• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN SOSISOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL “TUAN GURU” KARYA SALMAN FARIS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN SOSISOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL “TUAN GURU” KARYA SALMAN FARIS."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

54

KAJIAN SOSISOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN

DALAM NOVEL “TUAN GURU”

KARYA SALMAN FARIS

oleh

Syahrizal Akbar, Retno Winarni, Andayani

Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Program PASCASARJANA UNS akbarsyahrizal@ymail.com

Abstrak

Novel “Tuan Guru” karya Salman Faris menguak tentang kehidupan religius, dan sosial budaya masyarakat Lombok, khususnya Lombok Timur. Novel tersebut diulas menggunakan kajian sosiologi sastra. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan pandangan dunia pengarang mengenai eksistensi Tuan Guru, latar belakang sosial budaya masyarakat, dan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam novel “Tuan Guru” karya Salman Faris.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan metode content analysis atau analisis isi. Metode ini digunakan untuk menelaah isi dari suatu dokumen. Dokumen dalam penelitian ini adalah novel “Tuan Guru” karya Salman Faris. Validasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi teori. Tahapan analisis dokumen dimulai dari tahap pembacaan, pencatatan dokumen, hingga analisis dokumen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Lombok, khususnya Lombok Timur berdasarkan kacamata Salman Faris menganggap bahwa tuan guru merupakan sosok yang mampu memberikan garansi masuk surge, doa yang dipanjatkan tuan guru lebih cepat diijabah oleh Allah dibandingkan manusia lainnya dan masyarakat tidak memandang ada cela sedikitpun dari sosok tuan guru. Latar belakang sosial budaya masyarakat mencakup adat dan kepercayaan, pekerjaan, pendidikan, agama, tempat tinggal, bahasa, dan suku. Adapun nilai-nilaip pendidikan yang terkandung adalah pendidikan sosial, moral, budaya, agama, ekonomi, politik, dan historis.

Kata Kunci: novel, content analysis, sosiologi sastra, dan nilai pendidikan

.

PENDAHULUAN

Fenomena-fenomena yang diangkat oleh seorang sastrawan dalam karya sastra meliputi hampir segala aspek kehidupan yang dialami oleh masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Waluyo (2002) yang menyatakan bahwa latar belakang yang ditampilkan meliputi: tata cara kehidupan, adat-istiadat, kebiasaan, sikap, upacara

adat dan agama, dalam cara berpikir, cara memandang sesuatu, dan sebagainya.

(2)

55

bersifat imajinatif (Nurgiyantoro, 2007). Novel, yang banyak diminati belakangan ini karena banyak mengangkat tema-tema yang dekat dengan pembaca, pada dasarnya juga tak luput dari unsur ekstrinsik di samping unsur intrinsik yang memang saling bersinergi untuk menciptakan kesatuan cerita yang padu.

Penentuan novel “Tuan Guru” karya Salman Faris sebagai objek yang dikaji dalam penelitian ini karena novel tersebut menguak tentang kehidupan religius, dan sosial budaya masyarakat Lombok, khususnya Lombok Timur. Salman Faris berani mengupas sisi kehidupan seorang Tuan Guru bukan hanya sisi positif tetapi juga sisi negatifnya. Tuan Guru yang selama ini merupakan anutan semua masyarakat Lombok dalam berprilaku dan merupakan hal yang tabu bagi seluruh

masyarakat membicarakan “kekurangannya”, berani dikupas oleh

Salman Faris.

Novel “Tuan Guru” karya Salman Faris yang dominan mengangkat sisi kehidupan sosial budaya masyarakat Lombok akan peneliti analisis dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra yang memang selaras dan tepat mengupas tuntas isi novel tersebut. Pada prinsipnya, terdapat tiga perspektif berkaitan dengan sosiologi sastra, yaitu: (1) penelitian yang memandang karya sastra sebagai dokumen sosial yang di dalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut diciptakan, (2) penelitian

yang mengungkap sastra sebagai cermin situasi sosial penulisnya, dan (3) penelitian yang menangkap sastra sebagai manifestasi peristiwa sejarah dan keadaan sosial budaya (Laurenson dan Swingewood dalam Endraswara, 2008).

Dalam penelitian ini, diulas tentang pandangan dunia pengarang mengenai eksistensi tuan guru dalam novel “Tuan Guru” karya Salman Faris, sosial budaya yang dilukiskan pengarang dalam novel, serta nilai pendidikan yang terkandung dalam novel. Pengambilain nilai pendidikan sebagai salah satu masalah yang hendak diulas dalam penelitian ini karena setiap karya pastinya mengandung nilai-nilai kehidupan yang mendidik pembaca. Ulasan terhadap nilai pendidikan tersebut akan menjadi nilai tambah penting bagi pembaca.

KAJIAN TEORI

Kajian Sosiologi Sastra

(3)

56

sosiosastra, pendekatan sosiologis, atau pendekatan sosio-kultural terhadap sastra.

Kajian sosiologi ini pengertiannya mencakup berbagai pendekatan, masing-masing didasarkan pada sikap dan pandangan teoretis tertentu, tetapi semua pendekatan itu menunjukkan satu ciri kesamaan, yaitu mempunyai perhatian terhadap sastra sebagai institusi sosial, yang dciptakan oleh sastrawan sebagai anggota masyarakat (Sapardi Djoko Damono dalam Jabrohim, 2003). Hal penting hal penting dalam sosiologi sastra adalah konsep cermin (mirror)

(Endraswara, 2008). Dalam kaitan ini, sastra dianggap sebagai mimesis (tiruan) masyarakat. Kendati demikian, sastra tetap diakui sebagai sebuah ilusi atau khayalan dari kenyataan. Sastra tidak akan semata-mata menyodorkan fakta secara mentah. Sastra bukan sekadar copy

kenyataan, melainkan kenyataan yang telah ditafsirkan.

Pendapat yang lebih rinci disampaikan oleh Junus (dalam Sangidu, 2004) mengungkapkan bahwa dalam penelitian sosiologi sastra terdapat dua corak, yaitu (1) pendekatan sociology of literature (sosiologi sastra) yang bergerak dan melihat faktor sosial yang menghasilkan karya sastra pada suatu masa tertentu. Jadi, pendekatan ini melihat faktor sosial sebagai mayornya dan sastra sebagai minornya; (2) pendekatan literary sociology (sosiologi

sastra) yang bergerak dari faktor-faktor sosial yang terdapat di dalam karya sastra dan selanjutnya digunakan untuk memahami fenomena sosial yang ada di luar teks sastra. Jadi, pendekatan ini melihat dunia sastra atau karya sastra sebagai mayornya dan fenomena sosial sebagai minornya.

Lebih lanjut, Sangidu (2004) menjelaskan bahwa teknik yang diperlukan untuk menjalankan metode dialektik (hubungan timbal balik) antara faktor-faktor sosial yang terkandung dalam karya sastra dengan faktor-faktor sosial yang terkandung dalam karya sastra dengan faktor-faktor sosial yang ada dalam masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra merupakan pendekatan yang menelaah tentang hubungan antara realitas sosial yang ada dalam masyarakat dengan realitas literer yang ada dalam teks sastra tanpa mengenyampingkan cermin situasi penulisnya.

(4)

57

manifestasi peristiwa sejarah dan keadaan sosial budaya.

Edraswara (2008) mengemukakan bahwa secara esensial sosiologi sastra adalah penelitian tentang: (a) studi ilmiah manusia dan masyarakat secara objektif, (b) studi lembaga-lembaga sosial lewat sastra dan sebaliknya, (c) studi proses sosial, yaitu bagaimana masyarakat bekerja, bagaimana masyarakat mungkin, dan bagaimana mereka melangsungkan hidupnya.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sasaran penelitian sosiologi sastra adalah aspek sosiologis yang terpantul dalam sastra dan proses sosial yang terjadi dalam masyarakat yang tergambar dalam karya sastra.

Novel

Berdasarkan sudut pandang seni, Waluyo (2002) menyatakan bahwa novel adalah lambang kesenian yang baru yang berdasarkan fakta dan pengalaman pengarangnya. Susunan yang digambarkan novel adalah suatu yang realistis dan masuk akal. Kehidupan yang dilukiskan bukan hanya kehebatan dan kelebihan tokoh (untuk tokoh yang dikagumi), tetapi juga cacat dan kekurangannya. Lebih lanjut, beliau menyatakan bahwa novel bukan hanya alat hiburan, tetapi juga sebagai bentuk seni yang mempelajari dan melihat segi-segi kehidupan dan nilai baik-buruk (moral) dalam kehidupan dan

mengarahkan kepada pembaca tentang pekerti yang baik dan budi yang luhur (Waluyo, 2002).

Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1994) menyatakan bahwa novel berasal dari bahasa Itali novella (dalam bahasa Jerman:

novelle). Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan sebagai “cerita pendek dalam bentuk prosa”. Dewasa ini pengertian novella atau novelle

mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelet (Inggris:

novellette) yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek. Karya sastra yang disebut

novellette adalah karya yang lebih pendek daripada novel tetapi lebih panjang daripada cerpen, katakanlah pertengahan dari keduanya.

Pengertian yang lebih rinci disampaikan oleh Sumardjo (1999) yang menyatakan bahwa novel dalam kesusastraan merupakan sebuah sistem bentuk. Dalam sistem ini terdapat unsur-unsur pembentuknya dan fungsi dari masing-masing unsur. Unsur-unsur ini membentuk sebuah struktur cerita besar yang diungkapkan lewat materi bahasa tadi.

(5)

58

cepat atau dengan bentuk padat dan dikatakan sulit karena novel dituliskan dalam skala besar sehingga mengandung satu kesatuan organisasi yang lebih luas daripada cerpen.

Stanton (2007) menyatakan bahwa fisik novel yang panjang akan mengurangi kepekaan pembaca terhadap bagian-bagian dari alur cerita. Keteledoran ini akan menjadi penghalang ketika pembaca berusaha memahami struktur perluasan tersebut, perlu melangkah mundur waktu demi waktu. Harus sadar bahwa setiap bab dalam novel mengandung berbagai episode. Episode-episode dan topik-topik tersebut dapat dilebarkan dalam satu bab karena suatu alasan tertentu.

Lebih lanjut, beliau menyatakan bahwa pada dasarnya kebanyakan orang mengira bahwa cara termudah untuk memahami dunia novel adalah dengan bertanya kepada pengarangnya (Stanton, 2007). Kenyataannya, pandangan ini malah gagal ketika dipraktikkan. Sebagian besar pengarang akan menolak ketika diminta menjelaskan karya mereka secara mendalam, atau mungkin novel tersebut justru menjelaskan banyak hal, lebih dari perkiraan pengarang sendiri.

Berpijak pada pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa novel adalah cerita fiksi yang mengangkat permasalahan yang kompleks tentang kehidupan dan tersusun atas unsur intrinsik dan ekstinsik yang padu dan

saling terikat dalam mengungkapkan setiap jalinan peristiwa yang diceritakan.

Nilai Pendidikan

Dalam sebuah karya sastra seperti novel terdapat nilai pendidikan yang dapat dipetik oleh pembaca. Baribin (1985) mengemukakan bahwa dari karya sastra dapat ditemukan buah pikiran atau renungan dari penulis dan sanggup menyadari nilai-nilai yang lebih halus berarti telah dapat mengapresiasi atau menangkap nilai yang terkandung dalam karya sastra tersebut.

Nilai pendidikan yang dibungkus dalam kisah, dialog, atau peristiwa-peristiwa yang terjalin dalam novel tidak hanya dalam bentuk deskripsi langsung tetapi ada juga melalui tahap analisis pembaca. Ada beberapa nilai pendidikan yangterdapat dalam sebuah karya sastra, tetapi sebeblumny akan dikemukakan terlebih dahulu apa sebenarnya nilai pendidikan tersebut.

(6)

59

ditinjau dari sudut ilmu ekonomi yang bergelut dengan kegunaan dan nilai tukar benda-benda material, pertama kali secara umum menggunakan kata “nilai”.

Senada dengan Lorens, Kattsoff (dalam Soejono, 1996) memberikan perincian mengenai pengertian nilai. (1) Mengandung nilai artinya berguna; (2) merupakan nilai, artinya baik atau indah atau benar; (3) mempunyai nilai artinya merupakan objek keinginan, mempunyai kualitas yang menyebabkan orang mengambil sikap menyetujui atau mempunyai sifat nilai tertentu; dan (4) memberi nilai artinya menanggapi sesuatu hal yang diinginkan atau sebagai hal yang menggambarkan nilai tertentu.

Berbeda dengan pengertian sebelumnya, pengertian lebih umum disampaikan oleh Semi (1993) yang menyatakan bahwa nilai adalah aturan yang menentukan sesuatu benda atau perbuatan lebih tinggi, dikehendaki dari yang lain. Hal tersebut senada dengan pengertian yang dikemukakan oleh Daroeso (1989), nilai adalah suatu penghargaan atau kualitas terhadap sesuatu atau hal yang dapat menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang, karena sesuatu hal itu menyenangkan, memuaskan, menguntungkan atau merupakan sesuatu sistem keyakinan.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan sesuatu yang memiliki daya guna bagi manusia dan dapat berupa

penghargaan atau apresiatif terhadap hal yang dicermati.

Selanjutnya, pengertian pendidikan menurut Soedomo (2003) adalah bantuan atau tuntunan yang diberikan oleh orang yang bertanggung jawab kepada anak didik dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan yang dilakukan. Sementara itu, Dewantoro (dalam Munib, 2006) lebih menyoroti pada aspek yang harus diubah setelah proses pendidikan. Beliau mengemukakan bahwa pendidikan merupakan upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak.

Pengertian yang lebih umum disampaikan oleh Uhbiyati dan Abu Ahmadi (2001) yang mengemukakan bahwa pendidikan merupakan suatu kegiatan yang secara sadar dan sengaja serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak-anak sehinggal timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung terus-menerus.

Berdasarkan beberapa pengertaian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha secara sadar dan penuh tanggung jawab yang dilakukan untuk memebrikan perubahan terhadap seseorang atau peserta didik.

(7)

60

dinyatakan bahwa nilai pendidikan merupakan segala hal yang berguna yang diberikan oleh seseorang secara sadar dan tanggung jawab dalam usaha memberikan perubahan terhadap sikap dan tingkah laku yang lebih baik.

Adapun nilai-nilai pendidikan yang secara umum terdapat dalam novel adalah nilai pendidikan agama, nilai pendidikan moral, nilai pendidikan budaya, nilai pendidikan sosial, nilai pendidikan ekonomi, nilai pendidikan politik, dan nilai pendidikan historis.

Eksistensi Tuan Guru dalam Kehidupan

Sosial Budaya Masyarakat

Buehler (2009) menjelaskan, keberhasilan demokrasi di Indonesia dipengaruhi oleh pemahaman bahwa nilai-nilai demokrasi bersumber dari ajaran Islam. Dari penjelsan tersebut dapat digambarkan bahwa masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim,mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran agama dalam konteks politik, disinalah dapat dilihat peran penting para tokoh agama dalam mengrahkan pandangan masyrakat. Hal ini banyak terjadi pada masyrakat tradisional, terutama yang terjadi pada masyrakat Lombok.

Dalam kehidupan sosial budaya masyarakat tradisional religius, pemimpin spiritual memiliki peranan yang lebih penting daripada yang lain. Pergeseran nilai sosial budaya yang terjadi pada masyarakat, selain perubahan internal

atau dari dalam diri pribadi. Peran tokoh agama mendominasi pergseran nilai-nilai budaya tresebut.

Studi sosial di Pulau Lombok tentang Tuan Guru menunjukkan bahwa Tuan Guru sebagi pemimpin islam memegang peranan penting dalam menentukan dn mencegah pudarnya jati diri dan kultural agama yang dianut dan dipegang oleh masyrakat. Atmosfir budaya maupun pengetahuan dianggap tidak sejalan dengan nila-nilai islam yang dapat menerbitkan rasa tidak aman serta mengancam jati diri masyrakat sebagai muslim yang taat, menjadi alasan masyarakat memelihara hubungan dengan Tuan Guru (Budiwanti, 2000).

Tuan memiliki makna dasar, orang yang dianggap mulia, lebih tinggi dan patut dihormati. Sebutan “tuan” dalam masyrakat sasak juga merujuk pada orang yang telah melaksanakan ibadah haji. Sedangkan “guru” adalah sebutan bagi orang yang telah mengajarkan ilmu dan pengetahuan. Dua kata ini menyiratkan hubungan hierarkial dan dikotomis antara tuan guru dan umat (masyarakat) (Budiwanti, 2000).

Tuan Guru adalah assigned status

(8)

61

menunjukkan terjadinya pelapisan sosial yang bertumpuk dalam matra stigmatik yang diciptakan oleh sistem sosial (Bartholomew, 1999).

Karisma kepemimpinan tuan guru berpusat pada diri individu yang dikembangkan bersama dan diakui oleh masyarakat memiliki kekuatan yang dapat mempengaruhi pandangan, pola pikir, prilaku masyarakat. Kepemimpinan karismatik tuan guru merupakan kepemimpinan yang diterapkan dalam membangun masyarakat yang mengalami perkembangan ke arah bidang atau program tertentu sesuai dengan perubahan kondisi dan lingkungan masyarakat.

Status tuan guru dalam masyarakat pada dasarnya terbentuk melalui suatu hierarki status, karena status tuan guru akan berarti dalam masyarakat apabila ditinjau dari status yang lebih tinggi atau lebih rendah. Status tuan guru pada masyarakat terbentuk karena masyarakat terdiri dari banyak kelompok di dalamnya, dan setiap kelompok mempunyai status dan peran yang dibawanya.

Peranan penting tuan guru juga trekait dengan kedudukan mereka sebagai elit terdidik yang mentransfer pengetahuan agama ke tengah masyarakat. Mereka akan memberikan penjelasan dan mengklarifikasi berbagai permaslahan yang ada di tengah masyarakat, karena umumnya masyarakat sasak menyadari keterbatasan

penegetahuan mereka dalam mengakses doktrin agama secara luas (Bartholomew, 1999).

Posisi ini merupakan nilai tawar tuan guru terhadap masyarakatnya sehingga segala bentuk pendapatnya menjadi pegangan masyarakat dalam memahami perubahan, terutama perubahan dalam cara “memperlakukan” doktrin agam secara literal (rigid) maupun liberal (Budiwanti, 2000). Walau tidak tertutup kemungkinan adanya beberapa kelompok kecil di tengah masyarakat Lombok yang mampu mengakses informasi yang lebih luas dan mampu mempertimbangkan perlakuan keliteran maupun keliberalan sebuah doktrin dengan bijaksana, namun karena mayoritas masyarakat Lombok cendrung memandang dan mengagungkan ketokohan, maka setiap dari mereka dapat diidentifikasi mengikuti setiap pilihan dan langkah yang diambil oleh Tuan Guru, karena walau bagaimanapun legitimasinya adalah lokomotif dari gerak mereka (Budiwanti, 2000).

(9)

62

alih) oleh beragam mediasi institusional yang marak bermunculan seiring dinamika cepat dunia modern. Namun, tetap saja dalam derajat tertentu para tuan guru masih memiliki privilege sosial. Sebab bagaimanapun, hingga saat ini secara de vacto masyarakat Sasak masih menaruh kepercayaan besar pada mereka. Dengan “hak-hak istimewa” selaku elite agama itu, mereka bahkan masih dapat mengambil peran sebagai “pressure group” dan “rulling class” pada level tertentu dalam keseluruhan struktur sosial masyarakat. Dapat dibayangkan betapa eksistensi Tuan Guru di tengah dinamika sosial masyarakat Lombok.

Setap pilihan dan langkah yang diambil Tuan Guru umumnya diikuti tanpa reserve oleh masyarakat Lombok, apalagi mempertimbangkan lebih jauh dimensi di luar keyakinan dan ketaan mereka. Hal ini kemungkinan beranjak dari hadis populer “ulama sebagai pewaris Nabi” yang melahirkan keyakinan bahwa sifat-sifat Nabi melekat dalam diri Tuan Guru. Namun tidak menutup kemungkinan juga sebagai sebagian masyarakat yang lain dimensi ketaatan ini lahir dari pemahaman lingkungan sosialnya.

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan tentang sifat suatu individu, keadaan, gejala dari kelompok tertentu yang dapat diamati (Moleong, 2008). Metode deskriptif sendiri dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan sebagainya) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Hadari Nawawi dalam Siswantoro, 2005).Dalam hal ini, peneliti akan mendeskripsikan secara kualitatif tentang permasalahan-permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini berupa analisis novel “Tuan Guru” karya Salman Faris menggunakan pendekatan sosiologi sastra dan nilai-nilai pendidikan dalam novel tersebut.

Tujuan penelitian yang bersifat kualitatif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, actual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nasir, 1992).

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan metode

(10)

63

pengarang, serta nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam novel tersebut. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis dokumen yang dimulai dari tahap pembacaan, pencatatan dokumen, hingga analisis dokumen.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Pandangan Dunia Pengarang terhadap Eksistensi Tuan Guru dalam Novel

Tuan Guru

Pandangan Salman Faris mengenai eksistensi tuan guru dalam masyarakat Lombok yang dituangkan dalam novel

Tuan Guru menyingkap bahwa

sesungguhnya tuan guru merupakan manusia biasa yang tidak berbeda dengan masyarakat umumnya. Perbedaan terletak pada ilmu agama dan secara aplikatif tuan guru belum tentu bisa mengamalkan ilmunya secara total. Ia juga tidak luput dari kesalahan atau lebih halusnya kekhilafan seperti masyarakat lainnya. Tuan guru tidak boleh dikeramatkan apalagi disamakan derajatnya dengan nabi yang merupakan manusia pilihan Allah yang mulia.

Peranan penting tuan guru juga terkait dengan kedudukan mereka sebagai elit terdidik yang mentransfer pengetahuan agama ke tengah masyarakat. Mereka akan memberikan penjelasan dan mengklarifikasi berbagai permaslahan yang ada di tengah masyarakat, karena umumnya masyarakat

sasak menyadari keterbatasan penegetahuan mereka dalam mengakses doktrin agama secara luas (Bartholomew, 1999: 6). Masyarakat Lombok umumnya, baik yang terdidik maupun tidak terdidik memandang tuan guru melebihi batas kodratinya sebagai manusia normal. Sebagian besar masyarakat Lombok, khususnya Lombok Timur berdasarkan kacamata Salman Faris menganggap bahwa tuan guru merupakan sosok yang mampu memberikan garansi masuk surga. Menurut masyarakat Lombok, doa yang dipanjatkan tuan guru lebih cepat diijabah oleh Allah dibandingkan manusia lainnya. Masyarakat tidak memandang ada cela sedikitpun dari sosok tuan guru.

Tuan guru merupakan kelas sosial yang berada pada lapis tertinggi dalam struktur masyrakat. Peranan penting tuan guru juga terkait dengan kedudukan mereka sebagai elit terdidik yang mentransfer pengetahuan agama ke tengah masyarakat.

2. Latar Belakang Sosial-Budaya dalam Novel Tuan Guru

a. Adat dan Kepercayaan

Adat dan kepercayaan masyarakat Lombok yang tertuang dalam novel Tuan

Guru berkaitan dengan adat mencari

(11)

64

b. Pekerjaan

Pekerjaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Lombok yang dikisahkan dalam novel Tuan Guru

sebagian besar merupakan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat tradisional meskipun ada juga yang yang telah elit. Pekerjaan yang banyak digeluti masyarakat adalah petani, pedagang, ojek, kusir, dukun beranak, pejabat, dan guru ngaji atau imam masjid.

c. Pendidikan

Setting pengkisahan yang diangkat dalam novel Tuan Guru mempengaruhi jenis dan jenjang pendidikan yang dideskripsikan. Masyarakat umumnya, khususnya jamaah tuan guru menyekolahkan anaknya pada sekolah-sekolah yang bernuansa agama karena menjurus pada satu cita-cita yakni tuan guru. Pendidikan yang ditempuh adalah Madrasah Aliyyah, hingga memasuki pondo pesantren. Tetapi ada juga jenjang pendidikan tinggi seperti memasuki perguruan tinggi baik lokal maupun luar negeri yang dideskripsikan melalui kehidupan anak tuan guru.

d. Agama

Masyarakat yang diangkat dalam novel Tuan Guru mayoritas merupakan pemeluk agama Islam. Hal ini dibuktikan dari latar yang disekripsikan semua bernuansa Islam, seperti pondok pesantren, masjid, madrasah. Serta pelaku yang ada di dalamnya merupakan jamaah, tuan guru. Tetapi ada juga masyarakat

minoritas yang memeluk agama selain Islam yang terrefleksi melalui kehidupan para keturunan Etnis Cina.

e. Tempat Tinggal

Tempat tinggal yang dijadkan sebagai latar tempat dalam novel Tuan

Guru digolongkan menjadi dua yakni

berdasarkan geografis atau kewilayahan dan berdasarkan bangunan. Wilayah Lombok yang banyak diangkat adalah Lombok Timur, yakni Kembang Sandat, Pantai Manange Baris, Pelabuhan Kayangan, Desa Plambek, serta di luar Pulau Lombok yakni Sumbawa. Tempat tinggal berupa bangunan, terdiri atas rumah tokoh aku, rumah tuan guru, pondok pesantren, asrama, serta masjid kampung.

f. Bahasa

Penggunaan bahasa yang digunakan dalam menceritakan setiap kisah dan peristiwa dalam novel Tuan Guru selain bahasa utama bahasa Indonesia, Salman Faris juga menyelipkan bahasa daerah yakni bahasa Sasak atau Lombok dan beberapa kosakata Arab pengaruh latar pondok pesantren yang diangkat.

g. Suku

(12)

65

dan juga berperan dalam memperkenalkan ajaran Islam. Selain kedunya, ada juga etnis Bali yang merupakan pendatang dan juga beberapa keturunan orang-orang yang dulu pernah datang untuk menjajah di Pulau Lombok. 3. Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel

Tuan Guru

a. Nilai Pendidikan Sosial

Kelas sosial yang digambarkan dalam novel Tuan Guru masih menempatkan tuan guru berserta seluruh keluarganya di posisi teratas. Tuan guru dengan karisma dan kebesaran gelarnya membuat masyarakat sangat menghormati dan menyayanginya. Nilai sosial yang digambarkan banyak menyiratkan tentang kesetiakawanan, penghormatan seorang istri kepada suami, kepatuhan seorang anak kepada orang tua, kehidupan bertetangga yang luhur, serta menghormati orang yang lebih tua. Hal negatif yang bisa dijadikan contoh untuk tidak dilakukan adalah kepala rumah tangga yang tidak mampu menjalankan perannya untuk mengayomi, melindungi, dan menyayangi keluarga; kasih sayang seorang ibu yang sangat jauh dari kata layak kepada anak-anaknya. b. Nilai Pendidikan Moral

Moral merupakan laku perbuatan manusia dipandang dari nilai-nilai baik dan buruk, benar dan salah, dan berdasarkan adat kebiasaan dimana individu berada (Burhan Nurgiyantoro, 2002). Nilai pendidikan moral yang

disuguhkan dalam novel Tuan Guru

mencakup pendidikan moral dalam hubungan kemanusiaan, kehidupan beragama, dan kehidupan dengan alam. Kebohongan di lingkungan santri menjamur bukan hanya bohong terhadap orang lain tetapi juga bohong terhadap diri sendiri, kejujuran, amanah, budi pekerti sebagai prisai adalah beberapa nilai moral yang berkaitan dengan kemanusiaan. Dalam kaitannya dengan beragama, santri mendapatkan pendidikan moral yang kurang baik, mereka diajarkan untuk mengaji atau memperdalam ilmu agama hanya untuk mengejar tahta sosial. Kehidupan yang baik selain bermanfaat bagi sesama adalah bermanfaat bagi lingkungan sekitar.

c. Nilai Pendidikan Budaya

(13)

66

kampung atau desa yang dianggap punya pengaruh dan telah mengetahui seluk beluk kampung sehingga mampu menyusun aturan yang terbaik bagi masyarakat. Budaya yang berkaitan dengan kesenian juga diungkapkan dalam novel tersebut berupa kesenian jangger, rudat, dan presean.

d. Nilai Pendidikan Agama

Keyakinan jamaah yang berlebihan terhadap tuan guru menyiratkan bahwa hal tersebut berdampak pada kesyirikan yang harus dijauhi karena keyakinan yang berlebihan terhadap sosok selain Tuhan adalah dosa terbesar. Selain itu, dalam novel Tuan Guru menanamkan nilai pendidikan agama bahwa membaca al-Quran dapat membangun karisma dalam diri seseorang, keutamaan shalat berjamaah, dan Tuhan tidak akan memberikan cobaan di luar batas manusia, serta Tuhan akan selalu bersama orang-orang yang bersabar.

e. Nilai Pedidikan Ekonomi

Pendidikan ekonomi yang diangkat dalam novel Tuan Guru adalah bidang perdagangan. Bisa dikatakan, peradagangan merupakan faktor penggerak sektor rill, tidak saja pada zaman Islam awal, tetapi juga sampai pada masa-masa sekarang (Jusmaliani, 2008). Kecakapan pedagang keturunan Cina daripada pedagang pribumi memberikan nilai khusus dalam bidang ekonomi khususnya dalam hal jual-beli. Pedagang keturunan Cina mengajarkan

bahwa dalam berdagang banyak aspek yang harus diperhatikan baik berkaitan dengan barang dagangan maupun pedagangnya sendiri. Seorang pedagang harus membangun relasi yang baik dengan banyak pihak sehingga mampu menyediakan barang yang variatif, memberikan harga yang tidak terlalu mahal atau tidak mengeruk keuntungan yang berlebih apalagi di pasar lokal, serta seorang pedagang harus mengutamakan kejujuran.

f. Nilai Pendidikan Politik

Nama besar tuan guru di tengah masyarakat Lombok dimaanfaatkan oleh tuan guru untuk mendongkrak sanak keluarganya yang akan dijadikan penerus dalam meneruskan tahta ketuanguruan di tanah Lombok. Selain itu, tuan guru juga melakukan apa yang disebut ‘pernikahan politik’, menikahkan anaknya dengan sesama anak tuan guru untuk mempertahankan jamaah dan menambah jamaah, atau menikahkan anaknya dengan anak pejabat pemerintahan untuk mencuri suara rakyat dalam pemilihan pejabat politik. Melalui media foto baik yang yang dipajang maupaun yang dicetak dalam kalender pejabat politik menggaet tuan guru sebagai tokoh untuk menarik perhatian masyarakat dalam memilih. g. Nilai Pendidikan Historis

(14)

67

menjadi pusat berlabuhnya pedagang-pedagang Eropa, Cina, dan Singapura. Sejarah kelam juga pernah tergores di Pulau Lombok, yakni menjadi jajahan raja Pulau Bali. Selain sejarah-sejarah besar tersebut, legenda munculnya nyale

terselip sebagai nilai luhur sejarah Pulau Lombok, tentang pengorbanan Putri Mandalika demi kedamaian kerajaan dan masyarakat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan ulasan pada hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan beberapa hal berikut.

1.

Pandangan dunia pengarang terhadap

eksistensi tuan guru dalam novel Tuan

Guru karya Salman Faris adalah

Masyarakat Lombok umumnya, baik yang terdidik maupun tidak terdidik memandang tuan guru melebihi batas kodratinya sebagai manusia normal. Tuan guru merupakan kelas sosial yang berada pada lapis tertinggi dalam struktur masyrakat.

2.

Latar belakang sosial budaya

masyarakat yang terdapat dalam novel

Tuan Guru adalah berkaitan dengan adat dan kepercayaan, agama, bahasa, suku, pekerjaan, pendidikan, dan tempat tinggal.

3.

Nilai-nilai pendidikan yang ditemukan

dalam novel Tuan Guru karya Salman Faris adalah nilai pendidikan sosial, nilai pendidikan moral, nilai

pendidikan budaya, nilai pendidikan agama, nilai pendidikan ekonomi, nilai pendidikan politik, dan nilai pendidikan historis.

Saran

Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini bisa dijadikan bahan referensi untuk melakukan penelitian sejenis lainnya atau mengkaji lebih mendalam tentang satu sisi menarik dalam novel yang dikaji ini.

(15)

68

DAFTAR PUSTAKA

Baribin, Raminah. 1985. Teori dan Apresiasi Prosa Fiksi. Semarang: IKIP Semarang Press. Bartholomew, John. R. 1999. Alif Lam Mim: Kearifan Masyarakat Sasak. Yogyakarta:

Tiara Wacana.

Budiwanti, Erni. 2000. Islam sasak Wetu Telu versus Wetu lima. Yogyakarta: LKIS.

Buehler, Michael. 2009. “Islam and democracy in Indonesia”. Journal Insight Turkey.Vol. 11. No. 4, pp. 51-56.

Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: MedPress.

Hadi, Soedomo. 2003. Pendidikan Suatu Pengantar. Surakarta: UNS Press.

Jabrohim. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya. Jusmaliani. 2008. Bisnis Berbasis Syariah. Jakarta: Bumi Aksara.

Lorens, Bagus. 2002. Kamus Filsafat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Moleong, Lexy. 2008. Metodologi Penenlitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Nasir, M.. 1992. Metodologi Penenlitian. Jakarta: Usaha Nasional.

Nurgiyantoro, Burhan. 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Yoyakarta: Gajah Mada University Press.

Sangidu. 2004. Penenlitian Sastra: Pendekatan, Teori, Metode, Teknik, dan Kiat. Yogyakarta: Unit Penerbitan Sastra Asia Barat.

Semi, Atar. 1993. Anatomi Sastra. Padang: FBSS IKIP Padang.

Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologis. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Soekanto, Soedjono. 1996. Perkembangan Sosiologi. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi. Terjemahan oleh Sugihastutik dan Rossi Abi AlIrsyad. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumardjo, Jacob. 1999. Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977. Bandung. Sutiyono. 2010. Benturan Budaya Islam: Puritan dan Sinkretis. Jakarta: Kompas.

Tahir, Masnun. 2008. “Tuan Guru dan Dinamika Hukum Islam di Pulau Lombok”. Jurnal Asy-Syir’ah, Vol. 42, No. 1 (2008).

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis yang dikemukakan dikarenakan pada pemberian fluphenazine decanoate didapatkan hasil kerusakan histopatologi hepar dan

[r]

Ortogonalna tRNA treba biti inertna na endogene aminoacil-tRNA-sintetaze, a ortogonalne sintetaze trebaju specifično i učinkovito aminoacilirati pripadne ortogonalne

Penelitian yang dilakukan Lyubomirsky, King, dan Diener (dalam Verma & Tiwari, 2017 ) menyebutkan bahwa individu dengan tingkat flourishing yang tinggi memiliki

Bahwa mengenai pengaturan tindak pidana pemalsuan obat dengan memproduksi dan mengedarkan obat yang tidak sesuai standart obat terdapat dalam Pasal 196

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Yang MahaEsa, yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan