iv Universitas Kristen Maranatha Dari Penderita Gagal Ginjal Kronis di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian deskriptif analitis. Pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling dan sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 responden.
Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner berbentuk matriks yang disusun peneliti berdasarkan empat aspek resiliency Bonnie Benard (2004), yaitu social competence, problem solving skill, autonomy dan sense of purpose. Pengolahan data menggunakan teknik analisis deskriptif yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan tabulasi silang.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sebanyak 53.33% pasangan dari penderita gagal ginjal kronis di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bnadung memiliki resiliency yang tinggi, dan sebanyak 46.67% memiliki resiliency yang rendah. Pasangan dari penderita gagal ginjal kronis yang memiliki kekuatan pada empat aspek personal strength yang terdiri dari social competence, problem solving skill, autonomy dan sense of purpose akan menunjukkan resiliency yang tinggi. Sedangkan pasangan dari penderita gagal ginjal kronis yang menunjukkan kelemahan pada empat aspek personal strength yang terdiri dari social competence, problem solving skill, autonomy dan sense of purpose akan menunjukkan resiliency yang rendah.
v Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR BAGAN ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah...1
1.2Identifikasi Masalah...8
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian...8
1.3.1 Maksud Penelitian...8
1.3.2 Tujuan Penelitian... ...8
1.4Kegunaan Penelitian...8
1.4.1Kegunaan Ilmiah...8
1.4.2Kegunaan Praktis...9
1.5Kerangka Pikir...9
vi Universitas Kristen Maranatha BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Resiliency...21
2.1.1 Pengertian Resiliency...21
2.1.2 Aspek Resiliency... ...21
2.1.2.1 Social Competence...21
2.1.2.2 Problem Solving Skill...24
2.1.2.3 Autonomy...26
2.1.2.4 Sense Of Purpose...29
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi resiliecy...31
2.1.3.1 Risk factor...31
2.1.3.2 Protective factor...31
2.1.3.3 Basic Human Needs ...38
2.2 Ginjal...39
2.2.1 Definisi Ginjal...39
2.2.2 Fungsi Ginjal...39
2.2.3 Kerja Ginjal...40
2.3 Gagal Ginjal Kronis...41
2.3.1 Definisi Gagal Ginjal Kronis...41
2.3.2 Penyebab Gagal Ginjal Kronis...42
2.3.3 Gejala-gejala Gagal Ginjal...43
vii Universitas Kristen Maranatha
2.3.4 Hemodialisis...44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian...45
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...46
3.2.1 Variabel Penelitian...46
3.2.2 Definisi Operasional...46
3.3 Alat Ukur...48
3.3.1 Data Pribadi dan Data Penunjang...48
3.3.2 Kuesioner Resiliency...48
3.4 Validitas dan Reliabilitas...58
3.4.1 Validitas...58
3.4.2 Reliabilitas...58
3.5 Populasi...59
3.5.1 Populasi Sasaran...59
3.5.2 Karakteristik Sampel ...59
3.6 Teknik Analisis Data...60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran umum subjek penelitian ...61
4.1.1 Gambaran subjek berdasarkan usia ...61
4.1.1 Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin...61
viii Universitas Kristen Maranatha
4.1.1 Gambaran subjek berdasarkan lama menikah ...62
4.1.1 Gambaran subjek berdasarkan pekerjaan ...62
4.1.1 Gambaran subjek berdasarkan jumlah anak...63
4.1.1 Gambaran subjek berdasarkan prnghasilan ...63
4.1.1 Gambaran subjek berdasarkan dana terapi ...63
4.2 Gambaran Hasil Penelitian...64
4.2.1 Persentase Kekuatan Resiliency Berdasarkan Aspek Personal Strengths...64
4.3 Pembahasan...65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...72
5.2 Saran 5.2.1 Saran teoritis ...73
5.2.2 Saran praktis ...74
DAFTAR PUSTAKA...75
ix Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL
Tabel kisi-kisi alat ukur ...50
Tabel gambaran usia ...61
Tabel gambaran jenis kelamin...61
Tabel gambaran lama pasangan menderita sakit...62
Tabel gambaran lama menikah...62
Tabel gambaran pekerjaan...63
Tabel gambaran jumlah anak...63
Tabel gambaran penghasilan...63
Tabel gambaran dana terapi...63
Tabel gambaran penelitian Resiliency...64
x Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN
1 Universitas Kristen Maranatha PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Setiap manusia pada hakikatnya menginginkan kebahagiaan dalam
hidupnya, baik kebahagiaan lahir maupun batin. Begitu pula dalam kehidupan
pernikahan, keluarga yang harmonis adalah dambaan setiap orang. Semua ini bisa
diciptakan, jika suami isteri memahami hak dan kewajiban masing-masing.
Seiring berjalannya waktu berbagai persoalan seringkali menjadi gesekan yang
mempengaruhi kondisi rumah tangga, bahkan berakibat pada perceraian.
Persoalan yang terjadi dalam kehidupan perkawinan sangat beragam mulai dari
masalah ekonomi, prinsip, anak, juga adanya penyakit yang diderita pasangan.
Jenis penyakit yang diderita bentuknya beraneka ragam, ada yang tergolong
penyakit ringan dimana dalam proses pengobatannya relatif mudah dan tidak
terlalu menimbulkan tekanan psikologis pada penderita. Tetapi, ada juga penyakit
yang tergolong penyakit berat yang dianggap sebagai penyakit yang berbahaya
dan dapat mengganggu kondisi emosional. Salah satu penyakit yang tergolong
berat adalah gagal ginjal kronis.
Penyakit gagal ginjal adalah penyakit yang terjadi ketika kedua ginjal
gagal menjalankan fungsinya. Adapun fungsi ginjal adalah sebagai salah satu
sistem detoksifikasi utama setelah hati, dengan membuang racun tubuh yang
dilarutkan dalam air oleh hati agar dapat dibawa darah, kemudian dibuang
Universitas Kristen Maranatha
imunologis yang terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh, gangguan metabolik
akibat dari diabetes militus dan amilodosis, gangguan pembuluh darah ginjal,
infeksi terhadap organ ginjal, hipertrofi prostat dan konstriksi uretra serta adanya
kelainan kongenital. Gagal ginjal kronis adalah hilangnya sejumlah nefron
fungsional yang bersifat ireversibel, gejala-gejala klinis yang serius sering tidak
muncul sampai jumlah nefron fungsional berkurang sedikitnya 70% di bawah
normal dan jika jumlah nefron yang rusak melebihi 90%, pasien akan mengalami
gagal ginjal stadium akhir (Guyton & Hall, 1996).
Prosedur pengobatan yang digunakan untuk memperbaiki keadaan tersebut
adalah melalui hemodialisis (cuci darah) atau transplantasi (cangkok) ginjal, tetapi
karena mahalnya biaya operasi transplantasi ginjal dan sulitnya mencari donor
ginjal, maka cara yang paling banyak digunakan adalah hemodialisis.
Hemodialisis adalah proses pemisahan cairan yang berlebihan dan retensi zat-zat
sisa metabolisme dari dalam darah ke cairan dialisa melalui membran semi
permiabel yang ada dalam mesin dialisa dengan cara difusi, ultrafiltrasi dan
konveksi sehingga komposisi zat-zat dan cairan dalam darah mendekati normal.
Proses pengobatan tersebut dapat membantu memperbaiki homeostasis tubuh,
namun tidak untuk mengganti fungsi ginjal yang lainnya, sehingga untuk
mempertahankan hidupnya pasien harus melakukan hemodialisis minimal dua kali
seminggu sepanjang hidupnya.
Sampai saat ini penderita gagal ginjal tergolong banyak, menurut data dari
Yadugi (Yayasan Peduli Ginjal) di Indonesia kini terdapat sekitar 40.000
Universitas Kristen Maranatha
akses pengobatan (Republika, 09 Oktober 2001). Dari angka yang cukup banyak
tersebut, Jawa Barat menduduki urutan pertama dengan jumlah penderita
sebanyak 3000 orang dan disusul DKI Jakarta di tempat kedua. Menurut data
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri), di Indonesia terdapat sekitar 2400
pasien cuci darah. Jumlah tersebut bertambah sekitar 300-600 pasien setiap
bulannya (Pikiran Rakyat, 15 Maret 2009).
RS Hasan Sadikin didirikan pada tahun 1992 sebagai suatu rumah sakit
umum yang memberikan layanan kesehatan yang menyeluruh serta diharapkan
menjadi rujukan bagi instansi kesehatan yang lain. Dalam mewujudkan visi dan
misinya, RS Hasan Sadikin selalu berusaha memberikan pelayanan kesehatan
yang terbaik sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat di wilayahnya. RS
Hasan Sadikin kini statusnya telah menjadi rumah sakit umum pusat (RSUP) yang
memiliki fasilitas yang lengkap sehingga telah menjadi rumah sakit rujukan di
wilayah Jawa Barat. Salah satu fasilitas yang dimiliki RS Hasan Sadikin adalah
unit hemodialisa yang dapat menangani 55 pasien cuci darah setiap harinya.
Jumlah penderita gagal ginjal kronis yang menjalani perawatan di bagian unit
hemodialisa RS Hasan Sadikin saat ini berjumlah 322 pasien tiap bulannya.
Keluarga merupakan suatu sistem dimana unit yang satu mempengaruhi
unit yang lain. Penyakit merupakan suatu krisis dalam siklus keluarga yang dapat
mempengaruhi iklim dalam keluarga (Goldenberg, 1996). Dalam hal ini
perubahan fisik, psikologis dan sosial dari penderita gagal ginjal kronis akan
berpengaruh pada pasangannya. Menurut Threes Suyatna, selaku Psikolog dari RS
Universitas Kristen Maranatha
permasalahan-permasalahan yang bersifat fisik, psikologis dan sosial yang
dirasakan sebagai kondisi yang menekan bukan hanya pada penderita namun juga
pada pasangan dari penderita yang terlibat langsung dalam proses perawatan.
Hampir semua pasangan penderita gagal ginjal kronis mungkin mengalami
masa-masa sulit ketika tekanan luar mengalahkan mereka dan banyak hal mulai
memburuk di rumah. Tekanan keuangan, masalah keluarga, jadwal dialisis ketat,
dan kewajiban karier dapat menimbulkan ketegangan dalam hubungan.
Dari sisi medis, terganggunya fungsi ginjal juga menimbulkan berbagai
keluhan fisik. Di antaranya, sesak napas, mual dan muntah yang luar biasa, nyeri
otot, dan kehilangan kemampuan indra perasa. Dalam menjalani hemodialisis
penderita tidak bisa melakukannya sendiri, dia butuh orang yang selalu
mendampingi selama pelaksanaan hemodialisis, mengantar ke pusat hemodialisis
dan melakukan kontrol ke dokter. Dalam hal pengaturan diet, pembatasan cairan ,
obat-obatan, dan pengecekan laborat setelah hemodialisis juga memerlukan
keluarga untuk mencapai target. Kondisi tersebut, tentu saja menimbulkan
perubahan pola hidup pada penderita gagal ginjal yang juga berdampak pada
keluarganya. (http://indonesiannursing.com/page/41/)
Perubahan keadaan fisik yang dialami penderita gagal ginjal juga
berpengaruh terhadap keadaan psikologisnya. “Pasien gagal ginjal memiliki
dampak psikologis, salah satunya terhadap seksual,” ungkap Dr. W. M. Roan,
psikiater di RS Ongkomulyo Jakarta. Selain tubuh dalam keadaan sakit dan
penyakit yang diderita, kecemasan dan depresi dapat mengakibatkan gangguan
Universitas Kristen Maranatha
terhentinya menstruasi. Disfungsi seksual akibat penyakit gagal ginjal kronis
tentunya dapat menimbulkan beban psikologis tersendiri bagi pasangan penderita.
Penderita gagal ginjal juga akan dihadang masalah finansial, sebab ia dan
keluarganya harus menanggung biaya pengobatan yang mahal dan hal itu
berlangsung seumur hidup. "Biaya cuci darah dan pembelian obat mencapai
jutaan rupiah per bulan. Penderita mau tidak mau harus menjalani hal itu.
Setidaknya sampai ia menjalani cangkok ginjal," tukas dr. Djoko Santoso, Sp.PD
K-GH.,PhD, ahli penyakit dalam dan konsultan penyakit ginjal di RS Siloam
Surabaya. ( http://www.drdjokosantoso.com/2009/05/divonis-terminal-gagalginjal-bisa.html).
Biaya perawatan yang mahal dan bersifat terus menerus tentunya memiliki
pengaruh tersendiri bagi keadaan ekonomi suatu keluarga. Pada umumnya
pasangan dari penderita gagal ginjal kronis merasa sangat terbebani karena harus
berupaya mencari dana untuk biaya pengobatan pasangannya yang tidak murah.
Biaya satu kali cuci darah mencapai delapan ratus ribu sedangkan pasien gagal
ginjal kronis harus menjalani dua sampai tiga kali cuci darah setiap minggu
sepanjang hidupnya.
Selain masalah finansial, masalah psikologis kadang dapat menjadi
penyebab munculnya masalah dalam keluarga pasien ginjal. Perasaan terbeban
pasien dalam menjalani pengobatan jangka panjang untuk melanjutkan hidup dan
kesulitan keluarga dalam memahami kondisi kesehatan pasien turut memicu
munculnya masalah emosional. Adapun selain itu, beberapa pasien mungkin
Universitas Kristen Maranatha
Permasalahan-permasalahan diatas dapat menyebabkan munculnya
ketidakharmonisan dalam keluarga. Ketidakharmonisan yang terjadi dapat
dikarenakan adanya perubahan psikologis yang dialami oleh penderita gagal ginjal
kronis, adanya rasa tidak seproduktif saat masih sehat berdampak pada keadaan
emosional penderita gagal ginjal kronis yang menjadi lebih mudah marah,
sehingga mempengaruhi pula kondisi pasangannya
Adanya permasalahan psikologis yang dialami oleh pasangan penderita
gagal ginjal kronis, mengindikasikan bahwa mendampingi penderita gagal ginjal
kronis merupakan kondisi yang menekan. Adanya diagnosa yang negatif, kondisi
pasangan yang memburuk, ketidak efektifan terapi yang dijalani, kewajiban untuk
mengatur diet pasangan, mengukur urine, memantau takaran minuman yang
diminum pasangan, memberikan semangat ketika pasangan jenuh menjalani cuci
darah dan mahalnya biaya perawatan merupakan suatu adversity factor bagi pasangan penderita gagal ginjal kronis. Adversity factor adalah kesulitan yang dihadapi pasangan dari penderita gagal ginjal kronis dalam suatu kurun waktu
tertentu. Dalam menghadapi hal tersebut seseorang membutuhkan kemampuan
untuk dapat beradaptasi dengan baik dan mampu berfungsi dengan baik walaupun
di tengah situasi yang menekan atau banyak halangan dan rintangan yang disebut
sebagai resiliency (Benard,2004). Manifestasi dari resiliency dapat dilihat melalui
kemampuan dan tingkah laku yang diperlukan individu untuk memberikan respon
positif terhadap lingkungan sekitarnya (social competence), kemampuan seseorang untuk membuat rencana dan tindakan selanjutnya yang akan dilakukan
Universitas Kristen Maranatha
dapat bertindak dengan bebas dan untuk merasakan suatu sense of control atas lingkungannya (autonomy), kemampuan untuk dapat yakin terhadap kemampuan
diri sendiri untuk mencapai tujuan yang dimiliki (sense of purpose).
Dari hasil wawancara dengan 10 orang pasangan dari penderita gagal
ginjal kronis yang tengah melakukan hemodialisis, didapat data bahwa sebanyak
50% pasangan penderita gagal ginjal kronis termotivasi untuk mempertahankan
kelangsungan hidup pasanganya dengan mendukung dan menemani melakukan
hemodialisis secara teratur dan mengikuti prosedur pengobatan yang telah
ditentukan, mereka merasa bahwa dirinya masih mampu untuk melakukan
aktifitas seperti orang yang memiliki pasangan yang sehat pada umumnya.
Mereka masih optimis atas kelangsungan hidup pasangannya, mereka tetap
berelasi dengan lingkungan sekitar, mereka menjalani hidupnya dengan
melakukan aktifitas yang mereka sukai dan mencoba untuk lebih berserah diri
pada Tuhan dengan berdoa dan terus mendampingi pasangannya untuk berobat
secara teratur.
Adapun sebanyak 50% pasangan penderita gagal ginjal menunjukkan
adanya rasa ketidakberdayaan dan keputusasaan atas penyakit yang diderita oleh
pasangannya, serta seringkali merasa sedih atas penyakit yang diderita
pasangannya. Mereka merasa pesimis akan kondisi kesehatan pasangannya,
sehingga dalam menjalani hemodialisis dan prosedur pengobatan pun dijalani
sebagai hal mutlak untuk memperpanjang hidup pasangannya, mereka
Universitas Kristen Maranatha
dokter atau perawat. Mereka beranggapan bahwa mereka sudah tidak bisa berbuat
apa-apa lagi karena semua itu telah ditentukan oleh Tuhan.
Dari hasil survey maka dapat dikatakan bahwa resiliency pada pasangan dari penderita gagal ginjal kronis berbeda-beda. Berdasarkan fenomena diatas,
maka peneliti tertarik untuk meneliti resiliency pasangan dari penderita gagal
ginjal kronis di RS Hasan Sadikin Bandung.
1.2Identifikasi Masalah
Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana resiliency pada pasangan dari penderita gagal ginjal kronis di RS Hasan Sadikin Bandung.
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian
Untuk memperoleh data mengenai bagaimana resiliency pada pasangan dari penderita gagal ginjal kronis di RS Hasan Sadikin Bandung.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang lebih rinci mengenai
resiliency pada pasangan dari penderita gagal ginjal di RS Hasan Sadikin
Universitas Kristen Maranatha 1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Ilmiah
1. Sebagai bahan masukan bagi ilmu psikologi, terutama psikologi klinis
mengenai resiliency pada pasangan dari penderita gagal ginjal kronis di RS Hasan Sadikin Bandung.
2. Memberikan sumbangan informasi kepada peneliti lain yang tertarik untuk
meneliti mengenai resiliency dan mendorong dikembangkannya
penelitian-penelitian lain yang berhubungan dengan topik tersebut.
Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi :
1. Memberi informasi kepada pasangan dari penderita gagal ginjal kronis
mengenai resiliency yang dimiliki dirinya sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk pengembangan diri dalam membantu peran serta perkembangan
kesehatan pasangannya yang sedang menjalani terapi.
2. Memberikan informasi dan masukan bagi RS Hasan Sadikin Bandung bahwa
ada dampak psikologis bagi penderita juga pasangan penderita gagal ginjal
kronis, sehingga informasi tentang resiliency dapat digunakan sebagai acuan untuk pengembangan kualitas pelayanan Rumah Sakit dalam membantu peran
serta perkembangan kesehatan penderita yang sedang menjalani terapi.
Universitas Kristen Maranatha
Diantara berbagai macam penyakit yang ada, gagal ginjal merupakan
penyakit berat yang dianggap sebagai penyakit berbahaya dan dapat mengganggu
kondisi emosional. Secara umum penyakit gagal ginjal terjadi ketika kedua ginjal
gagal menjalankan fungsinya. Hal ini disebabkan oleh gangguan imunologis yang
terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh, gangguan metabolik akibat dari
diabetes militus dan amilodosis, gangguan pembuluh darah ginjal, infeksi
terhadap organ ginjal, hipertrofi prostat dan konstriksi uretra serta adanya kelainan
kongenital. Menurut Prof. Dr. dr. Ketut Suwitra, Sp.PD,K-GH, selalu konsultan
penyakit ginjal dan hipertensi, ada berbagai jenis penyakit gagal ginjal, salah
satunya adalah gagal ginjal kronis dimana terjadi hilangnya sejumlah nefron
fungsional yang bersifat ireversibel, sehingga memerlukan terapi pengganti ginjal
yang tetap berupa dialisis, maupun transplantasi ginjal.
Gagal ginjal kronis bukan hanya dapat membuat penderitanya merasa
tertekan, namun pasangan dari penderita gagal ginjal kronis pun mengalami
tekanan yang cukup berat. Pasangan penderita gagal ginjal kronis harus
menyesuaikan diri dengan keadaan penderita yang umumnya merasa frustrasi,
putus asa, cemas, khawatir, marah pada dokter ketika dia diberitahu bahwa dia
mengalami gagal ginjal dan harus menjalani hemodialisis, ketidakberdayaan,
merasa lelah karena menjalani hemodialisis, dan adanya perasaan takut mati.
Kesulitan pasangan dalam memahami kondisi kesehatan pasien turut memicu
munculnya masalah emosional.
Selain itu pasangan penderita gagal ginjal kronis juga harus menghadapi
Universitas Kristen Maranatha
jadwal yang ketat dalam mendampingi pasangan melakukan dialisis,
ketidakefektifan terapi yang dijalani, mahalnya biaya pengobatan pasangan dan
hilangnya kebebasan sebagai manusia karena harus terus-menerus mendampingi
pasangannya yang sakit. Dalam menghadapi hal tersebut seseorang membutuhkan
kemampuan untuk dapat beradaptasi dengan baik dan mampu berfungsi dengan
baik walaupun di tengah situasi yang menekan atau banyak halangan dan
rintangan yang disebut sebagai resiliency (Benard, 2004). Pasangan dari
penderita gagal ginjal kronis yang dikatakan resilient adalah mereka yang mampu mengendalikan perilakunya dalam menghadapi hambatan tanpa menjadi lemah
dan mampu beradaptasi dengan tekanan yang dialaminya. Resiliency tercermin
melalui empat aspek yaitu social competence, problem solving skill, autonomy
dan sense of purpose.
Social competence merupakan kemampuan dan tingkah laku yang diperlukan individu untuk memberikan respon positif terhadap lingkungan
sekitarnya, membangun suatu relasi dan mempertahankan kedekatan dengan
orang lain, dan memperoleh respon positif dari orang lain. Social competence
meliputi empat sub-aspek yaitu responsiveness, communication, emphaty and
caring, dan compassion-altruism-forgiveness. Social competence dapat terlihat dari kemampuan pasangan penderita gagal ginjal kronis untuk mendapatkan
tanggapan positif baik dari pasangannya maupun dari orang lain ketika ia
menceritakan keluh kesahnya (responsiveness). Pasangan penderita gagal ginjal kronis juga mampu untuk mengungkapkan kekesalannya pada pasangan dengan
Universitas Kristen Maranatha
(communication). Adanya kemampuan dalam menumbuhkan rasa kepedulian terhadap pasangan, sehingga pasangan penderita gagal ginjal kronis mampu
merasakan dan mengerti apa yang tengah dirasakan oleh pasangannya (emphaty and caring). Social competence juga dapat terlihat melalui adanya kemampuan pasangan penderita gagal ginjal kronis untuk memberikan apa yang dibutuhkan
bagi kesembuhan pasangannya, mampu memaafkan diri mereka sendiri karena
tidak menjaga pola hidup sehat bagi pasangan, sehingga terkena penyakit gagal
ginjal kronis serta mampu memaafkan orang lain yang kurang menghargai
pasangannya atas kondisi fisik yang dialaminya ( compassion-altruism-forgiveness). Hal tersebut akan membantu pasangan penderita untuk bertahan dan
berfungsi positif selama mendampingi penderita gagal ginjal kronis.
Problem Solving Skill merupakan kemampuan seseorang untuk membuat
rencana, berpikir fleksibel untuk mencari solusi alternatif terhadap suatu masalah,
menggunakan sumber ekternal dalam memecahkan masalah, dapat berpikir kritis
dalam mengerti suatu kejadian dan situasi serta insight. Kemampuan problem
solving dapat terlihat melalui kemampuan pasangan penderita gagal ginjal kronis untuk dapat membuat rencana terkait dengan kesembuhan dari penyakit yang
tengah diderita oleh pasangannya (planning). Pasangan penderita gagal ginjal kronis mampu untuk mencari berbagai alternatif pengobatan demi
mempertahankan kelangsungan hidup pasangannya (flexibility). Adanya kemampuan pasangan penderita gagal ginjal kronis untuk tanggap dan cekatan
dalam mencari bantuan sejak pertama kali pasangannya didiagnosa menderita
Universitas Kristen Maranatha
berpikir secara kritis untuk menemukan strategi perawatan terbaik yang mampu
ditempuh demi mengupayakan kelangsungan hidup pasangannya yang tengah
sakit serta mengerti dan mampu menghadapi adanya perubahan pola hidup karena
memiliki pasangan yang menderita gagal ginjal kronis (critical thinking and insight).
Autonomy melibatkan kemampuan seseorang untuk dapat bertindak dengan bebas dan untuk merasakan suatu sense of control atas lingkungannya.
Autonomy ditandai dengan adanya penilaian positif terhadap diri, adanya kontrol
dan inisiatif, keyakinan untuk merasa mampu melakukan sesuatu dengan baik,
kemampuan untuk mengambil jarak dari pesan negatif, kesadaran tentang masalah
yang dihadapi dan apa yang harus dilakukan terhadap masalah, serta kemampuan
untuk menciptakan suasana ceria. Autonomy ini juga dihubungkan dengan
kesehatan positif dan perasaan akan kesejahteraan (Deci, 1995, dalam resiliency
Bonnie Benard, 2004). Autonomy dapat terlihat melalui kemampuan pasangan penderita gagal ginjal kronis untuk memiliki penilaian positif tentang dirinya
sendiri walaupun ia memiliki pasangan yang sakit (positive identity). Adanya kemampuan untuk tidak berlarut-larut dalam kesedihan karena memiliki pasangan
yang menderita gagal ginjal kronis , namun berupaya untuk tetap mengupayakan
kelangsungan hidup pasangannya dengan berbagai cara (internal locul of control
and initiative). Kemampuan pasangan penderita gagal ginjal kronis untuk tetap merasa mampu dalam menghadapi cobaan hidupnya yaitu harus mendampingi
serta mengupayakan kelangsungan hidup pasangan yang menderita gagal ginjal
Universitas Kristen Maranatha
kronis untuk mengambil jarak secara emosional dengan tidak menyalahkan diri
sendiri ketika mendengar informasi yang negatif mengenai penyakit yang diderita
pasangannya (adaptive distancing and resistance). Adanya kemampuan pasangan penderita gagal ginjal kronis untuk tetap sabar serta peduli terhadap keadaan
pasangannya yang tengah sakit serta menyadari sepenuhnya bahwa yang ia hadapi
saat ini adalah cobaan yang harus dihadapi (self awareness and mindfulness). Kemampuan pasangan penderita gagal ginjal kronis untuk menciptakan suasana
ceria selama mendampingi pasangannya yang sakit (humor). Hal itu akan membantu pasangan penderita gagal ginjal kronis untuk bangkit dari masalah
yang dihadapi.
Aspek terakhir dari resiliency adalah sense of purpose, yaitu kemampuan untuk fokus terhadap masa depan yang positif melalui adanya kemampuan untuk
memotivasi diri pada tujuan, mengembangkan kreatifitas, adanya rasa optimis dan
harapan akan masa depan, serta keyakinan spiritual dalam diri. Sense of purpose
ditandai dengan adanya motivasi yang kuat dalam diri pasangan penderita gagal
ginjal kronis untuk meraih tujuan terkait dengan kesembuhan pasangannya (goal direction,achievement motivation and educational aspirations). Adanya
kemampuan pasangan penderita gagal ginjal kronis untuk tetap bisa
mengaktualisasikan diri melalui mengikuti kegiatan yang digemarinya walaupun
ia memiliki pasangan yang tengah sakit (special interest, creativity and imagination). Adanya keyakinan serta harapan yang positif dari pasangan penderita gagal ginjal kronis mengenai kondisi pasangannya, dimana pasangan
Universitas Kristen Maranatha
kemungkinan untuk dapat hidup lebih lama dengan mengikuti hemodialisis secara
teratur (optimism and hope). Selain itu pasangan penderita gagal ginjal kronis
mampu menemukan makna bahwa memiliki pasangan yang menderita penyakit
kronis merupakan cobaan dari Tuhan agar dirinya mampu menjadi pribadi yang
lebih sabar (faith, sprirituality and sense of meaning).
Selain empat aspek yang dapat menunjukkan tinggi atau rendahnya
resiliency pasangan penderita gagal ginjal kronis, terdapat faktor yang dapat
mendukung perkembangan resiliency pasangan penderita gagal ginjal kronis. Faktor tersebut dikenal sebagai protective factor. Protective factor merupakan kualitas dari orang-orang atau lingkungan yang menentukan munculnya perilaku
yang lebih positif dalam situasi yang menekan (Benard, 2004). Tiga faktor yang
ada dalam protective factor adalah caring relationship, high expectation dan
opportunities for participation and contribution. Terdapat hipotesis bahwa kekuatan universal dari ketiga protective factors berhubungan langsung untuk memenuhi basic human needs. Ini merupakan perkembangan yang dibawa sejak
lahir bahwa individu secara alami termotivasi untuk memenuhi kebutuhan mereka
akan love/belonging (kebutuhan untuk dicintai), power and respect (kebutuhan
untuk merasa mandiri), mastery and challenge (kebutuhan untuk merasa mampu),
dan meaning (kebutuhan untuk menemukan makna dalam hidup). Selanjutnya,
setelah kebutuhan ini terpenuhi maka secara alami akan meningkatkan kekuatan
Universitas Kristen Maranatha Caring relationship merupakan suatu hubungan yang di dalamnya terdapat perhatian dan rasa cinta sehingga terbentuk suatu proses empati dalam diri
pasangan penderita gagal ginjal kronis yang bisa didapatkan dari keluarga baik
dari anggota keluarga initi maupun keluarga besar. Caring relationship juga bisa didapatkan dari komunitas sekitar seperti rekan kerja, tetangga, komunitas ginjal,
dokter dan perawat. Seorang dokter yang memberikan semangat dan keluarga
serta teman yang selalu memahami penderitaan yang dirasakan pasangan
penderita gagal ginjal kronis selama mendampingi proses pengobatan merupakan
suatu bentuk caring relationship yang diberikan pada pasangan penderita gagal ginjal kronis. Caring relationship juga dapat diwujudkan melalui adanya
perhatian baik secara moril maupun materil dari lingkungan sekitarnya, seperti
keluarga, rekan kerja, tetangga terhadap pasangan penderita gagal ginjal kronis.
Pasangan dari penderita gagal ginjal kronis yang memperoleh caring relationship
akan mampu memenuhi basic human needs yang selanjutnya dapat mengembangkan kekuatan dari aspek personal strengths yang dimilikinya.
Sedangkan high expectation adalah keyakinan dan harapan dari orang sekitarnya bahwa pasangan penderita gagal ginjal kronis dapat kuat dalam
menghadapi cobaan hidup yaitu harus mendampingi pasangannya yang menderita
penyakit kronis. Keyakinan tersebut membuat mereka tegar dalam mendampingi
proses pengobatan pasangannya. Anggota keluarga dan teman dari pasangan
penderita gagal ginjal kronis yang selalu meyakinkan pasangan penderita gagal
ginjal kronis bahwa pengobatan yang dijalani tidak seburuk yang dibayangkan
Universitas Kristen Maranatha expectation terhadap pasangan penderita gagal ginjal kronis. High expectation
yang diberikan pada pasangan penderita gagal ginjal kronis dapat memenuhi basic
human need, sehingga akan mendorong pasangan dari penderita gagal ginjal kronis untuk mengembangkan perasaan kompeten yang ada dalam dirinya.
Faktor yang ketiga adalah opportunities for participation and contribution
yang merupakan kesempatan yang diberikan lingkungan kepada individu untuk
berpartisipasi dan berkontribusi pada suatu kegiatan sehingga mereka dapat lebih
mandiri dan memiliki problem solving skill. Pasangan penderita gagal ginjal kronis ini dapat mengikuti kegiatan keagamaan sebagai salah satu cara pemecahan
masalah yang mereka hadapi. Protective factor yang didapat oleh pasangan dari
penderita gagal ginjal kronis dapat membantu mereka dalam mengatasi tekanan
yang dialami, sehingga mereka dapat melakukan hal yang bermanfaat bagi
kehidupannya. Opportunities for participation and contribution yang diberikan pada pasangan penderita gagal ginjal kronis juga diharapkan dapat memenuhi
basic human needs dalam diri. Keluarga, rekan kerja, maupun tetangga dapat
menjadi sarana bagi pasangan penderita gagal ginjal kronis untuk saling bertukar
pikiran mengenai penyakit gagal ginjal kronis yang diderita pasangannya. Basic
Human Needs yang telah terpenuhi akan membantu mengembangkan kekuatan dari aspek personal strengths yang ada dalam diri pasangan penderita gagal ginjal
kronis.
Pasangan dari penderita gagal ginjal kronis yang memiliki resiliency tinggi menunjukkan bahwa mereka termotivasi untuk mempertahankan kelangsungan
Universitas Kristen Maranatha
secara teratur dan mengikuti prosedur pengobatan yang telah ditentukan, mereka
merasa bahwa dirinya masih mampu untuk melakukan aktivitas seperti orang lain
pada umumnya. Mereka masih optimis dalam memandang hidupnya, mereka tetap
berelasi dengan lingkungan sekitar, mereka menjalani hidupnya dengan
melakukan aktifitas yang mereka sukai dan mencoba untuk lebih berserah diri
pada Tuhan dengan berdoa dan terus mendampingi pasangan untuk berobat secara
teratur.
Pasangan dari penderita gagal ginjal kronis yang memiliki resiliency
rendah menunjukkan adanya rasa sedih yang seringkali muncul sejak pasangannya
didiagnosis gagal ginjal kronis. Mereka juga terkadang merasa putus asa melihat
kondisi kesehatan pasangannya karena mengetahui bahwa penyakit gagal ginjal
Universitas Kristen Maranatha
Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pikir
Protective factor: - caring relationships (family & community - high expectations (family & community)
- opportunities for participation and contribution
(family & community)
Pasangan dari penderita gagal
ginjal kronis
Basic human needs :
- Need for Love/Belonging
- Need for Challenge&Mastery
- Need for Power&Respect
- Need for Meaning
RESILIENCY
Tinggi
Rendah
Apek resiliency :
- social competence
- problem solving
- autonomy
- sense of purpose Adversity factor:
- kondisi pasangan yang memburuk
- tekanan ekonomi
Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi
Pasangan dari penderita GGK di RS Hasan Sadikin Bandung memiliki
resiliency yang berbeda-beda.
Resiliency pada pasangan dari penderita GGK di RS Hasan Sadikin
Bandung dapat terukur melalui empat aspek resiliency yaitu social competence, problem solving skills, aoutonomy, sense of purpose and
bright future.
Resiliency pasangan dari penderita GGK di RS Hasan Sadikin Bandung
dipengaruhi oleh protective factor dan basic human needs, dimana apabila
protective factor yang didapat akan memenuhi basic human needs dalam
73 Universitas Kristen Maranatha KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan terhadap 30
pasangan dari penderita gagal ginjal kronis di RS Hasan Sadikin Bandung, maka
dapat disimpulkan bahwa:
Jumlah pasangan dari penderita gagal ginjal kronis (GGK) di RS Hasan
Sadikin Bandung yang memiliki resiliency yang tinggi hampir sama
dengan yang meiliki resiliency rendah.
Pasangan dari penderita GGK dengan resiliency yang tinggi, umumnya
akan menunjukkan empat aspek personal strengths (social competence,
problem solving skills, autonomy, dan sense of purpose and bright future)
yang juga tinggi.
Pasangan dari penderita GGK dengan resiliency yang rendah, umumnya
akan menunjukkan empat aspek personal strengths (social competence,
problem solving skills, autonomy, dan sense of purpose and bright future)
yang juga rendah.
Dalam penelitian ini, protective factors berupa caring relationships yang
berkaitan terhadap tinggi atau rendah resiliency pada pasangan dari
penderita GGK di RS Hasan Sadikin Bandung.
Keberadaan basic human needs berupa need for power and respect, need
Universitas Kristen Maranatha atau rendahnya resiliency pada pasangan dari penderita GGK di RS Hasan
Sadikin Bandung.
5.2 Saran
Dari hasil penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, banyak
ditemukan kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu peneliti mengajukan
beberapa saran, yaitu:
5.2.1 Saran Teoritis
Apabila akan dilakukan penelitian lanjutan mengenai resiliency pada
pasangan dari penderita GGK di RS Hasan Sadikin Bandung, dapat disarankan
untuk meneliti kontribusi protective factors dengan resiliency.
5.2.2 Saran Praktis
Ditujukan pada pasangan dari penderita gagal ginjal kronis yang memiliki
resiliency rendah. Pihak RS Hasan Sadikin disarankan untuk membuat suatu
penyuluhan psikologis tentang family therapy bagi pasangan dari penderita GGK
sehingga pasangan dari penderita gagal ginjal kronis diharapkan untuk dapat lebih
memahami diri, serta memulai langkah awal untuk mengembangkan diri, antara
lain dengan cara menumbuhkan harapan positif dan optimis terhadap masa depan
diri sendiri maupun pasangannya, yakin terhadap kemampuan diri sendiri, juga
diharapkan untuk terus berusaha merawat dan memenuhi kebutuhan pasanganya
yang tengah sakit terutama dalam memberikan semangat kepada pasangannya,
serta tidak mudah menyerah apabila menemui hambatan. Adapun bagi pasangan
Universitas Kristen Maranatha mempertahankan resiliency yang telah dimiliki sehingga dapat membuatnya
menjadi pribadi yang lebih kuat secara mental dalam menghadapi cobaan yang
ada dalam hidup.
Kemudian bagi pihak RS Hasan Sadikin Bandung diharapkan informasi
mengenai resiliency pada pasangan dari penderita GGK ini dapat dimanfaatkan
digunakan sebagai acuan untuk pengembangan kualitas pelayanan RS untuk
memberikan perhatian bukan hanya kepada penderita tetapi juga kepada pasangan
dari penderita yang menemani penderita berobat. Sehingga perhatian dari tim
pelayanan kesehatan di RS pada pasangan dari penderita diharapkan dapat
membuatnya selalu semangat dan aktif dalam membantu peran serta
75 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA
Benard, Bonnie. 2004. Resiliency : What We Have Learned. San Fransisco :
WestEd.
B.Brown, Colin. 1991. Manual Ilmu Penyakit Ginjal. Jakarta : Binarupa Aksara.
Goldenberg, I.,& Goldenberg, H. 1996. Family therapy: An overview (4th ed.). Pacific Grove, CA: Brooks/Cole.
Guyton dan Hall. 1996. Fisiologi Kedokteran, edisi 9. Jakarta : EGC.
Siegel, Sidney. 1990. Statistik Non Parametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama.
Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta : LP3ES.
76 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN
(http://www.ikcc.or.id, diakses 22 november 2008)
(http://www.drdjokosantoso.com/2009/05/divonis-terminal-gagalginjal-bisa.html, diakses 5 mei 2009)
(http://indonesiannursing.com/page/41/, diakses 2 oktober 2009)
Republika. 9 Oktober 2001.