PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY MODEL PADA PEMBELAJARAN FISIKA UNTUK MENGETAHUI HASIL BELAJAR SISWA SMA MENURUT
NEW TAXONOMY FOR SCIENCE EDUCATION
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh
YEYEN MI’RAJIYANTI 0900576
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Yeyen Mi’rajiyanti, 2014
PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY MODEL PADA PEMBELAJARAN FISIKA UNTUK MENGETAHUI HASIL BELAJAR SISWA SMA MENURUT
NEW TAXONOMY FOR SCIENCE EDUCATION
Oleh
Yeyen Mi’rajiyanti
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Yeyen Mi’rajiyanti 2014
Universitas Pendidikan Indonesia
Januari 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY MODEL PADA PEMBELAJARAN FISIKA UNTUK MENGETAHUI HASIL BELAJAR SISWA SMA MENURUT
NEW TAXONOMY FOR SCIENCE EDUCATION
Oleh Yeyen Mi’rajiyanti
0900576
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH :
Pembimbing I
Dr. Winny Liliawati, S.Pd, M.Si.
NIP. 197812182001122001
Pembimbing II
Drs. Purwanto, MA
NIP. 195708231984031001
Mengetahui
Ketua Jurusan Pendidikan Fisika
Dr. Ida Kaniawati, M.Si.
PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY MODEL PADA PEMBELAJARAN FISIKA UNTUK MENGETAHUI HASIL BELAJAR SISWA SMA MENURUT
NEW TAXONOMY FOR SCIENCE EDUCATION
ABSTRAK
Penelitian mengenai penerapan levels of inquiry model pada pembelajaran fisika untuk mengetahui hasil belajar siswa SMA menurut new taxonomy for science education, dilatarbelakangi oleh adanya berbagai kendala yang ditemukan dalam pembelajaran fisika. Adapun kendala-kendala tersebut antara lain metode yang digunakan guru tidak melibatkan siswa dalam proses penemuan untuk mendapatkan pengetahuan berdasarkan pengalaman siswa secara langsung, tidak adanya pengembangan kreativitas siswa dan kemampuan siswa dalam melakukan penyelidikan ilmiah melalui kegiatan praktikum tidak dilatih sehingga sikap ilmiah siswa tidak muncul dalam pembelajaran. Penelitian ini diharapkan menjadi solusi dalam mengurangi kendala-kendala yang sering dihadapi pada pembelajaran fisika, sehingga pada akhirnya dapat membawa perubahan pada hasil belajar siswa kearah yang lebih baik. Metode penelitian yang digunakan adalah mixed
methods tipe concurrent embedded. Sampel penelitian berjumlah 38 siswa kelas X-5.
Hasil belajar pada penelitian ini mengacu pada empat domain dari lima domain taxonomy
for science education yaitu knowledge domain, process of science domain, creativity domain dan attitudinal domain. Hasil belajar siswa pada knowledge domain diperoleh
nilai rata-rata gain yang dinormalisasi sebesar 0,60 kategori sedang, process of science
domain rata-rata 70% kategori cukup, creativity domain rata-rata 81% kategori baik dan attitudinal domain rata-rata 76% kategori baik.
Kata kunci : Levels of inquiry model, hasil belajar, taxonomy for science education
Yeyen Mi’rajiyanti, 2014
IMPLEMENTATION OF LEVELS OF INQUIRY MODEL IN PHYSICS LEARNING TO KNOW LEARNING OUTCOMES OF SENIOR HIGH SCHOOL STUDENTS ACCORDING TO NEW TAXONOMY FOR SCIENCE
EDUCATION
ABSTRACT
Research on the implementation of levels of inquiry model in physics learning to know learning outcomes of senior high school students according to new taxonomy for science education is motivated by the various problems in physics learning. The problems such as the method used by teacher did not involve the students in the discovery process to
acquired knowledge based on students’ direct experiences, there is no development of
students’ creativity, and the ability of students in doing scientific inquiry through the practical activities did not trained so that the students’ scientific attitudes did not appear in the learning. This research is expected to be a solution to reduce the problems that often encountered on the physics learning, so it can bring the changes in students’ learning outcomes to be better. The research used mixed methods and concurrent
embedded design. The sample was 38 students of class X-5. Learning outcomes in this
research refers to four domains of five domains in a taxonomy for science education, that is knowledge domain, process of science domain, creativity domain and attitudinal
domain. Students’ learning outcome in knowledge domain has an average of the
normalized gain value 0.60 with medium category, process of science domain has an average of 70% with fair category, creativity domain has an average of 81% with good category and attitudinal domain has an average of 76% with good category.
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR ii
UCAPAN TERIMA KASIH iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Penelitian 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah 4
C. Batasan Masalah 4
D. Variabel Penelitian 5
E. Tujuan Penelitian 5
F. Manfaat Penelitian 6
G. Definisi Operasional 6
1. Levels of Inquiry Model 6
2. Hasil Belajar 7
H. Struktur Organisasi Skripsi 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA 9
A. Levels of Inquiry Model 9
1. Tahapan-tahapan Levels of Inquiry Model 10
2. Siklus Belajar Levels of Inquiry Model 16
3. Kelebihan dan Kekurangan Levels of Inquiry Model 18
B. Hasil Belajar 18
C. Hubungan Levels of Inquiry Model dengan Hasil Belajar Menurut new
taxonomy for science education 21
D. Kerangka Pemikiran 24
BAB III METODE PENELITIAN 26
A. Metode Penelitian dan Desain Penelitian 26
Yeyen Mi’rajiyanti, 2014
C. Prosedur Penelitian 27
D. Instrumen Penelitian 29
E. Teknik Analisis Uji Coba Instrumen Penelitian 31
F. Hasil Uji Coba Instrumen 34
G. Teknik Pengumpulan Data 35
H. Teknik pengolahan Data 36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 41
A. Pelaksanaan Penelitian 41
B. Hasil dan Pembahasan Penelitian 42
1. Keterlaksanaan Levels of Inquiry Model 42
2. Hasil Belajar Siswa pada Domain Knowing and Understanding
(Knowledge Domain) 44
3. Hasil Belajar Siswa pada Domain Exploring and Discovering (Process
of Science Domain) 47
4. Hasil Belajar Siswa pada Domain Imagining and Creating (Creativity
Domain) 53
5. Hasil Belajar Siswa pada Domain Feeling and Valuing (Attitudinal
Domain) 55
C. Hasil Temuan dari Penelitian 59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 61
A. Kesimpulan 61
B. Saran 62
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Urutan Pelaksanaan Levels of Inquiry Model 9
Tabel 2.2 Karakteristik dari Tipe-Tipe Inquiry Lab 15
Tabel 2.3 Fokus Tujuan Tiap Levels of Inquiry Model 16
Tabel 2.4 Hubungan Pembelajaran Levels of Inquiry Model dengan Hasil
Belajar Menurut New Taxonomy for Science Education 22
Tabel 3.1 Nilai Korelasi dan Interpretasinya 32
Tabel 3.2 Nilai Korelasi dan Interpretasinya 32
Tabel 3.3 Indeks Kesukaran dan Klasifikasinya 33
Tabel 3.4 Nilai Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran 33
Tabel 3.5 Hasil Analisis Uji Instrumen 34
Tabel 3.6 Kriteria Skor Gain yang Dinormalisasi 37
Tabel 3.7 Interpretasi Keterlaksanaan Pembelajaran 38
Tabel 3.8 Kategori Penilaian Proses Sains Domain Exploring and Discovering 39
Tabel 3.9 Kategori Penilaian Produk Domain Imagining and Creating 39
Tabel 3.10 Kategori Penilaian Sikap Ilmiah Domain Feeling and Valuing 40
Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Observasi Keterlaksanaan Level of Inquiry 42
Tabel 4.2 Rekapitulasi Skor Gain yang Dinormalisasi Hasil Belajar Siswa pada
Domain Knowing and Understanding 45
Tabel 4.3 Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa pada Domain Exploring and
Discovering (Process of science Domain) 48
Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa pada Domain Imagining and
Creating (Creativity Domain) 53
Yeyen Mi’rajiyanti, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Lima Tahapan Siklus Belajar Levels of Inquiry Model 17
Gambar 2.2 Alur Kerangka Pemikiran Penelitian 24
Gambar 3.1 Desain Concurrent Embedded dengan Metode Kuantitatif
sebagai Metode Primer dan Metode Kualitatif sebagai
Metode Sekunder
26
Gambar 3.2 Alur Penelitian 29
Gambar 4.1 Diagram Skor Gain yang dinormalisasi Hasil Belajar Siswa
pada Domain Knowing and Understanding (Knowledge
Domain)
45
Gambar 4.2 Diagram Batang Hasil Belajar pada Domain Exploring and
Discovering (Process of science Domain)
52
Gambar 4.3 Diagram Batang Hasil Belajar Siswa pada Domain
Imagining and Creating (Creativity Domain)
53
Gambar 4.4 Diagram Batang Hasil Belajar pada Domain Feeling and
Valuing (Attitudinal Domain)
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A PERANGKAT PEMBELAJARAN 65
Lampiran A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 66
Lampiran A.2 Skenario Pembelajaran 81
Lampiran A.3 Lembar Kerja Siswa (LKS) 95
LAMPIRAN B INSTRUMEN PENELITIAN 113
Lampiran B.1 Kisi-Kisi Soal Hasil Belajar Siswa Domain Knowing and
Understanding (knowledge domain)
114
Lampiran B.2 Lembar Judgement Hasil Belajar Siswa Domain Knowing
and Understanding (knowledge domain)
125
Lampiran B.3 Soal Pretest-Posttest Hasil Belajar Siswa Domain Knowing
and Understanding (knowledge domain)
127
Lampiran B.4 Lembar Observasi Hasil Belajar Siswa Domain Exploring
and Discovering (process of science domain)
133
Lampiran B.5 Lembar Judgement Hasil Belajar Siswa Domain Exploring
and Discovering (process of science domain)
143
Lampiran B.6 Lembar Observasi Hasil Belajar Siswa Domain Imaging
and Creating (creativity domain)
153
Lampiran B.7 Lembar Judgement Hasil Belajar Siswa Domain Imaging
and Creating (creativity domain)
154
Lampiran B.8 Lembar Observasi Hasil Belajar Siswa Domain Feeling and
Valuing (attitudinal domain)
155
Lampiran B.9 Lembar Judgement Hasil Belajar Siswa Domain Feeling
and Valuing (attitudinal domain)
159
Lampiran B.10 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Level of
Inquiry
163
LAMPIRAN C HASIL PENGOLAHAN DATA 173
Lampiran C.1 Hasil Analisis Uji Coba Instrumen Hasil Belajar Siswa
Yeyen Mi’rajiyanti, 2014
Lampiran C.2 Rekapitulasi Hasil Analisis Uji Coba Instrumen Hasil
Belajar Siswa Domain Knowing and Understanding
(knowledge domain)
187
Lampiran C.3 Hasil Pengolahan Data Lembar Observasi Keterlaksanaan
Pembelajaran Level of Inquiry
188
Lampiran C.4 Hasil Pengolahan Data Skor Gain yang Dinormalisasi Hasil
Belajar Siswa Domain Knowing and Understanding
(knowledge domain)
190
Lampiran C.5 Hasil Pengolahan Data Lembar Observasi Hasil Belajar
Siswa Domain Exploring and Discovering (process of
science domain)
198
Lampiran C.6 Hasil Pengolahan Data Lembar Penilaian Produk Domain
Imagining and Creating (creativity domain)
204
Lampiran C.7 Hasil Pengolahan Data Lembar Observasi Hasil Belajar
Siswa Domain Feeling and Valuing (attitudinal domain)
205
LAMPIRAN D DOKUMENTASI PENELITIAN 211
Lampiran D.1 Foto-Foto Penelitian 212
Lampiran D.2 Surat Izin Penelitian 213
Lampiran D.3 Surat Telah Melakukan Penelitian 214
Lampiran D.4 Surat Kerja Pembimbing 215
Lampiran D.5 Kesediaan Judgement Instrumen 216
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
IPA adalah studi mengenai alam sekitar, yang dalam hal ini berkaitan dengan cara
mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Depdiknas,
2003:6). Artinya proses pembelajaran yang dilakukan memiliki fungsi untuk
membimbing siswa menguasai pengetahuan melalui proses penemuan oleh siswa
sendiri berdasarkan pengalaman selama proses pembelajaran berlangsung.
Fisika merupakan salah satu mata pelajaran dalam rumpun IPA sehingga fisika
diharapkan dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa agar mampu
memahami alam sekitar secara ilmiah. Sejalan dengan pengertian IPA di atas, maka
fisika dapat dipandang sebagai sebuah produk, proses, aplikasi dan perubahan sikap.
Jika dipandang sebagai sebuah produk maka yang kita lihat fisika adalah sekumpulan
fakta, konsep, hukum/prinsip, rumus dan teori yang harus kita pelajari dan pahami.
Fisika merupakan pemecahan masalah melalui metode ilmiah meliputi pengamatan,
penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, percobaan atau penyelidikan,
pengujian hipotesis melalui eksperimentasi, evaluasi, pengukuran dan penarikan
kesimpulan, jika kita melihatnya sebagai sebuah proses. Jika dilihat sebagai aplikasi,
maka fisika merupakan penerapan metode atau kerja ilmiah dan konsep fisika dalam
kehidupan sehari-hari. Sedangkan jika dilihat sebagai suatu perubahan sikap, maka
fisika akan berisi rasa ingin tahu, kepedulian, tanggung jawab, kejujuran,
keterbukaan dan kerjasama. Dalam pembelajaran fisika, ke empat pandangan
tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain,
sehingga proses pembelajaran dapat menghasilkan siswa yang berkompetensi tinggi.
Ke empat pandangan mengenai fisika yang telah dijelaskan di atas berkaitan
dengan tujuan pendidikan sains khususnya pada mata pelajaran fisika dewasa ini
yang mencakup lima ranah/domain dalam taksonomi untuk pendidikan sains
2
Yeyen Mi’rajiyanti, 2014
dan Robert E. Yager. Lima ranah/domain dalam taksonomi ini meliputi domain
knowing and understanding (knowledge domain) yang berkaitan dengan fakta,
konsep, hukum, hipotesis dan teori yang digunakan para saintis; domain exploring
and discovering (process of science domain) berkaitan dengan keterampilan proses
sains; domain imagining and creating (creativity domain) berkaitan dengan
pengembangan kreativitas; domain feeling and valuing (attitudinal domain)
berkaitan dengan sikap ilmiah dan domain using and applying (application and
connection domain) yang berkaitan dengan penerapan sains dalam kehidupan
sehari-hari. Lima ranah ini merupakan perluasan, pengembangan dan pendalaman
tiga ranah Bloom yang mampu meningkatkan aktivitas pembelajaran sains di kelas
dan mengembangkan sikap positif terhadap mata pelajaran (Zuchdi, 2011:276).
Pembelajaran berbasis lima ranah untuk pendidikan sains melalui mata pelajaran
sains khususnya pada mata pelajaran fisika akan meningkatkan kemampuan siswa
yang tercermin dalam lima ranah tersebut yaitu pengetahuan, keterampilan,
kreativitas, sikap dan penerapan sains yang dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari.
Akan tetapi hal inilah yang hingga kini dirasakan masih sulit untuk diwujudkan
dalam pembelajaran fisika.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada salah satu SMA Negeri
di kota Cimahi melalui observasi serta wawancara dengan guru dan siswa diperoleh
informasi bahwa siswa kurang memahami penjelasan guru pada saat pembelajaran
dan siswa merasa pelajaran fisika sulit untuk dipahami. Pada saat proses
pembelajaran berlangsung, guru mendominasi dalam pemberian informasi berkaitan
dengan materi yang dipelajari sehingga siswa tidak dilibatkan dalam pemberian
pengalaman secara langsung untuk mendapatkan pengetahuan berdasarkan proses
penemuan oleh siswa sendiri. Hal ini tampak dari aktivitas siswa selama proses
pembelajaran yang secara umum hanya memperhatikan penjelasan guru dan
mengerjakan tugas yang ada di dalam buku teks ketika guru selesai memberikan
materi pelajaran. Selain itu tidak ditemukan adanya pemberian contoh fenomena
dalam kehidupan sehari-hari yang dikaitkan dengan materi yang dipelajari. Menurut
hasil wawancara, guru menjelaskan bahwa pengembangan kreativitas melalui
pembuatan produk jarang dilakukan begitupula dengan kegiatan praktikum sehingga
kemampuan siswa dalam melakukan penyelidikan ilmiah melalui kegiatan praktikum
3
Keadaan seperti inilah yang membuat suasana pembelajaran terlihat lebih pasif
dikarenakan siswa tidak terlibat secara aktif sehingga siswa tidak memiliki
kesempatan yang lebih banyak untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya
selama proses pembelajaran berlangsung.
Agar kendala-kendala yang telah dijelaskan di atas dapat teratasi, maka perlu
dikembangkan suatu pembelajaran fisika yang dapat melibatkan siswa secara aktif
dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan, memahami dan mengaplikasikan
pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari. Ada beberapa cara untuk
meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, salah satunya dengan
menggunakan pembelajaran inkuiri. Gulo (Trianto, 2011 :166) menyatakan bahwa
strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara
maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara
sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri
penemuanya dengan penuh percaya diri. Sejalan dengan yang diungkapkan oleh
Depdiknas (2007:20) mengatakan bahwa pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan
secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir,
bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting
kecakapan hidup. Pada jurnal “The Levels of Inquiry Model of Science Teaching”
yang dikembangkan Wenning (2011:9) memperkenalkan sebuah pembelajaran
dengan pendekatan inkuiri yang dikenal dengan levels of inquiry model. Di dalam
jurnal, levels of inquiry model terdiri atas lima tingkatan inkuiri yaitu discovery
learning, interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry lab, dan hypothetical
inquiry. Kegiatan pembelajaran menggunakan levels of inquiry model bertujuan agar
siswa terlibat aktif di kelas serta melatihkan siswa dalam melakukan penyelidikan
ilmiah sehingga pembelajaran fisika berbasis ranah/domain untuk pendidikan sains
diharapkan dapat terwujud dikarenakan siswa memiliki banyak kesempatan untuk
mengembangkan kemampuan yang dimilikinya seperti mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, kreativitas serta sikap ilmiah. Oleh karena itu, melalui
tahapan-tahapan yang terdapat pada levels of inquiry model diharapkan siswa dapat
berperan aktif dalam pembelajaran sehingga akan membawa perubahan positif
terhadap hasil belajar siswa.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti tertarik untuk
4
Yeyen Mi’rajiyanti, 2014
Pembelajaran Fisika untuk Mengetahui Hasil Belajar Siswa SMA Menurut New Taxonomy for Science Education “
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah
pada penelitian ini adalah “Bagaimana hasil belajar siswa SMA menurut new
taxonomy for science education setelah diterapkan levels of inquiry model pada
pembelajaran fisika ?”
Untuk lebih terarah, maka rumusan masalah di atas dijabarkan sebagai berikut:
1. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa pada domain knowing and
understanding setelah diterapkan levels of inquiry model ?
2. Bagaimana hasil belajar siswa pada domain exploring and discovering setelah
diterapkan levels of inquiry model ?
3. Bagaimana hasil belajar siswa pada domain imagining and creating setelah
diterapkan levels of inquiry model ?
4. Bagaimana hasil belajar siswa pada domain feeling and valuing setelah
diterapkan levels of inquiry model ?
C. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah maka dilakukan pembatasan masalahnya sebagai
berikut :
1. Selama proses pembelajaran berlangsung mengacu pada penggunaan levels of
inquiry model yang meliputi tahap discovery learning, interactive demonstration,
inquiry lesson, inquiry lab dan hypothetical inquiry untuk mengetahui hasil
belajar siswa pada materi kinematika gerak lurus.
2. Penelitian ini dibatasi pada hasil belajar siswa yang dapat terukur menurut
taksonomi untuk pendidikan sains (taxonomy for science education) yang
meliputi domain knowing aand understanding (knowledge domain) berupa
pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai konsep yang berkaitan dengan
materi kinematika gerak lurus; domain exploring and discovering (process of
science domain) berupa aspek-aspek proses sains seperti observasi, prediksi,
komunikasi, inferensi, pembuatan grafik dan penyusunan tabel data; domain
imagining and creating (creativity domain) berupa pembuatan poster/kartun
5
seperti kerja sama, tanggung jawab, teliti, disiplin dan tekun. Taksonomi untuk
pendidikan sains (taxonomy for science education) ini dikembangkan oleh Allan
J. MacCormack dan Robert E Yager.
D. Variabel Penelitian
Variabel data penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu :
1. Variabel bebas : levels of inquiry model pada pembelajaran fisika
2. Variabel terikat : Hasil belajar siswa pada domain knowing and understanding
(knowledge domain), domain exploring and discovering (process of science
domain), domain imagining and creating (creativity domain) dan domain feeling
and valuing (attitudinal domain) yang dikembangkan oleh Allan J. MacComack
dan Robert E Yager.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk
mengetahui hasil belajar siswa menurut new taxonomy for science education setelah
diterapkan levels of inquiry model pada pembelajaran fisika.
Sedangkan tujuan penelitian ini secara khusus adalah memperoleh gambaran
hasil belajar siswa pada empat domain dalam taksonomi untuk pendidikan sains
yaitu :
- Memperoleh gambaran peningkatan hasil belajar siswa pada domain knowing
and understanding setelah diterapkan levels of inquiry model
- Memperoleh gambaran hasil belajar siswa pada domain exploring and
discovering setelah diterapkan levels of inquiry model
- Memperoleh gambaran hasil belajar siswa pada domain imagining and creating
setelah diterapkan levels of inquiry model
- Memperoleh gambaran hasil belajar siswa pada domain feeling and valuing
setelah diterapkan levels of inquiry model
F. Manfaat Penelitian
6
Yeyen Mi’rajiyanti, 2014
- Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai levels of inquiry model dan menjadi awal penelitian selanjutnya
bagi para peneliti yang ingin mengembangkan levels of inquiry model.
- Memberikan gambaran tentang pengaruh pembelajaran levels of inquiry
model terhadap hasil belajar siswa menurut new taxonomy for science
education
2. Secara praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi awal bahan pertimbangan bagi guru
dalam memilih pembelajaran yang tepat agar dapat memberi perubahan pada
hasil belajar siswa. Selain itu diharapkan dapat meningkatkan pemahaman
konseptual siswa, mengembangkan pemahaman siswa tentang penyelidikan
ilmiah serta mengembangkan kreativitas dan sikap ilmiah siswa.
G. Definisi Operasional 1. Levels of inquiry Model
Levels of inquiry model merupakan pendekatan hierarkis untuk meningkatkan
pemahaman konseptual siswa serta mengembangkan pemahaman mereka tentang
penyelidikan ilmiah dan sifat ilmu pengetahuan. Wenning mengelompokkan ke
dalam lima tahapan yaitu discovery learning, interactive demonstration, inquiry
lesson, inquiry lab dan hypothetical inquiry. Kelima tahapan ini akan dikemas
kedalam lima kali pertemuan. Pada pertemuan pertama peneliti memfokuskan proses
pembelajaran menggunakan level discovery learning. Pada pertemuan ke dua peneliti
menfokuskan proses pembelajaran menggunakan level interactive demonstration.
Pada pertemuan ke tiga peneliti memfokuskan proses pembelajaran menggunakan
level inquiry lesson. Pada pertemuan ke empat peneliti memfokuskan proses
pembelajaran menggunakan level inquiry lab dan pada pertemuan ke lima peneliti
memfokuskan proses pembelajaran menggunakan level hypothetical inquiry.
Keterlaksanaan levels of inquiry model diukur dengan lembar observasi selama
pembelajaran berlangsung. Lembar observasi dilihat dengan menggunakan teknik
checklist dengan format ya/tidak. Keterlaksanaan levels of inquiry model dilihat dari
persentase keterlaksanaan dan dikategorikan untuk setiap level.
7
Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah proses
belajar berlangsung sehingga dapat memberikan perubahan tingkah laku baik
pengetahuan, pemahaman, sikap, dan keterampilan peserta didik sehingga lebih baik
dari sebelumnya. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi
kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya pencapaian tujuan-tujuan
belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat
menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan
kelas maupun individu. Hasil belajar tersebut diukur berdasarkan pada new taxonomy
for science education yang dikembangkan oleh Allan J. MacCormack dan Robert E.
Yager
1. Domain I – Knowing and understanding (knowledge domain). Hasil belajar siswa
pada domain knowing and understanding berupa pengetahuan dan pemahaman
siswa mengenai fakta, konsep, hukum (prinsip), teori yang berkaitan dengan
materi kinematika gerak lurus. Instrumen yang digunakan untuk mengukur
domain ini adalah soal pilihan ganda sebanyak 20 butir soal yang digunakan pada
saat pretest dan posttest. Peningkatan hasil belajar pada domain ini dapat
diketahui melalui nilai gain yang dinormalisasi. Nilai gain yang dinormalisasi
dianalisis dan dikategorikan peningkatannya menurut Hake (1999) ke dalam
kategori tinggi, sedang dan rendah.
2. Domain II – Exploring and Discovering (process of science domain). Hasil
belajar siswa pada domain exploring and discovering berupa proses sains. Proses
sains yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses sains dasar dan proses
sains terpadu. Proses sains dasar meliputi observasi, prediksi, komunikasi dan
inferensi. Sedangkan proses sains terpadu meliputi penyusunan tabel data dan
pembuatan grafik. Instrumen yang digunakan untuk mengukur domain ini yaitu
lembar observasi kegiatan siswa.
3. Domain III – Imagining and creating (creativity domain). Hasil belajar siswa
pada domain imagining and creating meliputi kemampuan siswa dalam
mengkombinasikan beberapa objek dan ide yang berkaitan dengan materi
kinematika gerak lurus melalui pembuatan poster/kartun sains. Instrumen yang
digunakan untuk mengukur domain ini adalah rubrik penilaian produk.
4. Domain IV – Feeling and valuing (attitudinal domain). Hasil belajar siswa pada
8
Yeyen Mi’rajiyanti, 2014
sama, tanggung jawab, teliti, disiplin dan tekun. Untuk mengukur hasil belajar
pada domain ini melalui lembar observasi kegiatan siswa.
H. Struktur Organisasi Skripsi
Pada Bab I berisi uraian tentang pendahuluan. Pendahuluan berisi latar belakang
penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, batasan masalah, variabel penelitian,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional dan struktur organisasi.
Bab II berisi kajian pustaka yang terdiri dari levels of inquiry model, hasil belajar,
hubungan levels of inquiry model dengan hasil belajar menurut new taxonomy for
science education dan kerangka pemikiran. Bab III berisi penjabaran rinci tentang
metode penelitian yaitu metode dan desain penelitian, lokasi dan sampel penelitian,
prosedur penelitian, instrumen penelitian, teknik analisis uji coba instrumen
penelitian, hasil uji coba instrumen, teknik pengumpulan data dan teknik pengolahan
data. Bab IV berisi tentang pelaksanaan penelitian, hasil dan pembahasan penelitian
dan hasil temuan dari penelitian. Sedangkan Bab V berisi tentang kesimpulan dan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode mixed methods (metode
kombinasi). Metode penelitian ini menggabungkan dua jenis metode dalam
penelitian yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif untuk digunakan secara
bersama-sama dalam suatu kegiatan penelitian (Sugiyono, 2013:404). Pada
penelitian ini, metode kuantitatif digunakan untuk mendapatkan data kuantitatif yang
berkaitan dengan domain knowing and understanding menurut taxonomy for science
education dan metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data kualitatif yang
berkaitan dengan domain exploring and discovering, domain imagining and creating
dan domain feeling and valuing.
Desain penelitian yang digunakan adalah concurrent embedded, dimana dalam
desain ini menggabungkan antara metode kuantitatif dan metode kualitatif secara
tidak seimbang. Ke dua metode tersebut digunakan secara bersama-sama dan dalam
waktu yang sama tetapi independen untuk menjawab rumusan masalah sejenis
(Sugiyono, 2013:537). Dalam desain ini, metode kuantitatif dan metode kualitatif
dapat menjadi metode primer ataupun metode sekunder. Pada penelitian ini, metode
kuantitatif sebagai metode primer dan metode kualitatif sebagai metode sekunder.
Adapun langkah-langkah penelitian untuk desain concurrent embedded dengan
metode kuantitatif sebagai metode primer dan metode kualitatif sebagai metode
sekunder seperti yang ditunjukkan Gambar 3.1 dibawah ini.
Gambar 3.1. Desain Concurrent Embedded dengan Metode Kuantitatif sebagai
Metode Primer dan Metode Kualitatif sebagai Metode Sekunder Masalah dan
rumusan masalah Landasan teori
Kesimpulan dan saran hasil penelitian Penyajian data Analisis data kuantitatif dan kualitatif Pengumpulan dan analisis data kualitatif
(domain exploring and discovering, domain imagining and creating dan
domain feeling and valuing) Pengumpulan dan analisis data kuantitatif
27
Yeyen Mi’rajiyanti, 2014
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X di salah satu SMA
Negeri di Kota Cimahi tahun ajaran 2013/2014 yang tersebar dalam sembilan kelas.
Sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di salah
satu kelas X yang berjumlah 38 siswa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
pada penelitian ini adalah purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan dan tujuan tertentu (Sugiyono, 2012:218-219). Dalam penelitian ini
yang menjadi pertimbangan adalah saran dan rekomendasi dari guru mata pelajaran
fisika yang mengetahui keadaan siswa di setiap kelas.
C. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan Penelitian
Persiapan-persiapan yang akan dilakukan peneliti sebelum melakukan
penelitian adalah sebagai berikut:
a. Melakukan studi pendahuluan melalui studi lapangan dan studi literatur
untuk memperoleh teori yang sesuai dengan permasalahan yang dikaji.
b. Merumuskan masalah hasil studi pendahuluan
c. Telaah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengenai pokok
bahasan yang dijadikan materi pembelajaran dalam penelitian dengan
maksud untuk mengetahui standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
hendak dicapai
d. Menyiapkan perangkat pembelajaran seperti rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), skenario pembelajaran, LKS sesuai dengan
pembelajaran levels of inquiry model dan kemudian mengkonsultasikannya
pada dosen pembimbing
e. Membuat instrumen penelitian berupa tes hasil belajar siswa untuk domain
knowing and understanding, lembar observasi keterlaksanaan levels of
inquiry model, lembar observasi domain exploring and discovering, lembar
penilaian produk untuk domain imagining and creating, lembar observasi
domain feeling and valuing dan kemudian mengkonsultasikannya pada
dosen pembimbing
f. Penimbangan (judgement) instrumen
28
h. Melakukan uji coba instrumen penelitian.
i. Menganalisis data hasil uji coba instrumen yang meliputi validitas, tingkat
kesukaran,daya pembeda dan reliabilitas sehingga layak dipakai untuk
pretest dan posttest.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Tahap pelaksanaan penelitian sebagai berikut:
a. Melakukan pretest untuk mengetahui kemampuan dan pengetahuan awal
siswa sebelum diberikan perlakuan terhadap objek penelitian.
b. Melakukan pembelajaran fisika dengan penerapan levels of inquiry model.
c. Pada saat pelaksanaan pembelajaran, observer mengamati keterlaksanaan
levels of inquiry model serta hasil belajar siswa pada domain exploring and
discovering dan domain feeling and valuing. Sedangkan penilaian hasil
belajar domain imagining and creating dinilai oleh guru/peneliti.
d. Melakukan posttest terhadap objek penelitian untuk mengetahui peningkatan
hasil belajar siswa pada domain knowing and understanding.
3. Tahap Akhir Penelitian
Tahap akhir penelitian sebagai berikut:
a. Melakukan pengolahan data hasil pretest dan posttest serta menganalisis
instrumen tes lainnyaseperti data dari pengisian lembar observasi.
b. Menganalisis data hasil penelitian
c. Menarik kesimpulan penelitian
29
Yeyen Mi’rajiyanti, 2014
Secara garis besar, alur penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3.2. Alur Penelitian
D. Instrumen Penelitian 1. Tes
Tes yang digunakan berupa tes prestasi atau achievement test, yaitu tes yang
digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajari sesuatu
(Arikunto, 2006: 151). Tes ini berbentuk pilihan ganda sebanyak 20 soal yang
diberikan kepada siswa sebanyak dua kali yaitu sebelum treatment (pretest) dan Persiapan Penelitian Pelaksanaan
Penelitian
Akhir Penelitian
Membuat perangkat pembelajaran
Membuat instrumen Telaaah KTSP Merumuskan masalah
Studi pendahuluan
Judgement
Uji coba instrument
Pengolahan hasil uji instrument
Pretest
Treatment
Posttest
Pengolahan data hasil penelitian
Pembahasan
30
setelah diberikan treatment (posttest). Setiap jawaban yang benar akan diberi
poin 1 sedangkan soal yang salah diberi poin 0. Soal yang digunakan dalam
pretest dan posttest merupakan soal yang sama. Pretest dan posttest dilakukan
untuk mengetahui hasil belajar siswa sebelum dan sesudah diberi treatment yang
mencakup domain knowing and understanding menurut taxonomy for science
education.
2. Lembar Observasi
a. Lembar observasi keterlaksanaan levels of inquiry model
Lembar observasi ini digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan levels
of inquiry model. Lembar observasi ini berisi daftar kegiatan yang dilakukan
guru dan siswa selama proses pembelajaran serta dilengkapi dengan kolom
saran dan kritik yang berguna untuk perbaikan pada pembelajaran
selanjutnya. Format lembar observasi keterlaksanaan levels of inquiry model
dibuat dalam bentuk cheklist. Tanda cheklist diberikan untuk kegiatan
pembelajaran yang terlaksana. Lembar observasi keterlaksanaan dinilai oleh
observer untuk setiap level pada levels of inquiry model.
b. Lembar observasi hasil belajar siswa domain exploring and discovering
(process of science domain)
Lembar observasi ini digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa
pada domain exploring and discovering (process of science domain) menurut
taxonomy for science education. Lembar observasi tersebut berisi
aspek-aspek berupa proses sains dasar dan proses sains terpadu beserta kriteria
penilaian dari tiap aspek yang akan dicapai oleh siswa. Hasil belajar siswa
pada domain ini diukur dengan menggunakan skala nilai 1-4 dengan
menggunakan teknik checklist pada skala yang dianggap cocok diberikan
kepada siswa.
c. Lembar observasi hasil belajar siswa domain imagining and creating
(creativity domain)
Lembar observasi ini digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa
pada domain imagining and creating (creativity domain) menurut taxonomy
for science education. Lembar observasi tersebut berisi aspek-aspek penilaian
31
Yeyen Mi’rajiyanti, 2014
dengan menggunakan skala nilai 1-4 dengan menggunakan teknik cheklist
pada skala yang dianggap cocok diberikan kepada siswa.
d. Lembar observasi hasil belajar siswa domain feeling and valuing (attitudinal
domain)
Lembar observasi ini digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa
pada domain feeling and valuing (attitudinal domain) menurut taxonomy for
science education. Lembar observasi tersebut berisi aspek-aspek penilaian
sikap ilmiah siswa yang akan dicapai siswa pada saat pembelajaran. Hasil
belajar siswa pada domain ini diukur dengan menggunakan skala nilai 1-4
dengan menggunakan teknik cheklist pada skala yang dianggap cocok
diberikan kepada siswa.
E. Teknik Analisis Uji Coba Instrumen Penelitian
Instrumen yang akan diujicobakan adalah perangkat soal yang akan digunakan
untuk pretest dan posttest. Sebelum digunakan sebagai instrumen untuk pretest dan
posttest dalam penelitian, terlebih dahulu perangkat soal diujikan pada siswa yang
telah memperoleh materi yang akan diujicobakan. Tujuannya untuk memperoleh
keterangan mengenai validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda
instrumen tes tersebut.
1) Analisis Validitas Instrumen
Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu
instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid jika instrumen tersebut mengukur
yang hendak diukur (Arikunto, 2011:65). Nilai validitas dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan:
= � ∑ − ∑ ∑
√ � ∑ − ∑ � ∑ − ∑ … . . .
Keterangan:
: koefisien korelasi antara variabel X dan Y
X : skor tiap butir soal
Y : skor total tiap butir soal
32
Tabel 3.1.Nilai korelasi dan interpretasinya
Nilai rxy Interpretasi 0,80 < 1,00 Sangat tinggi
0,60 < 0,80 Tinggi
0,40 < 0,60 Cukup
0,20 < 0,40 Rendah
0,00 < 0,20 Sangat rendah
(Arikunto, 2011:75)
2) Analisis Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas didefinisikan sebagai kestabilan hasil yang diperoleh orang yang
sama jika dites dengan instrumen yang sama pada waktu yang berbeda. Teknik
yang digunakan untuk mengukur tingkat reliabilitas suatu instrumen adalah
dengan menggunakan metoda belah dua (split half method). Dalam menggunakan
metode ini penguji hanya menggunakan sebuah tes dan dicobakan satu kali.
Reliabilitas tes dapat dihitung dengan persamaan:
= ⁄ ⁄
+ ⁄ ⁄ … . . .
Keterangan:
: Reliabilitas instrumen
⁄ ⁄ : Korelasi antara skor-skor setiap belahan tes
Tabel 3.2. Nilai korelasi dan interpretasinya
Nilai r11 Interpretasi 0,80 < 1,00 Sangat tinggi
0,60 < 0,80 Tinggi
0,40 < 0,60 Cukup
0,20 < 0,40 Rendah
0,00 < 0,20 Sangat rendah
(Arikunto, 2011:93)
3) Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal
Analisis tingkat kesukaran dimaksudkan untuk mengetahui apakah soal yang
diujikan tergolong soal yang mudah, sedang atau sukar. Untuk menghitung
tingkat kesukaran tiap butir soal digunakan persamaan:
� =��
33
Yeyen Mi’rajiyanti, 2014
Keterangan:
� : indeks kesukaran
� : banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar �� : jumlah peserta tes
Tabel 3.3. Indeks kesukaran dan klasifikasinya
P-P Klasifikasi
0,00 – 0,30 Soal sukar 0,31 – 0,70 Soal sedang 0,71 – 1,00 Soal mudah
(Arikunto, 2011:210)
4) Analisis Daya Pembeda Butir Soal
Daya pembeda butir soal adalah kemampuan butir soal untuk membedakan
antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan
rendah. (Arikunto, 2011:211). Daya Pembeda butir soal dapat ditentukan dengan
rumusan sebagai berikut :
� = �� −�� = � − � … . . .
Keterangan :
D : Daya pembeda butir soal
BA : Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itudengan benar
BB : Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itudengan benar
JA : Banyaknya peserta kelompok atas
JB : Banyaknya peserta kelompok bawah
PA : Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB : Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Kategori daya pembeda butir soal yang telah diujicobakan dapat ditentukan
berdasarkan interpretasi daya pembeda butir soal pada tabel dibawah ini :
Tabel 3.4. Nilai daya pembeda dan tingkat kesukaran
Nilai Daya Pembeda Tingkat Kesukaran
Negatif Soal dibuang
0,00-0,20 Jelek
0,21-0,40 Cukup
0,41-0,70 Baik
0,71-1,00 Baik sekali
34
Berdasarkan pengolahan data, diperoleh hasil analisis uji instrumen yang
dirangkum dalam Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Hasil Analisis Uji Instrumen
Berdasarkan hasil analisis uji instrumen, dari 26 soal yang diujicobakan terdapat
20 soal yang digunakan dalam pretest-posstest dan 6 soal lainnya tidak digunakan
dalam pretest-posstest dikarenakan 2 soal memiliki validitas sangat rendah dan daya
pembeda jelek, 1 soal memiliki validitas rendah dan daya pembeda jelek, 1 soal tidak
valid dan daya pembeda jelek,1 soal memiliki validitas sangat rendah dan daya
pembeda bernilai negatif (dibuang) dan 1 soal meiliki validitas sangat rendah dan
No Validitas Daya Pembeda Tingkat Kesukaran Keterangan
Skor Klasifikasi Skor Klasifikasi Skor Klasifikasi
1 0,10
Sangat
rendah 0,06 Jelek 0,08 Sukar Dibuang
2 0,23 Rendah 0 Jelek 0,56 Sedang Dibuang
3 0,36 Rendah 0,33 Cukup 0,81 Mudah Digunakan
4 0,39 Rendah 0,39 Cukup 0,75 Mudah Digunakan
5 0,28 Rendah 0,28 Cukup 0,58 Sedang Digunakan
6 0,48 Cukup 0,22 Cukup 0,89 Mudah Digunakan
7 0,33 Rendah 0,33 Cukup 0,78 Mudah Digunakan
8 0,41 Cukup 0,22 Cukup 0,44 Sedang Digunakan
9 0,32 Rendah 0,22 Cukup 0,72 Mudah Digunakan
10 0,67 Tinggi 0,61 Baik 0,58 Sedang Digunakan
11 0,74 Tinggi 0,72 Baik Sekali 0,42 Sedang Digunakan
12 0,58 Cukup 0,33 Cukup 0,83 Mudah Digunakan
13 0,48 Cukup 0,28 Cukup 0,75 Mudah Digunakan
14 0,49 Cukup 0,28 Cukup 0,69 Sedang Digunakan
15 #DIV/0! Tidak valid 0 Jelek 1 Mudah Dibuang
16 0,55 Cukup 0,50 Baik 0,64 Sedang Digunakan
17 0,15
Sangat
rendah -0,06 Dibuang 0,75 Mudah Dibuang
18 0,16
Sangat
rendah 0,22 Cukup 0,44 Sedang Dibuang
19 0,50 Cukup 0,28 Cukup 0,86 Mudah Digunakan
20 0,44 Cukup 0,28 Cukup 0,69 Sedang Digunakan
21 0,41 Rendah 0,28 Cukup 0,86 Mudah Digunakan
22 0,02
Sangat
rendah 0,06 Jelek 0,14 Sukar Dibuang
23 0,52 Cukup 0,44 Baik 0,22 Sukar Digunakan
24 0,70 Tinggi 0,72 Baik Sekali 0,47 Sedang Digunakan
25 0,42 Cukup 0,22 Cukup 0,89 Mudah Digunakan
35
Yeyen Mi’rajiyanti, 2014
daya pembeda cukup. Untuk menentukan reliabilitas dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan metoda belah dua (split half method) awal dan akhir. Setelah
dilakukan perhitungan, didapatkan nilai reliabilitas untuk soal ini sebesar 0,86
dengan kriteria sangat tinggi. Adapun pengolahan data hasil uji coba instrumen
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.1.
G. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan dapat digolongkan menjadi dua
jenis yaitu data dari tes dan dari non-tes (lembar observasi).
1. Tes Prestasi
Tes ini berbentuk pilihan ganda sebanyak 20 soal yang diberikan kepada
siswa sebanyak dua kali yaitu sebelum treatment (pretest) dan setelah diberikan
treatment (posttest) untuk mengetahui hasil belajar pada domain knowing and
understanding.
2. Lembar Observasi Hasil Belajar Siswa Domain II, Domain III dan Domain IV
Untuk mengukur hasil belajar siswa pada domain II yaitu domain exploring
and discovering (process of science domain), domain III yaitu domain imagining
and creating (creativity domain) dan domain IV yaitu domain feeling and valuing
(attitudinal domain), digunakan lembar observasi dengan penilaian yang
berdasarkan pada kriteria yang telah ditentukan. Lembar observasi domain
exploring and discovering (process of science domain) berisi aspek-aspek berupa
proses sains dasar dan proses sains terpadu. Untuk lembar observasi domain
imagining and creating (creativity domain) berisi aspek-aspek penilaian produk
berupa poster/kartun sains. Sedangkan lembar observasi domain feeling and
valuing (attitudinal domain) berisi aspek-aspek penilaian sikap ilmiah yang akan
dicapai siswa pada saat pembelajaran. Hasil belajar siswa pada ke tiga domain ini
diukur dengan menggunakan skala nilai 1-4 dengan menggunakan teknik cheklist
pada skala yang dianggap cocok diberikan kepada siswa.
3. Lembar observasi keterlaksanaan levels of inquiry model
Untuk mengetahui keterlaksanaan levels of inquiry model digunakan lembar
observasi keterlaksanaan pembelajaran untuk setiap pertemuan yang dinilai oleh
observer.
36
Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan perhitungan
data statistik. Tujuan dari pengolahan data ini yaitu untuk mengetahui keterlaksanaan
pembelajaran dan peningkatan hasil belajar siswa setelah diterapkan levels of inquiry
model. Adapun teknik pengolahan data yang dilakukan pada penelitian ini antara lain
:
a. Tes Prestasi
Tes prestasi digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa pada domain
knowing and understanding. Jika instrumen yang dibuat telah valid, reliabel serta
sudah diketahui daya pembeda dan tingkat kesukarannya, maka instrumen
tersebut diberikan kepada siswa. Setelah instrumen diberikan kepada siswa, lalu
dilakukan pengolahan data sebagai berikut :
1) Memberi skor pretest dan posttest
Pemberian skor untuk pilihan ganda dihitung dengan metode right only,
yaitu jawaban benar diberi skor 1 dan jawaban salah atau butir soal yang tidak
dijawab diberi skor 0. Pemberian skor dihitung dengan menggunakan rumus
:
= ∑ … . . .
Keterangan :
S = Skor siswa
R = Jawaban siswa yang benar
2) Perhitungan nilai gain
Nilai gain diperoleh dari selisih tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest)
yang secara sistematis dirumuskan dengan persamaan berikut :
� = �− � … . . .
Keterangan :
G = gain
� = skor tes akhir (posttest)
� = skor tes awal (pretest)
37
Yeyen Mi’rajiyanti, 2014
Gain yang dinormalisasi merupakan perbandingan antara skor gain yang
diperoleh siswa dengan skor gain maksimum yang dapat diperoleh, secara
matematis dituliskan sebagai berikut :
� =% �− % �
− % � … . . .
Untuk rata-rata gain yang dinormalisasi :
� =% � − % �
− % � … . . .
Keterangan :
� = Gain yang dinormalisasi
� = Rata-rata gain yang dinormalisasi % � = Persentase skor tes akhir
% � = Persentase rata-rata skor tes akhir
% � = Persentase skor awal
% � = Persentase rata-rata skor tes awal
4) Menentukan kriteria efektivitas pembelajaran berdasarkan kriteria yang
[image:32.595.93.508.182.632.2]tercantum pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6. Kriteria Skor Gain yang Dinormalisasi
Gain Klasifikasi
� , Tinggi
, > � , Sedang
� < , Rendah
(Hake, 1999)
b. Lembar Observasi
1) Pengolahan Lembar Observasi Keterlaksanaan Levels of Inquiry Model
Dalam lembar observasi untuk menilai keterlaksanaan levels of inquiry
model dapat dilakukan dengan mengisi kolom yang disediakan serta mengisi
pada kolom kritik dan saran agar kekurangan yang terjadi selama
pembelajaran bisa diketahui sehingga diharapkan pembelajaran selanjutnya
bisa lebih baik. Format penilaian lembar observasi dalam bentuk Skala
Guttman yang dibuat dalam dua interval yaitu “ya” atau “tidak”. Langkah –
langkah dilakukan untuk menghitung persentase keterlaksanaan levels of
38
1. Menjumlahkan indikator keterlaksanaan levels of inquiry model yang
terlaksana sesuai dengan format observasi yang telah dibuat.
2. Menghitung persentase keterlaksanaan levels of inquiry model dengan
menggunakan rumus :
= ℎ � � � � � × % … . . .
3. Menginterpretasikan persentase keterlaksanaan pembelajaran yang
[image:33.595.90.513.120.765.2]diperoleh.
Tabel 3.7. Interpretasi Keterlaksanaan Pembelajaran
Keterlaksanaan Kategori
0 % - 20 % Sangat kurang
21 % - 40 % Kurang
41 % - 60 % Cukup
61 % - 80 % Baik
81 % - 100 % Sangat baik
(Riduwan, 2012:15)
2) Pengolahan Lembar Observasi Hasil Belajar Siswa
1. Domain exploring and discovering
Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada domain exploring and
discovering dilakukan pengukuran dengan menggunakan lembar
observasi sesuai dengan aspek penilaian serta kriteria-kriteria yang telah
ditentukan. Lembar observasi tersebut berisi beberapa proses sains yang
diharapkan muncul pada siswa ketika melakukan percobaan dan lembar
observasi ini menggunakan skala skor 1 sampai 4 dengan teknik cheklist
pada skala yang dianggap cocok diberikan kepada siswa. Skor yang
diperoleh siswa untuk tiap aspek penilaian akan diolah dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menghitung skor rata-rata setiap aspek domain exploring and
discovering
2. Menentukan skor ideal
3. Menghitung besarnya persentase tiap aspek penilaian pada domain
exploring and discovering dengan menggunakan rumus :
39
Yeyen Mi’rajiyanti, 2014
4. Persentase tiap aspek penilaian kemudian direntangkan ke dalam tiga
kategori menurut Mundilarto (2012:68). Rentang persentase dimulai
dari kemungkinan persentase paling rendah dan kemungkinan
[image:34.595.89.515.96.742.2]persentase paling tinggi.
Tabel 3.8. Kategori Penilaian Proses Sains
Domain Exploring and Discovering
Persentase Kategori
25 % - 49 % Kurang
50 % - 74 % Cukup
75 % - 100 % Baik
2. Domain Imagining and Creating
Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada domain imagining and
creating, dilakukan pengukuran dengan menggunakan lembar penilaian
produk sesuai dengan aspek penilaian serta kriteria-kriteria yang telah
ditentukan. Skor yang diperoleh siswa untuk tiap aspek penilaian akan
diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menghitung skor rata-rata setiap aspek domain imagining and
creating
2. Menentukan skor ideal
3. Menghitung besarnya persentase tiap aspek penilaian pada domain
imagining and creating dengan menggunakan rumus :
= � − × % … . . .
4. Persentase tiap aspek penilaian kemudian direntangkan ke dalam tiga
kategori menurut Mundilarto (2012:68). Rentang persentase dimulai
dari kemungkinan persentase paling rendah dan kemungkinan
persentase paling tinggi.
Tabel 3.9. Kategori Penilaian Produk
Domain Imagining and Creating
Persentase Kategori
25 % - 49 % Kurang
50 % - 74 % Cukup
40
3. Domain Feeling and Valuing
Pengolahan data untuk mengukur hasil belajar siswa pada domain
feeling and valuing diukur dengan menggunakan lembar observasi.
Lembar observasi pada domain ini menggunakan skala skor 1 sampai 4
dengan menggunakan teknik cheklist pada skala yang dianggap cocok
diberikan kepada siswa. Skor yang diperoleh siswa untuk tiap aspek
penilaian akan diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menghitung skor rata-rata setiap aspek domain feeling and valuing
2. Menentukan skor ideal
3. Menghitung besarnya persentase tiap aspek penilaian pada domain
feeling and valuing dengan menggunakan rumus :
= � − × % … . . .
4. Persentase tiap aspek penilaian kemudian direntangkan ke dalam tiga
kategori menurut Mundilarto (2012:68). Rentang persentase dimulai
dari kemungkinan persentase paling rendah dan kemungkinan
[image:35.595.89.515.101.634.2]persentase paling tinggi.
Tabel 3.10. Kategori Penilaian Sikap Ilmiah
Domain Feeling and Valuing
Persentase Kategori
25 % - 49 % Kurang
50 % - 74 % Cukup
Yeyen Mi’rajiyanti, 2014
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis data penelitian yang telah
dilakukan di salah satu SMA Negeri di kota Cimahi kelas X mengenai penerapan
levels of inquiry model pada pembelajaran fisika, dapat disimpulkan bahwa
terdapat peningkatan hasil belajar siswa pada domain knowing and understanding
dengan kategori sedang, hasil belajar siswa pada domain exploring and
discovering masih berada dalam kategori cukup serta hasil belajar siswa pada
domain imagining and creating dan domain feeling and valuing berada dalam
kategori baik. Secara khusus kesimpulan dalam penelitian ini akan dijelaskan
sebagai berikut :
1. Hasil belajar siswa pada domain knowing and understanding setelah
diterapkannya levels of inquiry model memiliki rata-rata gain yang dinormalisasi
sebesar 0,60 dengan kategori sedang. Hal ini menunjukkan adanya rasa antusias
dan motivasi yang besar dalam mengikuti pembelajaran serta siswa telah terbiasa
mengkonstruksi pengetahuannya melalui kegiatan inquiry.
2. Hasil belajar siswa pada domain exploring and discovering (process of science
domain) setelah diterapkannya levels of inquiry model memiliki rata-rata
persentase untuk keseluruhan aspek penilaiannya sebesar 70 % dengan kategori
cukup. Pada saat pembelajaran, proses sains siswa sudah mulai terlihat dengan
aspek yang memiliki persentase tertinggi yaitu aspek observasi dan aspek yang
memiliki persentase terendah yaitu aspek komunikasi.
3. Hasil belajar siswa pada domain imagining and creating (creativity domain) yang
meliputi aspek isi, penggunaan bahasa dan tampilan produk setelah
diterapkannya levels of inquiry model memiliki rata-rata persentase sebesar 81%
dalam kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa siswa telah mampu
menuangkan ide-ide yang diperoleh dari pemahaman konsep pada materi yang
telah dipelajari dan mengembangkan kreativitas yang dimilikinya melalui media
62
4. Hasil belajar siswa pada domain feeling and valuing (attitudinal domain) setelah
diterapkannya levels of inquiry model memiliki rata-rata persentase untuk
keseluruhan aspek penilaiannya sebesar 76 % dengan kategori baik. Hal ini
menunjukkan bahwa, secara umum sikap ilmiah siswa telah mampu
dikembangkan melalui pembelajaran levels of inquiry model dengan beberapa
aspek sikap ilmiah seperti aspek kerja sama dalam percobaan, tanggung jawab,
disiplin dan tekun berada dalam kategori baik sedangkan aspek kerja sama dalam
diskusi kelompok dan teliti berada dalam kategori cukup.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran yang
diajukan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut :
1. Penerapan levels of inquiry model pada pembelajaran fisika dapat dijadikan
alternatif solusi untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran
di kelas.
2. Memberikan motivasi kepada siswa dalam melakukan kegiatan percobaan
sehingga siswa menjadi termotivasi untuk melakukan kegiatan percobaan,
dengan begitu dapat melatih kemampuan proses sains siswa serta dapat
menumbuhkan sikap ilmiah siswa.
3. Manajemen kelas dalam penerapan levels of inquiry model pada pembelajaran
fisika harus direncanakan sebaik mungkin sehingga proses pembelajaran dapat
berjalan dengan baik
4. Agar penerapan levels of inquiry model pada pembelajaran fisika dapat berjalan
dengan baik dan lancar, maka perlu memperhatikan sarana dan prasarana yang
Yeyen Mi’rajiyanti, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2011). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (edisi revisi). Jakarta: Bumi
Aksara.
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata
Pelajaran Fisika, Jakarta: Depdiknas
Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Naskah Akademik: Kajian Kurikulum Mata
Pelajaran IPA SMP, Jakarta: Depdiknas
Hake, R.R. (1999). Analizing Change/Gain Score. USA: Department of Physics, Indiana
University.
Mundilarto. (2012). Penilaian Hasil Belajar Fisika. Yogyakarta : UNY Press.
Purwanto, M, N. (2011). Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya
Riduwan. (2012). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta
Sudjana. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed
Methods). Bandung : Alfabeta
Trianto. (2011). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif : Konsep, Landasan
dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta
: Kencana Prenada Media Group.
Wenning, C.J. (2005a). “Levels of Inquiry: Hierarchies of pedagogical practices and
inquiry process”. Journal of Physics Teacher Education Online.2, (3), 3-11
64
Wenning, C.J. (2011). “The Levels of Inquiry Model of Science Teaching”. Journal of
Physics Teacher Education Online. 6, (2), 9-16.
Wirtha, I. (2008). “Pengaruh Pembelajaran dan Penalaran Formal Terhadap Penguasaan
Konsep Fisika dan Sikap Ilmiah Siswa SMA NEGERI 4 SINGARAJA”. Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, 1, (2), 15-29.
Yager, E.R.,& McCormack, A.J. (1989). “Assessing Teaching Learning Successes in Multiple Domains of Science and Science Education.” Science Education Journal.
73, (1), 45-58
Zuchdi, D. (2011). Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktik.Yogyakarta
: UNY Press.
Zulaiha, F. (2013). Penerapan Pembelajaran Terpadu Tema Gunung Meletus untuk
Meningkatkan Hasil Belajar dan Penanaman Karakter Siswa SMP. Skripsi Sarjana