ETOS PRABU AIRLANGGA DAN AIR AMERTA
Universitas Airlangga (UA) tentunya tidak lepas dari keberadaan Prabu Airlangga raja kerajaan Kahuripan dengan ibu kota di Ujung Galuh atau Surabaya.
Prabu Airlangga merupakan pemimpin Indonesia pertama di mana dewa Wisnu menitis dalam rangka menyelamatkan dunia (jagad raya). Dalam ceritera epos Mahabharata dan Ramayana dikisahkan mitos tentang tiga serangkai dewa (trimurti) pembantu Tuhan Yang Maha Esa dan Kuasa (YMEK) atau Sang Yang Wenang yang mempunyai tugas berbeda di dalam mengelola proses perubahan (change) pembangunan (development) jagad raya. Yaitu dewa Brahma sebagai dewa yang bertugas dalam proses penciptaan (creator), dewa Siwa bertugas dalam proses perusakan (destroiyer) dan dewa Wisnu adalah dewa yang bertugas sebagai penjaga keberlanjutan dan keteraturan (continuity and order).
Dalam proses penciptaan dan perubahan jagad raya tersebut umat manusia harus dilindungi dari sifat perusak dewa Siwa agar tidak “kebablasan” menuju kehacuran (disaster). Dewa Wisnu harus menyelamatkan jagad raya dari kerja dewa Siwa dengan Air Amerta (Amrita Woter). Sang Yang Wenang menciptakan Air Amerta atau air kehidupan (kahuripan) yang menjadikan sakti dan hidup abadi (eternal) bagi siapa yang meminumnya. Untuk itu dewa Wisnu harus mencari Air Amerta dan setelah berhasil, dengan naik burung Garuda diikuti dan berbagi tugas dengan istrinya Dewi Lakshmi atau di Indonesia di sebut Dewi Sri yang di kenal sebagai Dewi Padi (Goddess of Rice), datang ke Indonesia (Jawa Dwipa) yang terpilih menjadi bangsa yang kelak bertugas menyelamatkan jagad raya dengan menitis pada diri Prabu Airlangga sebagai pemimpin Indonesia waktu itu.
Dikisahkan air Amerta tersembunyi di dalam lautan susu Ksira (sea of milk) dan untuk memperolehnya lautan susu harus diaduk melalui kerjasama yang baik antara dewa Wisnu dengan makhluk-makhluk sahabat para dewa. Kesepakatan terjadi antara dewa Wisnu, raksasa Daitya dan ular naga Vasuki dengan memilih gunung Mandara sebagai belahan pengaduk. Untuk mengangkat gunung Mandara ke tepi laut Dewa Wisnu kemudian menjelma menjadi kura-kura raksasa bernama Akupa sedangkan naga Vasuki/Basuki bertugas sebagai tali pengaduk dan raksasa Daitya membantu mengaduknya.
1
Pengertian apa yang ada di balik mitos tersebut adalah ibarat seluruh IPTEK yang telah ditemukan di dunia sebagai lautan susu dan UA sebagai lembaga pemroses IPTEK nasional dengan nama besar Prabu Airlangga yang berpredikat sebagai satria piningit dengan sifat adilnya (ratu adil) sebagai dwi tunggal (loro- loroning atunggal) memerintah kerajaan Kahuripan, UA harus mampu meneruskan misi dewa Wisnu dan dewi Lakshmi menyelamkatkan dunia. UA sudah waktunya menjadi satria piningit sekaligus ratu adil dengan menemukan IPTEK ”sakti” bak Air Amerta untuk keselamatan dunia menghadapi ancaman konflik berkepanjangan dan ketidak adilan yaitu “IPTEK” Gotong-Royong. IPTEK yang membawa bangsa Indonesia merealisasikan ikrar luhurnya yang tersurat dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu “ikut menciptakan perdamaian dunia yang abadi (tugas jiwa satria piningit) dan keadilan sosial (tugas jiwa ratu adil)” (Alinea IV). IPTEK yang berdaya dan berhasil guna bagi pembangunan masyarakat Indonesia menuju bangsa dan negara yang selain “gemah ripah dan lohjinawi” juga “tata tentrem karta raharja” sebagai modal melaksanakan tugas globalnya menyelamatkan jagad raya dengan
“memayuhayuning buwana”.
Patung Airlangga yang didewakan berupa Dewa Wisnu mengendarai Garuda, ditemukan di desa Belahan, koleksi Museum Trowulan, Jawa Timur.
Dewa Wisnu dan Dewi Laksmi atau Dewi Sri membawa Air Amerta mengendarai Garuda. Lukisan dari Rajasthan, dibuat sekitar abad ke-18.
2