• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRISNA KUSUMAWATI A131008013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TRISNA KUSUMAWATI A131008013"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

KAJIAN DEGRADASI AIR TANAH DANGKAL AKIBAT

AIR LINDI (LEACHATE) DI LINGKUNGAN TEMPAT

PEMBUANGAN AKHIR PUTRI CEMPO SURAKARTA

TESIS

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Lingkungan

Oleh:

Trisna Kusumawati A131008013

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)
(3)
(4)

commit to user

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

1. Tesis yang berjudul: “KAJIAN DEGRADASI AIR TANAH DANGKAL

AKIBAT AIR LINDI (LEACHATE) DI LINGKUNGAN TEMPAT

PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH PUTRI CEMPO SURAKARTA”

adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat

karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar

akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau

diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan

dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini,

maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan (Permendiknas No. 17 tahun 2001).

2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah

lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan

PPs-UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu

semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan

publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Ilmu

Lingkungan PPs-UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang

diterbitkan oleh Prodi Ilmu Lingkungan. Apabila saya melakukan

pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan

sanksi akademik yang berlaku.

Surakarta, Juni 2012

(5)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan tesis dengan judul “Kajian Degradasi Air Tanah

Dangkal Akibat Lindi (Leachate) di Lingkungan Tempat Pembuangan Akhir

Sampah Putri Cempo Surakarta”.

Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai

derajat Magister Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada Dr. M. Masykuri, M.Si.

selaku pembimbing utama dan Prof. Dr. Totok Gunawan, MS. selaku pembimbing

anggota yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran di sela-sela

kesibukannya untuk membimbing dan mengarahkan Penulis mulai dari

penyusunan proposal, penelitian, ujian, dan penyusunan Tesis.

Tidak lupa pada kesempatan ini pula Penulis juga menyampaikan terima

kasih kepada:

1. Dr. Prabang Setyono, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan

UNS yang sudah memberikan ijin penelitian.

2. Prof. Dr. Ir. MTh. Budiastuti, M.Si selaku Sekretaris S3 dan Dr. Sunarto, MS

selaku Sekretaris S2 Program Studi Ilmu lingkungan yang telah memberikan

saran dan motivasi selama penyusunan Tesis, serta mbak Dhina Silvia yang

(6)

commit to user

3. Ayahanda Drs. H. Mawardi dan Ibunda Hj. Kusrini, S.Pd yang selalu

memberikan doa, nasihat, kasih sayang, dan dukungan baik moril maupun

materiil yang tidak ternilai harganya sehingga Penulis dapat menyelesaikan

pendidikan ini.

4. Kepala dan staf Laboratorium Pusat, Sub Laboratorium Kimia dan Biologi

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah mengijinkan dan membantu

Penulis untuk melakukan penelitian di laboratorium.

5. Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik, Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah, serta Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surakarta yang telah

memberikan ijin dan akses data pendukung dalam penyusunan Tesis.

6. Warga Desa Sulurejo dan Randusari yang telah memberikan ijin kepada

Penulis untuk mengambil sampel penelitian.

7. Kakakku, Iwan Prihantoro, S.Pt. M.Si (sekeluarga) dan Totok Harjanto,

S.Kep,Ns. M.Kes (sekeluarga), dan Sertu Munajab, terima kasih atas doa,

nasihat dan dukungannya.

8. Teman-teman seperjuangan Ilmu Lingkungan 2010 atas dukungan dan

kebersamaannya selama ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas

dukungannya.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh

(7)

commit to user

kritik membangun dari para pembaca. Besar harapan Penulis, semoga Tesis ini

bermanfaat bagi kita semua dan pihak-pihak terkait.

Surakarta, Juni 2012

(8)

commit to user

Trisna Kusumawati. 2012. Kajian Degradasi Air Tanah Dangkal Akibat Air Lindi (Leachate) di Lingkungan Tempat Pembuangan Akhir Putri Cempo Surakarta. TESIS. Pembimbing I: Dr. M. Masykuri, M.Si Pembimbing II: Prof. Dr. Totok Gunawan, M.S. Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

ABSTRAK

Karakteristik sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo sebagian besar adalah sampah organik, yaitu terdiri dari 81% sampah organik

basah yang biodegradable. Kandungan sampah organik yang tinggi

mengakibatkan jumlah air lindi (leachate) hasil peluruhan sampah juga semakin

tinggi. Sistem open dumping dan tidak adanya penanganan air lindi

mengakibatkan air lindi langsung merembes ke lapisan tanah di bawahnya dan mencemari air tanah di sekitar TPA. Penelitian ini bertujuan mengetahui kualitas air tanah dangkal di sekitar TPA Putri Cempo Surakarta ditinjau dari parameter pencemaran Fisika (Bau, Rasa, Warna, Suhu, TSS), Kimia (pH, DO, BOD, COD, Nitrat, Sulfat, Besi, Timbal, Klorida) dan Biologi (Colliform fecal), mengetahui tingkat degradasi kualitas air tanah dangkal di sekitar TPA Putri Cempo Surakarta berdasarkan Indeks Pencemaran (IP) dan STORET, dan memberikan alternatif rekomendasi pengelolaan air tanah di sekitar TPA Putri Cempo.

Pengambilan sampel air tanah (air sumur) dilakukan di Desa Sulurejo (sebelah Timur TPA) dan Desa Randusari (sebelah Selatan TPA) pada jarak 50-300 meter. Masing-masing Desa di ambil 4 titik lokasi air sumur. Uji kualitas air

tanah dilakukan secara in-situ dan diuji di laboratorium berdasarkan parameter

Fisika, Kimia, dan Biologi. Data kualitas air tanah dangkal (air sumur) dianalisis secara destruktif komparatif dengan Baku Mutu Air Kelas I ditetapkan oleh PPRI No. 82 tahun 2001 dan penentuan tingkat degradasi kualitas air tanah dangkal ditentukan menggunakan metode Indeks Pencemaran (IP) dan STORET.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa air tanah di Desa Sulurejo dan Randusari sudah tercemar dan tidak layak dikonsumsi. Parameter kualitas air tanah yang melebihi baku mutu air kelas I PPRI No.82 tahun 2001 dan PerMenKes No. 416 Tahun 1990 di antaranya adalah padatan total terlarut (71,00-76,00 mg/L), BOD (4,06-48,54 mg/L), COD (13,03-86,79 mg/L), besi (0,87

mg/L), dan Coliform fecal (1750-2400 MPN/100 mL), dan nilai DO kurang dari

baku mutu air kelas I (< 6 mg/L). Tingkat degradasi kualitas air tanah dangkal ditentukan dengan Metode Indeks Pencemaran (IP) dan STORET. Analisis berdasarkan IP diketahui bahwa air tanah di Desa Sulurejo dan Randusari tergolong tercemar ringan dan sedang, sedangkan analisis dengan metode STORET diketahui bahwa air tanah di Desa Sulurejo dan Randusari tergolong tercemar sedang dan buruk/berat dengan tingkat degradasi kualitas air mencapai 43%.

(9)

commit to user

Trisna Kusumawati. 2012. Study of Degradation Water Shallow Groundwater by Leachate in the Final Relocation Place Area of Waste Putri Cempo Surakarta. Tesis. Supervised by Dr. M. Masykuri, M.Si and Prof. Dr. Totok Gunawan, M.S. Environmental Science Program, Post Graduate Program of Sebelas Maret University Surakarta.

ABSTRACT

Characteristics of the waste at Final Relocation Place Area (TPA) Putri Cempo mostly organic waste, which is composed of 81% of wet organic waste is biodegradable. High content of organic waste resulting in the amount of leachate (leachate) products is also increasing. Open dumping system and the absence of leachate treatment resulted in a direct leachate seeping into the soil layer below it and contaminate the ground water around the landfill. This study aims to determine the quality of shallow groundwater around the TPA Putri Cempo Surakarta in terms of pollution parameters Physics (smell, taste, color, temperature, TSS), chemical (pH, DO, BOD, COD, Nitrate, Sulfate, Iron, Lead, Chloride ) and Biology (Colliform fecal), to know the level of degradation of the quality of shallow groundwater around the TPA Putri Cempo Surakarta based Pollution Index (IP) and STORET and Provide alternative recommendations in the management of groundmater around at TPA Putri Cempo.

Sampling of groundwater (well water) is done in the Village Sulurejo (East of TPA) and Randusari Village (South of TPA) at a distance of 50-300 meters. Each village was taken 4 point locations of water wells. Ground water quality testing performed by in-situ and laboratory based on the parameters tested in Physics, Chemistry, and Biology. Data quality of shallow ground water (well water) were analyzed with the comparative destructive Class I Air Quality Standards set by the PPRI No. 82 in 2001 and the determination of the level of degradation of the quality of shallow ground water is determined using the method of Pollution Index (IP) and STORET.

The results showed that ground water in the village and Randusari Sulurejo was contaminated and unfit for consumption. Ground water quality parameters that exceeded water quality class I PPRI No. 82 in 2001 and PerMenKes No. 907 Tahun 2002 include total dissolved solids (71,00-76,00 mg/L), BOD (4,06-48,54 mg/L), COD (13,03-86,79 mg/L), iron (0,87 mg/L), and fecal coliform (1750-2400 MPN/100 mL), and the DO water quality standard of less than Class I Air Quality Standards (<6 mg / L). Rate of degradation of the quality of shallow ground water is determined by the method of Pollution Index (IP) and STORET. Analysis with IP showed that the ground water in Sulurejo and Randusari relatively polluted mild and moderate, while the analysis by the method of STORET known that ground water in the Sulurejo and Randusari are classified as polluted and heavy with the degradation of water quality at 43%.

(10)

commit to user

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI TESIS ……… iv

KATA PENGANTAR ………. v

A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

(11)

commit to user

4. Pencemaran Air Tanah ………... 27

a. Degradasi Air Tanah ……….. 27

b. Penentuan Tingkat Degradasai Air Tanah …………. 29

5. Air Lindi …………..……….………... 34

6. Tempat Pembuangan Akhir Putri Cempo Surakarta ….... 37

7. Tata Guna Lahan ……….…... 40

B. Kerangka Berpikir ………. 42

C. Hipotesis ………. 44

BAB III METODE PENELITIAN ………. 45

A. Waktu dan Tempat Penelitian ……….... 45

B. Alat dan Bahan ……….. 45

C. Metode Penelitian ………... 46

D. Teknik Pengambilan Sampel ……….. 46

E. Pengukuran Parameter Fisika, Kimia, dan Biologi Air ……. 47

F. Analisis Data ………. 56

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 58

A. Kondisi TPA Putri Cempo Surakarta ……….…… 58

B. Kondisi Air Tanah di Desa Sulurejo dan Randusari ………. 62

C. Kualitas Air Tanah di Sulurejo dan Randusari ……….. 67

D. Tingkat Degradasi Kualitas Air Tanah di Sulurejo dan Randusari.……….. 92

(12)

commit to user

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ………... 96

A. Kesimpulan ……….…... 96

B. Implikasi Kebijakan …...………... 97

C. Saran ………. 97

DAFTAR PUSTAKA ………. 99

(13)

commit to user

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Klasifikasi Mutu Air menurut PPRI No. 82 Tahun 2001 ………. 17

2. Klasifikasi Mutu Air menurut KepMenKes No. 416 Tahun 1990 …………18

3. Penentuan Status Mutu Air dengan Indeks Pencemaran (IP) ………... 31

4. Komposisi Sampah Kota Surakarta ……….. 37 5. Jumlah Sampah di TPA Putri Cempo selama 5 Tahun Terakhir ………….. 38

6. Parameter Fisika, Kimia, dan Biologi Air ……….………... 47

7. Data Kedalaman Sumur Artesis di Kota Surakarta ………... 62

8. Data Sumur sebagai Tempat Penelitian ………..…….…. 64

9. Hasil Analisis Air Lindi TPA Putri Cempo ……….. 67

10. Hasil Pengukuran Kualitas Air Tanah di Sulurejo dan Randusari ………...69

11. Rekapitulasi Kualitas Air Tanah dengan Indeks Pencemaran (IP) ………... 92

12. Rekapitulasi Kualitas Air Tanah dengan Metode STORET ………. 93

(14)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Akuifer Tidak Tertekan dan Akuifer Tertekan ………... 12

2. Pernyataan Indeks untuk suatu Peruntukan (j) ……….. 33

3. Kondisi TPA Putri Cempo Surakarta ………..….… 39

4. Skema Kerangka Pemikiran ……...……….. 43

5. Diagram Alir Penelitian ……… 57

6. Kegiatan di TPA Putri Cempo Surakarta ……….…. 58

7. Kegiatan Para Pemulung di TPA Putri Cempo ………. 59

8. Air Lindi Hasil Luruhan Sampah di TPA Putri Cempo ……… 61

9. Profil Tanah Secara Umum ……….………….…. 65

10. Sampel Air Sumur (S1-S7) ………...…… 68

11. Kondisi Suhu Air Sumur pada Jarak Tertentu ….……… 71

12. Kondisi Kadar TSS Air Sumur pada Jarak Tertentu ……….……… 73

13. Kondisi Kadar pH Air Sumur pada Jarak Tertentu ………...……… 75

14. Kondisi Kadar DO Air Sumur pada Jarak Tertentu ………. 77

15. Kondisi Kadar BOD Air Sumur pada Jarak Tertentu …………..………... 78

16. Kondisi Kadar COD Air Sumur pada Jarak Tertentu ………...…… 80

17. Kondisi Kadar Nitrat Air Sumur pada Jarak Tertentu …..…..……….. 82

18. Kondisi Kadar Sulfat Air Sumur pada Jarak Tertentu ……..………... 84

19. Kondisi Kadar Klorida Air Sumur pada Jarak Tertentu ……….….. 86

20. Kondisi Kadar Besi Air Sumur pada Jarak Tertentu .………... 87

(15)

commit to user

(16)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Peta lokasi TPA Putri Cempo Surakarta ………... 105

2. Peta lokasi pengambilan air sumurdi Sulurejo dan Randusari ……… 106

3. Peta kontur TPA Putri Cempo Surakarta ………... 107

4. Foto-foto sumur tempat pengambilan sampel ………. 108

5. Data Perhitungan Kualitas Air dengan Indeks Pencemaran ………... 112

6. Zonasi Pencemaran Air Tanah ……… 7. Data Pengujian Parameter Kimia Air Sumur S1 ………. 113

8. Data Pengujian Parameter Kimia Air Sumur S2 ………. 115

9. Data Pengujian Parameter Kimia Air Sumur S3 ………. 116

10. Data Pengujian Parameter Kimia Air Sumur S4 ………. 117

11. Data Pengujian Parameter Kimia Air Sumur S5 ………..118

12. Data Pengujian Parameter Kimia Air Sumur S6 ………. 119

13. Data Pengujian Parameter Kimia Air Sumur S7 ……… 120

14. Data Pengujian Parameter Biologi Air Sumur S1-S7 ………. 121

(17)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu masalah lingkungan hidup yang dihadapi saat ini adalah

masalah sampah. Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi, dan

gaya hidup masyarakat telah meningkatkan jumlah timbunan sampah, jenis, dan

keragaman karakteristik sampah. Peningkatan daya beli masyarakat terhadap

berbagai jenis bahan pokok dan hasil teknologi serta peningkatan usaha atau

kegiatan penunjang pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga memberikan

kontribusi yang besar terhadap kualitas dan kuantitas sampah yang dihasilkan.

Kota Surakarta merupakan salah satu Kota terbesar kedua di Propinsi Jawa

Tengah yang dikenal sebagai kota Wisata Budaya dan Pembelanjaan di Indonesia.

Kota Surakarta juga berkembang sebagai kawasan Industri yang cukup besar.

Menurut data statistik terakhir (tahun 2010), jumlah penduduk Kota Surakarta

adalah 529.421 jiwa dengan segala aktifitasnya sebagai kota wisata yang banyak

dikunjungi para wisatawan. Tingginya jumlah penduduk dan segala aktifitas yang

ada, sudah tentu banyak sampah yang akan dihasilkan. Dengan demikian, Kota

Surakarta dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang baik bagi warga kota

maupun pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dengan kunjungannya di Kota

(18)

commit to user

Kota Surakarta hanya memiliki satu lokasi Tempat Pembuangan Akhir

(TPA), yaitu TPA Putri Cempo, di Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres,

Kota Surakarta. TPA Putri Cempo telah beroperasi sejak tahun 1987 dengan luas

total area 17 Ha. Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan

Sampah di Indonesia mengamanatkan bahwa pengelolaan sampah yang ramah

lingkungan merupakan tanggung jawab pemerintah, sehingga pengelolaan sampah

di Kota Surakarta harus mengikuti segala aturan yang ada dalam Undang-undang

tersebut. Saat ini penanganan sampah masih sebatas pada penanganan yang

konvensional yaitu sampah diletakkan di tempat terbuka untuk dibiarkan

membusuk dengan sendirinya. Meskipun sudah diusahakan bahwa tempat

pembuangan ini disentralisasi di satu kawasan tertentu dengan metode sanitary

landfill. Namun kenyataannya permasalahan sampah masih tidak kunjung selesai,

sampah tersebut masih menjadikan sumber polusi udara karena bau dan polusi air

yang dikarenakan penanganan air lindinya kurang memadai sehingga air lindi

merembes ke lapisan tanah di bawahnya, serta menjadi penyebab terjadinya

wabah penyakit dan juga sebagai salah satu penyebab terjadinya banjir. Inilah

salah satu bentuk masalah yang ditimbulkan apabila penanganannya terlambat dan

tidak sistematis (Widyatmoko, 2002).

Air lindi (leachate) atau air luruhan sampah merupakan tirisan cairan

sampah hasil ekstrasi bahan terlarut maupun tersuspensi. Pada umumnya leachate

terdiri atas senyawa-senyawa kimia hasil dekomposisi sampah dan air yang masuk

dalam timbulan sampah. Air tersebut dapat berasal dari air hujan, saluran

(19)

commit to user

hujan, air hujan akan masuk dan meresap ke dalam tumpukan sampah yang

kemudian membawa zat-zat berbahaya dengan kepekatan zat pencemar yang

tinggi melimpah atau keluar dari timbunan. Pada TPA yang masih beroperasi,

BOD leachate dapat mencapai antara 2000–30.000 mg/L, COD antara 3000–

60.000 mg/L, dan PH antara 4,5–7,5. Namun pada TPA yang sudah beroperasi

lebih dari 15 tahun, pada umumnya akan terjadi penurunan kandungan BOD,

COD, bahkan pH dari leachate cenderung mendekati netral dan mempunyai

kandungan karbon organik dan mineral yang relatif menurun (Arbain, 2008).

Prihastini (2006) menyatakan bahwa kandungan air lindi di TPA Winongo

di Dusun Gembel, Kota Madiun di antaranya nilai pH 8.7, total suspended solid

(TSS) 530 mg/L, biological oxygen demand (BOD) sebesar 740 mg/L, dan

chemical oxygen demand (COD) 7000 mg/L. Adanya air lindi dari efek

dekomposisi sampah pada mengakibatkan kualitas air sumur di Dusun Gembel

ditinjau dari parameter DO, BOD, COD, Mn, dan NO2 melampaui baku mutu

yang dipersyaratkan menurut PP Nomor 82 Tahun 2001 untuk air Kelas I, sedang

untuk parameter kesadahan, Fe, Cd, dan Pb masih memenuhi syarat baku mutu.

Davis dan Cornwell (1991) menyatakan bahwa air lindi dari TPA dengan sistem

sanitary landfill mengandung pH 5.3 – 8.3, TSS 200-1000 mg/L, BOD

2000-30.000 mg/L, dan COD 3000-45.000 mg/L. Sabahi et al (2009) menyatakan air

lindi dari TPA kota Ibb, Yaman mengandung pH 8.24, BOD5/COD masih normal,

tetapi kandungan senyawa logam seperti Pb, Ni, Cu, Cl, Ca, Mg, NH3, kesadahan,

dan DO melampaui batas normal yang ditetapkan oleh Yemen’s Ministry of Water

(20)

commit to user

bahwa keberadaan air lindi mempengaruhi kualitas air tanah. Pada penelitiannya,

Talalaj dan Dzienis hanya mengukur kandungan senyawa logam dan hasilnya

menunjukkan bahwa air tanah yang terkena air lindi mengandung senyawa logam

Sn, Cd, Cu, dan Fe yang tinggi. Ogundiran dan Afolabi (2008) menyatakan

kandungan logam berat seperti Pb, Cd, Zn, Cu, dan Cr yang dihasilkan dari

timbulan sampah (lindi) pada pembuangan sampah dengan sistem Open Dumping

di Lagos merusak kondisi lingkungan sekitar.

Keberadaan air lindi sangat membahayakan kesehatan dan lingkungan

karena air lindi mengandung mikroba patogen, logam berat dan jenis lainnya. Air

limbah yang dibiarkan akan mempunyai efek samping yang merugikan manusia,

yaitu membahayakan kehidupan manusia karena dapat membawa penyakit,

merugikan dari segi ekonomi karena dapat menimbulkan kerusakan pada benda

atau bangunan, tanaman maupun peternakan, serta merusak ekosistem, yakni

membunuh kehidupan yang ada pada perairan.

TPA Putri Cempo merupakan salah satu TPA yang ada di kota Surakarta

dengan proses pengolahan air lindi yang kurang memadai, sehingga perlu

dilakukan suatu kajian mengenai kualitas air tanah dan tingkat degradasi air tanah

dangkal akibat air lindi (leachate) di lingkungan TPA Putri Cempo. Kualitas air

tanah dangkal di lingkungan TPA diuji berdasarkan parameter Fisika (Bau, Rasa,

Warna, Suhu, TSS), Kimia (pH, DO, BOD, COD, Nitrat, Sulfat, Besi, Timbal,

Klorida) dan Biologi (Colliform fecal). Tingkat degradasi kualitas air tanah

dangkal di sekitar TPA Putri Cempo Surakarta ditentukan berdasarkan Indeks

(21)

commit to user

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perlu dilakukan

perumusan masalah secara detail untuk diteliti. Permasalahan yang akan dikaji

sebagai berikut:

1. Bagaimana kualitas air tanah dangkal yang ada di sekitar TPA Putri Cempo

Surakarta ditinjau dari parameter Fisika (Bau, Rasa, Warna, Suhu, TSS), Kimia

(pH, DO, BOD, COD, Nitrat, Sulfat, Besi, Timbal, Klorida) dan Biologi

(Colliform fecal) ?

2. Bagaimana tingkat degradasi kualitas air tanah dangkal di sekitar TPA Putri

Cempo Surakarta berdasarkan Indeks Pencemaran (IP) dan STORET ?

3. Bagaimana alternatif rekomendasi pengelolaan air tanah di sekitar TPA Putri

Cempo ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Mengetahui kualitas air tanah dangkal di sekitar TPA Putri Cempo Surakarta

ditinjau dari parameter pencemaran Fisika (Bau, Rasa, Warna, Suhu, TSS),

Kimia (pH, DO, BOD, COD, Nitrat, Sulfat, Besi, Timbal, Klorida) dan Biologi

(Colliform fecal).

2. Mengetahui tingkat degradasi kualitas air tanah dangkal di sekitar TPA Putri

Cempo Surakarta berdasarkan Indeks Pencemaran (IP) dan STORET.

3. Memberikan alternatif rekomendasi pengelolaan air tanah di sekitar TPA Putri

(22)

commit to user

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya:

1. Menambah khasanah keilmuan bagi peneliti di bidang lingkungan, khususnya

mengenai kualitas air tanah di lingkungan TPA Putri Cempo Surakarta ditinjau

dari parameter Fisika, Kimia, dan Biologi.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang kondisi air tanah, sehingga

masyarakat diharapkan lebih berhati-hati dalam hal penggunaan air tanah/air

sumur.

3. Memberikan informasi kepada pemerintahan Kota Surakarta dan Stake holder

mengenai kondisi air tanah, sehingga dapat segera dilakukan pengelolaan

sampah khususnya pengolahan air lindi sehingga tidak mencermari air tanah di

(23)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pengertian Air Tanah

Air merupakan bagian terbesar di dunia dan diperlukan untuk semua

kehidupan. Air yang berada di wilayah jenuh di bawah permukaan tanah disebut

air tanah. Secara global, dari keseluruhan air tawar yang berada di planet bumi ini

lebih dari 97% terdiri atas air tanah. Air tanah merupakan sumber air yang paling

banyak dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini

dikarenakan ketersediaan air tanah yang melimpah dan kualitasnya relatif lebih

baik di banding sumber air lainnya. Selain itu, air tanah juga mengandung

mineral-mineral yang dibutuhkan oleh tubuh (Asdak, 1995). Air tanah merupakan

sumber air yang berasal dari air hujan atau air permukaan yang meresap ke dalam

tanah dan bergabung membentuk lapisan yang disebut akuifer. Sebagian dari air

hujan yang jatuh ke tanah mengalami infiltrasi mengisi rongga lapisan tanah dan

bila air tersebut melebihi kapasitas infiltrasi, maka air akan mengalir ke

permukaan tanah yang selanjutnya masuk ke sungai atau laut (Matahelumual,

2007).

Todd (1989) mengemukakan bahwa air tanah adalah air yang terdapat di

bawah permukaan tanah dalam lajur jenuh air. Lajur jenuh air ini merupakan

lapisan batuan yang mempunyai celahan di dalamnya dan celahan tersebut saling

(24)

commit to user

Air tanah dangkal adalah air tanah yang terkandung dalam akuifer bebas atau

tidak tertekan (unconfined aquifer), yaitu akuifer jenuh air (saturated) yang

berada di bagian atas dibatasi oleh muka air tanah (water table) bebas dan dibatasi

oleh lapisan kedap air (impermeable layer) di bagian bawahnya (Kondoatie,

1996).

Lokasi air tanah di bawah permukaan memiliki distribusi ruang yang tidak

seragam, sehingga potensi keterdapatan air tanah di muka bumi ini berbeda dari

satu lokasi ke lokasi lain. Air tanah ditemukan pada formasi geologi permeable

(tembus air) yang dikenal dengan aquifer (reservoir tanah, formasi pengikat air,

dasar-dasar tembus air) yang merupakan formasi pengikat air yang

memungkinkan jumlah air yang cukup besar untuk bergerak melaluinya pada

kondisi lapisan yang biasa (Seyhan, 1993). Todd (1989) juga mengemukakan

bahwa air tanah merupakan air yang ada di bawah permukaan bumi, yang berarti

air tersebut menempati suatu tempat yang dikenal dengan lapisan pembawa

air/akuifer.

Akuifer adalah formasi geologi yang mempunyai struktur sehingga

memungkinkan air dapat masuk dan bergerak di dalamnya dalam kondisi normal.

Formasi geologi adalah formasi batuan atau material lain yang berfungsi

menyimpan air tanah dalam jumlah besar, sehingga akuifer merupakan bagian dari

formasi geologi yang mempunyai karakteristik sebagai lapisan pembawa air.

Karakteristik tersebut meliputi kesarangan (porositas), batuan penyusun akuifer

yang sebagian besar terdiri dari batuan yang belum mengeras (unconsolidated)

(25)

commit to user

koefisien permeabilitas, dan debit aliran tanah (Lindsley, 1996). Akuifer ialah

suatu lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan geologi yang permeable

baik yang terkonsolidasi (misalnya lempung) maupun yang tidak terkonsolidasi

(pasir) dengan kondisi jenuh air dan mempunyai suatu besaran konduktivitas

hidraulik (K) sehingga dapat membawa air atau air dapat diambil dalam jumlah

kuantitas yang ekonomis. Akuifer juga sering disebut sebagai lapisan batuan

dibawah permukaan tanah yang mengandung air dan dapat dirembesi air.

Hadian (2006) mengemukakan bahwa air yang kita gunakan sehari-hari

telah menjalani siklus meteorik, yaitu telah melalui proses penguapan

(precipitation) dari laut, danau, maupun sungai, mengalami kondensasi di

atmosfer, dan kemudian menjadi hujan yang turun ke permukaan bumi. Air hujan

yang turun ke permukaan bumi tersebut ada yang langsung mengalir di

permukaan bumi (surface) dan ada yang meresap ke bawah permukaan bumi

(infiltration). Air yang langsung mengalir di permukaan bumi tersebut ada yang

mengalir ke sungai, sebagian mengalir ke danau, dan akhirnya sampai kembali ke

laut. Sementara itu, air yang meresap ke bawah permukaan bumi melalui dua

sistem, yaitu sistem air tidak jenuh (vadous zone) dan sistem air jenuh. Sistem air

jenuh adalah air bawah tanah yang terdapat pada suatu lapisan batuan dan berada

pada suatu cekungan air tanah. Sistem ini dipengaruhi oleh kondisi geologi,

hidrogeologi, dan gaya tektonik, serta struktur bumi yang membentuk cekungan

air tanah tersebut. Air ini dapat tersimpan dan mengalir pada lapisan batuan yang

(26)

commit to user

Mengingat bahwa air tanah berada pada zona atau lapisan dekat

permukaan tanah yang meloloskan air disebut dengan akuifer, Todd (1989)

membagi keberadaan air tanah dalam zona aerasi menjadi tiga bagian, di

antaranya zona kelengasan tanah (zona yang berupa tanah atau berbagai material

yang berada di dekat permukaan bumi dan dapat memberikan air ke atmosfer

melalui evapotranspirasi), zona antara (zona yang berada di antara zona

kelengasan tanah dan zona kapiler, zona antara tebalnya tidak tetap dan air yang

terkandung di dalamnya mempunyai daya serap ke bawah atau disebut air

gravitasi dan air pellikuler), dan zona kapiler (zona yang terjadi di atas lapisan

jenuh air yang tebalnya terbatas setinggi naiknya air secara kapiler).

Menurut Todd (1989) akuifer dibagi menjai 4 macam, yaitu:

1. Akuifer Tidak Tertekan (Unconfined Aquifer) merupakan akuifer yang berada

di bagian atas dibatasi oleh muka air tanah, sedang di bagian bawah dibatasi

oleh lapisan batuan yang mempunyai sifat impermeabel atau kedap air.

2. Akuifer Tertekan (Confined Aquifer) merupakan akuifer yang di bagian atas

dan bawah dibatasi oleh lapisan batuan yang mempunyai sifat

impermeabel/kedap air.

3. Akuifer Setengan Tertekan (Semi Confined Aquifer) merupakan akuifer yang di

bagian atas dilapisi oleh batuan yang semi permeabel, sedang di bagian bawah

dilapisi oleh lapisan batuan yang impermeabel/kedap air.

4. Akuifer Setengah Bebas (Semi Unconfined Aquifer) merupakan akuifer yang di

(27)

semi-commit to user

confined dan confined, sedang di bagian bawah dibatasi oleh lapisan

impermeabel/kedap air.

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Seyhan (1993). Tipe akuifer

dibagi menjadi 4, antara lain:

1. Akuifer Tidak Tertekan, disebut juga akuifer bebas, freatik atau non artesis.

Batas-batasnya adalah muka air tanah. Kelengkungan dan kedalaman muka air

tanah beragam tergantung pada kondisi-kondisi permukaan.

2. Akuifer Tertekan, disebut juga akuifer artesis atau akuifer tertekan yaitu

akuifer air tanah tertutup antara dua strata yang relatif kedap air.

3. Akuifer Melayang, merupakan akuifer tak terbatas karena tubuh air tanah

dipisahkan dari tunuh utama air tanah oleh stratum yang relatif kedap air

dengan luas yang kecil.

4. Akuifer Semi Tertekan, merupakan akuifer yang bertekanan yang dibatasi oleh

lapisan-lapisan semi permeabel.

Asdak (1995) berpendapat bahwa akuifer pada dasarnya adalah kantong

pembawa air yang berada di dalam tanah dan dibedakan menjadi dua, yaitu:

akuifer Bebas (akuifer bebas terbentuk ketika tinggi permukaan air tanah (water

table) menjadi batas atas zona tanah jenuh dan akuifer Terkekang (akuifer

terkekang dikenal sebagai artesis, terbentuk ketika air tanah dalam dibatasi oleh

lapisan kedap air sehingga tekanan di bawah lapisan kedap air tersebut lebih besar

(28)

commit to user

Gambar 1. Akuifer Tidak Tertekan dan Akuifer Tertekan Sumber: Asdak, 1995.

2. Gerakan Air Tanah

Perbedaan potensi kelembaban total dan kemiringan antara dua titik/lokasi

dalam lapisan tanah dapat menyebabkan gerakan air dalam tanah. Air bergerak

dari tempat dengan potensi kelembaban tinggi ke tempat dengan potensi

kelembaban yang lebih rendah. Selanjutnya air akan bergerak mengikuti lapisan

(lempengan) formasi geologi sesuai dengan arah kemiringan lapisan formasi

geologi tersebut. Kelembaban tanah tidak selalu mengakibatkan gerakan air dari

tempat basah ke tempat kering. Air dapat bergerak dari tempat kering ke daerah

basah seperti terjadi pada proses perkolasi air tanah. Oleh pengaruh energi panas

matahari, air juga dapat bergerak ke arah permukaan tanah, sampai tiba gilirannya

menguap ke udara (proses evaporasi) (Asdak, 1995).

(29)

commit to user

Todd (1996) mengemukakan bahwa gerakan air tanah dipengaruhi oleh

prinsip-prinsip hidrolika yang telah tersusun rapi. Pada umumnya aliran air tanah

melewati akuifer yang merupakan media tiris. Permeabilitas merupakan ukuran

kemudahan aliran yang melewati akuifer tersebut, dan merupakan konstanta

penting dalam persamaan aliran. Wilson EM (1993) berpendapat bahwa aliran air

tanah berlangsung dalam zat antara sarang, pori-pori tanah yang dilaluinya

benar-benar sangat kecil dan umumnya berkisar antara 2 – 0.02 mm.

Soemarto (1987) mengungkapkan bahwa gerak air tanah dibedakan

menjadi 2, yaitu gerak air tanah vertikal (gerakan ini disebabkan oleh adanya

gravitasi bumi yang menimbulkan gerakan air ke bawah dan gaya kapilaritas air

dalam pori-pori tanah yang menyebabkan gerakan ke atas, kelebihan air tanah

merupakan air gravitasi yang mengalir ke bawah akibat gaya gravitasi dan air

yang tidak bergerak ditahan oleh gaya kapiler sampai berat air akan naik) dan

gerak air tanah horisontal (gerakan yang disebabkan oleh adanya perbedaan

ketinggian antara muka air tanah di satu tempat dengan tempat yang lainnya. Air

tanah akan bergerak secara lateral melalui akuifer dengan sifat poros yang mudah

dilalui air sebagai medianya yaitu peresapan ke daerah pelepasan. Gerakan ini

juga dipengaruhi oleh permeabilitas batuan dan gradient hidrolik).

3. Kualitas Air Tanah

Kualitas air adalah mutu air yang memenuhi standar untuk tujuan tertentu.

Syarat yang ditetapkan sebagai standar mutu air berbeda-beda tergantung tujuan

(30)

commit to user

mutu yang berbeda dengan air untuk dikonsumsi. Kualitas air dapat diketahui

nilainya dengan mengukur peubah Fisika, Kimia dan Biologi (Trisnawulan,

2007). Arsyad (1989) menerangkan bahwa kualitas air merupakan tingkat

kesesuaian air untuk dipergunakan bagi pemenuhan tertentu kehidupan manusia,

seperti untuk air minum, mengairi tanaman, minuman ternak dan sebagainya.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 20 tahun 1990, tentang

Pengendalian Pencemaran Air mendefinisikan peristilahan-peristilahan yang

berkaitan dengan terminologi, karakteristik dan interkoneksi parameter-parameter

kualitas air, antara lain: Kualitas air adalah sifat air dan kandungan mahluk hidup,

zat, energi, atau komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan

beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut, dan

sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, COD, kadar logam, dan

sebagainya), dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri, dan

sebagainya) (Effendi, 2003).

Mason (2003) mengemukakan bahwa pemantauan kualitas air suatu

perairan memiliki tiga tujuan utama, yaitu 1) Environmental Surveillance,

bertujuan mendeteksi dan mengukur pengaruh yang ditimbulkan oleh suatu

pencemar terhadap kualitas lingkungan dan mengetahui perbaikan kualitas

lingkungan setelah pencemar tersebut dihilangkan. 2) Establishing Water Quality

Criteria, bertujuan mengetahui hubungan sebab akibat antara perubahan

variabel-variabel ekologi perairan dengan parameter fisika dan kimia untuk mendapatkan

baku mutu kualitas air, dan 3) Apprasial of Resources, bertujuan mengetahui

(31)

commit to user

Kriteria mutu air adalah nilai-nilai yang didasarkan pada pengalaman dan

kenyataan ilmiah yang dapat dipergunakan oleh pemakainya untuk menetapkan

manfaat relatif dari air tertentu. Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun

2001, mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur atau diuji berdasarkan

parameter dan metode tertentu berdasarkan pada peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Sedangkan baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk

hidup, zat, energi dan unsur-unsur pencemar yang ditenggang keberadaannnya

dalam air.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang

pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dibagi menjadi empat

kelas, yaitu:

1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air

minum dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama

dengan kegunaan tersebut.

2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk sarana/prasarana

rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi

pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama

dengan kegunaan tersebut.

3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan

ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau

peruntukan lain yang menpersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan

(32)

commit to user

4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi,

pertanaman dan atau untuk peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air

yang sama dengan kegunaan tersebut.

Kualitas air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan oleh bagi

peruntukkan tertentu dengan ketentuan syarat dapat dilihat pada pada table 1.

Parameter penentuan kualitas air di antaranya adalah:

1) Bau, Rasa, dan Warna

Bau dan rasa umumnya disebabkan karena adanya zat organik tertentu

yang dapat menyebabkan rasa tertentu. Selain itu, kandungan zat sulfida juga

dapat menyebabkan air menjadi berbau seperti telur busuk. Air yang normal

umumnya tidak berasa. Rasa yang menyimpang umumnya dihubungkan dengan

bau. Rasa yang menyimpang disebabkan oleh adanya zat-zat kimia tertentu.

Warna merupakan salah satu indikator pencemaran yang ditunjukkan oleh air

limbah. Warna air yang tidak normal biasanya menunjukkan adanya polusi.

Warna pada air dapat disebabkan adanya penguraian zat organik alami seperti

humus, lignin, tannin, dan asam organi lainnya. Selain itu, pasir, tanah,

mikroorganisme (alga dan lumut) dan warna hasil industri (tekstil, kertas, dan

pewarna makanan) juga dapat membuat air menjadi berwarna. Berdasarkan baku

mutu air minum, air minum yang baik adalah tidak berbau, berasa, dan berwarna

(33)

commit to user

Tabel 1. Klasifikasi mutu air menurut PP No. 82 Tahun 2001

PARAMETER SATUAN

Apabila secara ilmiah di luar rentang tsb, maka ditentukan berdasarkan bebas untuk ikan yang peka < 0.02 mg/L sbg NH3

E. coli jml/100 mL 100 1000 2000 2000 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, fecal coliform < 2000 jml/100mL dan total coliform < 10000 jml/100mL

(34)

commit to user

Tabel 2. Daftar persyaratan kualitas air bersih (PerMenKes RI No. 416/1990)

PARAMETER Satuan Kadar Maksimum

yang diperbolehkan Keterangan

Hexachlorobenzene mg/L 0,00001 -

Gemma-HCH mg/L 0,004 -

Total koliform jml/100mL 50 Bukan air pipaan

(35)

commit to user

2) Suhu

Suhu suatu badan perairan dipengaruhi oleh musim, posisi lintang,

ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Suhu merupakan salah satu karakter

yang sangat penting karena perubahan suhu dapat memberikan perubahan kualitas

air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses Fisika, Kimia dan Biologi badan

air. Peningkatan suhu dapat mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia,

evaporasi dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga dapat menyebabkan penurunan

kelarutan gas dalam air, seperti O2, CO2, N2 dan sebagainya (Effendi, 2003).

3) TSS (Total Suspended Solid )

Padatan adalah bahan yang masih tetap tinggal sebagai sisa selama

penguapan dan mengalami pemanasan pada suhu 103-105 ºC. Bahan-bahan yang

masih mempunyai tekanan uap kecil di bawah suhu 103-105 ºC akan hilang

selama penguapan dan pemanasan (Smith, 2005). Padatan tersuspensi merupakan

padatan dengan ukuran lebih besar dari satu mikron, dapat mengendap sendiri

tanpa bantuan koagulan, meskipun dalam waktu agak lama (Rubiyah, 2007).

Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan tercemar

dan buangan, dan dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan air buangan.

Selain itu dapat menentukan efisiensi unit-unit pengolahan. Pengendapan bahan

(36)

commit to user

4) pH (derajat keasaman)

Nilai derajat keasaman (pH) dapat didefinisikan sebagai ukuran dari

aktivitas ion hidrogen (H+) yang menunjukkan suasana asam atau basa. Pescod

(1973) menyatakan bahwa nilai pH menunjukkan tinggi rendahnya konsentrasi

ion hidrogen dalam air. Kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan

sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah perairan tersebut bersifat asam

atau basa. Air limbah dengan kondisi yang tidak netral akan menyulitkan proses

biologis, sehingga mengganggu proses penjernihan. Semakin kecil nilai pH nya,

maka air tersebut bersifat asam. Air buangan yang bersifat asam atau basa dapat

menurunkan daya pembersih (Sugiarto, 2006). Nilai pH perairan dapat

berfluktuasi karena dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis, respirasi organisme

akuatik, suhu dan keberadaan ion-ion di perairan tersebut. Nilai pH air lindi pada

tempat pembuangan sampah perkotaan berkisar antara 1.5 – 9.5 (Barus, 2002).

5) DO (Dissolved oxygen/oksigen terlarut)

Oksigen terlarut (dissolved oxygen) merupakan konsentrasi gas oksigen

yang terlarut dalam air. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari hasil

fotosintesis oleh fitoplankton atau tumbuhan air dan proses difusi dari udara.

Faktor yang mempengaruhi jumlah oksigen terlarut di dalam air adalah jumlah

kehadiran bahan organik, suhu, aktivitas bakteri, kelarutan, fotosintesis dan

kontak dengan udara. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan

musiman tergantung pada percampuran (mixing) dan (turbulence) massa air,

(37)

commit to user

sehingga akan mempengaruhi kelarutan dan keberadaan unsur-unsur nutrien di

perairan (Fardiaz, 1992).

7) BOD (Biochemical Oxygen Demand )

BOD adalah jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk

menguraikan bahan organik yang terdapat dalam air pada keadaan aerobik yang

diinkubasi pada suhu 20°C selama 5 hari, sehingga sering disebut BOD5. Nilai

BOD5 perairan dapat dipengaruhi oleh suhu, densitas plankton, keberadaan

mikroba, serta jenis dan kandungan bahan organik (Effendi, 2003). Nilai BOD5 ini

juga digunakan untuk menduga jumlah bahan organik di dalam air limbah yang

dapat dioksidasi dan akan diuraikan oleh mikroorganisme melalui proses biologi.

Berbeda dengan COD yang memberikan gambaran jumlah total bahan organik

yang mudah terurai maupun yang sulit terurai (non biodegradable), BOD

memberikan gambaran jumlah bahan organik yang dapat terurai secara biologis

(bahan organik mudah urai, biodegradable organic matter) dan umumnya nilai

BOD lebih rendah dari COD (Hariyadi, 2001).

8) COD (Chemical Oxygen Demand )

COD menyatakan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk

mengoksidasi semua bahan organik yang terdapat di perairan menjadi CO2 dan

H2O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang yang dikonsumsi setara

dengan jumlah dikromat yang diperlukan dalam mengoksidasi air sampel. Bila

(38)

commit to user

biologis (bahan organik mudah urai, biodegradable organic matter), maka COD

memberikan gambaran jumlah total bahan organik yang mudah terurai maupun

yang sulit terurai (non biodegradable ) (Hariyadi, 2001). Angka COD merupakan

ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat

dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya

oksigen terlarut dalam air (Fardiaz, 1992). Umumnya nilai COD lebih tinggi

dibandingkan dengan uji BOD, hal ini dikarenakan bahan-bahan yang stabil

terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD

(Achmad, 2004).

9) Nitrat

Nitrat adalah bentuk nitrogen utama dalam perairan dan merupakan

nutrien utama bagi tumbuhan dan algae. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan

bersifat stabil, dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di

perairan (Effendi, 2003). Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna

senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia

menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan

berlangsung dalam kondisi aerob.

2 NH3 + 3 O2 Nitrosomonas → 2 NO2- + 2 H+ + 2 H2O

2 NO2- + O2Nitrobacter → 2 NO

3-Effendi (2003) juga menyatakan bahwa kadar nitrat yang melebihi 5 mg/L

menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas

(39)

nitrat-commit to user

nitrogen yang lebih dari 2 mg/L dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi

perairan yang selanjutnya memacu pertumbuhan algae serta tumbuhan air lain

menjadi pesat (blooming).

10) Sulfat

Sulfat adalah bentuk sulfur utama dalam perairan dan tanah. Di perairan

yang diperuntukkan bagi air minum sebaiknya tidak mengandung senyawa

natrium sulfat (Na2SO4) dan magnesium sulfat (MgSO4) (Hariyadi, 1992). Di

perairan, sulfur berikatan dengan ion hidrogen dan oksigen. Reduksi

(pengurangan oksigen dan penambahan hidrogen) anion sulfat menjadi hidrogen

sulfida pada kondisi anaerob dalam proses dekomposisi bahan organik

menimbulkan bau yang kurang sedap dan meningkatkan korosivitas logam.

SO42- + bahan organik bakteri S2- + H2O + CO2→ S2- + 2 H+ anaerob H2S

Pada perairan alami yang mendapat cukup aerasi biasanya tidak ditemukan

H2S karena telah teroksidasi menjadi sulfat. Kadar sulfat pada perairan tawar

alami berkisar antara 2 – 80 mg/L. Kadar sulfat air minum sebaiknya tidak

melebihi 400 mg/L (Effendi, 2003).

11) Besi (Fe)

Besi adalah salah satu elemen kimiawi yang dapat ditemui pada hampir

setiap tempat di bumi, pada semua lapisan geologis dan semua badan air. Pada

umumnya, besi yang ada di dalam air dapat bersifat terlarut sebagai Fe 2+ (ferro)

(40)

commit to user

besar, seperti Fe2O3, FeO, Fe(OH)3 dan sebagainya, serta tergabung dengan zat

organik atau zat padat yang anorganik (Alaerts, 1984). Besi dalam bentuk ferro

maupun ferri tergantung pada nilai pH dan kandungan oksigen terlarut. Pada pH

normal dan terdapat oksigen yang cukup, kandungan besi ferro yang terlarut akan

dioksidasi menjadi ferri yang mudah terhidrolisa membentuk endapan ferri

hidroksida yang tidak larut dan mengendap di dasar perairan sehingga membentuk

warna kemerahan pada substrat dasar. Kadar besi yang tinggi terdapat pada air

yang berasal dari air tanah dalam yang bersuasana anaerob atau dari lapisan dasar

perairan yang sudah tidak mengandung oksigen. Kadar besi pada perairan alami

berkisar antara 0.05 – 0.2 mg/L (Boyd, 1988 in Effendi, 2003) pada air tanah

dalam dengan kadar oksigen yang rendah kadar besinya dapat mencapai 10–100

mg/L. Kadar besi > 1,0 mg/L dianggap membahayakan kehidupan organisme

akuatik. Sedangkan bagi perairan yang diperuntukkan bagi keperluan pertanian

sebaiknya memiliki kadar besi yang tidak lebih dari 20 mg/L (McNeely et al,

1979 in Effendi, 2003).

12) Timbal (Pb)

Keberadaan logam-logam di dalam air selain dapat mengganggu proses

enzimatik juga menyebabkan polusi khususnya logam Pb. Logam ini sangat

reaktif terhadap ikatan ligan dengan sulfur dan nitrogen sehingga mengganggu

sistem fungsi metaloenzim (bersifat racun) terhadap metabolisme sel itu sendiri.

Apabila sitoplasma mengikat logam yang salah (non-esensial) atau sitoplasma

(41)

commit to user

rusaknya kemampuan katalitik (detoksikasi) dari sel tersebut. Hal ini sering terjadi

pada sel-sel respirasi yaitu epitel insang yang menjadi rusak karena beberapa

logam terikat sebagai ligan. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju absorpsi

logam dalam air yaitu kadar garam (air laut), alkalinitas (air tawar), hadirnya

senyawa kimia lain, temperatur, pH, besar kecilnya organisme dan kondisi

kelaparan dari organisme (Darmono, 1995).

13) Klorida (Cl-)

Tingkat konsentrasi kelarutan khusus garam dapur (NaCl), dimana

disamping sebagai akibat pelarutan mineral yang mengandung Na dan Cl-, unsur

garam ini dapat terjadi sebagai hasil dari ikatan-ikatan residu dari penggunaan

pupuk kimia pertanian dan limbah cair dari industri dan rumah tangga.

Kandungan garam dalam air tawar adalah < 0.05%. Hampir semua perairan alami

mengandung klorida (Cl-). Konsentrasinya sangat bervariasi, dari konsentrasi

yang rendah sampai konsentrasi yang besar (seperti yang terkandung dalam air

laut). Perubahan konsentrasi klorida dalam air dipengaruhi beberapa faktor, antara

lain pencemaran dari perairan lain (sungai dan danau), limbah industri dan rumah

tangga, serta intrusi air laut. Dampak yang mungkin timbul dengan tingkat klorida

dalam garam yang tinggi adalah dapat mematikan biota/tumbuhan air sehingga

berpengaruh terhadap sistem rantai makanan serta dapat terjadi peningkatan nilai

DHL dan kelarutan beberapa logam yang terdapat dalam batuan dimana

(42)

commit to user

14) Bakteri Coliform fecal

Air merupakan media yang baik untuk kehidupan bakteri, baik yang

bersifat patogen maupun non-patogen. Mikroorganisme yang terdapat di dalam air

berasal dari sumber seperti udara, tanah, sampah, lumpur, tanaman hidup atau

mati, hewan hidup atau mati, kotoran manusia atau hewan serta bahan organik

lainnya. Pencemaran air oleh bakteri, biasanya tercermin pada kandungan

coliform dalam air (Fardiaz, 1992 ).

Smittle (1992) mendefinisikan bakteri indikator sebagai sekumpulan

jenis bakteri yang ditemukan dalam suatu sampel tertentu dan dapat digunakan

untuk mendeteksi atau mengindikasikan adanya bakteri patogen di sekitarnya.

Sedangkan menurut Pelczar dan Chan (1988) bakteri indikator merupakan

sejenis mikroorganisme yang kehadirannya dalam air merupakan bukti bahwa

air tersebut tercemari oleh bahan tinja dari manusia atau hewan berdarah panas.

Artinya, terdapat peluang bagi berbagai macam mikroorganisme patogenik

yang secara berkala terdapat dalam saluran pencernaan untuk masuk ke dalam

air. Alaerts dan Santika (1984) menyatakan bahwa bakteri yang sering

digunakan sebagai indikator untuk menilai kualitas suatu perairan adalah

bakteri Coliform fecal (yang di dalamnya terkandung Escherichia coli),

Streptococcus fecal, dan Clostridium perfringers. Bakteri Coliform merupakan

bakteri yang berasal dari tinja manusia, hewan berdarah panas, hewan berdarah

dingin, dan dari tanah. Bakteri Coliform mudah dideteksi, sehingga jika bakteri

tersebut ditemui dalam sampel air berarti air tersebut tercemar oleh tinja dan

(43)

commit to user

Koliform dibagi menjadi dua kelompok yang dibedakan berdasar

kemampuan bakteri koliform pada masing-masing kelompok untuk

memfermentasikan laktosa dan memproduksi asam dan gas. Kelompok kedua

selain koliform fekal adalah koliform non fekal yang terdiri dari bakteri koliform

yang biasa banyak ditemukan pada hewan atau tanaman yang telah mati (Fardiaz,

1992). Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 82 tahun 2001, kadar maksimum

total koliform yang diperbolehkan pada perairan umum yang diperuntukkan untuk

mengairi pertanaman dan peternakan sebesar 1.000 MPN/100ml. Semakin sedikit

kandungan Coliform, maka kandungan air semakin baik.

4. Pencemaran Air Tanah

Pencemaran air adalah peristiwa masuknya zat, energi, unsur, atau

komponen lainnya ke dalam air sehingga menyebabkan kualitas air terganggu.

Kualitas air yang terganggu ditandai dengan perubahan bau, rasa, dan warna

(Sastrawijaya, 2000). Menurut PP No.82 tahun 2001, pencemaran air adalah

masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen

lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke

tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan

peruntukannya.

a. Degradasi Air Tanah

Degradasi air tanah merupakan tingkat penurunan kualitas air tanah akibat

zat-zat pencemar yang masuk ke dalam lapisan tanah sehingga air tanah tidak

(44)

commit to user

yang paling berpengaruh terhadap penurunan kualitas air tanah dan tidak jarang

menimbulkan pencemaran. Sumber-sumber yang dapat menimbulkan penurunan

kualitas air tanah adalah intrusi air laut, limbah kota, limbah industri, dan limbah

pertanian. Apabila air yang tercemar masuk ke dalam tanah dan di dalam tanah

belum mengalami pembersihan alami, maka akan mengakibatkan penurunan

kualias air dari aslinya. Penurunan tersebut ditandai dengan naiknya unsur-unsur

kimia air, bakteri, perubahan keadaan fisika air (Fardiaz, 1992).

Air dapat merembes melalui tanah yang bersifat permeabel namun tidak

dapat menembus lapisan lempung yang kedap air yang disebut lapisan

impermeabel. Proses kontaminasi air tanah atau masuknya kontaminan ke dalam

air tanah tidak dapat lepas dari dua proses, yaitu infiltrasi dan dispersi (perkolasi)

(Asdak, 1995). Infiltrasi merupakan proses masuknya air beserta bahan-bahan

yang terlarut di dalamnya ke dalam lapisan tanah. Infiltrasi dipengaruhi oleh gaya

kapiler disebut infiltrasi terbuka, sedangkan ilfiltrasi yang dipengaruhi oleh gaya

gravitasi disebut infiltrasi tertutup. Besarnya infiltrasi tergantung dsari sifat tanah,

semakin kecil pori-pori tanah makin sedikit infiltasi yang terjadi. Dispersi

merupakan hasil simultan dari gerakan bahan-bahan yang tercampur di dalam air

secara mekanis dan fisika-kimia untuk menghasilkan suatu bentuk campuran yang

homogen (Wilson EM, 1993).

Proses pencemaran juga dapat diakibatkan oleh keadaan fisik atau

konstruksi sumur yang buruk. Pemilihan lokasi sumur yang berdekatan dengan

daerah buangan akan mempengaruhi resiko resapan bahan pencemar. Sumur

(45)

commit to user

sekitarnya daripada tanah yang berpori lebih kedap. Jarak genangan air terhadap

sumur juga berpengaruh dalam suatu lingkungan dengan rumah yang padat,

kualitas air sumur dapat terpengaruh oleh pengelolaan air buangan kamar mandi

dan septik tank. Selain itu, tanah dengan kemiringan besar (derajat kemiringan

yang besar) akan mudah mengalirkan air sehingga lokasi sumur yang berdekatan

dengan sungai dengan kemiringan yang besar dapat menjadi penyebab penurunan

kualitas air sumur (Kartasapoetra dkk, 1985).

b. Penentuan Tingkat Degradasi Air Tanah

Sampah merupakan salah satu permasalahan yang selalu menyebabkan

pencemaran di samping limbah pertanian dan limbah industri. Menurut

Undang-Undang No. 18 Tahun 2008, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia

dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Pembuangan sampah secara rutin ke

dalam TPA dapat menimbulkan pencemaran terhadap perairan baik di permukaan

maupun di dalam tanah. Sampah yang bertambah secara terus-menerus akan

mempengaruhi tingkat degradasi dari sampah sehingga akan lebih berpotensi

mencemari lingkungan. Penguraian sampah organik bisa menghasilkan zat hara,

zat-zat kimia yang bersifat toksik dan bahan-bahan organik terlarut. Semua zat

tersebut akan mempengaruhi kualitas air, baik air permukaan maupun air tanah

dan perubahan tersebut berpengaruh terhadap sifat Fisik, Kimia, dan Biologi

perairan (Boyd, 1982).

Mengacu pada ketentuan Pasal 14 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor

(46)

commit to user

Air maka Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup menetapkan adanya

Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu

air (kualitas air) yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu

sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air

yang ditetapkan. Penentuan status mutu air dapat menggunakan Metode STORET

atau Metode Indeks Pencemaran.

i. Penentuan Status Mutu Air dengan Metode STORET

Metoda STORET merupakan salah satu metoda untuk menentukan status

mutu air yang umum digunakan. Dengan metoda STORET ini dapat diketahui

parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Secara

prinsip metoda STORET adalah membandingkan antara data kualitas air dengan

baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status

mutu air.

Prinsip dari metode ini adalah membandingkan antara data kualitas dengan

baku mutu yang disesuaikan dengan peruntukkannya guna menentukan status

mutu air (Kepmen LH No. 115 Tahun 2003). Tahapan analisis data untuk

menentukan indeks STORET adalah sebagai berikut : (1) Data hasil pengukuran

untuk tiap parameter dibuat tabulasi nilai kadar maksimum, minimum maupun

rata-rata yang kemudian dibandingkan dengandata hasil pengukuran dan nilai

baku mutu yang sesuai dengan peruntukannya. (2) Jika hasil pengukuran

memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran ≤ bakumutu) maka diberi skor 0. (3) Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil

(47)

commit to user

3. (4) Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status

mutunyadari jumlah skor yang diperoleh dengan menggunakan Sistem EPA

(Environmental Protection Agency).

Tabel 3. Penentuan status mutu air dengan Indeks Pencemaran (IP)

Jumlah contoh Nilai Parameter

Fisika Kimia Biologi

Sumber: Kepmen LH No. 115 Tahun 2003

Cara untuk menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan

sistem nilai dari “US-EPA (Environmental Protection Agency)” dengan

mengklasifikasikan mutu air dalam empat kelas, yaitu :

(1) Kelas A : baik sekali, skor = 0 memenuhi baku mutu

(2) Kelas B : baik, skor = -1 s/d -10 cemar ringan

(3) Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30 cemar sedang

(4) Kelas D : buruk, skor ≥ -31 cemar berat

ii. Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Indeks Pencemaran (IP)

Indeks Pencemaran (Pollution Index) digunakan untuk menentukan tingkat

pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan. Indeks ini

memiliki konsep yang berlainan dengan Indeks Kualitas Air (Water Quality

Index). Indeks Pencemaran (IP) ditentukan untuk suatu peruntukan, kemudian

dapat dikembangkan untuk beberapa peruntukan bagi seluruh bagian badan air

(48)

commit to user

Pengelolaan kualitas air atas dasar Indeks Pencemaran (IP) ini dapat

memberi masukan pada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan

air untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas

jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar. IP mencakup

berbagai kelompok parameter kualitas yang independent dan bermakna.

Lij menyatakan konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam Baku

Peruntukan Air (j), dan Ci menyatakan konsentrasi parameter kualitas air (i) yang

diperoleh dari hasil analisis cuplikan air pada suatu lokasi pengambilan cuplikan

dari suatu alur sungai, maka PIj adalah Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j)

yang merupakan fungsi dari Ci/Lij.

PIj = _ (C1/L1j, C2/L2j,…,Ci/Lij)……….……... (2-1)

Tiap nilai Ci/Lij menunjukkan pencemaran relatif yang diakibatkan oleh

parameter kualitas air. Nisbah ini tidak mempunyai satuan. Nilai Ci/Lij = 1,0

adalah nilai yang kritik, karena nilai ini diharapkan untuk dipenuhi bagi suatu

Baku Mutu Peruntukan Air. Jika Ci/Lij >1,0 untuk suatu parameter, maka

konsentrasi parameter ini harus dikurangi atau disisihkan, kalau badan air

digunakan untuk peruntukan (j). Jika parameter ini adalah parameter yang

bermakna bagi peruntukan, maka pengolahan mutlak harus dilakukan bagi air itu.

Pada model IP digunakan berbagai parameter kualitas air, maka pada

penggunaannya dibutuhkan nilai rata-rata dari keseluruhan nilai Ci/Lij sebagai

tolok-ukur pencemaran, tetapi nilai ini tidak akan bermakna jika salah satu nilai

Ci/Lij bernilai lebih besar dari 1. Jadi indeks ini harus mencakup nilai Ci/Lij yang

(49)

commit to user

PIj = _ {(Ci/Lij)R,(Ci/Lij)M} ………..…….…..(2-2)

Dengan (Ci/Lij)R : nilai ,Ci/Lij rata-rata (Ci/Lij)M : nilai ,Ci/Lij maksimum

Jika (Ci/Lij)R merupakan ordinat dan (Ci/Lij)M merupakan absis maka PIj

merupakan titik potong dari (Ci/Lij)R dan (Ci/Lij)M dalam bidang yang dibatasi

oleh kedua sumbu tersebut.

Gambar 2. Pernyataan Indeks untuk suatu Peruntukan (j)

Perairan akan semakin tercemar untuk suatu peruntukan (j) jika nilai

(Ci/Lij)R dan atau (Ci/Lij)M adalah lebih besar dari 1,0. Jika nilai maksimum

Ci/Lij dan atau nilai rata-rata Ci/Lij makin besar, maka tingkat pencemaran suatu

badan air akan makin besar pula. Jadi panjang garis dari titik asal hingga titik Pij

diusulkan sebagai faktor yang memiliki makna untuk menyatakan tingkat

pencemaran.

………...(2-3)

Dimana m = faktor penyeimbang

Keadaan kritik digunakan untuk menghitung nilai m

PIj = 1,0 jika nilai maksimum Ci/Lij = 1,0 dan nilai rata-rata Ci/Lij = 1,0 maka

(50)

commit to user

………..(2-4)

Metoda ini dapat langsung menghubungkan tingkat ketercemaran dengan dapat

atau tidaknya sungai dipakai untuk penggunaan tertentu dan dengan nilai

parameter-parameter tertentu. Evaluasi terhadap nilai PI adalah :

0 ≤ PIj ≤ 1,0 memenuhi baku mutu (kondisi baik)

1,0 < PIj ≤ 5,0 cemar ringan

5,0 < PIj ≤ 10 cemar sedang

PIj > 10 cemar berat

5. Air Lindi

Air lindi (leachate) atau air luruhan sampah merupakan tirisan cairan

sampah hasil ekstrasi bahan terlarut maupun tersuspensi. Air lindi merupakan air

dengan konsentrasi kandungan organik yang tinggi yang terbentuk dalam landfill

akibat adanya air hujan yang masuk ke dalam landfill (Priyono, 2008). Air lindi

merupakan cairan yang sangat berbahaya karena selain kandungan organiknya

tinggi, juga dapat mengandung unsur logam (seperti Zn, Hg). Jika tidak ditangani

dengan baik, air lindi dapat merembes ke dalam tanah sekitar landfill kemudian

dapat mencemari air tanah di sekitar landfill. Air lindi memerlukan perlakuan

awal, yaitu dengan menghilangkan kandungan inorganik dalam air lindi. Setelah

kandungan inorganik dalam air lindi dapat dihilangkan atau dikurangi, kemudian

air lindi dapat diolah lebih lanjut untuk menghilangkan kadar kandungan

(51)

commit to user

Air lindi dapat digolongkan sebagai senyawa yang sulit didegradasi, yang

mengandung bahan-bahan polimer (makromolekul) dan bahan organik sintetik.

Pada umumnya air lindi memiliki nilai rasio BOD5/COD sangat rendah (<0.4).

Nilai rasio yang sangat rendah ini mengindikasikan bahwa bahan organik yang

terdapat dalam air lindi bersifat sulit untuk didegradasi secara biologis. Angka

perbandingan yang semakin rendah mengindikasikan bahan organik yang sulit

terurai tinggi (Alaerts dan Santika, 1984). Komposisi air lindi sangat bervariasi

karena proses pembentukannya dipengaruhi oleh karakteristik sampah

(organik-anorganik), mudah tidaknya penguraian (larut -tidak larut), kondisi tumpukan

sampah (suhu, pH, kelembaban, umur), karakteristik sumber air (kuantitas dan

kualitas air yang dipengaruhi iklim dan hidrogeologi), komposisi tanah penutup,

ketersediaan nutrien dan mikroba, dan kehadiran in hibitor (Fardiaz, 1992). Selain

itu, Effendi (2003) menyatakan bahwa proses penguraian bahan organik menjadi

komponen yang lebih sederhana oleh mikroorganisme aerobik dan anaerobik pada

lokasi pembuangan sampah dapat menjadi penyebab terbentuknya gas dan air

lindi.

Kuantitas dan kualitas air lindi juga dapat dipengaruhi oleh iklim. Infiltrasi

air hujan dapat membawa kontaminan dari tumpukan sampah dan memberikan

kelembaban yang dibutuhkan bagi proses penguraian biologis dalam pembentukan

air lindi. Meskipun sumber dari kelembabannya mungkin dibawa oleh sampah

masukkannya, tetapi sumber utama dari pembentukkan air lindi ini adalah adanya

infiltrasi air hujan. Jumlah hujan yang tinggi dan sifat timbunan yang tidak solid

Gambar

Gambar 1. Akuifer Tidak Tertekan dan Akuifer Tertekan       Sumber: Asdak, 1995.
Tabel 1. Klasifikasi mutu air menurut PP No. 82 Tahun 2001
Tabel 2. Daftar persyaratan kualitas air bersih (PerMenKes RI No. 416/1990)
Tabel 3. Penentuan status mutu air dengan Indeks Pencemaran (IP) Parameter
+7

Referensi

Dokumen terkait

ANALISIS POTENSI PENCEMARAN TIMBAL PADA TANAH, AIR LINDI DAN AIR SUMUR MONITORING DI TPA PAKUSARI KABUPATEN JEMBER; Nindhianingtyas Widyasari; 082110101028; 2013;

Hal ini disebabkan karena pori-pori tanah pada saat sebelum lintasan berukuran besar yang mengakibatkan air akan mudah masuk ke dalam tanah dan begitupun sebaliknya

Jika air hujan melewati timbunan sampah maka akan mempercepat proses masuknya lindi ke dalam tanah, sehingga hal ini dapat menimbulkan pencemaran air sumur

Dinding bagian dalam sumur gali 3 meter dari permukaan tanah harus kedap air agar perembasan air permukaan yang telah tercemar tidak masuk. Sumur yang masih mengandung

Adapun syarat-syarat yang dimaksud adalah dinding sumur kedap air sedalam 3 meter dari permukaan tanah, bibir sumur setinggi 80 cm dari lantai, lantai yang kedap air

Suatu lapisan tanah bila mengalami penambahan beban diatasnya, maka air pori yang terkandung didalam tanah akan mengalir keluar dari lapisan tanah tersebut dan

Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa salah satu senyawa yang terdapat pada lindi yang berupa sulfat dapat meningkatkan konsentrasi mangan secara signifikan

Pencemaran tanah dan air tanah yang disebabkan oleh kebocoran tangki timbun biasanya baru akan diketahui apabila dalam kadar yang besar dan telah mencemari sumur warga.. Sedangkan pada