• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Air Tanah

Dalam dokumen TRISNA KUSUMAWATI A131008013 (Halaman 29-43)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

3. Kualitas Air Tanah

Kualitas air adalah mutu air yang memenuhi standar untuk tujuan tertentu. Syarat yang ditetapkan sebagai standar mutu air berbeda-beda tergantung tujuan penggunaan, sebagai contoh, air yang digunakan untuk irigasi memiliki standar

commit to user

mutu yang berbeda dengan air untuk dikonsumsi. Kualitas air dapat diketahui nilainya dengan mengukur peubah Fisika, Kimia dan Biologi (Trisnawulan, 2007). Arsyad (1989) menerangkan bahwa kualitas air merupakan tingkat kesesuaian air untuk dipergunakan bagi pemenuhan tertentu kehidupan manusia, seperti untuk air minum, mengairi tanaman, minuman ternak dan sebagainya.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 20 tahun 1990, tentang Pengendalian Pencemaran Air mendefinisikan peristilahan-peristilahan yang berkaitan dengan terminologi, karakteristik dan interkoneksi parameter-parameter kualitas air, antara lain: Kualitas air adalah sifat air dan kandungan mahluk hidup, zat, energi, atau komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut, dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, COD, kadar logam, dan sebagainya), dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri, dan sebagainya) (Effendi, 2003).

Mason (2003) mengemukakan bahwa pemantauan kualitas air suatu

perairan memiliki tiga tujuan utama, yaitu 1) Environmental Surveillance,

bertujuan mendeteksi dan mengukur pengaruh yang ditimbulkan oleh suatu pencemar terhadap kualitas lingkungan dan mengetahui perbaikan kualitas lingkungan setelah pencemar tersebut dihilangkan. 2) Establishing Water Quality Criteria, bertujuan mengetahui hubungan sebab akibat antara perubahan variabel-variabel ekologi perairan dengan parameter fisika dan kimia untuk mendapatkan

baku mutu kualitas air, dan 3) Apprasial of Resources, bertujuan mengetahui

commit to user

Kriteria mutu air adalah nilai-nilai yang didasarkan pada pengalaman dan kenyataan ilmiah yang dapat dipergunakan oleh pemakainya untuk menetapkan manfaat relatif dari air tertentu. Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001, mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur atau diuji berdasarkan parameter dan metode tertentu berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi dan unsur-unsur pencemar yang ditenggang keberadaannnya dalam air.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dibagi menjadi empat kelas, yaitu:

1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air

minum dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk sarana/prasarana

rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan

ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang menpersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

commit to user

4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi,

pertanaman dan atau untuk peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Kualitas air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan oleh bagi peruntukkan tertentu dengan ketentuan syarat dapat dilihat pada pada table 1. Parameter penentuan kualitas air di antaranya adalah:

1) Bau, Rasa, dan Warna

Bau dan rasa umumnya disebabkan karena adanya zat organik tertentu yang dapat menyebabkan rasa tertentu. Selain itu, kandungan zat sulfida juga dapat menyebabkan air menjadi berbau seperti telur busuk. Air yang normal umumnya tidak berasa. Rasa yang menyimpang umumnya dihubungkan dengan bau. Rasa yang menyimpang disebabkan oleh adanya zat-zat kimia tertentu. Warna merupakan salah satu indikator pencemaran yang ditunjukkan oleh air limbah. Warna air yang tidak normal biasanya menunjukkan adanya polusi. Warna pada air dapat disebabkan adanya penguraian zat organik alami seperti humus, lignin, tannin, dan asam organi lainnya. Selain itu, pasir, tanah, mikroorganisme (alga dan lumut) dan warna hasil industri (tekstil, kertas, dan pewarna makanan) juga dapat membuat air menjadi berwarna. Berdasarkan baku mutu air minum, air minum yang baik adalah tidak berbau, berasa, dan berwarna (Fardiaz, 1992).

commit to user

Tabel 1. Klasifikasi mutu air menurut PP No. 82 Tahun 2001

PARAMETER SATUAN

KELAS

KETERANGAN

I II III IV

FISIKA

Suhu ⁰C Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 5 Deviasi suhu dari keadaan ilmiah

Residu Terlarut mg/L 1000 1000 1000 2000

Residu Tersuspensi mg/L 50 50 400 400

Bagi pengolahan air minum secara konvensional, residu tersuspensi < 5000 mg/L

KIMIA

pH - 6-9 6-9 6-9 6-9

Apabila secara ilmiah di luar rentang tsb, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah

BOD mg/L 2 3 6 12 -

COD mg/L 10 20 50 100 -

DO mg/L 6 4 3 0 Angka batas minimum

Total fosfat sbg P mg/L 0,2 0,2 1 5 -

NO3 sbg N mg/L 10 10 20 20 -

NH3-N mg/L 0,5 - - -

Bagi perikanan, kandungan amonia bebas untuk ikan yang peka < 0.02 mg/L sbg NH3 Arsen mg/L 0,05 1 1 1 - Kobalt mg/L 0,2 0,2 0,2 0,2 - Barium mg/L 1 - - - - Boron mg/L 1 1 1 1 - Selenium mg/L 0,01 0,05 0,05 0,05 - Kadmium mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01 - Krom (IV) mg/L 0,5 0,05 0,05 0,01 - Tembaga mg/L 0,02 0,02 0,02 0,2

Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Cu < 1 mg/L

Besi mg/L 0,3 - - -

Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Fe < 5 mg/L

Timbal mg/L 0,03 0,03 0,03 1

Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Pb < 0.1 mg/L

Mangan mg/L 1 - - - -

Air Raksa mg/L 0,001 - - - -

Seng mg/L 0,3 0,05 0,05 5

Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Zn < 5 mg/L

Khlorida mg/L 600 - - - -

Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 - -

Fluorida mg/L 0,5 1,5 1,5 - -

Nitrit sbg N mg/L 0,06 0,06 0,06 -

Bagi pengolahan air minum secara konvensional, NO2N < 1 mg/L

Sulfat mg/L 400 - - - -

Khlorin bebas mg/L 0,03 0,03 0,03 - Bagi ABAM tidak dipersyaratkan

Belerang sbg H2S mg/L 0,002 0,002 0,002 - -

MIKROBIOLOGI

E. coli jml/100 mL 100 1000 2000 2000 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, fecal coliform < 2000 jml/100mL dan total coliform < 10000 jml/100mL

commit to user

Tabel 2. Daftar persyaratan kualitas air bersih (PerMenKes RI No. 416/1990)

PARAMETER Satuan Kadar Maksimum

yang diperbolehkan Keterangan

FISIKA

Bau - - Tidak berbau

Jumlah zat padat terlarut (TDS) mg/L 1500 -

Kekeruhan Skala NTU 25 -

Rasa - - Tidak berasa

Suhu ⁰C dev 3 -

Warna skala TCU 50 -

KIMIA Air Raksa mg/L 0,001 - Arsen mg/L 0,05 - Besi mg/L 1,0 - Fluorida mg/L 1,5 - Kadmium mg/L 0,005 - Kesadahan mg/L 500 - Klorida mg/L 600 - Kromium mg/L 0,05 - Mangan mg/L 0,5 - Nitrat sbg N mg/L 10 - Nitrit sbg N mg/L 1,0 -

pH - 6,5-9,0 batas min & maks, khusus air hujan pH min 5,5

Selenium mg/L 0,01 -

Seng mg/L 15 -

Sianida mg/L 0,1 -

Sulfat mg/L 400 -

Timbal mg/L 0,05 -

Aldrin & Dieldrin mg/L 0,0007 -

Benzena mg/L 0,01 -

Benzo (a) pyrene mg/L 0,00001 -

Chlordane mg/L 0,007 - Cloroform mg/L 0,003 - 2,4 D mg/L 0,10 - DDT mg/L 0,03 - Detergen mg/L 0,5 - 1,2 Discloroethane mg/L 0,01 - 1,1 Discloroethane mg/L 0,0003 - Heptaclor mg/L 0,003 - Hexachlorobenzene mg/L 0,00001 - Gemma-HCH mg/L 0,004 - Methoxychlor mg/L 0,10 - Pentachlorophanol mg/L 0,01 - Pestisida Total mg/L 0,10 - 2,4,6 urichlorophenol mg/L 0,01 -

zat organik (KMnO4) mg/L 10 -

BIOLOGI

Total koliform jml/100mL 50 Bukan air pipaan

commit to user

2) Suhu

Suhu suatu badan perairan dipengaruhi oleh musim, posisi lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Suhu merupakan salah satu karakter yang sangat penting karena perubahan suhu dapat memberikan perubahan kualitas air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses Fisika, Kimia dan Biologi badan air. Peningkatan suhu dapat mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga dapat menyebabkan penurunan

kelarutan gas dalam air, seperti O2, CO2, N2 dan sebagainya (Effendi, 2003).

3) TSS (Total Suspended Solid )

Padatan adalah bahan yang masih tetap tinggal sebagai sisa selama penguapan dan mengalami pemanasan pada suhu 103-105 ºC. Bahan-bahan yang masih mempunyai tekanan uap kecil di bawah suhu 103-105 ºC akan hilang selama penguapan dan pemanasan (Smith, 2005). Padatan tersuspensi merupakan padatan dengan ukuran lebih besar dari satu mikron, dapat mengendap sendiri tanpa bantuan koagulan, meskipun dalam waktu agak lama (Rubiyah, 2007). Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan tercemar dan buangan, dan dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan air buangan. Selain itu dapat menentukan efisiensi unit-unit pengolahan. Pengendapan bahan ini dapat dilakukan dengan proses biologis dan flokulasi kimia (Saeni, 1989).

commit to user

4) pH (derajat keasaman)

Nilai derajat keasaman (pH) dapat didefinisikan sebagai ukuran dari

aktivitas ion hidrogen (H+) yang menunjukkan suasana asam atau basa. Pescod

(1973) menyatakan bahwa nilai pH menunjukkan tinggi rendahnya konsentrasi ion hidrogen dalam air. Kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah perairan tersebut bersifat asam atau basa. Air limbah dengan kondisi yang tidak netral akan menyulitkan proses biologis, sehingga mengganggu proses penjernihan. Semakin kecil nilai pH nya, maka air tersebut bersifat asam. Air buangan yang bersifat asam atau basa dapat menurunkan daya pembersih (Sugiarto, 2006). Nilai pH perairan dapat berfluktuasi karena dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis, respirasi organisme akuatik, suhu dan keberadaan ion-ion di perairan tersebut. Nilai pH air lindi pada

tempat pembuangan sampah perkotaan berkisar antara 1.5 – 9.5 (Barus, 2002).

5) DO (Dissolved oxygen/oksigen terlarut)

Oksigen terlarut (dissolved oxygen) merupakan konsentrasi gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari hasil fotosintesis oleh fitoplankton atau tumbuhan air dan proses difusi dari udara. Faktor yang mempengaruhi jumlah oksigen terlarut di dalam air adalah jumlah kehadiran bahan organik, suhu, aktivitas bakteri, kelarutan, fotosintesis dan kontak dengan udara. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman tergantung pada percampuran (mixing) dan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan keadaan limbah yang masuk ke badan air,

commit to user

sehingga akan mempengaruhi kelarutan dan keberadaan unsur-unsur nutrien di perairan (Fardiaz, 1992).

7) BOD (Biochemical Oxygen Demand )

BOD adalah jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk

menguraikan bahan organik yang terdapat dalam air pada keadaan aerobik yang

diinkubasi pada suhu 20°C selama 5 hari, sehingga sering disebut BOD5. Nilai

BOD5 perairan dapat dipengaruhi oleh suhu, densitas plankton, keberadaan

mikroba, serta jenis dan kandungan bahan organik (Effendi, 2003). Nilai BOD5 ini

juga digunakan untuk menduga jumlah bahan organik di dalam air limbah yang dapat dioksidasi dan akan diuraikan oleh mikroorganisme melalui proses biologi. Berbeda dengan COD yang memberikan gambaran jumlah total bahan organik yang mudah terurai maupun yang sulit terurai (non biodegradable), BOD memberikan gambaran jumlah bahan organik yang dapat terurai secara biologis

(bahan organik mudah urai, biodegradable organic matter) dan umumnya nilai

BOD lebih rendah dari COD (Hariyadi, 2001).

8) COD (Chemical Oxygen Demand )

COD menyatakan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk

mengoksidasi semua bahan organik yang terdapat di perairan menjadi CO2 dan

H2O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang yang dikonsumsi setara

dengan jumlah dikromat yang diperlukan dalam mengoksidasi air sampel. Bila BOD memberikan gambaran jumlah bahan organik yang dapat terurai secara

commit to user

biologis (bahan organik mudah urai, biodegradable organic matter), maka COD

memberikan gambaran jumlah total bahan organik yang mudah terurai maupun yang sulit terurai (non biodegradable ) (Hariyadi, 2001). Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air (Fardiaz, 1992). Umumnya nilai COD lebih tinggi dibandingkan dengan uji BOD, hal ini dikarenakan bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD (Achmad, 2004).

9) Nitrat

Nitrat adalah bentuk nitrogen utama dalam perairan dan merupakan nutrien utama bagi tumbuhan dan algae. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil, dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan (Effendi, 2003). Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung dalam kondisi aerob.

2 NH3 + 3 O2 Nitrosomonas → 2 NO2- + 2 H+ + 2 H2O

2 NO2- + O2Nitrobacter → 2 NO

3-Effendi (2003) juga menyatakan bahwa kadar nitrat yang melebihi 5 mg/L menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia (pencucian dan pengolahan makanan) serta tinja hewan. Kadar

nitrat-commit to user

nitrogen yang lebih dari 2 mg/L dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi perairan yang selanjutnya memacu pertumbuhan algae serta tumbuhan air lain menjadi pesat (blooming).

10) Sulfat

Sulfat adalah bentuk sulfur utama dalam perairan dan tanah. Di perairan yang diperuntukkan bagi air minum sebaiknya tidak mengandung senyawa

natrium sulfat (Na2SO4) dan magnesium sulfat (MgSO4) (Hariyadi, 1992). Di

perairan, sulfur berikatan dengan ion hidrogen dan oksigen. Reduksi (pengurangan oksigen dan penambahan hidrogen) anion sulfat menjadi hidrogen sulfida pada kondisi anaerob dalam proses dekomposisi bahan organik menimbulkan bau yang kurang sedap dan meningkatkan korosivitas logam.

SO42- + bahan organik bakteri S2- + H2O + CO2→ S

+ 2 H+ anaerob H2S

Pada perairan alami yang mendapat cukup aerasi biasanya tidak ditemukan

H2S karena telah teroksidasi menjadi sulfat. Kadar sulfat pada perairan tawar

alami berkisar antara 2 – 80 mg/L. Kadar sulfat air minum sebaiknya tidak

melebihi 400 mg/L (Effendi, 2003).

11) Besi (Fe)

Besi adalah salah satu elemen kimiawi yang dapat ditemui pada hampir setiap tempat di bumi, pada semua lapisan geologis dan semua badan air. Pada

umumnya, besi yang ada di dalam air dapat bersifat terlarut sebagai Fe 2+ (ferro)

commit to user

besar, seperti Fe2O3, FeO, Fe(OH)3 dan sebagainya, serta tergabung dengan zat

organik atau zat padat yang anorganik (Alaerts, 1984). Besi dalam bentuk ferro maupun ferri tergantung pada nilai pH dan kandungan oksigen terlarut. Pada pH normal dan terdapat oksigen yang cukup, kandungan besi ferro yang terlarut akan dioksidasi menjadi ferri yang mudah terhidrolisa membentuk endapan ferri hidroksida yang tidak larut dan mengendap di dasar perairan sehingga membentuk warna kemerahan pada substrat dasar. Kadar besi yang tinggi terdapat pada air yang berasal dari air tanah dalam yang bersuasana anaerob atau dari lapisan dasar perairan yang sudah tidak mengandung oksigen. Kadar besi pada perairan alami

berkisar antara 0.05 – 0.2 mg/L (Boyd, 1988 in Effendi, 2003) pada air tanah

dalam dengan kadar oksigen yang rendah kadar besinya dapat mencapai 10–100

mg/L. Kadar besi > 1,0 mg/L dianggap membahayakan kehidupan organisme akuatik. Sedangkan bagi perairan yang diperuntukkan bagi keperluan pertanian

sebaiknya memiliki kadar besi yang tidak lebih dari 20 mg/L (McNeely et al,

1979 in Effendi, 2003).

12) Timbal (Pb)

Keberadaan logam-logam di dalam air selain dapat mengganggu proses enzimatik juga menyebabkan polusi khususnya logam Pb. Logam ini sangat reaktif terhadap ikatan ligan dengan sulfur dan nitrogen sehingga mengganggu sistem fungsi metaloenzim (bersifat racun) terhadap metabolisme sel itu sendiri. Apabila sitoplasma mengikat logam yang salah (non-esensial) atau sitoplasma mengikat logam lain yang bukan semestinya maka akan dapat menyebabkan

commit to user

rusaknya kemampuan katalitik (detoksikasi) dari sel tersebut. Hal ini sering terjadi pada sel-sel respirasi yaitu epitel insang yang menjadi rusak karena beberapa logam terikat sebagai ligan. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju absorpsi logam dalam air yaitu kadar garam (air laut), alkalinitas (air tawar), hadirnya senyawa kimia lain, temperatur, pH, besar kecilnya organisme dan kondisi kelaparan dari organisme (Darmono, 1995).

13) Klorida (Cl-)

Tingkat konsentrasi kelarutan khusus garam dapur (NaCl), dimana

disamping sebagai akibat pelarutan mineral yang mengandung Na dan Cl-, unsur

garam ini dapat terjadi sebagai hasil dari ikatan-ikatan residu dari penggunaan pupuk kimia pertanian dan limbah cair dari industri dan rumah tangga. Kandungan garam dalam air tawar adalah < 0.05%. Hampir semua perairan alami

mengandung klorida (Cl-). Konsentrasinya sangat bervariasi, dari konsentrasi

yang rendah sampai konsentrasi yang besar (seperti yang terkandung dalam air laut). Perubahan konsentrasi klorida dalam air dipengaruhi beberapa faktor, antara lain pencemaran dari perairan lain (sungai dan danau), limbah industri dan rumah tangga, serta intrusi air laut. Dampak yang mungkin timbul dengan tingkat klorida dalam garam yang tinggi adalah dapat mematikan biota/tumbuhan air sehingga berpengaruh terhadap sistem rantai makanan serta dapat terjadi peningkatan nilai DHL dan kelarutan beberapa logam yang terdapat dalam batuan dimana sumberdaya air berada (Mulyana dkk, 2007).

commit to user

14) Bakteri Coliform fecal

Air merupakan media yang baik untuk kehidupan bakteri, baik yang bersifat patogen maupun non-patogen. Mikroorganisme yang terdapat di dalam air berasal dari sumber seperti udara, tanah, sampah, lumpur, tanaman hidup atau mati, hewan hidup atau mati, kotoran manusia atau hewan serta bahan organik lainnya. Pencemaran air oleh bakteri, biasanya tercermin pada kandungan coliform dalam air (Fardiaz, 1992 ).

Smittle (1992) mendefinisikan bakteri indikator sebagai sekumpulan jenis bakteri yang ditemukan dalam suatu sampel tertentu dan dapat digunakan untuk mendeteksi atau mengindikasikan adanya bakteri patogen di sekitarnya. Sedangkan menurut Pelczar dan Chan (1988) bakteri indikator merupakan sejenis mikroorganisme yang kehadirannya dalam air merupakan bukti bahwa air tersebut tercemari oleh bahan tinja dari manusia atau hewan berdarah panas. Artinya, terdapat peluang bagi berbagai macam mikroorganisme patogenik yang secara berkala terdapat dalam saluran pencernaan untuk masuk ke dalam air. Alaerts dan Santika (1984) menyatakan bahwa bakteri yang sering digunakan sebagai indikator untuk menilai kualitas suatu perairan adalah

bakteri Coliform fecal (yang di dalamnya terkandung Escherichia coli),

Streptococcus fecal, dan Clostridium perfringers. Bakteri Coliform merupakan bakteri yang berasal dari tinja manusia, hewan berdarah panas, hewan berdarah dingin, dan dari tanah. Bakteri Coliform mudah dideteksi, sehingga jika bakteri tersebut ditemui dalam sampel air berarti air tersebut tercemar oleh tinja dan kemungkinan besar perairan tersebut mengandung bakteri patogen.

commit to user

Koliform dibagi menjadi dua kelompok yang dibedakan berdasar

kemampuan bakteri koliform pada masing-masing kelompok untuk

memfermentasikan laktosa dan memproduksi asam dan gas. Kelompok kedua selain koliform fekal adalah koliform non fekal yang terdiri dari bakteri koliform yang biasa banyak ditemukan pada hewan atau tanaman yang telah mati (Fardiaz, 1992). Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 82 tahun 2001, kadar maksimum total koliform yang diperbolehkan pada perairan umum yang diperuntukkan untuk mengairi pertanaman dan peternakan sebesar 1.000 MPN/100ml. Semakin sedikit kandungan Coliform, maka kandungan air semakin baik.

Dalam dokumen TRISNA KUSUMAWATI A131008013 (Halaman 29-43)

Dokumen terkait