• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KEPENGAWASAN GURU SEKOLAH DASAR DI UPT SIDOHARJO WONOGIRI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KEPENGAWASAN GURU SEKOLAH DASAR DI UPT SIDOHARJO WONOGIRI."

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KEPENGAWASAN GURU SEKOLAH DASAR DI UPT SIDOHARJO WONOGIRI

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Arif Suseno NIM 12110244023

PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KEPENGAWASAN GURU SEKOLAH DASAR DI UPT SIDOHARJO WONOGIRI

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Arif Suseno NIM 12110244023

(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

“Education is the most powerful weapon which can you use to change the word”

(7)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat kehadirat-Nya yang telah memberikan nikmat serta anugerah-Nya, karya ini saya persembahkan untuk:

1. Kedua orang tua saya yang selalu mencurahkan seluruh kasih sayang, doa serta dukungan sehingga penulis berhasil menyusun karya ini.

(8)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KEPENGAWASAN GURU SEKOLAH DASAR DI UPT SIDOHARJO WONOGIRI

Oleh Arif Suseno NIM 12110244023

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi kebijakan kepengawasan guru sekolah dasar di UPT Sidoharjo Wonogiri, yang berisi tentang bagaimana implementasi kebijakan kepengawasan guru sekolah dasar. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah pengawas sekolah dan guru. Setting penelitian dilakukan di UPT Sidoharjo. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan model interaktif atau berkaitan satu sama yang lain sehingga data yang diperoleh jenuh, yaitu dengan tahapan pengumpulan data, reduksi data, dan penyajian data. Keabsahan data menggunakan teknik trianggulasi sumber dan teknik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) implementasi kepengawasan guru sekolah dasar dengan cara pengawas membina guru, menilai guru dan meningkatkan profesionalisme guru, (2) implementasi kebijakan kepengawasan guru sekolah dasar sebagai berikut: (a) komunikasi antara pengawas sekolah dengan guru di UPT Sidoharjo guru kesulitan memahami informasi yang diberikan pengawas, sehingga permasalahan belum terselesaikan,(b) sumber daya pengawas sekolah dasar di UPT Sidoharjo tidak sebanding dengan jumlah guru, sehingga pengawas datang ke sekolah sebulan sekali,(c) sikap dari pengawas sekolah dalam melaksanakan kebijakan tersebut hanya melakukan kegiatannya sesuai jadwal dan tidak ada tambahan di luar jadwal datang ke sekolah binaan (d) struktur birokrasi dalam kebijakan kepengawasan guru sekolah dasar secara garis besar sudah sesuai dengan peraturan menteri pendidikan.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmnat-Nya sehingga penulis masih diberikan kesempatan, kekuatan dan kemampuan untuk menyelesaikan proses penyusunan skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan Kepengawasan Guru Sekolah Dasar di UPT Sidoharjo Wonogiri” ini dengan baik dan lancar. Skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memenuhi gelar sarjana pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak dapat terwujud tanpa adanya kerja sama dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, atas segala kebijakan dan kebijaksanaannya memberikan kemudahan dalam kegiatan penyusunan belajar dikampus.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, yang telah memberikan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan, Program Studi Kebijakan Pendidikan, yang telah memberikan semangat dan kelancaran dalam pembuatan skripsi ini.

4. Dr. Arif Rohman, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah berkenan memberikan bimbingan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan skripsi ini dengan baik.

5. Drs. L. Hendrowibowo, M.Pd., selaku pembimbing akademik yang telah membimbing akademik dari awal hingga akhir proses studi.

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan pengalaman serta ilmu bermanfaat.

(10)

8. Kedua orangtuaku yang telah memberikan doa, semangat, kasih sayang, serta dukungannya.

9. Sahabat-sahabatku yang selalu mendukung dan memberikan semangat. 10. Kerabat Program Studi Kebijakan Pendidikan angkatan 2012 khususnya kelas

B.

Semoga semangat, motivasi, bantuan, bimbingan, dan dukungan yang telah diberikan mendapat balasan setimpat dari Allah SWT. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

(11)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMANPERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO. ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN. ... vi

ABSTRAK. ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR. ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Batasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI A. Implementasi Kebijakan ... 10

1. Pengertian Implementasi ... 10

2. Teori Implementasi ... 13

3. Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan... 20

4. Pengertian Kebijakan Pendidikan ... 21

(12)

B. Kebijakan Pemerintah ... 29

C. Pengawas Sekolah ... 30

1. Pengertian Pengawas Sekolah ... 30

2. Tugas Pokok dan Funsi Pengawas Sekolah ... 32

3. Beban Kerja Pengawas Sekolah ... 33

D. Guru ... 35

1. Pengertian Guru ... 35

2. Tugas Guru ... 36

3. Kualitas Guru ... 37

4. Kompetensi Guru ... 38

a. Pengertian Kompetensi Guru ... 38

b. Standar Kompetensi Guru. ... 38

E. Sekolah Dasar ... 44

1. Pengertian Sekolah Dasar ... 44

2. Tujuan Sekolah Dasar ... 45

F. Penelitian Yang Relevan ... 45

G. Kerangka Pikir ... 47

H. Pertanyaan Penelitian ... 50

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 51

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 52

C. Subjek Penelitian ... 52

D. Teknik Pengumpulan Data ... 52

E. Instrumen Penelitian ... 54

F. Teknik Analisis Data ... 56

G. Keabsahan Data... 58

(13)

2. Visi Misi UPT Sidoharjo. ... 61

3. Visi Misi Pengawas di UPT Sidoharjo. ... 62

B. Hasil Penelitian 1. Implementasi Kebijakan Kepengawasan Guru Sekolah Dasar pada Dimensi Pembinaan Guru di UPT Sidoharjo ... 62

2. Implementasi Kebijakan Kepengawas Guru Sekolah Dasar pada Dimensi Penilaian Guru di UPT Sidoharjo ... 64

3. Implementasi Kebijakan Kepengawas Guru Sekolah Dasar pada Dimensi Pembimbingan dan Pelatihan profesionalisme Guru di UPT Sidoharjo ... 65

4. Faktor Pendukung Implmentasi Kebijakan Kepengawasan Guru Sekolah Dasar di UPT Sidoharjo ... 66

C. Pembahasan ... 75

1. Implementasi Kebijakan Kepengawasan Guru Sekolah Dasar pada Dimensi Pembinaan Guru diUPT Sidoharjo. ... 75

2. Implementasi Kebijakan Kepengawasan Guru Sekolah Dasar pada Dimensi Penilaian Guru di UPT Sidoharjo ... 76

3. Implementasi Kebijakan Kepengawasan Guru Sekolah Dasar pada Dimensi Pembimbingan dan Pelatihan Profesionalisme Guru di UPT Sidoharjo ... 77

4. Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan Kepengawasan Guru Sekolah Dasar di UPT Sidoharjo ... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 88

(14)

DAFTAR GAMBAR

(15)

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Kisi-Kisi Pedoman Observasi... 55

Tabel 2. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara... 56

Tabel 3. Daftar Sekolah... 60

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Pedoman Wawancara... 91

Lampiran 2. Catatan Lapangan... 95

Lampiran 3. Transkip Wawancara... 103

Lampiran 4. Analisis Data Hasil Wawancara... 117

Lampiran 5. Dokumentasi... 122

Lampiran 6. Data Guru... 124

Lampiran 7. Program Pengawas... 126

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan sebagai usaha sadar bagi pengembangan manusia dan masyarakat, mendasarkan pada landasan pemikiran tertentu, pandangan hidup atau filsafat hidup, bahkan latar belakang sosiokultural tiap-tiap masyarakat, serta pemikiran-pemikiran psikologis tertentu (Dwi Siswoyo dkk, 2012: 1). Hal ini akan menentukan nasib suatu bangsa di masa yang akan datang tergantung dengan kualitas lembaga pendidikannya, baik formal, nonformal, dan informal.

Sesuai dengan pasal 1 Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ditegaskan bahwa fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan dan membentuk karakter watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan peserta didik dalam menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu dan kreatif. Tujuan pendidikan sebagai penuntun, pembimbing dan petunjuk arah bagi para peserta didik, guru, kepala sekolah maupun pengawas sekolah agar bekerja sama dalam mewujudkan tujuan pendidikan tersebut.

(18)

pelaksanaan pendidikan. Hal tersebut tertuang dalam Undang-undang nomor 20 Sistem Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 38 ayat (2) :

“Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah”

Pengawas akademik mempunyai peranan yang penting untuk mencapai tujuan pendidikan, jika ada penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan para pendidik, maka pengawas akan meluruskan agar guru melakukan tindakan-tindakan yang terarah dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Karena pengawas pendidikan harus mengetahui masalah-masalah yang ada pada sekolah sebab pengawas bertanggung jawab dalam mengontrol keberhasilan pendidikan. Tugas utama pengawas sekolah adalah mewujudkan usaha perbaikan pendidikan terhadap komponen atau unsur-unsur pendidikan.

(19)

Peraturan bersama Menteri Pendidkan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya tahun 2011 pasal 3 yang berbunyi:

“Tugas pokok Pengawas Sekolah adalah melaksanakan tugas pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan yang meliputi penyusunan program pengawasan, pelaksanaan pembinaan, pemantauan pelaksanaan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan, penilaian, pembimbingan dan pelatihan profesional Guru, evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan, dan pelaksanaan tugas kepengawasan di daerah khusus”

Sebagai supervisor akademik, pengawas sekolah berkewajiban untuk membantu kemampuan profesional guru agar dapat meningkatkan mutu pendidikan. Sedangkan sebagai supervisor manajerial, pengawas berkewajiban membantu kepala sekolah agar menciptakan sekolah yang efektif. Pembinaan dan pengawasan menjadi tugas pokok pengawas sekolah. Pengawas sekolah harus memiliki kualifikasi dan kompetensi yang lebih dari guru dan kepala sekolah. Peranan pengawas sekolah hendaknya menjadi konsultan pendidikan yang sentiasa mendampingi guru dan kepala sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

(20)

Pengaruh perubahan yang serba cepat mendorong guru untuk terus-menerus belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mobilitas masyarakat. Kegiatan supervisi merancang semangat guru agar melaksanakan tugasnya dan guru berusaha agar dapat mengembangkan dan mencari metode yang tepat untuk pembelajaran.

Peran pengawas sekolah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan pembinaan terhadap guru. Kegiatan utama pengawas dalam melaksanakan supervisi terhadap guru adalah meningkatkan mutu pembelajaran agar prestasi peserta didik meningkat. Dengan demikian perlu dilakukan pengawasan terhadap proses pembelajaran oleh pengawas sekolah. Adanya pengawasan proses pembelajaran secara teratur, disertai masukan-masukan yang membangun berupa rekomendasi hasil pengamatan guru dalam KBM, maka kegiatan belajar mengajar dapat berjalan efektif dan bermutu.

Permendiknas Nomor 12 tahun 2007 menyebutkan bahwa ruang lingkup pengawas sekolah adalah melakukan supervisi akademik dan supervisi manajerial dengan beban kerja sebanyak 37,5 per minggu. Kegiatan tatap muka ditetapkan 24 jam perminggu menggunakan pendekatan jumlah sekolah dan guru yang dibina. Jumlah sekolah yang harus dibina oleh pengawas SD minimal 10 sekolah dan/atau 15 sekolah dan jumlah guru yang harus dibina tiap pengawas SD paling sedikit 40 orang dan/atau 60 orang.

(21)

minim dikarenakan minimnya kualitas dan kemampuan pengawas sekolah dalam mengembangkan sekolah. Peran pengawas sekolah sangat penting karena pengawas sekolah seharusnya memahami apa yang diperlukan dalam menilai kinerja akademik,manajerial dankewirausahaan kepala sekolah.

Perda Wonogiri No. 22 tahun 2016 pasal 55mengatur tentang penyelenggarakan pendidikan yaitu pengawas sekolah diangkat dari guru atau kepala sekolah yang memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengawas sekolah melaksanakan penilaian dan pembinaan dari segi teknis pendidikan dan administrasi pada satuan pendidikan tertentu. Pengawas melakukan pembinaan dahulu lalu dilakukan penilaian atau penilaian dahulu baru pembinaan baik dari segi teknis pendidikan maupun administratif di sekolah secara terus-menerus adalah dalam tugas melakukan pengawasan pendidikan.

(22)

Letak geografis Kecamatan Sidoharjo yang terdiri dari dataran dan berbukit. Dengan kondisi geografis tersebut maka sekolah yang berada di desa jarang dikunjungi pengawas. Kurangnya pengawasan terhadap sekolah binaannya dapat mengakibatkan mutu sekolah menurun karena rendahnya semangat dan motivasi kerja guru dalam memperbaiki kekurangan dalam proses belajar mengajar. Apabila seorang guru malas untuk untuk membuat RPP dan hanya menggunakan metode pembelajaran yang membosankan ataupun kurang tepat bagi peserta didik maka tujuan dan pembelajaran yang membosankan ataupun kurang tepat bagi peserta didik maka tujuan dari pembelajaran tidak tercapai. Dengan demikian proses pembelajaran sangat diperlukan untuk menjaga kualitas pengajaran sekaligus dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi guru pada saat proses belajar mengajar di sekolah dasar.

Pengawasan akademik oleh pengawas merupakan sebuah proses dalam melaksankan tugas dan tanggung jawab pekerjaan yang diberikan sebagai penjamin mutu pendidikan sekolah sesuai dengan tugas pokoknya salah satunya adalah memberikan pengawasan yang berupa pembinaan kepada guru disekolah. Jika pengawas melaksanakan tugas sesuai dengan standar yang telah ditetapkan pemerintah, maka mutu dan tujuan sekolah yang dibina dapat tercapai. Dari permasalahan tersebut maka peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana pengawas melaksanakan tugasnya dengan mengadakan penelitian yang berjudul “Implementasi Kebijakan Kepengawasan Guru Sekolah Dasar di

(23)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukan di atas, dapat ditarik beberapa masalah yang menjadi latar belakang penelitian, diantaranya :

1. Rendahnya kehadiran pengawas pada sekolah binaan, karena hanya hadir dalam kurun waktu 1 bulan sekali.

2. Kurang seimbangnya proporsi personil pengawas dengan personil yang diawasi.

3. Letak antar sekolah yang sulit dijangkau karena saling berjauhan pada medan sulit.

4. Kurang optimalnya pembinaan pengawas tentang standar pelayanan minimal.

C. Batasan Masalah

Agar hasil penelitian lebih fokus, maka peneliti membatasi masalah pada kebijakan kepengawasan sekolah berdasarkan Peraturan bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Badan Kepegawaian Negara nomor 01/III/PB/2011 dan nomor 6 tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas dan angka kreditnya dan Perda Wonogiri nomor 22 tahun 2016 tentang penyelenggaraan pendidikan yang dilihat dari aspek-aspek komunikasi, sumberdaya, sikap, dan birokrasi di UPT Sidoharjo.

D. Rumusan Masalah

(24)

2. Bagaimanakah implementasi kebijakan kepengawassan guru sekolah dasar pada dimensi penilaian guru?

3. Bagaimanakah implementasi kebijakan kepengawasan guru sekolah dasar pada pembimbingan dan pelatihan profesionalisme guru?

4. Faktor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan kepengawasan guru sekolah dasar di UPT Sidoharjo berdasarkan aspek komunikasi, sumber daya, sikap, birokrasi.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan implementasi kepengawasan guru sekolah dasar di UPT Sidoharjo.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Kegunaan hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan memperkaya wawasan keilmuan tentang kebijakan kepengawasan guru sekolah dasar.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Pengawas

Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kerjasama antara pengawas dan guru dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. b. Bagi Guru

(25)

c. Bagi Sekolah

(26)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Implementasi Kebijakan 1. Pengertian Implementasi

Secara umum istilah implementasi dapat berarti pelaksanaan atau penerapan. Istilah implementasi biasanya dikaitkanya dengan suatu kegiatan yang dilaksankan untuk mencapai tujuan tertentu. Kamus Webster dalam (Solichin Abdul Wahab, 2014; 135) secara lexigrafis merumuskan bahwa istilah to implant (mengimplementasikan) itu berarti to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); to give practical effect to (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu). Implementasi kebijakan dapat dipandang sebagai suatu proses melaksankan keputusan kebijakan, keputusan peradilan, perintah eksekutif, atau dekrit presiden.

Pengertian implementasi apabila dikaitkan dengan kebijakan adalah sebenarnya kebijakan hanya dirumuskan lalu dibuat dalam bentuk postip seperti undang-undang dan kemudian didiamkan atau tidak laksanakan, tetapi sebuah kebijakan harus dilaksanakan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan.

(27)

yang sesuai dengan sasaran yang telah direncanakan. Keberhasilan implementasi kebijakan dapat diukur dari proses dan pencapaian tujuan akhir.

Sementara menurut James E. Anderson (1979) dalam Sudiyono (2007: 81) dengan tegas menyatakan bahwa implementasi kebijakan mencakup 4 aspek, yaitu: siapa yang terlibat dalam implementasi kebijakan, esensi proses administrasinya, kepatuhan terhadap kebijakan, pengaruh implementasi pada isi dan dampak kebijakan.

Sementara makna implementasi menurut Daniel A. Mazmania dan Paul Sabatier (1979) dalam Solihin Abdul Wahab (2008:65) menyatakan:

“Implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan Negara yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.”

(28)

Van Meter dan Van Horn dalam Subarsono (2006:99) mengemukakan bahwa terdapat enam variabel yang memepengaruhi kinerja implementasi,yakni:

a. Standar dan sasaran kebijakan, dimana standar dan kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir apabila standar dan sasaran kebijakan kabur.

b. Sumberdaya, implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya, baik sumber daya manusia maupun sumberdaya non manusia.

c. Hubungan antar organisasi, implementator sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instasi lain, sehingga diperlukan koordinasi dan kerja sama antar instasi bagi keberhasilan suatu program.

d. Karakteristik agen pelaksana yaitu mencakup struktur birokrasi, norma-norma dan pola-pola hubungan dalam birokras akan mempengaruhi implementasi suatu program.

(29)

f. Karakter pelaksana (disposisi implementor) yang mencakup tiga hal penting, yaitu respon implementator terhadap kebijakan, kognisi yaitu pemahaman terhadap kebijakan, intensitas disposisi implementator, yaitu preferensi nilai yang dimiliki oleh implementator.

Dari definisi diatas dapat diketahui implementasi kebijakan terdiri dari tujuan atau sasaran kebijakan, aktivitas, atau kegiatan pencapaian tujuan, dari hasil kegiatan. Dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu kegiatan dan pada akhirnya akan mendapatkansuatu hasil yang sesuai dengan tujuan dan sasaran kebijakan itu sendiri. Keberhasilan suatu implementasi dapat diukur dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir, yaitu : tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih.

2. Teori-Teori Implementasi

Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah benar-benar jadi.

(30)

mengemukakan beberapa teori dari beberapa ahli mengenai implementasi kebijakan, yaitu:

a. Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn

Dalam pandangan Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn implementasi yang sempurna dibutuhkan beberapa syarat yaitu:

1. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan yang serius.

2. Pelaksanaan suatu program, harus tersedia waktu dan sumber-sumber yang memadai.

3. Perpaduan antara sumber-sumber yang ada harus tersedia.

4. Kebijakan yang akan diimplementasikan harus didasari oleh hubungan kausalitas yang handal.

5. Hubungan kausalitas harus langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya.

6. Hubungan ketergantungan satu sama yang lain harus kecil.

7. Perlu adanya pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.

8. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat. 9. Perlu adanya komunikasi dan koordinasi yang sempurna.

(31)

b. Daniel Mazmania dan Paul A. Sabatier

Teori ini berpendapat bahwa terdapat tiga kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yaitu:

1. Mudah tidaknya masalah yang akan digarap untuk dikendalikan. 2. Kemampuan dari keputusan kebijakan untuk menstrukturkan secara

tepat proses implementasinya.

3. Pengaruh langsung berbagai variabel politik trhadap keseimbangan dukungan bagi tujuan dalam keputusan kebijakan tersebut.

Model lain dikemukakan Model Edward III dalam bukunya Analisis Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasi (Subarsono, 2012: 90-92) terdapat empat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan dan kegagalan pada implementasi kebijakan. Faktor tersebut yaitu faktor komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Berikut penjelasan dari beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi kebijakan:

a. Faktor komunikasi (Communication)

(32)

Model Edward III berpendapat bahwa dimensi komunikasi kebijakan terdiri dari dimensi transisi (transmission), kejelasan (clarity), dan konsistensi (consistency). Berikut penjelasan beberapa dimensi dalam komunikasi kebijakan:

1. Dimensi Transmisi

Dimensi transmisi mengharapkan agar kebijakan disampaikan tidak hanya kepada pelaksana (implementators) kebijakan tetapi juga disampaikan kepada kelompok sasaran kebijakan serta pihak-pihak yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung.

2. Dimensi Kejelasan

Dimensi kejelasan menginginkan kebijakan yang ditransmisikankan kepada pelaksana dan sasaran kebijakan dapat diterima dan dimengerti dengan jelas agar mereka mengetahui tujuan dan maksud dari kebijakan tersebut sehingga dapat mempersiapkan segala sesuatu untuk mensukseskan kebijakan tersebut dengan efektif dan efisien.

3. Dimensi konsistensi

(33)

b. Faktor Sumber Daya (Resources)

Faktor sumber daya mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan. Sumber daya merupakan sarana untuk melaksanakan kebijakan. Sumber daya tersebut berupa sumber daya manusia, sumber daya anggaran, sumber daya peralatan, dan sumber daya kewenangan. Berikut sumber daya dalam implementasi kebijakan:

1. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia dapat berwujud implementator atau aparatur yang mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan. Implementator harus memiliki keahlian dan kemampuan melaksanakn kebijakan serta perlu mengetahui siapa saja yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan.

2. Sumber Daya Anggaran

(34)

3. Sumber Daya Peralatan

Edward III dalam Joko Widodo (2010: 102) menjelaskan sumber daya peralatan merupakan sarana yang digunakan sebagai operasionalisasi implementasi suatu kebijakan yang meliputi gedung, tanah, dan sarana yang semuanya akan memudahkan untuk memberikan pelayanan dalam implementasi kebijakan. 4. Sumber daya Kewenangan

Sumber daya wewenang merupakan hal yang terpenting dalam implementasi kebijakan. Sumber daya kewenangan akan menentukan keberhasilan dalam implementasi kebijakan Edward III dalam Joko Widodo (2010: 103) menjelaskan bahwa:kewenangan (authority) yang cukup untuk membuat keputusan sendiri yang dimiliki oleh suatu lembaga akan mempengaruhi lembaga itu sendiri dalam melaksanakan suatu kebijakan. Kewenangan ini menjadi penting ketika mereka dihadapkan suatu masalah dan mengharuskan untuk segera diselesaikan dengan suatu keputusan.

(35)

c. Faktor Disposisi

Disposisi merupakan tindakan yang dimiliki oleh implementator seperti kemauan, kejujuran, dan kesungguhan dalam melaksanakan kebijakan. Implementator diharapkan memiliki disposisi yang baik sehingga tidak terjadi perbedaan perspektif dengan pembuat kebijakan. Edward III dalam Joko Widodo (2010:104-105) menjelaskan bahwa:

Jika implementasi kebijakan ingin berhasil secara efektif dan efisien, para pelaksana (implementors) tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan dan mempunyai kemampuan untuk melakukan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kemauan untuk melaksanakn kebijakan tersebut. Kesimpulan dari faktor disposisi adalah menuntut pelaksana kebijakan untuk memberikan kemampuan terbaiknya untuk melaksanakan kebijakan. Kemampuan pelaksana kebijakan menjadi penentu keefektifan implementasi kebijakan.

d. Faktor Struktur Birokrasi (Bureaucratic Structure)

(36)

Jelas tidaknya standar operasi, baik menyangkut mekanisme, sistem dan prosedur pelaksanaan kebijakn, pembagian tugas pokok, fungsi dan kewenangan, dan tanggung jawab diantara pelaku, dan tidak harmonisnya hubungan diantara organisasi pelaksana satu dengan yang lainnya ikut pula menentukan keberhasilan implementasi kebijakan.

Kesimpulan dari beberapa pendapat di atas adalah implementasi merupakan tahapan yang vital dalam kebijakan. Implementasi kebijakan mempunyai beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan sebuah kebijakan. Faktor penentu yang mempengaruhi implementasi kebijakan di antaranya adalah komunikasi (transmisi, kejelasan, konsistensi), sumber daya (sumber daya manusia, anggaran, peralatan, kewenangan), disposisi, dan struktur birokrasi.

3. Faktor Penghambat Implemetasi Kebijakan

Menurut Bambang Sunggono dalam Asrul Nurdin (2013), implementasi kebijakan memepunyai beberapa faktor penghambat, yaitu: a. Isi Kebijakan

(37)

menyangkut sumber daya pembantu, misalnya yang menyangkut waktu, biaya, dan tenaga manusia.

b. Informasi

Implementasi kebijakan mengasumsikan bahwa para pemegang peran yang terlibat langsung mempunyai informasi yang perlu atau sangat berkaitan untuk dapat memainkan perannya dengan baik. Informasi ini justru tidak ada, misalnya akibatadanya gangguan informasi.

c. Dukungan

Pelaksanaan implementasi kebijakan akan sangat sulit apabila pada pengimplementasiannya tidak cukup mendapat dukungan untuk pelaksana kebijakan tersebut.

d. Pembagian Potensi

Gagalnya implementasi suatu kebijakan juga ditentukan aspek pembagian potensi diantaranya para pelaku yang terlibat dalam implementasi. Hal ini berkaitan dengan tugas dan wewenang organisasi pelaksana. Struktur pelaksana dapat menimbulkan masalah-masalah apabila pembagian wewenang dan tanggung jawab kurang disesuaikan dengan pembagian tugas atau ditandai oleh adanya pembatasan-pembatasan yang kurang jelas.

4. Pengertian Kebijakan Pendidikan

(38)

rangka mengurangi kesenjangan antara cita-cita dengan dunia nyata. Kebijakan pendidikan merupakan kebijakan publik yang khusus mengatur regulasi yang berkaitan denggan penyerapan sumber, alokasi, dan distribusi sumber, serta dalam pengaturan perilaku dalam dunia pendidikan.

Menurut Mark Olsen, John Codd dan Anne-Maria O’niel dalam Riant Nugroho (2008: 36) kebijakan pendidikan merupakan kunci bagi keunggulan, bahkan eksistensi, bagi negara bangsa dalam persaingan global, sehingga kebijakan pendidikan perlu mendapatkan prioritas utama dalam era globalisasi. Sedangkan menurut Margaret E. Goertz dalam Riant Nugroho (2008:37) mengemukakan bahwa kebijakan pendidikan berkenaan dengan efisiensidan efektivitas anggaran pendidikan.

H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho (2008:140) mendefinisikan kebijakan pendidikan adalah keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi, misi pendidikan, dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk kurun waktu tertentu.

(39)

Aspek-aspek yang tercakup dalam kebijakan pendidikan (H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho, 2008: 141):

1. Kebijakan pendidikan merupakan suatu keseluruhan deliberasi mengenai hakekat manusia sebagai makhluk yang menjadi manusia dalam lingkungan kemanusiaan. Proses pendidikan sebagai proses pemanusiaan terjadi dalam lingkungan alam serta lingkungan sosialnya. Oleh sebab itu, kebijakan pendidikan merupakan penjabaran dari visi dan misi pendidikan dalam masyarakat.

2. Kebijakan pendidikan dilahirkan dari ilmu pendidikan sebagai ilmu praktis yaitu kesatuan antara teori dan praktik pendidikan. Oleh sebab itu kebijakan pendidikan meliputi proses analisis kebijakan, perumusan kebijakan, pelaksanaan dan evaluasi.

3. Kebijakan pendidikan haruslah mempunyai validitas dalam perkembangan pribadi serta masyarakat yang memiliki pendidikan itu.

4. Keterbukaan. Pendidikan merupakan milik masyarakat maka suara masyarakat dalam berbagai tingkat perumusan, pelaksanaan dan evaluasi kebijakan pendidikan perlu mendengarkan suara masyarakat.

(40)

6. Analisis kebijakan. Analisis kebijakan telah berkembang pesat demikian pula dengan analisis kebijakan pendidikan. Pendidikan bukan hanya milik pribadi tetapi telah merupakan milik seluruh warga negara.

7. Kebijakan pendidikan pertama-tama ditujukan kepada kebutuhan peserta didik. Dalam dunia modern, pendidikan merupakan rebutan partai-partai politik untuk menyebarluaskan dan mempertahankan ideologi partai sehingga kebutuhan peserta didik dapat saja dilalaikan.

8. Kebijakan pendidikan diarahkan pada terbentuknya masyarakat demokratis. Arkeologi proses pendidikan menunjukkan bahwa proses pendidikan terjadi dalam situasi dialogis. Dari situasi dialogis tersebut peserta didik semakin berdiri sendiri sehingga tugas pendidik adalah menuntunnya dari belakang (Tut Wuri Handayani).

9. Kebijakan pendidikan berkaitan dengan penjabaran misi pendidikan dalam pencapaian tujuan-tujuan tertentu.

10.Kebijakan pendidikan harus berdasarkan efisiensi. Kebijakan bukan semata-mata berupa rumusan verbal mengenai tingkah laku dalam pelaksanaan praksis pendidikan. Kebijakan pendidikan harus dilaksanakan dalam masyarakat, dalam lembaga-lembaga pendidikan.

(41)

12.Kebijakan pendidikan bukan berdasarkan intuisi atau kebijaksanaan yang irasional. Kebijakan pendidikan merupakan hasil olahan rasional dari berbagai alternatif dengan mengambil keputusan yang dianggap paling efisien dan efektif dengan memperhitungkan resiko dan jalan keluar bagi pemecahannya.

13.Kejelasan tujuan akan melahirkan kebijakan pendidikan yang tepat.

14.Kebijakan pendidikan diarahkan bagi pemenuhan kebutuhan peserta didik dan bukan kepuasan birokrat. Titik tolak balik dari segala kebijakan pendidikan adalah untuk kepentingan peserta didik atau pemerdeka peserta didik.

5. Teori Perumusan Kebijakan Pendidikan

Kebijakan pendidikan dirancang dan dirumuskan untuk diimplementasikan. Kebijakan pendidikan dirumuskan secara hati-hati dengan landasan teori dalam perumusan kebijakan pendidikan. Proses perumusan, para ahli pemegang kewenangan pengambilkebijakan (decision maker) terlebih dahulu mempertimbangkan secara matang.

Secara umum para ahli ilmu sosial mengelompokkan tiga teori tentang perumusan kebijakan negara. Ketiga teori kebijakan negara tersebut adalah: teori rasional komprehensif, teori inkremental, dan teori pengamatan terpadu.

1. Teori Rasional Komprehensif

(42)

oleh pembuat keputusan, jelas dan dapat ditetapkan rengkingnya sesuai dengan urutan kepentingannya; (c) Berbagai alternatif untuk memecahkan masalah tersebut diteliti secara seksama; (d) Akibat-akibat seperti biaya dan manfaat yang ditimbulkan oleh setiap alternatif yang dipilih dan diteliti secara seksama; (e) Setiap alternatif dan masing-masing akibat yang menyertainya dapat diperbandingkan dengan alternatif-alternatif lainnya: (f) Pembuat keputusan akan memilih alternatif dan akibat-akibatnya yang dapat memaksimalkan tercapainya tujuan, nilai atau sasaran yang digariskan.

2. Teori Inkremental

Teori ini menjelaskan bahwa, setiap pengambilan keputusan selalu diusahakan menghindari banyak masalah yang harus dipertimbangkan dan pada saat yang sama dianjurkan lebih banyak menggambarkan cara yang ditempuholeh pejabat-pejabat pemerintah dalam pengambilan keputusan sehari-hari.

3. Teori Pengamatan Terpadu

(43)

dari kelompok-kelompok yang lemah dan yang secara politis tidak mampu mengorganisasikan kepentingannya jelas akan terabaikan.

Hudson dalam Arif Rohman (2009: 125) mengelompokan teori perumusan kebijakan pendidikan menjadi lima teori yaitu: (a) teori radikal, (b) teori advokasi, (c) teori transaktif, (d) teori sinopsis, dan (e) teori inkremental.

a. Teori Radikal

Teori ini menekankan lembaga lokal dalam menyusun sebuah kebijakan pendidikan. Semua kebijakan pendidikan yang menyangkut penyelenggaraan dan perbaikan penyelenggaraan dan perbaikan penyelenggaraan pendidikan ditingkat daerah diserahkan kepala daerah. Sehingga negara atau pemerintah pusat tidak perlu repot-repot menyusun rencana kebijakan pendidikan bila padaakhirnya kurang sesuai dengan kondisi lokal. Lebih-lebih kondisi masing-masing daerah memiliki tingkat keragaman dan kekhasan sendiri-sendiri yang tidak bisa disamakan satu sama yang lain.

(44)

sangat menghargai desentralisasi dalam perumusan kebijakan pendidikan.

b. Teori Advokasi

Teori advokasi ini tidak menghiraukan perbedaan-perbedaan seperti karakteritik lembaga, lingkungan sosial, kultural, lingkungan geografis, serta kondisi lokal lainnya. Perbedaan lingkungan tersebut hanyalah perbedaan yang didasarkan pada pengamatan empirik semata. Teori advokasi mendasarkan pada argumen yang rasional, logis dan bernilai.

c. Teori Transaktif

Teori transaktif menekankan bahwa perumusan kebijakan sangat perlu didiskusikan dahulu secara bersama oleh semua pihak. Proses pendiskusikan ini perlu melibatkan sebanyak mungkin pihak-pihak terkait, termasuk dalam hal ini adalah dengan personalia lembaga pendidikan di tingkat lokal. Hasil dari proses diskusi tersebut kemudian dievaluasi atau digelindingkan terlebih dahulu secara perlahan-lahan.

d. Teori Sinopsis

(45)

e. Teori Inkremental

Teori inkremental adalah teori yang meneka perumusan kebijakan pendidikan berjangka pendek serta menghindari perencanaan pendidikan berjangka waktu panjang. Penekanan semacam ini diambil disebabkan karena masalah-masalah yang dihadapi serta performa dari para personalia pelaksana kebijakan dan kelompok yang terkena kebijakan sulit diprediksi. Setiap saat, setiap tahun, dan setiap periode waktu mengalami perubahan yang sangat kompleks.

B. Kebijakan Pemerintah

Kebijakan merupakan suatu hasil dari kesepakatan bersama yang telah ditentukan kemudian diimplementasikan tiap-tiap lembaga pemerintahan mulai dari pusat ke daerah. Undang-undang yang mengatur tentang kepengawasan sekolah peraturan bersama menteri pendidikan dan kepala badan kepegawaian negara nomor 01/III/PB/2011 dan nomor 6 tahun 2011. Peraturan bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 01/III/PB/2011 dan Nomor 6 tahun 2011 pasal 3 mengenai tugas pokok pengawas sekolah:

(46)

guru, evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan, dan pelaksana tugas kepengawasan di daerah khusus.

Berdasarkan peraturan bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional pengawas sekolah dan angka kreditnya di atas pengawas sekolah seharusnya melaksanakan pembinaan, peniliaian, pelatihan profesionalisme guru, dan evaluasi pelaksanaan program pengawas sekolah.Hasil tugas pengawas sekolah akan menjadi patokan keberhasilan pendidikan di sekolah binaan.

Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri Nomor 22 tahun 2016 pasal 55 tentang penyelenggaraan pendidikan bahwa pengawas sekolah diangkat dari guru atau kepala sekolah yang telah memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

C. Pengawas Sekolah

1. Pengertian Pengawas Sekolah

(47)

menjadi pengawas sekolah harus menjadi guru sekurang-sekurangnya 8 tahun atau kepala sekolah sekurang-kurangnya 4 tahun pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan satuan pendidikan yang sesuai dengan satuan pendidikan yang diawasinya. Hal tersebut bertujuan agar pengawas sekolah dapat mengetahui permasalahan tentang pembelajaran dan pengelolaan sekolah karena salah satu tugas pengawas adalah melaksanakan pengawasan terhadap sekolah binaannya.

Jenjang jabatan pengawas sekolah diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aperatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 21 tahun 2010 tentang Jabatan dan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya pasal 13, yang menyebutkan bahwa jenjang jabatan pengawas dibagi menjadi tiga. Dimulai dari jenjang jabatan yang terendah sampai jenjang jabatan yang tertinggi yaitu pengawas muda dengan golongan III/c-III/d, pengawas madya dengan golongan IV/a-Ivc, dan pengawas utama dengan golongan IV/d-IVe.

(48)

Disebutkan dalam buku kerja pengawas bahwa pengawas sekolah adalah tenaga kependdikan yang mempunyai tugas, tanggungjawab, hak, dan wewenang penuh dalam pelaksanaan tugas kepengawasan baik sekolah negeri maupun swasta dalam teknik penyelenggaraannya dan pengembangan program pembelajaran di Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Rumpun Mata Pelajaran, Pendidikan Luar Biasa, dan Bimbingan Konseling.

2. Tugas Pokok dan Fungsi Pengawas Sekolah

Tugas pokok pengawas satuan pendidikan adalah melakukan tugas pembimbingan, pelatihan profesionalisme guru dan tugas pengawas yang meliputi kegiatan pengawasan akademik dan menejerial. Secara teknik tugas pokok pengawas sekolah adalah melaksanakan tugas pengawasan akademik dan menejerial pada satuan pendidikan yang meliputi penyusunan program pengawasan, pelaksanaan pembinaan, pemantauan 8 Standar Nasional Pendidikan, Hasil pelaksanaan program pengawas, dan pelaksanaan tugas kepengawasan di daerah khusus. Tujuan dari kegiatan ini adalah agar meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan meningkatkan kinerja kepala sekolah untuk mengelola pendidikan.

(49)

akademik dan manajerial pada satuan pendidikan yang meliputi program pengawasan, pelaksanaan pembinaan, pemantauan pelaksanaan 8 SNP, hasil pelaksanaan program pengawas, dan pelaksanaan tugas kepegawaian di daerah khusus. Penugasan pengawas sekolah dibagi menjadi 3 yaitu, pengawas sekolah muda, madya, dan utama. Semua tugas sama, hanya saja pengawas utama melakukan pembimbingan pada pengawas muda dan madya.

Tugas pengawas tersebut diperinci sebagai berikut: a. Menyusun programa pengawas

b. Melaksanaan pembinaan guru

c. Memantau pelaksanaan standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, dan standar penilaian

d. Melaksanakan penilaian kinerja guru

e. Melaksanakan evaluasi hasil pelaksanaan program pengawas pada sekolah binaan

f. Menyusun program pembimbingan dan pelatihan profesionalis guru di KKG/MGMP/MGP dan sejenisnya;

g. Melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesionalisme guru dan h. Mengevaluasi hasil pembimbingan dan pelatihan profesional guru. 3. Beban Kerja Pengawas Sekolah

(50)

pelaksanaannya yaitu 37,5 jam kerja dalam seminggu untuk melaksanakan pembinaan, pemantauan, penilaian dan pembimbingan di sekolah binaan. Pengawas sekolah harus melakukan kunjungan ke sekolah untuk memenuhi syarat agar sekolah mencapai standart pelayan minimal yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Stndar minimal pelayanan pengawas sekolah sekurang-kurangnya harus melakukan kunjungan minimal 1 bulan sekali.

Menurut Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 01/III/PB/2011 dan Nomor 6 tahun 2011 pengawas sekolah bekerja selama 24 jam perminggu dengan kegiatan tatap muka menggunakan pendekatan jumlah sekolah dan guru yang dibina berjumlah 10 sekolah, sedangkan jumlah guru yang dibina berjumlah 60 guru. Peraturan pemerintah Nomor 74 tentang Guru Pasal 54, tugas pengawas adalah melakukan pembimbingan dan pelatihan profesional guru dan pengawasan.

(51)

berkunjung ke sekolah binaannya sebanyak enam kali untuk melaksankan pengawasan.

D. Guru

1. Pengertian Guru

Guru adalah jabatan atau profesi yang membutukan kemampuan khusus. Karena peran guru untuk meningkatkan kualitas peserta didik, maka dari itu guru harus diperhitungkan dan bersungguh-sungguh dalam melaksankantugasnya sebagai pendidik. Guru sebagai pendidik memiliki kewajiban utama, yang mencakup tiga macam yaitu, menciptakan suasana yang menyenangkan dalam proses pendidikan, menciptakan pendidikan yang bermakna, dan meningkatkan mutu pendidikan.

Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada Bab 1 pasal 1 ayat 5, pendidik adalah tenaga pendidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lainnya yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.

(52)

belajar atau mengembangkan potensi dasar dan kemampuannya secara optimal, melalui lembaga pendidikan sekolah, baik yang didirikan oleh pemerintah maupun swasta.(Suparlan,2006.9-10)

2. Tugas Guru

Guru merupakan profesi yang memerlukan keahlian. Sebab orang pandai berbicara dibidang-bidang tertentu, belum dapat jadi guru. Menjadi guru harus mempunyai kemampuan khusus, guru profesional harus menguasai betul seluk beluk pendidikan dan pengajaran ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan

Menurut Nurfuadi (2012 : 125) guru adalah figur pemimpin dan sosok arsitektur yang dapat membentuk jiwa dan watak anak didik. Maka dari itu ada 3 jenis tugas dari guru, yaitu : tugas guru dalam bidang profesi, tugas kemanusian, tugas kemasyarakatan.

a. Tugas Guru dalam Bidang Profesi

(53)

b. Tugas Kemanusiaan

Tugas guru dalam bidang kemanusian di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Oleh sebab itu guru harus mampu menarik dan menjadi idola para siswanya. Karena itu guru harus memamhami jiwa dan watak anak didiknya. Pelajaran apapun yang diberikan hendaknya mampu menjadi motivasi bagi siswanya.

c. Tugas Kemasyarakatan

Tugas guru dibidang kemasyarakatan yaitu guru mempunyai tugas mendidik dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga negara Indonesia yang bermoral pancasila. Guru tidak hanya diperlukan muridnya di ruang kelas, tetapi diperlukan masyarakat dilingkungannya untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi masyarakat.

3. Kualitas Guru

(54)

4. Kompetensi Guru

a. Pengertian Kompetensi Guru

(Nurfuadi 2012: 73) menyatakan bahwa kompetensi perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari diriya, sehingga dapat melakukan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.

Kompetensi tidak dapat dipisahkan dari seorang guru. Jika guru tidak memiliki kompetensi yang dipersyaratkan sangat mustahil akan terwujud proses pembelajaran yang lebih baik. Hal ini dikarenakan kompetensi merupakan modal dasar guru dalam membina dan mendidik siswa sehingga tercapai pendidikan yang berkualitas.

Dari pendapat diatas dapat dikatakan bahwa kompetensi merupakan satu kesatuan yang utuh untuk menggambarkan suatu potensi, pengetahuan, dan keterampilan, yang diaktualisasi dan direalisasikan dalam bentuk tindakan untuk menjalankan profesi tertentu.

b. Standar Kompetensi guru

(55)

1. Kompetensi Pedagogik

Pedagogik diartikan sebagai ilmu mendidik, lebih menitikberatkan pada pemikiran dan perenungan suatu pendidikan. Suatu pemikiran bagaimana mendidik dan membimbing anak (Uyoh Sadulloh, 2012: 2) sedangkan menurut Nurfuadi (2012: 76) kompetensi pedagogik adalah kemampuan pendidik menciptakan suasana dan pengalaman belajar bervariasi dalam pengelolaan peserta didik yang memenuhi kurikulum yang disiapkan yaitu pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, mengembangkan kurikulum dan silabus, menyusun racangan pembelajaran. Melaksanakan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, melakukan evaluasi hasil belajar, dengan prosedur yang benar, dan mengembangkan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

2. Kompetensi Kepribadian

(56)

Guru sebagai teladan bagi murid-muridnya harus memiliki sikap dan kepribadian yang utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan idola dalam seluruh segi kehidupannya. Karenanya guru berusaha memilih dan melakukan kegiatan yang positif agar mengangkat citra baiknya dan kewibawaannya terutama di depan peserta didik. Menurut pandangan peserta didik, sifat atau karakteristik guru yang disukai muridnya antara lain demokratis, suka bekerja sama, baik hati, sabar, adil, konsisten, bersifat terbuka, suka menolong serta ramah tamah.

Kehidupan guru mendapatkan perhatian dari masyarakat sekitar guru tinggal. Hal ini menuntut dedikasi yang tinggi dari seorang guru, maka dari itu guru dituntut untuk memahami hakikat profesi guru yang tidak lepas dari masalah individu dan sosial. Guru menjadi panutan dimasyarakat karena perilakunya akan menjadicontoh di masyarakat.

3. Kompetensi Sosial

(57)

karena pertimbangan jenis kelamin, ras ,agama, kondisi fisik, latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi, b) berkomunikasi secara efektif, simpatik dan santun dengan sesama pendidik, orang tua dan masyarakat, c) beradaptasi di tempat bertugas diseluruh wilayah Republik Indonesia, d) berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain (Imam Wahyudi, 2012 ;36).

(58)

dalam sistem nilai yang berlaku di masyarakat sekitarnya, dan g) dan melaksanakan prinsip tata kelola yang baik.

Kompetensi sosial dalam kegiatan belajar ini berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam berkomunikasi dengan masyrakat di sekitar sekolah dan masyarakat tempat guru tinggal sehingga peranan dan cara guru berkomunikasi di masyarakat diharapkan memiliki karakteristik tersendiri yang sedikit banyak berbeda dengan orang lain yang bukan guru. Guru dimata masyarakat pada umumnya dan para peserta didik merupakan panutan dan anutan yang perlu dicontoh dan merupakan suri teladan dalam kehidupan sehari-hari. Guru merupakan tokoh dan tipe makhluk yang diberi tugas, membina dan membimbing masyarakat ke arah norma yang berlaku. Guru perlu memilki kompetensi sosial untuk berhubungan dengan masyarakat sekitar dalam rangka menyelenggarakan proses belajar mengajar otomatis hubungan sekolah dengan masyarakat berjalan lancar sehingga jika ada keperluan anatra orang tua peserta didik tentang masalah peserta didik yang perlu diselesaikantidak akan kesulitan menghubunginya.

4. Kompetensi Profesional

(59)

merupakan orang yang telah memenuhi program program kependidikan guru dan memiliki tingkat master serta mendapatkan ijazah negara dan telah berpengalaman dalam mengajar kelas besar. Dalam Oemar Hamalik (2002; 38) guru yang dinilai kompeten secara profesional memiliki indikator antara lain; mampu melaksanakan perannya, mampu bekerja dalam usaha mencapai tujuan pendidikan, dan mampu melaksanakan peran dalam proses mengajar dan belajar di kelas.

Peraturan pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 dijelaskan bahwa kompetensi profesional adalah kemampuan guru dalam kemampuan guru menguasai pengetahuan dibidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni budaya yang diampunyayang meliputi penguasaan a) materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan mata pelajaran dan kelompok mata pelajaran yang diampu, serta b) konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan kelompok mata pelajaran yang akan diampu.

(60)

kompetensi profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.

E. Sekolah Dasar

1. Penegertian Sekolah Dasar

Definisi sekolah menurut sumitro (1980:80), adalah lembaga sosial formal yang didirikan Negara atau Yayasan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan menurut Hadari Nawawi (1989:57), sekolah merupakan suatu organisasi yang didirikan untuk mencapai tujuan tertentu, baik tujuan umum pendidikan, maupun tujuan institusi menurut jenis dan tingkatannya.

Pendidikan yang diperoleh disekolah dapat dipisahkan berdasarkan jenjangnya salah satunya pendidikan dasar. Pendidikan dasar bertujuan untuki memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupanya pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan umat manusia serta mempersiapakan peserta didik untuk mengikuti pendidikan pendidikan menengah (Wahjosumidjo, 2002:140).

(61)

dalam koridor pemerintah dan negara tetap dalam pengawasan kementrian pendidikan.

2. Tujuan Sekolah Dasar

Menurut Muljani A. Nurhadi (1983:29), tujuan umum Sekolah Dasar adalah agar lulusannya memiliki sifat dasar sebagai warga negara yang baik, sehat jasmani dan rohani, dan juga memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap dasar yang diperlukan untuk melanjutkan pelajaran, serta dapat bekerja di masyarakat, dan mengembangkan diri sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup. Sedangkan tujuan khusus sekolah dasar meliputi bidang pengetahuan, ketrampilan serta bidang nilai dan sikap.

Tujuan pendidikan nasional adalah mengarahkan berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis serta memiliki tanggung jawab. Sedangkan tujuan pendidikan dasar meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri.

F. Penelitian yang Relevan

Penelitian ini fokus pada intensitas pengawasan. Untuk memperoleh gambran sebagai perbandingan, maka dilakukan kajian terhadap penelitian yang relevan. Berikut hasil penelitian yang relevan yaitu:

(62)

penelitian deskriptif kuantitatif. Subjek penelitian ini semua pengawas sekolah se-Kabupaten Bantul yang berjumlah 27 orang baik itu pengawas muda, madya dan utama. Hasil penelitian menunjukan: 1. Intensitas pengawasan perencanaan pembelajaran oleh pengawas sekolah se-Kabupaten Bantul dalam kategori intensif. Pengawas paling intensif dalam pengawasan perencanaan pembelajaran adalah pengawas pengampu di kecamatan imogiri, sedangkan yang kurang intensif di berikan pengawas pengampu di kecamatan Dligo. 2. Intensitas pengawasan pelaksanaan pembelajaran oleh pengawas Sekolah Dasar se-Kabupaten Bantul dalam kategori intensif. Pengawas yang paling intensif dalam melakukan pengawasan adalah pengampu Kecamatan Bantul, sedangkan yang kuarang intensif adalah pengawas pengampu di Kecamatan Sanden. 3. Intensitas pengawasan evaluasi pembelajaran oleh pengawas SD se-Kabupaten Bantul dalam kategori intensif. Pengawas yang paling intensif dalam melakukan pengawasan adalah pengawas kecamatan Imogiri, sedangkan yang belum intensif Kecamatan Pandak, Kasihan, Piyungan, Banguntapan, dan Dligo.

(63)

sedangkan untuk tindak lanjut supervisi juga tergolong padatingkatan cukup.

Perbedaan penelitian ini dengan kedua penelitian di atas adalah peneliti berfokus pada kebijakan kepengawasan untuk guru yang meliputi aspek pembinaan guru, penilaian guru, peningkatan profesionalisme guru dan faktor pendukung keberhasilan kebijakan kepengawasan guru sekolah dasar.

G. Kerangka Pikir

Pengawas sekolah merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi wewenang untuk melakukan pengawasan di sekolah binaannya. Pengawasan yang dilakuakan pengawas sekolah anatara lain melakukan terhadap sekolah binaannya agar melakukan proses pembelajaran yang sesuai dengan yang telah dipersyaratkan. Pembinaan yang dilakukan pengawas sekolah sangat penting bagi sekolah binaannya. Karena sekolah harus mampu mengelola sekolahnya sendiri terutama bagi kepala sekolah sedangkan bagi guru untuk meningkatakan kualitas pembelajaran yang dilakukan di sekolah.

(64)

dan guru yang mengalami kesulitan yang menyangkut proses pendidikan di sekolah.

(65)

(Gambar 1. Kerangka Pikir)

Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 01/III/PB/PB dan Nomor 6 tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah

dan Angka Kreditnya

Pengawas sekolah

Pengawasan/pembinaan manajerial dan akademik

Kepala Sekolah Guru

Mutu Pendidikan

(66)

H. Pertanyaan penelitian

1. Bagaimana peran pengawas sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah dasar negeri se-UPT Sidoharjo?

2. Bagaimana peran pengawas sekolah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya?

3. Bagaimana peran pengawas sekolah sebagai supervisi akedemik?

4. Bagaiamana peran pengawas sekolah dalam meningkatkan profesionalisme guru?

5. Bagaiamana peran pengawas sekolah dalam meningkatkan pembinaan guru?

(67)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan dalam kondisi yang alamiah (natural setting). Penelitian kualitatif memandang suatu komplek yang utuh, kompleks, dinamis, penuh makna, dan hubungan gejala bersifat interaktif. Penelitian dilakukan pada obyek yang alamiah. Obyek yang alamiah adalah obyek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak mempengaruhi dinamika pada obyek tersebut. Dalam penelitian kualitatif instrumennya orang atau human instrument, yaitu peneliti itu sendiri (Sudiyono, 2009:8).

Dalam penelitian kualitatif, gejala bersifat holistik (menyeluruh, tidak dapat dipisahkan), sehingga peneliti kualitatiftidak akan menetapkan penelitiannya hanya berdasarkan variabel penelitian. Tetapi keseluruhan situasi sosial yang diteliti yang meliputi aspek tempat (place), pelaku (actor), dan aktifitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskripsi kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang berusaha menggambarkan suatu gejala.

(68)

implementasi kebijakan kepengawasan di sekolah yang berada dibawah naungan UPT Sidoharjo serta faktor pendukung dan penghambat proses implementasi kebijakan tersebut.

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Dinas Pendidikan UPT Sidoharjo. Tempat penelitian tersebut dipilih karena letak antara sekolah satu dengan sekolah lainnya berjauhan dan jumlah pengawas sekolah tak sebanding dengan jumlah guru yang diawasi.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai bulan September 2016.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian merupakan benda, hal atau orang tempat data untuk variable penelitian dan dipermasalahkan. Subjek penelitian mempunyai peran sangat penting dalam keberhasilan penelitian karena pada subjek penelitian diperoleh data tentang variable yang akan diteliti dan diamati oleh peneliti. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah pengawas dan guru yang berada di Dinas pendidikan UPT Sidoharjo.

D. Pengumpulan Data 1. Observasi

(69)

penelitian. Penelitian ini menggunakan metode observasi. Observasi adalah proses pengamatan yang dilakukan oleh peneliti (pengamat) terhadap subjek penelitian (sumber data). Sugiyono (2014: 145) menjelaskan bahwa dilihat dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi participant observation (observasi berperan serta) dan non participant observation, selain itu jika dilihat dari segi instrumentasi yang digunakan, maka observasi dibedakan menjadi observasi terstruktur dan tidak terstruktur. Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini menggunakan jenis observasi partisipan dan tidak terstruktur karena peneliti terlibat langsung dengan aktivitas sumber data serta instrumen yang digunakan tidak dipersiapkan sebelumnya dan akan berkembang di lapangan selama penelitian berlangsung. Instrumen yang digunakan berupa catatan data di lapangan. 2. Wawancara

(70)

3. Dokumentasi

Dokumentasi diartikan sebagai metode pengumpulan data melalui gambar ataupun tulisan berbentuk catatan yang digunakan sebagai bukti hasil penelitian ini menggunakan dokumentasi berupa foto, catatan lapangan, dan penyajian data melalui olah data atau reduksi data oleh peneliti.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian berkenaan dengan validitas dan reabilitas instrumen. Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Instrumen dalam penelitian kualitatif dapat test, pedoman wawancara, pedoman observasi dan kuesioner (Sugiyono, 2009:222).

(71)
[image:71.595.147.527.138.420.2]

1. Observasi

Tabel 1. Kisi-Kisi Pedoman Observasi

No. Aspek Dimensi Sumber Aspek Unsur 1. Implementasi

Kebijakan Kepengawasan Guru Sekolah Dasar 1.Pembinaan guru 2.Pelaksanaan program pengawas 3.Penilaian 4.Peningkatan profesionalis me guru 1.Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara nomor 01/III/PB/201 1 dan nomor 6 tahun 2011 2.Peraturan

Daerah Wonogiri Nomor 22 tentang penyelenggara an pendidikan 1.Komunikasi 2.Sumber daya

3.Sikap guru dan

(72)
[image:72.595.147.525.138.469.2]

5. Wawancara

Tabel 2. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara

No. Aspek Dimensi Sumber Aspek Unsur

1. Implementasi Kebijakan Kepengawasan Guru Sekolah Dasar 1. Pembinaan guru 2. Pelaksanaan program pengawas 3. Penilaian 4. Peningkatan profesionalis me guru 1.Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara nomor 01/III/PB/201 1 dan nomor 6 tahun 2011 2.Peraturan daerah Wonogiri Nomor 22 tahun 2016 tentang penyelenggar aan pendidikan 1.Komunikasi 2.Sumber Daya 3. Sikap 4. Birokrasi

F. Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono, (2009:243) dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam (trianggulasi), dan dilakukan secara terus menerus sampai datanya jenuh.

(73)

berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduksi (data reduction), penyajian data (data display), penarikan kesimpulan (conclusion drawing/ verivication).

Langkah-langkah dalam analisis ditunjukkan pada gambar berikut ini:

(Gambar 2. Komponen dalam analisis data) 1. Reduksi Data

Data yang diperoleh dilapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi berate memilih, merangkum, memfokuskan hal-hal pokok. Reduksi data dapat dibantu dengan peralatan elektronik seperti laptop, dengan memberikan kode pada aspek tertentu.

2. Penyajian Data

Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk tabel, grafik, phie chard, pictogram dan sejenisnya. Melalui penyajian data tersebut, maka

Data

collection Data

display

Data reduction

(74)

data teerorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami.

3. Penarikan Kesimpulan

Setelah data direduksi dan disajikan, maka akan disimpulkan yang akan dikemukakan sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan kesimpulan yang kredibel.

G. Keabsahan Data

(75)

kredibilitas didalamnya mencakup uji keabsahan data melalui triangulasi. Jenis triangulasi yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut:

1. Triangulasi Sumber

Cara ini digunakan untuk menguji kreadibilitas data yang diperoleh melalui pengecekan data hasil penelitian melalui beberapa sumber. 2. Triangulasi Teknik

Cara ini digunakan untuk menguji kredibilitas data yang diperoleh melalui pengecekana data hasil penelitian kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.

(76)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Profil UPT Sidoharjo

UPT Sidoharjo berada di jalur strategis yaitu dekat dengan Kodim, puskesmas dan kantor kecamatan. Pegawai UPT Sidoharjo berjumlah 6 orang yang terdiri dari kepala UPT, KTU dan staff. UPT sidoharjo mempunyai 7 orang pengawas yang terdiri dari 3 pengawas SD, pengawas TK, pengawas agama, pengawas olahraga dan pengawas masyrakat. Di UPT Sidoharjo terdapat 32 sekolah yang terdiri dari 30 sekolah negeri dan 2 sekolah swasta. Dari 32 sekolah dibagi dalam 3 gugus yaitu gugus kota, gugus sinar harapan, dan gugus selatan.

[image:76.595.156.502.462.710.2]

Daftar sekolah yang berada di UPT Sidoharjo : Tabel 3. Daftar Sekolah

(77)

Tabel 4. Jumlah guru

No. Guru Jumlah Guru

1. PNS 151

2. Honorer 176

Jumlah 327

(sumber: data guru upt sidoharjo)

2. Visi Misi UPT Sidoharjo

Dinas Pendidikan UPT Sidoharjo mempunyai visi dan misi dalam melaksanakan proses pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu Visi:”TERWUJUDNYA SISTEM IKLIM, DAN PROSES PENDIDIKAN YANG DEMOKRATIS, TRANSPARAN, DAN TANGGUNG JAWAB TERSELENGGARANYA PENDIDIKAN YANG BERMUTU DAN BERBUDAYA SAING SEHINGGA MENGHASILKAN MANUSIA-MANUSIA YANG BERKUALITAS” Misi:

1. Menciptakan lingkungan yang kondusif di lingkungan pendidikan. 2. Meningkatkan kemampuan profesional tenaga pendidikan.

3. Mendorong dilaksanakannya manajemen berbasis sekolah.

4. Meningkatkan peran serta masyarakat terhadap pendidikan di sekolah. 5. Meningkatkan kedisplinan sekolah dan tenaga kependidikan.

(78)

7. Meningkatkan pendidikan keterampilan seni dan budaya bagi masyarakat.

8. Meningkatkan mutu pelaksanaan pendidikan. 3. Visi Misi Pengawas Sekolah UPT Sidoharjo

Visi: “TERWUJUDNYA SISTEM PENGAWASAN YANG MAMPU MENDORONG PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN YANG EFEKTF DAN EFISIEN SEHINGGA DAPAT TERCAPAI PENDIDIKAN BERMUTU, MERATA DAN DAPAT DIPERTANGGUNG JAWABKAN”

Misi :

1. Meningkatkan efektivitas pelaksanaan pengawasan yang berorientasi akuntabilitas

2. Meningkatkan profesionalisme pengawas sekolah

3. Mengembangkan sistem pengawasan yang mandiri dan obyektif 4. Melaksanakan fungsi koordinasi pengawas yang dilakukan oleh

instansi/lembaga pendidikan

5. Meningkatkan etika/moral penyelenggaraan, pengelolaan, dan pelaksanaan pendidikan.

B. Hasil Penelitian

1. Implementasi Kebijakan Kepengawasan Guru Sekolah Dasar pada Dimensi Pembinaan Guru di UPT Sidoharjo

(79)

oleh pengawas sekolah. Pembinaan guru rutin diadakan di UPT Sidoharjo. Pembinaan dilakukan di setiap dabin/gugus disetiap wilayah di UPT Sidoharjo. UPT Sidoharjo dibagi menjadi 3 gugus yaitu gugus kota, gugus selatan, dan gugus timur. Setiap gugus dibina oleh satu pengawas dan pembinaan diadakan setiap minggunya. Hal ini disampaikan oleh E selaku pengawas :

“Pembinaan guru dilaksanakan guna meningkatkan kualitas pendidik. Pembinaan

Gambar

Tabel 1. Kisi-Kisi Pedoman  Observasi
Tabel 2. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara
Tabel 3. Daftar Sekolah
Gambar 1. Wawancara dengan pengawas sekolah

Referensi

Dokumen terkait

Dukungan informasi melalui pendidikan seks yang baik pada anak remaja dimungkinkan akan berpengaruh terhadap perilaku seksual remaja, termasuk tingkat pengetahuan dan

Peneliti menunjuk pada teori yang dikemukakan oleh Sanders (2003) diketahui bahwa perilaku yang muncul pada pelaku bullying adalah rasa percaya diri yang tinggi, perilaku agresif,

Tujuan yang ingin dicapai dalam penilitian ini adalah untuk mengetahui penerapan bimbingan kelompok dengan topik tugas dalam meningkatkan pemahaman siswa akan

nilai investasi kapal akan kembali atau mencapai break even point (BEP)pada tahun ke 4 yang ditandai dengan nilai NPV positif, dengan jumlah muatan rata- rata 80% kapasitas,

Aksi pasukan Jepang tersebut membuat TKR di Jawa Barat mengambil tindakan menahan diri, hal ini karena sebelumnya pada tanggal 8 Oktober 1945 Gubernur Jawa

b. Tiap peserta menerima dokumen kelengkapan Rakernas pada saat kedatangan dan mendaftarkan sebagai peserta Rakernas. Dokumen dibagikan kepada peserta Rakernas yang memiliki

Sistem terdiri dari blok sensor DHT11, sensor MQ2, dan flame sensor ke tiga sensor tersebut sebagai input data analog yang di hubungkan ke mikro

Faktor risiko yang sangat berperan dalam kejadian retinopati diabetik yaitu lama menderita diabetes, peningkatan kadar HbA1c, peningkatan tekanan darah sistolik,