UPAYA HUKUM SEBAGAI
INSTRUMEN PEMBERDAYAAN
BUDAYA HUKUM
Dalam Perlindungan HAM di Indonesia
R.B.
Setiap Orang berhak
menggunakan semua Upaya
Hukum Nasional dan Forum Internasional
• Menurut Pasal 8 UU No. 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia
Perlindungan HAM adalah termasuk Pembelaan HAM
(Bukan hanya Preventif tapi juga Represif)
Secara Etimologis:
*PEMBERDAYAAN = MEMBUAT BERDAYA / MEMBUAT DAPAT MENGATASI SESUATU
OPTIMALISASI INSTITUSI PERLINDUNGAN HAM
• Upaya Hukum dalam kaitan dengan Asas Retroaktif dapat melalui Pengadilan HAM (Ad Hoc)
• Pengadilan HAM (Ad Hoc) dibentuk oleh DPR berdasarkan Keputusan Presiden
• Lembaga legislatif memutuskan ada atau tidaknya suatu pelanggaran HAM berat
• Pemberlakuan Hukum yang berlaku surut harus melalui persetujuan lembaga legislatif
Kasus 1998, Peristiwa TRISAKTI &
SEMANGGI I/II
Lembaga legislatif telah memutuskan tidak adanya pelanggaran HAM berat
a) Kasus tersebut tidak terselesaikan oleh Pengadilan HAM.
b) Masyarakat dapat mendesak kembali lembaga legislatif untuk menyatakan kembali kasus tersebut sebagai
pelanggaran HAM (bukan Ne Bis In Idem)
Tindak lanjut UU tentang HAM,
Pemerintah
Keputusan Presiden tentang RANHAM
1. Pembentukan dan penguatan institusi pelaksana RANHAM 2. Diseminasi dan Pendidikan HAM
ALTERNATIF LAIN DI LUAR PENGADILAN HAM
• Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) • Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR)
Berkaitan dengan fungsi kedua lembaga tersebut,
Manfred Noak menyatakan:
“Investigating crime against human rights and prosecuting the perpetrators is thus important from another point of view as well which is to render justice to victims of human right
* Keberhasilan pelaksanaan upaya hukum dalam perlindungan HAM di Indonesia sangat ditentukan oleh kesinergisan aspek substansial,
stuktural dan kultural.
* Penghormatan dan perlindungan HAM melalui penyelesaian pelanggaran HAM dapat dilaksanakan tidak saja mengedepankan
institusi Pengadilan, tetapi pemberdayaan institusi lain seperti Komnas Ham, KKR dan LSM yang ada.