• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIP KARYA SENI TAPAK DARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIP KARYA SENI TAPAK DARA"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

   

SKRIP KARYA SENI

TAPAK DARA

    OLEH: I WAYAN YOPYANTARA NIM: 2010 02 003

PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN SENI KARAWITAN

FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN

INSTITUT SENI INDONESIA

(2)

SKRIP KARYA SENI

TAPAK DARA

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Memperoleh gelar sarjana seni (S1)

MENYETUJUI :

PEMBIMBING I

Ni Ketut Suryatini, SSKar., M.Sn NIP. 195704291985032001

PEMBIMBING II

Dr. I Komang Sudirga, SSn.,M.Hum NIP 196710161994031003

(3)

Karya Seni ini telah dipergelarkan dan diuji oleh Dewan Penguji, Fakultas

Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar pada:

 

Hari, tanggal : Kamis, 8 Mei 2014

Ketua : I Wayan Suharta, SSKar., M.Si

NIP. 19630730 199002 1 001

Sekertaris : I Dewa Ketut Wicaksana, SSP., M.Hum

NIP. 19641231 199002 1 040

Anggota : I Gede Arya Sugiartha, SSKar., M.Hum

NIP. 19661201 199103 1 014 : I Wayan Suweca, SSKar., M.Mus

NIP. 19571231 198503 1 014 : Wardizal, S.Sen., M.Si

NIP. 19660624 199303 1 002

: Ni Ketut Suryatini, SSKar., M.Sn

NIP. 195704291985032001

: Dr. I Komang Sudirga, SSn.,M.Hum NIP 196710161994031003

(4)

Skrip karya ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar, pada:

Hari, tanggal : Selasa, 13 Mei 2014

Ketua : I Wayan Suharta, SSKar., M.Si ( )

NIP. 19630730 199002 1 001

Sekertaris : I Dewa Ketut Wicaksana, SSP., M.Hum ( )

NIP. 19641231 199002 1 040 Dosen Penguji :

1. I Gede Arya Sugiartha, SSKar., M.Hum ( )

NIP. 19661201 199103 1 014

2. I Wayan Suweca, SSKar., M.Mus ( )

NIP. 19571231 198503 1 014

3. Wardizal, S.Sen., M.Si ( )

NIP. 19660624 199303 1 002

4. Ni Ketut Suryatini, SSKar., M.Sn ( )

NIP. 195704291985032001

5. Dr. I Komang Sudirga, SSn.,M.Hum ( )

NIP. 196710161994031003 Disahkan pada tanggal :

Mengesahkan : Mengetahui :

Fakultas Seni Pertunjukan Jurusan Seni Karawitan

Institut Seni Indonesia Denpasar Ketua,

Dekan,

I Wayan Suharta, SSKar., M.Si Wardizal, S.Sen., M.Si

(5)

MOTTO

tekad dan semangat yang

keras akan membuahkan

(6)

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Puji syukur penata panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang

Widhi Wasa, karena berkat Asung Kertha Wara Nugraha-Nya sehingga penata dapat

menyelesaikan skrip karya seni tapak dara ini tepat pada waktunya.Skrip karya seni ini digunakan sebagai laporan pertanggungjawaban mengenai karya yang dibuat dalam penyelesaian Ujian Tugas Akhir (TA) di Jurusan Seni Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar.

Penata menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah bersedia membantu baik moril dan spiritual, sehingga skrip karya seni ini dapat terselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya diberikan kepada :

1. Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.S.kar., M.Hum, selaku rektor di Institut Seni Indonesia Denpasar, yang telah bersedia memberikan motivasi yang sangat bermaanfaat selama ini.

2. I Wayan Suharta, SS.Kar., M.Si, selaku Dekan Fakultas Seni Pertunjukan di Institut Seni Indonesia Denpasar, yang telah membantu kelancaran persiapan terselenggaranya Ujian Tugas Akhir pada tahun 2014 ini.

3. Wardizal, S.Sen., M.Si, selaku Ketua Jurusan Seni Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar, yang telah membantu persiapan Ujian Tugas Akhir pada tahun 2014 ini.

4. Ni Ketut Suryatini, SS.Kar.,M.Sn, selaku pembimbing I yang telah memberikan saran dan masukan yang bermanfaat dalam proses penggarapan karya seni dan penulisan skrip karya seni.

(7)

5. Dr. I Komang Sudirga, SSn.,M.Hum, selaku pembimbing II yang telah memberikan saran dan masukan yang bermanfaat dalam proses penggarapan karya seni dan penulisan skrip karya seni.

6. I Gede Mawan, S.Sn., M.Si yang telah banyak memberikan penata arahan dalam pembuatan karya seni.

7. Para pendukung yang telah tergabung dalam sekaa Semar Pagulingan Guntur Madu yang telah meluangkan waktu dan membantu dengan ikhlas dalam proses penggarapan garapan tapak dara ini.

8. Orang tua tercinta I Wayan Sukadana dan Ni Wayan Sumerni yang selalu memberikan dorongan motivasi baik material maupun spiritual, serta seluruh keluarga yang telah membantu memberikan semangat.

9. Pacar Tercinta, Ni Putu Gita Govinda Dasi yang telah memberikan semangat dan dorongan dalam mengerjakan Skrip Karya ini.

10. Teman-teman Jurusan Karawitan angkatan 2010 (Karawitan In Action), sebagai teman seperjuangan untuk mengharumkan nama lembaga, keluarga dan pribadi.

Penata menyadari tentunya dalam skrip karya seni ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu penata mengharapkan kritik dan saran positif dari pembaca guna lebih menyempurnakan laporan karya seni ini.

Om Chantih, Chantih, Chantih Om

Denpasar, Mei 2014 Penata

(8)

DAFTAR ISI

 

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR DEWAN PENGUJI KARYA SENI ... iii

LEMBAR DEWAN PENGUJI SKRIP KARYA SENI ... iv

MOTTO ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x DAFTAR GAMBAR ... xi BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Ide Garapan ... 8 1.3 Tujuan Garapan ... 10 1.4 Manfaat Garapan ... 10 1.5 Ruang Lingkup ... 11

BAB II KAJIAN SUMBER ... 14

2.1 Sumber Pustaka ... 14

2.2 Diskografi ... 16

BAB III PROSES KREATIVITAS ... 18

3.1 Proses Eksplorasi ... 19

3.2 Proses Improvisasi ... 23

(9)

BAB IV WUJUD GARAPAN ... 32

4.1 Deskripsi Garapan ... 32

4.2 Struktur Garapan ... 34

4.3 Analisis Estetik ... 47

4.3.1 Keutuhan atau Kebersatuan (unity) ... 48

4.3.2 Penonjolan atau Penekanan (dominance) ... 48

4.3.3 Keseimbangan (balance) ... 49

4.4 Analisa Materi ... 49

4.5 Analisa Simbol ... 55

4.6 Analisa Penyajian ... 61

4.6.1 Setting Instrumen ... 62

4.6.2 Rias & Busana (kostum) ... 64

4.6.3 Tata Penyajian & Tata Lampu ... 65

BAB V PENUTUP ... 66

5.1 Simpulan ... 66

5.2 Saran-saran ... 67

DAFTAR SUMBER ... 69

(10)

DAFTAR TABEL  

Tabel 1 Tahap Penjajagan (Eksplorasi) ... 23

Tabel 2 Tahap Percobaan (Improvisasi) ... 27

Tabel 3 Tahap Pembentukan ... 30

Tabel 4 Proses Kreativitas ... 31

Tabel 5 Penganggening Aksara Bali dalam Laras Pelog Tujuh Nada ... 58

Tabel 6 Huruf Alfabet dalam Peniruan Bunyi ... 58

(11)

DAFTAR GAMBAR  

4.4.1 Gangsa dan Kantil ... 50

4.4.2 Terompong ... 51

4.4.3 Jublag dan Jegogan ... 52

4.4.4 Kendang Gupekan Lanang dan Wadon dan Kendang Kerumpungan Lanang dan wadon ... 52

4.4.5 Ceng-ceng Ricik ... 53

4.4.6 Kajar ... 53

4.4.7 Suling ... 54

4.4.8 Gong, Kempur, Klentong ... 54

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehidupan yang harmonis merupakan dambaan hidup bagi setiap orang yang normal di dunia ini. Dimana keharmonisan itu sendiri adalah kehidupan yang penuh dengan kedamaian, ketenangan, keselarasan dan keserasian yang selalu berdampingan antara satu dengan yang lainnya tanpa ada satu pihakpun yang merasa dirugikan. Membangun kehidupan yang harmonis memang membutuhkan landasan filosofi yang benar, tepat, akurat dan kuat. Diantara mahluk ciptaan Tuhan, hanya manusialah yang dapat berbuat berdasarkan kesadarannya. Manusia dapat mengerti baik buruk, benar salah, lebih kurang dan seterusnya.

Manusia merupakan mahluk sosial, hal ini dapat dibuktikan dari ketergantungan manusia satu dengan yang lainnya.Tidak bisa dibayangkan jika manusia dapat melakukan sesuatu dengan sendirinya tanpa ada manusia lain. Bagaimanapun dalam kehidupan ini satu sama lain pasti saling membutuhkan, saling berkontribusi sehingga hidup ini dapat berlangsung. Dalam membangun hubungan yang harmonis, manusia akan sadar bahwa disamping ada manusia lain selain dirinya, juga ada alam lingkungan sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha kuasa. Kesadaran terhadap Kemahakuasaan Tuhan beserta hasil ciptaan-Nya yakni manusia dan lingkungan alam itu akan membangun pula kesadaran bahwa mutlak perlunya melakukan hubungan harmonis dengan ketiga unsur tersebut

(13)

sebagai media membangun keseimbangan hidup yang harus dilakukan oleh setiap manusia di muka bumi ini.

Dalam konsep Agama Hindu di Bali, terdapat suatu konsep keseimbangan hidup yang meliputi hubungan harmonis manusia dengan Tuhan (Parahyangan), hubungan harmonis dengan sesama manusia (Pawongan), dan hubungan harmonis untuk memelihara dan menjaga kesejahteraan alam lingkungan (Palemahan). Ketiga konsep keseimbangan hidup tersebut dinamakan Tri Hita

Karana (Wiana,2007: 5).

Secara etimologis bahasa Sansekerta,Tri Hita Karana berasal dari kata

“tri, hita, dan karana”.Tri yang artinya tiga, hita artinya bahagia dan karana

artinya penyebab. Dengan demikian kalau diartikan secara menyeluruh Tri Hita

Karana adalah tiga penyebab kebahagiaan (Wiana,2007: 5). Mencermati arti dari Tri Hita Karana tersebut, mempunyai makna dan hakekat yang sangat kuat di

dalam mengarungi hidup dan kehidupan ini agar dilakukan secara seimbang guna mencapai kehidupan yang serasi, selaras, dan harmonis. Untuk menjaga keseimbangan tersebut perlu adanya kesadaran dari dalam diri manusia untuk tidak semena-mena terhadap alam lingkungan, berbakti kepada Tuhan, dan selalu menghargai sesama manusia.

Sikap hidup yang benar menurut ajaran Hindu adalah bersikap yang seimbang antara percaya dan bakti pada Tuhan dengan mengabdi pada sesama manusia dan menyayangi alam berdasarkan yadnya. Keharmonisan dengan tiga dimensi tersebut sebagai pengejawantahan dari intisari weda yaitu satyam, dan

(14)

dalam hal ini artinya kesucian. Dari kebenaran dan kesucian inilah diwujudkan kehidupan yang indah dan harmonis yang disebut sundaram (Wiana, 2007: 24).

Konsep inilah yang selalu menjadi acuan dan patokan dalam kehidupan sehar-hari. Demikian pula halnya dalam berolah rasa dalam berkreativitas seni. Seni merupakan curahan jiwa manusia yang lahir dari proses kreativitas yang matang yang didasari oleh pemikiran dan konsep-konsep yang matang pula. Proses kreativitas ini harus dilakukan dengan kesadaran penuh dan dilandasi oleh pikiran yang jernih pula. Dengan menempatkan konsep sundaram sebagai bagaian dalam kehidupan maka apapun yang dipersembahakan dalam konteks yadnya selalu diupayakan seindah mungkin. Dalam perkembangannya tidak dipungkiri setiap upaya kretivitas budaya juga mengandung unsur kreativitas seni. Inilah yang dilakukan oleh para pendahulu kita dalam berolah seni khususnya seni karawitan dari zaman ke zaman sehingga karya yang mereka perbuat bisa eksis sepanjang zaman.

Karawitan Bali merupakan warisan budaya oleh para pendahulu dan sampai sekarang masih ditekuni serta dipertahankan. Eksistensi kehidupan karawitan Bali tidak dapat dipisahkan dari agama khususnya agama Hindu, walaupun dalam perkembangannya gamelan Bali mempunyai dominasi dalam berbagai jenis pertunjukan yang tidak ada dalam konteks agama, namun dia tetap eksis sampai saat ini (Bandem, 1982 : 2). Di Bali terdapat kurang lebih 30 (tiga puluh) jenis barungan gamelan yang masing-masing mempunyai instrumen, repertoar, teknik permainan, bentuk, fungsi, makna, dan pendukung seniman yang berbeda-beda (Sukerta, 2009: 1).

(15)

Secara realita gamelan merupakan barungan yang dapat berfungsi ganda dalam masyarakat Bali. Selain dapat dipakai sebagai pengiring tari, gamelan juga bisa membawakan gending-gending instrumental baik dalam kehidupan sosial kemasyarakatan maupun dalam kaitannya dengan upacara keagamaan, seperti: Upacara Dewa Yadnya, Manusa Yadnya, Rsi Yadnya, Bhuta Yadnya, dan Pitra

Yadnya. Keberadaan gamelan Bali dalam konsep dan pemikiran fungsi seni

pertunjukan daerah Bali, dilandasi oleh konsep kepercayaan dan kesucian antara lain: (1) Seni wali (pelaksana upacara). (2) Seni bebali (pengiring upacara), dan (3) Seni balih-balihan (seni hiburan) Moerdowo, dalam (Dibia, 1999: 3). Seni menyandang fungsi ritual telah terbukti berabad-abad lamanya dan kehadirannya cukup menonjol hampir disemua Agama atau kepercayaan di dunia, terutama dalam pola keperibadatannya.

Dalam lontar Prakempa, terdapat filsafat dan logika dalam gamelan Bali. Gamelan sebagai musikal instrumen atau sebagai musik tidak dapat dipisahkan dari konsep keseimbangan hidup. Orang Bali, dimanapun ia berada dan apapun ia perbuat, konsep keseimbangan hidup ini akan menjadi dasar perbuatannya. Sesuai dengan dasar filsafat atau logika yang tercantum dalam lontar Prakempa, konsep keseimbangan manusia ini dapat terwujud dalam beberapa dimensi yaitu :

1. Keseimbangan hidup manusia dalam dimensi tunggal, yaitu keseimbangan hidup yang berdasarkan falsafah mokshartham jagadditaya ca iti dharmah. 2. Keseimbangan hidup manusia dalam dimensi dualistis, yaitu percaya adanya

(16)

3. Keseimbangan hidup dalam tiga, yaitu percaya dengan adanya unsur serba tiga dalam kehidupan seperti Tri Murti : brahma, wisnu dan siwa; Tri Loka : bhur loka (dunia bawah), bvah loka (dunia antara), svah loka (dunia atas); Tri

Aksara : ang, ong dan mang; Tri Guna : satvam (sifat baik), rajas (sifat loba)

dan tamas (sifat malas) dan lain-lainnya.

4. Keseimbangan hidup dalam dimensi empat, yaitu percaya dengan adanya kekuatan serba empat dikehidupan seperti Catur Lokapala : indra, yama, kwera dan baruna; Catur Asrama dharma : brahmacari, grahasta, wanaprasta dan bhiksuka;Catur Purusa Artha: dharma, artha, kama, dan moksa, serta lain- lainnya.

5. Keseimbangan hidup dalam dimensi lima, yaitu percaya dengan adanya kekuatan serba lima dan hidup manusia seperti Panca Maha Bhuta : pertiwi, apah, bayu, teja dan akasa; Panca cradha : Tuhan, jiwa, karmapala, reinkaranasi dan moksha; Panca Yadnya : dewa yadnya, pitra yadnya, manusia yadnya, rsi yadnya dan buta yadnya, serta lain-lainnya.

6. Keseimbangan hidup dalam dimensi enam seperti : sad ripu, enam perbuatan yang tidak baik : kama (nafsu), kroda (marah), moda (jahat), loba (rakus),himsa (menyiksa) dan matsarya (iri hati); sad rasa : pedas, asam, manis, asin, pahit, dan sepet, sertta lain-lainnya.

7. Keseimbangan hidup dalam dimensi tujuh, yaitu keseimbangan hidup yang percaya dengan adanya tujuh konsepsi seperti Sapta Wara : redite (minggu),

soma (senen), anggara (selasa), buda (rebo), wraspati (kamis), sukra (jumat)

dan saniscara (sabtu);Sapta Loka : bhur, bvah, svah, traya, jana, maha, satya dan loka.

(17)

8. Keseimbangan hidup dalam dimensi delapan, yaitu kepercayaan manusia terhadap delapan kekuatan seperti Asta Iswarya : anima (halus), laghima (maha ringan), prakamya (segala kehendaknya terjadi), icitwa (utama dalam segala hal), wacitwa (paling berkuasa), dan yatrakamawasayitwa (tak ada yang dapat menentang kodratnya).

9. Keseimbangan hidup dalam dimensi sembilan, yaitu manusia percaya dengan adanya sembilan unsur dalam keseimbangan seperti Dewata Nawa Sanga : Icwara, Brahma, Mahadewa, Wisnu, Mahesora, Rudra, Sangkara, Shambu dan Siwa.

10. Keseimbangan hidup dalam dimensi sepuluh, yaitu kepercayaan terhadap adnya sepuluh unsur dalam keseimbangan sepertiDasa Aksara: sa, ba, ta, a, i,

na, ma, ci, wa, ya.

Keseluruhan dimensi (konsepsi) keseimbangan hidup manusia di atas menjadi dasar falsafah dari lontar Prakempa itu dan konsepsi keseimbangan itu akan muncul secara satu persatu dalam lontar itu. Dimensi-dimensi diatas saling berkaitan satu sama lainnya dan menunjukkan adanya kekuatan yang vital, yaitu kekuatan baik dan buruk (Bandem,1986:11-12 ).

Berbicara tentang konsep keseimbangan hidup, dalam ajaran agama Hindu di Bali terdapat suatu simbol keseimbangan hidup yang bernama tapak dara (tampak dara). Disebut tapak dara karena bentuknya menyerupai bekas kaki burung dara atau burung merpati. Tapak dara menjadi dasar terbentuknya simbol dalam agama Hindu yang berbentuk Svastika. Simbol ini juga melambangkan

(18)

sebagai lambang matahari atau visnu. Svastika juga menggambarkan roda dunia, dunia yang terus menerus (abadi) berubah , mengelilingi pusat yang tidak berubah dan tidak bergerak, yaitu Tuhan Yang Maha Esa (Titib, 2003 : 375).

Tapak dara yang dilambangkan dengan simbol modre (+), melambangkan

perpaduan antara dua garis secara vertikal dan horizontal. Sebagaimana disebutkan dalam makna simbol tapak dara, garis ke atas sebagai lambang untuk berbakti kepada Tuhan, garis ke bawah dilambangkan wujud kasih sayang pada semua makhluk dan lingkungan sekitarnya, sedangkan garis datar melintang berarti wujud pengabdian yang bersifat timbal balik kepada sesama umat manusia. Dari segi bentuk, simbol tapak dara tersebut terkesan bermakna sangat lokal. Namun di balik simbol dalam bentuk lokal tersebut terdapat makna yang bernilai universal. Dalam ajaran Hindu alam beserta isinya ini berproses dalam tiga tahap yaitu Srsti, Swastika, dan Pralaya. Proses alam disebut srsti, artinya keadaan alam baru dalam proses tercipta. Kemudian dalam proses swastika artinya proses alam dalam keadaan stabil serba seimbang. Kalau sudah waktunya alam pun akan mengalami proses pralaya yaitu proses yang alami menjadi kembali pralina menuju sumbernya yaitu kepada Sang Pencipta (w.w.w. Hindu-Indonesia.com).

Berlatar belakang dari hal tersebut di atas penata ingin mengangkat dan menggarap sebuah karya karawitan yang berpijak dari nilai-nilai filosofis ajaran agama Hindu di Bali. Hal ini memungkinkan untuk digarap ke dalam sebuah karya karawitan yang mengusung konsep-konsep luhur dari ajaran Tri Hita

(19)

1.2 Ide Garapan

Ide, gagasan-gagasan pikiran merupakan hal yang sangat penting dalam proses sebuah penggarapan karya seni. Sebelum beranjak untuk menggarap, terlebih dahulu seorang penggarap harus memikirkan ide-ide agar memudahkan dalam proses menggarap sebuah karya musik.

Berpijak dari konsep keseimbangan hidup tersebut penata mendapatkan sebuah ide untuk mencoba membuat sebuah garapan yang berbentuk tabuh kreasi yang berjudul tapak dara. Mencermati dari arti penting dari sebuah kehidupan yang seimbang, penata mencoba mentransformasikan simbol tapak dara menjadi sebuah alunan musik yang mengekspresikan nilai-nilai tematik melalui pengolahan unsur-unsur musikal yang mampu mengungkapkan suasana-suasana kehidupan yang rentan dengan berbagai problematika, konflik, dan keangkaramurkaan sehingga perlu dipedomani oleh konsep berpikir secara seimbang dalam segala aspeknya secara proporsional, untuk mewujudkan kehidupan yang tentram, harmonis dan estetis.

Tema sentral dari garapan ini adalah bertemakan tentang konsep keseimbangan dalam penggarapannya dilakukan dengan mengaplikasikan tema ke dalam pengolahan ritme, tempo, dinamika, harmoni dan melodi. Adapun media ungkap yang akan digunakan dalam garapan ini adalah barungan gamelan Semar Pagulingan Saih Pitu. Gambelan Semar Pagulingan Saih Pitu adalah gambelan yang mempunyai fungsi sebagai pengiring tari pependetan, khususnya pada upacara yang berlangsung di istana para Raja. Di samping itu gamelan Semar Pagulingan Saih Pitu juga sangat menarik dan manis di dengar, meliputi seluruh

(20)

dan Ratih, maka dari itu menimbulkan rasa gembira yang mendengarnya. Di dalam Prakempa gambelan Semar Pagulingan di ciptakan oleh Sang Hyang Indra (Jaya Kesuma, 2011: 3). Dengan pengertian diatas, itulah yang menjadi alasan penata memilih gamelan Semar Pagulingan Saih Pitu sebagai media ungkap, karena menurut penata gamelan Semar Pagulingan Saih Pitu sangat cocok untuk mendukung konsep keseimbangan hidup dalam garapan ini. Selain menggunakan instrumen-instrumen yang ada dalam gamelan Semar Pagulingan Saih Pitu, penata mencoba menambahkan beberapa instrumen lain seperti sepasang kendang

gupekan lanang dan wadon, gong lanang dalam gamelan gong kebyar dan

instrumen kempur untuk bisa mendukung atau memperkuat garapan yang penata inginkan.

Tapak dara merupakan salah satu simbol keseimbangan menurut

kepercayaan agama Hindu di Bali. Berdasarkan arti penting dari keseimbangan tersebut, penata menemukan suatu ide dan ingin mengangkat makna dari keseimbangan tersebut menjadi sebuah alunan musik yang dinamis sehingga nantinya bisa menimbulkan suasana yang harmonis.

Dalam konsep garapan ini penata menggunakan konsep keseimbangan, karena melihat arti simbol dari tapak dara mengingatkan kita untuk hidup seimbang. Dalam kehidupan ini yang dibutuhkan adalah keseimbangan.Bila mana keseimbangan sudah tercapai maka kehidupan akan menjadi damai. Begitu pula halnya dalam penggarapan ini, penekanan pada konsep keseimbangan akan diberikan porsi yang lebih guna menghasilkan alunan musik yang merepresentasikan kegembiraan, kedamaian dan hakekat kehidupan yang harmonis.

(21)

1.3 Tujuan Garapan

Sesuatu yang dibuat sudah barang tentu mempunyai tujuan yang ingin dicapai pembuatnya. Demikian pula dengan halnya penggarapan komposisi karawitan ini bertujuan:

• Untuk membuat suatu garapan yang mengusung tema keseimbangan melalui pengolahan unsur-unsur tempo, melodi, harmoni, ritme dan dinamika melalui media ungkap gamelan Semar Pagulingan Saih Pitu. • Untuk mencoba mentransformasikan konsep keseimbangan hidup melalui

karakter yang dimiliki oleh barungan gamelan Semar Pagulingan Saih Pitu kedalam sebuah bahasa musikal.

• Untuk mengirimkan pesan dengan membuka cara pandang tentang pemahaman sebuah konsep keseimbangan hidup yang menjadi acuan untuk membangun kehidupan yang harmonis.

• Penata ingin memperkenalkan konsep-konsep baru yang belum lazim seperti permainan dalam instrumen terompong dialih fungsikan sebagai riyong.

1.4 Manfaat Garapan

Sebagai mahasiswa yang berkecimpung dibidang seni karawitan garapan ini diharapkan dapat bermanfaat disamping untuk penata juga untuk masyarakat yang lebih luas, adapun manfaat garapan sebagai berikut :

• Membuka wawasan dibidang pengetahuan terhadap fungsi gamelan

(22)

• Dapat mengembangkan kreativitas berkarya dalam bidang seni musik.

• Sebagai upaya pelestarian sekaligus pengembangan potensi seni tradisi

khususnya Semar Pagulingan ke dalam konteks baru yang lebih luas.

Merangsang para composer muda Bali agar lebih berani dan jeli

memanfaatkan ide dan peluang untuk menciptakan sebuah karya musik baru yang berkualitas.

• Sebagai refrensi untuk para seniman dalam menggarap sebuah karya

yang berhubungan dengan konsep keseimbangan hidup.

• Penata juga ingin supaya nantinya garapan yang penata ciptakan bisa

diterima dan sekaligus menambah kasanah tabuh kreasi Semar Pagulingan Saih Pitu di Bali.

1.5 Ruang Lingkup

Untuk menghindari salah tafsir dalam mengapresiasi garapan yang berjudul tapak dara, perlu ditekankan ruang lingkup dalam garapan ini. Adapun beberapa ruang lingkup dalam garapan ini, antara lain :

• Garapan ini berbentuk sebuah tabuh kreasi dengan mengangkat judul

tapak dara. Dalam kaitan ini yang dimaksud dengan tabuh kreasi baru

adalah bentuk garapan karawitan yang memiliki pola standar seperti adanya pola gineman, gegenderan (gangsaran), bapang (ocak-ocakan), dan pangecet (Sudirga, 2003:67). Arya Sugiartha (2012:3) memberikan batasan musik kreasi baru adalah musik yang diciptakan dengan melakukan pembongkaran secara selektif dan bertahap terhadap standar dan konsep-konsep yang telah ada dalam musik tradisional. Melalui

(23)

kedua pendapat tersebut maka garapan ini, merupakan garapan yang masih berpijak pada pola-pola tradisi yang dikembangkan, diolah dan diadaptasikan sesuai dengan kebutuhannya. Konsep tradisi dan konsep inovasi dikemas dalam suatu olahan baru sehingga garapan ini nantinya bisa memenuhi konsep yang penata gunakan.

• Garapan ini diwujudkan melalui hasil pengalaman penata yang selama

ini bergelut dibidang seni, melalui pengalaman-pengalaman penata pada saat berkecimpung dibidang seni karawitan bisa menjadi acuan untuk melangakah pada saat penata menggarap nanti.

• Garapan menggunakan media ungkap barungan Gamelan Semar

Pagulingan. Menurut penata gamelan Semar Pagulingan ini sangat cocok untuk mendukung suasana garapan yang penata garap nanti. Adapun beberapa instrumen dari barungan gamelan Semar Pagulingan yang penata gunakan dalam garapan ini, antara lain :

§ Satu tungguh Terompong

§ sepasang Kendang Kerumpungan (lanang dan wadon) § Empat tungguh Gangsa Pemade

§ Empat tungguh Kantil § Dua tungguh Jublag

§ Satu buah Ceng-ceng Ricik § Satu buah Kajar

(24)

• Dalam tehnik permainannya, pada instrumen terompong dimainkan dengan empat orang seperti halnya memainkan riyong. Namun di bagian-bagian tertentu kadang-kadang permainan terompong juga dilibatkan dalam garapan ini sebagai pemegang melodi.

Garapan ini menggunakan struktur Tri Angga yang terdiri dari tiga

bagian yaitu, bagian kawitan, pengawak, dan pengecet. Penata menggunakan struktur Tri Angga, karena penata berpijak pada pola-pola tradisi sebagai acuan dasar untuk menggarap.

• Untuk memenuhi kebutuhan garap, juga dilakukan penambahan

instrumen berupa satu pasang kendang gupekan lanang dan wadon, satu buah kempur, dan satu gong lanang.

(25)

BAB II KAJIAN SUMBER

2.1 Sumber Pustaka

Terbentuknya garapan tabuh kreasi tapak dara ini, ditunjang oleh berbagai sumber baik sumber tertulis maupun rekaman kaset yang berbentuk audio visual. Adapun sumber-sumber yang dijadikan bahan acuan adalah sebagai berikut :

Prakempa, oleh Dr. I Made Bandem, diterbitkan Akademi Seni Tari

Indonesia, 1986. Buku ini memuat aspek-aspek penting tentang falsafah bunyi nada yang terkait lagu serta nilai estetis dari sumber bunyi tersebut. Dengan buku ini penata dapat mengetahui karakter setiap nada, dimana setiap nada itu sangat erat hubungannya dengan Dewata Nawa Sanga atau pengider buana. Disamping itu, dengan buku ini penata dapat melihat garapan dari sudut filsafat dan logika dalam gamelan Bali yang berhubungan dengan konsep dimensi keseimbangan khususnya kosmologi terutama setiap nada: gamelan memiliki posisi arah mata angin dan juga Dewanya.

Estetika Karawitan, oleh I Wayan Suweca, tahun 2009. Dalam buku ini

penata mendapatkan beberapa pengetahuan mengenai bentuk komposisi, aspek yang mendukung sebuah komposisi, dan beberapa aspek yang mendukung bentuk dari sebuah komposisi (media dan musikal) buku ini yang akan penata gunakan sebagai bahan dan sebagai acuan dalam membuat garapan tabuh kreasi tapak dara ini.

(26)

Ubit-ubitan sebuah tehnik Permainan Gamelan Bali oleh Dr. I Made

Bandem, Sekolah Tinggi Indonesia Denpasar, 1990. Buku ini mengemukakan tentang 14 jenis tehnik ubit-ubitan yang diangkat sebagai studi kasus yang lebih lanjut dijelaskan bahwa itu dapat berfungsi sebagai pemberi identitas kepada maing-masing gamelan Bali. Sumber ini dapat dijadikan dasar dalam mengembangkan tehnik-tehnik permainan yang penata garap.

Mengenal Beberapa Jenis Sikap dan Pukulan dalam Gong Kebyar, oleh

Pande Gde Mustika, dkk, tahun 1978/1979. Dalam buku ini terdapat informasi mengenai jenis pukulan yang ada pada instrumen riyong, suling, kajar, dan ceng-ceng ricik dimana jenis-jenis pukulan tersebut penata gunakan dalam garapan tabuh kreasi tapak dara ini.

Metode Penyusunan Karya Musik (Sebuah Alternatif), oleh Pande Made

Sukerta, tahun 2011. Dalam buku ini penata mendapatkan beberapa metode atau cara-cara untuk menyusun sebuah karya seni musik, antara lain menyusun ide garapan, menentukan garapan dengan menyusun melodi melalui eksplorasi bunyi, menyusun bagian per bagian, merangkai tiap bagian, penggarapan tempo dan volume. Buku ini banyak memberikan stimulasi dalam berproses maupun merunutan proses berpikir dalam menyelesaikan karya dan skrip.

Aspek-aspek penggarapan karawitan Bali di Asti Denpasar, oleh I

Nyoman Windha, BA, dkk. Akdemi Seni Tari Indonesia, 1985. Buku ini memuat tentang pengetahuan dalam penggarapan suatu komposisi musik dan penjelasan dari masing-masing unsur yang terdapat dalam suatu komposisi musik. Dengan sumber ini penata mendapat pengetahuan tentang cara penggarapan sebuah komposisi musik.

(27)

Tri Hita Karana Menurut Konsep Hindu, oleh Drs. I Ketut Wiana, M.Ag,

tahun 2007. Dalam buku ini penata mendapatkan inspirasi tentang konsep keseimbangan hidup.

Teologi & Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu, oleh Dr. I Made

Titibtahun 2013. Dalam buku ini penata mendapatkan makna dari simbol tapak

dara.

2.2 Diskografi

Rekaman CD tabuh kreasi inovatif yang berjudul Belatuk ngulkul dalam

sebuah rekaman yang dibawakan oleh sanggar Ceraken's pada tahun 2009. Dengan mendengar rekaman ini penata mendapat inspirasi tentang pengembangan tehnik, yaitu tehnik penggabungan empat instrumen kendang dan cara memainkannya. Tehnik permainan tersebut yang nantinya penata coba untuk kembangkan dalam garapan yang berjudul

tapak dara ini.

Rekaman CD tabuh kreasi inovatif yang berjudu Keta, oleh I Kadek

Astawa, yang dibawakan oleh sanggar Ceraken’s. Dalam rekaman ini memberikan penata tehnik permainan terompong Semar Pagulingan Saih Pitu yang dialih fungsikan sebagai permainan riyong, yang tentunya sangat berguna bagi garapan tabuh kreasi tapak dara ini.

Rekaman pementasan sekaa Guntur Madu yang membawakan tabuh

kreasi Bali Wangi dalam rangka parade Semar Pagulingan pada saat PKB tahun 2012. Dalam pementasan ini penata mendapat inspirasi dalam

(28)

pengolahan permainan patet yang terdapat pada gamelan Semar Pagulingan.

Rekaman video tabuh kreasi Tembang Ceraki yang dibawakan oleh

sanggar Sangita Mredangga dalam rangka parade Semar Pagulingan pada PKB tahun 2012. Dalam pementasan tersebut penata mendapat rangsangan untuk membuat pola-pola baru pada motif kotekan pada instrumen gangsa, kantil dan riyong sehingga rekaman video tersebut sangat bermanfaat untuk penata dalam proses penggarapan tabuh kreasi

tapak dara ini.

Gegitaan Tapak Dara pada tahun 2008. Oleh I Komang Sudirga dan

AgusTeja dalam rangka Festival Gong Kebyar duta Kabupaten Gianyar pada PKB tahun 2008.

Koleksi pribadi rekaman video tabuh kreasi kontemporer Puser Belah,

oleh Michael Tenzer, yang di bawakan oleh Sanggar Sudamani, Genta dan Gita Asmara tahun 2003. Dalam rekaman ini memberikan penata gambaran secara jelas tentang pengolahan jalinan nada yang membentuk harmoni serta permainan tempo.

(29)

BAB III

PROSES KREATIVITAS

Terwujudnya sebuah karya seni pastinya melalui suatu proses. Proses kreativitas merupakan sebuah rangkaian atau tahapan dalam membuat sebuah garapan yang ditempuh mulai dari mendapatkan ide hingga garapan itu terwujud yang menjadi penentu berhasil atau tidaknya sebuah garapan tersebut. Untuk mewujudkan sebuah garapan, seorang komposer setidaknya harus memiliki keterampilan, pengalaman, serta pengetahuan dan wawasan yang bekaitan dengan ide dan konsep yang akan diungkapkan dalam sebuahgarapan. Keberhasilan sebuahgarapan juga sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni dari faktor media ungkap, unsur-unsur pembentuk musik, pendukung, dan kesiapan seorang komposer dalam menuangkan sebuah gending. Jika semua faktor tersebut bisa dikelola dengan baik, maka sebuah garapan tersebut pasti akan berhasil dibuat dengan baik.

Dalam mewujudkan garapan tabuh kreasi tapak dara ini, penata meminjam konsep tentang proses penciptaan yang dikemukakan oleh Alma M.Hawkins yang menyatakan bahwa ada tiga tahapan proses penciptaan dalam berkarya seni, yaitu tahap eksplorasi, improvisasi, dan pembentukan (forming) (dalam Sumandiyo Hadi, 2003 : 24-41 dan Garwa, 2009 : 43-44). Berikut uraian ketiga proses tersebut.

(30)

3.1 Proses Eksplorasi

Tahapan ini merupakan tahap awal untuk mewujudkan sebuah garapan. Pada tahap awal ini, sebelum terjun langsung kelapangan, terlebih dahulu muncul rasa gelisah, rasa bertanya-tanya pada dalam diri penata tentang apa yang akan dibuat. Dalam membuat suatu garapan proses pasti akan selalu muncul dalam diri seseorang untuk membuat sebuah karya yang akan berguna nantinya untuk diri sendiri maupun orang lain. Dengan perasaan yang gelisah, penata selalu merenung menemukan sebuah ide dan fenomena-fenomena yang menarik yang akan diangkat untuk dijadikan sebuah konsep. Dengan munculnya ide tersebut bisa dilakukan dengan cara merenung dan melihat kejadian-kejadian yang sering muncul dalam kehidupan manusia sehari-hari, dimana dalam kehidupan manusia sering terjadi kekeliruan dalam menata hidup, hal itu dikarenakan manusia sering sekali tidak berpikir atau ceroboh dalam mengambil suatu tindakan yang nantinya dapat merugikan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan sekitarnya. Dengan melihat kejadian tersebut, di dalam ajaran Hindu terdapat suatu konsep dinamakan

Tri Hita Karana, konsep tersebut hendaknya dilakukan secara seimbang dengan

cara menjaga kelestarian lingkungan, saling menghargai sesama manusia dan berbakti terhadap Tuhan. Konsep tersebut harus dilakukan oleh manusia untuk berpikir, berkata dan berbuat sehingga bisa mencapai satu tujuan untuk membangun kehidupan yang serasi, selaras dan harmonis. Akhirnyadalam melihat kejadia-kejadian sesuai dengan pemaparan diatas, muncul dari dalam pikiran penata dan menemukan suatu ide untuk membuat sebuah garapan tabuh kreasi yang berlandaskan konsep keseimbangan hidup, karena menurut penata konsep

(31)

tersebut sangat unik untuk dijadikan sebuah garapan karena menyangkut tentang kehidupan manusia.

Tahap selanjutnya setelah mendapatkan suatu ide untuk dijadikan bahan sebuah garapan, barulah kemudian penata menentukan judul yang kiranya cocok dengan konsep yang penata sudah tentukan sebelumnya. Dalam proses pemilihan judul penata mengangkat judul yaitu “tapak dara”. Arti dari kata tapak dara sudah dijelaskan dalam bab I. Karena tapak dara merupakan salah satu simbol bagi Agama Hindu dan mempunyai bentuk yang sangat khas yaitu berbentuk tanda tambah (+) yang juga mengandung mengembalikan keseimbangan, mewujudkan stabilitas baik dalam diri sendiri maupun lingkungan sekitar (Titib, 2003 : 376) hal inilah yang menarik menurut penata sehingga mengangkat simbol

tapak dara menjadi sebuah judul dalam garapan ini.

Setelah menemukan sebuah judul, sebagai langkah selanjutnya penata mulai memikirkan media ungkap yang kiranya cocok untuk mendukung suasana dari garapan ini, serta menentukan pendukung dan tempat latihan. Dalam menentukan media ungkap, dengan melihat dari situasi yang ada, di desa tempat kelahiran penata yaitu Desa Pujungan, tepatnya di Banjar Mertasari sudah berdiri sebuah wadah atau sekaa Semar Pagulingan Saih Pitu yang bernama sekaa Semar Pagulingan Guntur Madu. Sekaa tersebut dpimpin oleh seorang seniman yang bernama Dr. I Gede Arya Sugiartha, SSkar.,M.Hum. Dari dulu penata merasa penasaran dan sering sekali muncul dari benak penata “apa sebenarnya gamelan

(32)

gamelan Gong Kebyar saja. Dari rasa penasaran tersebut penata ingin mengenal lebih dekat, sehingga dalam berbagai kesempatan penata mencoba melibatkan diri dalam berbagai kegiatan ke dalam sebuah sekaa atau sanggar seperti : sekaa Semar Pagulingan Guntur Madu dan sanggar Ceraken’s.

Dari beberapa pengalaman tersebut, semenjak kuliah di ISI Denpasar tepatnya semester satu penata sudah mempunyai sebuah angan-angan dimana dalam ujian Tugas Akhir (TA) nanti penata ingin mengangkat barungan gamelan Semar Pagulingan Saih Pitu untuk dijadikan media ungkap dalam sebuah garapan, karena dari pengalaman-pengalaman tersebut penata sangat menyukai gamelan Semar Pagulingan Saih Pitu, menurut pemikiran penata sebelumnya gamelan Semar Pagulingan Saih Pitu ini sangat asyik untuk dimainkan serta banyak mempunyai karakter sehingga bisa memberikan suasana yang berbeda dalam memainkan berbagai patet-patet yang dimiliki oleh gamelan tersebut. Dengan berbagai alasan tersebut akhirnya dengan tekad yang bulat penata memilih gamelan Semar Pagulingan Saih Pitu untuk dijadikan media ungkap dalam garapan ini. Alasan lainnya penata memilih media ungkap tersebut karena menurut penata gamelan Semar Pagulingan Saih Pitu ini sangat cocokuntuk mendukung suasana karakter dan konsep yang penata buat. Disamping itu dari beberapa pengamalan-pengalaman tersebut penata merasa percaya diri untuk mengolah karakter-karakter yang dimiliki oleh Semar Pagulingan Saih Pitu.Untuk kebutuhan garap penata juga menambahkan beberapa instrumen berupa satu buah gong lanang dan kempur serta sepasang kendang gupekan lanang dan wadon yang akan memperkuat suasana karakter dalam garapan ini.

(33)

Setelah menentukan media ungkap, selanjutnya penata memikirkan para pendukung untuk mendukung garapan ini. Sebelumnya penata sudah dapat minta izin kepada pimpinan dari sekaa Semar Pagulingan Guntur Madu bahwa penata menginginkan sekaa tersebut untuk mendukung garapan penata nanti sekaligus meminjam tempat latihan dan barungan gamelan Semar Pagulingan Saih Pitu tersebut untuk dipakai latihan. Dengan izin dari pimpinan sekaa, penata mengadakan rapat dengan anggota sekaa untuk membicarakan kesediaan dan kesanggupan sekaa untuk mendukung garapan.Hasil rapat begitu sangat membahagiakan bagi penata karena sekaa tersebut sanggup bahkan merasa senang sekali dapat mendukung garapan penata. Akhirnya sekaa Semar Pagulingan Guntur Madu penata putuskan untuk mendukung garapan tapak dara ini.Tempat latihan berlangsung dirumah Dr. I Gede Arya Sugiartha, SSKar., M.Hum.

Secara rentang waktu tahap eksplorasi sudah mulai dilakukan pada bulan Januari 2014 dengan menjajagi literatur yang berkaitan dengan penggarapan komposisi karawitan ini. Dengan penuh semangat serta banyaknya kendala-kendala yang sempat menghambat proses dalam tahapan ini, semua hambatan itu tidak sedikitpun menjadikan niat penata untuk putus asa dalam melakukan hal ini, hal ini merupakan awal dari proses ujian mental yang harus dialami. Sudah menjadi kewajiban penata sebagai seorang seniman akademik yang nantinya mesti bersabar dan telaten, cermat dalam mengambil keputusan agar dapat dijadikan contoh oleh adik-adik kelas yang nantinya akan menjalani tugas yang sama pada saatnya tiba. Dengan hal itu dalam tahap eksplorasi ini bisa terlewati serta

(34)

Tabel 1

Tahap Penjajagan (Eksplorasi) Periode Waktu Kegiatan Yang Dilakukan

Januari 2014 Minggu III

Memikirkan tentang ide garapan. Januari 2014

Minggu IV

Pencarian landasan ide berupa buku-buku yang berkaitan dengan garapan, sumber internet, media cetak, maupun wawancara.

Menentukan media ungkap. Februari 2014

Minggu I Menjajagi instrumen Semar Pegulingan yang akan dipergunakan dalam garapan.

Membicarakan bahwa tugas ini akan menyangkut pautkan

sekaa Semar Pagulingan Guntur Madu untuk mendukung

tugas ini dengan pimpinan sekaa. Februari 2014

Minggu II

Menentukan pemain pendukung garapan dari sekaa Semar pagulingan Guntur Madu.

Pengumpulan proposal pada Ketua Jurusan Karawitan.

3.2 Proses Improvisasi

Setelah proses eksplorasi semuanya rampung, pada proses improviasai ini penata mulai berimajinasi dan menafsirkan motif-motif yang akan digunakan dalam garapan ini. Hal yang penata lakukan untuk memudahkan mengingat inspirasi atau motif-motif yang penata dapatkan melalui cara berimajinasi adalah dengan caramenulis notasi karena cara ini sangat praktis untuk dilakukan.Dalam tahapan ini setelah mencatat notasi, terkadang juga penata mencoba untuk mempraktekkan motif-motif yang dicatat dalam bentuk notasi kedalam media ungkap secara langsung. Dalam hal tahap mencoba ini penata akan menemukan

(35)

kelemahan-kelemahan, kekurangan-kekurangan dari motif yang sudah dicatat bahkan menemukan ide baru yang muncul secara tiba-tiba dalam pikiran penata. Setelah mempraktekkan semua motif, barulah penata mencoba untuk terjun langsung ke lapangan dengan menuangkan semua motif-motif yang sudah penata rencanakan dengan para pendukung.

Tahap selanjutnya penata menghubungi para pendukung untuk acara rapat yang dilakukan pada tanggal 23 februari 2014 di dalam rapat ini penata bertujuan untuk membicarakan menentukan hari baik, sesuai dengan saran pemangku dari

sekaa untuk bertanya menentukan hari baik (Bali : dewasa ayu) untuk memulai

latihan pada hari pertama. Sebagai orang yang percaya bahwa diluar diri manusia masih ada kekuatan spiritual dengan konsep desa, kala, patra, penata mengawali suatu kegiatan ritual dahulu yang disebut oleh umat Hindu dengan upacara

nuasen. Dalam upacara ini penata melakukan persembahyangan sesuai dengan

ritual Agama Hindu, dengan maksud memohon keselamatan dari Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar diberi keselamatan dan kelancaran dalam proses penggarapan.

Setelah menentukan hari baik, pada hari pertama diadakan upacara nuasen pada tanggal 26 februari 2014. Pada saat upacara nuasen, sebelum memulai latihan, dilihat dalam pergaulan sehari-hari penata sudah mengetahui kemampuan para pendukung dan menempatkan para pendukung pada instrumen sesuai dengan keahliannya masing-masing. sebelum menuangkan materi, terlebih dahulu penata menjelasakan konsep garapan kepada para pendukung bertujuan supaya pendukung mengerti dan paham dengan konsep yang penata gunakan dalam tugas

(36)

langsung menuangkan bagian pertama (kawitan) dari garapan tabuh kreasi yang berjudul tapak dara ini langkah awal penata mencoba menuangkan bagian

kawitan dengan permulaan permainan beberapa motif pada instrumen gangsa,

riyong dan suling. Pada latihan pertama ini penata menemukan beberapa kendala pada saat penuangan materi, kendalanya ialah pada salah satu instrumen yaitu instrumen terompong. Dalam garapan ini penata mencoba merubah tehnik permainan pada instrumen terompong, dari instrumen terompong yang dimainkan oleh satu orang saja, kemudian dirubah dengan tehnik permainan riyong yang dimainkan oleh empat orang. Pada zaman yang sudah maju ini banyak permunculan tehnik-tehnik baru guna mendapatkan warna suara yang berbeda dari ciri khas asli dari instrumen itu sebelumnya. Hal itulah yang mendorong penata untuk mencoba menggali motif-motif baru yang nantinya bisa mendukung suasana karakter dalam garapan ini.

Dalam merubah tehnik permainan instrumen trompong menjadikan tehnik permainan riyong ini mungkin sudah biasa dilakukan oleh para seniman karawitan akademis, namun kalau dibandingkan dengan para pendukung yang sudah penata tentukan sebelumnya belum mengetahui sama sekali perubahan tehnik permainan tersebut. Namun, dengan kemauan yang sangat keras, penata berinisiatif untuk menjelaskan cara-cara dalam perubahan permainan instrumen tersebut. Seiring berjalannya waktu, kendala-kendala yang sudah dapat penata pikirkan sebelumnya akhirnya benar-benar terjadi, karena pendukung yang penata tempatkan pada instrumen terompong dimana tehnik permainannya dirubah dengan tehnik permainan riyong tersebut menemukan beberapa kesulitan dalam memainkannya terutama dalam perpindahan-perpindahan patet. Pendukung tersebut yang sudah

(37)

terbiasa memainkan riyong dalam gamelan gong kebyar, namun dalam memainkan riyong dari gamelan Semar Pagulingan Saih Pitu mereka merasa bingung dengan pembagian nada yang akan dimainkan. Dengan melihat kendala itu, penata mencoba untuk menjelaskan kembali dan sesekali memberikan contoh dalam memainkan tehnik dalam memainkan instrumen riyong terutama pembagian nada-nada pada saat perpindahan patet. Setelah dijelaskan, pendukung mulai sedikit paham dengan tehnik permainan riyong tersebut. Pada latihan dalam upacara nuasen ini para pendukung sudah mampu merespon materi yang penata tuangkan sesuai dengan target yaitu dengan durasi waktu kurang lebih dua menit. Selesai latihan pada hari pertama, kemudian penata menyusun jadwal latihan dengan para pendukung untuk mengadakan latihan selanjutnya.

Latihan kedua yang dilakukan pada tanggal 28 februari 2014, pada latihan ini penata mencoba menambahkan dan sedikit ada perubahan pada motif-motif dari semua instrumen sampai bagian kawitannya selesai dan merekam hasil latihan pada hari kedua ini bertujuan untuk mencari bagian yang terasa kurang atau lemah dalam bagian kawitan ini. Pada tanggal 3 maret 2014 penata memberikan rekaman tersebut kepada dosen pembimbing guna mendapatkan masukan-masukan supaya dalam bagian kawitan ini menjadi lebih sempurna.

Latihan berikutnya dilakukan pada tanggal 3 maret 2014. Pada latihan ini penata mencoba mengubah beberapa motif yang sebelumnya penata sudah tuangkan dengan memasukkan motif baru sesuai dengan masukan-masukan dosen pembimbing. Pada latihan selanjunya dilakukan pada tanggal 5 maret 2014, sebelum menambahkan beberapa motif, penata melakukan latihan mengulang

(38)

mencoba menuangkan beberapa motif untuk mencari transisi ke bagian pengawak, latihanpun berjalan dengan lancar meskipun ada beberapa pendukung yang berhalangan hadir karena faktor kesibukan. Selanjutnya penata dan pendukung mengatur dan menyepakati jadwal latihan dimana latihan sudah sepakat dilakukan dalam waktu satu minggu mengambil waktu latihan yaitu tiga kali latihan. Untuk lebih jelasnya penata akan uraikan didalam tabel pelaksanaan.

Tabel 2

Tahap Percobaan (Improvisasi)

Periode Waktu Kegiatan Yang Dilakukan

Februari 2014 minggu ke 1

Mencatat motif-motif dengan cara menulis notasi dan melakukan percobaan motif yang dicatat ke media ungkap.

26 februari 2014 Upacara nuasen.

28 februari 2014 Latihan mengulang serta menambahkan beberapa

motif pada bagian kawitan.

3 maret 2014 Latihan sektoral dengan cara mengulang motif-motif

yang belum jelas pada dan sedikit perubahan dalam bagian kawitan.

5 maret 2014 Menambah bagian kawitan sesuai dengan saran dan

masukan-masukan dari dosen pembimbing.

 

melanjutkan dengan menuangkan motif mencari transisi ke bagian gegenderan.

10 maret 2014 Latihan mengulang dari bagian kawitan sampai

transisi mencari bagian gegenderan, pada saat latihan ini tidak ada penambahan materi, karena para pendukung banyak yang berhalangan hadir karena ada faktor kesibukan.

 

12 maret 20114 Mecari motif-motif kotekan gangsa, kantil dan

memasukkan motif -motif riyong dalam bagian

gegenderan.  

(39)

14 maret 2014 Penambahan motif pada bagian gegenderan dan menuntaskan bagian gegenderan.

16 maret 2014 Latihan mengulang dari bagian kawitan sampai

bagian gegenderan dan menambah motif transisi mencari ke bagian bapang.

18 maret 2014 Menambah materi untuk mencari bagian bapang.

20 maret 2014 Menambah motif-motif dan menuntaskan pada

bagian bapang.

20 maret 2014 Menambah motif-motif dan menuntaskan pada

bagian bapang.

20 maret 2014 Menambah motif-motif dan menuntaskan pada

bagian bapang.

22 maret 2014 Mengubah motif kebyar pada bagian bapang.

23 maret 2014 Latihan sektoral dengan tukang kendang tempatnya

dirumah penata sendiri.

24 maret 2014 Latihan mengulang dari bagian kawitan sampai

bagian bapang dan merekam hasil latihan guna kepentingan untuk bahan bimbingan dengan dosen pembimbing.

 

25 maret 2014 Mengadakan latihan sektoral dengan tukang kendang

melalui cara mendengarkan hasil rekaman guna mempermudah proses latihan.

  3.3 Proses Pembentukan

Proses pembentukan adalah proses mewujudkanide-ide dan hasil improvisasi motif-motif lagu menjadi wujud kaya seni.Tahapan ini menjadi sangat penting dalam memilih, mempertimbangkan, membedakan dan memadukan pola melodi, pada ritme-ritme dengan tempo dan dinamika tertentu agar menjadi

(40)

rasa tidak puas, hal ini menunjukkan kekreatifan seorang seniman dalam mencari ide-ide baru dengan rangsangan-rangsangan yang terjadi di alam sekitarnya sehingga dalam tahapan ini selalu dilakukan pembenahan-pembenahanproses penambahan dan pengurangan terhadap rasa musikal yang dianggap kurang sesuai untuk terus disempurnakan dalam garapan yang belum baku menjadi garapan yang baku sehingga memenuhi rasa estetis sesuai dengan keinginan.

Pada tahap ini dimulai memilih, menghubungkan satu temuan dengan temuan lainnya, baik berupa warna suara, tempo, melodi, dan ritme sehingga bisa menyesesuaikan dengan suasana karakter dalam garapan ini. Dalam tahap ini dikatakan penyempurnaan sebuah garapan, bisa dilihat dalam merangkai motif-motif ini harus sering dilakukan percobaan dengan pertimbangan-pertimbangan estetis, karena merangkai dan membuat suatu keutuhan komposisi harus diperhitungkan tempat-tempat materi yang sesuai dengan posisi dan kebutuhannya sehingga bisa disebut dengan pembakuan sebuah garapan. Dengan melakukan perbaikan demi perbaikan garapan ini diharapkan menjadi lebih rapi dan indah, runut dengan ide dan konsep yang diinginkan. Akhirnya garapan ini bisa berjalan sesuai dengan suasana hati, pikiran, imajinasi. Penekanan pada konsep keseimbangan diberikan porsi yang lebih, guna menghasilkan alunan musik yang mepresentasikan kegembiraan, kedamaian dan hakekat kehidupan yang harmonis, bertujuan agar garapan ini enak didengar serta dapat menimbulkan rasa senang, rasa puas, aman, nyaman dan bahagia.

(41)

Tabel 3

Tahap Pembentukan

Periode Waktu Kegiatan Yang Dilakukan

13 April 2014 Latihan merevisi motif-motif permainan pada instrumen

gangsa dan riyong perbagian-bagian yait, dari bagian

kawitan, pengawak dan pengecet serta sedikit

menambahkan geguletan Kendang pada bagian kawitan.

15 April 2014 Latihan mengulang dari awal sampai akhir. Bertujuan

untuk menghafal gending yang sudah rampung.

16 April 2014 Mencari nafas gending yang sudah rampung.

23 April 2014 Latihan mengulang untuk mengingat gending yang sudah

rampung.

25 April 2014 Latihan mengulang dan sedikit ada perubahan pada angsel

kendang dan riyong pada bagian pengecet.

26 April 2014 Mencari nafas gending yang sudah rampung.

Latihan memberi penjiwaan pada setiap suasana karakter

gending.

27 April 2014 Bimbingan garapan oleh dosen pembimbing, diberikan

masukan atau saran pada bagian-bagian yang lemah yang perlu diperbaiki.

29 April 2014 Latihan memasukkan beberapa motif kantil pada bagian

gegineman dan mengubaah motif yang disarankan oleh

dosen pembimbing.

30 April 2014 Gladi kotor dan gladi bersih di Gedung Natya Mandala,

ISI Denpasar.

3 Mei 2014 Latihan memantapkan dan memberikan penjiwaan pada

gending.

4 Mei 2014 Memantapakan gending.

7 mei 2014 Ujian Tugas Akhir garapan tabuh kreasi tapak dara

(42)

Secara keseluruhan, proses kreativitas garapan tabuh kreasi tapak dara ini dapat dicermati pada tabel 3.4 dibawah ini.

Tabel 4 Proses Kreativitas

Tahap kegiatan

Waktu Kegiatan

Januari Februari Maret April Mei

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Tahap Penjajakan Tahap Percobaan Tahap Pembentukan Ujian Karya Tugas Akhir Ujian Komperenshif Keterangan :

: Mulai memikirkan ide yang sesuai yang sesuai dengan keinginan penggarap

: Melakukan pencarian motif-motif gending, melodi yang digunakan, dan kotekannya

: Mengawali proses latihan dengan melakukan nuasen sebelumnya. Kemudian menjalani proses latihan, yang dilakukan tiga kali dalam satu minggu dengan berbagai kendala yang dihadapi, melanjutkan proses latihan hingga menjelang ujian Tugas Akhir (TA).

: Ujian Karya Tugas Akhir : Ujian Komperenshif

(43)

BAB IV WUJUD GARAPAN

Wujud adalah sesuatu yang dapat secara nyata dipersepsikan melalui mata atau telinga atau secara abstrak yang dapat dibayangkan atau dikhayalkan oleh panca indra. Dalam kesenian, wujud merupakan salah satu aspek mendasar yang terkandung pada sebuah benda atau peristiwa kesenian. Wujud dimaksudkan, adalah kenyataan yang tampak secara kongkrit di depan kita yang dapat dipersepsi dengan mata atau telinga dan juga kenyataan yang tidak nampak secara kongkrit di muka kita, tetapi secara abstrak wujud itu dapat dibayangkan, seperti sesuatuyang diceritakan atau yang kita baca dalam buku. Berdasarkan ilmu estetika,dalam semua jenis kesenian, baik visual maupun auditif dan yang abstrak, wujudapa yang tampil dan dapat dinikmati oleh kita, mengandung dua unsur mendasar, yakni: bentuk (form) dan susunan (structure) (Djelantik, 1999 : 18). Wujud karya seni yang baik adalah merupakan kesatuan perasaan, dalam artian apa yang dirasakan oleh seniman penatanya dapat dirasakan penonton atau penikmatnya. Unsur yang paling menunjang keutuhan dari garapan tersebut adalah kesatuan antara tema dengan hasil garapan yang akan diwujudkan.

4.1 Deskripsi Garapan

Garapan tapak dara ini adalah sebuah garapan yang tergolong garapan tabuh kreasi baru karena dalam pengolahan unsur musikalnya masih berpijak dari pola-pola tradisi yang dikembangkan secara selektif sesuai dengan kebutuhan

(44)

Saih Pitu dengan menambahkan sejumlah instrumen dari gamelan Gong Kebyar seperti sepasang kendang gupekan lanang dan wadon, gong lanang dan kempur.

Tapak dara merupakan simbol keseimbangan dalam konsepsi ajaran

agama Hindu. Makna keseimbangan tapak dara adalah vertikal-horisontal. Dalam garapan ini penata mencoba mengaktualisasikan keseimbangan tersebut ke dalam sebuah karya karawitan dengan memadukan unsur-unsur yang terdapat dalam karawitan Bali. Unsur-unsur tersebut ditata dan dikemas sedemikian rupa dengan mengacu pada keseimbangan tersebut di atas sehingga secara musikalitas terdapat kesan agung, religius, khususk, semarak, dinamis, tegang, dan lincah. Penyatuan konsep, ide, wujud, dan struktur garapan sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh yang berbentuk karawitan kreasi baru. Dalam beberapa hal keseimbangan dalam garapan ini mengacu pada teknik permainan dimana masing-masing instrument digarap penonjolan-penonjolannya secara proporsional, pola-pola dinamika, ngumbang-ngisep, pola ritme yang diterapkan pada masing-masing instrumen juga ditata secara simetris-asimetris. Karakteristik instrumen yang mempunyai teknik permainan dan fungsi yang berbeda-beda namun ketika dimainkan bersama akan menghasilkan musik yang enak didengar.

Dalam tiap-tiap bagian dalam garapan ini disamping menonjolkan keseimbangan permainan, untuk mewujudkan garapan yang simetris dan dinamis diperlukan juga penonjolan-penonjolan. Penonjolan disini diperlukan untuk membentuk dinamika musik. Sebuah musik Bali yang penyajiannya dilakukan secara live sangat diperlukan dinamika dan penonjolan-penonjolan pada bagian-bagian tertentu. Demikian pula tempo permainan sangat penting artinya dalam

(45)

garapan ini.Tempo yang dimaksud adalah cepat lambat lagu dimainkan. Dalam beberapa bagian temponya kadang cepat dan pada bagian tertentu kadang-kadang lambat sesuai dengan karakter dan suasana yang diinginkan.

Sebagai penciri gamelan yang berlaras pelog saih pitu adalah ditemukannya permainan patet atau jika dianalogikan dalam musik diatonis tidak jauh pengertiannya dengan kunci nada. Dalam permainan patet pola-pola melodi yang diaransemen akan mengekspresikan karakter atau suasana yang berbeda. Tiap patet memiliki karakter tersendiri. Oleh karena itu untuk memperkaya mood lagu pengolahan patet sangat penting artinya dalam memainkan gamelan Semar Pagulingan Saih Pitu. Pada setiap patet pula dapat diketahui tugas, peranan, dan fungsi nada yang berbeda untuk setiap jenis patet tertentu. Sebagai contoh dapat dikemukakan nomer urut satu nada ding, akan berubah tugas dan fungsinya ketika beralih pada patet tembung menjadi dung, menjadi deung dalam patet sundaren, menjadi nada ndang dalam patet baro dan sebagainya. Akibat perubahan fungsi nada-nada tersebut sehingga dalam setiap patet yang dimainkan mempunyai suasana dan mood yang berbeda-beda. Dalam garapan ini penata menggunakan lima jenis patet yaitu : tembung, selisir, sundaren, baro, dan pangenter agung. Tujuan penggunaan patet ini adalah untuk memberikan suasana/ mood yang berbeda sesuai dengan suasana yang diinginkan dalam tiap-tiap bagian pada garapan ini.

4.2 Struktur Garapan

(46)

Menurut Norris struktur adalah hubungan mutual dari konstituen (pendukung), bagian-bagian atau unsur-unsur pembentuk keseluruhan sebagai penyusun sifat khas, atau karakter dan koeksistensi dalam keseluruhan bagian-bagian yg berbeda (Norris, 2008:9). Seturut dengan pendapat ini Djelantik menyatakan bahwa struktur adalah susunan dari karya seni atau aspek yang menyengakut keseluruhan dari karya itu, dan meliputi juga peranan dari masing-masing bagian dalam keseluruhan (1999:37). Dari pernyataan tersebut dapat dicermati bahwa di dalam karya seni terdapat suatu pengorganisasian, penataan: ada hubungan tertentu antara bagian-bagian yang tersusun itu. Dalam kaitan garapan tabuh kreasi tapak

dara ini struktur karya dibangun oleh beberapa unsur seperti unsur-unsur musikal

(melodi, patet, tempo, ritme, dinamika, harmoni) yang membentuk kalimat-kalimat lagu, kemudian setiap kalimat-kalimat lagu membentuk frase-frase, pola-pola, serta bagian demi bagian.

Secara umum bagian-bagian dalam garapan ini masih kental menggunakan unsur-unsur pola tradisi, yaitu menggunakan struktur Tri Angga yang terdiri dari tiga bagian, yaitu: kawitan, pengawak dan pengecet. Didalam tiga bagian tersebut terdapat motif-motif didalamnya seperti pada bagian kawitan terdapat motif

gegineman, pada bagian pengawak terdapat motif gegenderan dan motif bapang,

sedangkan pada bagian pengecet merupakan bagian akhir dari sebuah garapan ini.

Kawitan

Dalam bagian kawitan ini penata mencoba untuk menggunakan dua motif bagian dengan menggambarkan suasana karakter yang berbeda. Pada pola pertama penata mengimajinasikan munculnya simbol tapak dara ini sebagai salah

(47)

satu lambang dari keseimbangan. Dengan imajinasi tersebut penata mentransformasikannya kedalam bahasa musik dengan memunculkan pola-pola

kekebyaran dengan tehnik pukulan ngucek menggunakan patet selisir bermodulasi

ke patet baro. Adapun wujud dari kawitan dalam bentuk notasi sebagai berikut :

Kawitan G,K,Jb,Jg,Ry

34 .4 54 .4 34 .4 3

SL

6 1 6 2 1 7 6 . 1 7

G,K,Jb,Jg

3/

1

3 .3 45 .5 43 .3 45 .5 7

baro SL

75 4 5 3 4 1 3 4 5 . 1 7

Kebyar Bsm

75 4 43 .3 (4)

KdK

to te t d td .t .d . td tk p

KdG

d t t d td .t .d tk pt dt td td t

43 14 31 .4 31 .1 3.4 5

Jb

. . . 7 .5 4

(

3

)

. 1 .3 4 5 4 3 . 7 .5 .3 .4. . 7 .5 4 . . 7

.5 4 . 5 .7 .5 .4 .5 .7 .1 .3 .4 .5 .4 .3 .4 .5 . 1/

3

4 5 .4 .

3. 5 .7 .5

selisir

.3 .5 . 7

(48)

Kebyar

71 .5 .1 75 (4) 54 75 4 54 75 4 5 (7) 57 45 7

. .5 45 (7) 57 45 7 55 .7 7 55 75 71 (2) 12

71 2 12 71 2 17 (6/

3

) 43 54 3 43 54 3 43 1

baro

. . . 1 . 3 . 4 .5 .1 .3 .4 .5 .4 .3 4 . 5 4 5 7 4 5 7 . 5 4 3 4 .

3 4 . 5 4 5 7 4 5 7 . 5 4 3 (1) 33 .4 4 55 43(1) 33 .4 4 55

43 (1) 33 .4 4 31 34 (5)45 34 5 54 35 43 .5 43 .3 45 7.5 (7) .

. . 7 5 7 75 4 5 4 43(1)

Ry

11 .3 45 43 .1 .3 45 43 .1 .3 45 43 14 31 .1

34 5 .5 41 34 5 .5 41 34 .5 34 5 3 5 3 5 3 5

Jb

. 5/

5

.4 .3 (1)

tembung Ry

.1 13 17 1

.1 13 17 1 3 . 1 3 7 1 3 5 4

Jb

. 5 . 1 . 3 . 4 .5 .1 .3 .4 1/

4

. 3 4 5 .

selisir

(4)

(49)

Sedangkan pada motif kedua yaitu gegineman, dilihat dari simbol tapak

dara dimana terdapat adanya pertemuan antara dua buah garis secara vertikal dan

horisontal. Garis vertikal yang mengarah keatas merupakan lambang untuk berbhakti kepada Tuhan. Disini penata ingin menggambarkan suasana yang hening ketika pada saat memuja Tuhan. Pada pola kedua ini penata memasukkan motif leluangan pada instrumen riyong serta mengolah melodi suling menggunakan patet selisir bermodulasi ke patet tembung dengan tempo yang pelan sehingga menimbulkan suasana agung yang kiranya nanti bisa mendukung suasana yang penata ingin tonjolkan. Notasinya sebagai berikut :

Tempo pelan Motif gegineman SL

. . . 5 .1 .7 3 4 5 3 . 43 1 7 . . . 5 4 3 4 5 . . . 4 5

7 17 5 . . . 3 .5 .7 . . . 3 4 5 6 5 . . . 3 . 5 . 7 7 1 2

7 . 1/

5

4 3(1)

tembung

. 7 1 3 . 1 3 1 . 7 1 3 . 1 3 1 . 7 1 3 . 1 3 4 5 . . . .

. . . . 4 3 4 5 . 3 5 4 . . . 1/

3

selisir

.4 .5 . . . 1/

5

4 3 1 (7)

tembung

(50)

Jb

. . . 1 . . . 3 . . . 1 . . .(7). 3 .5 .3 .7 .1 .3 .4 .5 .5 .4

.3 .4 .1 .4 .3 . (1) .7 .1 3 . 5 4 1/

4

. 5 7 . 2 1 . . . 1

selisir

7 5 4 5 4 3 4 5 4 3 1 (3)

Pengawak

Pada bagian pengawak terdiri dari dua bagian yaitu motif gegenderan dan motif bapang. Di dalam motif gegenderan, penata ingin menggambarkan suasana senang, gembira dalam mewujud kasih sayang pada semua makhluk dan lingkungan sekitarnya, semua hal itu melambangkan garis ke bawah dari simbol

tapak dara ini. Dengan suasana tersebut, penata mencoba mentransformasikan

suasana tersebut ke dalam bahasa musik dengan memunculkan pengolahan melodi yang dinamis, bertempo sedang yang dimainkan oleh instrumen jublag dan jegogan, serta memasukkan motif kotekan pada instrumen gangsa yang mengikuti pola melodi jublag dan jegogan serta adanya ornamentasi dari instrumen riyong dan kendang.

• Transisi mencari ke bagian pengawak

Dalam transisi mencari bagian pengawak, penata memasukkan motif

geguletan pada instrumen kendang yang bertujuan untuk memunculkan suasana

yang berbeda dari bagian kawitan ke bagian pengawak. Transisi mencari bagian gegenderan

(51)

KdG

pk p dt d pk p dt d pk .p .k pd pk dp kd . ckm .c .km

cd .d pk dp kd .d pk dp kd pk dp kd pk .d pk .

KdG

d.t

KdK

d. t

KdG, KdK

d t d t

KdK

to te . to te to te . to te . to te to te . te . te. te. te . p pu pu . pu pu

k pd td t (d)

G

33 .4 .4 3 .5 .4 5 45 7 54 .5 7 5

J

(7) .5 .7 .5 .7 .5 .7 .1 .(2) .4 . 2

. 1 .7 .5 .7 .1 .(2) .4 .2 .1 . 7

G

45 .1 7 75 .4 54 .4 5 . . ..3 (5)

G

5

K

5

G

5

Jb, Jg

5

G

35 .5 75 .5 35 .5 7 . 35 .5 75 .5 35 .5 75 .5 6

(52)

Jb,Jg

3 5 7 5 3 5 7 . 3 5 7 5 3 5 7 5 6

Ry Tembung

3 1 3 1 3 1 31 .1 31 34 5 4 31 7 17 .1 7 17

1 7 1 7 17 13 71 31 34 5 4 34 5 4 34 5

G

54 5 7 .5 4 43 .3 4 .1 .3 1 . 34 5 4 3 .7 .1 7 .1 .3 1

.3 .4 34 5 4 34 5 . . 4 5 7 . 4 (3)

Gegenderan Tempo sedang

3 . . 4 .5 .4 3 . . 4 .5 .1 7 . . 1 .2 .1 7 . . 1 .7 . 6/

2

1 . . 7

.6 .7 1 . . 7 .6 .7 1

selisir

. .7 1 2 . 1/

4

(3) . . 4 .5 .4 3 . . 4 .5 . 1

tembung

7 . . 1 . 6/

2

.1 7 . . 1 .7 . 2 1 . . 7 .6 . 7

selisir

1 . . 7 .6 .7 1 . . 7 1 3 . 4 (3) . . . 4 . . . 3 . . . 1 .3 .4 . .

. 5 . . . 4 .5 .6 .1 (6) . 1 2 . 7 .6 5 . 4 5 . 6 .1 7 . 1 2 . 7

.6 5 . 4 5 . 6 .1 7 . 1 2 . 7 .6 5 . 4 5 . 6 .1 7 . 1 2 . 1 7

6 5 . 3 5 2 3 5 . 3 5 2 3 5 . 3 .4 . . . 3 .4 .7 .6 .5 .3 . (5)

(53)

.3 5 2 3 5 . 3 5 2 3 5 . 3 .4 . . . 3 .4 .5 . . . 4 .5 .7 . . . 1

.2 . 1/

4

. . 7 . . 4

sundaren

. . 7 . . 4 . . 1 . . 4 . . 1 . . 4 .3 .1 .4 .3 .4 .5 . . . |(4/

1

). .

7 . . 6 . . 5 . . 4 .3 .1

selisir

. . 7 . . 6 . . 5 . . 4 .3 .4 . . 5 . . 6 . . 1 . . 7 . 6 . 4 . . 5

. 6 . . 1 . . 7 . 6 .|

4x

Didalam pola melodi diatas diulang selama empat kali, dalam pengulangan tersebut didalamnya terdapat pola-pola permainan angsel kendang dan riyong.

Sedangkan dalam bagian yang kedua yaitu bagian bapang, dimana garis yang melintang dari simbol tapak dara tersebut yaitu melambangkan wujud timbal balik ke sesama manusia. Disini penata ingin menonjolkan suasana tentram, damai, bahagia, saling bergotong royong antar sesama manusia sehingga menimbulkan suasana kehidupan yang harmonis. Dalam mengolah suasana tersebut kedalam bahasa musik, disini penata mengolah melodi dengan memainkan patet tembung dan patet baro yang bertempo agak cepat dengan memasukkan ornamentasi-ornamentasi pada instrumen riyong dan kendang sehingga terlihat suasana kegembiraan saling berkecimpungan antara sesama manusia melalui rasa kebersamaan. Notasinya sebagai berikut :

Gambar

Tabel 4  Proses Kreativitas

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kinerja guru besar sangat ditentukan oleh aktor kadep (ketua departemen) dengan bobot nilai prioritas 0,352, dengan

Analisa statis non-linear ( pushover analysis ) digunakan untuk mengetahui perilaku struktur akibat gempa besar dan merupakan salah satu performance based design

Sedangkan pada pesisir pantai terdapat hutan mangrove yang tumbuh cukup baik pada bagian utara, barat, hingga ke selatan, namun daerah timur pulau ini sudah banyak mangrove

Seluruh Dosen dan Staf Karyawan Fakultas Teknologi Pangan yang telah membantu dan memberi dukungan semangat kepada Penulis dalam pelaksanan penelitian di laboratorium maupun

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengungkap potensi-potensi dalam CD e-Learning SMA Matematika yang dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk mencapai hasil belajar

Penelitian ini termasuk penelitian korelasional yang bertujuan untuk menguji hubungan antara kepribadian matang menurut Allport dengan motivasi berprestasi pada anggota support

Kebutuhan-kebutuhan dalam membangun aplikasi ini adalah sebagai berikut:.. 1) Aplikasi ini dapat menampilkan semua daftar menu surah-surah yang memiliki asbab an-nuzul.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa: 1 kemampuan membaca permulaan siswa kelas 1 di SD „Aisyiyah Kamila Dinoyo Malang masih rendah dan terdapat beberapa siswa