• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIP KARYA SENI BUPARGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIP KARYA SENI BUPARGA"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIP KARYA SENI

BUPARGA

OLEH:

PANDE NYOMAN KARYANA NIM : 201002029

PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN KARAWITAN

FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN

INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

(2)

ii

SKRIP KARYA SENI

BUPARGA

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Seni (S1)

MENYETUJUI :

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

( I Gede Mawan, S.Sn.,M.Si ) ( I Gde Made Indra Sadguna, S.Sn.,M.Sn ) NIP. 197301212006041001 NIP. 198701032012121002

(3)

iii

Skrip karya ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar, pada:

Hari, tanggal :

Ketua :... (...) Anggota : ... (...) Anggota ; ... (...)

Disahkan pada tanggal:

Mengesahkan: Mengetahui:

Fakultas Seni Pertunjukan Jurusan Seni Karawitan Institut Seni Indonesia Denpasar Ketua,

Dekan,

I Wayan Suharta, SSKar, M.Si Wardizal, S.Sen., M.Si NIP. 19630730 199002 1 001 NIP.19660624 199303 1 002

(4)

iv

MOTTO

BERANI KOTOR DEMI KESUKSESAN

(5)

v

Puji syukur penata dipanjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa atas asung kerta wara nugraha-Nya, sehingga karya seni dan skrip karya seni ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya, walaupun disadari skrip karya ini masih jauh dari kesempurnaan.

Skrip karya musik Buparga ini merupakan pertanggung jawaban atas karya seni yang diajukan sebagai syarat untuk memenuhi tugas akhir. Dalam skrip karya ini, diuraikan latar belakang terwujudnya karya seni, proses pembentukan, hingga terwujud menjadi suatu karya seni yang utuh. Karya musik Buparga merupakan sebuah garapan musik kontemporer yang mengacu pada konsep musik eksperimental. Dengan mengolah bunyi yang dihasilkan dari suatu alat yang dipakai dalam proses pembuatan gamelan, sehingga dapat menghasilkan keharmonisan ritme, tempo, dinamika dan melodi.

Penata menyadari, sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skrip dan karya seni ini tidak akan terwujud, tanpa bantuan dan dukungan, serta kerjasama pihak-pihak yang terkait, usaha ini tidak akan berjalan sebagaimana mestinnya. Untuk itu pada kesempatan ini, tidaklah berlebihan apabila penata menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Dr. I Gede Arya Sugiartha, SSKar., M.Hum selaku Rektor Institut Seni Indonesia Denpasar yang telah memberikan kemudahan-kemudahan dalam menggunakan fasilitas yang ada di Institut Seni Indonesia Denpasar.

(6)

vi

2. I Wayan Suharta, SSKar., M.Si selaku Dekan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar beserta jajarannya.

3. Wardizal, S.Sen., M.Si selaku Ketua Jurusan Karawitan Institut Seni Indonesia Denpasar beserta jajarannya.

4. I Gede Mawan, S.Sn.,M.Si selaku pembimbing I dan I Gde Made Indra Sadguna, S.Sn.,M.Sn selaku pembimbing II, atas petunjuk dan bimbingannya dalam mewujudkan serta menuntaskan semua tugas yang mesti diselesaikan.

5. Seluruh dosen pengajar dan staf kepegawaian di Jurusan Karawitan Institut Seni Indonesia Denpasar yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah banyak memberikan motivasi dalam mewujudkan karya seni ini.

6. Pande Nyoman Sunarta, S.Sn yang telah banyak memberi masukan dan motifasi terhadap proses terjadinya garapan komposisi Buparga.

7. Ayah, Ibu dan Kakak tercinta yang dengan tulus memberikan dukungan baik dari material dan spiritual dalam kesuksesan serta kelancaran ujian ini.

8. Para pendukung dari ISI Denpasar semester VI dan II dalam garapan ini, yang rela meluangkan waktunya di dalam mewujudkan komposisi musik Buparga.

9. Serta para pendukung yang bernama I Nyoman Ari Stiawan, I Wayan Adi Darmawan, A.A. Mahendra Putra, I Wayan Karang dan Putu Satria

(7)

vii

Ardika yang yang sangat membantu kelancaran proses terwujudnya komposisi Buparga ini.

Apabila terdapat kesalahan-kesalahan yang dilakukan baik disengaja maupun tidak disengaja selama proses-proses yang dilakukan, penata mohon maaf karena hal ini tidak terlepas dari keterbatasan penata selaku manusia yang penuh dengan kekurangan dan masih harus banyak belajar. Untuk itu penata sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan skrip dan karya seni ini.

Denpasar 15 April 2014

(8)

viii DAFTAR ISI

JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN DEWAN PENGUJI KARYA SENI ... iii

HALAMAN DEWAN PENGUJI SKRIP KARYA SENI ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR... ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Ide Garapan ... 6 1.3 Tujuan Garapan ... 7 1.4 Manfaat Garapan ... 8 1.5 Ruang Lingkup ... 9

BAB II KAJIAN SUMBER ... 11

2.1 Sumber Pustaka ... 11

2.2 Sumber Diskografi ... 13

BAB III PROSES KREATIFITAS ... 15

3.1 Tahapan Penjajakan (Eksplorasi) ... 16

(9)

ix

3.3 Tahap Pembentukan (Forming) ... 21

BAB IV WUJUD GARAPAN ... 26

4.1 Deskripsi Garapan ... 26

4.1.1 Instrumentasi dan teknik permainan………. 27

4.2 Deskripsi Pola Struktur ... 28

4.2.1 Bagian Pertama ... 29 4.2.1.1 Jalannya Sajian ... 34 4.2.2 Bagian Kedua……….. 35 4.2.2.1 Jalannya sajian………. 37 4.2.3 Bagian ketiga……….. 37 4.2.3.1 Jalannya sajian………. 39 4.2.4 Bagian keempat………... 40 4.2.4.1 Jalannya sajian………. 41 4.3 Analisa Estetik……….. 42 4.3.1 Kerumitan (Complexity)……… 42 4.3.2 Penonjolan (Dominance)……….. 43

4.3.3 Keutuhan atau kesatuan (Unity)………... 44

4.4 Analisa Simbol……….. 44 4.1 Simbol-simbol Notasi ... 45 4.5 Analisa Materi………... 48 4.5.1 Ritme………. 49 4.5.2 Melodi………... 49 4.5.3 Tempo………... 50

(10)

x

4.5.4 Dinamika……….. 50

4.6 Analisa Penyajian………. 51

4.6.1 Tata Penyajian dan tata lampu……… 51

4.6.2 Deskripsi Simbol Pemain dan lintasannya………. 52

4.6.3 Setting Pola Lantai….……….. 53

4.6.4 Kostum……… 58 BAB V PENUTUP ... 59 5.1 Kesimpulan ... 59 5.2 Saran-saran ... 60 DAFTAR SUMBER/REFERENSI ... 61 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 62

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Proses kreativitas ... 22 Tabel 4.1 Simbol-simbol Notasi ... 45

(12)

xii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Notasi Musik kontenporer BUPARGA ... 64

Lampiran 2 Nama Para Pendukung ... 71

Lampiran 3 Susunan PanitiaPelaksana Ujian Tugas Akhir ... 72

(13)
(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lahirnya komposisi musik ini diawali dari keseharian penata membuat gamelan di perapen dengan menggunakan palu, landesan, bambu, besi, kikir dan lain sebagainya. Selanjutnya pemikiran penata mulai memunculkan sebuah imajinasi dari aktivitas yang dilakukan sehari-hari sehingga memunculkan sebuah aktivitas yang memiliki suatu keindahan. Dari sanalah penata mencoba keseharian tersebut untuk dijadikan suatu garapan musik kontemporer, maka garapan tersebut penata mencoba menggali dan mencari proses pembuatan gamelan tersebut untuk bisa dijadikan garapan musik kontemporer ini.

Kegiatan membuat gamelan ini merupakan turun-temurun dari leluhur orang tua penata sendiri yang merupakan pengerajin gamelan. Dari sanalah penata ingin meneruskan usaha pembuatan gamelan ini. Kegiatan membuat gamelan ini merupakan keseharian penata bersama orang tua sendiri. Setiap jam pulang sekolah atau pulang kuliah, penata setiap harinya bekerja membuat gamelan bersama orang tua penata sendiri, adapula karyawan atau sering disebut buruh yang ikut membantu dalam pembuatan gamelan. Tapi di dalam proses membuat gamelan penata masih tetap bertanya kepada orang tua penata sendiri, karena orang tua penata sendiri sudah bisa dikatakan mahir dalam proses pembuatan

(15)

2 gamelan. Jadi dalam karya ini, benar-benar ingin menampilkan suatu proses pengerajin gamelan.

Sebelum penata mengangkat karya ini, penata terlebih dahulu bertanya sedikit tentang kisah pande kepada Srempu Pande Aji yang ada di Griya Tatasan Kelod, beliau mengatakan bahwa : Satriye Tige artinya Sire Pande Engaduh yang memegang Darmaning Kepandean. Pande pun datang dari Jawa bersama dengan Brahmana, Raja dan Pande, namun di dalam perjalanan Jamberane dilakukan istirahat, lalu disuruhlah Sang Brahmana biar diberikan jalan, tapi alasannya takut terbakar, lalu jalanpun tidak ada, kemudian Sire Pande disuruh membuat jalan oleh Raja, lalu pande pun memegang Aga (alat yang dipakai memotong), seperti kapak, kandik dan lain sebagainya. Setelah melanjutkan perjalanan agak gelap, beliaupun beristirahat di suatu tempat, lalu melihat banyak ada keluar laron (Dedalu), kemudian laron tersebut keluar mencari api yang merupakan disana adanya suatu desa, setelah itu beliau mengejar laron itu, semakin dikejar semakin cepat laron itu lari, tapi kalau pelan semakin pelan laron itu. Maka karena itu, laron tersebut dianggap memberi petunjuk jalan, lalu Sire Pande tersebut berjanji tidak akan memakan laron, kemudian desa itu disebut Lalang Linggah. Kemudian dilanjutkan perjalanan daerah timur sampai ke Klungkung, singkat kata pande tersebut lalu dibagi menjadi tiga yaitu Ki Tatasan tinggalnya di Tatasan (Badung), I Tusan tinggalnya di Tusan (Klungkung), I Putih Dahi tinggalnya di Budage (Klungkung).

Jadi dalam garapan ini ingin menampilkan seorang pengerajin gamelan yang penata lakukan sehari-hari, itupun juga dia seorang keturunan Pande yang

(16)

3 memiliki Pelinggih Perapen, untuk pembuatan gamelan, pisau dan lain sebagainya yang bisa dikatakan seorang Pande gamelan, namun adapula yang hanya memakai simbolis Perapen sebagai seorang Pande, meskipun tidak mengambil pekerjaan membuat gamelan. Maka dalam menghasilkan suatu karya seni bisa dari suatu keseharian penata dan keseharian seseorang, sehingga dapat dimengerti maksud dari karya tersebut. Karena dalam pementasan suatu karya seni imajinasi/inspirasi seseorang menghasilkan suatu karya musik bisa dilihat dari keseharian seseorang, seperti montir yang mendapatkan inspirasi dari keseharian seseorang di bengkel, dari sanalah imajinasi penggarap menghasilkan karya musik dengan melihat aktivitas seorang bengkel. Maka dalam karya ini penata ingin menawarkan suatu aktivitas yang benar-benar merupakan keseharian penata di rumah untuk dijadikan musik kontemporer.

Di dalam karya ini yang membedakan terhadap keseharian penata adalah dimana dalam karya ini akan dijadikan suatu karya musik kontemporer dari proses pekerjaan membuat gamelan yang sehari-harinya merupakan suatu pekerjaan penata, jadi dari sanalah ingin diwujudkan karya ini. Adapula karya ini akan dibentuk dari beberapa alat-alat gamelan yang ingin dipakai menjadi suatu karya musik yang ingin disajikan, supaya perbedaan dari aktivitas tersebut dijadikan suatu karya musik yang enak di dengar dan menjadi satu kesatuan musikal.

Menurut Prof. Dibia, SST.,MA. Seni kontemporer, apapun bentuknya, adalah hasil kreativitas masyarakat masa kini dan yang bebas dari adanya ikatan-ikatan ruang, waktu dan norma-norma lainnya. Walaupun sering kali berpenampilan urakan, dengan bentuk yang berubah-ubah dan mencari-cari,

(17)

4 kesenian ini adalah kesenian serius yang menawarkan gagasan baru serta ungkapan artistik masyarakat zaman ini. Untuk menghadirkan nuansa dan nafas-nafas baru dalam kaya-karya mereka, seniman di Indonesia banyak meminjam dan menerapkan pendekatan serta pola garap barat yang konon terbuka bebas dan individual. Namun demikian materi yang digarap pada umumnya berasal dari materi budaya mereka sendiri. Oleh karena itu, seni kontemporer Indonesia seperti yang terlihat dalam seni petunjukan (tari, musik, teater) adalah modernisasi dan transformasi dari elemen-elemen (ide atau bentuk) seni budaya tradisi (Dibia dalam Garwa, 2009 : 29). Pada itu juga disebutkan bahwa seni kontemporer di Indonesia dikenal sekitar abad XX (Malon Dkk, 1986) walaupun harus memanfaatkan nilai-nilai tradisi ke dalam suatu karya seni yang lebih baru, maka seni tradisi dengan seni kontemporer keduanya saling memerlukan, nafas tradisi dan kontemporer terdapat pada jenis keseniannya.

Menurut pendapat yang dikemukakan oleh I Nyoman Windha. 2005, walaupun kontemporer identik dengan kebebasan dan kekinian, namun kebebasan yang dimaksud bukanlah kebebasan tanpa batas. Kontemporer dalam perkembangan seni musik kontemporer dalam pengertian musik karawitan Bali, berbeda dengan kontemporer dalam pengertian musik Barat. Di samping masalah estetika, faktor etika, norma dan nilai budaya merupakan sesuatu yang harus dipertimbangkan (Windha dalam Wardizal 2006: 42). Maka dalam penggarapan karya ini, penata masih memakai pegangan dan aturan estetika, faktor etika, norma, serta nilai budaya yang dikatakan oleh Bapak I Nyoman Windha.

(18)

5 Pada dasarnya menghasilkan suatu karya datang dari pikiran dan imajinasi yang merupakan modal dasar dalam berkreativitas. Pikiran digunakan sebagai daya nalar imajinasi yang digunakan untuk membayangkan serta menangkap fenomena-fenomena yang berlangsung dalam keadaan tertentu. Namun demikian, kepekaan dari pemikiran seorang harus diimbangi dengan skill yang memadai, karena tanpa skill, seberapa pun tingginya tingkat kepekaan dari pikiran seseorang tidak akan berarti. Jadi inilah menjadi hal yang mendasar bagi penata dalam melahirkan sesuatu yang baru. Oleh karena itu, daya kreatif seorang penata akan menghasilkan gagasan-gagasan dan konsep garap artistik yang segar dan original yang ditawarkannya.

Ketertarikan penata terhadap aktivitas keseharian penata di rumah, mulai diwujudkan ketika penggarap mendapatkan mata kuliah komposisi karawitan VII dengan materi ajar musik kontemporer dimana yang penata dengar dan dikatakan oleh I Ketut Garwa, S.Sn.,M.Sn. kontemporer memiliki lima arti, yaitu kebebasan berkarya, lepas dari struktur tradisi, tidak memiliki pola-pola tertentu, sifatnya sesaat atau sementara dan tidak mudah dimengerti. Oleh karena itu, seorang pengarap ingin mencoba mendalami ilmu tentang kontemporer yang penata ketahui sehingga dalam penggarapan karya tersebut dapat berjalan dengan lancar. Setelah itu beberapa alat palu, landesan, besi, bambu, kikir dan lain sebagainya sudah terkumpul, penggarap mulai mencari warna suara yang dihasilkan oleh alat-alat tersebut, kemudian mereka-reka sebuah pola sederhana yang memungkinkan untuk dimainkan dalam media ungkap tersebut.

(19)

6 Dalam hal ini proses mewujudkan sebuah ide suatu karya sangat penting, oleh sebab itu penata mencoba membuat judul yang kiranya pas menurut keseharian untuk karya ini, akhirnya penata memberi judul Buparga yang merupakan singkatan : bumbung, padu, rasa dan gamelan, sehingga garapan ini diberi judul Buparga, semoga nantinya karya ini dapat berjalan dengan lancar.

1.2 Ide Garapan

Ide garapan adalah sebuah hal yang paling awal dari proses penciptaan. Bagi seorang komposer/penata, ide garapan merupakan suatu gagasan yang ingin disampaikan lewat karyanya. Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mendapatkan sebuah ide, di antaranya dengan menonton, membaca, ataupun merenungi pengalaman pribadinya. Mengenai ide garapan ini berawal dari keseharian penata membuat gamelan, sehingga memunculkan karya yang berjudul Buparga. Dari pikiran penata, ide inipun dicoba untuk menawarkan suatu karya baru, dimana karya ini akan diwujudkan dalam musik kontemporer yang merupakan keseharian penata membuat gamelan.

Kemunculan ide karya ini tanpa sengaja terjadi saat penata membuat gamelan dengan adanya suara-suara yang dihasilkan dari proses membuat gamelan, seperti suatu suara mencari bilah gamelan, menghaluskan bilah dengan kikir, pengamplasan suatu bilah gamelan, pemotongan bambu, bumbung gamelan dan proses perakitan gamelan. Adapula alat-alat yang dipakai penata tidak berbahaya bagi penonton yang menonton karya ini dan menggunakan alat yang bisa mewujudkan karya ini, sehingga dari situlah proses ini akan diwujudkan

(20)

7 untuk menghasilkan garapan musik kontemporer. Namun di dalam karya ini dilakukan sebuah improvisasi yang memungkinkan dilakukan di dalam garapan ini dengan menggunakan vokal di saat jam istirahat bekerja yang merupakan keseharian penata dalam bekerja. Jadi dari garapan ini, penata memakai alat yang betul-betul bisa mewujudkan karya musik kontemporer ini di dalam garapan berjudul Buparga.

Berdasarkan pengalaman di atas, penggarap ingin menggarap alat-alat yang dipakai membuat gamelan tersebut diungkapkan ke dalam bahasa musik. Pengolahan dilakukan dengan mengolah unsur-unsur musikal khususnya pola-pola ritme, tempo, dinamika, dan melodi. Untuk mengolah bahan tersebut, penata berupaya untuk memanfaatkan secara maksimal semua potensi diri yang dimiliki, baik dari pengalaman, maupun kemampuan dalam hal praktek penggarapan, maka dari itu penata dapat mnghasilkan suatu karya dari kemampuan penata sendiri.

1.3 Tujuan Garapan

Pada dasarnya, setiap kegiatan penggarapan ataupun mencipta yang dilakukan pasti memiliki tujuan atau sasaran. Tujuan atau sasaran yang hendak dicapai bisa menjadi sebuah motivasi dalam mendorong terwujudnya suatu garapan tersebut. Begitu pula halnya dengan penggarap seni ini, penggarap memiliki tujuan sebagai berikut.

1. Mewujudkan ide membuat gamelan menjadi sebuah garapan musik kontemporer yang menampilkan keseharian penata di rumah.

(21)

8 2. Ingin menampilkan suatu bentuk karya yang baru dalam bentuk konsep

garapan yang bebas dari ikatan unsur tradisi.

3. Untuk memberikan kesan kepada penonton musik garapan kontemporer yang menampilkan aktivitas seorang pengerajin gamelan.

1.4 Manfaat Garapan

Selain memiliki tujuan, penata berharap dalam penggarapan karya seni ini hendaknya akan memberikan suatu manfaat bagi para pembaca karya seni ini. Adapun manfaat tersebut adalah:

1 Dapat meningkatkan pengalaman serta kreativitas untuk menciptakan garapan musik baru.

2 Mendapatkan wawasan baru tentang pemahaman terhadap musik kontemporer.

3 Dapat memberikan suatu masukan dimana hasil karya tersebut berasal dari pengalaman sehari-hari, sehingga dapat dijadikan suatu musik komtemporer.

4 Menambah khasanah sajian musik bagi dunia seni karawitan di Bali pada umumnya dan dapat dijadikan inspirasi di lingkungan kampus Institut Seni Indonesia Denpasar pada khususnya.

(22)

9

1.5 Ruang Lingkup

Untuk menghindari terjadinya salah persepsi terhadap wujud garapan ini, maka penggarap memberikan suatu batasan pemahaman tentang karya ini sebagai berikut:

1. Buparga, adapun singkatan dari judul karya ini : bumbung, padu, rasa dan gamelan, dimana yang artinya dalam setiap membuat gamelan dan mencari suara gamelan, pasti memiliki padu rasa kepada bumbung, dengan bilah, karena tanpa rasa kita tidak akan bisa tahu bahwa bumbung tersebut pas dan tidak pas, sehingga dalam suatu bumbung dan bilah menghasilkan suara satu kesatuan. Jadi dalam karya ini merupakan sebuah garapan musik kontemporer yang menekankan kebebasan di dalam berkarya, terutama dari segi bentuk dan struktur lagu yang tidak lagi memakai unsur tradisi yang terdiri dari kawitan,

pengawak, dan pengecet.

2. Karya ini berangkat dari pengalaman pribadi dengan keseharian di rumah, sehingga pemahaman terhadap konsep karya tersebut dikembangkan dengan keinginan penata.

3. Media ungkap atau alat yang dingunakan dalam garapan ini adalah bilah gamelan, palu, landesan, besi, bambu, kikir, dan amplas.

4. Penggarapan unsur musikal dalam komposisi musik ini difokuskan kepada penggarapan ritme, tempo, dan dinamika serta pengolahan melodi dari suara bumbung dan bilah gamelan tersebut.

(23)

10 5. Penyajian garapan ini dipadukan dengan memasukkan sedikit unsur teaterikal

agar lebih menarik secara visual.

6. Dalam penampilan karya ini, penata membatasi durasi waktu pementasan yang akan disajikan selama 14 menit.

7. Dalam garapan ini menampilkan suatu musik kontemporer yang merupakan keseharian penata di rumah.

8. Agar tidak terjadi salah persepsi tentang karya ini yang menampilkan keseharian penata, sehingga karya ini dibuat dalam wujud musik kontemporer dan bentuk keseharian penata membuat gamelan.

9. Adapun bagian-bagianya dari musik kontemporer Buparga adalah proses memukul bilah gamelan dengan palu, mengikir bilah gamelan, mengamplas bilah gamelan, memotong bambu dengan gergaji, proses perakitan gamelan, dua buah gangsa yang akan dipakai, kemudian dalam karya ini ditambahnya sedikit proses percobaan gamelan.

(24)

11 BAB II

KAJIAN SUMBER

Terwujudnya garapan komposisi musik Buparga ini tidak terlepas dari adanya sumber-sumber referensi yang mendukung. Sumber-sumber tersebut dipakai sebagai acuan dalam mengolah, mengetik, dan sebagai inspirasi baik dalam tulisan maupun karya seni. Oleh karena itu, sumber referensi yang berkaitan dan memiliki peranan penting dari proses awal hingga terwujudnya karya seni musik kontemporer ini, sangat mutlak diperlukan. Adapun sumber-sumber tersebut berupa sumber-sumber pustaka, rekaman audio, dan audio visual, serta data-data informasi yang diperoleh melalui narasumber maupun internet. Sumber-sumber yang menjadi refrensi dalam tulisan ini adalah sebagai berikut.

2.1 Sumber Pustaka

Musik Kontemporer dan Persoalan Interkultural, oleh Dieter Mack, 2001. Buku ini merupakan sebuah kumpulan esai yang secara kritis menyoroti masalah musik kontemporer dan persoalan interkultural di Indonesia. Buku ini banyak memberikan gambaran kepada penata mengenai bentuk-bentuk musik kontemporer ala barat yang bersifat kebebasan/tidak mudah dimengerti dan sifatnya kekinian, sedangkan kontemporer ala timur masih dibayangi faktor etika, estetika dan nilai budaya/tradisi yang merupakan sesuatu yang harus dipertimbangkan, karena masing-masing memiliki persepsi yang berbeda.

(25)

12 Komposisi Karawitan IV, oleh I Ketut Garwa, S.Sn.,M.Sn, 2009. Buku ini memberikan pemahaman serta cara pandang musik kontemporer (ala Bali) masih sangat perlu dicermati. Berbagai aspek pendukung memiliki sifat yang kompleks bahkan secara definisi sering diterjemahkan sangat beragam. Untuk itu dalam tulisan ini di coba untuk mengungkap kepermukaan tentang musik kontemporer, sehingga dalam membuat karya yang merupakan keseharian penata dirumah, dapat memberikan karya ini masukan tentang makna kontemporer.

Paradoks Penciptaan Komposisi Musik, oleh Wardizal dalam BHERI

jurnal Seni Budaya volume 5 2006. Buku ini membahas tentang pemahaman musik kontemporer yang identik dengan kebebasan dan kekinian, sehingga mahasiswa yang menghasilkan suatu karya ujian akhir di ISI Denpasar dapat membedakan kontemporer dalam perkembangan seni musik karawitan Bali, berbeda dengan kontemporer dalam musik barat, sehingga mahasiswa dalam menghasilkan karya kontemporer dapat melihat faktor etika dan estetika di dalam berkarya.

Pemanfaatan Elemen-Elemen Tradisi ke dalam Seni Pertunjukan Kontemporer, oleh I Wayan Dibia makalah yang disampaikan seminar sehari Seni Pertunjukan Kontemporer 1993. Adapula yang merupakan seni kontemporer Indonesia yang terlihat di dalam seni pertunjukan (tari, musik, teater), adalah modernisasi dan transformasi dari elemen-elemen (ide atau bentuk) seni budaya tradisi (nusantara), maka kesenian kontemporer dengan tradisi seseorang pande gamelan keduanya saling memerlukan.

(26)

13 2.2 Sumber Diskografi

Adapun sumber diskografi yang penata peroleh, sehingga memberikan gambaran tentang musik kontemporer yang penata dapatkan dari rekaman video maupun yang lainnya. Jadi adapun sumber-sumber discografinya sebagai berikut.

Rekaman VCD ujian karya seni tugas komposisi karawitan 4, yaitu karya Komang Teja Ambara Putra, S.Sn. yang berjudul “ngarit” Dari rekaman video ini penata mendapat masukan mengenai teknik-teknik pengolahan ritme yang ditrasformasikan ke dalam media yang berbeda yang menjadi acuan penggarap untuk mengolah ritme dan mengembangkannya ke dalam garapan Buparga.

Video ‘Clapping’ musik by Steve Reich, tahun 2006 (koleksi pribadi penata). Video musik ini memberikan gambaran, serta pengolahan telapak tangan dengan di tepuk dan menghasilkan motif-motif suara yang berbeda dengan cara menepuk tangan dengan posisi yang berbeda, sehingga penata mendapatkan inspirasi mengenai teknik pengolahan tepuk tangan yang akan dipakai dalam garapan ini.

VCD “Montir” ujian TA I Made Pande Yoga Pranata, tahun 2011 (koleksi pribadi). Vidio musik kontemporer ini memberikan inspirasi tentang motif-motif permainan musik kontemporer. Video ini juga memberikan gambaran tentang teatrikal dan permainan-permainan tempo, ritme, dan vokal.

(27)

14 Video “Mainan Anak” ujian TA oleh I Gede Bayu Suyasa, dimana dalam garapan ini penata mendapat inspirasi tentang permainan melodi dalan garapan karyanya tersebut, dimana dalam karyanya tersebut mengolah unsur-unsur musikal khususnya pola-pola ritme, tempo, dinamika dan melodi.

(28)

15 BAB III

PROSES KREATIVITAS

Karya seni adalah sebuah hasil dari proses kreatif yang dilakukan oleh seniman. Lebih tegasnya dapat dikatakan bahwa terwujudnya sebuah karya seni mustahil tanpa melalui suatu proses. Proses yang dimaksud adalah langkah-langkah yang ditempuh mulai dari mendapatkan ide garapan hingga garapan itu terwujud. Maka dari sanalah karya itu dapat terwujud dengan maksimal dari proses seorang penggarap karya seni tersebut.

Setiap suatu hasil pekerjaan seorang penggarap mengandung ciri khas dari karyanya masing-masing, karena seorang penggarap memiliki karakter berbeda dalam proses menciptakan suatu karya, sehingga karyanya tersebut memiliki karakter yang berbeda, baik yang didasari dari segala pengaruh musik luar dan pengalaman-pengalaman seorang penggarap dalam menghasilkan suatu karya. Di dalam berkreativitas, proses merupakan hal yang sangat menentukan keberhasilan terwujudnya sebuah karya seni. Berhasil atau tidaknya sebuah karya seni diwujudkan tergantung dari kesungguhan serta kematangan proses yang dilakukan oleh penggarapnya. Dengan demikian seorang penggarap di dalam berproses harus mempersiapkan konsep yang jelas, serta menyusun rencana kerja yang sistematis dan terarah sebagai pijakan dalam berkarya. Selain itu, seorang penggarap harus benar-benar mampu mengaktifkan seluruh potensi diri, baik

(29)

16 pengetahuan, pengalaman, skill, serta ide-ide kreatifnya, sehingga dapat diinteraksikan secara sinergi guna melahirkan sebuah bentuk kreativitas.

Penciptaan suatu karya seni oleh setiap penggarap/komposer atau apapun namanya memang pada kenyataannya di lapangan memiliki kebebasan dalam melakukan sebuah proses kreativitas. Tetapi dalam proses penciptaan karya seni kontemporer ini harus berpedoman pada kaidah-kaidah etika, estetika sebuah seni karawitan. Tidak selamanya kebebasan dapat diartikan secara vulgar dengan seenaknya memberlakukan media ungkap. Menurut buku ajar Komposisi Karawitan IV oleh I Ketut Garwa, S.Sn.,M.Sn. memberikan ruang dan waktu seluas-luasnya kepada mahasiswa untuk dapat mencurahkan imajinasinya dalam bingkai seni karawitan kontemporer. Namun di dalam tahapan proses karya seni tersebut meliputi : tahap eksplorasi, tahap improvisasi dan tahap pembentukan. Demikian pula halnya dengan proses kreativitas dalam mewujudkan garapan ini penata juga melakukan tahapan-tahapan tersebut.

3.1 Tahap Penjajagan (Eksplorasi)

Tahapan eksplorasi ini merupakan tahapan awal dari sebuah proses penggarapan. Mulai dari mencari-cari inspirasi, berpikir, berkontemplasi sampai pada membayangkan tentang sesuatu yang akan dibuat. Dalam komposisi musik kontemporer Buparga ini, yang terdiri dari proses kreativitas yaitu pencarian ide yang merupakan pedoman utama dalam mewujudkan komposisi garapan ini. Adapun upaya untuk mendapatkan ide garapan ini dilakukan dengan mengamati gejala sosial, menonton, membaca buku, media masa dan pengalaman keseharian.

(30)

17 Sebagai langkah awal untuk melakukan penjajagan, pertama-tama yang dilakukan adalah mencari inspirasi. Untuk merangsang munculnya inspirasi penata kebanyakan melakukan renungan serta mendengarkan kaset-kaset musik kontemporer. Kebetulan terciptanya musik kontemporer ini merupakan keseharian penata di rumah. Dari sinilah penata mencoba kesehariannya membuat gamelan untuk dijadikan alat musik, seperti mendengar suara palu, suara bumbung dengan bilah, suara gergaji, suara kikir dan proses jadinya suatu gamelan sehingga menghasilkan suara dari alat-alat tersebut yang membuat penata tertarik untuk mewujudkan musik kontemporer. Jadi dari sanalah penata merasa tertarik dan berpikir begitu menariknya kegiatan rutinitas keseharian penata untuk dijadikan musik kontemporer yang berjudul Buparga.

Penata mencoba berkonsultasi dengan teman-teman seka di Provinsi Bali yang merupakan seorang seniman dan adapula yang tamatan dari ISI Denpasar yang dulunya membuat musik kontemporer pada saat ujian akhir. Dari sanalah penata mendapatkan masukan pesan dan kesan agar nantinya karya ini bisa terwujud. Mulai saat itu penata mencoba membayangkan dan membuat alat-alat yang akan dijadikan bahan untuk mewujudkan karya ini yang merupakan keseharian penata. Dari alat proses mencari suara bilah gamelan dengan palu dan landesan, kikir, bambu, gergaji, dua buah gangsa dan alat-alat lainnya yang membantu mewujudkan garapan ini. Penjajagan pun terus dilakukan dan reka-reka konsep garap pun mulai dipikirkan.

Dengan demikian proses eksplorasi ini menjadi sangat penting, karena menentukan proses garapan suatu karya yang diinginkan. Adapun eksplorasi

(31)

18 motif-motif yang dipakai seperti ritme, tempo, melodi, dan dinamika. Bagi penata untuk mencari sebuah ide itu sulit, sepertinya tidak akan pernah didapat, sering kali terlintas rasa kurang percaya diri. Hal ini disebabkan karena seolah-olah sesuatu yang dikerjakan adalah sia-sia dan hanya merupakan motif atau ide pengulangan terdahulu. Celakanya pikiran sering dihantui oleh rasa takut, salah, takut jelek, takut dicemoh, sehingga tidak jarang mengurangi spirit atau melemahkan niat untuk menggarap suatu karya seni. Untuk memunculkan kepercayaan diri, perlu menumbuhkan rasa optimisme seperti ungkapan jika tidak berani maka tidak akan pernah mendapatkan yang benar, jika tidak pernah mengalami hal yang jelek, tidak akan merasakan indahnya sesuatu yang baik dan benar, apabila tidak pernah dicemooh, maka tidak akan pernah berkembang. Mungkin ini merupakan ungkapan yang berlebihan, namun demikian, bagi penggarap hal tersebut justru menjadi cambuk untuk tetap optimis dan berusaha untuk mendapat ide-ide segar dari pemikiran yang matang, dengan menguji segala ide yang didapat untuk meweujudkan dalam sebuah karya seni.

Perjalanan suatu proses kreatif tentunya tidak berhenti pada satu temuan saja. Akan tetapi terus menghasilkan dan mengembangkan suatu proses kreativitas untuk dijadikan suatu karya seni, dengan adanya ketertarikan antara gejolak yang ada dalam keinginan dengan obyek-obyek yang ada di luar diri.

3.2 Tahap Percobaan (Improvisasi)

Dalam setiap penyusunan suatu komposisi musik, terlebih bentuk garapan komposisi ini terbilang baru, maka dalam karya ini penata mencoba

(32)

19 mencari warna suara yang dihasilkan pada alat-alat tersebut, dimana alat tersebut yang kiranya cocok untuk motif pukulan ini dan yang tidak cocok untuk dimainkan oleh alat ini, sehingga menghasilkan garapan yang enak di dengar. Untuk itu dalam mewujudkan karya ini, diperlukan proses yang lebih nyata yaitu penuangan.

Dari proses penuangan suatu karya seni, dibutuhkan catatan dalam menghasilkan suatu karya yang berbentuk sistem notasi berupa simbol-simbol untuk membuat suatu pola permainan guna mempermudah penuangan kepada pendukung. Namun dalam penulisan notasi musik kontemporer ini dibutuhkan kejelian terhadap suatu alat tersebut, karena alat-alat tersebut ada yang tidak memiliki nada dan ada yang memiliki nada gamelan, sehingga penata membuat notasi tersebut sesuai dengan alat yang akan dimainkan setiap latihan, supaya nantinya dalam proses penuangan karya ini berjalan lancar tiap harinya.

Setelah beberapa persiapan dianggap cukup, kemudian penata mencari hari baik untuk jadwal mulai latihan garapan ini (nuasen). Di dalam nuasen karya ini dilakukan persembahyangan untuk memohon diberikan kelancaran dan keselamatan dalam proses pembuatan karya musik kontemporer ini. Upacara

nuasen tersebut dilakukan di rumah penata sendiri yang merupakan tempat penata melakukan proses latihan. Penata juga mengadakan percobaan untuk menuangkan gambaran awal dari musik kontemporer “Buparga” ini. Pada latihan pertama yang dilakukan pada tanggal 26 Februari 2014, penata memberikan arahan atau penjelasan tentang bentuk garapan yang diinginkan, agar mereka memahami ide dan konsep yang telah direncanakan penata. Selanjutnya memperkenalkan

(33)

alat-20 alat yang digunakan serta menentukan peran pendukung berdasarkan kemampuannya. Di sela-sela waktu istirahat latihan, penata mencoba berkoordinasi dengan pendukung tentang hari latihan yang akan ditentukan seperti Senin, Rabu, dan Jumat, sehingga garapan ini setiap latihan bisa hadir semua.

Dalam jadwal yang disepakati pendukung dan penata, ada kalanya beberapa pendukung tidak bisa hadir karena ada keperluan mendadak. Jadi hal inilah yang membuat proses latihan menjadi kurang lancar, karena dalam garapan ini setiap pendukung berperan sama penting. Di antara pendukung ada saja yang berhalangan secara mendadak, sehingga sedikit mengganggu kelancaran dan target yang telah ditetapkan. Dalam kondisi seperti ini memang dibutuhkan kesabaran yang tinggi, karena jika tidak memaklumi situasi dan kondisi, bisa berdampak pada hal yang tidak diinginkan. Di samping itu, ada sebagian pendukung masih murid SMA Dwijendra dan SMKN 5 yang memang juga mengadakan Ujian Akhir Sekolah, sehingga menghambat proses latihan. Namun di antara semua pendukung tersebut juga ikut bergabung dengan sanggar yang sudah lama penata dirikan, untuk mendapatkan ilmu memainkan gamelan dan juga bisa ikut mengisi pergelaran yang ada di kota Denpasar. Adapun nama dari sanggar ini yaitu Dian Kencana, dimana sanggar tersebut sudah terdaftar di Dinas Kebudayaan Kota Denpasar, yang sekaligus juga sering mengisi acara yang terselenggara di Kota Denpasar. Namun situasi latihan yang tidak kondusif membuat penata sempat mengalami stres dan sakit pada waktu itu, tetapi karena kemauan dan dukungan keluarga serta tekat penata yang ingin terus maju dan berusaha mengikuti Ujian Akhir. Dari solusi yang dilakukan penata untuk

(34)

21 mengatasi hal itu adalah dengan memperpanjang waktu di setiap latihan dan memanfaatkan waktu latihan itu dengan baik.

3.3 Tahap Pembentukan (Forming)

Setelah beberapa motif yang ingin dimainkan telah terwujud, maka dimulailah merangkai dan menghubungkan motif tersebut untuk selanjutnya dibentuk menjadi suatu keutuhan komposisi. Tahapan ini menjadi sangat penting dalam memilih, mempertimbangkan, membedakan, serta memadukan ritme-ritme tertentu agar menjadi satu keterpaduan yang utuh. Pada tahap ini dimulai memilih, menghubungkan satu temuan dengan temuan yang lain, baik berupa warna suara, tempo, ritme, dinamika dan melodi. Dalam merangkai motif-motif ini harus banyak dilakukan pertimbangan-pertimbangan estetis karena di dalam merangkai dan membuat satu keutuhan komposisi harus diperhitungkan tempat-tempat materi yang sesuai dengan posisi dan kebutuhannya. Juga tidak menutup kemungkinan ada beberapa kalimat lagu yang diubah atau bahkan dihilangkan jika kalimat lagu tersebut tidak sesuai dengan kalimat lagu yang diinginkan penata baik itu dalam perubahan motif permainan instrument atau penambahan dan pemotongan motif.

Dalam proses penggabungan atau pembentukan beberap motif kalimat lagu ini, dinamika garapan sangat diperlukan dan diperhitungkan, karena disana merupakan keras dan tidak kerasnya permainan suatu musik, yang juga merupakan aksen-aksen, watak, dan corak tertentu yang ditonjolkan sebagai suatu identitas agar diperoleh sebuah komposisi musik yang mereflesikan jati diri

(35)

22 penata. Pada tahap pembentukan ini tidak saja merangkai atau menghubungkan motif musikal yang satu dengan motif musikal yang lain, namun juga menata komposisi maupun karakter dari masing masing motif tersebut agar bobot maupun kualitas garapan ini terkesan lebih artistik

Demikianlah tahapan-tahapan dari pencarian ide, perenungan musikal, penuangan hingga merangkainya menjadi sebuah komposisi yang utuh telah dilewati.

Untuk lebih jelasnya, mengenai kegiatan-kegiatan serangkaian dengan proses kreativitas yang dilakukan dalam mewujudkan garapan ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.

Tabel 1 Proses Kreativitas

No. Hari &Tanggal Kegiatan Tempat Keterangan

1. Sabtu, 22 Februari 2014 Mengecek instrumen yang akan dipakai. Di Jalan Ratna, Gang Nusa Indah no 4.

-

2. Minggu,

23 Februari 2014

Membuat alat-alat yang akan dipakai.

Di Jalan Ratna, Gang Nusa Indah no 4. - 3. Senin, 24 Februari 2014 Mendengarkan kaset. Di Jalan Ratna, Gang Nusa Indah no 4.

Mencari motif dinamika.

4. Rabu, 26 Pebruari 2014 Nuasen bersama pendukung di rumah penata. Banjarr. Tatasan kelod, Tonja, Denpasar Sembahyang bersama pendukung di Merajan dirumah penata sendiri.

(36)

23 5. Kamis, 27 Pebruari 2014 Latihan untuk memulai menuangkan motif bagian II dan menentukan jadwal latihan bersama pendukung. Di Jalan Ratna, Gang Nusa Indah no 4.

Satu pendukung tidak bisa hadir karena ujian karawitan.

6. Minggu, 2 Maret 2014

Latihan Di Jalan Ratna, Gang Nusa Indah no 4. Mencari bagian I 7. Senin, 3 Maret 2014 Mencari buku-buku untuk refrensi Perpustakaan ISI Denpasar

Mendapat buku dan skrip dari kakak kelas.

8. Rabu,

5 Maret 2014

Latihan Di Jalan Ratna, Gang Nusa Indah no 4.

Mencari bagian I

9. Kamis, 6 Maret 2014

Latihan Di Jalan Ratna, Gang Nusa Indah no 4.

Mencari bagian II

10. Minggu, 9 Maret 2014

Latihan Di Jalan Ratna, Gang Nusa Indah no 4. Beberapa pendukung berhalangan hadir. 11. Selasa, 11 Maret 2014 Mencari transisi bagian I ke bagian II Di Jalan Ratna, Gang Nusa Indah no 4.

Mulai sedkit lancar dan agak membingungkan. 12. Kamis, 13 maret 2014 Merekam bagian I dan bagian II Di Jalan Ratna, Gang Nusa Indah no 4.

Pendukung semua hadir.

13. Jumat,

14 Maret 2014

Mencari motif-motif dinamika

Di Jalan Ratna, Gang Nusa Indah no 4.

Mencoba

menggabungkan ke bagian I dan II. 14. Minggu, 16 Maret 2014 Membuat notasi untuk penambahan motif permainan Di Jalan Ratna, Gang Nusa Indah no 4.

Kemudian di coba pada alat yang akan

digunakan.

(37)

24 15. Selasa, 18 Maret 2014 Membuat notasi untuk penambahan motif permainan Di Jalan Ratna, Gang Nusa Indah

no 4. - 16. Rabu, 19 Maret 2014 Menuangkan penambahan motif permainan, kemudian direkam Di Jalan Ratna, Gang Nusa Indah no 4.

Pendukung semua hadir.

17. Minggu, 23 Maret 2014

Memikirkan perbaikan motif permainan karya ini

Di Jalan Ratna, Gang Nusa Indah no 4.

Dengan menyusun semua bagian dan ditambah suatu motif untuk peralihan. 18. Senin, 24 Maret 2014 Memikirkan perubahan struktur garapan Di Jalan Ratna, Gang Nusa Indah no 4. - 19. Rabu, 26 Maret 2014 Menuangkan perbaikan motif permainan Di Jalan Ratna, Gang Nusa Indah no 4.

Pendukung semua hadir.

20. Kamis, 3 April 2014

Mengingat kembali permainan karya ini

Di Jalan Ratna, Gang Nusa Indah no 4.

Pendukung satu orang tidak bisa hadir.

21. Jumat, 4 April 2014

Penuangaan bagian ke III.

Di Jalan Ratna, Gang Nusa Indah no 4.

Pendukung satu orang tidak bisa hadir.

22. Sabtu,

5 April 2014

Penambahan bagian ke IV.

Di Jalan Ratna, Gang Nusa Indah no 4. - 23. Kamis, 10 April 2014 Pemantapan bagian III dan IV.

Di Jalan Ratna, Gang Nusa Indah no 4.

-

(38)

25 24. Jumat,

11 April 2014

Merekam dari bagian I, II, III, dan IV.

Di Jalan Ratna, Gang Nusa Indah no 4. - 25. Selasa, 15 April 2014 Pemantapan masing-masing bagian. Di Jalan Ratna, Gang Nusa Indah no 4. Beberapa pendukung berhalangan hadir 26. Jumat, 18 April 2014 Penambahan bagian ending terakhir. Di Jalan Ratna, Gang Nusa Indah no 4. - 27. Senin, 21 April 2014 Pemantapan masing-masing bagian. Di Jalan Ratna, Gang Nusa Indah

no 4. - 28. Selasa, 22 April 2014 Bimbingan Skrip Bab IV dan V. Kampus ISI Denpasar - 29. Kamis, 24 April 2014 Latihan pemantapan. Di Jalan Ratna, Gang Nusa Indah no 4. - 30. Minggu, 27 April 2014 Latihan pemantapan dan bimbingan karya. Di Br Tatasan Kelod -

(39)

26 BAB IV

WUJUD GARAPAN

Wujud garapan adalah aspek yang menyangkut secara keseluruhan dari karya seni itu maupun peranan dari masing-masing bagian dalam karya tersebut. Wujud dalam hal ini dimasuksudkan sebagai kenyataan yang nampak secara kongkret (berarti dapat dipersepsi dengan mata atau telinga) maupun kenyataan yang tidak nampak secara kongkret, yakni yang abstrak, yang hanya bisa dibayangkan seperti suatu yang diceritakan atau dibaca dalam buku. Semua jenis kesenian, visual atau akustis, baik yang kongkret maupun yang abstrak, wujud dari apa yang ditampilkan dan dapat dinikmati oleh kita, mengandung dua unsur mendasar, yaitu bentuk (form) dan struktur (structure).

Berdasarkan dari proses kreatif yang panjang dengan beberapa tahapannya, komposisi musik Buparga ini dapat terwujud menjadi sebuah karya musik kontemporer instrumental dengan ditambahnya suara vokal masing-masing pemain. Keutuhan karya ini merupakan sebuah jawaban dari berbagai tantangan yang diberikan selama menjalani proses kreatif mulai dari pencarian ide, pengendapan ide, perenungan, sampai pada penuangan materi pada pendukung hingga terwujud menjadi sebuah komposisi yang utuh dan sarat akan nilai artistik tersendiri sehingga akhirnya karya ini layak untuk disajikan.

4.1 Deskripsi Garapan

Garapan musik Buparga ini menggambarkan keseharian penata di rumah membuat gamelan. Proses kegiatan membuat gamelan ini penata sajikan musik kontemporer dengan menggunakan alat yang kiranya penting dan mendukung

(40)

27 terwujudnya karya ini, sehingga kesan yang ditampilkan dari aktivitas membuat gamelan.

Buparga merupakan sebuah garapan musik kontemporer yang mengacu pada konsep musik eksperimental. Dengan mengolah bunyi yang dihasilkan oleh landesan, palu, bambu, kikir, amplas, bilah gamelan, gergaji, dan gangsa, selanjutnya terpadu dalam keharmonisan ritme, tempo, dinamika, warna suara, dan unsur yang bersifat estetis lainnya. Dalam garapan ini akan ditambah unsur melodi, karena karya musik ini merupakan suatu gamelan yang bernada. Di samping itu juga dilakukan penataan penyajian agar musik yang disajikan tidak hanya enak didengar tetapi juga enak dilihat.

Musik kontemporer yang berjudul Buparga ini akan diwujudkan dengan aktivitas keseharian penata di rumah membuat gamelan, agar tidak terjadi keracuan dan menyimpang dari maksud sebenarnya yang ingin disampaikan. Buparga ini akan dimainkan oleh enam orang pemain, karena mereka sudah ideal dalam memainkan musik Buparga ini.

4.1.1 Instrumentasi dan Teknik Permainan

Seperti yang telah diuraikan di atas, komposisi musik Buparga dalam penyajiannya dilakukan dengan mengeksplorasi landesan, palu, kikir, gergaji, amplas, bambu, bilah dan dua buah gangsa sebagai pelengkap dalam karya ini. Banyak hal yang dilakukan terkait timbulnya suara-suara musikal yang dihasilkan dari pengolahan tersebut. Teknik permainan pada landesan dilakukan dengan dipukul menggunakan palu dan bilah, sehingga kedua alat tersebut menghasilkan suara yang berbeda, maka penata membuat motif permainan yang sesuai dengan

(41)

28 dua suara dari alat tersebut. Teknik permainan gergaji digunakan oleh seorang pemain, sehingga disini menonjolkan suara gergaji yang khas pada saat memotong bambu. Sedangakan pada permainan kikir menggunakan teknik suara alas kikir, kikir yang dipukul ke lantai dan kikir yang mengasah bilah, sehingga disini memainkan pola ketukan yang dipadukan oleh ketiga teknik tersebut. Kemudian pada amplas menggunakan teknik mengamplas pada bilah yang dilakukan saling bersahutan dengan menggunakan motif permainan ritme. Maka pengeolahan unsur-unsur musikal seperti tempo, dinamika, ritme, dan melodi akan diolah sesuai dengan masing-masing kebutuhannya, agar dapat menghasilkan musik yang maksimal.

4.2 Deskripsi Pola Struktur

Kata struktur mengandung arti bahwa di dalam karya seni tersebut terdapat suatu pengorganisasian, pengaturan, adanya hubungan tertentu antara bagian-bagian secara keseluruhan. Akan tetapi dengan adanya suatu susunan atau hubungan yang teratur antara bagian yang satu dengan bagian yang lain, belumlah terjamin bahwa apa yang terwujud sebagai keseluruhan itu merupakan sesuatu yang indah, seni, dan memenuhi syarat-syarat estetik.

Istilah komposisi secara umum dapat diartikan sebagai susunan, dan dalam konteksnya dengan gamelan bali berarti susunan elemen-elemen atau unsur musikal menjadi sebuah gending atau lagu. Begitu juga dengan halnya musikalitas garapan kontemporer Buparga ini disusun, masing-masing bagian memiliki karakter yang berbeda sesuai dengan kebutuhan masing-masing alat yang akan

(42)

29 dipakai. Adapun struktur musikal dari bagian-bagian komposisi musik Buparga ini, maka dapat dijelaskan sebagai berikut.

4.2.1 Bagian Pertama

Pada bagian ini diawali dengan seorang pemain berada di tengah stage

dengan menyiapkan alat-alat yang akan dipakai dalam proses bekerja, kemudian pemain ke dua masuk membantu. Setelah pemain kedua masuk, lalu dilakukan proses pemanasan bilah dengan dipukul oleh kedua pemain tersebut dengan menggunakan satu buah landesan. Pada bagian ini terdapat proses cara kerja asli membuat gamelan dangan memukul bilah menggunakan palu oleh ke dua pemain dengan satu landesan, selanjutnya bilah yang sudah ditempa atau dipukul tersebut dibagi menjadi enam bagian, yang nantinya akan dicari suaranya oleh masing-masing pekerja. Kemudian pemain satu dan dua memukul masing-masing-masing-masing bilah dengan menggunakan pola yang sudah terjalin yang disajikan dengan motif permainan yang berbeda.

Setelah permainan dilakukan oleh pemain satu dan dua, lalu dilanjutkan dari motif memukul bilah tersebut bersahutan dengan hentakan kaki dari pemain tiga dan empat yang datang terlambat bekerja, lalu ditegur oleh suara pemain satu karena datang terlambat. Dari permainan tersebut dilakukan, maka pemain ke tiga dan ke empat tersebut mulai ikut bekerja dengan memainkan pola yang bebeda dengan menggabungkan pola pemain satu dan dua yang sudah melakukan proses bekerja. Dalam permainan memukul bilah dengan palu dilakukan dengan sahut men sahut suara landesan yang kemudian dimainkan dengan pola ketukan dari

(43)

30 pelan menjadi cepat, kemudian menjadi pelan lagi sehingga menunjukkan suatu dinamika di dalam permainan landesan tersebut. Setelah itu dilanjutkan dengan motif yang berbeda dengan memainkan hitungan ketukan genap dan ganjil, yang dikombinasikan dengan suara keempat landesan tersebut sambil memukul bilah gamelan.

Pada saat proses bekerja dari ke empat pemain tersebut, datang pemain lima dan enam yang merupakan seorang pekerja yang datang lebih terlambat. Maka pemain lima dan enam tersebut masuk ke dalam stage dengan memainkan pola hentakan kaki dan tepukan tangan dengan di sahut oleh tepukan tangan dari pemain satu, dua, tiga dan empat yang kemudian diberikan kata-kata teguran dengan suara pemain dua. Dari permainan yang dilakukan oleh keempat pemain tersebut, kemudian dilanjutkan oleh suara landesan pemain kelima dan keenam yang disusun dengan pola yang berbeda. Adapun pola-pola yang dipakai di dalam permainan landesan dengan keenam pemain tersebut, dengan menggunakan hitungan ganjil dan genap yang disesuaikan dengan suara proses asli dari bekerja membuat gamelan, seolah-olah memainkan motif palu yang asli dimainkan di dalam landesan. Jadi pola ini merupakan bagian akhir dari bagian pertama dan merupakan sebuah transisi menuju ke bagian kedua.

Notasi dan jalannya sajian dari bagian satu hingga akhir sajian selengkapnya sebagai berikut.

Bagian pertama terdiri dari tiga bagian yang dituliskan dalam huruf A, B, dan C , rinciannya sebagai berikut.

(44)

31 Vokal : mai megae……mai

A. M 1 : e . e . e . e . e . e . e M 2 : . o . o . o . o . o . o . M 1 : e . e . e . . . e M 2 : . o . o . . . . . M 1 : . . . E . e . M 2 : . . . H . H . o M1 – 2 : tt ttt tn n tt ttt tn ntttn ntt tn n t n n n M1 : p tt t ptt t . . . M2 : p .t . p.t . . . . M1-2 : ptttt tt p p ptttt tt p p tttp p tttp p M1 : p t t M2 : .p .t . P t t p t t . . . P. t . p.t . . . . Vokal M 1 : we be jam ne

(45)

32 B.

Dari tempo lambat ke cepat kemudian kembali ke pelan M1 : t t t t t t M2 : . t t . t t . t t . t t . M3 : t . t . t . t M4 : . t . t . t . M1-4 : tt ttt t p p tt ttt t tt t p ptt t p ptt t p p M1 : t . . M2 : . t . . 3x M3 : . . t . M4 : . . t M1 : t t t t t t t t t M2 : . . .t . . t . ..t . M3 : .t.t . .t . .t . . . M4 : . . t t . t t . t M1-m4 : ttttt t t t ttttt t t t M1 : t . t t . t t . t M2 : . t .t . t.t . t . M3 : . t . t . t . t . t . t . t . M4 : t t t t t t t t M1-4 : ttttt t t t ttttt t t t Vokal M1 : Aduh……

(46)

33 C. M1 : p t t t t t t t t t t t M2 : . . t . t . . .t .t . . .t .t . M3 : . . t . t . . .t .t . . .t .t . M4 : . t t t . t t t . t t t M5 : t t t t t t t t t t t t M6 : .t .t .t .t .t .t .t .t .t .t .t .t M1-6 : t t tt t tt t . t t t H t t tt t tt t . t t t N M1 : t . . t t n . . t M2 : . . t .t . . n . . M3 : . t . t . t . n . M4 : . . t . t . t . n M5 : t t . t . t t . t . M6 : . t . t t . t . t t M1 : t t t t t t t t t t M2 : . . pt p . . pt p . . M3 : . . . p t p . . . p tp . . M4 : . . . pt p . . pt p . M5 : . . . .p tp . . .p tp . M6 : .t .t .t .t .t .t .t .t .t . M1-6 : pt . . . . .p t . . . . pt . . .

(47)

34 . . p t . . . . p t . . . . . p t . M5-6 : ttt tt tt t ttt tt tt t M1 : t . . . t . t . M2 : . t . t . t . t M3 : . .t t t . t t t M4 : ttt ttt ttt ttt t 4.2.1.1 Jalannya Sajian Bagian A

Pemain satu dan dua ada di stage dengan mempersiapkan alat-alat kerja. permainan disini menceritakan seorang pemain sedang melakukan pembakaran billah dengan satu bilah di pukul berdua, kemudian bilah tersebut terbagi menjadi masing-masing ada gamelan. Ada pula dalam bilah tersebut kemudian di tempa oleh masing-masing ke dua pemain tersebut, dengan motif yang berbeda.

Bagian B

Pemain ke tiga dan keempat lalu masuk dengan diandaikan pekerja ini datang terlambat, sehingga pemain satu dan dua menegur pekerja itu. Kemudian dilakukan permainan menepuk tangan dan menghentakan kaki ke lantai. Maka pemain tiga dan empat ikut bekerja dengan memainkan motif yang berbeda sehingga pemain tiga dan empat mencoba menggabungkan motifnya dengan pemain satu dan dua

(48)

35 Bagian C

Lalu pemain lima dan enam datang dengan berlawanan arah, dimana pemain ini di umpamakan datang kerja amat terlambat. Ada pula pemain satu,dua,tiga dan empat merasa kesal sehingga satu pemain berkata ” jam kude ne yan”. Kemudian pemain lima dan enam ikut menempa atau memukul bilah dengan motif yang berbeda sehingga mencoba menggabungkan motif landasan pemain satu,dua,tiga dan empat.

4.2.2 Bagian Kedua

Pada bagian ini dilakukan permainan kikir dengan pengenalan warna suara. Permainan kikir ini dilakukan dengan memukul alas tempat mengikir ke lantai, memukul kikir ke lantai, memukul ke bilah dan sampai pada proses pengikiran bilah, sehingga memancarkan warna suara yang khas dari kikir tersebut. Di dalam permainan kikir ini dilakukan permainan ketukan yang berbeda pada masing-masing pemain, sehingga pada bagian akhir di pertemukan bersana dengan memukul kikir ke lantai.

A. M 1 : d . . . M 2 : . d . . . . M 3 : . . d . . . M 4 : . . . d . . M 5 : . . . . d . M 6 : . . . d

(49)

36 M 1-6 : d M 1-6 : u k k . r M 1 : u k k . r M 2 : . u . k . r . M 3 : . u . k . r . M 4 : u k k . r M 5 : . u . k . r . M 6 : . u . k . r . B. M 1 : r . r . r . M 2 : . r . . r . M 3 : . r r . M 4 : . r . . M 5 : . . . r M 6 : . r . r . . C. M 1-6 : r r k . r r k . r r r r k M 1 : r r . . r r r . r . r M 2 : . r . r . . r . . r . . r . . r . M 3 : . . . r r . r . r . r r . M 4 : . r r . r r . r . . r . r M 5 : r . r . r . r . r . r . r . M 6 : . r . . r . r . r r . r . r

(50)

37 4.2.2.1 Jalannya sajian

Bagian A

Bagian ini khusus mengolah suara alas kikir yang dipukul ke lantai, sehingga disini ingin membedakan warna suara yang dihasilkan dari alas kikir yang dipukul ke lantai (d), kikir yang dipukul ke lantai (u), dan kikir yang dipukul ke bilah (k). Maka masing-masing suara tersebut dikombinasikan dengan suatu permainan yang awalnya semua pukulannya sama, kemudian berbeda.

Bagian B

Setelah bagian alas kikir yang dipukul ke lantai, kikir yang dipukul ke lantai dan kikir yang dipukul ke bilah dimainkan, maka akan dilanjutkan dengan permainan mengasah bilah dengan kikir. Dimana dalam permainan ini diumpamakan proses mengasah bilah yang dilakukan saling bersahutan.

Bagian C

Setelah dilakukan pengasahan bilah gamelan menggunakan kikir, maka bagian ini dilakukan permainan ketukan, dimana masing-masing pemain memainkan ketukan yang berbeda. Di dalam permainan ketukan tersebut, kemudian diketemukan pukulan bersama pada pemukulan kikir ke lantai.

4.2.3 Bagian Ketiga

Bagian ketiga menjadi suatu proses pencarian bumbung gamelan dengan dipotong menggunakan sebuah gergaji. Dalam permainan ini dilakukan suatu

(51)

38 permainan bilah kepada bumbung gamelan. Dimana permainan ini diumpamakan dengan pencarian suara yang pas pada bumbung gamelan terhadap bilah gamelan. A. M 2-6 : Be pragat sing 3x M 1 : kr kr kr kr kr kr kr kr . den B. M 1 : u . . . . . M 2 : . a . . . . M 3 : . . I . . . M 4 : . . . o . . M 5 : . . . . e . M 6 : . . . . . u C. M 1 : 7 . . . . . M 2 : . 1 . . . . M 3 : . . 3 . . . M 4 : . . . 4 . . M 5 : . . . . 5 . M 6 : . . . . . 7

(52)

39 4.2.3.1 Jalannya sajian.

Bagian A

Pada bagian ini merupakan suatu pemotongan bambu yang dilakukan oleh seorang pemain. Dimana dalam pemotongan ini dilakukan permainan sedikit teaterikal dengan menggunakan suara vokal yang mengatakan (be pragat sing). Disinilah dicerminkan bahwa bumbung tersebut sudah jadi apa belum. Setelah

bumbung tersebut sudah jadi, maka masing-masing pemain diberikan satu persatu

bumbung gamelan tesebut dengan ditambah suara vokal. Bagian B

Pada bagian ini diumpamakan apa suara bumbung tersebut udah pas atau tidak pada bilah gamelan, sehingga permainan ini dilakukan dengan mencoba meniup bumbung gamelan dan memantulkan bilah pada alas kikir, sehingga menghasilkan suatu suara satu kesatuan yang utuh pada bumbung dan bilah gamelan.

Bagian C

Setelah bagian di atas dilakukan, maka pada bagian ini diceritakan

bumbung gamelan dan bilah sudah menjadi suara satu kesatuan yang utuh. Maka dalam bagian ini masing-masing pemain mencoba bumbung dan bilahnya untuk memperdengarkan atau mempertunjukan kalau bumbung dan bilah sudah menjadi suatu suara yang utuh dan pas.

(53)

40 4.2.4 Bagian Keempat

Pada bagian ini merupakan bagian akhir proses pembuatan gamelan, dimana suatu proses pengamplasan pada bagian ini merupakan bagiann akhir dari karya ini. Pengamplasan menunjukkan proses membersihkan bilah dengan diamplas. Di dalam permainan amplas ini, masing-masing pemain ada yang bermain secara bersamaan da ada yang saling bersahutan, sehingga disinilah ingin menunjukkan permainan ritme secara berulang dan bersamaan.

Vokal : Aha….amplas sik amplas sik amplas sik sik sik…..sik sik

A. M 1 : s s s s s s . . . M 2 : . . s . . . s . . . . M 3 : . . . . . . s . s M 4 : . . . . . . . s . M 5 : s . s . s . s . s M 6 : . s . s . s . s . B.

Tempo pelan ke cepat. M 1-6 : s s s s s s . s

M 1 : s . s s . s s . M 2 : . . s . . . s . . s . M 3 : . s . s . . . s . . M 4 : . s . . s . . s . . s .

(54)

41 M 5 : . s s s s s s s M 6 : . . s . . s . . s . . s C. M 1-6 : s s s s s s s . s 2x M 1-6 : s s s s s s s s s s s s s s s s s s s s . s s . s s s s s M 1,3,5 : s . s s . s s s s . . M 2, 4, 6 . s . s . s s . . 3x M 1-6 s . s s s . s . s s s . s Vokal : puh…ah…ih…uh…ah…oh….. 4.2.4.1 Jalannya sajian Bagian A

Pada bagian ini masing-masing pemain mengisi kekosongan dari motif pemain lain,sehingga seolah-olah motif tersebut terjalin menjadi satu. Dalam permainan amplas ini dilakukan permainan yang sesuai dangan suara amplas tersebut, yang kemudian setiap peralihan semua pemain memainkan satu pola yang dimainkan bersama.

Bagian B

Setelah suatu peralihan dilakukan, kemudian peralihan tersebut disesuaikan dengan tempo motif yang akan dimainkan. Jadi dalam motif ini

(55)

42 dimainkan dari tempo pelan ke cepat, sehingga di dalam peralihan bagian berikutnya sesuai dengan tempo yang diinginkan.

Bagian C

Dari peralihan permainan diatas,lalu dilakukan suatu permainan yg motif bermainnya secara bersamaan menggunakan satu pola dari pola yang lebih rapat dan yg tidak rapat. Jadi disini ingin membuat kesan tempo sama tapi pola permainan yang berbeda.

4.3 Analisa Estetik

Semua hal-hal yang diciptakan dan diwujudkan oleh manusia yang dapat memberi kita kesenangan dan kepuasan dengan menikmati rasa indah, merupakan sebuah ungkapan yang timbul saat kita menikmati suatu sajian karya seni. Keindahan tersebut merupakan unsur-unsur estetik yang ditimbulkan oleh karya yang telah sampai pada penikmatnya.

Ada tiga unsur estetik yang berperan dalam struktur atau pengorganisasian karya seni, di antarnya : unsur kerumitan, unsur penonjolan dan unsur keutuhan atau kesatuan. Ketiga unsur tersebut dipakai untuk menganalisa unsur estetika yang terdapat dalam komposisi musik kontemporer Buparga antara lain :

4.3.1 Kerumitan (Complexity)

Kerumitan pada garapan ini terlihat dari keragaman pengolahan ritme yang terdapat pada alat-alat membuat gamelan, serta permainan tempo dan pola ketukan yang tidak selalu sama antara masing-masing alat, seperti pada bagian

(56)

43 satu c saat permainan landesan terhadap bilah dan permainan kikir dari keenam pemain memiliki ketukaan yang berbeda pada bagian c, sehingga menimbulkan rasa musikal yang sangat rumit dan kuat. Abstraks yang merupakan ide-ide ke dalam bagian-bagian alur garapan juga merupakan faktor complexity yang memerlukan kepiawaian dalam memainkan alat-alat membuat gamelan. Di samping itu dalam memainkan motif-motif ornamentasi adanya keterbatasan ruang gerak yang membuat teknik dalam bermain menjadi sangat rumit. Pola ini dapat dilihat pada bagain kedua dan ketiga.

4.3.2 Penonjolan (Dominance)

Penonjolan mempunyai maksud mengarahkan perhatian penikmat karya seni ke suatu hal tertentu, yang dipandang lebih penting dari pada hal- hal yang lain dari karya seni tersebut. Penonjolan dari garapan komposisi ini adalah permainan teknik yang menggabungkan tempo yang berbeda dalam satu jalinan alat yang dipakai membuat gamelan. Jadi komposisi tersebut terdapat pada landesan bagian pertama b, dimana tempo dari masing-masing pemain berbeda yang kemudian dari tempo pelan menjadi cepat pada satu teknik permainan tersebut. Penonjolan dilakukan dengan memberikan kesempatan masing-masing instrumen untuk mengambil peran secara bergantian seperti penonjolan pola ritme dan tempo secara bersama-sama. Pola tersebut dapat dilihat pada bagian pertama. Pada bagian ini penonjolon dilakukan oleh instrumen landesan/alas untuk dipakai memukul atau menempa bilah gamelan dan kemungkinan pola-pola baru dilakukan sebagai upaya kreatif untuk menghasilkan sebuah karya musik yang unik.

(57)

44 4.3.3 Keutuhan atau kesatuan (Unity)

Keutuhan dari garapan ini tercermin dari integritas antara ide dan konsep dengan keterampilan dalam memainkan instrumen yang dipergunakan, sehingga pesan yang disampaikan dapat ditangkap melalui komposisi yang dihasilkan. Di samping itu, dari bagian satu ke bagian berikutnya didasarkan atas satu bingkai tema secara berkesinambungan. Artinya masing-masing bagian mempunyai kaitan prosesual untuk pencapaian penyelesaian yang ada pada akhir dari komposisi musik kontemporer ini. Selain hal tersebut dalam proses kreatifnya untuk menghasilkan komposisi yang mampu memberikan rasa estetis atau kelangenan maka beberapa teknik secara konseptual juga diaplikasikan seperti konsep adung,

lengut, dan pangus. Adung dimaksudkan sebagai pemilihan motif-motif yang sesuai dengan karakterisitik suasannya, lengut artinya mampu untuk menyampaikan tujuan atau maksudnya, sedangkan pangus adalah sesuai dengan penempatannya kapan motif atau pola-pola baru tersebut perlu dimunculkan.

4.4 Analisa Simbol

“Simbol” atau “lambang, pertanda, wangsit” adalah sesuatu yang mempunyai arti tertentu, yang lebih luas dari pada apa yang tampil secara nyata dan didengar, sehingga penata mencoba memberi arti dan makna suatu simbol dalam karya penata. Jadi dalam karya ini dapat diartikan suatu simbol atau tulisan yang akan dibuat dalam suatu rutinitas membuat gamelan.

Karya seni musik merupakan sebuah karya seni yang abstrak. Artinya setiap penikmat pasti akan memiliki apresiasi yang berbeda dalam menikmati

(58)

45 karya tersebut. Oleh sebab itu dalam menterjermahkan ide ke dalam bahasa musik kiranya dipandang perlu untuk menjelaskan simbol-simbol sebagai ciri untuk mendeskripsikan ide tersebut. Adapun simbol-simbol yang digunakan dalam garapan ini sebagai berikut.

Table 2

Simbol-Simbol Notasi

No. Simbol Bunyi Keterangan

1. M1 Musisi pertama. 2. M2 Musisi kedua. 3. M3 Musisi ketiga. 4. M4 Musisi keempat. 5. M5 Musisi kelima. 6. M6 Musisi keenam.

7. e Teng Suara satu landesan dipukul berdua dengan pemain satu.

8. o Tong Suara satu landesan dipukul berdua dengan pemain dua.

9. T Tang Suara landesan pertama pada M1.

(59)

46 11. T Tong Suara landesan ketiga pada M3.

12. T Teng Suara landesan keempat pada M4.

13. T Tang Suara landesan kelima pada M5.

14. T Ting Suara landesan keenam pada M6.

15 T Tek Suara setiap landesan bunyi bersama.

16. N Ting Suara bilah gangsa yang dipukul pada sudut landesan.

17. S Sek Suara amplas.

18. R Krik Suara kikir.

19. P Plek Suara bilah dipukul pada landesan.

20. D Deg Suara alas kikir yang dipukul ke lantai.

21. K Tek Suara kikir yang memukul bilah.

22. U Dug Suara kikir yang dipukul ke lantai.

23. U Tung Suara bilah yang dipukul diatas bumbung.

24. A Tang Suara bilah yang dipukul diatas bumbung

25. I Ting Suara bilah yang dipukul diatas bumbung.

Gambar

Tabel 1  Proses Kreativitas

Referensi

Dokumen terkait

Dalam peneliian tindakan kelas ini, untuk melihat hasil kerja siswa secara kelompok digunakan LKS. LKS ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada siswa

Telkom Indonesia DIVRE V JATIM (Divisi Regional V Jawa Timur), hal ini dilakukan untuk mencari pengaruh advertising, personal selling, sales promotion dan

Penggunaan anestesi regional juga, akan mengurangi resiko komplikasi aspirasi bila pasien dilakukan dengan anestesi general.Sebelum dilakukan  pemasangan kat ete r

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian oleh Ariadani dan Yadnyana (2016) dan Kritanti dan Fitrianingsih (2013) adalah mengubah variabel moderasi dari likuiditas yang

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini berpengaruh besar terhadap berbagai aspek kehidupan, bahkan perilaku dan aktivitas manusia kini banyak

Dari pembahasan di atas terlihat bahwa populasi atau kerapatan populasi berpengaruh nyata terhadap sebagian besar variabel pertumbuhan, hasil, dan komponen hasil tanaman

Hasil dari penelitian ini adalah radio penerima FM dengan frequency hopping yang dapat bekerja secara baik dan dapat digunakan baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan..

Imam Ibn al-Kathir (1999: 1/246) menjelaskan tentang ayat ini dengan kenyataannya bahawa Allah SWT berfirman, “Apakah layak bagi kamu, hai orang ahli kitab, bila kamu