PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS
ANTARA SISWA YANG BELAJAR DENGAN DISCOVERY LEARNING DAN
PROBLEM BASED LEARNING
SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
oleh
Ridha Zahratun
NIM 1002524
DEPARTEMEN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN
MATEMATIS ANTARA SISWA YANG BELAJAR DENGAN DISCOVERY
LEARNING DAN PROBLEM BASED LEARNING
Oleh
Ridha Zahratun
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
©
Ridha Zahratun 2014
Universitas Pendidikan Indonesia
Desember 2014
Hak cipta dilindungi undang-undang.
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul
“perbandingan
peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar
dengan discovery learning dan problem based learning”
ini beserta seluruh
isinya adalah benar-benar karya saya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan
atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai etika ilmu yang berlaku dalam
masyarakat keilmuan. Atas pernyataan tersebut, saya siap menanggung
risiko/sanksi apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran etika
keilmuan atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, Desember 2014
Yang membuat pernyataan,
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRAK
Ridha Zahratun (1002524). Perbandingan Peningkatan Kemampuan Pemahaman
Matematis antara Siswa yang Belajar dengan Discovery Learning dan Model
Problem Based Learning.
Matematika memiliki peran yang besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Contoh peran matematika seperti konsep peluang yang digunakan dalam cabang ilmu biologi, konsep persentase dalam ilmu akuntansi, dan lain-lain. Hal ini mengharuskan siswa yang mempelajari matematika untuk bisa memahami matematika secara baik dan benar agar peran matematika bisa lebih luas lagi. Permasalahannya, kondisi kemampuan pemahaman matematis siswa, terutama di Kota Bandung, masih tergolong rendah. Hal ini berdasarkan hasil tes kemampuan pemahaman matematis yang dilaksanakan di salah satu SMA di Kota Bandung, yaitu terdapat 33 dari 48 siswa yang memiliki skor dibawah 50 dari skor maksimal ideal 100. Salah satu faktor rendahnya kemampuan tersebut adalah ketidakberanian siswa dalam berpendapat. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan model pembelajaran Discovery Learning dan Problem Based Learning untuk membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan pemahaman matematisnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan desain penelitiannya kelas kontrol non ekuivalen. Teknik pengumpulan data melalui pemberian pre-test dan post-test terhadap dua kelas eksperimen. Dari hasil penelitian,dengan melihat rata-rata indeks gain tiap kelas, menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang belajar dengan Discovery Learning memiliki peningkatan kemampuan pemahaman matematis yang tergolong rendah, sedangkan untuk yang belajar dengan Problem Based Learning tergolong sedang.
Kata kunci: kemampuan pemahaman matematis, Discovery Learning, Problem Based
Learning.
ABSTRACT
Mathematics is really worthwhile on science development. For example, the probability concept is used in biology, percentage concept is used in accountancy, etc. It requires the student to understand mathematics right and good, so that the role of
mathematics would expand. However, the student’s capability in understanding
mathematics, especially in Bandung City, is low. It grounded on the result of mathematical understanding test which is held in one of many high schools in Bandung City, there are 33 of 48 students were getting scores under 50 at a maximum ideal score is
100. One of many factors which cause a low mathematical understanding is the student’s
anxiety in having a notion. Therefore, this research is using the Discovery Learning and
Problem Based Learning models to increase the student’s mathematical understanding. The research is held in one of many high schools in Bandung City. The research method is a quasi-experiment with non-equivalent control class as the research design. Data collection by giving a pre-test and a post-test to each experiment classes. The result of the research, by observed the mean of gain index of each class, showed that the students in Discovery Learning class appertain in a low level of raising mathematical understanding, whereas students in Problem Based Learning class in medium level.
Keywords: mathematical understanding ability, Discovery Learning, Problem Based
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan
Pernyataan Bebas Plagiarisme ... i
Ucapan Terima Kasih ... ii
Abstrak ... iii
Daftar Isi... iv
Daftar Tabel ... vi
Daftar Lampiran ... vii
Bab I : Pendahuluan
A.
Latar Belakang ... 1
B.
Rumusan Masalah ... 5
C.
Tujuan Penelitian ... 5
D.
Manfaat Penelitian ... 6
E.
Struktur Organisasi Skripsi ... 6
Bab II : Kajian Pustaka
A.
Pemahaman Matematis ... 9
B.
Discovery Learning ... 12
C.
Problem Based Learning ... 17
D.
Hipotesis Penelitian ... 20
Bab III : Metode Penelitian
A.
Populasi dan Sampel ... 21
B.
Metode dan Desain Penelitian ... 21
C.
Instrumen Penelitian ... 22
D.
Perangkat Pembelajaran... 31
E.
Prosedur Penelitian ... 31
F.
Teknik Pengolahan Data ... 32
Bab IV : Temuan dan Pembahasan
A.
Temuan ... 35
v
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Bab V : Simpulan dan Rekomendasi
vi
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
B.
... 48
C.
Rekomendasi... 48
Daftar Pustaka ... 49
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Perbandingan Pemahaman Instrumental dengan Pemahaman
Relasional ... 9
Tabel 3.1 Pedoman pemberian skor soal kemampuan pemahaman
matematis ... 23
Tabel 3.2 Klasifikasi Koefisien Validitas ... 26
Tabel 3.3 Data Hasil Uji Validitas Tiap Butir Soal ... 26
Tabel 3.4 Kalsifikasi Koefisien Reliabilitas... 27
Tabel 3.5 Kriteria Tingkat Kesukaran ... 29
Tabel 3.6 Data Hasil Uji Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal ... 29
Tabel 3.7 Kriteria Daya Pembeda ... 30
Tabel 3.8 Data Hasil Uji Daya Pembeda Tiap Butir Soal ... 30
Tabel 4.1 Data Statistik Deskriptif Hasil Pre-test Kelas Eksperimen 1 dan
2 ... 35
Tabel 4.2 Data Hasil Uji Normalitas Data Pre-test... 37
Tabel 4.3 Data Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Non-Parametrik
Mann-Whitney ... 38
Tabel 4.4 Data Statistik Deskriptif Hasil Post-test Kelas Eksperimen 1
dan 2 ... 39
Tabel 4.5 Data Hasil Uji Normalitas Data Post-test ... 40
Tabel 4.6 Data Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Non-Parametrik
Mann-Whitney Data Post-test... 41
Tabel 4.7 Data Persentase Kualitas Kemampuan Pemahaman Matematis
Kelas Eksperimen 1 dan 2 ... 42
Tabel 4.8 Data Hasil Uji Normalitas Data Indeks Gain ... 43
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A: Alat, Bahan Ajar, dan Instrumen Penelitian
Lampiran B: Hasil Uji Coba Instrumen
Lampiran C: Hasil Pengolahan Data
Lampiran D: Surat-surat
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Matematika adalah ilmu yang memiliki peranan penting dalam
perkembangan ilmu pengetahuan. Tanpa peranannya, mungkin saja
perkembangan ilmu pengetahuan akan berhenti berkembang. Karena
peranan yang begitu besar, kemudian matematika dapat dikatakan sebagai
ratu dari ilmu pengetahuan.
Penerapan matematika dalam cabang ilmu pengetahuan alam
contohnya adalah pada biologi, dimana konsep peluang digunakan dalam
menentukan kemungkinan jenis individu baru yang lahir dari hasil
persilangan dua induk yang memiliki beberapa perbedaan karakteristik.
Dalam ilmu pengetahuan sosial, peranan matematika contohnya terdapat
pada ekonomi, dimana konsep program linier dapat digunakan dalam
menentukan keuntungan maksimum suatu produksi. Selain itu, pada ilmu
akuntansi, konsep persentase digunakan dalam penentuan nilai bunga yang
dikenai pada nasabah bank.
Siswa harus memahami konsep-konsep dalam matematika dengan
baik dan benar agar dapat menerapkan matematika dalam berbagai cabang
ilmu lainnya, terutama bagi siswa tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA).
Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Wahyudin (dalam
Riksasusila, 2013) bahwa pada masa sekarang ini para siswa sekolah
menengah mesti mempersiapkan diri untuk hidup dalam masyarakat yang
menuntut pemahaman dan apresiasi terhadap matematika.
Selain itu, beberapa ahli dalam bidang matematika merumuskan lima
kemampuan matematis yang harus dikuasai oleh siswa tingkat dasar
sampai menengah. Lima kemampuan tersebut adalah pemahaman konsep,
penalaran, komunikasi, pemecahan masalah dan memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan (Depdiknas, 2007).
Comment [r1]: Riksasusila, Hepy. 2013. Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Open Ended dan Metode Cooperative Learning Tipe Jigsaw.
2
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pemahaman konsep menjadi salah satu dari beberapa tujuan
pembelajaran yang harus dicapai siswa dari proses belajarnya
(Kemendikbud, 2013). Tujuan-tujuan tersebut terangkum dalam
kompetensi inti sebagai berikut:
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. 2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung
jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahn dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban tekait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
Berdasarkan tujuan pembelajaran yang dijelaskan dalam kurikulum
2013, penjelasan dari Depdiknas dan pendapat yang dikemukakan oleh
Wahyudin, maka pemahaman konsep menjadi salah satu kompetensi yang
sangat penting untuk dicapai oleh siswa dari proses pembelajaran yang
mereka alami.
Hasil studi pendahuluan mengenai kemampuan pemahaman
matematis siswa yang dilakukan penulis di salah satu SMA di Kota
Bandung, menunjukkan bahwa terdapat 33 dari 48 siswa yang mendapat
nilai dibawah 50 dari skor maksimal 100. Hal tersebut menunjukkan
bahwa masih ada siswa di Kota Bandung yang belum memahami
matematika dengan baik.
Hasil penelitian Wahyudin (dalam Yenni, 2012) menunjukkan bahwa
rata-rata tingkat penguasaan matematika siswa dalam pelajaran
matematika adalah 19,4% dengan simpangan baku 9,8. Dari penelitian
tersebut diperoleh bahwa model kurva berkaitan dengan tingkat
3
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
penguasaan para siswa adalah positif (miring ke kiri) yang berarti sebaran
tingkat penguasaan siswa tersebut cenderung rendah. Wahyudin
menjelaskan salah satu alasan sejumlah siswa gagal menguasai dengan
baik pokok-pokok materi dalam matematika yaitu karena siswa cenderung
kurang memahami konsep materi yang sudah dipelajari.
Selain itu, Priatna (2003) mengemukakan bahwa terdapat kesalahan
pemahaman yang berbeda dilihat dari peringkat sekolah (cluster) dalam
melakukan pemahaman matematis, antara lain kesalahan pada pemahaman
instrumental paling banyak dialami siswa dari sekolah peringkat rendah
(cluster 3) dan kesalahan pemahaman relasional banyak dialami siswa dari
sekolah peringkat rendah (cluster 3) dan sedang (cluster 2).
Salah satu penyebab rendahnya kemampuan pemahaman matematis
siswa adalah ketidakberanian untuk berpendapat di dalam kelas. Seperti
yang dikatakan Suherman (2008, hlm. 2) bahwa pemahaman adalah
kemampuan memaknai sesuatu dengan pertanyaan mengapa, dari mana,
atau bagaimana.
Menyikapi masalah di atas, maka kegiatan pembelajaran harusnya
tidak hanya sekadar kegiatan mentransfer pengetahuan dari guru kepada
siswa, tetapi juga dapat membuat siswa memaknai kegiatan belajar itu
sendiri dan siswa leluasa dalam mengungkapkan pendapatnya. Seperti
yang dikatakan Turmudi (dalam Sofian, 2011) bahwa proses pembelajaran
yang hanya sekadar kegiatan mentransfer pengetahuan dari guru kepada
siswa, dapat memperkecil kesempatan siswa untuk berpendapat, karena
peran utama proses pembelajaran tersebut bukanlah siswa, melainkan
guru. Oleh karena itu, bentuk kegiatan pembelajaran yang dapat digunakan
untuk meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa melalui
keleluasaan berpendapat, antara lain dengan model pembelajaran
Discovery Learning (DL) ataupun Problem Based Learning (PBL).
Model pembelajaran Discovery Learning adalah suatu model
pembelajaran yang menekankan pada kegiatan siswa untuk menemukan
sesuatu. Menurut Wilcox (dalam Ratumanan, 2004), dalam pembelajaran
Comment [r4]: Priatna, N. 2003. Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Kelas 3 SLTP di Kota Bandung
Comment [r5]: Suherman, Erman.
(2008). “Handout Perkuliahan Belajar
dan Pembelajaran
Matematika”. Jurusan Pendidikan
Matematika UPI Bandung: tidak diterbitkan.
4
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dengan penemuan, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui
keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip, dengan melakukan percobaan ataupun observasi. Selain itu,
model pembelajaran Discovery Learning memberi keleluasaan bagi siswa
untuk mengungkapkan pendapat berupa pernyataan ataupun pertanyaan,
karena siswa tidak bergantung pada guru dalam hal memperoleh informasi,
tetapi siswa juga dapat memanfaatkan lingkungan yang ada di sekitarnya
sebagai sumber informasi (Moedjiono dan Dimyati, 1991).
Kegiatan yang dilaksanakan dalam pembelajaran dengan
menggunakan model Discovery Learning adalah stimulasi, pernyataan,
pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian, dan penarikan
kesimpulan (Syah, 2004, hlm. 244). Adapun kelebihan dari model
Discovery Learning adalah membantu siswa menghilangkan
keragu-raguan karena siswa mendapat kepercayaan untuk bekerja sama dengan
yang lainnya (Kemendikbud, 2013).
Selanjutnya, Kemendikbud (2013) menjelaskan model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) sebagai model pembelajaran yang
berdasarkan atas masalah nyata yang bersifat terbuka agar siswa dapat
mengembangkan keterampilannya untuk bisa menyelesaikan masalah
tersebut. Pusdiklatkes (2004) menyebutkan bahwa Problem Based
Learning adalah suatu proses pembelajaran yang diawali dari
masalah-masalah yang ditemukan dalam suatu lingkungan.
Kegiatan-kegiatan yang terdapat dalam model pembelajaran Problem
Based Learning yaitu pemberian masalah, pendefinisian dan
pengorganisasian tugas belajar berkaitan dengan masalah, pengumpulan
informasi, dan penyelesaian masalah. Dari kegiatan-kegiatan tersebut,
maka siswa akan terdorong untuk paham baik terhadap masalah yang
diberikan maupun terhadap penyelesaian yang mereka berikan. Adapun
kelebihan dari model Problem Based Learning adalah dapat membantu
siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk memahami masalah di
sekelilingnya.
Comment [r7]: Modejiono dan Dimyati, Moh. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenederal Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.
Comment [r8]: Syah, Muhibbin. 2004.
Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Comment [r9]: Kemendikbud. 2013. Pengembangan Kurikulum 2013. Paparan Mendikbud dalam Sosialisasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud
Comment [r10]: Kemendikbud. 2013. Pengembangan Kurikulum 2013. Paparan Mendikbud dalam Sosialisasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud
Comment [r11]: Pusdiklatkes, (2004).
Bahan pembelajaran problem based learning (belajar berdasar masalah).
Diambil pada tanggal 24 Desember 2012, dari
5
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Perbedaan yang mendasar diantara kedua model tersebut adalah peran
guru saat proses pembelajaran. Model pembelajaran Discovery Learning
memerlukan peran guru lebih sedikit dibanding dengan model Problem
Based Learning. Guru memiliki peran sebagai pendukung siswa untuk bisa
menyelesaikan masalah yang dimaksud dengan usaha mereka sendiri.
Sedangkan, pada Problem Based Learning guru memiliki tugas untuk
membimbing secara langsung penyelidikan yang dilakukan siswa untuk
menyelesaikan masalah yang diberikan. Jadi, dapat dikatakan bahwa guru
memiliki peran lebih aktif pada model pembelajaran Problem Based
Learning daripada model Discovery Learning.
Pertimbangan dilakukannya penelitian tentang perbandingan antara
model pembelajaran Discovery Learning dengan Problem Based Learning
adalah untuk mengetahui alternatif model pembelajaran yang sesuai
dengan Kurikulum 2013 terhadap pembelajaran matematika untuk
meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa. Hal tersebut
dapat dilihat dari signifikansi hasil penelitian. Oleh karena itu, judul dari
penelitian ini adalah “Perbandingan Peningkatan Kemampuan
Pemahaman Matematis antara Siswa yang Belajar dengan Discovery
Learning dan Problem Based Learning”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang tercantum dalam latar belakang,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana:
1. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang
mengikuti pembelajaran dengan model Discovery Learning?
2. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang
mengikuti pembelajaran dengan model Problem Based Learning?
3. Perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa
yang mengikuti pembelajaran dengan model Discovery Learning
dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Problem
Based Learning?
6
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa melalui
pembelajaran dengan model Discovery Learning.
2. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa melalui
pembelajaran dengan model Problem Based Learning.
3. Perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa
yang mengikuti pembelajaran dengan model Discovery Learning
dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Problem
Based Learning.
D. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
pembaca tentang penerapan pembelajaran matematika dengan model
Discovery Learning dan Problem Based Learning sebagai referensi dalam
meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa.
E. Struktur Organisasi Skripsi
Skripsi ini tersusun dari lima bab yang terdiri dari pendahuluan, kajian
pustaka, metode penelitian, temuan dan pembahasan dan simpulan dan
rekomendasi.
Bab I, pendahuluan, berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, hipotesis penelitian dan struktur organisasi
skripsi. Latar belakang sendiri berisi tentang hal-hal yang menjadi alasan
dilakukan penelitian ini. Rumusan masalah berisi tentang masalah-masalah
yang akan diteliti dalam penelitian ini berdasarkan penjelasan dalam latar
belakang. Selanjutnya, tujuan penelitian berisi tentang tujuan dilakukannya
penelitian dengan berdasarkan pada rumusan masalah yang telah dibuat
7
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
penelitian berisi tentang kegunaan dari penelitian ini. Hipotesis penelitian
berisi tentang dugaan penulis terhadap hasil penelitian dengan berdasar
pada teori-teori yang digunakan. Sedangkan, struktur organisasi skripsi
berisi tentang sistematika penulisan serta gambaran dari isi setiap bab.
Bab II, kajian pustaka, berisi tentang teori-teori yang digunakan dalam
penelitian dan hipotesis penelitian. Teori-teori tersebut merupakan teori
pendukung yang diperoleh melalui berbagai sumber literatur. Teori-teori
yang digunakan adalah teori mengenai pemahaman matematis siswa,
model pembelajaran Problem Based Learning dan model pembelajaran
Discovery Learning. Hipotesis yang dibuat melihat pada permasalahan
yang ada dengan faktor-faktor penyebabnya dan berdasar kepada
teori-teori yang digunakan dalam menyelesaikan masalah yang diungkap dalam
penelitian ini.
Bab III, metode penelitian, berisi tentang populasi dan sampel
penelitian, metode dan desain penelitian, instrumen penelitian, perangkat
pembelajaran, prosedur penelitian dan teknik pengolahan data. Populasi
dan sampel penelitian berisi tentang subjek penelitian dan lokasi
dilaksanakannya penelitian. Metode dan desain penelitian berisi tentang
metode dan desain yang digunakan dalam penelitian ini dengan merujuk
pada teori-teori yang diperoleh dari berbagai sumber literatur. Instrumen
penelitian berisi tentang instrumen atau alat yang digunakan untuk
memperoleh data dan kemudian diolah dengan teknik pengolahan data
dengan menggunakan statistika. Prosedur penelitian berisi tentang
tahapan-tahapan yang dilakukan dari mulai persiapan, pelaksanaan,
analisis data dan pembuatan kesimpulan.
Bab IV, temuan dan pembahasan, berisi tentang temuan penelitian dan
pembahasan terhadap temuan penelitian. Temuan penelitian sendiri berisi
tentang penjelasan terhadap data-data yang diperoleh dari hasil penelitian
dan hasil pengolahannya. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk
statistik kemudian ditafsirkan secara deskriptif. Selanjutnya, data diolah
8
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
telah diolah secara statistika ditafsirkan lebih rinci dalam pembahasan agar
dapat terlihat lebih jelas hasil penelitiannya.
Bab V, simpulan dan rekomendasi, berisi tentang penjelasan singkat
mengenai hasil penelitian serta saran/rekomendasi yang bermanfaat dari
hasil penelitian. Simpulan menjawab rumusan masalah yang telah dibuat
pada bab I. Adapun rekomendasi diberikan atas pertimbangan kurang dan
lebihnya penelitian yang telah dilakukan dengan harapan
penelitian-penelitian berikutnya yang terkait dengan penelitian-penelitian ini tidak melakukan
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III
METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X semester
ganjil tahun akademik 2014/2015 di SMA Negeri 6 Bandung. Dari
beberapa kelas X yang ada di SMA Negeri 6 Bandung, dipilih dua kelas
untuk dijadikan kelas sampel. Kelas pertama akan dijadikan sebagai kelas
eksperimen 1 yang menggunakan model pembelajaran Discovery Learning
dan kelas kedua adalah kelas eksperimen 2 yang menggunakan
pembelajaran Problem Based Learning.
B. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi
eksperimen. Metode ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel
bebas terhadap variabel terikat (Ruseffendi, 2010, hlm. 35). Adapun
variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Discovery
Learning dan model pembelajaran Problem Based Learning. Sedangkan,
variabel terikatnya adalah kemampuan pemahaman matematis siswa.
Lebih lanjut, Ruseffendi (2010, hlm. 36) yang menyebutkan bahwa
pada kuasi eksperimen, subjek tidak dikelompokkan secara acak, karena
pengelompokkan baru secara acak, di lapangan tidak memungkinkan. Hal
ini sesuai dengan pemilihan sampel yang akan dilakukan. Pada pemilihan
sampel untuk penelitian ini, peneliti menerima keadaan subjek seadanya
dengan pertimbangan untuk mengefektifkan waktu penelitian dan tidak
perlu membentuk kelas baru yang akan menyebabkan perubahan jadwal
yang telah ada. Adapun desain penelitian kelompok kontrol non-ekivalen
pada penelitian ini (Ruseffendi, 2010, hlm. 53) adalah sebagai berikut :
O X1 O
---
22
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
23
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Keterangan :
X1 : Perlakuan (pembelajaran dengan model Discovery Learning)
X2 : Perlakuan (pembelajaran dengan model Problem Based Learning)
O : Pemberian Pre-test (sebelum perlakuan)
Pemberian Post-test (setelah perlakuan)
--- : Sampel tidak dipilih secara acak
Banyaknya pengamatan yang dilakukan sesuai dengan desain ini
adalah sebanyak 2 kali yaitu sebelum eksperimen dan sesudah eksperimen.
Pengamatan yang dilakukan sebelum eksperimen disebut pre-test dan
pengamatan sesudah eksperimen disebut post-test. Perbedaan hasil antara
pre-test dan post-test diasumsikan merupakan efek dari perlakuan yang
diberikan.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan
hasilnya lebih baik dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis
sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2002, hlm. 136). Instrumen yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah instrument tes kemampuan
pemahaman matematis.
Instrumen tes kemampuan pemahaman matematis digunakan untuk
mengukur kemampuan pemahaman matematis siswa, baik sebelum
pembelajaran maupun sesudah pembelajaran. Tes dilakukan dua kali yaitu
sebelum pembelajaran (pre-test) dan sesudah pembelajaran (post-test).
Tes ini diberikan kepada siswa secara individual. Pre-test diberikan untuk
melihat kemampuan awal siswa dan post-test diberikan untuk melihat
peningkatan siswa dalam kemampuan pemahaman matematis pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol.
Bentuk tes yang dipilih adalah tes uraian. Tes uraian dipilih karena
menurut Ruseffendi (2010), dengan tes uraian akan memperlihatkan
bahwa siswa-siswa yang telah menguasai materi secara benar yang dapat
24
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
menjawab soal yang diberikan dapat ditentukan sejauh mana
indikator-indikator pemahaman dapat tercapai. Adapun keunggulan-keunggulan soal
uraian menurut Munaf (2001, hlm. 9) adalah sebagai berikut :
1. Dapat digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam
mengorganisasikan pikiran, menganalisis masalah, menafsirkan
sesuatu, serta mengemukakan gagasan-gagasan secara rinci dan
teratur yang dinyatakan dalam bentuk tulisan.
2. Dapat lebih mudah dan lebih cepat tersusun.
3. Faktor menebak jawaban yang benar dapat dihilangkan.
Adapun kriteria pemberian skor kemampuan pemahaman matematis
yang digunakan mengadopsi dari penskoran oleh Prabawanto (2013)
seperti yang tertera pada tabel berikut ini:
Tabel 3.1
Pedoman pemberian skor soal
kemampuan pemahaman matematis
No
Soal Kriteria Penilaian Skor
1
Menjawab 2 persamaan benar dengan 2 syarat benar 4
Menjawab 2 persamaan benar dengan 1 syarat benar 3
- Menjawab 2 persamaan benar tanpa syarat/ syarat
salah
- Menjawab 1 persamaan benar dengan 1 syarat benar
- Menjawab 2 syarat benar tanpa persamaan/
persamaan salah
2
Menjawab tetapi persamaan salah ataupun syarat
salah 1
Tidak dikerjakan 0
2
Memilih a dan e dengan alasan benar 4
Hanya memilih 1 pilihan dan benar dengan alasan
benar 3
25
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
- Memilih a, b, c, d, dan e dengan alasan benar/ salah
- 1 pilihan benar dengan alasan benar
- Memilih a, b, c, d, dan e tanpa alasan
- 1 pilihan benar dengan alasan salah/ tanpa alasan
- Pilihan salah dengan alasan benar/ salah/ tanpa
alasan
1
Tidak dikerjakan 0
3
Pemisalan benar, proses benar 4
- Pemisalan benar, sebagian proses benar
- Pemisalan salah/tidak ada, proses benar 3
- Pemisalan benar/salah, proses salah
- Pemisalan tidak ada, proses benar 2
- Pemisalan benar/salah, tidak ada proses
penyelesaian
- Tidak ada pemisalan, sebagian proses benar / proses
salah
1
Tidak dikerjakan 0
4
Proses penyelesaian benar 4
Proses tidak selesai dengan sebagian proses benar 3
- Proses penyelesaian salah
- Tidak ada proses, jawaban benar 2
Tidak ada proses, jawaban salah 1
Tidak dikerjakan 0
5
Proses penyelesaian benar 4
Proses tidak selesai dengan sebagian proses benar 3
- Proses penyelesaian salah
- Tidak ada proses, jawaban benar 2
Tidak ada proses, jawaban salah 1
Tidak dikerjakan 0
26
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sebelum penelitian ini dilakukan, instrumen diujicobakan terlebih
dahulu agar alat evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas
baik. Adapun hal-hal yang perlu ditinjau dari alat evaluasi ini adalah
validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda dari instrumen
tersebut yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Analisis terhadap validitas butir soal
Suatu alat evaluasi disebut valid (absah) apabila alat
tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi.
Validitas atau keabsahan alat evaluasi tergantung pada ketepatan
alat evaluasi dalam menjalankan fungsinya. Secara umum dapat
dikatakan bahwa suatu alat untuk mengevaluasi karekteristik X
valid apabila yang dievaluasi itu karakteristik X pula. Alat
evaluasi yang valid untuk suatu tujuan tertentu belum tentu valid
untuk tujuan yang lain. Dengan kata lain, validitas suatu alat
evaluasi harus ditinjau dari karakteristik tertentu.
Oleh karena itu, suatu instrumen dikatakan valid apabila
dapat memberikan gambaran tentang data secara benar sesuai
dengan keadaan sesungguhnya dan tes tersebut dapat tepat
mengukur apa yang hendak diukur. Untuk mendapatkan validitas
butir soal bisa digunakan rumus Product Moment Pearson (dalam
Suherman dan Kusumah, 1990, hlm. 154), yaitu:
Keterangan:
= koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y.
X = skor siswa pada tiap butir soal.
Y = skor total tiap siswa.
N = Jumlah siswa.
Hasil perhitungan koefisien korelasi diinterpretasikan
dengan menggunakan kriteria pengklasifikasian dari Guilford
27
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
28
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tabel 3.2
Klasifikasi Koefisien Validitas
Koefisien
Validitas
Interpretasi
Korelasi sangat tinggi (sangat baik)
Korelasi tinggi (baik)
Korelasi sedang (cukup)
Korelasi rendah (kurang)
Korelasi sangat rendah, dan
Tidak valid
Berikut ini akan disajikan validitas dari soal yang telah
diujikan. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan
software Anates, diperoleh koefisien korelasi untuk setiap butir
soal sebagai berikut.
Tabel 3.3
Data Hasil Uji Validitas Tiap Butir Soal
Nomor Soal Koefisien Validitas Kriteria
1 0,616 Sedang
2 0,765 Tinggi
3 0,870 Tinggi
4 0,946 Sangat tinggi
5 0,833 Tinggi
Berdasarkan hasil perhitungan yang disajikan pada tabel di
atas, nilai koefisien validitas berkisar antara 0,616 sampai 0,946.
b. Analisis terhadap reliabilitas soal
Reliabilitas suatu alat evaluasi dimaksudkan sebagai suatu
alat yang memberikan hasil yang tetap sama (relatif sama) jika
29
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, dan
tempat yang berbeda pula. Alat evaluasi yang reabilitasnya tinggi
disebut alat evaluasi yang reliabel. Suatu alat evaluasi (tes dan
non tes) disebut reliabel apabila hasil evaluasi tersebut relatif
tetap jika digunakan untuk subjek yang sama. Relatif tetap di sini
dimaksudkan tidak tepat sama, tetapi mengalami perubahan yang
tak berarti (tidak signifikan) dan bisa diabaikan. Perubahan hasil
evaluasi ini disebabkan adanya unsur pengalaman dari peserta tes
dan kondisi lainnya. Rumus yang digunakan untuk mencari
koefisien reliabilitas bentuk uraian dikenal dengan rumus Alpha
(Suherman dan Kusumah, 1990, hlm. 194), yaitu:
Keterangan:
= koefisien reliabilitas.
= banyak butir soal (item)
= jumlah varians skor tiap item. = varians skor total.
Koefisien reliabilitas yang menyatakan derajat keterandalan
alat evaluasi, dinyatakan dengan r11. Tolak ukur untuk
menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi dapat
digunakan tolak ukur sebagai berikut:
Tabel 3.4
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
Koefisien Reliabilitas Interpretasi
Derajat reliabilitas sangat rendah
Derajat reliabilitas rendah
Derajat reliabilitas sedang
Derajat reliabilitas tinggi
Derajat reliabilitas sangat tinggi
30
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan dengan
menggunakan software Anates, diperoleh bahwa reliabilitas tes
kemampuan pemahaman matematis adalah 0,91 dengan kriteria
sangat tinggi.
c. Analisis terhadap indeks/tingkat kesukaran (IK) soal
Suatu hasil dari alat evaluasi dikatakan baik jika
menghasilkan skor atau nilai yang membentuk distribusi normal,
jika soal tersebut terlalu sukar, maka frekuensi distribusi yang
paling banyak terletak pada skor yang rendah karena sebagian
besar mendapat nilai jelek. Sebaiknya jika soal yang diberikan
terlalu mudah, maka frekuensi distribusi yang paling banyak pada
skor yang tinggi, karena sebagian besar siswa mendapat nilai
baik.
Indeks kesukaran adalah suatu bilangan yang menyatakan
derajat kesukaran suatu butir soal (Suherman dan Kusumah, 1990,
hlm. 212). Bilangan tersebut adalah bilangan real pada interval
mulai dari 0,00 sampai dengan 1,00. Soal dengan indeks
kesukaran mendekati 0,00 berarti butir soal tersebut terlalu sukar,
sebaliknya soal dengan indeks kesukaran mendekati 1,00 berarti
soal tersebut semakin mudah. Rumus yang digunakan untuk
menentukan indeks kesukaran soal bentuk uraian (Suherman dan
Kusumah, 1990, hlm. 213), yaitu:
Keterangan:
IK = Indeks Kesukaran.
= jumlah skor kelompok atas.
= jumlah skor kelompok bawah.
= jumlah skor ideal kelompok atas.
31
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Hasil perhitungan taraf kesukaran, kemudian
diinterpretasikan dengan kriteria seperti yang diungkapkan oleh
Suherman dan Kusumah (1990) seperti tercantum dalam tabel
berikut.
Tabel 3.5
Kriteria Tingkat Kesukaran
Tingkat Kesukaran Interpretasi
Soal terlalu sukar
Soal sukar
Soal sedang
Soal mudah
Soal terlalu mudah
Berikut ini akan disajikan indeks kesukaran dari soal
yang telah diujikan. Berdasarkan hasil perhitungan dengan
menggunakan software Anates, diperoleh indeks kesukaran untuk
setiap butir soal sebagai berikut.
Tabel 3.6
Data Hasil Uji Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal
Nomor Soal Indeks Kesukaran Kriteria
1 0,75 Mudah
2 0,67 Sedang
3 0,61 Sedang
4 0,61 Sedang
5 0,61 Sedang
d. Analisis terhadap daya pembeda soal
Daya pembeda (DP) dari suatu butir soal menyatakan
seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu
membedakan antara tesi yang mengetahui jawabannya dengan
32
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tesi yang menjawab salah). Dengan kata lain, daya pembeda
sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal itu untuk
membedakan antara siswa yang pandai atau berkemampuan tinggi
dengan siswa berkemampuan rendah. Rumus yang digunakan
untuk menentukan daya pembeda soal bentuk uraian adalah:
Keterangan:
DP = Daya Pembeda.
= jumlah skor kelompok atas.
= jumlah skor kelompok bawah.
= jumlah skor ideal kelompok atas.
Hasil perhitungan daya pembeda, kemudian
diinterpretasikan dengan kriteria seperti yang diungkapkan oleh
[image:30.595.171.450.97.534.2]Suherman dan Kusumah (1990), yaitu:
Tabel 3.7
Kriteria Daya Pembeda
Daya Pembeda Interpretasi
Soal sangat jelek
Soal jelek
Soal cukup
Soal baik
Soal sangat baik
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan
software Anates, diperoleh daya pembeda untuk setiap butir soal
sebagai berikut.
Tabel 3.8
Data Hasil Uji Daya Pembeda Tiap Butir Soal
Nomor Soal Daya Pembeda Kriteria
[image:30.595.179.380.631.670.2]33
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2 0,61 Baik
3 0,44 Baik
4 0,78 Sangat baik
5 0,72 Sangat baik
D. Perangkat Pembelajaran
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Sebelum melaksanakan proses pembelajaran di kelas, maka
peneliti harus menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
agar pembelajaran bisa berlangsung secara terarah dan tujuan yang
diinginkan tercapai RPP yang dibuat berdasarkan tahapan
menggunakan model Discovery Learning untuk kelas eksperimen 1
dan Problem Based Learning untuk kelas eksperimen 2.
2. Bahan Ajar
Bahan ajar yang dirancang untuk penelitian ini adalah Lembar
Kegiatan Siswa (LKS) yang didalamnya terdapat materi pelajaran dan
masalah-masalah yang harus dikerjakan oleh siswa. Lembar kegiatan
ini diberikan pada saat proses pembelajaran. LKS disusun sesuai
materi yang akan disampaikan.
E. Prosedur Penelitian
Secara garis besar, prosedur penelitian ini dilakukan dalam
tahap-tahap berikut ini:
1. Tahap persiapan
a. Mengidentifikasi masalah, merumuskan permasalahan.
b. Membuat proposal penelitian.
c. Menetapkan materi bahan ajar.
d. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan bahan
ajar dalam penelitian dalam bentuk LKS.
e. Menyusun instrumen penelitian.
34
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
g. Melakukan pengujian instrumen tes penelitian.
2. Tahap pelaksanaan
a. Pemilihan sampel sebanyak dua kelas.
b. Pelaksanaan pre-test kemampuan pemahaman matematis untuk
kedua kelas.
c. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan model Discovery
Learning pada kelas eksperimen 1 dan model Problem Based
Learning pada kelas eksperimen 2. LKS dan lembar observasi
guru diberikan pada kedua kelas.
d. Pelaksanaan post-test untuk kedua kelas.
3. Tahap analisis data
a. Mengumpulkan hasil data kuantitatif dan kualitatif.
b. Mengolah dan menganalisis data kuantitatif berupa hasil pre-test
dan post-test dari kedua kelas.
c. Mengolah dan menganalisis data kualitatif berupa lembar
observasi.
4. Tahap pembuatan kesimpulan
a. Membuat kesmipulan dari data kuantitatif yang diperoleh, yaitu
mengenai peningkatan kemampuan pemahaman matematis.
b. Membuat kesimpulan dari data kualitatif yang diperoleh, yaitu
mengenai tahapan pelaksanaan pembelajaran dengan model
Discovery Learning dan Problem Based Learning.
F. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini berupa
analisis data kuantitatif. Data kuantitatif meliputi data hasil pre-test dan
post-test serta data indeks gain.
a. Analisis Data pre-tes dan post-tes
Analisis data pre-test dan post-test digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar siswa sebelum
dan sesudah diberi perlakuan. Untuk mempermudah dalam
35
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software SPSS 20.
36
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1. Uji Normalitas
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data dari
masing-masing kelompok sampel berdistribusi normal atau
tidak. Untuk menghitung normalitas distribusi
masing-masing kelompok sampel digunakan uji Shapirov - Wilk.
2. Uji Homogenitas
Jika masing – masing kelompok berdistribusi normal,
maka dilanjutkan dengan pengujian homogenitas varians
kedua kelas menggunakan uji F atau Levene’s tes Uji ini
dilakukan untuk mengetahui apakah data dari masing-masing
kelompok sampel mempunyai varians populasi yang
homogen atau tidak.
3. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata
Uji perbedaan dua rata-rata bertujuan untuk mengetahui
apakah kedua kelas memiliki rata-rata yang sama atau tidak.
Ketentuan pengujiannya adalah sebagai berikut:
a. Jika data berdistribusi normal dan memiliki varians yang
homogen, maka pengujian dilakukan menggunakan uji t
(Independent Sample Tes).
b. Jika data berdistribusi normal dan memiliki varians yang
tidak homogen, maka pengujian dilakukan menggunakan
uji t` (Independent Sample Tes).
c. Jika data tidak berdistribusi normal, maka digunakan uji
statistik non parametrik yaitu uji (Mann-Whitney).
Perumusan hipotesis yang digunakan pada uji kesamaan
dua rata-rata data adalah:
H0 : Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan
pemahaman matematis antara siswa kelas eksperimen 1
dengan siswa kelas eksperimen 2.
H1 : Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan
pemahaman matematis antara siswa kelas eksperimen 1
37
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kriteria pengujiannya jika menggunakan taraf
signifikansi 0,05 adalah:
1. Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya lebih besar
atau sama dengan 0,05 maka H0 diterima.
2. Jika nilai signifikansi (sig.) pengujiannya lebih kecil 0,05
maka H0 ditolak.
b. Analisis data peningkatan kemampuan pemahaman matematis
Indeks gain digunakan untuk melihat peningkatan
kemampuan pemahaman siswa. Indeks gain adalah gain
ternormalisasi yang dihitung dengan menggunakan rumus
Meltzer:
Kriteria indeks gain adalah sebagai berikut:
Tinggi g > 0,70
Sedang 0,30 < g ≤ 0,70
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A.
Simpulan
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data pada Bab IV
penelitian, simpulan yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian adalah
sebagai berikut:
1.
Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang telah
mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Discovery
Learning termasuk pada kriteria rendah.
2.
Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang telah
mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based
Learning termasuk pada kriteria sedang.
3.
Terdapat perbedaan yang peningkatan kemampuan pemahaman
matematis antara siswa yang telah mengikuti pembelajaran dengan
model
Discovery
Learning
dengan
siswa
yang
mengikuti
pembelajaran dengan model Problem Based Learning.
B.
Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh mengenai
model pembelajaran menggunakan model Discovery Learning dan
Problem Based Learning, penulis merekomendasikan hal-hal berikut:
1.
Baik model Discovery Learning maupun Problem Based Learning,
dapat dijadikan model pembelajaran matematika untuk materi
tertentu dalam upaya peningkatan kemampuan pemahaman
matematis siswa. Tentunya, dengan pemilihan materi yang lebih
sesuai dengan model tersebut.
2.
Penelitian lanjutan dengan menggunakan model pembelajaran
Discovery Learning ataupun Problem Based Learning dapat
dilakukan untuk penelitian terhadap kompetensi lain yang ingin
Ridha Zahratun, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang belajar dengan discovery learning dan problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Atsnan, M. F. & Gazali, R. Y. (2013). Penerapan Pendekatan Scientific dalam
Pembelajaran Matematika SMP Kelas VII Materi Bilangan (Pecahan).
Makalah pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika
UNY, Yogyakarta.
Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Kajian Kebijakan Kurikulum Mata
Pelajaran Matematika. Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat
Kurikulum 2007. Jakarta: Depdiknas.
Dewi, Ella R. (2013). Discovery Learning. Makalah pada Kuliah Strategi
Belajar Mengajar Universitas Jember.
Gurdayanti, R. (2010). Pembelajaran Matematika dengan Menerapkan Model
Pembelajaran Pencapaian Konsep untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemahaman Matematis Siwa SMP. (Skripsi). Jurusan Pendidikan
Matematika, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung..
Herman, R.B. (2008.).
“
Handout Perkuliahan Medical Education Unit (MEU)
”
.
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas: Tidak diterbitkan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Dokumen paparan
Mendikbud dalam sosialisasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud.
Kemendikbud. (2013).
“Handout Sosialisasi Kurikulum 2013”. Tidak
diterbitkan.
Kluge, A. (2011). Interaction Design and Science Discovery Learning In the
Future Classroom. Nourdic Journal of Digital Literacy, 6 (3), hlm.
157-173.
Komalasari, K. (2010). Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi.
Bandung: Reflika Aditama.
Lucas, G. (2005). Educational Foundation. London: Edutopia.
Marthen, T. (2010). Pembelajaran Melalui Pendekatan REACT Meningkatkan
Kemampuan Matematis Siswa SMP. Jurnal Penelitian Pendidikan, 11 (2),
hlm. 129-141.
50
Muhibbin, S. (2004). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mulyani, R. (2008). Implementasi Pendekatan Diskursus dalam Pembelajaran
Matematika untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep. (Skripsi). Jurusan
Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Munaf, S. (2001). Evaluasi Pendidikan Fisika. Bandung: Jurusan Pendidikan
Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pendidikan Indonesia.
Nababan, H. (2013). Project Based Learning. Bandung: -.
NCTM.
(1989). Curriculum
and
Evaluation
Standards
for
School
Mathematics. Reston, VA: NCTM.
Prabawanto, S. (2013). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah,
Komunikasi,
dan
Self-Efficacy
Matematis
Mahasiswa
Melalui
Pembelajaran dengan Pendekatan Metacognitive-Scaffolding. (Disertasi).
Sekolah Pacasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Kelas
3 SLTP di Kota Bandung. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas
Pendidikan Indonesia, Bandung.
Proyek Development Undergraduated Education (DUE)
–
like Universitas
Indonesia. (2002). Dokumen Panduan Pelaksanaan Collaborative
Learning dan Problem Based Learning. Depok: Universitas Indonesia.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kesehatan (Pusdiklatkes). (2004). Bahan
Pembelajaran Problem Based Learning (Belajar Berdasa Masalah).
Diakses dari: http://www.lrckesehatan.net/cdroms_ht m/pbl/pbl.htm.
Ratumanan, T. G. (2004). Belajar dan Pembelajaran edisi kedua. Unesa:
University Press.
Rezak, C. J. (2011). Improving Corporate Training Results with Discovery
Learning
Methodology.
Diakses
dari:
http://www.paradigmlearning.com/documents/Business%20Games%20an
d%20Simulations%20007.pdf.
Riksasusila, H. (2013). Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa
melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Open Ended dan Metode
Cooperative Learning Tipe Jigsaw. (Tesis). Sekolah Pascasarjana,
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan
CBSA. Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, E.T. (2010). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang
51
Setyowati, Mulyono, & Chumdari. (2014). Upaya Peningkatan Pemahaman
Konsep Pecahan dalam Pembelajaran Matematika melalui Model Problem
Based Learning. Jurnal Mahasiswa PGSD, 3 (1), hlm. 1-5.
Skemp, R. R. (2006). Instrumental Understanding and Relational
Understanding. Mathematics Teaching In The Middle School, 12 (2), hlm.
88-95.
Sofian. (2011). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran
Matematis melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual. (Tesis).
Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Sudarman. (2012). Problem Based Learning: Suatu Model Pembelajaran untuk
Mengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah.
Jurnal Pendidikan Inovatif, 2 (2), hlm. 68-73.
Sudjana. (2004). Metode Statistika. Jakarta: Tarsito.
Suherman, E. & Turmudi. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika.
Bandung: JICA.
Suherman, E. (2008).
“
Handout Perkuliahan Belajar dan Pembelajaran
Matematika
.”
Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung: tidak
diterbitkan.
Suherman, E. & Kusuma, Y.S. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan
Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijaya Kusumah 157.
Suherman, E. dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: FPMIPA UPI.
Sumarmo, U. (2010). Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa dan
Bagaimana
dikembangkan
Pada
Siswa.
Diakses
dari:
http://math.sps.upi.edu/?cat=3.
Syah, M. (2004). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran MAtematika
(Berparadigma eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cita Pustaka.
Walle, J. V. D. (2008). Pengembangan Pengajaran Sekolah Dasar dan
Menengah Matematika Edisi Keenam Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Wulandari dan Surjono. (2013). Pengaruh Problem Based Learning terhadap
Hasil Belajar Ditinjau dari Motivasi Belajar PLC di SMK. Jurnal
Pendidikan Vokasi, 3 (2), hlm. 178-191.
Yenni. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran
Matematis Santri Putra dan Santri Putri melalui Metode Pembelajaran
Kooperatif Tipe TGT pada MTs Berbasis Pesantren. (Tesis). Sekolah
52