dalam bentuk rokok kretek. Penemunya adalah Haji Djamhari

pada kurun waktu sekitar 1870-1880-an. Konon, pada waktu itu Djamhari merasa

sakit pada bagian dada karena menderita penyakit asma. Ia lalu mengoleskan minyak

cengkeh pada bagian tubuhnya yang sakit. Ternyata sakitnya pun reda.

Berdasarkan pengalaman tersebut, Djamari pun lantas bereksperimen dengan

memotong-motong cengkeh kecil-kecil (merajang) dan mencampurnya dengan

rajangan tembakau untuk kemudian dilinting menjadi rokok. Dari bunyi rokok yang

(21)

Sayangnya, Djamhari keburu wafat sebelum dapat meraup kekayaan dari

rokok kretek. Temuan Djamhari ini yang menyebar dari mulut ke mulut ini kemudian

diteruskan oleh salah seorang warga Kudus lain, yaitu Nitisemito. Ia menjadikan

rokok sebagai industri rumahan untuk diproduksi massal pertama kalinya di

Indonesia. Pada tahun 1908 perusahaan Nitisemito mendapat ijin dari Pemerintah

Hindia Belanda dengan merk Bal tiga. Setahun kemudian Nitisemito mulai membuat

rokok kretek dan di tahun inilah sebenarnya rokok kretek tumbuh menjadi industri,

meski masih berupa home industri yang dikerjakan Nitisemito dan keluarganya.

Maka untuk pertama kalinya pada waktu itu, rokok kretek temuan Djamhari

dijual tanpa bungkus dengan harga sekitar 2,5 sen seikat (25 batang ukuran kecil) dan

3 sen seikat untuk 25 batang ukuran besar. Kesuksesan Nitisemito kemudian banyak

ditiru orang, sehingga antara tahun 1915 -1918 bermunculan ratusan pabrik rokok

kretek baru tidak hanya di Kudus tetapi juga di Semarang, Surabaya, Blitar, Kediri

dan Malang. Sehingga tidaklah berlebihan bila rokok kretek penciptanya adalah orang

Indonesia (http://kabarindonesia.com/...) diakses pada tanggal 28/03/10 pukul 20:05

WIB.

Dalam kehidupan sehari-hari, diakui atau tidak, bagi sebagian masyarakat

keberadaan rokok sangat vital. Mereka tidak menganggap rokok sebagai candu, tapi

sebuah lifestyle yang melekat dalam interaksi dalam komunitas. Rokok merupakan

teman setia yang menemani mereka di warung kopi, begadang dan sarana mencari

teman. Dari sebatang rokok yang ditawarkan tidaklah sulit untuk mendapatkan teman

baru bagi mereka. Karenanya fungsi rokok disini juga sebagai media komunikasi.

(22)

Kita sering melihat benda atau objek rokok dalam kehidupan sehari-hari. Perlu

kita ketahui, banyak pihak atau komponen yang terlibat dalam pengeluaran produksi

rokok. Diantaranya, ada komponen petani tembakau, petani cengkeh, buruh,

pemerintah, pengusaha rokok, industri rokok, industri kertas, industri jasa, dan

produsen teknologi. Mereka adalah pihak-pihak yang mempunyai pengaruh besar

dalam pengadaan rokok hingga sampai ke para konsumennya.

Berpijak dari kriteria ekonomi semata dalam pengembangan sektor produksi

rokok bukanlah satu-satunya langkah yang optimum dalam memajukan kesejahteraan

masyarakat. Seperti pernyataan dalam kampanye penolakan anti rokok 2009, “Tidak

merokok, itu kan merugikan negara seperti Indonesia yang kaya dan maju akan

produksi rokok”. Sudah menjadi alasan umum bagi para pengusaha rokok dan

pendukung industri rokok bahwa industri rokok adalah industri padat karya dan

memberikan sumbangan banyak dalam perekonomian negara. Tentunya para

pengusaha rokok dan pendukung industri rokok menyajikan data konstribusi terhadap

perekonomian bangsa.

Saat ini, industri rokok telah tumbuh menjadi sumber devisa negara. Berkat

pemasukan cukai, industri rokok menjadi sumber primadona pendapatan APBN.

Pemasukan negara atas industri ini pada 2009 sekitar Rp 52 triliun. Dari Kudus, pada

2009, cukai yang berhasil disetor ke kas negara oleh KPPBC Tipe Madya Cukai

Kudus lebih kurang Rp 14,5 triliun atau 104,75 persen dari target yang dibebankan

pada 2009 (http://kompas.com) diakses pada 28/03/10 pukul 19:35 WIB.

Industri rokok telah menjadi tempat jutaan tenaga kerja yang mengisap manis

(23)

terjadinya antrean panjang angkatan kerja yang menanti kesempatan ngelinting

tembakau dan cengkih.

Industri rokok telah menjadi salah satu solusi problem beban angkatan kerja,

meningkatkan taraf hidup petani, menambah pendapatan pengusaha rokok, dan

memperbanyak pemasukan bagi pundi-pundi negara.

Hampir semua strata sosial masyarakat baik langsung atau tidak menjadi

pengisap rokok sekaligus kena candu industri rokok. Itulah mengapa industri rokok

selalu berada dalam ironi: dicaci sekaligus didamba karena uang yang dihasilkannya.

Mematikan industri rokok mungkin seperti menyembelih angsa bertelur emas.

Karena itu, problem industri rokok di Indonesia tidak melulu mengenai

kesehatan fisik manusia, tetapi jauh lebih kompleks. Rokok juga berhubungan dengan

kesehatan sosial, ekonomi, dan kesehatan "kantong" birokrat, politisi, aparat

keamanan, juga urusan "kantong" negara.

Di Kudus sendiri, menurut data Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia

(KSPSI) Kabupaten Kudus, tak kurang 110.000 bekerja di industri rokok. Seandainya

dari 110.000 orang menanggung beban dua orang maka 330.000 orang bergantung

dari industri penghasil asap dan perusak kesehatan ini. Belum sektor-sektor kegiatan

ekonomi, pertanian, dan industri penyuplai pabrik rokok. Industri rokok telah

menggurita menjadi salah satu pemain besar dalam tata perekonomian di Indonesia.

Pabrik rokok tidak mungkin dapat dimatikan sebab ada sekitar 10.150.000

tenaga kerja dari hulu ke hilir produksi rokok dan terancamnya pendapatan negara

(24)

Peringatan kesehatan di bungkus rokok (Tobacco Warning Labels) yang sudah

diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan

Rokok bagi Kesehatan hanya menjadi hiasan. Sangat sulit berhenti merokok karena

sudah nyandu (ketagihan). Perokok maupun pihak yang diuntungkan industri rokok

sama-sama sudah ketagihan, betapa rokok begitu ngangeni. Kepulan asapnya maupun

jasa sumber penghasil asap bisa meraup dana hingga triliunan rupiah.

Inilah dilema negara ini. Sebagian masyarakat menginginkan aman dari

bahaya yang ditimbulkan rokok, secara langsung maupun tidak langsung. Dan ada

juga bagian yang sudah merasa tidak bisa hidup tanpa rokok. Biasanya ini dilakukan

setelah santap makan. Negara sendiri juga merasakan dilema tersebut. Indonesia

masih memerlukan dana dari cukai rokok untuk pembangunan dan tidak ingin

menambah jumlah pengangguran dengan menutup jalur produksi tembakau.

Sedangkan, di sisi lain menginginkan perwujudan kehidupan yang sehat, yaitu dengan

lingkungan yang sehat, bebas asap rokok.

Ada banyak upaya kelompok mesyarakat untuk mengendalikan bahaya dari

penggunaan rokok. Sehingga, muncullah banyak peraturan yang diharapkan dapat

mensejahterakan seluruh lapisan, termasuk hidup sehat. Sebelumya, pada Selasa 12

Agustus 2008 memalui berita TV dari dewan syariah MUI menyampaikan fatwa

terbarunya tentang merokok, yaitu : “Merokok hukumnya adalah haram bagi

anak-anak dibawah usia 17 Tahun”. Keputusan ini selain dikarenakan banyaknya remaja

yang menjadi perokok, juga dikarenakan oleh desakan dari Komisi Perlindungan

(25)

Pada awal Maret 2010, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat

Muhammadiyah, mengeluarkan fatwa baru terhadap hukum merokok. Setelah

menelaah manfaat dan mudarat rokok melalui Haloqoh Fiqih Pengendalian Tembakau

di Gedung PD Muhammadiyah Kota Yogyakarta, Majelis Tarjih dan Tajdid

Muhammadiyah berkesimpulan bahwa merokok secara syariah Islam masuk dalam

kategori haram. Muhammadiyah mengeluarkan surat fatwa haram Nomor

6//SM/MTT/III/2010 berisi merokok hukumnya adalah haram pada Senin 8 Maret

2010.

Prof. Dr. Syamsul Anwar menjelaskan bahwa keputusan tersebut telah ditelaah

dan diteliti baik secara ilmiah maupun dari sudut pandang Agama. “Dari sisi agama

sesuatu yang membahayakan itu dilarang, sehingga ada keselarasan antara ketentuan

agama dan fakta ilmiah" terangnya. "Berdasar hasil kajian dari ahli medis dan

akademisi, semua pihak sepakat bahwa rokok adalah sesuatu yang membahayakan

karena mengandung zat aditif dan zat berbahaya lainnya, mengandung 4000 zat kimia,

69 diantaranya adalah karsinogenik atau pencetus kanker". Selain itu juga menjadi

penyebab timbulnya penyakit sosial yang harus segera ditanggulangi

(http://Muhammadiyah.or.id) diakses pada 31/03/10 pukul 09:10 WIB.

Di sisi lain perilaku merokok mempunyai kaitan kuat dengan kemiskinan,

faktanya keluarga termiskin justru mempunyai prevelensi merokok lebih tinggi dari

pendapatan terkaya, menurut data di SUSENAS 2006. Menurut data yang dicermati

oleh Majelis Tarjih dan Tajdid tersebut, konsumsi keluarga termiskin untuk membeli

(26)

"Pengeluaran keluarga miskin untuk konsumsi rokok ini menempati urutan kedua

setelah beras.”

Dr Sudibyo Markus selaku Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi

Kesehatan, Pemberdayaan Masyarakat dan Lingkungan menyatakan bahwa fatwa

merokok adalah haram adalah dalam rangka merevisi fatwa Majlis Tarjid tahun 2005 ,

yang menyatakan bahwa merokok hukumnya mubah, boleh dikerjakan, tapi

ditinggalkan lebih baik. Namun dengan semakin terbukanya informasi mengenai

dampak buruk merokok dibidang kesehatan, sosial dan ekonomi, terlebih bagi

keluarga miskin, serta memperhatikan beberapa ketentuan hukum positif tentang

diperlukannya lingkungan dan perilaku hidup sehat bagi masyarakat, apalagi

ketentuan UU No. 39 Tahun 2009 pasal 113, bahwa tembakau mengandung zat

adiktif, maka Majelis Tarjih dan Tajdid merasakan perlunya merevisi ketentuan lama

tersebut.

Dalam memberitakan fatwa dari Muhammadiyah tersebut media tak serta

merta satu pandangan sebab realitas yang sama bisa jadi menghasilkan berita yang

berbeda dikarenakan adanya cara pandang yang berbeda. Perbedaan antara realitas

yang sesungguhnya dengan berita tidak dianggap salah, tetapi sebagai suatu

kewajaran.

Pada penelitian ini perangkat framing yang digunakan peneliti dengan mengangkat pemberitaaan mengenai pro dan kontra keluarnya fatwa merokok adalah

(27)

lebih menonjol dalam suatu teks komunikasi, dalam khalayak hal itu berarti

menyajikan secara khusus definisi suatu masalah (Define problems atau identifications), interpretasi sebab akibat (Diagnose cause atau causal interpretation), evaluasi moral (Make moral judgement), dan tawaran penyelesaian sebagaimana masalah tersebut digambarkan (Treatment recommendation). Dari pengertian ini, framing menurut Entman pada dasarnya merupakan pemberian definisi, penjelasan,

evaluasi dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir

tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan oleh sebuah media.

Entman juga mengemukakan bahwa proses framing tidak dapat dipisahkan dari strategi pengolahan dan penyajian informasi dalam presentasi sebuah media.

Dalam hal ini wartawan mengolah dan mengemas informasi sesuai dengan ideologi,

kecenderungan ataupun keberpihakan politik mereka. Seperti apa yang terdapat dalam

asumsi framing, telah dijelaskan bahwa individu jurnalis atau wartawan selalu

menyertakan pengalaman hidup, pengalaman sosial dan kecenderungan psikologi

ketika menafsirkan pesan yang sampai padanya (Nugroho, 1999: 23). Sehingga,

dalam diri wartawan juga mempunyai kewenangan dalam hal membatasi dan

menafsirkan komentar-komentar sumber berita, serta memberi porsi pemberitaan yang

berbeda antara sumber berita satu dengan sumber berita yang lainnya.

Dalam membingkai atau mengkonstruksi atas realitas, antara media online satu dengan yang lain terdapat perbedaan. Seperti halnya pada media online detik.com dan antara.com. Keduanya mempunyai cara pandang yang berbeda dalam menulis dan

menyajikan suatu berita.

Subjek dari penelitian ini adalah detik.com dan antara.com. Sedangkan, objek

(28)

Muhammadiyah. Peneliti memilih media detik.com dan antara.com dikarenakan

kedua media online termasuk dalam 5 besar situs berita populer di alexa.com.Dan media ini merupakan media online yang paling banyak memuat berita mengenai fatwa merokok haram oleh Muhammadiyah. Detik.com memuat 23 berita. Antara.com

memuat 26 berita. Sedangkan media yang temasuk lima besar lainnya hanya memuat

sedikit berita, misal : republika.co.id memuat 13 berita, tempointeraktif.com memuat

15 berita, dan kompas.com memuat 3 berita.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka yang menjadi

permasalahan dari penelitian ini adalah :

Bagaimanakah media online detik.com dan antara.com membingkai berita tentang fatwa Muhammadiyah, merokok itu haram?

1.3 Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana media online detik.com dan antara.com dalam membingkai berita tentang fatwa merokok haram oleh PP

Muhammadiyah.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Untuk menambah kajian dalam bidang ilmu komunikasi yang

menggunakan metode kualitatif, dan menerapkan penelitian analisis framing

(29)

menambah pengetahuan mengenai strategi apa yang diterapkan oleh suatu

media dalam membingkai realitas sosial dan moral mengenai pro kontra yang

terjadi setelah dikeluarkannya fatwa merokok itu haram oleh Majelis Tarjih

dan Tajdid Muhammadiyah pada Maret 2010.

1.4.2 Manfaat Praktik

a. Dapat menjadi bahan evaluasi dan masukan bagi jurnalis serta institusi media

massa, khususnya detik.com dan antara.com dalam mengkonstruksi berita

yang disampaikan kepada khalayak.

b. Dapat menjadi sumber referensi bagi mahasiswa ilmu komunikasi yang

tertarik dengan penelitian teks media khususnya yang menggunakan metode

(30)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Media Dan Berita Dilihat Dari Paradigma Konstruksionis

Pendekatan konstruksionis mempunyai penilaian sendiri mengenai

bagaimana media, wartawan, dan berita dilihat. Penilaian tersebut diuraikan sebagai

berikut:

2.1.1 Fakta Atau Peristiwa Adalah Hasil Kontruksi

Realitas tercipta lewat konstruksi, sudut pandang tertentu dari wartawan.

Di sini tidak ada realitas yang objektif, karena realitas tercipta lewat konstruksi

dan pandangan tertentu. Realitas berbeda-beda tergantung pada bagaimana

konsepsi ketika realitas itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai

pandangan yang berbeda.

Peristiwa-peristiwa yang dijadikan sebagai berita oleh media massa

melalui proses penyeleksian terlebih dahulu, hanya peristiwa yang memenuhi

kriteria kelayakan informasi yang akan dinagkut oleh media massa kemudian

ditampilkan kepada khalayak (Eriyanto, 2004: 26).

Setelah proses penyeleksian tersebut, maka peristiwa itu akan dibingkai

sedemikian rupa oleh wartawan. Pembingkaian yang dilakukan oleh wartawan

tentunya melalui proses konstruksi. Proses kontruksi atau suatu realitas ini

dapat berupa penonjolan dan penekanan pada aspek tertentu atau dapat juga

berita tersebut ada bagian yang dihilangkan, luput, atau bahkan disembunyikan

(31)

Berita merupakan hasil konstruksi sosial dimana selalu melibatkan

pandangan, ideologi, dan nilai-nilai dari wartawan ataupun dari institusi

media, tempat dimana wartawan tersebut bekerja. Bagaimana realitas tersebut

dijadikan berita sangat tergantung pada bagaimana fakta itu dipahami dan

dimaknai (Birowo, 2004 : 176).

Peristiwa dan realitas yang sama dapat dibingkai secara berbeda oleh

masing-masing media. Hal ini terkait dengan visi, misi, dan ideologi yang

dipakai masing-masing media. Sehingga, kadangkala dari hasil pembingkaian

tersebut dapat diketahui bahwa media lebih berpihak kepada siapa (jika yang

diberitakan adalah seorang tokoh, golongan atau kelompok tertentu).

Keberpihakan pemberitaan media terhadap salah satu kelompok atau golongan

dalam masyarakat, dalam banyak hal tergantung pada etika, moral, dan

nilai-nilai. Aspek-aspek etika, moral dan nilai-nilai tertentu tidak mungkin

dihilangkan dalam pemberitaan media. Hal ini merupakan bagian integral dan

tidak terpisahkan dalam membentuk dan mengkonstruksi suatu realitas. Media

menjadi tempat pertarungan ideologi antara kelompok-kelompok yang ada di

masyarakat (Sobur, 2001 : vi).

2.1.2 Media Adalah Agen Konstruksi

Dalam pandangan konstruksionis, media dilihat bukanlah sekedar saluran

yang bebas, ia juga subyek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan

pandangan, bias, dan pemihakannya. Media bukan hanya memilih peristiwa

dan menentukan sumber berita, melainkan juga berperan dalam

(32)

media dapat membingkai dengan bingkai tertentu yang pada akhirnya

menentukan bagaimana khalayak harus melihat dan memahami peristiwa

dalam kacamata tertentu (Eriyanto, 2004 : 24).

Isi media merupakan hasil para pekerja dalam merekonstruksi berbagai

realitas yang dipilihnya untuk dijadikan sebagai sebuah berita, diantaranya

realitas politik. Disebabkan sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa

adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka dapat dikatakan bahwa seluruh

isi media adalah realitas yang dikonstruksi (constructed reaality). Pembuatan

berita di media pada dasarnya tak lebih dari penyusunan realitas-realitas

hingga membentuk sebuah cerita (Tuchman dalam Sobur, 2001 : 83).

Isi media hakikatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan

menggunakan bahasa sebagai perangkatnya. Sedangkan bahasa bukan hanya

sebagai alat realitas, namun juga bisa menentukan relief seperti apa yang

diciptakan oleh bahasa tentang realitas. Akibatnya media massa memiliki

peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi gambar yang dihasilkan dari

realitas yang dikonstruksinya (Sobur, 2001 : 88).

2.1.3 Berita Bukan Refleksi Dari Realitas. Ia Hanyalah Konstruksi Dari

Realitas

Dalam pandangan kaum konstruksionis, ”berita yang kita baca pada

dasarnya adalah hasil dari konstruksi kerja jurnalistik, bukan kaidah baku

(33)

pemakaian kata, gambar, sampai penyuntingan) memberi andil bagaimana

realitas tersebut hadir dihadapan khalayak.” (Eriyanto, 2002 : 26).

Dari aspek “campur tangan” media dalam menyajikan realitas melalui

suatu proses yang kita sebut sebagai konstruksi realitas (contruction of reality).

Misalnya liputan politik, sebetulnya setiap liputan oleh media massa baik

melalui rekaman atau tertulis adalah rekonstruksi realitas; suatu upaya

menyusun realitas dari satu atau sejumlah peristiwa yang semula

terpenggal-penggal atau acak menjadi tersistematis hingga membentuk cerita atau wacana

yang bermakna (Ibnu Hamad, 2004 : 11).

Berita bukan refleksi dari realitas, melainkan “hanyalah” konstruksi dari

realitas. Artinya, berita juga artikel jurnalistik adalah pentas drama di mana

pertunjukan dapat diawali dari mana saja (Wahyu Wibowo, 2006 : 93).

2.1.4 Berita Bersifat Subjektif atau Konstruksi Atas Realitas

Hal ini dikarenakan oleh berita adalah produk dari konstruksi dan

pemaknaan atas realitas. Pemaknaan seseorang atas suatu realitas bisa jadi

berbeda dengan orang lain, yang tentunya menghasilkan “realitas” yang

berbeda pula. Berita bersifat subjektif karena opini tidak dapat dihilangkan.

Karena ketika kegiatan meliput berlangsung, wartawan melihat dengan

perspektif dan pertimbangan yang sifatnya subjektif (Eriyanto, 2002 : 27).

Berita bersifat subjektif dan jurnalis bukan hanya sekadar pelapor,

melainkan agen konstruksi realitas. Mengingat fakta atau peristiwa bersifat

subjektif, maka menulis artikel jurnalistik bukan pula sekadar pelapor (Wahyu

(34)

Menurut kaum kritis, berita adalah hasil pertarungan wacana antara

berbagai kekuatan dalam masyarakat yang selalu melibatkan pandangan dan

ideologi wartawan atau media (Eriyanto, 2001 : 34).

Dalam analisis framing, berita selalu bersifat subjektif. Opini tidak dapat

dihilangkan karena ketika meliput, wartawan melihat realitas dengan

perspektif dan pertimbangan subjektif. Dalam konteks ini, wartawan tidak

sekadar menyampaikan kepada khalayak tentang sesuatu yang terjadi,

melainkan juga memberikan makna tertentu tentang kejadian itu (Alo Liliweri,

2005 : 194).

2.1.5 Wartawan Bukan Pelapor. Ia Agen Konstruksi Realitas

Sebagai seorang agen, wartawan telah menjalin transaksi dan hubungan

dengan obyek yang diliputnya, sehingga berita merupakan produk dari

transaksi antara wartawan dengan fakta yang diliputnya (Eriyanto, 2004 : 31).

Menurut filsafat common sense realism, adanya suatu obyek mencirikan

sebagaimana orang mempersepsikan. Sesungguhnya, relasi antara realitas

empiris dengan fakta yang dibangun oleh seorang jurnalis, sangat tergantung

pada kemampuan mengorganisasikan elemen-elemen realitas menjadi

sederetan makna. Dengan demikian, fakta dalam jurnalis menjadi sangat

dinamis, tergantung pada persepsi yang dimiliki dan perspektif (sudut

pandang) yang dihadirkan dan satu lagi tergantung pada pencarian atau

penemuan fakta (Panuju, 2005 : 27).

Wartawan sebagai individu, memiliki cara berfikir (frame of thingking)

(35)

pengalaman yang dimiliki. Selain itu, juga sangat ditentukan oleh kebiasaan

menggunakan sudut pandang. Setiap individu juga memiliki konteks dalam

“membingkai” sehingga menghasilkan makna yang unik (Panuju, 2005 : 3).

Jadi, meskipun wartawan punya ukuran tentang “nilai sebuah berita”

(news value), tetapi wartawan juga mempunyai keterbatasan visi, kepentingan

ideologis, dan sudut pandang yang berbeda, dan bahkan latar belakang budaya

dan etnis. Peristiwa itu baru disebut mempuyai nilai berita, dan karenanya

layak diberitakan kalau peristiwa tersebut berhubungan dengan elite atau

orang yang terkenal, mempunyai nilai dramatis, human interest, dapat

memancing kesedihan, keharuan dan sebagainya. Secara sederhana, semakin

besar peristiwa, maka semakin besar pula dampak yang ditimbulkannya, lebih

memungkinkan dihitung sebagai berita (Eriyanto, 2005 : 104).

2.1.6 Etika, Pilihan Moral, dan Keberpihakan Wartawan Adalah Bagian yang

Integral dalam Produksi Berita

Etika, pilihan moral, dan keberpihakan jurnalis adalah bagian yang

integral dalam produksi berita. Bertalian dengan pemahaman bahwa menulis

harus piawai dalam mengonstruksi fakta, peristiwa atau realitas sosial secara

subjektif. Maka, penulis haruslah memperhatikan segi etis dan estetis dalam

(36)

2.1.7 Nilai, Etika, dan Pilihan Moral Peneliti Menjadi Bagian yang Integral

dalam Penelitian

Salah satu sifat dasar dari penelitian yang bertipe konstruksionis adalah

pandangan yang menyatakan bahwa peneliti bukanlah subjek yang bebas nilai.

Pilihan etika, moral atau keberpihakan peneliti menjadi bagian yang tidak

terpisahkan dari proses penelitian. Campur tangan penelitian dalam banyak hal

dapat berupa keberpihakan atau pilihan moral, sedikit banyak akan

mempengaruhi bagaimana realitas itu dimaknai dan dipahami (Eriyanto, 2002

: 35).

2.1.8 Khalayak Mempunyai Penafsiran Tersendiri Atas Berita

Dalam pandangan konstruksionis, khalayak bukan dilihat sebagai subjek

yang pasif. Khalayak merupakan subjek yang aktif yang mampu menafsirkan

apa yang dia baca. Mengapa? Dalam bahasa Stuart Hall, makna dari suatu teks

bukan terdapat dalam pesan/berita yang dibaca oleh pembaca. Makna selalu

potensial mempunyai banyak arti (polisemi) (Eriyanto, 2002 : 36).

Khalayak aktif bukan hanya dalam hal memilih berita dan media apa

yang sesuai dengan dirinya, tetapi aktif dalam memaknai sebuah isi media.

Penafsiran atas suatu teks bukan oleh media, karena khalayak mempunyai

penafsiran tersendiri atas suatu teks. Teks yang sama sangat mungkin

(37)

2.2 Bahasa Sebagai Isi Media

Isi media pada hakikatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan

menggunakan bahasa sebagai perangkatnya. Sedangkan bahasa bukan hanya sebagai

realitas, namun juga bisa menentukan relief seperti apa yang diciptakan oleh bahasa

tentang realitas. Akibatnya media massa memiliki peluang yang sangat besar untuk

mempengaruhi gambar yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikannya

(Sobur, 2001 : 88).

Setiap upaya “menceritakan” sebuah peristiwa, keadaan, benda atau apapun,

pada hakikatnya adalah usaha mengonstruksikan realitas. Begitu pula dengan profesi

wartawan. Pekerjaan utama wartawan adalah mengisahkan hasil reportasenya

kepada khalayak. Dengan demikian mereka selalu terlibat dengan usaha

merekonstruksikan realitas, yakni menyusun fakta yang dikumpulkannya ke dalam

suatu bentuk laporan jurnalistik berupa berita (news), karangan bebas (feature), atau

gabungan keduanya (news feature). Dengan demikian berita pada dasarnya adalah

realitas yang telah dikonstruksikan (constructed reality) (Sobur, 2001 : 88).

Penggunaan bahasa tertentu jelas berimplikasi terhadap kemunculan makna

tertentu. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas turut menentukan bentuk

konstruksi realitas yang sekaligus menentukan makna yang muncul darinya. Bahkan

menurut Hamad dalam Sobur (2001 :90) bahasa bukan cuma mampu mencerminkan

realitas, tetapi sekaligus menciptakan realitas.

Dalam rekonstruksi realitas, bahasa dapat dikatakan sebagai unsur utama. Ia

merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Sehingga dapat dikatakan

(38)

2.3 Jurnalisme Online Sebagai Media Massa

Jurnalisme dalam KBBI disebut sebagai pekerjaan mengumpulkan, menulis,

mengedit, dan melaporkan berita kepada khalayak. Dalam perkembangannya, media

penyampaian berita kepada pembaca tidak hanya terbatas pada surat kabar. Tetapi

seiring perkembangan teknologi, kini arah perkembangan media menuju persaingan

media online. Media online bisa menampung berita teks, image, audio dan video.

Berbeda dengan media cetak, yang hanya menampilkan teks dan image.

”Online” sendiri merupakan bahasa internet yang berarti informasi dapat

diakses di mana saja dan kapan saja selama ada jaringan internet. Jurnalisme online

ini merupakan perubahan baru dalam ilmu jurnalistik. Laporan jurnalistik dengan

menggunakan teknologi internet, disebut dengan media online, yang menyajikan

informasi dengan cepat dan mudah diakses di mana saja. Dengan kata lain, berita saat

ini bisa dibaca saat ini juga, di belahan bumi mana

saja.(http://jurnalisme-makasar.com) diakses tanggal 08/04/10 pukul 00:23 wib.

Pada pertengahan dekade tahun 1990-an, The Annenberg Washington Program

in Communications Policy Studies of Northwestern University memproyeksikan

“Perubahan Media Berita”. Proyeksi ini menggambarkan perkembangan jurnalisme

yang telah menggunakan multimedia. Koran tidak lagi menjadi pemeran utama.Media

cetak bergabung dengan teknologi televisi, radio, dan internet (Santana, 2005:2).

Perkembangan media tidak lepas dari perkembangan teknologi komunikasi.

Kalau dulu orang hanya mengenal media cetak dan elektronik (televisi dan radio), kini

(39)

mengikutinya dengan menjadikan internet sebagai media massa. Kini seiring

perkembangan teknologi telepon seluler, berita-berita di internet juga bisa diakses

melalui ponsel.

Jurnalisme online layak disebut dengan jurnalisme masa depan. Karena

perkembangan teknologi memungkinkan orang membeli perangkat pendukung akses

internet praktis seperti notebook atau netbook dengan harga murah. Apalagi kalau

koneksi internet mudah diperoleh secara terbuka seperti hotspot (WiFi) di

ruang-ruang publik. Sehingga minat masyarakat terhadap media bisa bergeser dari media

cetak ke media online. Hal itupun sekarang mulai terjadi. Bahkan beberapa media

cetak besar di Amerika Serikat, seperti kelompok Chicago Tribune, mulai merugi

dan terancam gulung tikar. Karena masyarakat mulai beralih ke media online.

Mengapa jurnalisme online memagang peranan penting dalam perkembangan

media massa saat ini?(http://edukasi.kompasiana.com) diakses pada 08/04/10 pukul

12:42 wib.

a. Jurnalisme online membawa nilai egaliter.

Setiap individu bebas merealisasikan sumber dayanya dari mengerahkan segala

potensinya untuk menggapai semua bagian dalam menentukan jalan yang disenangi.

Setiap individu bebas memanfaatkan peluang berkomunikasi dengan siapa saja untuk

mewarisi peradaban dunia dengan bebas dan mengaktualisasikan dirinya.

(40)

Dalam jurnalisme online sangat menjunjung tinggi adanya kebebasan berpendapat

serta berkumpul dan berserikat. Menurut paham liberal, ini merupakan kebebasan

asasi yang dimiliki oleh setiap manusia. Selain itu posisi antara masyarakat dan

negara adalah setara, dalam artian bahwa negara tidak boleh mencampuri urusan atau

kehidupan masyarakat.

Berikut ini adalah karakteristik atau keuntungan dari jurnalisme online, seperti

tertulis dalam buku Online Journalis,. Principles and Practices of News for The Web

(Holcomb Hathaway Publishers, 2005):

1. Audience Control. Jurnalisme online memungkinkan audience untuk bisa lebih

leluasa dalam memilih berita yang ingin didapatkannya

2. Nonlienarity. Jurnalisme online memungkinkan setiap berita yang disampaikan

dapat berdiri sendiri sehingga audience tidak harus membaca secara berurutan

untuk memahami.

3. Storage and retrieval. Online jurnalisme memungkinkan berita tersimpan dan

diakses kembali dengan mudah oleh audience.

4. Unlimited Space. Jurnalisme online memungkinkan jumlah berita yang

disampaikan/ ditayangkan kepada audience dapat menjadi jauh lebih lengkap

ketimbang media lainnya.

5. Immediacy. Jurnalisme online memungkinkan informasi dapat disampaikan

secara cepat dan langsung kepada audience.

6. Multimedia Capability. Jurnalisme online memungkinkan bagi tim redaksi untuk

menyertakan teks, suara, gambar, video dan komponen lainnya di dalam berita

(41)

7. Interactivity. Jurnalisme online memungkinkan adanya peningkatan partisipasi

audience dalam setiap berita.

Berikut ini adalah perbedaan-perbedaan antara teknis penulisan berita pada

[image:41.612.90.516.278.656.2]

media cetak dan media online :

Tabel 1

Perbedaan teknis Penulisan berita pada Media Cetak dan Media Online

Unsur Media Cetak Media Online

Pembatasan panjang naskah

Biasanya panjang naskah telah dibatasi, misalnya 5 – 7 halaman kuarto diketik 2 spasi.

Tidak ada pembatasan panjang naskah, karena halaman web bisa menampung naskah yang sepanjang apapun. Namun demi alasan kecepatan akses, keindahan desain dan alasan-alasan teknis lainnya, perlu dihindarkan penulisan naskah yang terlalu panjang.

Prosedur naskah

Naskah biasanya harus di-ACC oleh redaksi sebelum dimuat.

Sama saja. Namun ada sejumlah media yang memperbolehkan wartawan di lapangan yang telah dipercaya untuk meng-upload sendiri tulisan-tulisan mereka.

Editing

Kalau sudah naik cetak (atau sudah di-film-kan pada proses percetakan), tak bisa diedit lagi.

Walaupun sudah online, masih bisa diedit dengan leluasa. Tapi biasanya, editing hanya mencakup masalah-masalah teknis, seperti merevisi salah ketik, dan seterusnya.

Tugas desainer atau layouter

Tiap edisi, desainer atau layouter harus tetap bekerja untuk menyelesaikan desain pada edisi tersebut.

Desainer dan programmer cukup bekerja sekali saja, yakni di awal pembuatan situs web. Selanjutnya, tugas mereka hanya pada masalah-masalah maintenance atau ketika perusahaan memutuskan untuk mengubah desain dan sebagainya. Setiap kali redaksi meng-upload naskah, naskah itu akan langsung “masuk” ke desain secara otomatis.

Jadwal terbit

Berkala (harian, mingguan, bulanan, dua mingguan, dan sebagainya).

Kapan saja bisa, tidak ada jadwal khusus, kecuali untuk jenis-jenis tulisan/rubrik tertentu.

Distribusi

Walau sudah selesai dicetak, media tersebut belum bisa langsung dibaca oleh khalayak ramai sebelum melalui proses distribusi.

Begitu di-upload, setiap berita dapat langsung dibaca oleh semua orang di seluruh dunia yang memiliki akses internet.

(42)

2.4 Ideologi Media

Konsep ideologi dalam sebuah institusi media massa ikut berpengaruh dalam

menentukan arah pemberitaan yang disampaikan kepada pembaca. Hal ini

disebabkan karena adanya teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari praktek

ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu (Eriyanto, 2002 :13).

Dalam pembuatan berita selalu melibatkan pandangan dan ideologi wartawan

atau bahkan media yang bersangkutan. Ideologi ini menentukan aspek fakta dipilih

dan membuang apa yang ingin dibuang. Artinya, jika seorang wartawan menulis

berita dari salah satu pihak dan memasukkan opininya pada berita, semua itu

dilakukan dalam rangka pembenaran tertentu. Dapat dikatakan media bukanlah

merupakan sarana yang netral dalam menampilkan kekuatan dan kelompok dalam

masyarakat secara apa adanya tetapi kelompok dan ideeologi yang dominan dalam

media itulah yang akan ditampilkan dalam berita-beritanya (Eriyanto, 2004 : 90).

Pada kenyataannya berita di media massa tidak pernah netral dan objektif. Jika

kita lihat bahasa jurnalistik yang digunakan media pun selalu dapat ditemukan

adanya pemilihan fakta tertentu dan membuang aspek fakta lain yang mencerminkan

pemihakan media pada salah satu kelompok atau ideologi tertentu. Bahasa ternyata

tidak pernah lepas dari subjektivitas sang wartawan dalam mengkonstruksi realitas

dengan mengetahui bahasa yang digunakan dalam berita, pada saat itu juga kita

menemukan ideologi yang dianut oleh wartawan dan media yang bersangkutan.

Konsep ideologi bisa membantu menjelaskan mengapa wartawan memilih

fakta tertentu untuk ditonjolkan dari pada fakta yang lain, walaupun hal itu

(43)

pada sumber yang lain, ataupun secara nyata atau tidak melakukan pemihakan

kepada pihak tertentu. Artinya ideologi wartawan dan media yang bersangkutanlah

yang secara strategis menghasilkan berita-berita seperti itu. Di sini dapat dikatakan

media merupakan inti instrumen ideologi yang tidak dipandang sebagai zona netral

yaitu sebagai kelompok dan kepentingan ditampung, tetapi media lebih sebagai

subyek yang mengkonsumsi realitas atas penafsiran wartawan atau media sendiri

untuk disebarkan kepada khalayak (Eriyanto, 2004 : 92).

2.5 Framing dan Proses Produksi Berita

Framing berhubungan dengan proses produksi berita, yang meliputi kerangka

kerja dan rutinitas organisasi media. Suatu peristiwa yang dibingkai dalam kerangka

tertentu dan bukan bingkai yang lain, bukan hanya disebabkan oleh struktur skema

wartawan, tetapi juga rutinitas kerja dan institusi media, yang secara langsung atau

tidak langsung mempengaruhi pemaknaan terhadap suatu peristiwa. Institusi media

dapat mengontrol pola kerja tertentu yang mengharuskan wartawan melihat peristiwa

ke dalam kemasan tertentu, atau bisa juga wartawan menjadi bagian dari anggota

komunitasnya. Jadi, wartawan hidup dan bekerja dalam suatu institusi yang

mempunyai pola kerja, kebiasaan, aturan, norma, etika, dan rutinitas tersendiri. Di

mana semua elemen proses produksi berita tersebut mempengaruhi cara pandang

wartawan dalam memaknai peristiwa (Eriyanto, 2005 : 99-100).

Wartawan adalah profesi yang dituntut untuk mengungkap kebenaran dan

menginformasikan ke publik seluas mungkin temuan-temuan dari fakta-fakta yang

(44)

Selain semata-mata demi pembangunan kehidupan dan peradaban manusia yang lebih

baik. Sekalipun dampak dari pelaksanaan profesinya itu akan memakan “korban”

seperti pejabat yang korupsi, dokter yang melanggar etika profesi, dan sebagainya.

Peranan itu harus dilakukannya. Karena pers bukanlah petugas hubungan masyarakat

(humas) sebuah apartemen, yang hanya berbicara pada sisi-sisi positif dan

keberhasilan dari apartemennya, serta menyimpan dalam keburukan dan kebobrokan

lembaganya (Djatmika, 2004 : 25).

Framing adalah bagian yang tak terpisahkan dari bagaimana awak media

mengkonstruksi realitas. Framing berhubungan erat dengan proses editing

(penyuntingan) yang melibatkan semua pekerja di bagian keredaksian. Reporter di

lapangan menentukan siapa yang akan diwawancarainya, serta pertanyaan apa yang

akan diajukan. Redaktur yang bertugas di desk yang bersangkutan, dengan maupun

tanpa berkonsultasi dengan redaktur pelaksana atau redaktur umum, menentukan

judul apa yang akan diberikan. Petugas tatap muka dengan atau tanpa berkonsultasi

dengan para redaktur menentukan apakah teks berita itu perlu diberi aksentuasi, foto,

karikatur atau bahkan ilustrasi mana yang akan dipilih (Eriyanto, 2006: 165).

2.6 Analisis Framing Termasuk Paradigma Konstruktivis

Analisis framing termasuk ke dalam paradigma konstruktivis. Dimana

paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks

berita yang dihasilkan. Paradigma ini juga memandang bahwa realitas kehidupan

sosial bukanlah realitas yang natural, melainkan hasil dari konstruksi. Sehingga

(45)

dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Dalam studi komunikasi,

paradigma ini sering disebut sebagai paradigma produksi dan penukaran makna

(Eriyanto, 2002 : 37).

Yang menjadi titik perhatian pada paradigma konstruktivis adalah bagaimana

masing-masing pihak dalam lalu lintas komunikasi, saling memproduksi dan

mempertukarkan makna. Pesan dibentuk secara bersama-sama antara pengirim dan

penerima atau pihak yang berkomunikasi dan dihubungkan dengan konteks sosial

dimana mereka berada. Intinya adalah bagaimana pesan itu dibuat atau diciptakan

oleh komunikator dan bagaimana pesan itu secara aktif, ditafsirkan oleh individu

sebagai penerima pesan (Eriyanto, 2002 : 40).

2.7 Analisis Framing

Gagasan ide mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun

1955. (Sudibyo dalam Sobur, 2001 : 161). Frame pada awalnya dimaknai sebagai

struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan

politik, kebijakan dan wacana, dan yang menyediakan kategori-kategori standar untuk

mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman

(1974) yang mengendalikan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of

behavior) yang membimbing individu dalam membaca realitas. (Sobur, 2001 : 162).

Realitas itu sendiri tercipta dalam konsepsi wartawan. Sehingga berbagai hal yang

terjadi seperti faktor dan orang, didistribusikan menjadi peristiwa yang kemudian

(46)

G.J. Aditjondro mendefinisikan framing sebagai metode penyajian realitas

dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan

dibelokkan secara halus, dengan menggunakan istilah yang punya konotasi tertentu,

dan dengan bantuan foto, karikatur dan alat ilustrasi (Sudibyo dalam Sobur, 2001 :

165).

Pada analisis framing yang kita lihat adalah bagaimana cara media memaknai,

memahami dan membingkai sebuah kasus atau peristiwa yang ada dalam berita. Maka

jelas adanya framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai suatu analisis untuk

mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa sajalah)

dibingkai oleh media. (Eriyanto, 2004 : 3).

Dalam ranah studi komunikasi analisis framing mewakili tradisi yang

mengedepankan pendekatan multidisipliner untuk menganalisa fenomena untuk

membedakan cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksikan fakta. Karena itu

konsep framing selalu berkaitan erat dengan proses seleksi isu dan bagaimana

menonjolkan aspek dari isu atau realitas tersebut dalam berita. Di sini framing

dipandang sebagai penempatan informasi dalam konteks yang khas sehingga isu

tertentu tersebut mendapatkan alokasi yang besar daripada isu-isu yang lain.

Sehingga jelas berdasarkan Gitlin dalam Erianto, dengan framing jurnalis

memproses berbagai informasi yang tersedia dengan jalan mengemaskan sedemikian

rupa dalam kategori kognitif tertentu dan disamping pada khalayak (Eriyanto, 2004 :

(47)

2.8 Proses Framing

Proses framing sangat berkaitan erat dengan persoalan bagaimana sebuah

realitas dikemas dan disajikan dalam perspektif sebuah media. Kemasan (package)

disini adalah semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu

untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang disampaikan dalam sebuah berita,

serta untuk menafsirkan pesan-pesan yang diterima oleh khalayak. Kemasan ini

diibaratkan sebagai wadah atau struktur data yang mengorganisir sejumlah informasi

yang dapat menunjukkan posisi atau kecenderungan posisi atau kecenderungan politik

seorang wartawan dalam penyusunan berita, selain itu proses framing juga dapat

membantu untuk menjelaskan makna dibalik suatu isu atau peristiwa yang dibingkai

oleh sebuah berita. Proses framing juga berkaitan dengan strategi pengolahan dan

penyajian informasi jurnalistik. Dominasi sebuah frame dalam suatu wawancara berita

bagaimanapun dipengaruhi oleh proses produksi berita yang melibatkan unsur-unsur

redaksional, reporter, redaktur dan lainnya. Dengan kata lain proses framing

merupakan bagian yang integral dari proses redaksional media massa dan

menempatkan awak media (wartawan) pada posisi strategis.

Analisis framing dipakai untuk mengetahui bagaimana realitas dibingkai oleh

media. Dengan demikian realitas sosial dipahami, dimaknai, dan dikonstruksi dengan

bentukan dan makna tertentu. Elemen tersebut menandakan bagaimana peristiwa

ditampilkan. Inilah sesungguhnya sebuah realitas, bagaimana media membangun,

menyuguhkan, dan memproduksi suatu peristiwa kepada pembacanya (Eriyanto, 2004

(48)

2.9 Konsepsi Framing Robert M. Entman

Analisis dalam penelitian ini menggunakan model Robert M. Entman, Entman

menyebutkan bahwa framing merupakan seleksi atas berbagai aspek realitas yang

diterima dan membuat peristiwa tersebut lebih menonjol dalam suatu teks

komunikasi, dalam banyak hal i

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 5
Tabel 7
+7

Referensi

Dokumen terkait

panjang (lebih atau sama dengan 8- byte ), maka harus digunakan suatu perintah lompat ke lokasi rutin interupsi yang sebenarnya (dilokasi lain dalam

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah: Untuk mengetahui apakah ada pengaruh metode pembelajaran giving question and getting answer terhadap hasil

Hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa variabel kualitas produk mempunyai pengaruh yang positif dan searah terhadap keputusan pembelian sepeda motor Honda

11 Juni 2013 tentang Penetapan Penyedia Barang / Jasa Kegiatan APBD Tahun Anggaran 2013 Dinas Pekerjaan Umum, Pertambangan dan Energi Kabupaten Labuhanbatu Selatan1. Nomor Paket

Analisis data dalam penelitian kualitatif adalah proses mencari dan mengatur secara sistematis transkrip wawancara, catatan lapangan, dan bahan- bahan yang lain yang telah

Pada skripsi ini, metode item based collaborative filtering digunakan untuk membangun sistem rekomendasi peminjaman VCD di sebuah rental.. Dua algoritma

Hasil daripada kajian ini, secara keseluruhannya didapati hasil maklum balas daripada pensyarah dan pelajar yang terlibat dalam penilaian formatif iaitu terdiri

yang ada dalam fundus, dengan cara pemeriksa berdiri sebelah kanan dan menghadap ke muka ibu, kemudian kaki ibu dibengkokkan pada lutut dan lipat paha, lengkungkan jari-jari