INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif ekstrak metanol biji alpukat (Persea americana Mill.) pada tikus jantan terinduksi CCl4
dengan cara menurunkan aktivitas serum Alanine Aminotransferase (ALT) dan Aspartate Aminotransferase (AST) dan untuk mengetahui berapa dosis optimum ekstrak metanol biji alpukat untuk menimbulkan efek hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi CCl4.
Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan dan berat ± 150-250 gram dibagi secara acak ke dalam tujuh kelompok perlakuan. Kelompok 1 (kontrol hepatotoksin) diberi CCl4 2 ml/kgBB. Kelompok II (kontrol
negatif) diberi Olive Oil. Kelompok III (kontrol ekstrak) diberi esktrak metanol biji alpukat dosis 1.400 mg/kgBB, Kelompok IV (kontrol positif) diberi Curliv®
4,05 ml/kgBB, Kelompok V-VII (perlakuan) ekstrak metanol biji alpukat dosis 1400; 700; dan 350 mg/kgBB sekali sehari selama 6 hari berturut-turut kemudian pada hari ke tujuh semua kelompok perlakuan diberi larutan CCl4 dosis 2
ml/kgBB. Pada jam ke 24 sesudahnya darah diambil dari sinus orbitalis mata untuk ditetapkan aktivitas ALT-AST serum. Data ALT-AST serum yang didapat dianalisis untuk mengetahui perbedaan aktivitas ALT-AST serum antar kelompok.
Hasil penelitian menunjukkan ekstrak metanol-air biji Persea americana
Mill. memberikan efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida. Ada kekerabatan dosis dengan respon yang muncul terlihat dari semakin besar dosis praperlakuan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. yang diberikan, maka semakin besar efek hepatoprotektif. Jadi ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 1400; 700; dan 350 mg/kgBB memiliki efek hepatoprotektif berturut-turut 96,6; 87,2; dan 78,6%. Nilai dosis optimum hepatoprotektif ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill.sebesar 1400 mg/kgBB.
ABSTRACT
This study aims to determine the hepatoprotective effect of methanol extract of avocado’s seed ( Persea americana Mill . ) in male rats induced CCl4
by decreasing the alanine aminotransferase (ALT ) and aspartate aminotransferase ( AST ) serum activity and to determine the optimum dose of methanol extract of avocado’s seed to give hepatoprotective effects in male rats induced CCl4.
This research was experimentally pure with direct sampling design. This research used male Wistar rats, age 2-3 months and weight ± 150-250 g. The rats were divided into seven treatment groups randomly. Group 1 (hepatotoxins control) was given CCl4 2 ml/kgBW . Group II (negative control) was given Olive
Oil . Group III (extracts control) was given methanol extract of avocado’s seed at dose 1400 mg/kgBW, Group IV (positive control) was given Curliv ® at dose 4.05 ml/kgBW , group V - VII ( treatment ) were given methanol extract of avocado’s seed at dose 1400 ; 700 , and 350 mg/kgBW. The extract was given once daily for 6 days and then on the seventh day, all treatment groups were given CCl4 at dose of 2 ml/kgBW. Twenty-four hours later, the blood was collected
from the orbital sinus eye to be measured AST and ALT serum activity. ALT - AST data were analyzed statistically.
Based of the results of the measurement, methanol - water extract of the seeds of Persea americana Mill. has hepatoprotective effect by decreasing the activity of ALT and AST serum in rats induced carbon tetrachloride . There was a relation between dose and response which was seen from higher dose of methanol
– water extract of the seeds of Persea americana Mill. given in pretreatment, will give higher hepatoprotective effect. Thus the methanol - water extract of seeds of
Persea americana Mill. at dose 1400 ; 700 ; and 350 mg/kgBW have hepatoprotective effects respectively 96.6 ; 87.2 , and 78.6 % and the optimum dose of methanol - water extract as hepatoprotector was 1400 mg/kgBW.
i
EFEKHEPATOPROTEKTIFJANGKAPANJANGEKSTRAK
METANOL-AIRBIJIPersea americana Mill. TERHADAP AKTIVITAS ALT-AST SERUM PADA TIKUS JANTAN WISTAR TERINDUKSI
KARBON TETRAKLORIDA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Diajukan Oleh:
Robert Dwijantara Putra NIM : 108114069
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku
menjadi sempurna (2 Korintus 12:9 ).
BERKAT...tidak selalu berupa emas, intan permata atau uang yang banyak, bukan pula saat kita tinggal di rumah mewah dan pergi bermobil..
Namun BERKAT adalah saat kita kuat dalam keadaan putus asa dan tetap BERSYUKUR saat tak punya apa-apa...
KEBAIKAN yg kita lakukan mungkin saja sudah DILUPAKAN orang,tapi
bagaimanapun BERBUAT BAIKlah,bagaimanapun BERIKAN yg TERBAIK dr diri kita.
Pada akhirnya kita tahu bahwa ini adalah urusan antara kita dengan TUHAN kita
dan ini bukan urusan antara kita dan mereka (MOTHER THERESA)
Kupersembahkan karyaku ini untuk :
Tuhan Yesusku, Bapa yang selalu menopangku saat ku tak mampu dan
mengangkatku saat kuterjatuh yang senantiasa memberiku kekuatan.
Papa, mama, kakak dan adik-adikku untuk doa dan perhatiannya.
Teman-teman yang telah hadir dan memberi semangat.
vii PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat kasih karunia dan atas segala perlindungan yang telah diberikan sehingga
skripsi berjudul “EFEK HEPATOPROTEKTIF JANGKA PANJANG
EKSTRAK METANOL-AIR BIJI Persea Americana MILL. TERHADAP AKTIVITAS ALT-AST SERUM PADA TIKUS JANTAN WISTAR TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA” yang disusun untuk memenuhi
persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S.
Farm) dapat dikerjakan dengan baik dan lancar.
Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini
tidak terlepas dari bantuan dan campur tangan berbagai pihak. Oleh karena itu
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph. D., Apt. Selaku Dosen Pembimbing skripsi atas
segala kesabaran dalam membimbing, memberikan masukan dan motivasi
kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji skripsi atas
bantuan dan masukkan selama penyusunan skripsi.
3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku Dosen Penguji skripsi atas bantuan
dan masukkan selama penyusunan skripsi dan yang telah memberikan
viii
4. Ibu Rini Dwiastuti, M.Si., Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi
yang telah memberikan ijin dalam penggunaan semua fasilitas laboratorium
untuk kepentingan penelitian ini.
5. Pak Heru, Pak Suparjiman, Pak Kayatno, Dokter Ari, Pak Ratijo, dan Pak
Wagiran selaku Staff Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma yang telah membantu penulis dalam pengerjaan penelitian di
laboratorium.
6. Segenap dosen dan karyawan atas ilmu yang diberikan.
7. Keluargaku terkasih, Bapak Budi Kasno, Mama Nastiti Handayani, Henry
Budi Saputra, Rio Bryantara Putra dan Nina Fiona Putri yang memberikan
doa, kasih sayang dan semangat kepada penulis.
8. Teman-teman “tim Persea americana Mill.”, Cilla, Dian, Lidya, Ike Kum,
Ike Kiting, Dion, Yudhita, Iren, Angel, Dara, Ita, Ote, dan Ayu atas kerja
sama, bantuan, suka duka, semangat, dan perjuangan dalam menyelesaikan
skripsi sampai akhir.
9. Liana Risha Gunawan yang selalu mendukung penulis dalam suka dan duka
dalam pembuatan skripsi ini.
10. Teman-teman FST dan FKK 2010 yang selalu mengisi hari-hari dan
memberikan semangat kepada penulis dalam pembuatan skripsi ini.
11. Seluruh teman, baik di Fakultas Farmasi maupun teman-teman lain atas
dukungannya dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per
ix
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini belum sempurna dan masih
banyak kekurangan sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak demi kemajuan di masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak serta memberikan sumbangan kecil bagi perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya di bidang ilmu kefarmasian.
Yogyakarta, November 2013
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
INTISARI ... xx
ABSTRACT ... xxi
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
xi
2. Keaslian penelitian ... 4
3. Manfaat penelitian ... 5
2. Tujuan khusus ... 6
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 7
A. Anatomi Dan Fisiologi Hati... 7
B. Kerusakan Pada Hati... 9
1. Perlemakan hati ... 9
2. Nekrosis hati... 10
3. Kolestasis... 10
4. Sirosis hati... 11
C. Hepatotoksin ... 11
1. Hepatotoksin teramalkan ... 11
2. Hepatotoksin tak teramalkan ... 12
D. Karbon Tetraklorida ... 13
E. Pemeriksaan Biokimiawi Hati ... 17
F. Kandungan Fitokimia Biji Persea americana Mill.... 18
G. Sirup Curliv®Plus ... 20
H. Ekstrak ... 22
I. Landasan Teori ... 24
J. Hipotesis ... 26 B. Tujuan Penelitian ...
xii
BAB III. METODE PENELITIAN ... 27
A. Jenis Dan Rancangan Penelitian ... 27
B. Variabel Dan Definisi Operasional ... 27
1. Variabel utama ... 27
2. Variabel pengacau terkendali ... 27
3. Variabel pengacau tak terkendali ... 28
4. Definisi operasional ... 28
C. Subyek Dan Bahan Penelitian ... 29
1. Subyek penelitian ... 29
2. Bahan penelitian ... 29
D. Alat Dan Instrumen Penelitian ... 30
E. Tata Cara Penelitian ... 31
1. Determinasi serbuk tanaman Persea americana Mill.... 31
2. Pengumpulan bahan ... 31
3. Pembuatan serbuk ... 31
4. Pembuatan ekstrak metanol biji Persea americana Mill..... 32
5. Pembuatan larutan Natrium - Carboxy Methyl Cellulos a (CMC-Na) 1% ... 32
6. Pembuatan suspensi ekstrak metanol – air Persea americana Mill. dalam CMC-Na 1 % ... 33
7. Pembuatan larutan karbon tetraklorida (CCl4) konsentrasi 50% ... 33
8. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill. ... 33
xiii
10. Uji pendahuluan ... 34
11. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji ... 35
12. Pembuatan serum ... 36
13. Penetapan aktivitas serum ALT dan serum AST ... 36
F. Tata Cara Analisis Hasil ... 37
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38
A. Penyiapan Bahan ... 38
1. Determinasi serbuk ... 38
2. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill..... 39
3. Hasil penimbangan bobot ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill... 39
B. Uji Pendahuluan ... 40
1. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida ... 40
2. Penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji ... 41
3. Penetapan lama pemejanan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. ... 44
4. Penetapan dosis ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill.... 45
C. Hasil Uji Efek Hepatoprotektif Pemberian Ekstrak Metanol-Air Biji Persea americana Mill. ... 45
1. Kontrol negatif olive oil dosis 2 ml/kgBB ... 50
2. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB ... 53
xiv
4. Kontrol positif curliv® dosis 4,05 ml/kgBB ... 55
5. Kelompok perlakuan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 350; 700 dan 1400 mg/kgBB pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB ... 56
D. Rangkuman Pembahasan ... 61
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 64
A. Kesimpulan ... 64
B. Saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA ... 65
LAMPIRAN ... 69
xv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Peningkatan aktivitas enzim serum akibat induksi senyawa
toksik ... 17
Tabel II. Kandungan fitokimia dari Persea americana pada daun, buah
dan biji ... ... 19
Tabel III. Rata-rata aktivitas serum ALT tikus setelah induksi karbon
tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada selang waktu pencuplikan
darah jam ke-0, jam ke-24, dan jam ke-48 ... 41
Tabel IV. Hasil uji Scheffe aktivitas serum ALT tikus setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada pencuplikan darah
jam ke-0, jam ke-24, dan jam ke-48 ... 42
Tabel V. Rata-rata aktivitas serum AST tikus setelah induksi karbon
tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada selang waktu pencuplikan
darah jam ke-0, jam ke-24, dan jam ke-48 ... 43
Tabel VI. Hasil uji Scheffe aktivitas serum AST tikus setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada pencuplikan darah
jam ke-0, jam ke-24, dan jam ke-48 ... 44
Tabel VII. Purata ± SE aktivitas ALT dan AST tikus praperlakuan
xvi
karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB ... 46
Tabel VIII. Hasil uji statistik uji Man Whitney aktivitas ALT tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB
pada kelompok perlakuan ... 47
Tabel IX. Hasil uji statistik uji Scheffe aktivitas AST tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada
kelompok perlakuan ... 49
Tabel X. Perbandingan kontrol olive oil jam ke-0 dan jam ke-24
pada serum ALT dan serum AST tikus ... 51
Tabel XI. Hasil penetapan kadar air serbuk biji Persea americana
Mill. ... 129
Tabel XII. Hasil rendemen ekstrak metanol-air biji Persea americana
Mill. ... 129
Tabel XIII. Bobot pengeringan ekstrak metanol - air biji Persea
americana Mill. ... 130 Tabel XIV. Hasil validitas dan reabilitas pengukuran ALT ... 130
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida 15
Gambar 2. Diagram batang rata-rata aktivitas serum ALT tikus setelah
induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada
pencuplikan darah jam ke-0, jam ke-24, dan jam ke-48 ... 41
Gambar 3. Diagram batang rata-rata aktivitas serum AST tikus setelah
induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada
pencuplikan darah jam ke-0, jam ke-24, dan jam ke-48 ... 43
Gambar 4. Diagram batang rata-rata aktivitas serum ALT tikus pra-
perlakuan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill 1 x sehari selama 6 hari terinduksi karbon tetraklorida
2 ml/kgBB ... 48
Gambar 5. Diagram batang rata-rata aktivitas serum AST tikus pra-
perlakuan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill 1 x sehari selama 6 hari terinduksi karbon tetraklorida
2 ml/kgBB ... 50
Gambar 6. Diagram batang rata-rata perbandingan serum ALT kontrol
olive oil jam ke-0 dan kontrol olive oil jam ke-24 ... 51 Gambar 7. Diagram batang rata-rata perbandingan serum AST kontrol
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto serbuk biji Persea americana Mill. ... 70
Lampiran 2. Foto ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. ... 70
Lampiran 3. Foto suspensi ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dalam CMC-Na 1% ... 70
Lampiran 4. Sirup Curliv Plus® ... 71
Lampiran 5. Surat pengesahan determinasi serbuk biji Persea americana
Mill. ... 72
Lampiran 6. Surat pengesahan Medical and Health Research Ethics
Committee (MHREC) ... 73
Lampiran 7. Analisis statistik aktivitas serum ALT dan AST pada uji
pendahuluan penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida
dosis 2 ml/kgBB ... 74
Lampiran 8. Analisis statistik aktivitas serum ALT perlakuan ekstrak
metanol-air biji Persea americana setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB ... 83
Lampiran 9. Analisis statistik serum AST perlakuan ekstrak metanol-air
biji Persea americana Mill setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB ... 102
Lampiran 10. Analisis statistik aktivitas serum ALT dan serum AST
xix
Lampiran 11. Perhitungan efek hepatoprotektif ... 126
Lampiran 12. Perhitungan daya hepatoprotektif ekstrak metanol biji Persea americana Mill. dibandingkan dengan kontrol positif Curliv® ... 126
Lampiran 13. Perhitungan penetapan peringkat dosis ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. kelompok perlakuan ... 127
Lampiran 14. Perhitungan konversi dosis untuk manusia ... 128
Lampiran 15. Perhitungan konversi hari untuk manusia ... 128
Lampiran 16. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill. ... 129
Lampiran 17. Hasil rendemen ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. ... 129
Lampiran 18. Bobot pengeringan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. ... 130
xx
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif ekstrak metanol biji alpukat (Persea americana Mill.) pada tikus jantan terinduksi CCl4
dengan cara menurunkan aktivitas serum Alanine Aminotransferase (ALT) dan Aspartate Aminotransferase (AST) dan untuk mengetahui berapa dosis optimum ekstrak metanol biji alpukat untuk menimbulkan efek hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi CCl4.
Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan dan berat ± 150-250 gram dibagi secara acak ke dalam tujuh kelompok perlakuan. Kelompok 1 (kontrol hepatotoksin) diberi CCl4 2 ml/kgBB. Kelompok II (kontrol
negatif) diberi Olive Oil. Kelompok III (kontrol ekstrak) diberi esktrak metanol biji alpukat dosis 1.400 mg/kgBB, Kelompok IV (kontrol positif) diberi Curliv®
4,05 ml/kgBB, Kelompok V-VII (perlakuan) ekstrak metanol biji alpukat dosis 1400; 700; dan 350 mg/kgBB sekali sehari selama 6 hari berturut-turut kemudian pada hari ke tujuh semua kelompok perlakuan diberi larutan CCl4 dosis 2
ml/kgBB. Pada jam ke 24 sesudahnya darah diambil dari sinus orbitalis mata untuk ditetapkan aktivitas ALT-AST serum. Data ALT-AST serum yang didapat dianalisis untuk mengetahui perbedaan aktivitas ALT-AST serum antar kelompok.
Hasil penelitian menunjukkan ekstrak metanol-air biji Persea americana
Mill. memberikan efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida. Ada kekerabatan dosis dengan respon yang muncul terlihat dari semakin besar dosis praperlakuan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. yang diberikan, maka semakin besar efek hepatoprotektif. Jadi ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 1400; 700; dan 350 mg/kgBB memiliki efek hepatoprotektif berturut-turut 96,6; 87,2; dan 78,6%. Nilai dosis optimum hepatoprotektif ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill.sebesar 1400 mg/kgBB.
xxi ABSTRACT
This study aims to determine the hepatoprotective effect of methanol extract of avocado’s seed ( Persea americana Mill . ) in male rats induced CCl4
by decreasing the alanine aminotransferase (ALT ) and aspartate aminotransferase ( AST ) serum activity and to determine the optimum dose of methanol extract of avocado’s seed to give hepatoprotective effects in male rats induced CCl4.
This research was experimentally pure with direct sampling design. This research used male Wistar rats, age 2-3 months and weight ± 150-250 g. The rats were divided into seven treatment groups randomly. Group 1 (hepatotoxins control) was given CCl4 2 ml/kgBW . Group II (negative control) was given Olive Oil . Group III (extracts control) was given methanol extract of avocado’s seed at dose 1400 mg/kgBW, Group IV (positive control) was given Curliv ® at dose 4.05 ml/kgBW , group V - VII ( treatment ) were given methanol extract of avocado’s seed at dose 1400 ; 700 , and 350 mg/kgBW. The extract was given once daily for 6 days and then on the seventh day, all treatment groups were given CCl4 at dose of 2 ml/kgBW. Twenty-four hours later, the blood was collected
from the orbital sinus eye to be measured AST and ALT serum activity. ALT - AST data were analyzed statistically.
Based of the results of the measurement, methanol - water extract of the seeds of Persea americana Mill. has hepatoprotective effect by decreasing the activity of ALT and AST serum in rats induced carbon tetrachloride . There was a relation between dose and response which was seen from higher dose of methanol
– water extract of the seeds of Persea americana Mill. given in pretreatment, will give higher hepatoprotective effect. Thus the methanol - water extract of seeds of
Persea americana Mill. at dose 1400 ; 700 ; and 350 mg/kgBW have hepatoprotective effects respectively 96.6 ; 87.2 , and 78.6 % and the optimum dose of methanol - water extract as hepatoprotector was 1400 mg/kgBW.
1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Hati merupakan organ yang berperan penting dalam banyak proses
metabolisme. Darah yang mengandung nutrisi dari saluran gastrointestinal
terlebih dahulu melewati vena portal di hati, dimana nutrisi seperti karbohidrat,
lemak dan vitamin dapat dipindahkan dan disimpan dalam jangka waktu tertentu
hingga nutrisi tersebut dibutuhkan. Sel-sel hati mampu memetabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein. Hati mampu mensintesis dan mensekresi
empedu, yang mengandung air, ion-ion, lemak-lemak (turunan kolesterol yang
dikenal sebagai garam empedu) dan pigmen empedu seperti bilirubin (Stine dan
Brown, 1996).
Aneka penyakit pada hati termasuk penyakit yang paling serius yang
dapat dikelompokkan menjadi hepatitis (penyakit radang pada hati) akut dan
kronis, hepatosis (penyakit hati tanpa peradangan) dan sirosis (penyakit
degeneratif menyebabkan fibrosa pada hati). Faktor-faktor penyebab kerusakan
pada hati karena induksi oleh obat atau racun seperti konsumsi alkohol yang
berlebihan, antibiotik tertentu, kemoterapi, minyak terperoksidasi, aflatoksin,
karbontetraklorida, hidrokarbon terklorinasi dan zat-zat toksik lainnya dan reaksi
imunologi (Williamson, David, dan Fred, 1996). Keracunan hati pada pasien yang
menderita penyakit kuning diperkirakan 2% disebabkan oleh induksi obat dan
1960-1970 memberikan gambaran bahwa obat atau toksikan menyebabkan kira-kira
10% dari seluruh kasus hepatitis atau kira-kira 20-30% dari kasus penyakit hati
akut. Beberapa penelitian terbaru melaporkan bahwa 15-40% kasus penyakit hati
akut diperantarai oleh obat-obatan (Cadman, 2000).
Salah satu senyawa yang dapat digunakan sebagai senyawa model yang
dapat menimbulkan kerusakan pada hati adalah karbon tetraklorida (CCl4). CCl4
merupakan xenobiotik yang lazim digunakan untuk menginduksi peroksidasi lipid
dan keracunan. Dalam endoplasmik retikulum hati CCl4 dimetabolisme oleh
sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) menjadi radikal triklorometil (CCl3*).
Triklorometil dengan oksigen membentuk radikal triklorometilperoxi yang
menyerang lipid membran endoplasmik retikulum dan akhirnya menyebabkan
kematian sel (Panjaitan, Handharyani, Chairul, Masriani, Zakiah dan Manalu,
2007).
Obat-obatan untuk mengatasi kerusakan hati masih jarang ditemukan di
Indonesia. Maka dari itu dalam penelitian ini akan dicari alternatif terapi
pengobatan dari sumber daya alam. Salah satu tanaman yang dapat digunakan
sebagai obat tradisional adalah alpukat. Alpukat merupakan tanaman yang dapat
tumbuh subur di Indonesia dan merupakan salah satu jenis buah yang digemari
banyak orang karena selain rasanya enak, buah alpukat juga kaya antioksidan dan
zat gizi seperti lemak yaitu 9,8 g/100g daging buah (Afrianti, 2010). Sebagian
besar masyarakat memanfaatkan alpukat pada buahnya saja sedangkan bagian lain
seperti biji kurang dimanfaatkan. Biji alpukat dipercaya dapat mengobati sakit
menurunkan kadar glukosa darah (Zuhrotun, 2007). Hasil skrining fitokimia yang
dilakukan oleh Zuhrotun (2007) terhadap simplisia dan ekstrak etanol biji alpukat
menunjukkan bahwa biji alpukat mengandung polifenol, flavonoid, triterpenoid,
kuinon, saponin, tanin, monoterpenoid dan seskuiterpenoid.
Biji alpukat (Persea americana Mill.) mengandung berbagai macam senyawa metabolit sekunder. Salah satunya adalah senyawa golongan fenolik.
Senyawa fenolik dapat berfungsi sebagai antioksidan karena dapat mengalami
reaksi redoks, yang menyebabkan senyawa tersebut dapat berfungsi sebagai agen
pereduksi, donor hidrogen, penetral radikal bebas dan pengkhelat logam.
Antioksidan dalam pengertian kimia merupakan senyawa pemberi elektron.
Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa
yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa terhambat.
Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron
yang dimiliki radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari
pemberian radikal bebas (Winarsi, 2007). Berdasarkan kemampuannya sebagai
antioksidan dimungkinkan biji alpukat juga memiliki khasiat sebagai
hepatoprotektor. Senyawa hepatoprotektor merupakan senyawa yang dapat
melindungi sel-sel hati dari kerusakan. Sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian
mengenai aktivitas hepatoprotektif biji alpukat belum pernah dilakukan.
Pada penelitian ini digunakan ekstrak metanol biji alpukat. Pemilihan
ekstrak metanol berdasarkan penelitian sebelumnya. Pada penelitian efek
Persea americana Mill. dengan menggunakan pelarut metanol (Carpena, Morcuende, Andrade, Kylli dan Estevez, 2011). Pemberian ekstrak metanol biji
alpukat secara jangka panjang pada hewan uji tikus jantan wistar yaitu selama 6
hari karena perlakuan selama 6 hari pada hewan uji tikus jika dikonversikan untuk
manusia sama dengan 204 hari.
1. Perumusan masalah
a. Apakah ekstrak metanol biji alpukat mempunyai efek hepatoprotektif
pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida dengan cara menurunkan
aktivitas Alanine Aminotransferase (ALT) serum dan Aspartate
Transaminase (AST) serum ?
b. Berapa besar dosis optimum ekstrak metanol biji alpukat untuk
menimbulkan efek hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi karbon
tetraklorida ?
2. Keaslian penelitian
Penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan biji Persea americana
Mill. yaitu :
a. Penelitian yang dilakukan oleh Arukwe, dkk (2012). Penelitian tersebut
dilakukan untuk mengetahui kandungan dari biji, daun, dan buah Persea americana. Pada penelitian tersebut, meskipun dilakukan analisis kandungan biji Persea americana namun khasiat kandungan biji Persea americana tidak diteliti.
b. Penelitian yang dilakukan oleh Carpena, dkk (2011). Penelitian ini
mikroba biji Persea americana Mill. Pada penelitian tersebut tidak dilakukan uji aktivitas Persea americana Mill. untuk digunakan sebagai hepatoprotektor.
c. Penelitian yang dilakukan oleh Zuhrotun (2007). Penelitian tersebut
menguji aktivitas antidiabetes dari ekstrak etanol biji Persea americana
Mill. namun tidak dilakukan uji aktivitas hepatoprotektif.
Pada penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk menguji aktivitas
ekstrak metanol biji Persea americana Mill. sebagai hepatoprotektor secara jangka panjang dan untuk mengetahui dosis efektif dari ekstrak metanol biji
Persea americana Mill. sebagai hepatoprotektor.
Penelitian tentang efek hepatoprotektif ekstrak metanol biji Persea americana Mill. pada tikus jantan wistar terinduksi karbon tetraklorida secara jangka panjang belum pernah dilakukan sebelumnya.
3. Manfaat penelitian
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan ilmu
pengetahuan tentang tanaman yang memiliki khasiat hepatoprotektif.
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui dosis optimum jangka
panjang penggunaan tanaman biji alpukat oleh masyarakat khususnya
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Penelitian dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai efek
hepatoprotektif ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. secara jamgka panjang untuk pengembangan ilmu kefarmasian.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui efek hepatoprotektif ekstrak metanol biji alpukat pada
tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida dengan cara menurunkan
aktivitas ALT & AST serum.
b. Untuk mengetahui besar dosis optimum ekstrak metanol biji alpukat untuk
menimbulkan efek hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi karbon
7
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Hati
Hati merupakan organ yang berperan penting dalam banyak proses
metabolisme. Darah yang mengandung nutrisi dari saluran gastrointestinal
terlebih dahulu melewati vena portal di hati, di mana nutrisi seperti karbohidrat,
lemak dan vitamin dapat dipindahkan dan disimpan dalam jangka waktu tertentu
hingga nutrisi tersebut dibutuhkan. Sel-sel hati mampu memetabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein. Hati mampu mensintesis dan mensekresi
empedu, yang mengandung air, ion-ion, lemak-lemak (turunan kolesterol yang
dikenal sebagai garam empedu) dan pigmen empedu seperti bilirubin (Stine dan
Brown, 1996).
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas
rongga perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 g atau 2,5 % dari berat badan
orang dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan
persediaan darah. Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan
oleh ligamentum falciforme. Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu Vena
porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan nutrien seperti
asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan mineral dan Arteri
hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen. Cabang-cabang
pembuluh darah vena porta hepatica dan arteri hepatica mengalirkan darahnya ke
Di dalam hematosit zat racun akan dinetralkan sedangkan nutrien akan ditimbun
atau dibentuk zat baru, dimana zat tersebut akan disekresikan ke peredaran darah
tubuh (Lingappa, 1995)
Sel-sel hati tersusun dalam pola heksagonal khusus, dikenal sebagai
lobulus (Stine dan Brown, 1996). Lobulus hati berbentuk silindris dengan panjang
beberapa milimeter dan berdiameter 0,8 sampai 2 milimeter. Hati manusia berisi
50.000 sampai 100.000 lobulus (Guyton dan Hall, 1996). Sel-sel epitel disebut
hepatosit tersusun menyebar di luar vena sentral (cabang vena hepatik). Di antara
kolom-kolom hepatosit terdapat saluran yang disebut sinusoid. Pada sinusoid
menempal sel-sel endotelial dengan permeabilitas tinggi. Sinusoid juga
mengandung sel-sel fagosit disebut sel-sel Kupffer. Tiga pembuluh lainnya di
setiap sudut luar heksagon (area portal): cabang vena portal, cabang dari arteri
hepatik, dan saluran empedu. Darah mengalir ke dalam hati melalui cabang arteri
hepatik dan vena portal, melalui sinusoid, dan mengalir keluar melalui vena
sentral. Empedu dihasilkan di hepatosit dan mengalir keluar melalui kanalikuli
empedu (terletak di antara perbatasan hepatosit) menuju saluran empedu.
Lobulus-lobulus bukanlah unit fungsional yang berdiri sendiri-sendiri. Setiap
pasang vena portal/ arteri hepatik mengalirkan darah tidak hanya ke satu lobulus,
tetapi ke suatu area sel-sel yang meliputi 2 lobulus atau lebih. Area ini disebut
asinus (Stine dan Brown, 1996).
Hati mempunyai bermacam-macam fungsi dengan 3 fungsi utama dalam
tubuh yaitu untuk sintesis, ekskresi dan metabolisme (Chandrasoma dan Taylor,
saluran empedu mengangkut empedu sedangkan kandungan empedu menyimpan
dan mengeluarkan empedu ke dalam usus halus sesuai kebutuhan (Price dan
Wilson, 2005).
Fungsi metabolisme hati yang lain adalah metabolisme lemak;
penimbunan vitamin, besi dan tembaga; konjugasi dan ekskresi steroid adrenal
dan gonad, serta detoksifikasi sejumlah zat endogen dan eksogen. Fungsi
detoksifikasi sangat penting dan dilakukan oleh enzim hati melalui oksidasi,
reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat-zat yang dapat berbahaya, dan
mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif (Price dan Wilson,
2005). Untuk menjalankan fungsi tersebut, hati dilengkapi dengan sistem vaskuler
hepatika (Guyton, 1983). Sistem vaskuler hepatika memungkinkan hati sebagai
tempat utama metabolisme (biotransformasi) obat induk menjadi metabolitnya
(Donatus, 1992).
Hati yang normal mempunyai kapasitas cadangan yang besar untuk
melakukan fungsinya. Dalam keadaan normal, 80% bagian dari hati dapat
dihentikan aktivitasnya tanpa harus mengurangi fungsinya (Chandrasoma dan
Taylor, 1995).
B. Kerusakan Pada Hati
Kerusakan hati dapat berupa perlemakan hati, nekrosis, kolestatis dan
sirosis hati (Price dan Wilson, 2005).
1. Perlemakan hati
Perlemakan hati adalah penumpukan lemak lebih dari 5% pada organ
berhubungan dengan peningkatan kadar asam lemak bebas dalam plasma yang
terjadi akibat mobilisasi lemak dari jaringan adiposa atau dari hidrolisis
triasilgliserol lipoprotein oleh lipase sensitif hormone di jaringan ekstrahepatik.
Pembentukan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) tidak dapat mengimbangi meningkatnya influx dan esterifikasi asam lemak bebas sehingga terjadi
penumpukan triasilgliserol yang menyebabkan perlemakan hati. Kedua, karena
adanya penghambatan metabolik dalam produksi lipoprotein plasma sehingga
terjadi penimbunan triasilgliserol (Muray, Daryl, dan Victor, 2009).
2. Nekrosis hati
Nekrosis merupakan kematian sel hati yang ditandai dengan rusaknya
struktur lobulus hati. Manifestasi dari toksikan yang berbahaya dapat
menimbulkan nekrosis. Perubahan biokimia yang terjadi bersifat kompleks dan
berbagai hepatotoksikan bekerja melalui berbagai mekanisme. Mekanisme
terjadinya nekrosis diantaranya hepatotoksikan secara kovalen mengikat protein
dan lipid tidak jenuh dan menyebabkan peroksidasi lipid (Price dan Wilson,
2005). Nekrosis biasanya didahului oleh perubahan morfoligik sel-sel hati, seperti
rusaknya inti sel, homogenisasi sitoplasma, dan pecahnya membran plasma (Lu,
1995).
3. Kolestasis
Kolestatis merupakan kerusakan hati yang bersifat akut dan disebabkan
karena aktifitas ekskresi empedu pada membran kanalikuli biliaris. Penyakit
kolestatis lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan perlemakan hati dan
4. Sirosis hati
Sirosis yaitu suatu keadaan berupa penggantian hepatosit yang rusak
secara permanen oleh jaringan ikat. Sirosis ditandai dengan adanya septa kolagen
yang tersebar di sebagian besar hati. Peradangan hati yang berkepanjangan atau
berulang umumnya berkaitan dengan alkoholisme kronik dapat menyebabkan
sirosis. Hepatosit memiliki kemampuan untuk beregenerasi cukup cepat untuk
menggantikan sel-sel yang rusak (Price dan Wilson, 2005).
Ada banyak tipe sirosis, berkaitan dengan berbagai sebab : portal,
nutrisional, dan sirosis alkoholis. Kerusakan hati ini disebabkan oleh salah gizi,
kesenjangan protein makanan dan peminum berat pada periode yang panjang.
Gejala permulaan tidak jelas, pada penderita sirosis biasanya mempunyai
gangguan lambung, kehilangan nafsu makan, gangguan pencernaan, mual,
muntah, sembelit atau diare dan sakit perut berkepanjangan (Cooper, 1996).
C. Hepatotoksin
Kerusakan hati akut, subakut maupan kronis dapat ditimbulkan oleh
hepatotoksin yaitu senyawa kimia yang memiliki efek toksik terhadap hati,
dengan dosis berlebihan atau pemejanan dalam jangka waktu yang lama
(Zimmerman, 1978).
Obat atau senyawa kimia yang dapat menyebabkan kerusakan hati dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Hepatotoksin teramalkan (intrinsik)
Merupakan obat atau senyawa kimia yang pada dasarnya mempunyai
menimbulkan kerusakan nekrosis hepatoseluler adalah racun jamur (Amanita phalloides), aflatoksin, karbontetraklorida, kloroform, parasetamol dan lain sebagainya (Chandrasoma dan Taylor, 1995). Prosesnya dikenal sebagai
toksisitas-intrinsik, dan aksinya dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung.
Secara langsung maksudnya obat induk atau metabolitnya langsung berikatan
dengan komponen membran sel dan merusak sel hati beserta seluruh organelnya,
seperti ditunjukkan CCl4 dan parasetamol. Secara tidak langsung maksudnya obat
induk atau obat bentuk metabolitnya dalam menimbulkan luka hepatik dengan
cara mengganggu jalur metabolik-khas (misalnya tetrasiklin), atau menggangu
jalur ekskresi hepatik (misalnya rifampisin) (Donatus, 1992). Kerusakan yang
ditimbulkan bergantung dosis dan dapat dicobakan pada hewan uji dan
menyebabkab lesi yang mirip manusia (Zimmerman, 1978).
2. Hepatotoksin tak teramalkan (idiosinkratik)
Senyawa yang termasuk dalam golongan ini yaitu senyawa yang
memiliki sifat tidak toksik pada hati, akan tetapi dapat menyebabkan penyakit hati
pada individu yang hipersensitif terhadap senyawa tersebut yang diperantarai oleh
mekanisme alergi (misalnya sulfonamid, halotan) atau karena keabnormalan
metabolik menuju penumpukan metabolit toksik (misalnya iproniazid, isoniazid)
(Zimmerman, 1978; Donatus, 1992). Kerusakan hati yang ditimbulkan oleh
hepatotoksin golongan ini tidak dapat diperkirakan dan tidak tergantung pada
D. Karbon tetraklorida
Senyawa ini merupakan senyawa sintesis yang tidak terdapat dalam alam
secara alami. Karbon tetraklorida berupa cairan bening, berbau manis yang dapat
tercium pada jumlah rendah. Karbon tetraklorida juga disebut metanatetraklorida.
Karbon tetraklorida paling sering dijumpai dalam bentuk gas tidak berwarna,
tidak mudah terbakar, dan sukar larut dalam air. Karbon tetraklorida digunakan
dalam produksi cairan untuk lemari es, bahan campuran propelan untuk kaleng
aerosol, pestisida, cairan pembersih, minyak pelumas, bahan pemadam kebakaran,
dan penghapus noda. Namun sekarang penggunaan karbon tetraklorida dilarang
karena efeknya yang berbahaya. Karbon tetraklorida saat ini hanya digunakan
untuk keperluan industri (Klassen, 1995).
Pemberian CCl4 secara intragastrikal, subkutan, intraperitoneal dan
inhalasi dapat menunjukkan ciri kerusakan nekrosis sentrilobuler dan steatosis
(Zimmerman, 1978). Karbon tetraklorida (CCl4) didistribusikan secara cepat
keseluruh organ dan jaringan, dengan kadar tertinggi pada lemak jaringan, hati
dan sumsum tulang (Zimmerman, 1978). Hati merupakan organ yang paling
sensitif terhadap CCl4 karena fungsi metabolismenya. Ginjal juga dirusak karena
fungsi ekskresinya. Pada paparan CCl4 dalam tingkat ringan dan kemudian
berhenti, hati dan ginjal mampu memperbaiki sel-sel yang dirusak dan berfungsi
normal kembali. Pada paparan terlalu tinggi, sistem saraf termasuk otak
dipengaruhi. Penderita dapat mengalami sakit kepala, pusing, mengantuk, mual
kasus keterpaparan yang parah, koma dan bahkan kematian dapat terjadi (Loomis,
1978).
Efek toksik selektif dari CCl4 pada sel hati ditandai dengan terjadinya
degenerasi melemak makrovesikuler dan nekrosis sentrilobuler atau salah satu
dari kedua tanda tersebut tergantung dosis CCl4 yang diberikan. Degenerasi
melemak sel-sel hati hewan percobaan mulai terjadi dalam waktu 1 jam setelah
pemberian CCl4 dimana pada saat itu konsentrasi CCl4 dalam hati mencapai
puncak. Nekrosis hati mulai tampak dari 6 sampai 12 jam dan mencapai puncak
pada 24 sampai 36 jam setelah pemejanan (Zimmerman, 1978).
Tanda-tanda awal kerusakan hepatoseluler pada hati meliputi peruraian
polisom dan ribosom dari retikulum endoplasma kasar, penghambatan sintesis
protein dan akumulasi trigliserida. Karbon tetraklorida yang diingesti memasuki
hati, mengalami aktivasi metabolit, menghasilkan lipoperoksidasi, pengikatan
secara kovalen, dan penghambatan aktivitas mikrosomal ATPase. Nekrosis sel
tunggal terjadi dalam 5-6 jam sesudah ingesti, berkembang menjadi nekrosis
sentrilobuler maksimum dalam 24-48 jam sesudah ingesti. Aktivitas enzim
mikrosomal menurun. Berbagai enzim sitoplasmik dilepaskan hepatosit ke dalam
aliran darah. Aktivitas enzim-enzim tersebut di dalam serum berhubungan dengan
kehadiran nekrosis pada hati. Regenerasi seluler ditunjukkan dengan peningkatan
sintesis DNA dan siklus sel, maksimal 36-48 jam sesudah ingesti. Kecepatan dan
jumlah perbaikan jaringan untuk menentukan bentuk kerusakan hati (Bruckner
Gambar 1. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida (Timbrell, 2008)
Keracunan CCl4 pada hati diawali dengan metabolisme dehalogenasi
reduktif oleh enzim sitokrom P450 (CYP2E1) menjadi suatu radikal bebas CCl3
-(triklorometil). Radikal bebas ini dapat berikatan secara kovalen dengan lemak
dan protein, menyebabkan kerusakan struktur membran dan penghambatan
berbagai enzim. CCl3- juga dapat bereaksi dengan O2 menghasilkan radikal bebas
yang lain CCl3OO- (triklorometilperoksida) (Gambar 1). Selain itu, CCl3- dapat
mengikat asam lemak enoat membentuk radikal bebas organik yang dapat
bereaksi dengan O2 membentuk peroksida dan metabolit sitotoksik lainnya. Proses
ini dikenal sebagai peroksidasi lemak. Penelitian menunjukkan bahwa antioksidan
menghambat pengikatan kovalen oleh CCl4 juga bersifat hepatoprotektif
(Bruckner dan Warren, 2001).
Keracunan CCl4 juga ditandai oleh peningkatan kalsium (Ca2+)
intraseluler. Peningkatan kadar Ca2+ berasal dari masuknya Ca2+ ektraseluler
karena kerusakan membran plasma dan berkurangnya pengeluaran Ca2+
intraseluler. Peningkatan Ca2+ intraseluler dalam hepatosit dapat menyebabkan
kenaikan fosfolipase A2 dan memburukkan kerusakan membran. Peningkatan
Ca2+ juga berkaitan dengan perubahan kalmodulin dan aktivitas fosforilasi
(Bruckner dan Warren, 2001).
Peroksidasi lipid juga dapat menyebabkan kerusakan membran sel dan
kerusakan mitokondria. Kerusakan ini berupa gangguan integritas membran yang
menyebabkan keluarnya berbagai isi sitoplasma, antara lain enzim ALT. Enzim
ALT yang ada di dalam sel akan keluar dan masuk peredaran darah sehingga
jumlah enzim ALT meningkat. Terjadinya penghambatan sintesis protein juga
diakibatkan adanya gangguan keluarnya lipid dari hati yang disebabkan karena
hambatan sintesis lipoprotein yang membawa trigliserida meninggalkan hati
sehingga menimbulkan steatosis (perlemakan hati). Pada keadaan steatosis ini, struktur retikulum endoplasma mengalami distorsi, sintesa protein menjadi
lambat, selanjutnya akan terjadi penyimpangan dengan cepat terhadap aktivitas
enzim yang berada di retikulum endoplasma (Wahyuni, 2005). Tubuh manusia
sebenarnya mempunyai sistem pertahanan untuk mengatasi radikal bebas, salah
endogen. Jika terdapat radikal bebas di dalam tubuh, senyawa ini akan menangkap
radikal bebas tersebut (Timbrell, 2008).
Peningkatan aktivitas serum ALT yang menyebabkan steatosis akibat
induksi karbon tetraklorida mencapai tiga kali lipat dari kondisi normal (Tabel I) dan
peningkatan aktivitas serum AST mencapai empat kali lipat dari kondisi normal
(Ziemmerman, 1999). Bai, Zhang, Chen, Zong, Guo, dan Liu (2011) melaporkan
adanya peningkatan aktivitas ALT kurang lebih tiga kali lipat dibanding kelompok
kontrol pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.
Tabel I. Peningkatan aktivitas enzim serum akibat induksi senyawa toksik
(Ziemmerman, 1999).
E. Pemeriksaan Biokimiawi Hati
Pemeriksaan biokimiawi mencangkup : enzim-enzim serum termasuk
aminotransferase, alkaline phosphatase dan 5’-nucleotidase; produk ekskretorik
seperti bilirubuin, asam-asam empedu; produk sinetik seperti albumin
faktor-faktor koagulasi dan kolesterol.
Aminotransferase terdiri dari serum Alanine Aminotransferase (ALT)
dan Aspartate Aminotransferase (AST) (Woodley dan Allison, 1992). Enzim ini
mengkatalis transfer gugus α- amino dari alanin secara berturut-turut menjadi
gugus α-keto dari ketoglutarat membentuk asam glutamat dan asam piruvat
Reaksi yang terjadi :
2-oksoglutarat + L-alanin = Glutamat + Piruvat (1)
Piruvat + NADH + H+ = Laktat + NADH+ (2)
Serum Alanine Aminotransferase (ALT) ditemukan secara eksklusif
dalam sitosol, sedangkan isoenzim Aspartate Aminotransferase (AST) berada
dalam mitokondria dan sitosol (Isselbacher dan Podolsky, 1995). Kadar yang
meningkat secara mencolok (500 unit/liter) khas terdapat pada kerusakan hati akut
(misalnya karena virus, obat-obatan, hepatitis karena iskhemia) sedangkan
kenaikan berderajad sedang (<300 unit/liter) dapat terlihat pada berbagai keadaan
(misalnya kerusakan hepatoseluler akut atau kronik, penyakit-penyakit infiltratif,
obstruksi bilier). Serum ALT pada umumnya lebih spesifik daripada serum GPT
untuk mendeteksi hepatitis viral (Woodley dan Allison, 1992). Kadar yang
tertinggi ditemukan pada keadaan yang menyebabkan nekrosis hati yang luas,
seperti hepatitis virus yang berat, cedera hati akibat toksin, atau kolaps sirkulasi
yang berkepanjangan (Isselbacher dan Podolsky, 1995). Kenaikan kadar
transaminase dalam serum disebabkan disebabkan oleh sel-sel yang kaya akan
transaminase mengalami nekrosis atau hancur. Enzim-enzim tersebut masuk
dalam peredaran darah. Kenaikan kembali atau bertahannya nilai transaminase
yang tinggi biasanya menunjukkan berkembangannya kelainan dan nekrosis hati
(Isselbacher dan Podolsky, 1995).
F. Kandungan Fitokimia Biji Persea americana Mill.
Senyawa fenolik dapat berfungsi sebagai antioksidan karena dapat mengalami
reaksi redoks, yang menyebabkan senyawa tersebut dapat berfungsi sebagai agen
pereduksi, donor hidrogen, penetral radikal bebas dan pengkhelat logam.
Kulit dan biji Persea americana Mill. memiliki efek antioksidan yang cukup besar. Efek ini bergantung pada varietasnya. Ekstrak dari Persea americana tidak memiliki komponen yang toksik atau berbahaya. Metanol dapat digunakan untuk mengekstak senyawa fenolik total dengan cukup baik (Carpena
et al, 2011).
Persea americana Mill. mengandung berbagai macam senyawa fitokimia, diantaranya adalah saponin, tanin, flavonoid, sianogenik glikosida,
alkaloid, fenol, steroid (Tabel II). Flavonoid merupakan senyawa poten
antioksidan yang larut air dan penangkap radikal bebas. Flavonoid mencegah
kerusakan oksidatif pada sel, memiliki aktivitas antikanker yang kuat, dan
melindungi tubuh dengan cara melawan semua tahap karsinogenesis. Fenol juga
telah diteliti secara ekstensif sebagai pencegah penyakit. Fenol yang ada pada
Persea americana memiliki kemampuan untuk digunakan sebagai anti-inflamsi, anti-penggumpalan darah, antioksidan, peningkat sistem imun dan lain
sebagainya. Sedangkan alkaloid adalah metabolit sekunder yang dapat berfungsi
sebagai analgesik dan memiliki efek bakterisida (Arukwe et al. 2012).
G. Sirup Curliv® Plus
Sirup Curliv® Plus merupakan suplemen untuk memproteksi hati dan membantu dalam pemulihan penyakit hati. Sirup Curliv® Plus diproduksi oleh PT. SOHO Industri Pharmasi Indonesia. Kandungan bahan sirup Curliv® Plus setiap 5 ml yaitu ekstrak Silymarin 8,75mg, ekstrak Schizandrae Fructus 33,75 mg, ekstrak Curcuma xanthorrhiza 37,5 mg, Liquiritiae Radix 33,75 mg dan vitamin B6 0,5 mg.
Silybum marianum merupakan tumbuhan yang diketahui berperan sebagai hepatoprotektor. Tumbuhan ini dilaporkan mampu melindungi hati dari
berbagai jenis racun, paracetamol, alkohol, CCl4, D-galaktosamin, radiasi,
penyempitan/ penyumbatan pembuluh darah yang disusul dengan nekrosis dan
pengelupasan sel-sel hati, serta virus hepatitis. Mekanisme kerja silymarin sebagai
hepatoprotektor berkaitan perannya sebagai antioksidan, antiperoksidasi lipid,
serta meningkatkan daya detoksifikasi. Silybum marianum juga berperan dalam meningkatkan sintesis protein sel-sel hati, mengurangi aktivitas bahan-bahan yang
menyebabkan tumor, memelihara sel mast (sejenis sel pada jaringan ikat yang
banyak mengandung basofil, kemungkinan juga terkait dengan pembentukan
histamin dan heparin), memodulasi kekebalan tubuh, antiradang dan antifibrosis
(Scoot Luper, 1998).
Curcuma xanthorrhiza atau dikenal sebagai temulawak merupakan tumbuhan obat yang berasal dari Indonesia. Secara tradisional temulawak tersebut
ASI (Panigoro, Samsudin, Diah, 2013). Curcuma xanthorrhiza pada saat sekarang ini telah banyak diteliti terkait kandungan maupun efek farmakologinya.
Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian dengan menggunakan hewan
uji berupa tikus dan juga mencit, menunjukkan bahwa pemberian Curcuma xanthorrhiza (100 mg/kgBB) memiliki efek sebagai hepatoprotektif dengan menggunakan beberapa variasi hepatotoksin seperti karbon tetraklorida (CCl4),
galaktosamin, paracetamol, dll. Melalui pengecekan gambaran histopatologis
terlihat bahwa nekrosis dan kongesti vascular ditemukan lebih sedikit pada
kelompok hewan uji yang diberi Curcuma xanthorriza tersebut. Efek hepatoprotektif ini dikarenakan banyaknya senyawa antioksidan di dalam
Curcuma xanthorrhiza (Committee on Herbal Medicinal Products, 2013).
Curcuminoid di dalam Curcuma xanthorrhiza memiliki khasiat sebagai antioksidan dan juga antiinflamasi. Kurkumin bertindak sebagai scavenger
terhadap spesies oksigen, seperti radikal hidroksil, anion superoksida, dan oksigen
singlet dan juga menghambat peroksidasi lipid (Committee on Herbal Medicinal
Products, 2013).
Schizandrae Fructus atau berasal dari tanaman Schizandrae chinesis.
Schizandrae Fructus telah banyak digunakan untuk mengobati batuk, asma, diare, insomnia dalam pengobatan dengan menggunakan obat-obatan tradisional Cina.
Beberapa penelitian juga telah berhasil melakukan isolasi senyawa yang
membuktikan bahwa Schizandrae Fructus memiliki aktivitas antihepatotoksik terhadap CCl4 dan galaktosamin.
H. Ekstrak
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, ekstrak adalah sediaan kental
yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau
simplisia hewani atau pelikan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua
pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian
hingga memenuhi baku yang telah ditetaphan (Ditjen POM, 1995).
Dalam proses ekstraksi, terjadi peristiwa difusi pelarut ke dalam sel
bahan. Pelarut yang masuk ke dalam sel bahan tersebut akan melarutkan senyawa
bila kelarutan senyawa yang diekstrak sama dengan pelarut. Dengan cara tersebut
akan tercapai kesetimbangan antara zat terlarut dan pelarut. Pengeluaran bahan
aktif dari serbuk bahan tergantung kepada laju difusi subtansi dari serbuk bahan
ke dalam pelarut, waktu kontak dan laju pelarut menembus serbuk bahan
(Bombardelli, 1991).
Menurut Purseglove, Brown, Green, dan Robins (1981), tahapan proses
ekstraksi adalah sebagai berikut. Pertama adalah tahapan persiapan bahan dan
pelarut, tahap pembuatan serbuk bahan dengan ukuran tepat sesuai keperluan
ekstraksi, tahap ekstraksi dan tahap pemekatan larutan ekstrak. Menurut
Bernardini (1982), ada beberapa fakor yang mempengaruhi kecepatan ekstraksi,
yaitu penanganan pendahuluan, lama ekstraksi, suhu dan tipe pelarut yang
digunakan. Sebelum memulai ekstraksi, dilakukan persiapan bahan baku yang
untuk mempermudah proses ekstraksi. Selain itu, tingkat kemudahan ekstraksi
bahan kering masih ditentukan oleh ukuran partikel bahan. Bahan yang akan
diekstrak sebaiknya berukuran seragam untuk mempermudah kontak antara bahan
dengan pelarut. Metode ekstraksi yang dilakukan tergantung pada beberapa faktor
antara lain tujuan ekstraksi, skala ekstraksi, sifat komponen yang akan diekstrak,
dan sifat pelarut yang digunakan. Beberapa metode umum yang biasa dilakukan
adalah ekstraksi dengan pelarut, distilasi, pengepresan mekanik, dan sublimasi.
Diantara metode-metode tersebut, metode yang banyak dilakukan adalah distilasi
dan ekstraksi menggunakan pelarut. Prinsip ekstraksi menggunakan pelarut adalah
bahan yang akan diekstrak kontak langsung dengan pelarut selama selang waktu
tertentu dan komponen yang akan diekstrak akan terlarut dalam pelarut (Hougton
dan Raman, 1998).
Jenis pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi akan
mempengaruhi jenis bahan yang akan terekstrak. Kelarutan suatu senyawa dalam
pelarut tergantung dari gugus-gugus yang terikat pada pelarut tersebut. Pelarut
yang mempunyai gugus hidroksil (alkohol) dan karbonil (keton) termasuk pelarut
polar, sedangkan hidrokarbon termasuk ke dalam non polar. Masing-masing
pelarut mempunyai efesiensi yang berbeda-beda. Pemilihan pelarut harus
didasarkan pada sifat polaritas, stabilitas, dan harga. Konsep like dissolves like
merupakan konsep yang menjelaskan adanya fenomena dalam proses ekstraksi,
nilai kepolaran pelarut harus sedekat mungkin dengan kepolaran sampel. Konsep
ini sangat berguna jika komponen yang akan diekstrak sudah diketahui
melarutkan alkaloid dan aglikon. Pelarut non polar akan melarutkan senyawa
seperti lilin, lemak, dan terpenoid yang bersifat non polar (Houghton dan Raman,
1998).
Metanol (CH3OH) merupakan pelarut polar yang dapat bercampur
dengan air, alkohol, ester, keton, eter, dan sebagian pelarut organik. Metanol
sedikit larut dalam lemak dan minyak. Metanol berbentuk hablur cairan tidak
berwarna, jernih, bau khas dengan berat molekul 32,04. Titik didih metanol
berada pada 64,7 ºC (Ditjen POM, 1995).
I. Landasan Teori
Di dalam hati, terdapat bermacam-macam bentuk kerusakan hati.
Kerusakan hati akibat induksi obat yang biasa terjadi yaitu nekrosis. Nekrosis
merupakan kematian sel hati yang ditandai dengan rusaknya struktur lobulus hati.
Manifestasi dari toksikan yang berbahaya dapat menimbulkan nekrosis.
Perubahan biokimia yang terjadi bersifat kompleks dan berbagai hepatotoksikan
bekerja melalui berbagai mekanisme. Mekanisme terjadinya nekrosis diantaranya
hepatotoksikan secara kovalen mengikat protein dan lipid tidak jenuh dan
menyebabkan peroksidasi lipid (Price dan Wilson, 2005).
Keracunan CCl4 pada hati diawali dengan metabolisme dehalogenasi
reduktif oleh enzim sitokrom P450 menjadi suatu radikal bebas CCl3
-(triklorometil). Radikal bebas ini dapat berikatan secara kovalen dengan lemak
dan protein, menyebabkan kerusakan struktur membran dan penghambatan
berbagai enzim. CCl3- juga dapat bereaksi dengan O2 menghasilkan radikal bebas
asam lemak enoat membentuk radikal bebas organik yang dapat bereaksi dengan
O2 membentuk peroksida dan metabolit sitotoksik lainnya. Proses ini dikenal
sebagai peroksidasi lemak. Penelitian menunjukkan bahwa antioksidan
mengurangi sitotoksisitas CCl4 secara in vitro dan in vivo. Agen yang
menghambat pengikatan kovalen oleh CCl4 juga bersifat hepatoprotektif
(Bruckner dan Warren, 2001).
Biji alpukat (Persea americana Mill.) mengandung berbagai macam senyawa metabolit sekunder. Salah satunya adalah senyawa golongan fenolik.
Senyawa fenolik dapat berfungsi sebagai antioksidan karena dapat mengalami
reaksi redoks, yang menyebabkan senyawa tersebut dapat berfungsi sebagai agen
pereduksi, donor hidrogen, penetral radikal bebas dan pengkhelat logam. Persea americana Mill. juga mengandung berbagai macam senyawa fitokimia, diantaranya adalah tanin, flavonoid, alkaloid dan fenol. Flavonoid merupakan
senyawa poten antioksidan yang larut air dan penangkap radikal bebas. Flavonoid
mencegah kerusakan oksidatif pada sel, memiliki aktivitas antikanker yang kuat,
dan melindungi tubuh dengan cara melawan semua tahap karsinogenesis.
(Arukwe et al, 2012).
Pada penelitian ini digunakan ekstrak metanol biji Persea americana.
Pemilihan ekstrak metanol berdasarkan penelitian sebelumnya. Pada penelitian
efek antioksidan biji alpukat (Persea americana Mill.) telah diketahui bahwa senyawa fenolik yang berkhasiat sebagai antioksidan dapat terambil dengan baik
J. Hipotesis
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan
rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel dan Definisi Variabel Utama 1. Variabel utama :
a. Variabel bebas. Variabel bebas dari penelitian ini adalah variasi dosis
pemberian ekstrak metanol Persea americana Mill. ( biji buah alpukat ). Dosis ekstrak metanol Persea americana Mill. adalah sejumlah (gram) ekstrak metanol Persea americana Mill. tiap satuan kilogram berat badan subjek uji yang bersangkutan.
b. Variabel tergantung. Variabel tergantung dari penelitian ini adalah efek
hepatoprotektif ekstrak metanol Persea americana Mill. secara jangka panjang terhadap sel hati tikus terinduksi CCl4, ditandai dengan tolok ukur
kuantitatif berupa penurunan aktifitas Alanine Aminotransferase (ALT) dan
Aspartate Transaminase (AST).
2. Variabel pengacau terkendali
Hewan uji tikus jantan galur Wistar, berat badan 150-250 gram, umur
a.Frekuensi pemberian ekstrak metanol Persea americana Mill. 1 kali sehari selama 6 hari berturut-turut dengan waktu pemberian yang sama.
b.Cara pemberian ekstrak dilakukan secara per oral (p.o).
c.Bahan uji yang digunakan berupa biji Persea americana Mill. yang diperoleh dari Padang, Sumatra Barat.
3. Variabel pengacau tak terkendali
Kondisi patologis hewan uji
4. Definisi operasional
Definisi operasional yang digunakan pada penelitian ini yaitu :
a. Ekstrak metanol biji Persea americana Mill. adalah ekstrak kental yang diperoleh dengan mengekstraksi serbuk kering biji Persea americana Mill. seberat 10,0 gram yang dilarutkan dalam 100 ml pelarut metanol 70% yang
dikeringkan hingga bobot tetap.
b. Efek hepatoprotektif adalah kemampuan ekstrak metanol biji Persea americana Mill. pada dosis tertentu dapat melindungi hepar dari hepatotoksin.
c. Dosis optimum adalah dosis yang mampu memberikan % efek
hepatoprotektif dan % daya hepatoprotektif paling optimal.
d. Jangka panjang adalah penetapan lama pemejanan ekstrak metanol-air biji
Persea americana Mill. selama enam hari dan pada hari ke 7 diberi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB.
C. Subyek dan Bahan Penelitian 1. Subyek penelitian
Subyek uji yang digunakan berupa tikus jantan galur Wistar, umur 2-3
bulan dengan berkisar antara 150-250 gram, diperoleh dari Laboratorium Imono
Fakultas Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bahan penelitian
a. Bahan uji adalah simplisia biji buah alpukat (Persea americana Mill.) yang berupa serbuk. Bahan uji diperoleh dari kawasan Sumatera Barat yang telah
diserbukkan, dideterminasi serta ditetapkan kadar airnya.
b. Bahan hepatotoksik adalah larutan CCl4 (E. Merck, Darmstadt, Germany)
yang dilarutkan dalam Olive Oil (merek dagang Bartoli) yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. Konsentrasi karbon tetraklorida yang digunakan adalah 50%
dengan dosis 2 ml/kgBB.
c. Bahan pelarut aquadest diperoleh dari Laboratorium Farmakologi
Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
d. Bahan pengektrak serbuk biji alpukat yaitu metanol teknis (PT. Brataco)
dengan konsentrasi 99% yang diencerkan hingga konsentrasi 70%
menggunakan pengencer aquadest.
e. Penetapan aktivitas ALT digunakan pereaksi siap pakai kit GPT-ALAT (E.
Merck, Darmstadt, Germany) untuk mengukur aktivitas ALT serum.
GPT-ALAT :
R1 TRIS pH 7.15 140 mmol/L
L-Alanine 700 mmol/L
LDH (Lactate dehydrogenase) ≥2300 U/L
R2 2-Oxoglutarate 85 mmol/L
NADH 1 mmol/L
Pyridoxal-5-phosphate FS :
Good’s buffer pH 9.6 100mmol/L
Pyridoxal-5-phosphate 13mmol/L
f. Aquabidest digunakan sebagai pencuci vitalab mikro dan juga sebagai
blanko dalam pengukuran aktvitas kreatinin serum. Aquabidest ini diperoleh
dari laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
g. Natrium-Carboxymethyl Cellulosa (CMC-Na). CMC-Na yang digunakan dalam bentuk serbuk, diperoleh dari laboratorium Biofarmasetika Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
D. Alat dan Instrumen Penelitian
Alat-alat yang dipakai meliputi :
1. Seperangkat alat gelas berupa bekker glass, erlenmeyer, gelas ukur,
labu ukur, cawan porselen, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrek Iwaki)
2. Timbangan analitik
3. Shaker
5. Sentrifuge
6. Vortex
7. Spuit per oral dan syringe 3 cc
8. Pipa kapiler
9. Vitalab micro (Microlab 200, Merck)
10. Kamera (Canon 5D)
E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi serbuk Persea americana Mill.
Determinasi serbuk biji tanaman Persea americana Mill. dilakukan dengan mencocokan ciri-ciri tanaman Persea americana Mill. dengan serbuk biji tanaman Persea Americana Mill. yang telah dideterminasi dengan menggunakan buku acuan determinasi. Determinasi dilakukan secara makroskopis termasuk
organoleptis serbuk dan secara mikroskopis. Determinasi dilakukan oleh Yohanes
Dwiatmaka, M.Si yang merupakan dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
2. Pengumpulan bahan
Bahan uji yang digunakan adalah biji Persea americana Mill. yang masih segar, diperoleh dari Sumatera Barat pada bulan Januari (musin penghujan).
3. Pembuatan serbuk
Biji Persea americana Mill. dicuci bersih dibawah air mengalir. Setelah bersih, biji kemudian dikering anginkan hingga biji tidak tampak basah lagi,