• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Resiliency Pada Pasangan Dari Penderita Gagal Ginjal Kronis di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Resiliency Pada Pasangan Dari Penderita Gagal Ginjal Kronis di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung."

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

iv Universitas Kristen Maranatha Dari Penderita Gagal Ginjal Kronis di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian deskriptif analitis. Pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling dan sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 responden.

Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner berbentuk matriks yang disusun peneliti berdasarkan empat aspek resiliency Bonnie Benard (2004), yaitu social competence, problem solving skill, autonomy dan sense of purpose. Pengolahan data menggunakan teknik analisis deskriptif yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan tabulasi silang.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sebanyak 53.33% pasangan dari penderita gagal ginjal kronis di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bnadung memiliki resiliency yang tinggi, dan sebanyak 46.67% memiliki resiliency yang rendah. Pasangan dari penderita gagal ginjal kronis yang memiliki kekuatan pada empat aspek personal strength yang terdiri dari social competence, problem solving skill, autonomy dan sense of purpose akan menunjukkan resiliency yang tinggi. Sedangkan pasangan dari penderita gagal ginjal kronis yang menunjukkan kelemahan pada empat aspek personal strength yang terdiri dari social competence, problem solving skill, autonomy dan sense of purpose akan menunjukkan resiliency yang rendah.

(2)

v Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR BAGAN ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah...1

1.2Identifikasi Masalah...8

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian...8

1.3.1 Maksud Penelitian...8

1.3.2 Tujuan Penelitian... ...8

1.4Kegunaan Penelitian...8

1.4.1Kegunaan Ilmiah...8

1.4.2Kegunaan Praktis...9

1.5Kerangka Pikir...9

(3)

vi Universitas Kristen Maranatha BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resiliency...21

2.1.1 Pengertian Resiliency...21

2.1.2 Aspek Resiliency... ...21

2.1.2.1 Social Competence...21

2.1.2.2 Problem Solving Skill...24

2.1.2.3 Autonomy...26

2.1.2.4 Sense Of Purpose...29

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi resiliecy...31

2.1.3.1 Risk factor...31

2.1.3.2 Protective factor...31

2.1.3.3 Basic Human Needs ...38

2.2 Ginjal...39

2.2.1 Definisi Ginjal...39

2.2.2 Fungsi Ginjal...39

2.2.3 Kerja Ginjal...40

2.3 Gagal Ginjal Kronis...41

2.3.1 Definisi Gagal Ginjal Kronis...41

2.3.2 Penyebab Gagal Ginjal Kronis...42

2.3.3 Gejala-gejala Gagal Ginjal...43

(4)

vii Universitas Kristen Maranatha

2.3.4 Hemodialisis...44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian...45

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...46

3.2.1 Variabel Penelitian...46

3.2.2 Definisi Operasional...46

3.3 Alat Ukur...48

3.3.1 Data Pribadi dan Data Penunjang...48

3.3.2 Kuesioner Resiliency...48

3.4 Validitas dan Reliabilitas...58

3.4.1 Validitas...58

3.4.2 Reliabilitas...58

3.5 Populasi...59

3.5.1 Populasi Sasaran...59

3.5.2 Karakteristik Sampel ...59

3.6 Teknik Analisis Data...60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran umum subjek penelitian ...61

4.1.1 Gambaran subjek berdasarkan usia ...61

4.1.1 Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin...61

(5)

viii Universitas Kristen Maranatha

4.1.1 Gambaran subjek berdasarkan lama menikah ...62

4.1.1 Gambaran subjek berdasarkan pekerjaan ...62

4.1.1 Gambaran subjek berdasarkan jumlah anak...63

4.1.1 Gambaran subjek berdasarkan prnghasilan ...63

4.1.1 Gambaran subjek berdasarkan dana terapi ...63

4.2 Gambaran Hasil Penelitian...64

4.2.1 Persentase Kekuatan Resiliency Berdasarkan Aspek Personal Strengths...64

4.3 Pembahasan...65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...72

5.2 Saran 5.2.1 Saran teoritis ...73

5.2.2 Saran praktis ...74

DAFTAR PUSTAKA...75

(6)

ix Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel kisi-kisi alat ukur ...50

Tabel gambaran usia ...61

Tabel gambaran jenis kelamin...61

Tabel gambaran lama pasangan menderita sakit...62

Tabel gambaran lama menikah...62

Tabel gambaran pekerjaan...63

Tabel gambaran jumlah anak...63

Tabel gambaran penghasilan...63

Tabel gambaran dana terapi...63

Tabel gambaran penelitian Resiliency...64

(7)

x Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

(8)

1 Universitas Kristen Maranatha PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Setiap manusia pada hakikatnya menginginkan kebahagiaan dalam

hidupnya, baik kebahagiaan lahir maupun batin. Begitu pula dalam kehidupan

pernikahan, keluarga yang harmonis adalah dambaan setiap orang. Semua ini bisa

diciptakan, jika suami isteri memahami hak dan kewajiban masing-masing.

Seiring berjalannya waktu berbagai persoalan seringkali menjadi gesekan yang

mempengaruhi kondisi rumah tangga, bahkan berakibat pada perceraian.

Persoalan yang terjadi dalam kehidupan perkawinan sangat beragam mulai dari

masalah ekonomi, prinsip, anak, juga adanya penyakit yang diderita pasangan.

Jenis penyakit yang diderita bentuknya beraneka ragam, ada yang tergolong

penyakit ringan dimana dalam proses pengobatannya relatif mudah dan tidak

terlalu menimbulkan tekanan psikologis pada penderita. Tetapi, ada juga penyakit

yang tergolong penyakit berat yang dianggap sebagai penyakit yang berbahaya

dan dapat mengganggu kondisi emosional. Salah satu penyakit yang tergolong

berat adalah gagal ginjal kronis.

Penyakit gagal ginjal adalah penyakit yang terjadi ketika kedua ginjal

gagal menjalankan fungsinya. Adapun fungsi ginjal adalah sebagai salah satu

sistem detoksifikasi utama setelah hati, dengan membuang racun tubuh yang

dilarutkan dalam air oleh hati agar dapat dibawa darah, kemudian dibuang

(9)

Universitas Kristen Maranatha

imunologis yang terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh, gangguan metabolik

akibat dari diabetes militus dan amilodosis, gangguan pembuluh darah ginjal,

infeksi terhadap organ ginjal, hipertrofi prostat dan konstriksi uretra serta adanya

kelainan kongenital. Gagal ginjal kronis adalah hilangnya sejumlah nefron

fungsional yang bersifat ireversibel, gejala-gejala klinis yang serius sering tidak

muncul sampai jumlah nefron fungsional berkurang sedikitnya 70% di bawah

normal dan jika jumlah nefron yang rusak melebihi 90%, pasien akan mengalami

gagal ginjal stadium akhir (Guyton & Hall, 1996).

Prosedur pengobatan yang digunakan untuk memperbaiki keadaan tersebut

adalah melalui hemodialisis (cuci darah) atau transplantasi (cangkok) ginjal, tetapi

karena mahalnya biaya operasi transplantasi ginjal dan sulitnya mencari donor

ginjal, maka cara yang paling banyak digunakan adalah hemodialisis.

Hemodialisis adalah proses pemisahan cairan yang berlebihan dan retensi zat-zat

sisa metabolisme dari dalam darah ke cairan dialisa melalui membran semi

permiabel yang ada dalam mesin dialisa dengan cara difusi, ultrafiltrasi dan

konveksi sehingga komposisi zat-zat dan cairan dalam darah mendekati normal.

Proses pengobatan tersebut dapat membantu memperbaiki homeostasis tubuh,

namun tidak untuk mengganti fungsi ginjal yang lainnya, sehingga untuk

mempertahankan hidupnya pasien harus melakukan hemodialisis minimal dua kali

seminggu sepanjang hidupnya.

Sampai saat ini penderita gagal ginjal tergolong banyak, menurut data dari

Yadugi (Yayasan Peduli Ginjal) di Indonesia kini terdapat sekitar 40.000

(10)

Universitas Kristen Maranatha

akses pengobatan (Republika, 09 Oktober 2001). Dari angka yang cukup banyak

tersebut, Jawa Barat menduduki urutan pertama dengan jumlah penderita

sebanyak 3000 orang dan disusul DKI Jakarta di tempat kedua. Menurut data

Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri), di Indonesia terdapat sekitar 2400

pasien cuci darah. Jumlah tersebut bertambah sekitar 300-600 pasien setiap

bulannya (Pikiran Rakyat, 15 Maret 2009).

RS Hasan Sadikin didirikan pada tahun 1992 sebagai suatu rumah sakit

umum yang memberikan layanan kesehatan yang menyeluruh serta diharapkan

menjadi rujukan bagi instansi kesehatan yang lain. Dalam mewujudkan visi dan

misinya, RS Hasan Sadikin selalu berusaha memberikan pelayanan kesehatan

yang terbaik sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat di wilayahnya. RS

Hasan Sadikin kini statusnya telah menjadi rumah sakit umum pusat (RSUP) yang

memiliki fasilitas yang lengkap sehingga telah menjadi rumah sakit rujukan di

wilayah Jawa Barat. Salah satu fasilitas yang dimiliki RS Hasan Sadikin adalah

unit hemodialisa yang dapat menangani 55 pasien cuci darah setiap harinya.

Jumlah penderita gagal ginjal kronis yang menjalani perawatan di bagian unit

hemodialisa RS Hasan Sadikin saat ini berjumlah 322 pasien tiap bulannya.

Keluarga merupakan suatu sistem dimana unit yang satu mempengaruhi

unit yang lain. Penyakit merupakan suatu krisis dalam siklus keluarga yang dapat

mempengaruhi iklim dalam keluarga (Goldenberg, 1996). Dalam hal ini

perubahan fisik, psikologis dan sosial dari penderita gagal ginjal kronis akan

berpengaruh pada pasangannya. Menurut Threes Suyatna, selaku Psikolog dari RS

(11)

Universitas Kristen Maranatha

permasalahan-permasalahan yang bersifat fisik, psikologis dan sosial yang

dirasakan sebagai kondisi yang menekan bukan hanya pada penderita namun juga

pada pasangan dari penderita yang terlibat langsung dalam proses perawatan.

Hampir semua pasangan penderita gagal ginjal kronis mungkin mengalami

masa-masa sulit ketika tekanan luar mengalahkan mereka dan banyak hal mulai

memburuk di rumah. Tekanan keuangan, masalah keluarga, jadwal dialisis ketat,

dan kewajiban karier dapat menimbulkan ketegangan dalam hubungan.

Dari sisi medis, terganggunya fungsi ginjal juga menimbulkan berbagai

keluhan fisik. Di antaranya, sesak napas, mual dan muntah yang luar biasa, nyeri

otot, dan kehilangan kemampuan indra perasa. Dalam menjalani hemodialisis

penderita tidak bisa melakukannya sendiri, dia butuh orang yang selalu

mendampingi selama pelaksanaan hemodialisis, mengantar ke pusat hemodialisis

dan melakukan kontrol ke dokter. Dalam hal pengaturan diet, pembatasan cairan ,

obat-obatan, dan pengecekan laborat setelah hemodialisis juga memerlukan

keluarga untuk mencapai target. Kondisi tersebut, tentu saja menimbulkan

perubahan pola hidup pada penderita gagal ginjal yang juga berdampak pada

keluarganya. (http://indonesiannursing.com/page/41/)

Perubahan keadaan fisik yang dialami penderita gagal ginjal juga

berpengaruh terhadap keadaan psikologisnya. “Pasien gagal ginjal memiliki

dampak psikologis, salah satunya terhadap seksual,” ungkap Dr. W. M. Roan,

psikiater di RS Ongkomulyo Jakarta. Selain tubuh dalam keadaan sakit dan

penyakit yang diderita, kecemasan dan depresi dapat mengakibatkan gangguan

(12)

Universitas Kristen Maranatha

terhentinya menstruasi. Disfungsi seksual akibat penyakit gagal ginjal kronis

tentunya dapat menimbulkan beban psikologis tersendiri bagi pasangan penderita.

Penderita gagal ginjal juga akan dihadang masalah finansial, sebab ia dan

keluarganya harus menanggung biaya pengobatan yang mahal dan hal itu

berlangsung seumur hidup. "Biaya cuci darah dan pembelian obat mencapai

jutaan rupiah per bulan. Penderita mau tidak mau harus menjalani hal itu.

Setidaknya sampai ia menjalani cangkok ginjal," tukas dr. Djoko Santoso, Sp.PD

K-GH.,PhD, ahli penyakit dalam dan konsultan penyakit ginjal di RS Siloam

Surabaya. ( http://www.drdjokosantoso.com/2009/05/divonis-terminal-gagalginjal-bisa.html).

Biaya perawatan yang mahal dan bersifat terus menerus tentunya memiliki

pengaruh tersendiri bagi keadaan ekonomi suatu keluarga. Pada umumnya

pasangan dari penderita gagal ginjal kronis merasa sangat terbebani karena harus

berupaya mencari dana untuk biaya pengobatan pasangannya yang tidak murah.

Biaya satu kali cuci darah mencapai delapan ratus ribu sedangkan pasien gagal

ginjal kronis harus menjalani dua sampai tiga kali cuci darah setiap minggu

sepanjang hidupnya.

Selain masalah finansial, masalah psikologis kadang dapat menjadi

penyebab munculnya masalah dalam keluarga pasien ginjal. Perasaan terbeban

pasien dalam menjalani pengobatan jangka panjang untuk melanjutkan hidup dan

kesulitan keluarga dalam memahami kondisi kesehatan pasien turut memicu

munculnya masalah emosional. Adapun selain itu, beberapa pasien mungkin

(13)

Universitas Kristen Maranatha

Permasalahan-permasalahan diatas dapat menyebabkan munculnya

ketidakharmonisan dalam keluarga. Ketidakharmonisan yang terjadi dapat

dikarenakan adanya perubahan psikologis yang dialami oleh penderita gagal ginjal

kronis, adanya rasa tidak seproduktif saat masih sehat berdampak pada keadaan

emosional penderita gagal ginjal kronis yang menjadi lebih mudah marah,

sehingga mempengaruhi pula kondisi pasangannya

Adanya permasalahan psikologis yang dialami oleh pasangan penderita

gagal ginjal kronis, mengindikasikan bahwa mendampingi penderita gagal ginjal

kronis merupakan kondisi yang menekan. Adanya diagnosa yang negatif, kondisi

pasangan yang memburuk, ketidak efektifan terapi yang dijalani, kewajiban untuk

mengatur diet pasangan, mengukur urine, memantau takaran minuman yang

diminum pasangan, memberikan semangat ketika pasangan jenuh menjalani cuci

darah dan mahalnya biaya perawatan merupakan suatu adversity factor bagi pasangan penderita gagal ginjal kronis. Adversity factor adalah kesulitan yang dihadapi pasangan dari penderita gagal ginjal kronis dalam suatu kurun waktu

tertentu. Dalam menghadapi hal tersebut seseorang membutuhkan kemampuan

untuk dapat beradaptasi dengan baik dan mampu berfungsi dengan baik walaupun

di tengah situasi yang menekan atau banyak halangan dan rintangan yang disebut

sebagai resiliency (Benard,2004). Manifestasi dari resiliency dapat dilihat melalui

kemampuan dan tingkah laku yang diperlukan individu untuk memberikan respon

positif terhadap lingkungan sekitarnya (social competence), kemampuan seseorang untuk membuat rencana dan tindakan selanjutnya yang akan dilakukan

(14)

Universitas Kristen Maranatha

dapat bertindak dengan bebas dan untuk merasakan suatu sense of control atas lingkungannya (autonomy), kemampuan untuk dapat yakin terhadap kemampuan

diri sendiri untuk mencapai tujuan yang dimiliki (sense of purpose).

Dari hasil wawancara dengan 10 orang pasangan dari penderita gagal

ginjal kronis yang tengah melakukan hemodialisis, didapat data bahwa sebanyak

50% pasangan penderita gagal ginjal kronis termotivasi untuk mempertahankan

kelangsungan hidup pasanganya dengan mendukung dan menemani melakukan

hemodialisis secara teratur dan mengikuti prosedur pengobatan yang telah

ditentukan, mereka merasa bahwa dirinya masih mampu untuk melakukan

aktifitas seperti orang yang memiliki pasangan yang sehat pada umumnya.

Mereka masih optimis atas kelangsungan hidup pasangannya, mereka tetap

berelasi dengan lingkungan sekitar, mereka menjalani hidupnya dengan

melakukan aktifitas yang mereka sukai dan mencoba untuk lebih berserah diri

pada Tuhan dengan berdoa dan terus mendampingi pasangannya untuk berobat

secara teratur.

Adapun sebanyak 50% pasangan penderita gagal ginjal menunjukkan

adanya rasa ketidakberdayaan dan keputusasaan atas penyakit yang diderita oleh

pasangannya, serta seringkali merasa sedih atas penyakit yang diderita

pasangannya. Mereka merasa pesimis akan kondisi kesehatan pasangannya,

sehingga dalam menjalani hemodialisis dan prosedur pengobatan pun dijalani

sebagai hal mutlak untuk memperpanjang hidup pasangannya, mereka

(15)

Universitas Kristen Maranatha

dokter atau perawat. Mereka beranggapan bahwa mereka sudah tidak bisa berbuat

apa-apa lagi karena semua itu telah ditentukan oleh Tuhan.

Dari hasil survey maka dapat dikatakan bahwa resiliency pada pasangan dari penderita gagal ginjal kronis berbeda-beda. Berdasarkan fenomena diatas,

maka peneliti tertarik untuk meneliti resiliency pasangan dari penderita gagal

ginjal kronis di RS Hasan Sadikin Bandung.

1.2Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana resiliency pada pasangan dari penderita gagal ginjal kronis di RS Hasan Sadikin Bandung.

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Untuk memperoleh data mengenai bagaimana resiliency pada pasangan dari penderita gagal ginjal kronis di RS Hasan Sadikin Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang lebih rinci mengenai

resiliency pada pasangan dari penderita gagal ginjal di RS Hasan Sadikin

(16)

Universitas Kristen Maranatha 1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Ilmiah

1. Sebagai bahan masukan bagi ilmu psikologi, terutama psikologi klinis

mengenai resiliency pada pasangan dari penderita gagal ginjal kronis di RS Hasan Sadikin Bandung.

2. Memberikan sumbangan informasi kepada peneliti lain yang tertarik untuk

meneliti mengenai resiliency dan mendorong dikembangkannya

penelitian-penelitian lain yang berhubungan dengan topik tersebut.

Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi :

1. Memberi informasi kepada pasangan dari penderita gagal ginjal kronis

mengenai resiliency yang dimiliki dirinya sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk pengembangan diri dalam membantu peran serta perkembangan

kesehatan pasangannya yang sedang menjalani terapi.

2. Memberikan informasi dan masukan bagi RS Hasan Sadikin Bandung bahwa

ada dampak psikologis bagi penderita juga pasangan penderita gagal ginjal

kronis, sehingga informasi tentang resiliency dapat digunakan sebagai acuan untuk pengembangan kualitas pelayanan Rumah Sakit dalam membantu peran

serta perkembangan kesehatan penderita yang sedang menjalani terapi.

(17)

Universitas Kristen Maranatha

Diantara berbagai macam penyakit yang ada, gagal ginjal merupakan

penyakit berat yang dianggap sebagai penyakit berbahaya dan dapat mengganggu

kondisi emosional. Secara umum penyakit gagal ginjal terjadi ketika kedua ginjal

gagal menjalankan fungsinya. Hal ini disebabkan oleh gangguan imunologis yang

terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh, gangguan metabolik akibat dari

diabetes militus dan amilodosis, gangguan pembuluh darah ginjal, infeksi

terhadap organ ginjal, hipertrofi prostat dan konstriksi uretra serta adanya kelainan

kongenital. Menurut Prof. Dr. dr. Ketut Suwitra, Sp.PD,K-GH, selalu konsultan

penyakit ginjal dan hipertensi, ada berbagai jenis penyakit gagal ginjal, salah

satunya adalah gagal ginjal kronis dimana terjadi hilangnya sejumlah nefron

fungsional yang bersifat ireversibel, sehingga memerlukan terapi pengganti ginjal

yang tetap berupa dialisis, maupun transplantasi ginjal.

Gagal ginjal kronis bukan hanya dapat membuat penderitanya merasa

tertekan, namun pasangan dari penderita gagal ginjal kronis pun mengalami

tekanan yang cukup berat. Pasangan penderita gagal ginjal kronis harus

menyesuaikan diri dengan keadaan penderita yang umumnya merasa frustrasi,

putus asa, cemas, khawatir, marah pada dokter ketika dia diberitahu bahwa dia

mengalami gagal ginjal dan harus menjalani hemodialisis, ketidakberdayaan,

merasa lelah karena menjalani hemodialisis, dan adanya perasaan takut mati.

Kesulitan pasangan dalam memahami kondisi kesehatan pasien turut memicu

munculnya masalah emosional.

Selain itu pasangan penderita gagal ginjal kronis juga harus menghadapi

(18)

Universitas Kristen Maranatha

jadwal yang ketat dalam mendampingi pasangan melakukan dialisis,

ketidakefektifan terapi yang dijalani, mahalnya biaya pengobatan pasangan dan

hilangnya kebebasan sebagai manusia karena harus terus-menerus mendampingi

pasangannya yang sakit. Dalam menghadapi hal tersebut seseorang membutuhkan

kemampuan untuk dapat beradaptasi dengan baik dan mampu berfungsi dengan

baik walaupun di tengah situasi yang menekan atau banyak halangan dan

rintangan yang disebut sebagai resiliency (Benard, 2004). Pasangan dari

penderita gagal ginjal kronis yang dikatakan resilient adalah mereka yang mampu mengendalikan perilakunya dalam menghadapi hambatan tanpa menjadi lemah

dan mampu beradaptasi dengan tekanan yang dialaminya. Resiliency tercermin

melalui empat aspek yaitu social competence, problem solving skill, autonomy

dan sense of purpose.

Social competence merupakan kemampuan dan tingkah laku yang diperlukan individu untuk memberikan respon positif terhadap lingkungan

sekitarnya, membangun suatu relasi dan mempertahankan kedekatan dengan

orang lain, dan memperoleh respon positif dari orang lain. Social competence

meliputi empat sub-aspek yaitu responsiveness, communication, emphaty and

caring, dan compassion-altruism-forgiveness. Social competence dapat terlihat dari kemampuan pasangan penderita gagal ginjal kronis untuk mendapatkan

tanggapan positif baik dari pasangannya maupun dari orang lain ketika ia

menceritakan keluh kesahnya (responsiveness). Pasangan penderita gagal ginjal kronis juga mampu untuk mengungkapkan kekesalannya pada pasangan dengan

(19)

Universitas Kristen Maranatha

(communication). Adanya kemampuan dalam menumbuhkan rasa kepedulian terhadap pasangan, sehingga pasangan penderita gagal ginjal kronis mampu

merasakan dan mengerti apa yang tengah dirasakan oleh pasangannya (emphaty and caring). Social competence juga dapat terlihat melalui adanya kemampuan pasangan penderita gagal ginjal kronis untuk memberikan apa yang dibutuhkan

bagi kesembuhan pasangannya, mampu memaafkan diri mereka sendiri karena

tidak menjaga pola hidup sehat bagi pasangan, sehingga terkena penyakit gagal

ginjal kronis serta mampu memaafkan orang lain yang kurang menghargai

pasangannya atas kondisi fisik yang dialaminya ( compassion-altruism-forgiveness). Hal tersebut akan membantu pasangan penderita untuk bertahan dan

berfungsi positif selama mendampingi penderita gagal ginjal kronis.

Problem Solving Skill merupakan kemampuan seseorang untuk membuat

rencana, berpikir fleksibel untuk mencari solusi alternatif terhadap suatu masalah,

menggunakan sumber ekternal dalam memecahkan masalah, dapat berpikir kritis

dalam mengerti suatu kejadian dan situasi serta insight. Kemampuan problem

solving dapat terlihat melalui kemampuan pasangan penderita gagal ginjal kronis untuk dapat membuat rencana terkait dengan kesembuhan dari penyakit yang

tengah diderita oleh pasangannya (planning). Pasangan penderita gagal ginjal kronis mampu untuk mencari berbagai alternatif pengobatan demi

mempertahankan kelangsungan hidup pasangannya (flexibility). Adanya kemampuan pasangan penderita gagal ginjal kronis untuk tanggap dan cekatan

dalam mencari bantuan sejak pertama kali pasangannya didiagnosa menderita

(20)

Universitas Kristen Maranatha

berpikir secara kritis untuk menemukan strategi perawatan terbaik yang mampu

ditempuh demi mengupayakan kelangsungan hidup pasangannya yang tengah

sakit serta mengerti dan mampu menghadapi adanya perubahan pola hidup karena

memiliki pasangan yang menderita gagal ginjal kronis (critical thinking and insight).

Autonomy melibatkan kemampuan seseorang untuk dapat bertindak dengan bebas dan untuk merasakan suatu sense of control atas lingkungannya.

Autonomy ditandai dengan adanya penilaian positif terhadap diri, adanya kontrol

dan inisiatif, keyakinan untuk merasa mampu melakukan sesuatu dengan baik,

kemampuan untuk mengambil jarak dari pesan negatif, kesadaran tentang masalah

yang dihadapi dan apa yang harus dilakukan terhadap masalah, serta kemampuan

untuk menciptakan suasana ceria. Autonomy ini juga dihubungkan dengan

kesehatan positif dan perasaan akan kesejahteraan (Deci, 1995, dalam resiliency

Bonnie Benard, 2004). Autonomy dapat terlihat melalui kemampuan pasangan penderita gagal ginjal kronis untuk memiliki penilaian positif tentang dirinya

sendiri walaupun ia memiliki pasangan yang sakit (positive identity). Adanya kemampuan untuk tidak berlarut-larut dalam kesedihan karena memiliki pasangan

yang menderita gagal ginjal kronis , namun berupaya untuk tetap mengupayakan

kelangsungan hidup pasangannya dengan berbagai cara (internal locul of control

and initiative). Kemampuan pasangan penderita gagal ginjal kronis untuk tetap merasa mampu dalam menghadapi cobaan hidupnya yaitu harus mendampingi

serta mengupayakan kelangsungan hidup pasangan yang menderita gagal ginjal

(21)

Universitas Kristen Maranatha

kronis untuk mengambil jarak secara emosional dengan tidak menyalahkan diri

sendiri ketika mendengar informasi yang negatif mengenai penyakit yang diderita

pasangannya (adaptive distancing and resistance). Adanya kemampuan pasangan penderita gagal ginjal kronis untuk tetap sabar serta peduli terhadap keadaan

pasangannya yang tengah sakit serta menyadari sepenuhnya bahwa yang ia hadapi

saat ini adalah cobaan yang harus dihadapi (self awareness and mindfulness). Kemampuan pasangan penderita gagal ginjal kronis untuk menciptakan suasana

ceria selama mendampingi pasangannya yang sakit (humor). Hal itu akan membantu pasangan penderita gagal ginjal kronis untuk bangkit dari masalah

yang dihadapi.

Aspek terakhir dari resiliency adalah sense of purpose, yaitu kemampuan untuk fokus terhadap masa depan yang positif melalui adanya kemampuan untuk

memotivasi diri pada tujuan, mengembangkan kreatifitas, adanya rasa optimis dan

harapan akan masa depan, serta keyakinan spiritual dalam diri. Sense of purpose

ditandai dengan adanya motivasi yang kuat dalam diri pasangan penderita gagal

ginjal kronis untuk meraih tujuan terkait dengan kesembuhan pasangannya (goal direction,achievement motivation and educational aspirations). Adanya

kemampuan pasangan penderita gagal ginjal kronis untuk tetap bisa

mengaktualisasikan diri melalui mengikuti kegiatan yang digemarinya walaupun

ia memiliki pasangan yang tengah sakit (special interest, creativity and imagination). Adanya keyakinan serta harapan yang positif dari pasangan penderita gagal ginjal kronis mengenai kondisi pasangannya, dimana pasangan

(22)

Universitas Kristen Maranatha

kemungkinan untuk dapat hidup lebih lama dengan mengikuti hemodialisis secara

teratur (optimism and hope). Selain itu pasangan penderita gagal ginjal kronis

mampu menemukan makna bahwa memiliki pasangan yang menderita penyakit

kronis merupakan cobaan dari Tuhan agar dirinya mampu menjadi pribadi yang

lebih sabar (faith, sprirituality and sense of meaning).

Selain empat aspek yang dapat menunjukkan tinggi atau rendahnya

resiliency pasangan penderita gagal ginjal kronis, terdapat faktor yang dapat

mendukung perkembangan resiliency pasangan penderita gagal ginjal kronis. Faktor tersebut dikenal sebagai protective factor. Protective factor merupakan kualitas dari orang-orang atau lingkungan yang menentukan munculnya perilaku

yang lebih positif dalam situasi yang menekan (Benard, 2004). Tiga faktor yang

ada dalam protective factor adalah caring relationship, high expectation dan

opportunities for participation and contribution. Terdapat hipotesis bahwa kekuatan universal dari ketiga protective factors berhubungan langsung untuk memenuhi basic human needs. Ini merupakan perkembangan yang dibawa sejak

lahir bahwa individu secara alami termotivasi untuk memenuhi kebutuhan mereka

akan love/belonging (kebutuhan untuk dicintai), power and respect (kebutuhan

untuk merasa mandiri), mastery and challenge (kebutuhan untuk merasa mampu),

dan meaning (kebutuhan untuk menemukan makna dalam hidup). Selanjutnya,

setelah kebutuhan ini terpenuhi maka secara alami akan meningkatkan kekuatan

(23)

Universitas Kristen Maranatha Caring relationship merupakan suatu hubungan yang di dalamnya terdapat perhatian dan rasa cinta sehingga terbentuk suatu proses empati dalam diri

pasangan penderita gagal ginjal kronis yang bisa didapatkan dari keluarga baik

dari anggota keluarga initi maupun keluarga besar. Caring relationship juga bisa didapatkan dari komunitas sekitar seperti rekan kerja, tetangga, komunitas ginjal,

dokter dan perawat. Seorang dokter yang memberikan semangat dan keluarga

serta teman yang selalu memahami penderitaan yang dirasakan pasangan

penderita gagal ginjal kronis selama mendampingi proses pengobatan merupakan

suatu bentuk caring relationship yang diberikan pada pasangan penderita gagal ginjal kronis. Caring relationship juga dapat diwujudkan melalui adanya

perhatian baik secara moril maupun materil dari lingkungan sekitarnya, seperti

keluarga, rekan kerja, tetangga terhadap pasangan penderita gagal ginjal kronis.

Pasangan dari penderita gagal ginjal kronis yang memperoleh caring relationship

akan mampu memenuhi basic human needs yang selanjutnya dapat mengembangkan kekuatan dari aspek personal strengths yang dimilikinya.

Sedangkan high expectation adalah keyakinan dan harapan dari orang sekitarnya bahwa pasangan penderita gagal ginjal kronis dapat kuat dalam

menghadapi cobaan hidup yaitu harus mendampingi pasangannya yang menderita

penyakit kronis. Keyakinan tersebut membuat mereka tegar dalam mendampingi

proses pengobatan pasangannya. Anggota keluarga dan teman dari pasangan

penderita gagal ginjal kronis yang selalu meyakinkan pasangan penderita gagal

ginjal kronis bahwa pengobatan yang dijalani tidak seburuk yang dibayangkan

(24)

Universitas Kristen Maranatha expectation terhadap pasangan penderita gagal ginjal kronis. High expectation

yang diberikan pada pasangan penderita gagal ginjal kronis dapat memenuhi basic

human need, sehingga akan mendorong pasangan dari penderita gagal ginjal kronis untuk mengembangkan perasaan kompeten yang ada dalam dirinya.

Faktor yang ketiga adalah opportunities for participation and contribution

yang merupakan kesempatan yang diberikan lingkungan kepada individu untuk

berpartisipasi dan berkontribusi pada suatu kegiatan sehingga mereka dapat lebih

mandiri dan memiliki problem solving skill. Pasangan penderita gagal ginjal kronis ini dapat mengikuti kegiatan keagamaan sebagai salah satu cara pemecahan

masalah yang mereka hadapi. Protective factor yang didapat oleh pasangan dari

penderita gagal ginjal kronis dapat membantu mereka dalam mengatasi tekanan

yang dialami, sehingga mereka dapat melakukan hal yang bermanfaat bagi

kehidupannya. Opportunities for participation and contribution yang diberikan pada pasangan penderita gagal ginjal kronis juga diharapkan dapat memenuhi

basic human needs dalam diri. Keluarga, rekan kerja, maupun tetangga dapat

menjadi sarana bagi pasangan penderita gagal ginjal kronis untuk saling bertukar

pikiran mengenai penyakit gagal ginjal kronis yang diderita pasangannya. Basic

Human Needs yang telah terpenuhi akan membantu mengembangkan kekuatan dari aspek personal strengths yang ada dalam diri pasangan penderita gagal ginjal

kronis.

Pasangan dari penderita gagal ginjal kronis yang memiliki resiliency tinggi menunjukkan bahwa mereka termotivasi untuk mempertahankan kelangsungan

(25)

Universitas Kristen Maranatha

secara teratur dan mengikuti prosedur pengobatan yang telah ditentukan, mereka

merasa bahwa dirinya masih mampu untuk melakukan aktivitas seperti orang lain

pada umumnya. Mereka masih optimis dalam memandang hidupnya, mereka tetap

berelasi dengan lingkungan sekitar, mereka menjalani hidupnya dengan

melakukan aktifitas yang mereka sukai dan mencoba untuk lebih berserah diri

pada Tuhan dengan berdoa dan terus mendampingi pasangan untuk berobat secara

teratur.

Pasangan dari penderita gagal ginjal kronis yang memiliki resiliency

rendah menunjukkan adanya rasa sedih yang seringkali muncul sejak pasangannya

didiagnosis gagal ginjal kronis. Mereka juga terkadang merasa putus asa melihat

kondisi kesehatan pasangannya karena mengetahui bahwa penyakit gagal ginjal

(26)

Universitas Kristen Maranatha

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pikir

Protective factor: - caring relationships (family & community - high expectations (family & community)

- opportunities for participation and contribution

(family & community)

Pasangan dari penderita gagal

ginjal kronis

Basic human needs :

- Need for Love/Belonging

- Need for Challenge&Mastery

- Need for Power&Respect

- Need for Meaning

RESILIENCY

Tinggi

Rendah

Apek resiliency :

- social competence

- problem solving

- autonomy

- sense of purpose Adversity factor:

- kondisi pasangan yang memburuk

- tekanan ekonomi

(27)

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi

 Pasangan dari penderita GGK di RS Hasan Sadikin Bandung memiliki

resiliency yang berbeda-beda.

 Resiliency pada pasangan dari penderita GGK di RS Hasan Sadikin

Bandung dapat terukur melalui empat aspek resiliency yaitu social competence, problem solving skills, aoutonomy, sense of purpose and

bright future.

Resiliency pasangan dari penderita GGK di RS Hasan Sadikin Bandung

dipengaruhi oleh protective factor dan basic human needs, dimana apabila

protective factor yang didapat akan memenuhi basic human needs dalam

(28)

73 Universitas Kristen Maranatha KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan terhadap 30

pasangan dari penderita gagal ginjal kronis di RS Hasan Sadikin Bandung, maka

dapat disimpulkan bahwa:

 Jumlah pasangan dari penderita gagal ginjal kronis (GGK) di RS Hasan

Sadikin Bandung yang memiliki resiliency yang tinggi hampir sama

dengan yang meiliki resiliency rendah.

 Pasangan dari penderita GGK dengan resiliency yang tinggi, umumnya

akan menunjukkan empat aspek personal strengths (social competence,

problem solving skills, autonomy, dan sense of purpose and bright future)

yang juga tinggi.

 Pasangan dari penderita GGK dengan resiliency yang rendah, umumnya

akan menunjukkan empat aspek personal strengths (social competence,

problem solving skills, autonomy, dan sense of purpose and bright future)

yang juga rendah.

 Dalam penelitian ini, protective factors berupa caring relationships yang

berkaitan terhadap tinggi atau rendah resiliency pada pasangan dari

penderita GGK di RS Hasan Sadikin Bandung.

 Keberadaan basic human needs berupa need for power and respect, need

(29)

Universitas Kristen Maranatha atau rendahnya resiliency pada pasangan dari penderita GGK di RS Hasan

Sadikin Bandung.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, banyak

ditemukan kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu peneliti mengajukan

beberapa saran, yaitu:

5.2.1 Saran Teoritis

Apabila akan dilakukan penelitian lanjutan mengenai resiliency pada

pasangan dari penderita GGK di RS Hasan Sadikin Bandung, dapat disarankan

untuk meneliti kontribusi protective factors dengan resiliency.

5.2.2 Saran Praktis

Ditujukan pada pasangan dari penderita gagal ginjal kronis yang memiliki

resiliency rendah. Pihak RS Hasan Sadikin disarankan untuk membuat suatu

penyuluhan psikologis tentang family therapy bagi pasangan dari penderita GGK

sehingga pasangan dari penderita gagal ginjal kronis diharapkan untuk dapat lebih

memahami diri, serta memulai langkah awal untuk mengembangkan diri, antara

lain dengan cara menumbuhkan harapan positif dan optimis terhadap masa depan

diri sendiri maupun pasangannya, yakin terhadap kemampuan diri sendiri, juga

diharapkan untuk terus berusaha merawat dan memenuhi kebutuhan pasanganya

yang tengah sakit terutama dalam memberikan semangat kepada pasangannya,

serta tidak mudah menyerah apabila menemui hambatan. Adapun bagi pasangan

(30)

Universitas Kristen Maranatha mempertahankan resiliency yang telah dimiliki sehingga dapat membuatnya

menjadi pribadi yang lebih kuat secara mental dalam menghadapi cobaan yang

ada dalam hidup.

Kemudian bagi pihak RS Hasan Sadikin Bandung diharapkan informasi

mengenai resiliency pada pasangan dari penderita GGK ini dapat dimanfaatkan

digunakan sebagai acuan untuk pengembangan kualitas pelayanan RS untuk

memberikan perhatian bukan hanya kepada penderita tetapi juga kepada pasangan

dari penderita yang menemani penderita berobat. Sehingga perhatian dari tim

pelayanan kesehatan di RS pada pasangan dari penderita diharapkan dapat

membuatnya selalu semangat dan aktif dalam membantu peran serta

(31)

75 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Benard, Bonnie. 2004. Resiliency : What We Have Learned. San Fransisco :

WestEd.

B.Brown, Colin. 1991. Manual Ilmu Penyakit Ginjal. Jakarta : Binarupa Aksara.

Goldenberg, I.,& Goldenberg, H. 1996. Family therapy: An overview (4th ed.). Pacific Grove, CA: Brooks/Cole.

Guyton dan Hall. 1996. Fisiologi Kedokteran, edisi 9. Jakarta : EGC.

Siegel, Sidney. 1990. Statistik Non Parametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama.

Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta : LP3ES.

(32)

76 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

(http://www.ikcc.or.id, diakses 22 november 2008)

(http://www.drdjokosantoso.com/2009/05/divonis-terminal-gagalginjal-bisa.html, diakses 5 mei 2009)

(http://indonesiannursing.com/page/41/, diakses 2 oktober 2009)

Republika. 9 Oktober 2001.

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun mayoritas anak di LP Anak Tangerang adalah merupakan anak dengan tindak pidana penyalahgunaan narkotika, akan tetapi dalam hal pembinaan tidak dilakukan

89, dalam Farah Meutia, Tinjauan Hukum Internasional Terhadap Intervensi Pihak Asing Atas Konflik Internal Libya Berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan Pbb, Fakultas

Pada hari ini Rabu tanggal sepuluh Bulan agustus Tahun Dua ribu enam belas, kami yang bertanda tangan dibawah ini, Pokja Pengadaan Barang Unit Layanan

Panitia/ Pokja ULP masih bisa memberikan penjelasan selama 3 jam setelah masa Aanwijzing berakhir Untuk menjawab pertanyaan cukup dengan menyebutkan I D Peserta.

[r]

[r]

Pengaruh Rasio Risiko Likuiditas Terhadap Kinerja Bank Umum Syariah. Kemampuan Likuiditas merupakan kemampuan lembaga

[r]