• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek hepatoprotektif jangka panjang ekstrak metanol-air biji persea americana mill. terhadap aktivitas alt-ast serum pada tikus jantan wistar terinduksi karbon tetraklorida.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek hepatoprotektif jangka panjang ekstrak metanol-air biji persea americana mill. terhadap aktivitas alt-ast serum pada tikus jantan wistar terinduksi karbon tetraklorida."

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif ekstrak metanol biji alpukat (Persea americana Mill.) pada tikus jantan terinduksi CCl4

dengan cara menurunkan aktivitas serum Alanine Aminotransferase (ALT) dan Aspartate Aminotransferase (AST) dan untuk mengetahui berapa dosis optimum ekstrak metanol biji alpukat untuk menimbulkan efek hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi CCl4.

Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan dan berat ± 150-250 gram dibagi secara acak ke dalam tujuh kelompok perlakuan. Kelompok 1 (kontrol hepatotoksin) diberi CCl4 2 ml/kgBB. Kelompok II (kontrol

negatif) diberi Olive Oil. Kelompok III (kontrol ekstrak) diberi esktrak metanol biji alpukat dosis 1.400 mg/kgBB, Kelompok IV (kontrol positif) diberi Curliv®

4,05 ml/kgBB, Kelompok V-VII (perlakuan) ekstrak metanol biji alpukat dosis 1400; 700; dan 350 mg/kgBB sekali sehari selama 6 hari berturut-turut kemudian pada hari ke tujuh semua kelompok perlakuan diberi larutan CCl4 dosis 2

ml/kgBB. Pada jam ke 24 sesudahnya darah diambil dari sinus orbitalis mata untuk ditetapkan aktivitas ALT-AST serum. Data ALT-AST serum yang didapat dianalisis untuk mengetahui perbedaan aktivitas ALT-AST serum antar kelompok.

Hasil penelitian menunjukkan ekstrak metanol-air biji Persea americana

Mill. memberikan efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida. Ada kekerabatan dosis dengan respon yang muncul terlihat dari semakin besar dosis praperlakuan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. yang diberikan, maka semakin besar efek hepatoprotektif. Jadi ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 1400; 700; dan 350 mg/kgBB memiliki efek hepatoprotektif berturut-turut 96,6; 87,2; dan 78,6%. Nilai dosis optimum hepatoprotektif ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill.sebesar 1400 mg/kgBB.

(2)

ABSTRACT

This study aims to determine the hepatoprotective effect of methanol extract of avocado’s seed ( Persea americana Mill . ) in male rats induced CCl4

by decreasing the alanine aminotransferase (ALT ) and aspartate aminotransferase ( AST ) serum activity and to determine the optimum dose of methanol extract of avocado’s seed to give hepatoprotective effects in male rats induced CCl4.

This research was experimentally pure with direct sampling design. This research used male Wistar rats, age 2-3 months and weight ± 150-250 g. The rats were divided into seven treatment groups randomly. Group 1 (hepatotoxins control) was given CCl4 2 ml/kgBW . Group II (negative control) was given Olive

Oil . Group III (extracts control) was given methanol extract of avocado’s seed at dose 1400 mg/kgBW, Group IV (positive control) was given Curliv ® at dose 4.05 ml/kgBW , group V - VII ( treatment ) were given methanol extract of avocado’s seed at dose 1400 ; 700 , and 350 mg/kgBW. The extract was given once daily for 6 days and then on the seventh day, all treatment groups were given CCl4 at dose of 2 ml/kgBW. Twenty-four hours later, the blood was collected

from the orbital sinus eye to be measured AST and ALT serum activity. ALT - AST data were analyzed statistically.

Based of the results of the measurement, methanol - water extract of the seeds of Persea americana Mill. has hepatoprotective effect by decreasing the activity of ALT and AST serum in rats induced carbon tetrachloride . There was a relation between dose and response which was seen from higher dose of methanol

– water extract of the seeds of Persea americana Mill. given in pretreatment, will give higher hepatoprotective effect. Thus the methanol - water extract of seeds of

Persea americana Mill. at dose 1400 ; 700 ; and 350 mg/kgBW have hepatoprotective effects respectively 96.6 ; 87.2 , and 78.6 % and the optimum dose of methanol - water extract as hepatoprotector was 1400 mg/kgBW.

(3)

i

EFEKHEPATOPROTEKTIFJANGKAPANJANGEKSTRAK

METANOL-AIRBIJIPersea americana Mill. TERHADAP AKTIVITAS ALT-AST SERUM PADA TIKUS JANTAN WISTAR TERINDUKSI

KARBON TETRAKLORIDA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan Oleh:

Robert Dwijantara Putra NIM : 108114069

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku

menjadi sempurna (2 Korintus 12:9 ).

BERKAT...tidak selalu berupa emas, intan permata atau uang yang banyak, bukan pula saat kita tinggal di rumah mewah dan pergi bermobil..

Namun BERKAT adalah saat kita kuat dalam keadaan putus asa dan tetap BERSYUKUR saat tak punya apa-apa...

KEBAIKAN yg kita lakukan mungkin saja sudah DILUPAKAN orang,tapi

bagaimanapun BERBUAT BAIKlah,bagaimanapun BERIKAN yg TERBAIK dr diri kita.

Pada akhirnya kita tahu bahwa ini adalah urusan antara kita dengan TUHAN kita

dan ini bukan urusan antara kita dan mereka (MOTHER THERESA)

Kupersembahkan karyaku ini untuk :

Tuhan Yesusku, Bapa yang selalu menopangku saat ku tak mampu dan

mengangkatku saat kuterjatuh yang senantiasa memberiku kekuatan.

Papa, mama, kakak dan adik-adikku untuk doa dan perhatiannya.

Teman-teman yang telah hadir dan memberi semangat.

(7)
(8)
(9)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

berkat kasih karunia dan atas segala perlindungan yang telah diberikan sehingga

skripsi berjudul “EFEK HEPATOPROTEKTIF JANGKA PANJANG

EKSTRAK METANOL-AIR BIJI Persea Americana MILL. TERHADAP AKTIVITAS ALT-AST SERUM PADA TIKUS JANTAN WISTAR TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA” yang disusun untuk memenuhi

persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S.

Farm) dapat dikerjakan dengan baik dan lancar.

Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini

tidak terlepas dari bantuan dan campur tangan berbagai pihak. Oleh karena itu

pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph. D., Apt. Selaku Dosen Pembimbing skripsi atas

segala kesabaran dalam membimbing, memberikan masukan dan motivasi

kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji skripsi atas

bantuan dan masukkan selama penyusunan skripsi.

3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku Dosen Penguji skripsi atas bantuan

dan masukkan selama penyusunan skripsi dan yang telah memberikan

(10)

viii

4. Ibu Rini Dwiastuti, M.Si., Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi

yang telah memberikan ijin dalam penggunaan semua fasilitas laboratorium

untuk kepentingan penelitian ini.

5. Pak Heru, Pak Suparjiman, Pak Kayatno, Dokter Ari, Pak Ratijo, dan Pak

Wagiran selaku Staff Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma yang telah membantu penulis dalam pengerjaan penelitian di

laboratorium.

6. Segenap dosen dan karyawan atas ilmu yang diberikan.

7. Keluargaku terkasih, Bapak Budi Kasno, Mama Nastiti Handayani, Henry

Budi Saputra, Rio Bryantara Putra dan Nina Fiona Putri yang memberikan

doa, kasih sayang dan semangat kepada penulis.

8. Teman-teman “tim Persea americana Mill.”, Cilla, Dian, Lidya, Ike Kum,

Ike Kiting, Dion, Yudhita, Iren, Angel, Dara, Ita, Ote, dan Ayu atas kerja

sama, bantuan, suka duka, semangat, dan perjuangan dalam menyelesaikan

skripsi sampai akhir.

9. Liana Risha Gunawan yang selalu mendukung penulis dalam suka dan duka

dalam pembuatan skripsi ini.

10. Teman-teman FST dan FKK 2010 yang selalu mengisi hari-hari dan

memberikan semangat kepada penulis dalam pembuatan skripsi ini.

11. Seluruh teman, baik di Fakultas Farmasi maupun teman-teman lain atas

dukungannya dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per

(11)

ix

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini belum sempurna dan masih

banyak kekurangan sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari semua pihak demi kemajuan di masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat

bagi semua pihak serta memberikan sumbangan kecil bagi perkembangan ilmu

pengetahuan khususnya di bidang ilmu kefarmasian.

Yogyakarta, November 2013

(12)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

INTISARI ... xx

ABSTRACT ... xxi

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

(13)

xi

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 5

2. Tujuan khusus ... 6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 7

A. Anatomi Dan Fisiologi Hati... 7

B. Kerusakan Pada Hati... 9

1. Perlemakan hati ... 9

2. Nekrosis hati... 10

3. Kolestasis... 10

4. Sirosis hati... 11

C. Hepatotoksin ... 11

1. Hepatotoksin teramalkan ... 11

2. Hepatotoksin tak teramalkan ... 12

D. Karbon Tetraklorida ... 13

E. Pemeriksaan Biokimiawi Hati ... 17

F. Kandungan Fitokimia Biji Persea americana Mill.... 18

G. Sirup Curliv®Plus ... 20

H. Ekstrak ... 22

I. Landasan Teori ... 24

J. Hipotesis ... 26 B. Tujuan Penelitian ...

(14)

xii

BAB III. METODE PENELITIAN ... 27

A. Jenis Dan Rancangan Penelitian ... 27

B. Variabel Dan Definisi Operasional ... 27

1. Variabel utama ... 27

2. Variabel pengacau terkendali ... 27

3. Variabel pengacau tak terkendali ... 28

4. Definisi operasional ... 28

C. Subyek Dan Bahan Penelitian ... 29

1. Subyek penelitian ... 29

2. Bahan penelitian ... 29

D. Alat Dan Instrumen Penelitian ... 30

E. Tata Cara Penelitian ... 31

1. Determinasi serbuk tanaman Persea americana Mill.... 31

2. Pengumpulan bahan ... 31

3. Pembuatan serbuk ... 31

4. Pembuatan ekstrak metanol biji Persea americana Mill..... 32

5. Pembuatan larutan Natrium - Carboxy Methyl Cellulos a (CMC-Na) 1% ... 32

6. Pembuatan suspensi ekstrak metanol – air Persea americana Mill. dalam CMC-Na 1 % ... 33

7. Pembuatan larutan karbon tetraklorida (CCl4) konsentrasi 50% ... 33

8. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill. ... 33

(15)

xiii

10. Uji pendahuluan ... 34

11. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji ... 35

12. Pembuatan serum ... 36

13. Penetapan aktivitas serum ALT dan serum AST ... 36

F. Tata Cara Analisis Hasil ... 37

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Penyiapan Bahan ... 38

1. Determinasi serbuk ... 38

2. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill..... 39

3. Hasil penimbangan bobot ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill... 39

B. Uji Pendahuluan ... 40

1. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida ... 40

2. Penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji ... 41

3. Penetapan lama pemejanan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. ... 44

4. Penetapan dosis ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill.... 45

C. Hasil Uji Efek Hepatoprotektif Pemberian Ekstrak Metanol-Air Biji Persea americana Mill. ... 45

1. Kontrol negatif olive oil dosis 2 ml/kgBB ... 50

2. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB ... 53

(16)

xiv

4. Kontrol positif curliv® dosis 4,05 ml/kgBB ... 55

5. Kelompok perlakuan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 350; 700 dan 1400 mg/kgBB pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB ... 56

D. Rangkuman Pembahasan ... 61

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65

LAMPIRAN ... 69

(17)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Peningkatan aktivitas enzim serum akibat induksi senyawa

toksik ... 17

Tabel II. Kandungan fitokimia dari Persea americana pada daun, buah

dan biji ... ... 19

Tabel III. Rata-rata aktivitas serum ALT tikus setelah induksi karbon

tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada selang waktu pencuplikan

darah jam ke-0, jam ke-24, dan jam ke-48 ... 41

Tabel IV. Hasil uji Scheffe aktivitas serum ALT tikus setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada pencuplikan darah

jam ke-0, jam ke-24, dan jam ke-48 ... 42

Tabel V. Rata-rata aktivitas serum AST tikus setelah induksi karbon

tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada selang waktu pencuplikan

darah jam ke-0, jam ke-24, dan jam ke-48 ... 43

Tabel VI. Hasil uji Scheffe aktivitas serum AST tikus setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada pencuplikan darah

jam ke-0, jam ke-24, dan jam ke-48 ... 44

Tabel VII. Purata ± SE aktivitas ALT dan AST tikus praperlakuan

(18)

xvi

karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB ... 46

Tabel VIII. Hasil uji statistik uji Man Whitney aktivitas ALT tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB

pada kelompok perlakuan ... 47

Tabel IX. Hasil uji statistik uji Scheffe aktivitas AST tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada

kelompok perlakuan ... 49

Tabel X. Perbandingan kontrol olive oil jam ke-0 dan jam ke-24

pada serum ALT dan serum AST tikus ... 51

Tabel XI. Hasil penetapan kadar air serbuk biji Persea americana

Mill. ... 129

Tabel XII. Hasil rendemen ekstrak metanol-air biji Persea americana

Mill. ... 129

Tabel XIII. Bobot pengeringan ekstrak metanol - air biji Persea

americana Mill. ... 130 Tabel XIV. Hasil validitas dan reabilitas pengukuran ALT ... 130

(19)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida 15

Gambar 2. Diagram batang rata-rata aktivitas serum ALT tikus setelah

induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada

pencuplikan darah jam ke-0, jam ke-24, dan jam ke-48 ... 41

Gambar 3. Diagram batang rata-rata aktivitas serum AST tikus setelah

induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada

pencuplikan darah jam ke-0, jam ke-24, dan jam ke-48 ... 43

Gambar 4. Diagram batang rata-rata aktivitas serum ALT tikus pra-

perlakuan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill 1 x sehari selama 6 hari terinduksi karbon tetraklorida

2 ml/kgBB ... 48

Gambar 5. Diagram batang rata-rata aktivitas serum AST tikus pra-

perlakuan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill 1 x sehari selama 6 hari terinduksi karbon tetraklorida

2 ml/kgBB ... 50

Gambar 6. Diagram batang rata-rata perbandingan serum ALT kontrol

olive oil jam ke-0 dan kontrol olive oil jam ke-24 ... 51 Gambar 7. Diagram batang rata-rata perbandingan serum AST kontrol

(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto serbuk biji Persea americana Mill. ... 70

Lampiran 2. Foto ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. ... 70

Lampiran 3. Foto suspensi ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dalam CMC-Na 1% ... 70

Lampiran 4. Sirup Curliv Plus® ... 71

Lampiran 5. Surat pengesahan determinasi serbuk biji Persea americana

Mill. ... 72

Lampiran 6. Surat pengesahan Medical and Health Research Ethics

Committee (MHREC) ... 73

Lampiran 7. Analisis statistik aktivitas serum ALT dan AST pada uji

pendahuluan penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida

dosis 2 ml/kgBB ... 74

Lampiran 8. Analisis statistik aktivitas serum ALT perlakuan ekstrak

metanol-air biji Persea americana setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB ... 83

Lampiran 9. Analisis statistik serum AST perlakuan ekstrak metanol-air

biji Persea americana Mill setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB ... 102

Lampiran 10. Analisis statistik aktivitas serum ALT dan serum AST

(21)

xix

Lampiran 11. Perhitungan efek hepatoprotektif ... 126

Lampiran 12. Perhitungan daya hepatoprotektif ekstrak metanol biji Persea americana Mill. dibandingkan dengan kontrol positif Curliv® ... 126

Lampiran 13. Perhitungan penetapan peringkat dosis ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. kelompok perlakuan ... 127

Lampiran 14. Perhitungan konversi dosis untuk manusia ... 128

Lampiran 15. Perhitungan konversi hari untuk manusia ... 128

Lampiran 16. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill. ... 129

Lampiran 17. Hasil rendemen ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. ... 129

Lampiran 18. Bobot pengeringan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. ... 130

(22)

xx

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif ekstrak metanol biji alpukat (Persea americana Mill.) pada tikus jantan terinduksi CCl4

dengan cara menurunkan aktivitas serum Alanine Aminotransferase (ALT) dan Aspartate Aminotransferase (AST) dan untuk mengetahui berapa dosis optimum ekstrak metanol biji alpukat untuk menimbulkan efek hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi CCl4.

Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan dan berat ± 150-250 gram dibagi secara acak ke dalam tujuh kelompok perlakuan. Kelompok 1 (kontrol hepatotoksin) diberi CCl4 2 ml/kgBB. Kelompok II (kontrol

negatif) diberi Olive Oil. Kelompok III (kontrol ekstrak) diberi esktrak metanol biji alpukat dosis 1.400 mg/kgBB, Kelompok IV (kontrol positif) diberi Curliv®

4,05 ml/kgBB, Kelompok V-VII (perlakuan) ekstrak metanol biji alpukat dosis 1400; 700; dan 350 mg/kgBB sekali sehari selama 6 hari berturut-turut kemudian pada hari ke tujuh semua kelompok perlakuan diberi larutan CCl4 dosis 2

ml/kgBB. Pada jam ke 24 sesudahnya darah diambil dari sinus orbitalis mata untuk ditetapkan aktivitas ALT-AST serum. Data ALT-AST serum yang didapat dianalisis untuk mengetahui perbedaan aktivitas ALT-AST serum antar kelompok.

Hasil penelitian menunjukkan ekstrak metanol-air biji Persea americana

Mill. memberikan efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida. Ada kekerabatan dosis dengan respon yang muncul terlihat dari semakin besar dosis praperlakuan ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. yang diberikan, maka semakin besar efek hepatoprotektif. Jadi ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dosis 1400; 700; dan 350 mg/kgBB memiliki efek hepatoprotektif berturut-turut 96,6; 87,2; dan 78,6%. Nilai dosis optimum hepatoprotektif ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill.sebesar 1400 mg/kgBB.

(23)

xxi ABSTRACT

This study aims to determine the hepatoprotective effect of methanol extract of avocado’s seed ( Persea americana Mill . ) in male rats induced CCl4

by decreasing the alanine aminotransferase (ALT ) and aspartate aminotransferase ( AST ) serum activity and to determine the optimum dose of methanol extract of avocado’s seed to give hepatoprotective effects in male rats induced CCl4.

This research was experimentally pure with direct sampling design. This research used male Wistar rats, age 2-3 months and weight ± 150-250 g. The rats were divided into seven treatment groups randomly. Group 1 (hepatotoxins control) was given CCl4 2 ml/kgBW . Group II (negative control) was given Olive Oil . Group III (extracts control) was given methanol extract of avocado’s seed at dose 1400 mg/kgBW, Group IV (positive control) was given Curliv ® at dose 4.05 ml/kgBW , group V - VII ( treatment ) were given methanol extract of avocado’s seed at dose 1400 ; 700 , and 350 mg/kgBW. The extract was given once daily for 6 days and then on the seventh day, all treatment groups were given CCl4 at dose of 2 ml/kgBW. Twenty-four hours later, the blood was collected

from the orbital sinus eye to be measured AST and ALT serum activity. ALT - AST data were analyzed statistically.

Based of the results of the measurement, methanol - water extract of the seeds of Persea americana Mill. has hepatoprotective effect by decreasing the activity of ALT and AST serum in rats induced carbon tetrachloride . There was a relation between dose and response which was seen from higher dose of methanol

– water extract of the seeds of Persea americana Mill. given in pretreatment, will give higher hepatoprotective effect. Thus the methanol - water extract of seeds of

Persea americana Mill. at dose 1400 ; 700 ; and 350 mg/kgBW have hepatoprotective effects respectively 96.6 ; 87.2 , and 78.6 % and the optimum dose of methanol - water extract as hepatoprotector was 1400 mg/kgBW.

(24)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Hati merupakan organ yang berperan penting dalam banyak proses

metabolisme. Darah yang mengandung nutrisi dari saluran gastrointestinal

terlebih dahulu melewati vena portal di hati, dimana nutrisi seperti karbohidrat,

lemak dan vitamin dapat dipindahkan dan disimpan dalam jangka waktu tertentu

hingga nutrisi tersebut dibutuhkan. Sel-sel hati mampu memetabolisme

karbohidrat, lemak, dan protein. Hati mampu mensintesis dan mensekresi

empedu, yang mengandung air, ion-ion, lemak-lemak (turunan kolesterol yang

dikenal sebagai garam empedu) dan pigmen empedu seperti bilirubin (Stine dan

Brown, 1996).

Aneka penyakit pada hati termasuk penyakit yang paling serius yang

dapat dikelompokkan menjadi hepatitis (penyakit radang pada hati) akut dan

kronis, hepatosis (penyakit hati tanpa peradangan) dan sirosis (penyakit

degeneratif menyebabkan fibrosa pada hati). Faktor-faktor penyebab kerusakan

pada hati karena induksi oleh obat atau racun seperti konsumsi alkohol yang

berlebihan, antibiotik tertentu, kemoterapi, minyak terperoksidasi, aflatoksin,

karbontetraklorida, hidrokarbon terklorinasi dan zat-zat toksik lainnya dan reaksi

imunologi (Williamson, David, dan Fred, 1996). Keracunan hati pada pasien yang

menderita penyakit kuning diperkirakan 2% disebabkan oleh induksi obat dan

(25)

1960-1970 memberikan gambaran bahwa obat atau toksikan menyebabkan kira-kira

10% dari seluruh kasus hepatitis atau kira-kira 20-30% dari kasus penyakit hati

akut. Beberapa penelitian terbaru melaporkan bahwa 15-40% kasus penyakit hati

akut diperantarai oleh obat-obatan (Cadman, 2000).

Salah satu senyawa yang dapat digunakan sebagai senyawa model yang

dapat menimbulkan kerusakan pada hati adalah karbon tetraklorida (CCl4). CCl4

merupakan xenobiotik yang lazim digunakan untuk menginduksi peroksidasi lipid

dan keracunan. Dalam endoplasmik retikulum hati CCl4 dimetabolisme oleh

sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) menjadi radikal triklorometil (CCl3*).

Triklorometil dengan oksigen membentuk radikal triklorometilperoxi yang

menyerang lipid membran endoplasmik retikulum dan akhirnya menyebabkan

kematian sel (Panjaitan, Handharyani, Chairul, Masriani, Zakiah dan Manalu,

2007).

Obat-obatan untuk mengatasi kerusakan hati masih jarang ditemukan di

Indonesia. Maka dari itu dalam penelitian ini akan dicari alternatif terapi

pengobatan dari sumber daya alam. Salah satu tanaman yang dapat digunakan

sebagai obat tradisional adalah alpukat. Alpukat merupakan tanaman yang dapat

tumbuh subur di Indonesia dan merupakan salah satu jenis buah yang digemari

banyak orang karena selain rasanya enak, buah alpukat juga kaya antioksidan dan

zat gizi seperti lemak yaitu 9,8 g/100g daging buah (Afrianti, 2010). Sebagian

besar masyarakat memanfaatkan alpukat pada buahnya saja sedangkan bagian lain

seperti biji kurang dimanfaatkan. Biji alpukat dipercaya dapat mengobati sakit

(26)

menurunkan kadar glukosa darah (Zuhrotun, 2007). Hasil skrining fitokimia yang

dilakukan oleh Zuhrotun (2007) terhadap simplisia dan ekstrak etanol biji alpukat

menunjukkan bahwa biji alpukat mengandung polifenol, flavonoid, triterpenoid,

kuinon, saponin, tanin, monoterpenoid dan seskuiterpenoid.

Biji alpukat (Persea americana Mill.) mengandung berbagai macam senyawa metabolit sekunder. Salah satunya adalah senyawa golongan fenolik.

Senyawa fenolik dapat berfungsi sebagai antioksidan karena dapat mengalami

reaksi redoks, yang menyebabkan senyawa tersebut dapat berfungsi sebagai agen

pereduksi, donor hidrogen, penetral radikal bebas dan pengkhelat logam.

Antioksidan dalam pengertian kimia merupakan senyawa pemberi elektron.

Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa

yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa terhambat.

Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron

yang dimiliki radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari

pemberian radikal bebas (Winarsi, 2007). Berdasarkan kemampuannya sebagai

antioksidan dimungkinkan biji alpukat juga memiliki khasiat sebagai

hepatoprotektor. Senyawa hepatoprotektor merupakan senyawa yang dapat

melindungi sel-sel hati dari kerusakan. Sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian

mengenai aktivitas hepatoprotektif biji alpukat belum pernah dilakukan.

Pada penelitian ini digunakan ekstrak metanol biji alpukat. Pemilihan

ekstrak metanol berdasarkan penelitian sebelumnya. Pada penelitian efek

(27)

Persea americana Mill. dengan menggunakan pelarut metanol (Carpena, Morcuende, Andrade, Kylli dan Estevez, 2011). Pemberian ekstrak metanol biji

alpukat secara jangka panjang pada hewan uji tikus jantan wistar yaitu selama 6

hari karena perlakuan selama 6 hari pada hewan uji tikus jika dikonversikan untuk

manusia sama dengan 204 hari.

1. Perumusan masalah

a. Apakah ekstrak metanol biji alpukat mempunyai efek hepatoprotektif

pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida dengan cara menurunkan

aktivitas Alanine Aminotransferase (ALT) serum dan Aspartate

Transaminase (AST) serum ?

b. Berapa besar dosis optimum ekstrak metanol biji alpukat untuk

menimbulkan efek hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi karbon

tetraklorida ?

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan biji Persea americana

Mill. yaitu :

a. Penelitian yang dilakukan oleh Arukwe, dkk (2012). Penelitian tersebut

dilakukan untuk mengetahui kandungan dari biji, daun, dan buah Persea americana. Pada penelitian tersebut, meskipun dilakukan analisis kandungan biji Persea americana namun khasiat kandungan biji Persea americana tidak diteliti.

b. Penelitian yang dilakukan oleh Carpena, dkk (2011). Penelitian ini

(28)

mikroba biji Persea americana Mill. Pada penelitian tersebut tidak dilakukan uji aktivitas Persea americana Mill. untuk digunakan sebagai hepatoprotektor.

c. Penelitian yang dilakukan oleh Zuhrotun (2007). Penelitian tersebut

menguji aktivitas antidiabetes dari ekstrak etanol biji Persea americana

Mill. namun tidak dilakukan uji aktivitas hepatoprotektif.

Pada penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk menguji aktivitas

ekstrak metanol biji Persea americana Mill. sebagai hepatoprotektor secara jangka panjang dan untuk mengetahui dosis efektif dari ekstrak metanol biji

Persea americana Mill. sebagai hepatoprotektor.

Penelitian tentang efek hepatoprotektif ekstrak metanol biji Persea americana Mill. pada tikus jantan wistar terinduksi karbon tetraklorida secara jangka panjang belum pernah dilakukan sebelumnya.

3. Manfaat penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan ilmu

pengetahuan tentang tanaman yang memiliki khasiat hepatoprotektif.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui dosis optimum jangka

panjang penggunaan tanaman biji alpukat oleh masyarakat khususnya

(29)

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai efek

hepatoprotektif ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. secara jamgka panjang untuk pengembangan ilmu kefarmasian.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui efek hepatoprotektif ekstrak metanol biji alpukat pada

tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida dengan cara menurunkan

aktivitas ALT & AST serum.

b. Untuk mengetahui besar dosis optimum ekstrak metanol biji alpukat untuk

menimbulkan efek hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi karbon

(30)

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Hati

Hati merupakan organ yang berperan penting dalam banyak proses

metabolisme. Darah yang mengandung nutrisi dari saluran gastrointestinal

terlebih dahulu melewati vena portal di hati, di mana nutrisi seperti karbohidrat,

lemak dan vitamin dapat dipindahkan dan disimpan dalam jangka waktu tertentu

hingga nutrisi tersebut dibutuhkan. Sel-sel hati mampu memetabolisme

karbohidrat, lemak, dan protein. Hati mampu mensintesis dan mensekresi

empedu, yang mengandung air, ion-ion, lemak-lemak (turunan kolesterol yang

dikenal sebagai garam empedu) dan pigmen empedu seperti bilirubin (Stine dan

Brown, 1996).

Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas

rongga perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 g atau 2,5 % dari berat badan

orang dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan

persediaan darah. Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan

oleh ligamentum falciforme. Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu Vena

porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan nutrien seperti

asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan mineral dan Arteri

hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen. Cabang-cabang

pembuluh darah vena porta hepatica dan arteri hepatica mengalirkan darahnya ke

(31)

Di dalam hematosit zat racun akan dinetralkan sedangkan nutrien akan ditimbun

atau dibentuk zat baru, dimana zat tersebut akan disekresikan ke peredaran darah

tubuh (Lingappa, 1995)

Sel-sel hati tersusun dalam pola heksagonal khusus, dikenal sebagai

lobulus (Stine dan Brown, 1996). Lobulus hati berbentuk silindris dengan panjang

beberapa milimeter dan berdiameter 0,8 sampai 2 milimeter. Hati manusia berisi

50.000 sampai 100.000 lobulus (Guyton dan Hall, 1996). Sel-sel epitel disebut

hepatosit tersusun menyebar di luar vena sentral (cabang vena hepatik). Di antara

kolom-kolom hepatosit terdapat saluran yang disebut sinusoid. Pada sinusoid

menempal sel-sel endotelial dengan permeabilitas tinggi. Sinusoid juga

mengandung sel-sel fagosit disebut sel-sel Kupffer. Tiga pembuluh lainnya di

setiap sudut luar heksagon (area portal): cabang vena portal, cabang dari arteri

hepatik, dan saluran empedu. Darah mengalir ke dalam hati melalui cabang arteri

hepatik dan vena portal, melalui sinusoid, dan mengalir keluar melalui vena

sentral. Empedu dihasilkan di hepatosit dan mengalir keluar melalui kanalikuli

empedu (terletak di antara perbatasan hepatosit) menuju saluran empedu.

Lobulus-lobulus bukanlah unit fungsional yang berdiri sendiri-sendiri. Setiap

pasang vena portal/ arteri hepatik mengalirkan darah tidak hanya ke satu lobulus,

tetapi ke suatu area sel-sel yang meliputi 2 lobulus atau lebih. Area ini disebut

asinus (Stine dan Brown, 1996).

Hati mempunyai bermacam-macam fungsi dengan 3 fungsi utama dalam

tubuh yaitu untuk sintesis, ekskresi dan metabolisme (Chandrasoma dan Taylor,

(32)

saluran empedu mengangkut empedu sedangkan kandungan empedu menyimpan

dan mengeluarkan empedu ke dalam usus halus sesuai kebutuhan (Price dan

Wilson, 2005).

Fungsi metabolisme hati yang lain adalah metabolisme lemak;

penimbunan vitamin, besi dan tembaga; konjugasi dan ekskresi steroid adrenal

dan gonad, serta detoksifikasi sejumlah zat endogen dan eksogen. Fungsi

detoksifikasi sangat penting dan dilakukan oleh enzim hati melalui oksidasi,

reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat-zat yang dapat berbahaya, dan

mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif (Price dan Wilson,

2005). Untuk menjalankan fungsi tersebut, hati dilengkapi dengan sistem vaskuler

hepatika (Guyton, 1983). Sistem vaskuler hepatika memungkinkan hati sebagai

tempat utama metabolisme (biotransformasi) obat induk menjadi metabolitnya

(Donatus, 1992).

Hati yang normal mempunyai kapasitas cadangan yang besar untuk

melakukan fungsinya. Dalam keadaan normal, 80% bagian dari hati dapat

dihentikan aktivitasnya tanpa harus mengurangi fungsinya (Chandrasoma dan

Taylor, 1995).

B. Kerusakan Pada Hati

Kerusakan hati dapat berupa perlemakan hati, nekrosis, kolestatis dan

sirosis hati (Price dan Wilson, 2005).

1. Perlemakan hati

Perlemakan hati adalah penumpukan lemak lebih dari 5% pada organ

(33)

berhubungan dengan peningkatan kadar asam lemak bebas dalam plasma yang

terjadi akibat mobilisasi lemak dari jaringan adiposa atau dari hidrolisis

triasilgliserol lipoprotein oleh lipase sensitif hormone di jaringan ekstrahepatik.

Pembentukan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) tidak dapat mengimbangi meningkatnya influx dan esterifikasi asam lemak bebas sehingga terjadi

penumpukan triasilgliserol yang menyebabkan perlemakan hati. Kedua, karena

adanya penghambatan metabolik dalam produksi lipoprotein plasma sehingga

terjadi penimbunan triasilgliserol (Muray, Daryl, dan Victor, 2009).

2. Nekrosis hati

Nekrosis merupakan kematian sel hati yang ditandai dengan rusaknya

struktur lobulus hati. Manifestasi dari toksikan yang berbahaya dapat

menimbulkan nekrosis. Perubahan biokimia yang terjadi bersifat kompleks dan

berbagai hepatotoksikan bekerja melalui berbagai mekanisme. Mekanisme

terjadinya nekrosis diantaranya hepatotoksikan secara kovalen mengikat protein

dan lipid tidak jenuh dan menyebabkan peroksidasi lipid (Price dan Wilson,

2005). Nekrosis biasanya didahului oleh perubahan morfoligik sel-sel hati, seperti

rusaknya inti sel, homogenisasi sitoplasma, dan pecahnya membran plasma (Lu,

1995).

3. Kolestasis

Kolestatis merupakan kerusakan hati yang bersifat akut dan disebabkan

karena aktifitas ekskresi empedu pada membran kanalikuli biliaris. Penyakit

kolestatis lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan perlemakan hati dan

(34)

4. Sirosis hati

Sirosis yaitu suatu keadaan berupa penggantian hepatosit yang rusak

secara permanen oleh jaringan ikat. Sirosis ditandai dengan adanya septa kolagen

yang tersebar di sebagian besar hati. Peradangan hati yang berkepanjangan atau

berulang umumnya berkaitan dengan alkoholisme kronik dapat menyebabkan

sirosis. Hepatosit memiliki kemampuan untuk beregenerasi cukup cepat untuk

menggantikan sel-sel yang rusak (Price dan Wilson, 2005).

Ada banyak tipe sirosis, berkaitan dengan berbagai sebab : portal,

nutrisional, dan sirosis alkoholis. Kerusakan hati ini disebabkan oleh salah gizi,

kesenjangan protein makanan dan peminum berat pada periode yang panjang.

Gejala permulaan tidak jelas, pada penderita sirosis biasanya mempunyai

gangguan lambung, kehilangan nafsu makan, gangguan pencernaan, mual,

muntah, sembelit atau diare dan sakit perut berkepanjangan (Cooper, 1996).

C. Hepatotoksin

Kerusakan hati akut, subakut maupan kronis dapat ditimbulkan oleh

hepatotoksin yaitu senyawa kimia yang memiliki efek toksik terhadap hati,

dengan dosis berlebihan atau pemejanan dalam jangka waktu yang lama

(Zimmerman, 1978).

Obat atau senyawa kimia yang dapat menyebabkan kerusakan hati dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Hepatotoksin teramalkan (intrinsik)

Merupakan obat atau senyawa kimia yang pada dasarnya mempunyai

(35)

menimbulkan kerusakan nekrosis hepatoseluler adalah racun jamur (Amanita phalloides), aflatoksin, karbontetraklorida, kloroform, parasetamol dan lain sebagainya (Chandrasoma dan Taylor, 1995). Prosesnya dikenal sebagai

toksisitas-intrinsik, dan aksinya dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung.

Secara langsung maksudnya obat induk atau metabolitnya langsung berikatan

dengan komponen membran sel dan merusak sel hati beserta seluruh organelnya,

seperti ditunjukkan CCl4 dan parasetamol. Secara tidak langsung maksudnya obat

induk atau obat bentuk metabolitnya dalam menimbulkan luka hepatik dengan

cara mengganggu jalur metabolik-khas (misalnya tetrasiklin), atau menggangu

jalur ekskresi hepatik (misalnya rifampisin) (Donatus, 1992). Kerusakan yang

ditimbulkan bergantung dosis dan dapat dicobakan pada hewan uji dan

menyebabkab lesi yang mirip manusia (Zimmerman, 1978).

2. Hepatotoksin tak teramalkan (idiosinkratik)

Senyawa yang termasuk dalam golongan ini yaitu senyawa yang

memiliki sifat tidak toksik pada hati, akan tetapi dapat menyebabkan penyakit hati

pada individu yang hipersensitif terhadap senyawa tersebut yang diperantarai oleh

mekanisme alergi (misalnya sulfonamid, halotan) atau karena keabnormalan

metabolik menuju penumpukan metabolit toksik (misalnya iproniazid, isoniazid)

(Zimmerman, 1978; Donatus, 1992). Kerusakan hati yang ditimbulkan oleh

hepatotoksin golongan ini tidak dapat diperkirakan dan tidak tergantung pada

(36)

D. Karbon tetraklorida

Senyawa ini merupakan senyawa sintesis yang tidak terdapat dalam alam

secara alami. Karbon tetraklorida berupa cairan bening, berbau manis yang dapat

tercium pada jumlah rendah. Karbon tetraklorida juga disebut metanatetraklorida.

Karbon tetraklorida paling sering dijumpai dalam bentuk gas tidak berwarna,

tidak mudah terbakar, dan sukar larut dalam air. Karbon tetraklorida digunakan

dalam produksi cairan untuk lemari es, bahan campuran propelan untuk kaleng

aerosol, pestisida, cairan pembersih, minyak pelumas, bahan pemadam kebakaran,

dan penghapus noda. Namun sekarang penggunaan karbon tetraklorida dilarang

karena efeknya yang berbahaya. Karbon tetraklorida saat ini hanya digunakan

untuk keperluan industri (Klassen, 1995).

Pemberian CCl4 secara intragastrikal, subkutan, intraperitoneal dan

inhalasi dapat menunjukkan ciri kerusakan nekrosis sentrilobuler dan steatosis

(Zimmerman, 1978). Karbon tetraklorida (CCl4) didistribusikan secara cepat

keseluruh organ dan jaringan, dengan kadar tertinggi pada lemak jaringan, hati

dan sumsum tulang (Zimmerman, 1978). Hati merupakan organ yang paling

sensitif terhadap CCl4 karena fungsi metabolismenya. Ginjal juga dirusak karena

fungsi ekskresinya. Pada paparan CCl4 dalam tingkat ringan dan kemudian

berhenti, hati dan ginjal mampu memperbaiki sel-sel yang dirusak dan berfungsi

normal kembali. Pada paparan terlalu tinggi, sistem saraf termasuk otak

dipengaruhi. Penderita dapat mengalami sakit kepala, pusing, mengantuk, mual

(37)

kasus keterpaparan yang parah, koma dan bahkan kematian dapat terjadi (Loomis,

1978).

Efek toksik selektif dari CCl4 pada sel hati ditandai dengan terjadinya

degenerasi melemak makrovesikuler dan nekrosis sentrilobuler atau salah satu

dari kedua tanda tersebut tergantung dosis CCl4 yang diberikan. Degenerasi

melemak sel-sel hati hewan percobaan mulai terjadi dalam waktu 1 jam setelah

pemberian CCl4 dimana pada saat itu konsentrasi CCl4 dalam hati mencapai

puncak. Nekrosis hati mulai tampak dari 6 sampai 12 jam dan mencapai puncak

pada 24 sampai 36 jam setelah pemejanan (Zimmerman, 1978).

Tanda-tanda awal kerusakan hepatoseluler pada hati meliputi peruraian

polisom dan ribosom dari retikulum endoplasma kasar, penghambatan sintesis

protein dan akumulasi trigliserida. Karbon tetraklorida yang diingesti memasuki

hati, mengalami aktivasi metabolit, menghasilkan lipoperoksidasi, pengikatan

secara kovalen, dan penghambatan aktivitas mikrosomal ATPase. Nekrosis sel

tunggal terjadi dalam 5-6 jam sesudah ingesti, berkembang menjadi nekrosis

sentrilobuler maksimum dalam 24-48 jam sesudah ingesti. Aktivitas enzim

mikrosomal menurun. Berbagai enzim sitoplasmik dilepaskan hepatosit ke dalam

aliran darah. Aktivitas enzim-enzim tersebut di dalam serum berhubungan dengan

kehadiran nekrosis pada hati. Regenerasi seluler ditunjukkan dengan peningkatan

sintesis DNA dan siklus sel, maksimal 36-48 jam sesudah ingesti. Kecepatan dan

jumlah perbaikan jaringan untuk menentukan bentuk kerusakan hati (Bruckner

(38)

Gambar 1. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida (Timbrell, 2008)

Keracunan CCl4 pada hati diawali dengan metabolisme dehalogenasi

reduktif oleh enzim sitokrom P450 (CYP2E1) menjadi suatu radikal bebas CCl3

-(triklorometil). Radikal bebas ini dapat berikatan secara kovalen dengan lemak

dan protein, menyebabkan kerusakan struktur membran dan penghambatan

berbagai enzim. CCl3- juga dapat bereaksi dengan O2 menghasilkan radikal bebas

yang lain CCl3OO- (triklorometilperoksida) (Gambar 1). Selain itu, CCl3- dapat

mengikat asam lemak enoat membentuk radikal bebas organik yang dapat

bereaksi dengan O2 membentuk peroksida dan metabolit sitotoksik lainnya. Proses

ini dikenal sebagai peroksidasi lemak. Penelitian menunjukkan bahwa antioksidan

(39)

menghambat pengikatan kovalen oleh CCl4 juga bersifat hepatoprotektif

(Bruckner dan Warren, 2001).

Keracunan CCl4 juga ditandai oleh peningkatan kalsium (Ca2+)

intraseluler. Peningkatan kadar Ca2+ berasal dari masuknya Ca2+ ektraseluler

karena kerusakan membran plasma dan berkurangnya pengeluaran Ca2+

intraseluler. Peningkatan Ca2+ intraseluler dalam hepatosit dapat menyebabkan

kenaikan fosfolipase A2 dan memburukkan kerusakan membran. Peningkatan

Ca2+ juga berkaitan dengan perubahan kalmodulin dan aktivitas fosforilasi

(Bruckner dan Warren, 2001).

Peroksidasi lipid juga dapat menyebabkan kerusakan membran sel dan

kerusakan mitokondria. Kerusakan ini berupa gangguan integritas membran yang

menyebabkan keluarnya berbagai isi sitoplasma, antara lain enzim ALT. Enzim

ALT yang ada di dalam sel akan keluar dan masuk peredaran darah sehingga

jumlah enzim ALT meningkat. Terjadinya penghambatan sintesis protein juga

diakibatkan adanya gangguan keluarnya lipid dari hati yang disebabkan karena

hambatan sintesis lipoprotein yang membawa trigliserida meninggalkan hati

sehingga menimbulkan steatosis (perlemakan hati). Pada keadaan steatosis ini, struktur retikulum endoplasma mengalami distorsi, sintesa protein menjadi

lambat, selanjutnya akan terjadi penyimpangan dengan cepat terhadap aktivitas

enzim yang berada di retikulum endoplasma (Wahyuni, 2005). Tubuh manusia

sebenarnya mempunyai sistem pertahanan untuk mengatasi radikal bebas, salah

(40)

endogen. Jika terdapat radikal bebas di dalam tubuh, senyawa ini akan menangkap

radikal bebas tersebut (Timbrell, 2008).

Peningkatan aktivitas serum ALT yang menyebabkan steatosis akibat

induksi karbon tetraklorida mencapai tiga kali lipat dari kondisi normal (Tabel I) dan

peningkatan aktivitas serum AST mencapai empat kali lipat dari kondisi normal

(Ziemmerman, 1999). Bai, Zhang, Chen, Zong, Guo, dan Liu (2011) melaporkan

adanya peningkatan aktivitas ALT kurang lebih tiga kali lipat dibanding kelompok

kontrol pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

Tabel I. Peningkatan aktivitas enzim serum akibat induksi senyawa toksik

(Ziemmerman, 1999).

E. Pemeriksaan Biokimiawi Hati

Pemeriksaan biokimiawi mencangkup : enzim-enzim serum termasuk

aminotransferase, alkaline phosphatase dan 5’-nucleotidase; produk ekskretorik

seperti bilirubuin, asam-asam empedu; produk sinetik seperti albumin

faktor-faktor koagulasi dan kolesterol.

Aminotransferase terdiri dari serum Alanine Aminotransferase (ALT)

dan Aspartate Aminotransferase (AST) (Woodley dan Allison, 1992). Enzim ini

mengkatalis transfer gugus α- amino dari alanin secara berturut-turut menjadi

gugus α-keto dari ketoglutarat membentuk asam glutamat dan asam piruvat

(41)

Reaksi yang terjadi :

2-oksoglutarat + L-alanin = Glutamat + Piruvat (1)

Piruvat + NADH + H+ = Laktat + NADH+ (2)

Serum Alanine Aminotransferase (ALT) ditemukan secara eksklusif

dalam sitosol, sedangkan isoenzim Aspartate Aminotransferase (AST) berada

dalam mitokondria dan sitosol (Isselbacher dan Podolsky, 1995). Kadar yang

meningkat secara mencolok (500 unit/liter) khas terdapat pada kerusakan hati akut

(misalnya karena virus, obat-obatan, hepatitis karena iskhemia) sedangkan

kenaikan berderajad sedang (<300 unit/liter) dapat terlihat pada berbagai keadaan

(misalnya kerusakan hepatoseluler akut atau kronik, penyakit-penyakit infiltratif,

obstruksi bilier). Serum ALT pada umumnya lebih spesifik daripada serum GPT

untuk mendeteksi hepatitis viral (Woodley dan Allison, 1992). Kadar yang

tertinggi ditemukan pada keadaan yang menyebabkan nekrosis hati yang luas,

seperti hepatitis virus yang berat, cedera hati akibat toksin, atau kolaps sirkulasi

yang berkepanjangan (Isselbacher dan Podolsky, 1995). Kenaikan kadar

transaminase dalam serum disebabkan disebabkan oleh sel-sel yang kaya akan

transaminase mengalami nekrosis atau hancur. Enzim-enzim tersebut masuk

dalam peredaran darah. Kenaikan kembali atau bertahannya nilai transaminase

yang tinggi biasanya menunjukkan berkembangannya kelainan dan nekrosis hati

(Isselbacher dan Podolsky, 1995).

F. Kandungan Fitokimia Biji Persea americana Mill.

(42)

Senyawa fenolik dapat berfungsi sebagai antioksidan karena dapat mengalami

reaksi redoks, yang menyebabkan senyawa tersebut dapat berfungsi sebagai agen

pereduksi, donor hidrogen, penetral radikal bebas dan pengkhelat logam.

Kulit dan biji Persea americana Mill. memiliki efek antioksidan yang cukup besar. Efek ini bergantung pada varietasnya. Ekstrak dari Persea americana tidak memiliki komponen yang toksik atau berbahaya. Metanol dapat digunakan untuk mengekstak senyawa fenolik total dengan cukup baik (Carpena

et al, 2011).

Persea americana Mill. mengandung berbagai macam senyawa fitokimia, diantaranya adalah saponin, tanin, flavonoid, sianogenik glikosida,

alkaloid, fenol, steroid (Tabel II). Flavonoid merupakan senyawa poten

antioksidan yang larut air dan penangkap radikal bebas. Flavonoid mencegah

kerusakan oksidatif pada sel, memiliki aktivitas antikanker yang kuat, dan

melindungi tubuh dengan cara melawan semua tahap karsinogenesis. Fenol juga

telah diteliti secara ekstensif sebagai pencegah penyakit. Fenol yang ada pada

Persea americana memiliki kemampuan untuk digunakan sebagai anti-inflamsi, anti-penggumpalan darah, antioksidan, peningkat sistem imun dan lain

sebagainya. Sedangkan alkaloid adalah metabolit sekunder yang dapat berfungsi

sebagai analgesik dan memiliki efek bakterisida (Arukwe et al. 2012).

(43)

G. Sirup Curliv® Plus

Sirup Curliv® Plus merupakan suplemen untuk memproteksi hati dan membantu dalam pemulihan penyakit hati. Sirup Curliv® Plus diproduksi oleh PT. SOHO Industri Pharmasi Indonesia. Kandungan bahan sirup Curliv® Plus setiap 5 ml yaitu ekstrak Silymarin 8,75mg, ekstrak Schizandrae Fructus 33,75 mg, ekstrak Curcuma xanthorrhiza 37,5 mg, Liquiritiae Radix 33,75 mg dan vitamin B6 0,5 mg.

Silybum marianum merupakan tumbuhan yang diketahui berperan sebagai hepatoprotektor. Tumbuhan ini dilaporkan mampu melindungi hati dari

berbagai jenis racun, paracetamol, alkohol, CCl4, D-galaktosamin, radiasi,

penyempitan/ penyumbatan pembuluh darah yang disusul dengan nekrosis dan

pengelupasan sel-sel hati, serta virus hepatitis. Mekanisme kerja silymarin sebagai

hepatoprotektor berkaitan perannya sebagai antioksidan, antiperoksidasi lipid,

serta meningkatkan daya detoksifikasi. Silybum marianum juga berperan dalam meningkatkan sintesis protein sel-sel hati, mengurangi aktivitas bahan-bahan yang

menyebabkan tumor, memelihara sel mast (sejenis sel pada jaringan ikat yang

banyak mengandung basofil, kemungkinan juga terkait dengan pembentukan

histamin dan heparin), memodulasi kekebalan tubuh, antiradang dan antifibrosis

(Scoot Luper, 1998).

Curcuma xanthorrhiza atau dikenal sebagai temulawak merupakan tumbuhan obat yang berasal dari Indonesia. Secara tradisional temulawak tersebut

(44)

ASI (Panigoro, Samsudin, Diah, 2013). Curcuma xanthorrhiza pada saat sekarang ini telah banyak diteliti terkait kandungan maupun efek farmakologinya.

Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian dengan menggunakan hewan

uji berupa tikus dan juga mencit, menunjukkan bahwa pemberian Curcuma xanthorrhiza (100 mg/kgBB) memiliki efek sebagai hepatoprotektif dengan menggunakan beberapa variasi hepatotoksin seperti karbon tetraklorida (CCl4),

galaktosamin, paracetamol, dll. Melalui pengecekan gambaran histopatologis

terlihat bahwa nekrosis dan kongesti vascular ditemukan lebih sedikit pada

kelompok hewan uji yang diberi Curcuma xanthorriza tersebut. Efek hepatoprotektif ini dikarenakan banyaknya senyawa antioksidan di dalam

Curcuma xanthorrhiza (Committee on Herbal Medicinal Products, 2013).

Curcuminoid di dalam Curcuma xanthorrhiza memiliki khasiat sebagai antioksidan dan juga antiinflamasi. Kurkumin bertindak sebagai scavenger

terhadap spesies oksigen, seperti radikal hidroksil, anion superoksida, dan oksigen

singlet dan juga menghambat peroksidasi lipid (Committee on Herbal Medicinal

Products, 2013).

Schizandrae Fructus atau berasal dari tanaman Schizandrae chinesis.

Schizandrae Fructus telah banyak digunakan untuk mengobati batuk, asma, diare, insomnia dalam pengobatan dengan menggunakan obat-obatan tradisional Cina.

Beberapa penelitian juga telah berhasil melakukan isolasi senyawa yang

(45)

membuktikan bahwa Schizandrae Fructus memiliki aktivitas antihepatotoksik terhadap CCl4 dan galaktosamin.

H. Ekstrak

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, ekstrak adalah sediaan kental

yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau

simplisia hewani atau pelikan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua

pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian

hingga memenuhi baku yang telah ditetaphan (Ditjen POM, 1995).

Dalam proses ekstraksi, terjadi peristiwa difusi pelarut ke dalam sel

bahan. Pelarut yang masuk ke dalam sel bahan tersebut akan melarutkan senyawa

bila kelarutan senyawa yang diekstrak sama dengan pelarut. Dengan cara tersebut

akan tercapai kesetimbangan antara zat terlarut dan pelarut. Pengeluaran bahan

aktif dari serbuk bahan tergantung kepada laju difusi subtansi dari serbuk bahan

ke dalam pelarut, waktu kontak dan laju pelarut menembus serbuk bahan

(Bombardelli, 1991).

Menurut Purseglove, Brown, Green, dan Robins (1981), tahapan proses

ekstraksi adalah sebagai berikut. Pertama adalah tahapan persiapan bahan dan

pelarut, tahap pembuatan serbuk bahan dengan ukuran tepat sesuai keperluan

ekstraksi, tahap ekstraksi dan tahap pemekatan larutan ekstrak. Menurut

Bernardini (1982), ada beberapa fakor yang mempengaruhi kecepatan ekstraksi,

yaitu penanganan pendahuluan, lama ekstraksi, suhu dan tipe pelarut yang

digunakan. Sebelum memulai ekstraksi, dilakukan persiapan bahan baku yang

(46)

untuk mempermudah proses ekstraksi. Selain itu, tingkat kemudahan ekstraksi

bahan kering masih ditentukan oleh ukuran partikel bahan. Bahan yang akan

diekstrak sebaiknya berukuran seragam untuk mempermudah kontak antara bahan

dengan pelarut. Metode ekstraksi yang dilakukan tergantung pada beberapa faktor

antara lain tujuan ekstraksi, skala ekstraksi, sifat komponen yang akan diekstrak,

dan sifat pelarut yang digunakan. Beberapa metode umum yang biasa dilakukan

adalah ekstraksi dengan pelarut, distilasi, pengepresan mekanik, dan sublimasi.

Diantara metode-metode tersebut, metode yang banyak dilakukan adalah distilasi

dan ekstraksi menggunakan pelarut. Prinsip ekstraksi menggunakan pelarut adalah

bahan yang akan diekstrak kontak langsung dengan pelarut selama selang waktu

tertentu dan komponen yang akan diekstrak akan terlarut dalam pelarut (Hougton

dan Raman, 1998).

Jenis pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi akan

mempengaruhi jenis bahan yang akan terekstrak. Kelarutan suatu senyawa dalam

pelarut tergantung dari gugus-gugus yang terikat pada pelarut tersebut. Pelarut

yang mempunyai gugus hidroksil (alkohol) dan karbonil (keton) termasuk pelarut

polar, sedangkan hidrokarbon termasuk ke dalam non polar. Masing-masing

pelarut mempunyai efesiensi yang berbeda-beda. Pemilihan pelarut harus

didasarkan pada sifat polaritas, stabilitas, dan harga. Konsep like dissolves like

merupakan konsep yang menjelaskan adanya fenomena dalam proses ekstraksi,

nilai kepolaran pelarut harus sedekat mungkin dengan kepolaran sampel. Konsep

ini sangat berguna jika komponen yang akan diekstrak sudah diketahui

(47)

melarutkan alkaloid dan aglikon. Pelarut non polar akan melarutkan senyawa

seperti lilin, lemak, dan terpenoid yang bersifat non polar (Houghton dan Raman,

1998).

Metanol (CH3OH) merupakan pelarut polar yang dapat bercampur

dengan air, alkohol, ester, keton, eter, dan sebagian pelarut organik. Metanol

sedikit larut dalam lemak dan minyak. Metanol berbentuk hablur cairan tidak

berwarna, jernih, bau khas dengan berat molekul 32,04. Titik didih metanol

berada pada 64,7 ºC (Ditjen POM, 1995).

I. Landasan Teori

Di dalam hati, terdapat bermacam-macam bentuk kerusakan hati.

Kerusakan hati akibat induksi obat yang biasa terjadi yaitu nekrosis. Nekrosis

merupakan kematian sel hati yang ditandai dengan rusaknya struktur lobulus hati.

Manifestasi dari toksikan yang berbahaya dapat menimbulkan nekrosis.

Perubahan biokimia yang terjadi bersifat kompleks dan berbagai hepatotoksikan

bekerja melalui berbagai mekanisme. Mekanisme terjadinya nekrosis diantaranya

hepatotoksikan secara kovalen mengikat protein dan lipid tidak jenuh dan

menyebabkan peroksidasi lipid (Price dan Wilson, 2005).

Keracunan CCl4 pada hati diawali dengan metabolisme dehalogenasi

reduktif oleh enzim sitokrom P450 menjadi suatu radikal bebas CCl3

-(triklorometil). Radikal bebas ini dapat berikatan secara kovalen dengan lemak

dan protein, menyebabkan kerusakan struktur membran dan penghambatan

berbagai enzim. CCl3- juga dapat bereaksi dengan O2 menghasilkan radikal bebas

(48)

asam lemak enoat membentuk radikal bebas organik yang dapat bereaksi dengan

O2 membentuk peroksida dan metabolit sitotoksik lainnya. Proses ini dikenal

sebagai peroksidasi lemak. Penelitian menunjukkan bahwa antioksidan

mengurangi sitotoksisitas CCl4 secara in vitro dan in vivo. Agen yang

menghambat pengikatan kovalen oleh CCl4 juga bersifat hepatoprotektif

(Bruckner dan Warren, 2001).

Biji alpukat (Persea americana Mill.) mengandung berbagai macam senyawa metabolit sekunder. Salah satunya adalah senyawa golongan fenolik.

Senyawa fenolik dapat berfungsi sebagai antioksidan karena dapat mengalami

reaksi redoks, yang menyebabkan senyawa tersebut dapat berfungsi sebagai agen

pereduksi, donor hidrogen, penetral radikal bebas dan pengkhelat logam. Persea americana Mill. juga mengandung berbagai macam senyawa fitokimia, diantaranya adalah tanin, flavonoid, alkaloid dan fenol. Flavonoid merupakan

senyawa poten antioksidan yang larut air dan penangkap radikal bebas. Flavonoid

mencegah kerusakan oksidatif pada sel, memiliki aktivitas antikanker yang kuat,

dan melindungi tubuh dengan cara melawan semua tahap karsinogenesis.

(Arukwe et al, 2012).

Pada penelitian ini digunakan ekstrak metanol biji Persea americana.

Pemilihan ekstrak metanol berdasarkan penelitian sebelumnya. Pada penelitian

efek antioksidan biji alpukat (Persea americana Mill.) telah diketahui bahwa senyawa fenolik yang berkhasiat sebagai antioksidan dapat terambil dengan baik

(49)

J. Hipotesis

(50)

27

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan

rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel dan Definisi Variabel Utama 1. Variabel utama :

a. Variabel bebas. Variabel bebas dari penelitian ini adalah variasi dosis

pemberian ekstrak metanol Persea americana Mill. ( biji buah alpukat ). Dosis ekstrak metanol Persea americana Mill. adalah sejumlah (gram) ekstrak metanol Persea americana Mill. tiap satuan kilogram berat badan subjek uji yang bersangkutan.

b. Variabel tergantung. Variabel tergantung dari penelitian ini adalah efek

hepatoprotektif ekstrak metanol Persea americana Mill. secara jangka panjang terhadap sel hati tikus terinduksi CCl4, ditandai dengan tolok ukur

kuantitatif berupa penurunan aktifitas Alanine Aminotransferase (ALT) dan

Aspartate Transaminase (AST).

2. Variabel pengacau terkendali

Hewan uji tikus jantan galur Wistar, berat badan 150-250 gram, umur

(51)

a.Frekuensi pemberian ekstrak metanol Persea americana Mill. 1 kali sehari selama 6 hari berturut-turut dengan waktu pemberian yang sama.

b.Cara pemberian ekstrak dilakukan secara per oral (p.o).

c.Bahan uji yang digunakan berupa biji Persea americana Mill. yang diperoleh dari Padang, Sumatra Barat.

3. Variabel pengacau tak terkendali

Kondisi patologis hewan uji

4. Definisi operasional

Definisi operasional yang digunakan pada penelitian ini yaitu :

a. Ekstrak metanol biji Persea americana Mill. adalah ekstrak kental yang diperoleh dengan mengekstraksi serbuk kering biji Persea americana Mill. seberat 10,0 gram yang dilarutkan dalam 100 ml pelarut metanol 70% yang

dikeringkan hingga bobot tetap.

b. Efek hepatoprotektif adalah kemampuan ekstrak metanol biji Persea americana Mill. pada dosis tertentu dapat melindungi hepar dari hepatotoksin.

c. Dosis optimum adalah dosis yang mampu memberikan % efek

hepatoprotektif dan % daya hepatoprotektif paling optimal.

d. Jangka panjang adalah penetapan lama pemejanan ekstrak metanol-air biji

Persea americana Mill. selama enam hari dan pada hari ke 7 diberi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB.

(52)

C. Subyek dan Bahan Penelitian 1. Subyek penelitian

Subyek uji yang digunakan berupa tikus jantan galur Wistar, umur 2-3

bulan dengan berkisar antara 150-250 gram, diperoleh dari Laboratorium Imono

Fakultas Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bahan penelitian

a. Bahan uji adalah simplisia biji buah alpukat (Persea americana Mill.) yang berupa serbuk. Bahan uji diperoleh dari kawasan Sumatera Barat yang telah

diserbukkan, dideterminasi serta ditetapkan kadar airnya.

b. Bahan hepatotoksik adalah larutan CCl4 (E. Merck, Darmstadt, Germany)

yang dilarutkan dalam Olive Oil (merek dagang Bartoli) yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta. Konsentrasi karbon tetraklorida yang digunakan adalah 50%

dengan dosis 2 ml/kgBB.

c. Bahan pelarut aquadest diperoleh dari Laboratorium Farmakologi

Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

d. Bahan pengektrak serbuk biji alpukat yaitu metanol teknis (PT. Brataco)

dengan konsentrasi 99% yang diencerkan hingga konsentrasi 70%

menggunakan pengencer aquadest.

e. Penetapan aktivitas ALT digunakan pereaksi siap pakai kit GPT-ALAT (E.

Merck, Darmstadt, Germany) untuk mengukur aktivitas ALT serum.

(53)

GPT-ALAT :

R1 TRIS pH 7.15 140 mmol/L

L-Alanine 700 mmol/L

LDH (Lactate dehydrogenase) ≥2300 U/L

R2 2-Oxoglutarate 85 mmol/L

NADH 1 mmol/L

Pyridoxal-5-phosphate FS :

Good’s buffer pH 9.6 100mmol/L

Pyridoxal-5-phosphate 13mmol/L

f. Aquabidest digunakan sebagai pencuci vitalab mikro dan juga sebagai

blanko dalam pengukuran aktvitas kreatinin serum. Aquabidest ini diperoleh

dari laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

g. Natrium-Carboxymethyl Cellulosa (CMC-Na). CMC-Na yang digunakan dalam bentuk serbuk, diperoleh dari laboratorium Biofarmasetika Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

D. Alat dan Instrumen Penelitian

Alat-alat yang dipakai meliputi :

1. Seperangkat alat gelas berupa bekker glass, erlenmeyer, gelas ukur,

labu ukur, cawan porselen, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrek Iwaki)

2. Timbangan analitik

3. Shaker

(54)

5. Sentrifuge

6. Vortex

7. Spuit per oral dan syringe 3 cc

8. Pipa kapiler

9. Vitalab micro (Microlab 200, Merck)

10. Kamera (Canon 5D)

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi serbuk Persea americana Mill.

Determinasi serbuk biji tanaman Persea americana Mill. dilakukan dengan mencocokan ciri-ciri tanaman Persea americana Mill. dengan serbuk biji tanaman Persea Americana Mill. yang telah dideterminasi dengan menggunakan buku acuan determinasi. Determinasi dilakukan secara makroskopis termasuk

organoleptis serbuk dan secara mikroskopis. Determinasi dilakukan oleh Yohanes

Dwiatmaka, M.Si yang merupakan dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan

Bahan uji yang digunakan adalah biji Persea americana Mill. yang masih segar, diperoleh dari Sumatera Barat pada bulan Januari (musin penghujan).

3. Pembuatan serbuk

Biji Persea americana Mill. dicuci bersih dibawah air mengalir. Setelah bersih, biji kemudian dikering anginkan hingga biji tidak tampak basah lagi,

Gambar

Tabel I. Peningkatan  aktivitas  enzim  serum  akibat  induksi  senyawa
Tabel VIII.
Gambar 1. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida       15
Gambar 1. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida (Timbrell,
+7

Referensi

Dokumen terkait

diLlnpks ud Fehi $ttulsyr

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuatan indikator asam basa dari kulit buah kesumba ( Bixa orellana L.), mengetahui perubahan warna yang ditimbulkan oleh

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara 4437) sebagaimana telah

Toksisitas akut Berdasarkan data yang tersedia, kriteria klasifikasi tidak terpenuhi.. Korosi kulit/iritasi Menyebabkan

menggunakn bahan/barang yang ditemukan di lingkungan tempat tinggal siswa. Melihat penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa KIT IPA merupakan alat yang berguna

Ada pula tesis yang ditulis pada tahun 2007 oleh Rita Susanti, mahasiswa S2 Universitas Indonesia, yang berjudul Tindak Tutur Memohon Dalam Bahasa Jepang dan Faktor Sosial

nkumn kon.jstensi penycl€nggara nega.a terh.dap prinsip kedaulabn Bkyat dalam UUD 1945. Paso perubahan UoD 1945, sisten pemilihan udun anggota legislatif setalu

6 dan histamine yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibodi