• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE JIGSAW TERHADAP KEMAMPUAN KERJASAMA DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IV SD N PROGOWATI PADA MATA PELAJARAN PKN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE JIGSAW TERHADAP KEMAMPUAN KERJASAMA DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IV SD N PROGOWATI PADA MATA PELAJARAN PKN."

Copied!
325
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE JIGSAW

TERHADAP KEMAMPUAN KERJASAMA DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IV SD N PROGOWATI

PADA MATA PELAJARAN PKN

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh : Ulfah Khumayasari

NIM 13108241151

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)

ii

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE JIGSAW

TERHADAP KEMAMPUAN KERJASAMA DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IV SD N PROGOWATI

PADA MATA PELAJARAN PKN model pembelajaran cooperative tipe Jigsaw terhadap kemampuan kerjasamasiswa kelas IV SD N Progowati, 2) mengetahui ada tidaknya pengaruh model pembelajaran cooperative tipe Jigsaw terhadap prestasi belajar siswa kelas IV SD N Progowati pada mata pelajaran PKn, dan 3) mengetahui ada tidaknya pengaruh model pembelajaran cooperative tipe Jigsaw terhadap kemampuan kerjasama dan prestasi belajar siswa kelas IV SD N Progowati pada mata pelajaran PKn.

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan desain eksperimen semu. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Nonequivalent Pretest Posttest Control Group Design. Subjek penelitian yang digunakan adalah siswa kelas IVA (kelas eksperimen) dan kelas IVB (kelas kontrol). Jumlah sampel sebanyak 41 siswa diambil dengan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tes, kuesioner dan observasi. Analisis data menggunakan uji Mann-Whitney, uji t dan uji Multivariate Analysis of Variance (MANOVA).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata posttest siswa kelompok eksperimen adalah 82,75, sedangkan nilai rata-rata posttest kelas kontrol adalah 69,76 dan nilai gain kelas eksperimen sebesar 0,621 sedangkan nilai gain kelas kontrol sebesar 0,52. Nilai rata-rata kuesioner akhir kelas eksperimen sebesar 99,6, sedangkan nilai rata-rata kuesioner akhir kelas kontrol sebesar 77,38 dan nilai gain kelas eksperimen sebesar 0,517 sedangkan nilai gain kelas kontrol sebesar 0,017. Berdasarkan presentase skala likert 1-4, kemampuan kerjasama siswa kelas eksperimen masuk dalam kategori sangat baik, sedangkan untuk kelas kontrol masuk dalam kategori baik. Berdasarkan hasil uji hipotesis dengan menggunakan analisis MANOVA, didapatkan nilai signifikansi 0,006 < 0,05 untuk variabel prestasi belajar dan nilai signifikansi 0,000 < 0,05 untuk variabel kemampuan kerjasama.

(3)

iii

THE EFFECTS OF COOPERATIVE LEARNING JIGSAW TYPE TOWARD COOPERATION ABILITY AND LEARNING ACHIEVEMENT

OF FOUR GRADE STUDENT AT SD N PROGOWATI ON PKN SUBJECTS Progowati on Pendidikan Kewarganegaraan subjects, 2) determining the effect of cooperative teaching models type Jigsaw on learning achievement of 4th grade students on SD N Progowati on Pendidikan Kewarganegaraan subjects, and 3) determining the effect of cooperative teaching models type Jigsaw on the ability of cooperation and learning achievement of 4th grade students on SD N Progowati on Pendidikan Kewarganegaraan subjects,

This kind of the research was experimental research with quasi experiment design used Nonequivalent Pretest Posttest Control Group Design. The subjects of this research were 4th grade students class A as experimental class and 4th grade students class B as control class. The samples of this research were 41 student that taken usingpurposive sampling technique. Data were collected by test, questionnaires and observations. Data were analyzed with Mann-Whitney test and t test.

The result of this research shows that the mean score of posttest of experimental class was 82,75, while the mean of posttest of control class was 69,76 and experimental class gain value was 0,621 while the control class gain value was 0,52.The average value of the final questionnaireexperimental class was 99.6, while the mean score of thefinal questionnaire control class was 77.38 and the gain value of experimental class was 0.517 while the control class was 0.017. Based on the percentage of Likert scale 1-4, the ability to cooperate of experimental class students in criteriais categoried very good, while the control class is categorized good. Based on the results of MANOVA analysis, obtained a significance value 0.006 < 0,05 for learning achievement variable and significance values 0.000 < 0,05 for the ability of cooperation variabel.

(4)

iv

(5)
(6)
(7)

vii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

(8)

viii MOTTO

“Allah mencintai pekerjaan yang apabila bekerja ia menyelesaikannya dengan

baik” ( HR. Thabrani )

“Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan” (Terjemahan Qur’an Surat Al- insyirah: 6)

“Setiap orang memiliki waktu masing-masing yang tidak bisa dipercepat maupun diperlambat. Kesabaran dan ketekunan adalah teman terbaik untuk menunggu

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidaayah- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul “PENGARUH MODEL

PEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE JIGSAW TERHADAP

KEMAMPUAN KERJASAMA DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IV

SD N PROGOWATI PADA MATA PELAJARAN PKN” ini dengan lancar.

Tugas akhir skripsi ini diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Yogyakarta sebagai persyaratan memperoleh gelar sarjana pendidikan.

Dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi ini penulis banyak mendapat dukungan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih. Pernyataan terima kasih yang sedalam- dalamnya dan penghargaan yang setinggi- tingginya penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Dr. Wuri Wuryandani, S.Pd, M.Pd selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkaan waktu, tenaga, dan pikiran guna memberi motivasi, saran, dan pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan lancar.

2. Bapak Drs. Suparlan, M. Pd. I. Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar yang telah memberikan rekomendasi dalam penyusunan tugas akhir skripsi.

(10)

x

7. Kedua orang tua yang selalu memberikan doa, dukungan dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar.

8. Pipit Cony Saputri, Adi Teguh Yuana, Nikita Mulyawati dan Willi Septianto yang telah mendukung dan membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi.

9. Teman-teman PGSD 2013 kelas B yang telah memberi dukungan dalam proses penyelesaian skripsi.

10. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyusun skripsi ini.

Akhirnya, semoga segala bantuan yang telah diberikan semua pihak di atas menjadi amalan yang bermanfaat dan mendapat balasan dari Allah SWT dan Tugas Akhir Skripsi ini menjadi informasi yang bermanfaat bagi pembaca atau pihak yang membutuhkannya.

Yogyakarta, 2 Juni 2017 Penulis

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

HALAMAN SURAT PERNYATAAN ... iv

HALAMAN PERSETUJUAN ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

HALAMAN MOTTO ... viii

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 8

G. Penegasan Istilah ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar ... 10

1. Belajar ... 10

2. Prestasi Belajar ... 11

3. Prestasi Belajar PKn ... 16

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ... 17

B. Kemampuan Kerjasama ... 18

(12)

xii

2. Syarat-syarat terjadinya Kerjasama ... 21

3. Indikator Kerjasama ... 24

C. Model Pembelajaran Cooperative ... 27

1. Model Pembelajaran ... 27

D. Strategi Pembelajaran Ekspositori ... 42

1. Pengertian Strategi Pembelajaran Ekspositori ... 42

2. Langkah-langkah Pembelajaran Ekspositori ... 43

3. Kelebihan dan Kelemahan Strategi Ekspositori ... 45

E. Pendidikan Kewarganegaraan ... 46

1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan ... 46

2. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan ... 47

F. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar ... 48

G. Hasil Penelitian yang Relevan ... 51

H. Kerangka Berpikir ... 52

I. Hipotesis ... 55

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 56

B. Variabel Penelitian ... 58

C. Populasi dan Sampel ... 58

D. Tempat dan Waktu Penelitian ... 59

E. Teknik Pengumpulan Data ... 60

F. Prosedur Penelitian ... 61

G. Instrumen Penelitian ... 64

H. Pengujian Instrumen ... 72

1. Uji Validitas ... 72

(13)

xiii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 89

1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 89

2. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 91

B. Pengujian Prasyarat Analisis ... 97

1. Analisis Data Hasil Pretest ... 97

2. Analisis Data Hasil Posttest ... 101

3. Analisis Uji Gain Data Pretest dan Posttest ... 106

4. Analisis Data Kuesioner Awal ... 107

5. Analisis Data Kuesioner Akhir ... 113

6. Analisis Uji Gain Hasil Kuesioner ... 118

7. Analisis Gain Indikator Kemampuan Kerjasama ... 119

8. Analisis Hasil Observasi Kerjasama ... 122

C. Pengujian Hipotesis ... 124

1. Pengujian Hipotesis Kemampuan Kerjasama ... 124

2. Pengujian Hipotesis Prestasi Belajar ... 125

3. Pengujian Hipotesis Kemampuan Kerjasama dan Prestasi Belajar ... 126

D. Pembahasan ... 129

1. Pengaruh Jigsaw terhadap Kemampuan Kerjasama ... 129

2. Pengaruh Jigsaw terhadap Prestasi Belajar ... 131

3. Pengaruh Jigsaw terhadap Kemampuan Kerjasama dan Prestasi Belajar ... 133

(14)

xiv BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 135 B. Saran ... 136

(15)

xv

Tabel 15 Distribusi Frekuensi Pretest Kelas Kontrol ... 93

Tabel 16 Distribusi Frekuensi Posttest Kelas Kontrol ... 93

Tabel 17 Distribusi Frekuensi Kuesioner Awal Kelas Kontrol ... 94

Tabel 18 Distribusi Frekuensi Kuesioner Akhir Kelas Kontrol ... 94

Tabel 19 Distribusi Frekuensi Pretest Kelas Eksperimen ... 95

Tabel 20 Distribusi Frekuensi Postest Kelas Eksperimen ... 96

Tabel 21 Distribusi Frekuensi Kuesiner Awal Kelas Eksperimen ... 96

Tabel 22 Distribusi Frekuensi Kuesiner Akhir Kelas Eksperimen .... 97

Tabel 23 Nilai Hasil Pretest Kelas Kontrol ... 97

Tabel 24 Nilai Hasil Pretest Kelas Eksperimen ... 98

Tabel 25 Deskripsi Data Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 98

Tabel 26 Hasil Uji Normalitas Data Pretest ... 99

Tabel 27 Hasil Uji Beda Pretest ... 101

(16)

xvi

Tabel 29 Nilai Hasil Posttest Kelas Eksperimen ... 102

Tabel 30 Deskripsi Data Posttest Kelas Ekesperimen dan Kontrol . 103 Tabel 31 Hasil Uji Normalitas Data Posttest ... 104

Tabel 32 Hasil Uji Homogenitas Data Posttest ... 105

Tabel 33 Hasil Uji Beda Data Posttest ... 106

Tabel 34 Hasil Analisis Gain ... 107

Tabel 35 Hasil Kuesioner Kelas Kontrol ... 108

Tabel 36 Hasil Kuesioner Kelas Eksperimen ... 109

Tabel 37 Deskripsi Data Hasil Kuesioner Awal ... 110

Tabel 38 Hasil Uji Normalitas Data Kuesioner Awal ... 111

Tabel 39 Hasil Uji Beda Data Kuesioner Awal ... 112

Tabel 40 Hasil Kuesioner Akhir Kelas Kontrol ... 113

Tabel 41 Hasil Kuesioner Akhir Kelas Eksperimen ... 114

Tabel 42 Deskripsi Data Hasil Kuesioner Akhir ... 115

Tabel 43 Hasil Uji Normalitas Data Kuesioner Akhir ... 116

Tabel 44 Hasil Uji Homogenitas data Hasil Kuesioner Akhir ... 117

Tabel 45 Hasil Uji Beda Data Hasil Kuesioner ... 117

Tabel 46 Hasil Analisis Gain ... 118

Tabel 47 Hasil Analisis Gain Indikator Kuesioner Kerjasama ... 120

Tabel 48 Kriteria Skala Likert ... 121

Tabel 49 Hasil Kuesioner Kerjasama Berdasarkan Kriteria Skala Likert ... 121

Tabel 50 Perolehan Skor Observasi Kerjasama ... 123

Tabel 51 Hasil Uji Box’s Tests of Equality of Variance Matrices ... 127

Tabel 52 Hasil Uji Multivariate Tests ... 128

(17)

xvii

DAFTAR DIAGRAM

(18)

xviii

(19)

xix

Lampiran 37 Lembar Observasi Kerjasama Kelas Eksperimen Observer 1 ... 272

Lampiran 38 Lembar Observasi Kerjasama Kelas Eksperimen Observer 2 ... 276

Lampiran 39 Lembar Observasi Kerjasama Kelas Kontrol Observer 1 ... 280

Lampiran 40 Lembar Observasi Kerjasama Kelas Eksperimen Observer 2 ... 284

Lampiran 41 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Jigsaw Observer 1 ... 288

Lampiran 42 Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Jigsaw Observer 2 ... 292

Lampiran 43 Surat Izin Penelitian ... 296

Lampiran 44 Surat Keterangan Melakukan Penelitian ... 299

(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mata pelajaran PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada

pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak

dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil,

dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Mata pelajaran

ini akan membantu peserta didik dalam memahami dirinya sebagai warga negara

yang mampu berperilaku sesuai dengan kewajibannya sebagai warga negara yang

baik.

Tujuan dari mata pelajaran PKn yang tercantum dalam KTSP

(Depdiknas, 2006) adalah agar peserta didik mampu : 1) berpikir secara kritis,

rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan, 2) berpartisipasi

secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi, 3) berkembang

secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter

masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya, 4)

berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung

atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Tujuan pembelajaran merupakan tolok ukur keberhasilan proses

pembelajaran. Pembelajaran pada hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang

(21)

2

sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan (Trianto,

2010:17). Lebih lanjut, Uno (2006: 2) menjelaskan bahwa pembelajaran memiliki

hakikat perencanaan atau perancangan (sebagai) upaya untuk membelajarkan

siswa. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran merupakan

kegiatan yang direncanakan guru untuk membantu siswa dalam mengalami proses

belajar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila tujuan pembelajaran sudah

tercapai. Dalam mencapai tujuan pembelajaran, seorang guru membutuhkan suatu

strategi pembelajaran yang tepat menggunakan berbagai model dan metode

pembelajaran. Sujarwo (2011: 100) menjelaskan bahwa model pembelajaran

merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan sejumlah komponen

pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pendapat lain menyatakan

bahwa metode pembelajaran adalah seluruh perencanaan dan prosedur maupun

langkah-langkah kegiatan pembelajaran termasuk pilihan cara penilaian yang akan

dilaksanakan (Suyono dan Hariyanto, 2011: 19).

Proses pencapaian tujuan melalui kegiatan pembelajaran tersebut

dipengaruhi oleh beberapa komponen. Sujarwo (2011: 5) menjelaskan bahwa

komponen tersebut secara sistematik terdiri atas : 1) tujuan pembelajaran, 2)

peserta didik, 3) pendidik, 4) perencanaan pembelajaran sebagai suatu segmen

kurikulum, 5) strategi pembelajaran, 6) media pembelajaran dan 7) evaluasi

pembelajaran. Masing-masing komponen tersebut memiliki peran dalam

(22)

3

Keberhasilan suatu proses pembelajaran dipengaruhi oleh proses belajar

yang dialami oleh peserta didik. Apabila peserta didik mampu memahami apa

yang disampaikan oleh guru selama mengikuti kegiatan pembelajaran, tentu

mereka akan berhasil dalam proses belajar mereka. Oleh karena itu, peran guru

dalam memfasilitasi peserta didik agar dapat memahami materi yang disampaikan

sangat mempengaruhi keberhasilan suatu proses pembelajaran.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah SD N Progowati,

diperoleh informasi bahwa metode pembelajaran yang diterapkan guru di SD N

Progowati masih konvensional. Guru belum menerapkan model-model

pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa. Selain itu, sebagian besar

guru belum memanfaatkan berbagai media dan fasilitas sekolah dalam proses

pembelajaran.

Dari hasil wawancara dengan wali kelas IV SD N Progowati, diperoleh

informasi bahwa guru belum pernah menggunakan model-model pembelajaran

inovatif dalam kegiatan pembelajaran. Ketika mengajar guru menggunakan

beberapa metode pembelajaran dan memvariasikannya. Metode yang sering

digunakan dalam proses pembelajaran antara lain ceramah, diskusi, dan tanya

jawab. Media yang sering digunakan adalah media gambar. Dari hasil wawancara

tersebut, dapat diketahui bahwa guru belum merancang kegiatan pembelajaran

dengan menggunakan model-model pembelajaran inovatif yang dapat

meningkatkan aktivitas belajar siswa.

Berdasarkan hasil observasi di kelas IV SD N Progowati, ditemukan

(23)

4

pembelajaran. Saat guru menggunakan metode ceramah, banyak siswa yang

kurang memperhatikan materi yang disampaikan oleh guru. Kemudian, saat guru

membuat kelompok dan meminta siswa untuk berdiskusi, hanya beberapa siswa

yang berpartisipasi dalam diskusi kelompok, sedangkan siswa lain ada yang

bermain dengan temannya dan ada juga yang berkelahi. Bahkan ada juga siswa

yang tidak mau berkelompok dengan salah satu siswa. Ketika guru meminta siswa

untuk menyampaikan pendapat, hanya ada beberapa siswa yang mendominasi

untuk menyampaikan pendapat. Jika situasi seperti ini terus dibiarkan maka akan

timbul kesenjangan antar siswa yang akan berdampak pada tingkat pemahaman

siswa dalam belajar. Dari hasil observasi tersebut dapat diketahui bahwa siswa

belum memiliki sikap kerjasama yang baik di kelas tersebut. Hal tersebut

menggambarkan bahwa kemampuan kerjasama siswa di kelas tersebut belum

dikembangkan dengan baik.

Selain sikap kerjasama siswa yang masih rendah, ada permasalahan lain yang

ditemukan di kelas tersebut. Berdasarkan hasil rapor siswa kelas IV di SD N

Progowati pada mata pelajaran PKn ditemukan informasi bahwa 50 % dari 22

siswa belum mencapai KKM, 30% dari 22 siswa berada pada batas KKM dan 20

% dari 22 siswa telah melebihi batas KKM. Hal tersebut berdampak pada prestasi

belajar mereka yang masih tergolong rendah. Rendahnya prestasi belajar tersebut

diduga salah satunya karena adanya kesenjangan yang terjadi di kelas tersebut dan

siswa yang memiliki kemampuan lebih belum bisa menerapkan sikap kerjasama

(24)

5

Sikap kerjasama yang baik dapat dilatih dan dikembangkan oleh guru

melalui kegiatan pembelajaran. Guru dapat merancang kegiatan pembelajaran

yang memungkinkan siswa untuk lebih banyak berinteraksi dan menyelesaikan

tugas bersama dengan teman-temannya dalam sebuah kelompok. Kegiatan

tersebut dapat dirancang dengan menggunakan berbagai model pembelajaran yang

inovatif. Salah satu model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa di

dalam kelompok adalah model pembelajaran kooperatif.

Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode

pengajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok kecil, saling membantu dalam

mempelajari materi (Slavin, 2009: 9). Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran

Suprijono (2011: 61) yang menjelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif

dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi,

menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Berdasarkan hasil

penelitian Fajar Ayu Ningsih (2013) diperoleh fakta bahwa penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar siswa

kelas IV pada mata pelajaran IPS. Selain itu, penelitian Sarvia Trisnawati (2014)

juga menunjukkan fakta bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan kerjasama dan hasil belajar

siswa.

Berdasarkan uraian di atas dan hasil penelitian yang telah dipaparkan,

maka dalam penelitian ini akan diujicobakan pengaruh model pembelajaran

cooperative tipe Jigsaw terhadap kemampuan kerjasama dan prestasi belajar

(25)

6

Dari latar belakang di atas, perlu dilakukan penelitian mengenai “Pengaruh

Model Pembelajaran Cooperative Tipe Jigsaw terhadap Kemampuan Kerjasama

dan Prestasi Belajar Siswa Kelas IV SD N Progowati pada Mata Pelajaran PKn”.

B.Identifikasi Masalah

Proses pembelajaran di kelas IV pada mata pelajaran PKn masih dilakukan

dengan menggunakan metode konvensional. Selain itu, guru telah menggunakan

media gambar dan sumber belajar yang dimiliki siswa. Namun, masih ditemukan

beberapa masalah. Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi masalah

sebagai berikut :

1. Prestasi belajar siswa pada mata pelajaran PKn masih rendah.

2. Guru belum pernah menerapkan model-model pembelajaran yang inovatif.

3. Siswa belum bisa bekerjasama dengan baik.

4. Kegiatan pembelajaran yang dirancang guru belum bisa melatih dan

mengembangkan kemampuan kerjasama siswa.

C.Pembatasan Masalah

Mengingat banyaknya masalah dan terbatasnya kemampuan peneliti, maka

permasalahan dalam penelitian ini akan dibatasi pada rendahnya kemampuan

kerjasama siswa, rendahnya prestasi belajar siswa kelas IV di SD N Progowati

siswa pada mata pelajaran PKn dan guru belum pernah menerapkan model

(26)

7 D.Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh model pembelajaran cooperative tipe Jigsaw

terhadap kemampuan kerjasama siswa kelas IV SD N Progowati pada mata

pelajaran PKn?.

2. Bagaimana pengaruh model pembelajaran cooperative tipe Jigsaw

terhadap prestasi belajar siswa kelas IV SD N Progowati pada mata pelajaran

PKn?.

3. Bagaimana pengaruh model pembelajaran cooperative tipe Jigsaw

terhadap kemampuan kerjasama dan prestasi belajar siswa kelas IV SD N

Progowati pada mata pelajaran PKn ?.

E.Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka

tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui ada tidaknya pengaruh model pembelajaran cooperative tipe

Jigsaw terhadap kemampuan kerjasamasiswa kelas IV SD N Progowati.

2. Mengetahui ada tidaknya pengaruh model pembelajaran cooperative tipe

Jigsaw terhadap prestasi belajar siswa kelas IV SD N Progowati pada mata

pelajaran PKn.

3. Mengetahui ada tidaknya pengaruh model pembelajaran cooperative tipe

Jigsaw terhadap kemampuan kerjasama dan prestasi belajar siswa kelas IV SD

(27)

8 F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis :

Menambah khasanah keilmuan atau wawasan tentang metode

pembelajaran yang tepat dan efektif bagi siswa dan sebagai referensi atau

bahan acuan bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis :

a. Bagi siswa :

Menambah pengalaman belajar siswa dan melatih kemampuan siswa

dalam bekerjasama.

b. Bagi guru :

Memberikan inspirasi bagi guru untuk mengembangkan dan

mengaplikasikan berbagai model dan metode pembelajaran yang lebih

kreatif, inovatif, variatif dan menarik.

c. Bagi sekolah :

Sebagai masukan bagi pengembang sekolah untuk meningkatkan

kualitas proses belajar mengajar yang dapat meningkatkan kualitas sekolah.

G.Penegasan Istilah

Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman terhadap istilah dalam

skripsi ini, maka perlu dikemukakan definisi istilah. Batasan pengertian dari judul

(28)

9

1. Prestasi belajar adalah keberhasilan yang dicapai siswa dari segi penguasaan,

pengetahuan, dan keterampilan dengan melihat nilai test yang diperoleh berupa

angka dari 10-100 pada mata pelajaran PKn materi Globalisasi.

2. Kemampuan kerjasama adalah kemampuan siswa dalam bekerja bersama

temannya dalam sebuah kelompok. Kemampuan kerjasama dilihat dari delapan

indikator yang telah dipaparkan dalam penelitian ini.

3. Model pembelajaran cooperative tipe Jigsaw adalah salah satu tipe model

pembelajaran yang membagi siswa ke dalam beberapa kelompok kecil

(kelompok asal), kemudian masing-masing siswa diberikan tanggung jawab

untuk mempelajari suatu materi di kelompok ahli. Setelah pembahasan di

kelompok ahli, siswa kembali ke kelompok asal dan menyampaikan apa yang

(29)

10

kehidupannya melalui pengalaman hidup sehari–hari. Dalam proses belajar

tersebut manusia akan menemukan hal–hal baru yang belum pernah ia temukan

sebelumnya. Hasil dari proses belajar tersebut akan membantu manusia dalam

menjalani kehidupannya dan akan berdampak pula bagi perubahan yang terjadi

dalam dirinya.

Belajar merupakan suatu proses yang dilakukan secara sengaja untuk

mengembangkan kemampuan individu secara optimal (Sujarwo, 2011: 1).

Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Sardiman (2012: 20) yang

menyatakan bahwa belajar dalam arti luas dapat diartikan sebagai kegiatan

psiko-fisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya, sedangkan dalam arti sempit

belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang

merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya.

Pendapat lain tentang belajar disampaikan oleh Suyono dan Hariyanto

(2011: 9) yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses

untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki

perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian. Lebih lanjut, Sugihartono, dkk

(30)

11

laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya.

Dari definisi di atas, belajar dalam penelitian ini dimaknai sebagai sebuah

proses yang dilakukan secara sengaja untuk memperoleh pengetahuan,

mengembangkan kemampuan individu, meningkatkan keterampilan dan

memperbaiki tingkah laku melalui pengalaman langsung dengan lingkungan

dengan tujuan untuk menjadi pribadi seutuhnya.

2. Prestasi Belajar

Proses belajar berlangsung sepanjang hayat dan dapat terjadi dimana saja.

Setiap proses yang kita lakukan akan menghasilkan sesuatu sebagai hasil dari

proses itu, begitu pula proses belajar. Proses belajar yang kita lakukan akan

memberikan perubahan dalam kehidupan kita baik dari segi pengetahuan maupun

tingkah laku.

Dalam proses pembelajaran di sekolah, siswa belajar tentang banyak hal.

Siswa akan memperoleh berbagai pengetahuan yang belum pernah ia ketahui

sebelumnya. Hasil dari proses belajar yang dialami siswa tersebut dapat dilihat

dari hasil belajar mereka. Suprijono (2011 : 7) menyatakan bahwa hasil belajar

adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek

potensi kemanusiaan saja. Dari teori tersebut, dapat diketahui bahwa hasil belajar

mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor siswa.

Dari segi pemerolehan pengetahuan, keberhasilan proses belajar dapat

(31)

12

memperoleh pengetahuan dengan baik akan mempunyai prestasi belajar yang

baik, begitupun sebaliknya. Prestasi belajar sebagai hasil dari proses belajar lebih

mengacu pada aspek kognitif siswa. Oleh karena itu, prestasi belajar dapat

menggambarkan seberapa banyak pengetahuan yang telah siswa peroleh selama

proses belajar mereka.

Syah (2003: 213) menyatakan bahwa prestasi belajar merupakan hasil

belajar yang meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat dari

pengalaman dan proses belajar siswa. Pendapat lain menyatakan bahwa prestasi

adalah hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu sehingga untuk

mengetahui tingkat prestasi belajar perlu dilakukan evaluasi belajar (Sudjana,

2009: 3).

Prestasi belajar siswa dapat dilihat setelah guru melakukan evaluasi atau

penilaian dalam pembelajaran. Penilaian atau evaluasi tersebut dapat dilakukan

setelah guru melakukan kegiatan pembelajaran. Hal –hal yang dinilai dalam

penilaian atau evaluasi tersebut disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang

telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran merupakan dasar untuk mengukur

keberhasilan pembelajaran dan juga menjadi landasan untuk menentukan materi,

strategi, media, dan evaluasi pembelajaran (Rusman, 2011: 171).

Bloom dan Krathwohl menyatakan bahwa klasifikasi tujuan terdiri dari

tiga domain yaitu (Rusman, 2011: 171):

1) domain kognitif, adalah domain yang menekankan pada aspek intelektual dan

(32)

13

a) pengetahuan yang menitikberatkan pada aspek ingatan terhadap materi yang

telah dipelajari mulai dari fakta sampai teori,

b) pemahaman yaitu langkah awal untuk dapat menjelaskan dan menguraikan

sebuah konsep ataupun pengertian,

c) aplikasi yaitu kemampuan menggunakan bahan yang telah dipelajari ke

dalam situasi nyata, meliputi aturan, metode, konsep, prinsip, hukum dan

teori,

d) analisis yaitu kemampuan dalam merinci bahan menjadi bagian-bagian

supaya strukturnya mudah untuk dimengerti,

e) sintesis yaitu kemampuan mengkombinasikan bagian-bagian menjadi suatu

keseluruhan baru yang menitikberatkan pada tingkah laku kreatif dengan

cara memformulasikan pola dan struktur baru, dan

f) evaluasi yaitu kemampuan dalam mempertimbangkan nilai untuk maksud

tertentu berdasarkan kriteria internal dan eksternal.

2) domain afektif, adalah domain yang menekankan pada sikap, perasaan, emosi,

dan karakteristik moral yang diperlukan untuk kehidupan di masyarakat yang

memiliki lima tingkatan yaitu: penerimaan, responding, penilaian,

pengorganisasian, dan karakterisasi, dan

3) domain psikomotorik, adalah domain yang menekankan pada gerakan-gerakan

fisik. Domain ini memiliki enam tingkatan yaitu: persepsi, kesiapan, gerakan

terbimbing, gerakan mekanis terpola, respon kompleks, penyesuaian pola gerakan,

(33)

14

Klasifikasi tujuan tersebut sesuai dengan klasifikasi hasil belajar yang juga

dikemukakan oleh Benyamin Bloom yang secara garis besar diklasifikasikan

menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotoris. Suyono dan

Hariyanto (2011: 167) menyatakan bahwa pengertian cognitive atau kapabilitas

intelektual semakna dengan pengetahuan, mengetahui, berpikir dan intelek,

sedangkan affective semakna dengan perasaan, emosi dan perilaku, dan

psychomotor semakna dengan aturan dan keterampilan fisik, terampil dan

melakukan.

Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Sudjana (2009: 22) yang

menjelaskan bahwa ketiga ranah tersebut adalah sebagai berikut:

1) ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam

aspek, yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis

dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan

keempat aspek selanjutnya disebut kognitif tingkat tinggi,

2) ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni

penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi, dan

3) ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan

kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris yakni gerakan

refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan

atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks dan gerakan ekspresif dan

interpretatif.

Lebih lanjut, Sudjana (2009: 23-28) menjelaskan bahwa enam aspek dalam

(34)

15

1) pengetahuan: pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan faktual

disamping pengetahuan hafalan atau ingatan seperti rumus, batasan, definisi,

istilah, pasal dalam undang-undang, nama-nama tokoh, nama-nama kota,

2) pemahaman: lebih tinggi tingkatannya daripada pengetahuan, misalnya

menjelaskan dengan kalimat sendiri, memberi contoh dan menggunakan

petunjuk penerapan pada kasus lain,

3) aplikasi: merupakan penggunaan abstraksi pada situasi konkret atau situasi

khusus,

4) analisis: merupakan usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau

bagian-bagian sehingga jelas susunannya,

5) sintesis: merupakan penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam

bentuk menyeluruh, dan

6) evaluasi: merupakan pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin

dilihat dari tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode, materi, dan

lain-lain.

Dalam proses penilaian prestasi belajar, indikator-indikator yang

digunakan lebih ditekankan pada ranah kognitif yaitu yang berkaitan dengan

pemahaman siswa terhadap materi dan pencapaian kompetensi yang telah

ditetapkan. Hasil dari proses penilaian tersebut dinyatakan dalam bentuk angka

atau skor yang berfungsi sebagai indikator keberhasilan belajar siswa. Kunci

pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa sebagaimana yang

(35)

16

prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan dan

diukur (Syah, 2003: 214).

Dari definisi di atas, prestasi belajar dalam penelitian ini dimaknai sebagai

hasil yang diperoleh siswa setelah melakukan proses belajar yang ditandai dengan

penguasaan pengetahuan dan pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan. Hasil

tersebut lebih ditekankan pada ranah kognitif siswa. Hasil tersebut menunjukkan

adanya perubahan yang terjadi dalam diri siswa yang merupakan akibat dari

proses belajar itu sendiri. Tinggi rendahnya prestasi belajar seseorang sangat

dipengaruhi oleh berhasil atau tidaknya proses belajar yang telah ia lakukan.

3. Prestasi Belajar PKn

Prestasi belajar PKn yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil

belajar siswa yang diperoleh setelah mengikuti kegiatan pembelajaran pada mata

pelajaran PKn materi globalisasi yang ditandai dengan penguasaan materi dan

kompetensi yang telah ditetapkan yaitu : a) siswa dapat menjelaskan pengertian

globalisasi, b) siswa dapat menjelaskan proses terjadinya globalisasi, d) siswa

dapat menyebutkan ciri-ciri globalisasi, d) siswa dapat menunjukkan contoh

sederhana perubahan yang terjadi di masyarakat akibat globalisasi, e) siswa dapat

menunjukkan contoh sederhana perubahan perilaku masyarakat akibat globalisasi,

f) siswa dapat menunjukkan contoh sederhana perubahan gaya hidup masyarakat

akibat globalisasi, g) siswa dapat menjelaskan dampak positif yang terjadi akibat

globalisasi, dan h) siswa dapat menjelaskan dampak negatif yang terjadi akibat

(36)

17

Indikator prestasi belajar PKn dalam penelitian ini lebih ditekankan pada

ranah kognitif yaitu yang berhubungan dengan seberapa dalam pemahaman siswa

terhadap materi Globalisasi yang telah dipelajari. Tingkatan kognitif yang

digunakan dalam penelitian ini difokuskan pada tingkat mengingat/ mengetahui

(C1), mengerti/ memahami (C2), dan menerapkan/ mengaplikasikan (C3) karena

ketiga tingkatan tersebut yang dianggap sesuai untuk anak usia sekolah dasar

terutama kelas IV.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Tinggi rendahnya prestasi belajar siswa sangat dipengaruhi oleh proses

belajar yang mereka alami. Keberhasilan proses belajar siswa dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Sugihartono, dkk (2013: 76) menyatakan bahwa terdapat dua

faktor yang mempengaruhi belajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal adalah faktor yang ada di dalam diri individu, meliputi: faktor

jasmaniah dan faktor psikologis, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang

ada di luar individu yang meliputi faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor

masyarakat.

Faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut sebagai berikut

(Sugihartono, dkk, 2013: 76):

a. Faktor internal terdiri dari:

1) faktor jasmaniah meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh dan

2) faktor psikologis meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,

(37)

18 b. Faktor eksternal terdiri dari:

1) faktor keluarga meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar keluarga,

perhatian orang tua dan latar belakang kebudayaan,

2) faktor sekolah meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa,

relasi antarsiswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar

pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah, dan

3) faktor masyarakat meliputi kegiatan siswa di masyarakat, teman bergaul,

bentuk kehidupan di masyarakat dan media masa.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa ada banyak hal yang dapat

mempengaruhi prestasi belajar siswa. Secara umum faktor-faktor tersebut

dibedakan menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua

faktor tersebut sangat penting dalam keberhasilan belajar siswa, sehingga guru

sebaiknya memahami faktor-faktor tersebut agar dapat membantu siswa dalam

mencapai keberhasilan belajarnya.

B.Kemampuan Kerjasama 1. Pengertian Kerjasama

Pada hakikatnya manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial.

Sebagai makhluk individu, manusia dituntut untuk bisa membawa dirinya dan

mengelola dirinya sendiri untuk menjalani kehidupan di dunia ini. Kemudian,

sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk bisa menjalin interaksi yang baik

dengan manusia lain dalam kehidupannya. Menjalin hubungan dan berinteraksi

(38)

19

hidup di dunia ini. Jika tidak, maka manusia akan mengalami banyak gangguan

dalam kejiwaannya. Oleh karena itu, mengembangkan kecerdasan dan

kemampuan sosial merupakan hal yang penting bagi manusia dalam menjalani

kehidupannya di dunia ini. Manusia yang memiliki kecerdasan sosial yang baik

akan memiliki kemampuan sosial yang baik, sehingga ia dapat menjalin hubungan

baik dan berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya.

Namun, di masa sekarang ini banyak ditemukan fakta bahwa nilai-nilai

sosial yang seharusnya dimiliki oleh manusia mulai luntur dari kehidupan

manusia itu sendiri. Disinilah dapat dilihat bahwa kecerdasan sosial sangat

penting bagi kehidupan manusia. Seseorang dengan kecerdasan intelektual yang

tinggi belum tentu memiliki kecerdasan sosial yang tinggi pula. Kedua kecerdasan

tersebut memiliki pengaruh tersendiri bagi kehidupan manusia, sehingga

kecerdasan tersebut perlu dipupuk dan dikembangkan sejak dini.

Salah satu kemampuan sosial yang harus dikembangkan bagi siswa

sekolah dasar adalah kemampuan dalam berinteraksi dan bekerjasama dengan

orang lain dalam sebuah kelompok. Kemampuan seseorang untuk melakukan

kerjasama merupakan perwujudan dari adanya interaksi yang baik untuk mencapai

tujuan tertentu. Kemampuan dalam KBBI berasal dari kata mampu yang berarti

bisa atau sanggup melakukan sesuatu. Dengan kemampuan seseorang akan

mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang ia hadapi dalam hidupnya dan

terhindar dari kegagalan.

Kerjasama diartikan sebagai suatu aktivitas dalam kelompok kecil dimana

(39)

20

menyelesaikan sesuatu (Asma, 2006: 11). Dari pendapat di atas dapat diketahui

bahwa kerjasama dapat terjadi apabila ada dua orang atau lebih yang melakukan

aktivitas secara bersama-sama dan saling membantu dalam menyelesaikan

sesuatu.

Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Johnson, dkk (2012: 28) yang

menyatakan bahwa kerjasama merupakan upaya umum manusia yang secara

stimultan mempengaruhi berbagai macam keluaran instruksional. Keluaran

tersebut seperti pencapaian, tingkat penalaran yang lebih tinggi, retensi, motivasi,

pentransferan pembelajaran, daya tarik interpersonal, persahabatan,

menghilangkan prasangka, menghargai perbedaan, dukungan sosial, rasa harga

diri, kompetensi sosial, kesehatan psikologis, dan penalaran moral (Johnson, dkk,

2012: 29). Dari pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa kerjasama merupakan

upaya manusia yang menghasilkan berbagai perilaku yang berkaitan dengan

interaksi sosial dan dapat membantu manusia dalam berinteraksi dengan orang

lain.

Lebih lanjut, Saputra dan Rudyantoro (2005: 40) menyatakan bahwa

kerjasama merupakan sifat ketergantungan manusia yang memungkinkan dan

mengharuskan setiap insan/ kelompok sosial untuk selalu berinteraksi dengan

orang lain atau kelompok lain. Dari pendapat tersebut, dapat diketuhi bahwa

setiap manusia tidak akan bisa hidup tanpa bekerjasama dengan orang lain karena

manusia hidup dengan saling bergantung pada manusia lain.

Dari beberapa pendapat di atas, pengertian kemampuan kerjasama dalam

(40)

21

dengan temannya di dalam sebuah kelompok sehingga memungkinkan terjadinya

kerjasama dalam kelompok tersebut. Kemampuan kerjasama tersebut muncul

karena adanya interaksi antar anggota kelompok yang mempunyai tujuan yang

sama. Di dalam proses pembelajaran, tujuan tersebut dapat berupa penyelesaian

tugas yang diberikan oleh guru.

Kemampuan bekerjasama dipandang sebagai salah satu kemampuan dasar

yang utama bagi seorang siswa. Seorang siswa harus mampu berinteraksi dan

bekerjasama dalam kelompok dengan baik agar ia tidak mengalami kesulitan

untuk berinteraksi dan bekerjasama dengan orang lain di masa depan. Seseorang

yang mempunyai kemampuan kerjasama yang baik akan dapat bekerjasama

dengan orang lain dimanapun ia berada. Oleh karena itu, guru perlu

mengembangkan kemampuan siswanya dalam bekerjasama sejak dini melalui

proses pembelajaran yang inovatif dan melibatkan siswa secara langsung.

2. Syarat-syarat terjadinya Kerjasama

Kerjasama antara satu orang dengan orang lainnya tidak terjadi begitu saja.

Namun, terjadi karena ada sesuatu hal yang mempengaruhi. Baik itu dari luar

individu maupun dari dalam individu. Pada hakikatnya, manusia di dunia ini tidak

akan bisa hidup tanpa adanya kerjasama dengan manusia lain. Manusia pasti

membutuhkan bantuan dari orang lain dan dari kebutuhan mendasar tersebut,

manusia akan memerlukan kerjasama untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Di

dalam kerjasama terjadi hubungan timbal balik yang memberikan kebermaknaan

(41)

22

bahwa dengan hubungan timbal balik ini akan menghilangkan kecurigaan,

prasangka dan praduga. Oleh karena itu, kerjasama menjadi hal yang penting agar

hubungan antar individu dapat berjalan dengan baik.

Soekanto (1990: 72) menyatakan bahwa:

“bentuk kerjasama tersebut berkembang apabila orang dapat digerakkan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian kerja seta balas jasa yang akan diterima”

Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa kerjasama terjadi apabila

ada tujuan yang sama dan iklim atau suasana yang mendukung terjadinya

kerjasama. Terjadinya kerjasama tidak semata-mata terjadi begitu saja, namun ada

syarat-syarat tertentu yang memungkinkan terjadinya kerjasama. Saputra dan

Rudyantoro (2005: 40), menyatakan bahwa syarat-syarat terjadinya kerjasama

antara lain:

a. Kepentingan yang sama: kerjasama terjadi apabila ada kepentingan yang sama

yang ingin dicapai oleh semua anggota.

b. Keadilan: didasari oleh prinsip keadilan artinya setiap orang yang ikut

bekerjasama memperoleh imbalan yang sesuai dengan kontribusinya dalam

pelaksanaan kerjasama.

c. Saling pengertian: dilandasi oleh keinginan untuk mengerti dan memahami

kepentingan dari orang-orang yang terlibat dalam kerjasama tersebut.

d. Tujuan yang sama: kerjasama akan terbentuk apabila semua orang memiliki

(42)

23

e. Saling membantu: kerjasama merupakan dasar keberhasilan dalam mencapai

tujuan. Hal tersebut akan terjadi bila semua orang dalam kelompok bersedia

untuk saling membantu teman sekelompoknya jika diperlukan.

f. Saling melayani: kesediaan untuk saling melayani menjadi unsur yang

mempercepat terjadinya kerjasama.

g. Tanggung jawab: kerjasama merupakan perwujudan tanggung jawab dari tiap

orang yang terlibat dalam kelompok.

h. Penghargaan: hal yang terpenting dalam kerjasama adalah keinginan untuk

saling menghargai sesama anggota kelompok.

i. Kompromi : kerjasama kelompok adalah gabungan kerja dari tiap orang yang

terlibat dalam kelompok sosial.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap kegiatan kerjasama

terjadi karena adanya tujuan dan kepentingan yang sama dari pihak-pihak yang

bekerjasama. Di dalam kerjasama juga ada prinsip-prinsip yang mendasar seperti

keadilan, saling pengertian, saling membantu, saling melayani, saling menghargai,

tanggung jawab, dan kompromi. Beberapa hal tersebut merupakan syarat-syarat

yang mempengaruhi terjadinya kerjasama antarindividu. Oleh karena itu, sikap

kerjasama perlu ditanamkan kepada seorang anak sejak kecil, karena di dalam

kerjasama terdapat nilai-nilai penting yang berguna bagi kehidupan anak di masa

(43)

24 3. Indikator Kerjasama

Keterampilan kerjasama siswa dapat ditanamkan melalui pembiasaan di

sekolah. Kerjasama antar siswa dapat membantu siswa yang mengalami kesulitan

belajar untuk lebih mudah memahami materi melalui bantuan dari temannya.

Kerjasama antar siswa dapat terjadi secara alami, namun tidak semua siswa dapat

mengembangkan kemampuannya dalam bekerjasama secara langsung. Oleh

karena itu, peranan guru dalam menciptakan suasana yang memungkinkan siswa

untuk bekerjasama sangat dibutuhkan.

Di dalam pembelajaran di sekolah, kerjasama siswa dapat terjadi dalam

sebuah kelompok. Dengan berkelompok, siswa mendapat kesempatan yang lebih

luas untuk mempraktikkan sikap dan perilaku berpartisipasi pada situasi sosial

yang bermakna bagi mereka (Isjoni, 2010: 64). Agar siswa dapat bekerjasama

dengan baik di dalam sebuah kelompok, siswa tersebut membutuhkan beberapa

keterampilan yaitu keterampilan kooperatif. Fungsi keterampilan kooperatif

tersebut adalah untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas (Isjoni, 2010: 65).

Lugdren menyatakan bahwa keterampilan-keterampilan kooperatif

tersebut adalah sebagai berikut (Isjoni, 2010: 65-67):

a. Keterampilan kooperatif tingkat awal

Keterampilan tingkat awal ini meliputi: 1) menggunakan kesepakatan yaitu

menyamakan pendapat yang berguna untuk meningkatkan hubungan dalam

kelompok, 2) menghargai kontribusi atau memperhatikan apa yang dilakukan

anggota lain dalam kelompok, 3) mengambil giliran dan berbagi tugas, 4) berada

(44)

25

setiap anggota kelompok wajib menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung

jawabnya, 6) mendorong partisipasi semua anggota kelompok untuk memberikan

berkontribusi, 7) mengundang orang lain, artinya meminta orang lain untuk

berbicara dan berpartisipasi terhadap tugas. 8) menyelesaikan tugas tepat waktu,

dan 9) menghormati perbedaan individu,

b. Keterampilan kooperatif tingkat menengah

Keterampilan kooperatif tingkat menengah tersebut meliputi: 1)

menunjukkan penghargaan dan simpati, 2) mengungkapkan ketidaksetujuan

dengan cara yang dapat diterima, 3) mendengarkan dengan arif, 4) bertanya, 5)

membuat ringkasan, 6) menafsirkan, 7) mengorganisir, dan 8) mengurangi

ketegangan, dan

c. Keterampilan kooperatif tingkat mahir

Keterampilan kooperatif tingkat mahir meliputi: 1) mengelaborasi, 2)

memeriksa dengan cermat, 3) menanyakan kebenaran, 4) menetapkan tujuan, dan

5) berkompromi.

Keterampilan-keterampilan kooperatif tersebut dapat dilatih dan diajarkan

mulai dari keterampilan tingkat awal. Setelah siswa memiliki keterampilan

kooperatif tingkat awal, ia akan dapat mengembangkan keterampilan kooperatif

lainnya seiring dengan berjalannya waktu. Oleh karena itu, guru perlu

mengembangkan dan melatih keterampilan kooperatif pada siswa sekolah dasar

terutama untuk keterampilan kooperatif tingkat awal.

Sebuah kelompok dapat dikatakan bekerjasama apabila kelompok tersebut

(45)

Indikator-26

indikator tersebut dapat digunakan untuk melihat atau mengamati perilaku

kerjasama di dalam sebuah kelompok. Beberapa indikator tersebut menurut

Johnson (2007: 169) antara lain:

a. Tetap fokus pada kerja kelompok.

b. Bekerja bersama kelompok.

c. Mencapai keputusan kelompok.

d. Meyakinkan bahwa setiap solusi dapat dipahami oleh semua anggota

kelompok.

e. Mendengarkan pendapat orang lain.

f. Berbagi kepemimpinan dalam kelompok.

g. Memastikan setiap orang ikut berpartisipasi.

h. Mencatat hasil yang dicapai oleh kelompok.

Berdasarkan indikator kerjasama yang telah diuraikan di atas dan dikaitkan

dengan keterampilan kooperatif yang perlu dikembangkan pada anak usia sekolah

dasar, maka indikator kerjasama yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Tetap fokus pada kerja kelompok dan berada di dalam kelompok.

b. Berpartisipasi dalam menyelesaikan tugas kelompok.

c. Mencapai keputusan kelompok.

d. Meyakinkan bahwa setiap keputusan dapat dipahami oleh semua anggota

kelompok (mau menjelaskan kepada anggota kelompok yang belum jelas).

e. Mendengarkan pendapat orang lain.

f. Berbagi tugas dan menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.

(46)

27 h. Mencatat hasil yang dicapai oleh kelompok.

Indikator-indikator kerjasama tersebut dipilih karena dianggap sesuai

dengan karakteristik anak usia sekolah dasar. Selain itu indikator-indikator

tersebut telah menggambarkan karakteristik kerjasama di dalam sebuah kelompok

dan dirasa mudah untuk diamati, sehingga data tentang kemampuan kerjasama

siswa dalam penelitian ini akan lebih mudah untuk diperoleh.

C.Model Pembelajaran Cooperative

1. Model Pembelajaran

Pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem, artinya suatu keseluruhan

yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berinteraksi, berinterelasi dan

berinterdependensi antara satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang telah ditetapkan (Sujarwo, 2011: 5). Komponen-komponen

dalam pembelajaran tersebut akan mempengaruhi keberhasilan suatu proses

pembelajaran. Lebih lanjut, Sujarwo (2011: 5) menyatakan bahwa

komponen-komponen pembelajaran terdiri atas: 1) tujuan pembelajaran, 2) peserta didik, 3)

pendidik, 4) perencanaan sebagai suatu segmen kurikulum, 5) strategi

pembelajaran, 6) media pembelajaran, dan 7) evaluasi pembelajaran.

Proses belajar mengajar merupakan inti dari kegiatan pembelajaran di

sekolah. Keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dari ketercapaian

tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran merupakan

sasaran yang ingin dicapai oleh pendidik yang telah ditetapkan sebelum

(47)

28

guru perlu merancang strategi pembelajaran yang tepat dan sesuai agar tujuan

pembelajaran dapat tercapai.

Sujarwo (2011: 10) menyatakan bahwa strategi pembelajaran dimaknai

sebagai suatu strategi dalam mengelola secara sistematis kegiatan pembelajaran

sehingga peserta didik dapat mencapai isi pelajaran atau mencapai tujuan yang

diharapkan. Strategi pembelajaran dipilih dengan didasarkan pada tujuan

pembelajaran yang telah ditetapkan. Dalam proses pembelajaran, strategi

pembelajaran yang telah dibuat diimplementasikan melalui penggunaan berbagai

model dan metode pembelajaran.

Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang

melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar

untuk mencapai tujuan belajar (Suprijono, 2011: 46). Pendapat tersebut sejalan

dengan pemikiran Daryanto dan Muljo Rahardjo (2012: 241) yang menyatakan

bahwa model pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk

strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran. Lebih

lanjut, Majid (2016: 13) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka

konseptual dan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman

belajar untuk mencapai tujuan tertentu. Selain itu, model pembelajaran juga

berfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan aktivitas belajar

mengajar.

Dari uraian di atas, definisi model pembelajaran yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah kerangka konseptual dan prosedur yang sistematis dalam

(48)

29

dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat

tercapai.

2. Model Pembelajaran Cooperative

Ada banyak sekali model pembelajaran yang dapat digunkan guru dalam

melakukan kegiatan pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran tersebut harus

disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai guru. Salah satu

model pembelajaran yang digunakan saat ini adalah model pembelajaran

cooperative. Model pembelajaran cooperative adalah model pembelajaran yang

memungkinkan siswa untuk saling bekerjasama sehingga siswa akan lebih aktif

dan lebih sering berinteraksi dengan temannya.

Slavin (2009: 4) menyatakan bahwa, pembelajaran kooperatif merujuk

pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam

kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam

mempelajari materi pelajaran.Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Asma

(2006: 12) yang menyatakan bahwa belajar kooperatif mendasarkan pada suatu

ide bahwa siswa bekerjasama dalam kelompok dan sekaligus masing-masing

bertanggung jawab pada aktivitas belajar anggota kelompoknya, sehingga seluruh

anggota kelompok dapat menguasai mata pelajaran dengan baik. Lebih lanjut,

Sujarwo (2011: 101) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah

pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk saling

(49)

30

tugas yang dibuat oleh pendidik, sehingga tercipta kesempatan munculnya suatu

aktivitas berupa kerjasama.

Dari uraian di atas, definisi pembelajaran kooperatif yang dimaksudkan

dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada

siswa untuk berinteraksi dan bertukar pengetahuan dengan temannya serta

memungkinkan terjadinya kerjasama antar siswa dalam sebuah kelompok yang

heterogen untuk menyelesaikan tugas dan mencapai tujuan bersama.

Tujuan yang paling penting dari pembelajaran kooperatif menurut Slavin

(2009: 33) adalah untuk memberikan para siswa pengetahuan, konsep,

kemampuan dan pemahaman yang mereka butuhkan supaya bisa menjadi anggota

masyarakat yang bahagia dan memberikan kontribusi. Lebih lanjut, Asma (2016:

12) menyatakan bahwa tujuan dari pengembangan pembelajaran cooperative

adalah untuk pencapaian hasil belajar, penerimaan terhadap keragaman, dan

pengembangan keterampilan sosial.

Kedua pendapat di atas sejalan dengan pemikiran Majid (2016: 175) yang

menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tujuan,

diantaranya:

1) meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik;

2) agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai

perbedaan latar belakang;

3) mengembangkan keterampilan siswa; berbagi tugas, aktif bertanya,

menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau

(50)

31

Penggunaan model pembelajaran kooperatif di dalam kelas sangat

dianjurkan karena ada beberapa alasan penting yang mendukung penggunaan

model pembelajaran kooperatif ini. Isjoni (2010: 16) menyatakan bahwa, model

ini tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit,

tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis,

bekerjasama dan membantu teman. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa terlibat

aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap

kualitas interaksi dan komunikasi dan dapat memotivasi siswa untuk

meningkatkan prestasi belajarnya (Isjoni, 2010: 16).

Pembelajaran cooperative memiliki beberapa karakteristik. Beberapa

karakteristik tersebut menurut Sujarwo (2011: 108) antara lain: 1) peserta didik

bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya,

2) kelompok dibentuk dari peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi,

sedang dan rendah, 3) bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras,

budaya, suku dan jenis kelamin yang berbeda-beda, 4) penghargaan lebih

berorientasi pada kelompok daripada individu.

Dalam menerapkan pembelajaran cooperative, kerjasama merupakan hal

yang paling penting. Oleh sebab itu, penanaman keterampilan kooperatif sangat

perlu dilakukan, antara lain menghargai pendapat orang lain, mendorong

berpartisipasi, berani bertanya, mendorong teman untuk bertanya, mengambil

giliran dan berbagi tugas (Isjoni, 2010: 63). Agar kerjasama antar siswa dapat

(51)

32

pembelajaran cooperative yang harus dimunculkan. Komponen-komponen

esensial tersebut menurut Johnson, dkk (2012: 43) antara lain:

1) melihat secara jelas interdependensi positif,

2) interaksi mendukung (tatap muka) yang cukup besar,

3) melihat secara jelas tanggung jawab individual dan tanggung jawab personal untuk mencapai tujuan kelompok,

4) sering menggunakan skil-skil kelompok kecil dan skil interpersonal yang relevan,

5) pemrosesan kelompok yang cukup sering dan teratur terhadap pemfungsian saat ini untuk mengembangkan keefektifan di waktu berikutnya.

Kelima unsur tersebut secara ringkas telah dijelaskan oleh Suprijono

(2011: 58) yaitu:

1. Positive interdependence (saling ketergantungan positif). 2. Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan). 3. Face to face promotive interaction (interaksi promotif). 4. Interpersonal skill (komunikasi antaranggota).

5. Group processing (pemrosesan kelompok).

Berdasarkan kelima unsur tersebut, guru perlu melakukan pembagian kerja

yang baik agar penerapan model pembelajaran ini berhasil dan tidak membuat

siswa merasa kebingungan. Selain itu, guru jugaharus mengetahui beberapa sintak

dalam penerapan model pembelajaran ini. Sintak model pembelajaran cooperative

terdiri dari enam fase (Suprijono: 2011: 65) yang digambarkan dalam tabel

sebagai berikut:

Tabel 1. Sintak Pembelajaran Cooperative

(52)

33 Fase 2: Present information

(menyajikan informasi)

Mempresentasikan informasi kepada

peserta didik secara verbal.

Fase 3: Organize student inti learning teams

(mengorganisir peserta didik ke

dalam tim-tim belajar)

Memberikan penjelasan kepada

peserta didik tentang tata cara

pembentukan tim belajar dan

membantu kelompok melakukan

transisi yang efisien.

Fase 4: Assist team work and study

(membantu kerja tim dan belajar)

Membantu tim-tim belajar selam

Fase 6: Provide recognition

(memberikan pengakuan atau

penghargaan)

Mempersiapkan cara untuk

mengakui usaha dan prestasi

individu maupun kelompok.

Setiap model pembelajaran pasti memiliki beberapa kelebihan dan

kekurangan dalam penerapannya. Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang

dilakukan oleh para ahli tentang penerapan model pembelajaran cooperative ini

ditemukan beberapa kelebihan dan kekurangan. Seperti yang telah dikemukakan

(53)

34

1. Pembelajaran kooperatif dapat menyebabkan unsur-unsur psikologis siswa

menjadi terangsang dan lebih menjadi lebih aktif.

2. Fungsi ingatan siswa menjadi lebih aktif, siwa lebih bersemangat dan berani

mengemukakan pendapat saat berdiskusi.

3. Meningkatkan kerja keras siswa, lebih giat dan lebih termotivasi.

4. Membantu siswa mengaktifkan pengetahuan latar mereka dan belajar dari

pengetahuan latar teman-temannya.

5. Meningkatkan kecakapan individu dan kelompok dalam memecahkan masalah,

meningkatkan komitmen dan menghilangkan prasangka buruk terhadap

temannya.

6. Menimbulkan motivasi sosial siswa karena adanya tuntutan untuk

menyelesaikan tugas.

Kelemahan dari model pembelajaran ini yaitu kontribusi siswa berprestasi

rendah menjadi kurang dan siswa berprestasi tinggi akan merasa kecewa, hal

tersebut disebabkan karena peran anggota kelompok yang pandai akan lebih

dominan. Oleh karena itu, hal yang harus dihindari dalam penerapan model

pembelajaran ini adalah terjadinya pertentangan antara siswa yang berprestasi

tinggi dan siswa yang berprestasi rendah. Selain itu, Asma (2006: 27) menyatakan

bahwa penyelesaian suatu materi dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif akan memakan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan

pembelajaran konvensional. Guru juga membutuhkan persiapan yang matang dan

(54)

35

baik. Oleh karena itu, dibutuhkan persiapan yang baik dan pengelolaan kelas yang

baik dalam menerapkan model pembelajaran ini.

Ada banyak sekali metode-metode pembelajaran cooperative yang dapat

digunakan oleh guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Slavin (2009: 9)

menyatakan bahwa, metode-metode pembelajaran kooperatif yang dapat

digunakan dalam pembelajaran tim siswa antara lain: 1) Student

Team-Achievement Division (STAD), 2) Team Games-Tournament (TGT), 3) Jigsaw II,

4) Team Accelerated Instruction (TAI), dan 5) Cooperatif Integrated Reading and

Composition (CIRC). Selain itu, ada metode-metode pembelajaran kooperatif

yang lainnya yaitu: 1) Group Investigation (GI), 2) Learning Together (Belajar

Bersama), 3) Complex Instruction (Pengajaran Kompleks), dan 4) Structure

Dyadic Methods (Metode Struktur Berpasangan) (Slavin, 2009: 24).

3. Jigsaw

a. Pengertian Jigsaw

Jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran cooperative yang terdiri

dari tim-tim belajar yang heterogen yang terdiri dari 4-5 siswa dan setiap siswa

bertanggung jawab atas penguasaan materi yang menjadi bagiannya dan harus

mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota kelompok lainnya.

Syarifuddin (2011) menyatakan bahwa Jigsaw adalah model pembelajaran dengan

menggunakan pengelompokan/ tim kecil yaitu yang terdiri dari empat, enam,

Gambar

Tabel 3. Jadwal Penelitian
Tabel 4. Kisi-kisi Soal Pretest
Tabel 8. Skor Kuesioner
Tabel 9. Kisi-kisi Lembar Observasi Keterlaksanaan Jigsaw
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jl.. ketinggian manakah metode yang dianggap lebih akurat tersebut efektif perhitungannya. Efisiensi perencanaan gedung ini akan dibandingkan melalui indikator biaya.

Wahai kaum guru semua Bangunkan rakyat dari gulita Kita lah penyuluh bangsa. Pembimbing melangkah

8.6.1.Guru dapat mengolah hasil penilaian proses pembelajar-an untuk berbagai tujuan pada setiap standar kompetensi teknik Pemelihara-an Mekanik Industri 8.7 Melakukan

Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu

(2) Di KJA Gundil Situbondo prevalensi ektoparasit pada ikan Kerapu Cantang yaitu Benedenia sebesar 100% dan Dactylogyrus sebesar 0% serta intensitas ektoparasit

Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara fungsi kognitif terhadap kepatuhan minum obat anti hipertensi pada pasien lanjut usia di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah

Tulisan ini dikedepankan sebagai usaha untuk memberikan pemahaman dan pemaknaan yang tepat, mengenai Islam dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia sebagai sebuah

Sebagai remaja yang berwawasan, jelaskan usaha-usaha yang anda lakukan untuk memastikan impian tersebut menjadi kenyataan.. Menabung amat penting untuk menjamin kehidupan pada