• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Coping Stress Pada Siswa/i Akselerasi Kelas XI Yang Akan Menghadapi Ujian Nasional di SMA Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Coping Stress Pada Siswa/i Akselerasi Kelas XI Yang Akan Menghadapi Ujian Nasional di SMA Kota Bandung."

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

Kelas akselerasi merupakan program percepatan belajar yang diselenggarakan secara khusus bagi siswa yang mempunyai kecerdasan yang tinggi dan mempunyai kemampuan lebih, sehingga dapat menyelesaikan studinya dalam waktu lebih cepat dari waktu yang telah ditetapkan untuk jenjang pendidikan yang sama. Kelas akselerasi mempunyai dua sisi yakni positif dan negatif, positif apabila siswa mampu dan bisa menjalani semua proses dalam program percepatan ini baik segi akademis dan non akademis, sedangkan sisi negatifnya banyak tekanan yang mereka dapatkan seperti tekanan dari guru, orang tua, dirinya sendiri dan Ujian Nasional. Siswa akselerasi harus mengikuti Ujian Nasional lebih cepat dibandingkan siswa reguler. Tuntutan tersebut membuat tingkat stres siswa akselerasi cenderung lebih tinggi. Untuk mengatasi stres tersebut siswa akselerasi melakukan perilaku coping stress yang berfpusat pada masalah (problem focused coping) dan perilaku coping stress yang berpusat pada emosi (emotion focused coping). Dalam hal ini masing-masing siswa akselerasi memiliki perbedaan penggunaan coping stress.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan coping stress pada setiap siswa akselerasi di SMA kota Bandung. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif melalui teknik survey kepada responden. Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat ukur yang terdiri atas 50 pernyataan yang telah dibuat oleh peneliti dengan menggunakan teori ways of coping dari Lazarus& Folkman (1986) untuk menjaring reaksi atau cara siswa/i akselerasi yang akan menghadapi Ujian Nasional dalam menanggulangi stres yang dialami. Adapun jumlah subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa/i akselerasi kelas XI di kota Bandung berjumlah 24 anak.

(2)

Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT

Accelerated class is accelerated learning programs specifically organized for students who have high intelligence and have more capabilities, so they can complete their studies in a faster time than the time set for the same education level. Accelerated class has two sides which are the positive side and the negative one. It is positive if the students are capable and can undergo all processes in the accelerated programs, both academic and non academic aspects. Meanwhile, the negative side is when they get a lot of pressure such as pressure from teachers, parents, himself and National Exams. The students of accelerated class must follow the National Examination earlier than regular class students. These demands create students level of stress tends to be higher. To overcome the stress, students of accelerated class perform stress coping behaviors that focus on the issue (problem focused coping) and stress coping behavior based on emotion (emotion focused coping). In this case, the each student has different uses of stress coping.

The purpose of this study is to investigate the use of stress coping in every accelerated class student in senior high school in Bandung. This study used descriptive qualitative methods through survey techniques to the respondent. This study used a questionnaire as a measuring tool that consists of 50 statements that have been made by researchers using the theory Airways of coping of Lazarus & Folkman (1986). This tool is to capture the reaction or how the students of accelerated class that will face the National Examination tackle the stress. The number of subjects in this study was 24 students of accelerated class of XI in Bandung.

(3)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan... ii

Abstrak………. iii

Abstract………. iv

KATA PENGANTAR ………. v

DAFTAR ISI ………... vii

DAFTAR BAGAN………...…. xii

DAFTAR TABEL……….. xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah……… 1

1.2 Identifikasi Masalah……….. 9

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1Maksud Penelitian……… 9

1.3.2 Tujuan Penelitian……….. 9

1.4Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Ilmiah……….. 10

1.4.2 Kegunaan Praktis………... 10

1.5Kerangka Pikir……….. 11

(4)

Universitas Kristen Maranatha BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stress……….23

2.1.1 Definisi Stres………...………...…………..23

2.1.2 Sumber Stres……….26

2.1.3 Dampak Stres………... 28

2.2 Proses Penilaian Kognitif……….. 29

2.3 Coping Stress……… 33

2.3.1 Pengertian Coping Stress……… 33 2.3.2 Fungsi Coping Stress……… 33

2.3.3 Bentuk Coping Stress………..…. 35

2.3.4 Hubungan Coping Stress yang Berpusat Pada Emosi dan yang Berpusat Pada Masalah……… 37

2.3.5 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Coping Stress……… 38

2.4 Hubungan Antara Stres, Penilaian Kognitif dan Coping Stress……….. 40

2.5 Masa Remaja……… 40

2.5.1 Definisi Remaja……… 40

2.5.2 Karakteristik Remaja……… 41

2.5.3 Perkembangan Kognitif Remaja……….. 42

2.6 Ujian Nasional……….. 43

2.6.1 Keputusan Mengenai Ujian Nasional………... 43

2.6.2 Peserta Ujian Nasional………. 44

(5)

Universitas Kristen Maranatha

2.6.3.1 Penyusunan Standar Kompetensi Kelulusan………... 45

2.7 Pendidikan……… 46

2.8 Program Akselerasi……….………... 46

2.8.1 Undang-Undang yang berkaitan dengan program akselerasi…….. 46

2.8.2 kurikulum Akselerasi………...… 47

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian……….. 50

3.2Bagan Prosedur Penelitian……….….... 50

3.3Variabel Penelitian dan Definisi Operasional………... 51

3.3.1 Variabel Penelitian………... 51

3.3.2 Definisi Konseptual dan Operasional……….. 51

3.4Alat Ukur………...… 53

3.4.1 Staregi Penanggulangan Stres……….. 53

3.4.1.1 Sistem Penilaian………... 55

3.4.1.2 Uji Coba Alat Ukur………... 56

3.4.1.2.1 Validitas Alat Ukur……… 56

3.4.1.2.2 Reliabilitas Alat Ukur……… 56

3.4.2 Data Pribadi dan Data Penunjang……… 57

3.4.2.1 Data Pribadi………. 57

3.4.2.2 Data Penunjang……… 57

3.5 Populasi Sasaran dan Karakteristik Populasi……… 57

(6)

Universitas Kristen Maranatha

3.5.2 Karakteristik Populasi……….. 57

3.6 Teknik Analisis Data………. 58

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identitas Responden... 59

4.1.1 Jenis Kelamin... 59

4.1.2 Usia………... 59

4.1.3 Data hasil penelitian ……….….. 60

4.1.3.1Coping Stress... 60

4.1.3.2Problem Focus Coping...60

4.1.3.2.1 Planful Problem Solving...60

4.1.3.2.2 Convrontative Coping...61

4.1.3.3Emotion Focus Coping...62

4.1.3.3.1 Seeking Social support...62

4.1.3.3.2 distancing...62

4.1.3.3.3 positive Reepraisal...63

4.1.3.3.4 Self-Control... 63

4.1.3.3.5 Escape Avoidance...64

4.1.3.3.6 Accepting Responsibility....64

4.2 Pembahasan...65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan...73

(7)

Universitas Kristen Maranatha

5.2.1 Saran Teoritis...74

5.2.2 Saran Praktis...74

DAFTAR PUSTAKA………..………… 76

(8)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

Bagan kerangka pikir……… 21

(9)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel Kisi-kisi Alat Ukur………. 53

Tabel Jenis Kelamin………. 59

Tabel Usia………. 59

Tabel Coping stress……….. 60

Tabel Planful Problem Solving………. 61

Tabel Confrontative Coping……….. 61

Tabel Seeking Social Support………... 61

Tabel Distancing………... 63

Tabel Positive Reepraisal………...……….. 63

Tabel Self Control……….… 64

Tabel Escape Avoidance……….….. 64

(10)

Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam zaman pembangunan di Indonesia dan globalisasi dunia seperti

sekarang ini, tatkala persaingan semakin ketat, semakin dibutuhkan sumber daya

manusia yang berkualitas tinggi. Perkembangan masyarakat dengan kemajuan

teknologi dan informasi pada masa sekarang ini membutuhkan individu yang mampu

menangani berbagai masalah yang dihadapi dengan sebaik dan setepat mungkin.

Dalam hal ini, maka yang menjadi perhatian dalam menghadapi kemajuan zaman,

teknologi, dan informasi adalah faktor sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini

dapat didukung salah satunya oleh pendidikan yang berkualitas pula.

Pada umumnya kurikulum atau program pendidikan yang digunakan di SMA

adalah program pendidikan reguler yang ditempuh selama 3 tahun. Penyelenggaraan

pendidikan secara reguler yang dilaksanakan selama ini masih bersifat masal, yaitu

berorientasi pada kuantitas untuk dapat melayani sebanyak-banyaknya jumlah siswa.

Kelemahan yang segera tampak adalah tidak terakomodasinya kebutuhan individual

siswa. Siswa/i yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa tidak terlayani

secara baik sehingga potensi yang dimilikinya tidak dapat tersalur dan berkembang

secara optimal. Siswa/i yang mampu menangkap pelajaran lebih cepat daripada siswa

lain kemungkinan akan merasa cepat bosan di kelas karena menurutnya penyampaian

(11)

Universitas Kristen Maranatha

2

dan kurang memperhatikan pelajaran, bahkan mungkin saja siswa/i tersebut

mengganggu teman–temannya yang lain. Siswa/i yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa perlu mendapatkan penanganan dan program khusus, sehingga

potensi kecerdasan dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu hingga saat ini

telah terjadi beberapa kali perubahan kurikulum nasional yaitu kurikulum 1962, 1968,

1975, 1984, 1994, KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) dan KTSP (Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan).

(www.perpusonline.com/pustaka/pelajaran-sekolah/ktsp-sma/ktsp_sma).

Berdasarkan UU No.20 tahun 2003 : Sistem Pendidikan Nasional, dan Bab IV

Pasal 5 ayat 4 berbunyi: “Warga Negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus (Zuhdi, 2007)”. Hal tersebut juga sesuai dengan UUSPN (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional) 1989 Pasal 24

ayat 7 yang menyatakan bahwa ”setiap peserta didik mempunyai hak untuk menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan”.

Banyaknya siswa/i dengan kapasitas intelektual di atas rata-rata yang membutuhkan

kurikulum yang lebih dinamis, lebih cepat, serta tidak membosankan, maka

dikembangkan program percepatan belajar atau yang sering disebut akselerasi.

Akselerasi pertama kali dikemukakan oleh Pressy yaitu kemajuan program

pendidikan pada tingkat kecepatan (akselerasi) atau usia yang lebih muda dari yang

sesuai dengan program pendidikan reguler. Program akselerasi yaitu suatu program

dimana siswa/i diberi kesempatan menyelesaikan masa studinya lebih cepat dari

(12)

Universitas Kristen Maranatha

dan bernalar secara komprehensif, optimal, dan mengoptimalkan kreativitasnya

(http// duniapendidikanindonesia.com).

Pada dasarnya struktur kurikulum program akselerasi sama dengan program

reguler, perbedaannya terletak pada penyusunan program pengajaran (program

tahunan dan program semester) dengan alokasi waktu yang lebih cepat dari yang

semula 3 tahun dipercepat menjadi 2 tahun serta perbedaan pada penyusunan silabus

yang berupa penyusunan materi esensial dan materi kurang esensial. Dengan

pembagian tetap dalam 6 semester hanya durasi waktu yang dibutuhkan lebih kurang

4 bulan untuk 1 semesternya. Diharapkan dengan program layanan percepatan belajar

ini, siswa/i yang memiliki kemampuan untuk menerima pelajaran dengan cepat dapat

menghemat waktu studi dan mereka tidak merasakan belajar sebagai sesuatu yang

membosankan karena lambatnya penyampaian materi yang mereka dapat

(wikipedia.com).

Terdapat lebih dari 100 SMA di Indonesia yang menyelenggarakan program

kelas akselerasi (www.kompas.com 10/3/07). Dalam keputusan BAN S/M (Badan

Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasyah) setiap sekolah yang memiliki program

akselerasi, harus memiliki akreditasi A. Terdapat 2 Sekolah Menengah Atas di kota

Bandung yang membuka program akselerasi. Setiap SMA yang memiliki program

akselerasi telah mendapat akreditasi A sesuai dengan keputusan BAN S/M provinsi

Jawa Barat. (www.ban-sm.or.id). Sekolah yang membuka program akselerasi

memang memiliki siswa/i yang memiliki kecerdasan lebih dari 120. Program

(13)

Universitas Kristen Maranatha

4

nilai diatas 80 dapat mengoptimalkan kemampuannya dalam menerima dan menyerap

suatu pelajaran lebih cepat (apa-adanya.blogspot.com, 2007). Dengan persetujuan

pemerintah dan keputusan pemerintah dalam peningkatan pendidikan Indonesia,

sekolah yang memiliki minimal 10 siswa/i yang memiliki IQ lebih dari 120, maka

sekolah tersebut dapat membuka program akselerasi agar para siswa/i yang memiliki

kecerdasan lebih tersebut dapat mengoptimalkan kemampuan dalam proses

pembelajaran (cibibinainsani.blogspot.com/2010/02).

Walaupun memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi, keistimewaan, dan

daya tangkap yang dianggap lebih baik dibandingkan siswa reguler, siswa/i akselerasi

juga diberikan tugas dan tuntutan akademik yang lebih berat dari siswa reguler. Dari

hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada siswa akselerasi di SMA Kota

Bandung didapatkan informasi bahwa siswa/i akselerasi merasa terbebani belajar di

program akselerasi. Hal tersebut dikarenakan dengan kurikulum yang dipadatkan

membuat siswa/i akselerasi harus mampu menguasainya dalam waktu yang singkat.

Selain itu, tugas yang diberikan kepada siswa/i akselerasi pun lebih banyak, bila

untuk satu bab pelajaran siswa reguler hanya ditugaskan untuk membuat makalah

saja, maka siswa akselerasi ditugaskan untuk membuat makalah, penelitian, dan

presentasi. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk tekanan yang dirasakan oleh

siswa/i akselerasi.

Tekanan yang dirasakan oleh siswa akselerasi bukan hanya karena kurikulum

yang lebih padat dan tugas yang lebih banyak, tekanan lain juga datang dari orangtua

(14)

Universitas Kristen Maranatha

siswa/i akselerasi mengharapkan agar anaknya mampu menjadi yang paling baik dari

siswa/i akselerasi yang lain. Guru-guru juga menuntut agar siswa/i akselerasi mampu

menguasai materi pembelajaran dengan cepat dan dapat menjadi contoh bagi siswa

reguler. Siswa/i akselerasi juga diberi label “anak-anak unggulan”. Pelabelan tersebut membuat siswa/i akselerasi harus belajar lebih giat agar mereka bisa lebih unggul dari

siswa/i reguler. Pelabelan “anak unggulan” tersebut membuat siswa/i akselerasi menjadi bangga sehingga mereka menetapkan standard belajarnya, tetapi pelabelan

tersebut juga dapat membuat siswa/i menjadi ingin menjadi nomor satu sehingga

mereka harus berusaha keras untuk bersaing dengan ketat untuk menjadi lebih unggul

diantara siswa/i akselerasi lainnya

(arfinurul.blog.uns.ac.id/2010/05/10/program-percepatan-belajar//). Tekanan lain juga datang dari adanya Ujian Akhir Nasional.

Siswa/i akselerasi harus mengikuti Ujian Akhir Nasional di tahun kedua untuk

merampungkan masa studinya di Sekolah Menengah Atas ( alamedia.com 10/02/10 ).

UAN adalah singkatan dari Ujian Akhir Nasional. Ujian Akhir Nasional

bertujuan menguji kemampuan siswa, apakah siswa peserta ujian mampu memenuhi

kriteria standar nasional yang telah ditentukan oleh negara. Para peserta harus lulus

dari semua materi yang diberikan untuk mendapat Ijazah. UAN hanya difokuskan

pada fungsi kemasyarakatan, yaitu pemberian sertifikat standar mutu untuk masuk ke

jenjang pendidikan selanjutnya atau dunia kerja (www.kabarindonesia.com).

Hampir setiap tahunnya standard kelulusan Ujian Akhir Nasional selalu

berubah. Standard kelulusan semakin meningkat dan soal-soal yang telah dibuat

(15)

Universitas Kristen Maranatha

6

selalu dirasakan berat oleh banyak kalangan yaitu orang tua siswa yang merasa cemas

apabila anaknya tidak lulus Ujian Akhir Nasional, pihak sekolah yang akan malu bila

siswa/i tidak lulus karena bisa dianggap kurang berkompeten dalam mengajar, dan

siswa itu sendiri yang tidak bisa melanjutkan ke jenjang berikutnya ( detikforum.com

10/5/10).

Siswa/i akselerasi mempersiapkan diri untuk mengikuti Ujian Akhir Nasional

lebih awal dari siswa/i reguler. Hal tersebut dilakukan agar siswa/i akselerasi dapat

lulus Ujian Akhir Nasional. Selain persiapan yang lebih cepat untuk menghadapi

Ujian nasional, persaingan yang ketat antar siswa/i akselerasi agar lulus menjadi

siswa/i terbaik, pelabelan yang diberikan oleh lingkungan, dan tuntutan yang berasal

dari orang tua guru dan isu-isu siswa/i yang tidak lulus Ujian Akhir Nasional

membuat beban yang dirasakan siswa/i akselerasi semakin besar sehingga membuat

siswa/i akselerasi menjadi sangat stres (http://m.suaramerdeka.com/17/05/10/ Bukan

Semata Menyingkat Studi).

Menurut Lazarus (1984), salah satu hal yang dapat memunculkan stres adalah

tekanan. Dengan adanya tekanan-tekanan tersebut maka akan muncul

simptom-simptom stres pada siswa/i akselerasi. Dari hasil survey dan wawancara yang

dilakukan oleh peneliti kepada 12 siswa/i akselerasi kelas XI di SMA Kota Bandung

dengan menggunakan kuesioner mengenai derajat stres yang diambil dari skripsi

Cindy Aryani tahun 2009 dan wawancara, diketahui bahwa 8 siswa/i, yaitu 66,67%

memiliki derajat stres yang tergolong tinggi. Simptom stres yang muncul adalah

(16)

Universitas Kristen Maranatha

menghadapi Ujian Nasional. Sebanyak 3 siswa/i, yaitu 25% memiliki derajat stres

yang tergolong moderat. Simptom stres yang muncul adalah seluruh siswa merasa

kondisi tubuh menjadi kurang fit pada saat mengikuti pemantapan Ujian Nasional.

Sebanyak 1 siswa, yaitu 8.33% memiliki derajat stres yang tergolong rendah. Siswa/i

tersebut merasa mudah mengantuk pada saat mengikuti pemantapan yang diadakan

oleh sekolah.

Ketika individu mengalami stres maka mereka akan berusaha untuk

menanggulangi stresnya tersebut, atau yang diistilahkan oleh Lazarus (1984) sebagai

coping stress. Coping stress adalah perubahan kognitif dan tingkah laku yang

berlangsung terus-menerus sebagai usaha siswa untuk mengatasi tuntutan eksternal

dan internal yang dianggap sebagai beban atau melampaui sumber daya yang

dimilikinya atau membahayakan keberadaan dan kesejahteraannya. Coping stress

penting dilakukan agar masalah yang dihadapi oleh siswa/i dapat berakhir, sehingga

siswa/i dapat merasa tenang dan dapat melanjutkan kehidupannya tanpa merasa

terbebani.

Menurut Richard Lazarus (1984) ada dua macam strategi coping stress, yaitu

yang berpusat pada masalah (problem focused coping) dan yang berfokus pada emosi

(emotion focused coping). Coping stress yang berfokus pada masalah (problem

focused coping) adalah strategi kognitif dalam penanganan stres yang digunakan oleh

siswa akselerasi untuk mencari penyelesaian dari masalahnya dan menghilangkan

kondisi yang menimbulkan stres. Sedangkan coping stress yang berpusat pada emosi

(17)

Universitas Kristen Maranatha

8

menyesuaikan diri terhadap dampak yang berkaitan dengan situasi yang

menimbulkan stres, terutama dengan menggunakan penilaian defensif atau

mekanisme pertahanan tanpa mengubah ataupun menyelesaikan sumber stres.

Dari hasil wawancara singkat peneliti dengan 12 siswa/i akselerasi kelas XI di

SMA kota Bandung, diketahui untuk mengatasi keadaan tertekannya akibat Ujian

Akhir Nasional, 4 siswa/i (33,33%) memilih untuk bercerita kepada teman,

berkonsultasi dengan guru BP ketika dihadapkan pada tugas yang menumpuk atau

ketika kecewa akan nilai yang mereka peroleh, dan juga mengeluh kepada orangtua,

hal tersebut merupakan salah satu bentuk dari seeking social support. Sebanyak 2

siswa/i (16,67%) memilih untuk bermain game ketika mengalami stres, tingkah laku

tersebut merupakan bentuk dari distancing. Sebanyak 1 orang siswa (8,33%) memilih

untuk tidur atau makan sebagaimana biasanya, dan tidak ingin memikirkan Ujian

Akhir Nasional yang sebentar lagi akan dihadapi, hal tersebut merupakan bentuk dari

escape avoidance. Sedangkan 3 siswa (25%) memilih untuk mengikuti tambahan

bimbingan belajar untuk menghadapi Ujian Akhir Nasional, dan sebanyak 2 siswa

(16,67%) membuat jadwal belajar lebih padat untuk menghadapi Ujian Akhir

Nasional, tingkah laku tersebut merupakan bentuk dari planful problem solving.

Hasil wawancara menunjukan adanya perbedaan sikap dan perilaku sebagai

bentuk Coping Stress yang digunakan oleh siswa-siswa akselerasi akan menghadapi

Ujian Nasional. Berdasarkan fenomena-fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang coping stress yang digunakan oleh siswa/i akselerasi

(18)

Universitas Kristen Maranatha 1.2 Identifikasi Masalah

Ingin mengetahui jenis coping stress pada siswa/i akselerasi kelas XI yang akan

menghadapi Ujian Nasional di SMA Kota Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Untuk memperoleh gambaran mengenai coping stress pada siswa/i akselerasi

kelas XI yang akan menghadapi Ujian Nasional di SMA Kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui persentase jenis coping stress yang digunakan oleh siswa/i

akselerasi kelas XI yang akan menghadapi Ujian Nasional di SMA Kota Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Ilmiah

 Memberi informasi kepada peneliti lain untuk mengembangkan dan mengadakan

penelitian lebih lanjut mengenai coping stress.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Memberikan informasi kepada siswa/i akselerasi mengenai coping stress yang

digunakan sebagai bahan evaluasi diri sehingga dapat mengoptimalkan coping

stress yang digunakan dalam menghadapi Ujian Nasional.

Memberikan informasi kepada pihak sekolah mengenai coping stress yang

banyak digunakan oleh siswa/i akselerasi sebagai bahan pertimbangan dalam

(19)

Universitas Kristen Maranatha

10

saat akan menghadapi Ujian Nasional.

Memberi informasi kepada orang tua mengenai coping stress yang digunakan

anak-anaknya sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan tindakan yang

diperlukan anak-anaknya dalam meredakan stres yang dialami pada saat

menghadapi Ujian.

 Memberi informasi kepada siswa/i akselerasi mengenai coping stress yang

digunakan sebagai bahan evaluasi diri dalam menghadapi Ujian Nasional,

sehingga dapat menggunakan coping stress secara optimal.

1.5 Kerangka Pikir

Siswa/i dengan kapasitas intelektual di atas rata-rata membutuhkan kurikulum

yang lebih dinamis, lebih cepat, serta tidak membosankan, maka dikembangkan

program percepatan belajar atau yang sering disebut akselerasi. Program akselerasi

mengalokasi waktu yang lebih cepat dari yang semula 3 tahun menjadi 2 tahun.

Diharapkan dengan program layanan percepatan belajar ini, siswa/i yang memiliki

kecepatan belajar tinggi dapat menghemat waktu studi.

Walaupun dapat menghemat waktu studinya, siswa/i akselerasi memiliki

beban yang lebih berat, seperti kurikulum yang lebih padat, tugas yang lebih banyak,

tuntutan dari orangtua, dan tuntutan dari pihak sekolah agar siswa akselerasi dapat

menjadi contoh bagi siswa reguler. Lebih banyak siswa akselerasi juga merasa takut

(20)

Universitas Kristen Maranatha

minggunya, siswa akselerasi rata-rata mendapatkan 2 hingga 5 tugas besar, seperti

laporan penelitian, makalah, dan tugas presentasi yang harus dikumpulkan pada

minggu berikutnya atau maksimal 2 minggu untuk mengerjakan. Tugas tersebut

belum termasuk tugas harian, seperti PR (pekerjaan rumah), LKS (lembar kerja

siswa), dan latihan soal untuk setiap mata pelajaran. Mereka harus mendapatkan nilai

rata-rata 80 agar bisa tetap berada di kelas akselerasi. Siswa/i akselerasi yang duduk

kelas XI mereka harus mengikuti Ujian Akhir Nasional yang merupakan salah satu

persyaratan untuk lulus dari sekolah dan melanjutkan ke jenjang berikutnya.

Tuntutan-tuntutan tersebut membuat siswa/i akselerasi kerap kali mengalami

simptom-simptom stres, baik secara fisik maupun psikis, seperti sakit kepala atau

pusing, mengantuk, tidak nafsu makan kondisi tubuh menjadi kurang fit, dan menjadi

kurang berkonsentrasi di kelas.

Menurut Lazarus (1984), stres muncul apabila seseorang dihadapkan pada

berbagai tuntutan lingkungan yang mengganggu juga membebani dan melebihi batas

kemampuan dirinya. Adapun tuntutan dapat diklarifikasikan dalam empat bentuk

yaitu; frustrasi, konflik, tekanan, dan ancaman. Siswa/i akselerasi akan merasa

frustrasi saat terdapat hambatan ketika siswa/i akselerasi harus belajar dalam

menghadapi Ujian Akhir Nasional. misalnya siswa/i akselerasi yang telah giat

belajar secara terus-menerus saat akan menghadapi ulangan, tetapi ia tidak

mendapatkan nilai yang diharapkan maka siswa/i tersebut dapat merasa frustrasi. Saat

siswa/i akselerasi harus belajar saat menghadapi Ujian Akhir Nasional, tetapi pada

(21)

Universitas Kristen Maranatha

12

mengalami konflik. Siswa/i akselerasi sering mendapat tekanan baik dari guru, orang

tua dan dirinya sendiri. tekanan-tekanan tersebut membuat siswa/i akselerasi menjadi

stres. Stres yang dirasakan siswa/i akselerasi juga dapat diperoleh dari ancaman dari

luar misalnya ancaman tidak lulus Ujian Akhir Nasional.

Hubungan antar siswa/i dengan sumber stres tergantung pada bagaimana

siswa/i akselerasi menilai sumber stres, apakah sumber stres merupakan suatu yang

mengancam atau tidak. Penilaian ini disebut sebagai penilaian kognitif (cognitive

appraisal).

Dalam melaksanakan tugas, kewajiban, dan tanggung jawabnya, siswa/i

akselerasi akan melakukan penilaian kognitif. Penilaian kognitif akan menentukan

apakah ada atau tidaknya keseimbangan antara tuntutan UAN dengan kemampuan

yang dimiliki oleh siswa siswa/i akselerasi, sehingga tuntutan tersebut dapat membuat

siswa/i tersebut stres ataupun tidak. Penilaian ini juga membedakan penghayatan

siswa/i terhadap kondisi stres walaupun stressor yang dihadapi adalah sama. Ada

yang merasa terganggu dan yang lain tidak merasa demikian. Apabila hal ini

dikaitkan dengan para siswa yang harus mengikuti UAN, maka sebagian siswa

menganggap UAN adalah sesuatu yang mengancam, maka hal tersebut akan

menimbulkan stres. Sebaliknya apabila UAN dianggap tidak terlalu mengancam,

maka tingkat stres yang ditimbulkannya juga lebih rendah. Selanjutnya penilaian ini

juga yang akan mempengaruhi siswa siswa/i akselerasi untuk menanggulangi

stresnya, sehingga tindakan yang dilakukan untuk menanggulangi stresnya antara satu

(22)

Universitas Kristen Maranatha

tahap, yaitu proses penilaian primer (primary appraisal), proses penilaian sekunder

(secondary appraisal), dan penilaian kembali (reappraisal).

Pada penilaian primer, siswa/i akselerasi akan mengevaluasi apakah syarat

dan tuntutan UAN relavan atau tidak dengan keadaan dirinya, atau apakah hal itu

dirasakan sebagai hal yang mengancam dirinya atau tidak. Folkman (1984)

menyatakan bahwa individu akan mengalami tekanan emosi apabila situasi yang

dihadapi dirasa mengancam dirinya sendiri atau apabila tuntutan dirasa melebihi

kemampuan yang dimilikinya (Lazarus, 1984). Apabila pada siswa/i aksererasi tidak

dapat menyesuaikan dirinya dalam menghadapi tekanan emosi atau tuntutan UAN,

maka siswa/i tersebut akan merasa stres sehingga melakukan penilaian sekunder .

Pada penilaian sekunder siswa/i akselerasi akan mengevaluasi seberapa besar

sumber daya dirinya sendiri apakah sudah cukup memiliki kemampuan untuk

menghadapi tuntutan UAN. Pada tahap ini siswa/i akselerasi mencoba untuk lebih

memahami potensi-potensi yang dimilikinya baik fisik, psikis, dan material. Siswa

yang akan menghadapi UAN akan menilai kelebihan dan kekurangan yang ia miliki

dalam memenuhi tuntutan UAN agar mereka dapat lulus UAN. Apabila dalam tahap

penilaian sekunder ini siswa merasa bahwa mereka tidak memiliki sumber daya

dalam diri yang cukup, maka tingkat stres siswa akan meningkat.

Penilaian primer dan sekunder lebih didasarkan pada penilaian subjektif

individu terhadap dirinya dan terhadap situasi yang dihadapinya. Hasil dari penilaian

ini menyebabkan individu akan mengalami stress dengan derajat yang berbeda,

(23)

Universitas Kristen Maranatha

14

primer dan sekunder, siswa akan menentukan coping stress yang akan digunakan,

karena pada dasarnya siswa akan berusaha menyesuaikan coping stress yang

digunakan dengan situasi yang dihadapinya. Jika penggunaan suatu strategi dirasakan

tidak sesuai atau mengalami kegagalan, maka siswa akan melakukan penilaian

kembali (reappraisal) terhadap situasi dan coping lain yang lebih sesuai dan tepat.

Strategi penanggulangan stres oleh Lazarus (1984) diistilahkan sebagai coping

stress. Coping stress merujuk pada cara berpikir dan tingkah laku yang terus menerus

sebagai usaha dari siswa/i akselerasi untuk mengatasi tuntutan eksternal yang dinilai

sebagai beban atau melampaui sumber daya dirinya. Coping stress merupakan faktor

penyeimbang yang membantu siswa/i akselerasi untuk menyesuaikan diri terhadap

tekanan yang telah dialami. Pada dasarnya, coping stress ditujukan untuk mengurangi

atau menghilangkan stres yang dapat ditimbulkan oleh suatu masalah, sehingga dapat

dikatakan bahwa setiap kali seseorang mengalami stres maka mereka akan berusaha

untuk mengatasi stres tersebut

Lazarus dan Folkman (1984) membagi fungsi strategi coping stress menjadi

dua yaitu coping stress yang berpusat pada masalah (problem focus coping) dan

coping stress yang berpusat pada emosi (emotion focus coping). Coping stress yang

berpusat pada masalah yaitu cara siswa/i akselerasi akselerasi secara aktif mencari

penyelesaian dari masalah yang dihadapi, menghilangkan kondisi/situasi yang

menimbulkan stres. Tingkah laku yang termasuk kedalamnya adalah Planfull

problem solving dan Confrontative coping. Dalam planfull problem solving siswa/i

(24)

Universitas Kristen Maranatha

masalah kemudian memilih alternatif pemecahan masalah. Misalnya siswa/i

akselerasi membuat jadwal belajar rutin untuk menghadapi Ujian Akhir Nasional

dan siswa/i akselerasi mempelajari persoalan Ujian Akhir Nasional dari jauh hari.

Dalam Confrontative coping siswa/i akselerasi aktif mencari cara untuk mengatasi

keadaan yang menekan dirinya. Misalnya siswa/i akselerasi langsung bertanya pada

guru, saat mereka tidak bisa mengerjakan latihan soal UAN yang ada di dalam buku.

Coping stress kedua adalah Coping stress yang berpusat pada emosi

(emotional focused coping) yaitu cara siswa/i akselerasi melibatkan usaha-usaha

untuk mengatur emosi dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan

ditimbulkan oleh stressor atau situasi yang penuh tekanan yaitu tekanan Ujian

Nasional. Tingkah laku yang termasuk kedalam emotional focused coping adalah

Seeking social support, Distancing, Positive Apraisal, Self control, Avoidance escape,

dan Accepting responsibility.

Tingkah laku yang dilakukan siswa/i akselerasi dalam Seeking social support

adalah mencari informasi dan nasehat dari seseorang untuk mendapatkan

dukungan/sekedar simpati dari orang lain. Misalnya siswa/i akselerasi meminta orang

tua selalu mendukung dan mendoakan dirinya agar dapat lulus Ujian Nasional. Dalam

Distancing, siswa/i akselerasi menjaga jarak dari masalah agar dirinya tidak

mengalami situasi yang muncul, siswa cenderung menjauhi. Misalnya siswa/i

akselerasi pergi jalan-jalan dan tidak memikirkan Ujian Nasional ataupun mencoba

untuk belajar saat akan menghadapi Ujian Nasional. Dalam Positive Apraisal,

(25)

Universitas Kristen Maranatha

16

untuk pengembangan pribadi kadang-kadang juga melibatkan hal-hal yang bersifat

religius. Misalnya siswa/i akselerasi menjadi lebih rajin beribadah pada saat

menjelang Ujian Akhir Nasional. Dalam Self control, siswa/i akselerasi berusaha

untuk mengatur perasaan diri sendiri atau melakukan tindakan dalam hubungannya

untuk menyelesaikan masalah. Misalnya siswa/i akselerasi mencoba untuk

menenangkan perasaan takutnya menjelang Ujian Akhir Nasional dengan cara

relaksasi. Avoidance escape yaitu siswa akselerasi melakukan tindakan untuk

menjauhi atau menghindar dari keadaan yang tidak menyenangkan atau berkhayal.

Misalnya siswa/i akselerasi berhayal lulus Ujian Nasional tanpa melakukan persiapan

khusus menjelang Ujian Nasional. Accepting responsibility siswa/i akselerasi

menerima dan pasrah untuk menjalankan masalah yang dihadapi juga mencoba untuk

memikirkan jalan keluarnya. Misalnya siswa/i pasrah dengan persoalan yang akan

keluar dalam UN.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan coping stress yaitu

Kesehatan, Keterampilan Memecahkan Masalah, Keyakinan Diri, Keterampilan

Sosial, Dukungan Sosial, Sumber-Sumber Material. Faktor pertama adalah Kesehatan

merupakan sumber fisik yang sangat mempengaruhi upaya menanggulangi dan

mengurangi masalah. Siswa/i akselerasi yang menggunakan coping stress yang

berpusat pada masalah akan terus belajar, terkadang mereka belajar sampai

melupakan waktu makan dan waktu istirahat. Hal tersebut dapat membuat kesehatan

sisiwa/i akselerasi menjadi menurun. Jadi siswa/i yang menggunakan coping stress

(26)

Universitas Kristen Maranatha

Sedangkan siswa/i yang menggunakan coping stress yang berpusat pada emosi,

cenderung memiliki kesehatan yang baik. Hal tersebut dikarenakan siswa/i lebih

memiliki waktu luang untuk menjaga kesehatannya. Walaupun mereka harus belajar

dengan giat, tetapi mereka masih meluangkan waktu untuk dirinya sendiri.

Faktor kedua adalah Keterampilan Memecahkan Masalah yaitu kemampuan

siswa/i akselerasi untuk mencari informasi tentang Ujian Akhir Nasional,

menganalisa situasi, dan mengidentifikasi Ujian Nasional sebagai upaya mencari

alternatif tindakan, mempertimbangkan masalah, memilih dan menerapkan rencana

untuk bertindak dalam menghadapi Ujian Akhir Nasional. Siswa/i akselerasi yang

menggunakan coping yang berfokus pada masalah, maka siswa/i akselerasi tersebut

cenderung akan membuat rencana yang akan dilakukan untuk mengurangi dampak

stres dari Ujian Akhir Nasional, seperti membuat jadwal belajar atau, mengikuti

beberapa bimbingan. Sedangkan siswa/i akselerasi yang menggunakan coping yang

berfokus pada emosi, maka siswa/i tersebut cenderung akan merencanakan

kegiatan-kegiatan yang menyenangkan agar dapat terhindar dari dampak stres Ujian Akhir

Nasional.

Faktor ketiga adalah Keyakinan Diri, yaitu sikap optimis, pandangan positif

terhadap kemampuan diri merupakan sumber daya psikologis yang sangat penting

dalam upaya menanggulangi masalah. Siswa/i akselerasi yang memiliki sikap

optimis, maka siswa tersebut percaya bahwa setiap persoalan yang dihadapi khusunya

masalah Ujian Akhir Nasional akan selesai dan akan dapat dihadapi dengan baik.

(27)

Universitas Kristen Maranatha

18

stres yang siswa tersebut rasakan. Siswa/i akselerasi yang memiliki keyakinan diri

maka siswa/I akselerasi tersebut akan menggunakan coping stress yang berfokus pada

masalah karena siswa/i akselerasi yakin dapat menyelesaikan masalah sehingga ia

akan mencoba untuk menyelesaikan masalahnya.

Faktor yang keempat adalah Keterampilan Sosial yaitu keterampilan untuk

bekerja sama dengan orang lain. Dengan keterampilan sosial, siswa dapat

memecahkan masalah bersama dengan orang lain, memberi kemungkinan untuk

bekerjasama, memperoleh dukungan yang banyak, dan melalui interaksi sosial yang

terjalin, dapat memberi kendali yang baik bagi individu. Siswa/i yang memiliki

keterampilan sosial dapat mengurangi stres yang siswa/i tersebut rasakan saat akan

menghadapi Ujian Akhir Nasional, karena dengan keterampilan sosial, siswa dapat

melupakan sejenak masalah yang dialami siswa/i akselerasi tersebut. siswa/i

akselerasi dapat menjernihkan pikirannya dengan bermain bersama teman-temannya

atau menceritakan tuntutan yang dialaminya dalam menghadapi Ujian Akhir

Nasional pada orang lain. Hal tersebut membuat beban dan tuntutan yang dirasakan

siswa/i akselerasi berkurang. Siswa/i akserelasi yang memiliki keterampilan sosial

biasanya akan menggunakan coping stress yang berfokus pada emosi.

Faktor selanjutnya adalah Dukungan Sosial, yaitu melalui orang lain, individu

dapat memperoleh informasi, bantuan atau dukungan emosional yang dapat

membantu individu menanggulangi masalah. Pada saat siswa/i sedang merasa stres

akibat Ujian Nasional, maka siswa/i tersebut akan mencari dukungan dari orang lain

(28)

Universitas Kristen Maranatha

dukungan sosial cenderung menggunakan coping stress yang berfokus pada emosi.

Apabila siswa/i akselerasi tidak memiliki dukungan, maka siswa/i tersebut cenderung

akan menggunakan coping stress yang berfokus pada masalah, karena mereka merasa

tidak mendapatkan dukungan dari orang lain sehingga harus menyelesaikan

masalahnya sendiri.

Faktor yang terakhir adalah Sumber-Sumber Material, sumber material dapat

berupa uang, barang atau fasilitas lain yang dapat mendukung terlaksanakannya

penanggulangan secara lebih efektif. Siswa/i yang memiliki sumber material yang

cukup dapat mengikuti tambahan bimbingan belajar untuk menghadapi Ujian Akhir

Nasional atau bermain dengan teman-temannya saat akan menghadapi Ujian Akhir

Nasional. Sedangkan siswa yang memiliki sumber material yang kurang, maka siswa

tersebut akan lebih sulit untuk menggunakan penanggulangan yang tepat karena

siswa tersebut merasa kekurangan, hal tersebut dapat membuat siswa/i tidak mampu

mengikuti les tambahan untuk menghadapi Ujian Nasional, sehingga siswa/i tersebut

hanya dapat mengikuti pelajaran yang diselenggarakan oleh sekolah dalam

menghadapi Ujian Akhir Nasional. Siswa/i akselerasi yang memiliki sumber

material yang cukup dapat menggunakan coping stress yang berfokus pada emosi

atau masalah. Sedangkan siswa/i yang memiliki sumber material yang kurang

cenderung akan menggunakan coping stress yang berpusat pada masalah.

Setiap siswa/i akselerasi akan menggunakan kedua bentuk coping tersebut

untuk menanggulangi stres. Adapun yang membedakannya adalah perbandingan

(29)

Universitas Kristen Maranatha

20

(problem focused), yaitu dengan menyusun strategi untuk menghadapi Ujian Nasional

seperti mengikuti bimbingan belajar dan membuat jadwal belajar rutin. Ada pula

yang cenderung berfokus pada emosi (emotional focused) yaitu dengan menenangkan

perasaan takutnya saat menjelang Ujian Nasional dengan melakukan aktifitas lain

seperti bermain, jalan-jalan, lebih banyak beribadah, tidak belajar serta tidak

membuat strategi untuk menghadapi Ujian Nasional. Perbedaan tersebut tergantung

pada kapasitas kemampuan siswa/i akselerasi dalam bagaimana siswa/i tersebut

menilai sumber stres.

Untuk memperjelas uraian-uraian yang telah dijelaskan di atas, dapat dilihat

(30)
(31)

Universitas Kristen Maranatha

22

1.6 Asumsi Penelitian

1. Tuntutan-tuntutan internal maupun eksternal pada siswa/i akselerasi dalam

menghadapi Ujian Nasional dapat membuat siswa/i akselerasi menjadi stres.

2. Siswa/i akselerasi yang mengalami stres, maka mereka akan melakukan coping

stress

3. Strategi coping stress yang dilakukan oleh siswa akselerasi berbeda-beda, yaitu

coping stress yang berpusat pada masalah (Problem Focused Coping) dan coping

stress yang berpusat pada emosi (emtional focused coping).

4. Coping stress dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kesehatan, keyakinan diri,

keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial, dukungan sosial, dan

(32)

Universitas Kristen Maranatha KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Mayoritas coping stress yang digunakan oleh siswa/i akselerasi kelas XI yang

akan menghadapi Ujian Akihr Nasional SMA di Kota Bandung, cenderung

menggunakan emotion focused form of coping, yaitu sebanyak 58,33% dan

sisanya siswa/i akselerasi menggunakan problem focused form of coping, yaitu

sebanyak 41,67%.

2. Siswa/i akselerasi kelas XI SMA di Kota Bandung yang berada pada fase

perkembangan remaja cenderung lebih dipengaruhi oleh emosi.

3. Siswa/i akselerasi kelas XI SMA di Kota Bandung yang menggunakan emotion

focused form of coping, cenderung memiliki faktor keterampilan sosial yang

tergolong tinggi.

4. Siswa/i akselerasi kelas XI SMA di Kota Bandung yang menggunakan problem

focused form of coping, cenderung memiliki faktor keterampilan memecahkan

masalah yang tergolong tinggi

5.2 Saran

Berkaitan dengan kesimpulan yang diperoleh maka peneliti memandang perlu

(33)

Universitas Kristen Maranatha 74

5.2.1 Saran Teoritis

1. Dapat diteliti lebih jauh tentang bagaimana penggunaan coping stress pada fase

perkembangan yang lain dengan menggunakan hasil penelitian ini menjadi data

awal.

2. Dapat diteliti lebih jauh mengenai keberhasilan coping stress yang digunakan

oleh siswa/i akselerasi dalam menanggulangi stres yang dihadapinya.

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi pihak sekolah dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

menentukan tindakan yang diperlukan oleh siswa dalam mengatasi stres pada

saat akan menghadapi Ujian Akihr Nasional, dengan cara mengadakan acara

gathering bersama orang tua siswa/i akselerasi yang dilakukan sebelum Ujian

Akihr Nasional. Kegiatan tersebut dilakukan agar orang tua dapat memahami

kesulitan-kesulitan yang dirasakan anaknya saat menghadapi Ujian Akihr

Nasional, dan dapat lebih mendekatkan hubungan orang tua dan anak, sehingga

siswa/i akselerasi merasa lebih didukung oleh orang tuanya. Hal tersebut dapat

mengurangi stress yang dirasakan siswa/i akselerasi.

2. Bagi pihak sekolah dapat mempertimbangkan untuk mengadakan rekreasi yang

dilakukan sebelum menghadapi Ujian Akihr Nasional. Hal tersebut dapat

dilakukan agar siswa/i akselerasi menjadi tidak tegang, mereka dapat melupakan

sejenak mengenai Ujian Akihr Nasional, juga menghilangkan perasaan stres

(34)

Universitas Kristen Maranatha menghadapi Ujian Akihr Nasional, dengan cara menanyakan kesulitan-kesulitan

yang dialami anaknya, kemudian memberikan arahan-arahan agar permasalahan

yang dirasakan anaknya dapat terselesaikan, dan meluangkan waktu bagi anak

untuk saling bertukar pikiran.

4. Bagi siswa/i akselerasi dapat membuat kelompok belajar. Dengan membuat

kelompok belajar, siswa/i akselerasi dapat lebih mudah untuk memahami

pelajaran, lebih mudah berbagi pengalaman dalam belajar, saling menyuport satu

sama lain, dan dapat saling berbagi pengalaman satu sama lain saat akan

(35)

Universitas Kristen Maranatha 77

DAFTAR RUJUKAN

Akreditasi SMA Propinsi Jawa Barat (Online) (www.ban-sm.or.id diakses pada tanggal 8 Oktober 2010)

Bukan Semata Menyingkat Studi. 17/05/10 (Online) (http://m.suaramerdeka.com diakses pada tanggal 16 September 2010)

Inyo. 2009. 8 Siswa Akselerasi Tak Lolos UN. (Online).

(www.merdekacybernews.com diakses pada tanggal 2 Maret 2010).

Nur, Sobirin. 2007 Permasalahan Program Pembelajaran Akselerasi. (Online)

(htpp://apa-adanya.blogspot.com diakses pada tanggal 2 September 2010)

Pembagian Pendidikan. (Online). (www.wikipedia.com, diakses pada tanggal 20 Febuari 2010).

Pendidikan Indonesia, SMA. (Online). (http// www.duniapendidikanindonesia.com, diakses pada tanggal 20 Febuari 2010).

Program percepatan belajar 10-05-10. (Online) (arfinurul.blog.uns.ac.id diakses pada tanggal 8 Oktober 2010)

Sawali Tutusetya. 15 Juli 2007. Kelas Unggulan dan Akselerasi Sebuah Tragedi

(Online), (sawali.wordpress.com diakses pada tanggal 22 September 2010)

Serba-Serbi Akselerasi. 10-02-10 (Online) (cibibinainsani.blogspot.com/2010/02 diakses pada tanggal 6 September 2010)

Sulaiman Zuhdi Manik, 01-07-09. Pengantar Pendidikan Inklusif (Online)

(36)

Universitas Kristen Maranatha

Tiel, Julia Van. Kelas akselerasi diubah?. (Online) (www.kompas.com diakses pada

tanggal 6 September 2010)

Referensi

Dokumen terkait

Seiring dengan perubahan peraturan pertandingan, robot yang digunakan sebagai pernyerang berjumlah lebih dari satu sehingga dibutuhkan komunikasi antar robot agar tidak

Salah satu jenis frase baku dalam bahasa Mandarin yaitu peribahasa ( 成语 ).. 2) tidak sedikit yang masih menggunakan makna kata atau struktur gramatikal bahasa

setiap hari maupun yang hanya tergenang pada saat.. pasang

[r]

Masalah hukum yang timbul dari kasus yang diteliti oleh penulis adalah apakah Nyonya C dan D masih perlu mengajukan Permohonan Penetapan Pengadilan terkait terdapatnya ahli

Pokja Pekerjaan Konstruksi Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kabupaten Banggai Kepulauan pada SKPD Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Banggai Kepulauan Propinsi Sulawesi Tengah

[r]

Yang dimaksud dengan Populasi dalam penelitian ini adalah semua karakteristik yang berhubungan dengan obyek penelitian, yaitu Pemeberdayaan Sektor Informal,