• Tidak ada hasil yang ditemukan

Contoh Makalah Manajemen Kinerja Tentang Keterkaitan Variabel Kinerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Contoh Makalah Manajemen Kinerja Tentang Keterkaitan Variabel Kinerja"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

MANAJEMEN KINERJA

KETERKAITAN VARIABEL KINERJA

DOSEN PENGAMPU :

MAULIDYAH AMALINA RIZQI

KELOMPOK 7

1. AQONIA LIDITAS FIRDAUSI

(13311073)

2. ROSITA MUAZATI

(133110)

PROGRAM STUDi MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

(2)

KETERKAITAN VARIABEL KINERJA

1.1. KETERKAITAN VARIABEL KINERJA

Terdapat empat level dalam struktur organisasi perusahaan pada umumnya, yang berkaitan dengan manajemen kinerja, yaitu korporat (corporate level), satuan unit bisnis (business unit level), manajemen operasi (operational management level), dan bagian operasi sehari-hari (shopfloor level). Diantara level tersebut, harus terdapat keterkaitan antar variabel kinerjanya, yang saling mendukung keunggulan perusahaan untuk berkompetisi. Keterkaitan variabel kinerja tersebut seringkali melibatkan lintas sector departemen dimana otoritas atau levelnya tidak harus memiliki hubungan secara vertical. Pada gambar 1.1, diperlihatkan keterkaitan antar variabel kinerja dalam suatu perusahaan komponen okomotif di Negara bagian Victoria, Australia (Wibisono, 1999).

Dari gambar tersebut terlihat bahwa dengan memiliki data keterkaitan variabel kinerja, akan memudahkan proses perbaikan yang harus dilakukan terhadap varabel kinerja yang tidak mencapai standar yang dipersyaratkan. Sebagai contoh, kualitas produk di perusahaan komponen otomotif di atas dipengaruhi oleh produk cacat, pengerjaan ulang, kualitas bahan baku, material terbuang. Sedangkan produk cacat dipengaruhi oleh kendala karyawan, tingkat keluar masuk karyawan, serta pelatihan dan teknologi yang diterapkan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas produk , persahaan harus meletakkan prioritas perbaikan pada empat faktor dalam sumber daya tersebut.

(3)

Gambar 1.1 Keterkaitan Antar Variabel Kinerja Perusahaan Komponen Otomotif

1.2. ANALISIS FAKTOR

Dalam menganalisis kinerja organisasi atau perusahaan, seringkali kita mencari faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab suatu masalah. Misalnya, perusahaan otomotif ingin mengetahui apa saja yang menyebabkan konsumen lebih memilih mobil van dibandingkan dengan mobil sedan. Pengamatan semacam ini tidak jarang meliputi sejumlah variabel atau faktor penyebab yang banyak dan beragam. Hal ini tentu saja akan menyulitkan dalam menganalisis dan menarik kesimpulan tentang data tersebut. Agar lebih mudah, faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dimensi yang lebih kecil. Misalnya, faktor-faktor yang menyebabkan konsumen memilih mobil van dibandingkan dengan mobil sedan adalah : 1. Ruangan yang lebih luas

2. Bagasi yang mempunyai kapasitas lebih besar

3. Harga yang lebih murah

4. Bahan bakar lebih irit

5. Kapasitas penumpang lebih banyak 6. Biaya perwatan lebih murah

(4)

Ketujuh faktor di atas dapat direduksi dengan mengelompokkan faktor-faktor yang berkaitan dalam satu faktor baru, yaitu :

a. Efisiensi biaya, meliputi faktor (3), (4), (6) b. Kenyamanan, meliputi faktor (1), (2), (5) c. Daya mesin

Setelah mengelompokkan , sekarang hanya perlu mengolah 3 kelompok data saja. Alat yang digunakan untuk mereduksi faktor dan menarik kesimpulan dari faktor tersebut adalah analisis faktor, yang merupakan salah satu bagian dari analisis multivarian (analisis yang banyak melibatkan variabel). Metode analisis faktor pertama kali digunakan oleh Charles Spearman untuk memecahkan masalah psikologi dalam tulisannya di American Journal of Psychology pada tahun 1904, mengenai penetapan dan pengukuran intelektual.

Analisis faktor menyederhanakan hubungan yang beragan dan kompleks pada set data/variabel amatan dengan meyatukan faktor atau dimensi yang saling berhubungan/memiliki korelasi dalam suatu struktur data yang baru, yang mempunyai set faktor yang lebih kecil. Fungsi dari analisis faktor adalah sebagai berikut :

1. Menetukan himpunan dari dimensi yang tidak mudah diamati dalam himpunan variabel (R factor analysis).

2. Mengelompokkan orang-orang (misalnya, responden kuis0 ke dalam kelompok-kelompok yang berbeda di dalam populasi (Q factor analysis).

3. Mengidentifikasi variabel-variabel yang akan digunakan dalam analisi lanjutan (regresi, korelasi, atau diskriminan).

4. Membentuk himpunan dari variabel (dengan jumlah yang lebih sedikit) untuk menggantikan (sebagian/seluruh) himpunan variabel awal.

5. Menganilisis suatu fenomena dengan data yang sangat besar.

6. Menguaraikan/menjabarkan suatu kaitan yang kompleks di antara fenomena ke dalam fungsi kesatua-kesatuan atau ke dalam bagian-bagiannya, dan dapat mengidentifikasikan pengaruh dari luar (independen).

Penggunaan metode analisis faktor dapat diklasifikasikan menjadi :

(5)

2. Penegasan Suatu Hipotesis (Confirmatory Uses). Analisis faktor digunakan untuk menguji suatu hipotesis mengenai struktur dan variabel-variabel baru yang berkaitan dengan sejumlah faktor yang signifikan dan faktor loading yang diharapkan.

3. Alat Pengukur (Measuring Devices). Analisis faktor digunakan untuk membentuk variabel-variabel agar dapat digunakan sebagai variabel baru pada analisis berikutnya.

Ada beberapa teknik analisis keterkaitan variabel yang dapat digolongkan ke dalam analisis faktor, yaitu :

a. Analisis Komponen Utama (Principle Component Analysis) merupakan teknik reduksi data yang bertujuan untuk membentuk suatu kombinasi linier dari variabel awal, dengan memperhitungkan sebanyak mungkin jumlah variasi dari variabel awal.

b. Analisis Faktor Umum (Common Component Analysis) merupakan model faktor yang digunakan untuk mengidentifikasi sejumlah dimensi dalam data(faktor) yang tidak mudah untuk dikenali. Tujuan utamanya adalah untuk mengidentifikasi dimensi laten yang direpresentasikan dalam himpunan variabel awal.

1.2.1. Metode Analisis Faktor

Perbedaan kedua macam teknik tersebut terutama teletak pada jumlah variansi yang dianalisis, apakah variansi total atau hanya common variance (variansi dapat dibagi menjadi

common variance dan unique variance). Common variance adalah variansi suatu variabel yang merupakan variansi bersama dengan variabel lain, sedangkan unique variance adalah variansi suatu variabel yang digunakan oleh variabel itu sendiri. Analisis faktor juga dapat digunakan untuk melakukan validasi. Metode ini berguna untuk mengukur korelasi antar variabel-variabel manifes yang akan membentuk variabel laten. Dari semua variabel manifes yang diolah, beberapa diantaranya akan diagregasikan ke dalam sejumlah variabel laten yang lebih sedikit. Variabel manifes diwakili oleh satu item pertanyaan dalam kuisioner. Hubungan antara variabel laten, manifes, dan item-item pertanyaan dalam kuisioner ditunjukkan dalam bagan berikut ini :

(6)

Variabel laten dibentuk oleh beberapa variabel manifes yang mengalami proses agregasi. Setiap variabel manifes diwakili oleh satu item pertanyaan dalam kuisioner. Jadi, terdapat hubungan korespondensi satu-satu antara satu item pertanyaan dengan satu variabel manifes tertentu, untuk setiap item yang terdapat dalam kuisioner. Hubungan antara variabel manifes dengan variabel laten ditunjukkan oleh bobot faktor (factor loading). Untuk mengelompokkan variabel manifes menjadi variabel laten, setiap variabel manifes harus dihitung korelasinya dengan variabel manifes lain. Bobot faktor akan menunjukkan korelasi antara suatu variabel manifes dengan variabel manifes lain dalam variabel laten yang terbentuk.

Analisis faktor digunakan untuk menjamin bahwa item-item pertanyaan dalam kuisioner dapat merepresentasikan dengan baik variabel-variabel laten yang diselidiki. Analisis faktor berusaha menyerdehanakan hubungan yang kompleks dan beragam di antara sekumpulan variabel penelitian yang diamati, dengan jalan mengungkapkan dimensi-dimensi atau faktor-faktor yang sama, yang dapat menghubungkan variabel-variabel tersebut, serta dapat memperhatikan struktur laten dari data penelitian. Analisis faktor dapat mereduksi data variabel manifes menjadi beberapa variabel laten yang jumlahnya lebih sedikit dengan memanfaatkan tingkat hubungan antarvariabel. Prinsip kerja analisis faktor ini dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 1.3 Esensi dari Analisis Faktor

Pada gambar tersebut terdapat 9 variabel yang saling berkorelasi antara satu dengan yang lainnya. Analisis faktor mengagregasikan variabel manifes tadi ke dalam tiga faktor berdasarkan keterkaitan antar variabel. Demikian sehingga faktor 1 dibentuk oleh variabel manifes X1,X3,X4, DAN X6; faktor 2 oleh X2, X7; dan faktor 3 oleh X5, X8, X9. Variabel laten

(7)

enjelaskan semua variansi yang ada dalam variabel-variabel manifes pembentuknya. Ada bagian unik yang merupakan karakteristik masing-masing variabel manifes. Sisa variansi yang tidak terjelaskan oleh variabel laten ini digambarkan sebagai error atau kesalahan. Terdapat dua model analisis untuk analisis faktor, yaitu model analisis faktor eksploratori (exploratory factor analysis model) dan model analisis faktor konfirmatori (confirmatory factor analysis model). Gambaran untuk kedua model itu dapat dilihat dalam diagram berikut:

Gambar 1.4 Model Analisis Faktor Eksploratori

Gambar 1.5 Model Analisis Faktor Konfirmatori

Dengan penjelasan sebagai berikut : F1, F2, F3 merupakan uncorrelated factor

(unobservable factor). Xi merupakan observable yi merupakan faktor loading yang

menghubungkan antar unobservable factor dengan observable variable yang secara aljabar dapat ditulis :

(8)

Bila teknik analisis faktor tersebut digunakan tanpa terlebih dahulu menentukan batasan-batasan awal dalam perkiraan jumlah komponen/faktor yang akan diekstrasi, teknik tersebut dinamakan eksploratori. Sedangkan konfirmatori ialah bila seorang analis menggunakan analisis faktor untuk menguji hipotesis yang berkaitan dengan pengelompokan jumlah variabel atau jumlah faktor.

1.2.2. Dasar Matematis Analisis Faktor

Pengertian statistic mengenai analisis faktor pada dasarnya melibatkan suatu proses populasi data dan pengukuran atas sampel- sampel atau objek penelitian yang dinamakan variabel. Misalkan, dalam pemilihan suatu variabel Xi (i = 1, 2, 3,…, n) yang masing-masing

mempunyai mean ui (i = 1, 2, 3,…, n), koefesien dari korelasi antara variabel Xi dan Xj-nya

dapat didefinisikan sebagaimana berikut ini :

Di mana :

Sedangkan, untuk menghitung korelasi antara variabel-variabel yang diamati, terdapat rumus sebagai berikut :

Atau :

(9)

1.2.3. Model Matematis Analisis Faktor

Prinsip kerja analisis faktor adalah n dari variabel yan diamati, terdapat beberapa variabel yang mempunyai korelasi, di mana variabel-variabel tersebut memiliki p faktor

kesamaan (common factor) yang mendasari komponen antarvariabel dan juga m faktor unik

(unique factor0 yang membedakan tiap variabel. Faktor umum dilambangkan dengan F1 , F2,

F3, F4,… FP dan faktor unik u1, u2, u3, u4, …., um. model matematis dasar dari analisis faktor

yang digunakan untuk setiap variabel independen Xi adalah :

Di mana :

Koefesien Aij (loading Aij) menyatakan besarnya konstribusi variabel Xi pada satu faktor

kesamaan Fj dan memegang peranan dalam mengambil suatu kesimpulan mengenai seberapa

jauh pengaruh variabel Xi terhadap faktor kesamaan Fj . koefisien faktor unik Bi berfungsi

untuk membantu satuan fsktor unik agar dapat dipilih sesederhana mungkin. Faktor kesamaan dapat pula menyatakan korelasi antar variabel, sedangkan faktor unik menerangkan sisa variansi dari faktor kesamaan atau menunjukkan kegagalan faktor kesamaan dalam menjelaskan variansi total variael.

1.2.4. Langkah-Langkah Analisis Faktor Tahap 1 (Penentuan Variabel)

a. Variable yang dipilih : variable yang relevan dengan penelitian yang dilakukan b. Banyaknya variable : sesuai dengan jumlah variable yang relevan

c. Cara pengukuran variabel :

 Data mentah diasumsikan sebagai hasil pengukuran matriks

 Dapat digunakan variable dummy (0-1)

d. Ukuran/jumlah sampel :

 Sampel berukuran lebih dari 50 observasi, atau hendaknya lebih dari 100 observasi

(10)

Matriks data mentah dapat diperoleh dari data asli yang berasal dari kuisioner, yaitu apabila data-data yang akan dianalisis merupakan hasil dari kuisioner. Matriks ini berukuran p x q (p baris dari kolom q); p= banyaknya responden yang mengisi kuisioner, q=banyaknya variable manifest/banyaknya item pertanyaan kuisioner. Tiap jawaban responden diberi skala nilai, biasanya dengan skala likert, sehingga dapat disusun dalam suatu bentuk matrik.

Tahap 2 (Matriks Korelasi)

Matrik korelasi merupakan matriks yang memuat koefisien korelasi dari semua pasangan variable yang terdapat dalam penelitian. Jadi, matriks ini digunakan untuk mendapatkan nilai kedekatan hubungan antar variable manifest. Nilai kedekatan ini dapat digunakan untuk melakukan beberapa pengujian guna melihat kesesuaian nilai korelasi yang diperoleh dari analisis factor. Analisis factor yang baik memiliki nilai korelasi yang tinggi (rata-rata lebih besar dari 0,3). Dalam hal ini, determinan matriks yang mendekati nol menunjukkan nilia korelasi yang tinggi. Selanjutnya, perlu diuji apakah matriks korelasi ini merupakan matriks identitas atau bukan, karena matriks identitas tidak dapat digunakan untuk analisis berikut. Metode yang biasa dilakukan adalah metode Barlet Test of Sphericity. Kemudian perlu ditantukan nilai koefisien dari korelasi parsia, yaitu estimasi antar faktor unik dan nilainya harus mendekati nol untuk memenuhi asumsi analisis faktor. Untuk menguji kesesuaian penggunaan analisis factor, digunakan metode Kaiser-Meyer-okin (KMO). KMO merupakan indeks pembanding besarnya koefisien korelasi observasi dengan besarnya koefisien korelasi parsial. Jika nilai kuadrat koefisien korelasi parsial dari semua pasangan variabel ebih kecil daripada jumlah kuadrat koefisien korelasi, harga KMO mendekati satu, yang menunjukkan kesesuaian penggunaan analisis faktor. Menurut Kaiser (1974) :

a. Harga KMO sebesar 0,9 adaah sangat memuaskan b. Harga KMO sebesar 0,8 adalah memuaskan c. Harga KMO sebesar 0,7 adalah harga menengah d. Harga KMO sebesar 0,6 adalah cukup

e. Harga KMO sebesar 0,5 adalah kurang memuaskan f. Harga KMO sebesar 0,4 adalah tidak dapat diterima

(11)

Sering kali, karena jumlah data yang banyak, perhitungan KMO dan MSA hanya diekstraksi dengan tepat. Untuk sejumlah prosedur, sebaiknya ditentukan beberapa factor saja, yang akan digunakan lebih lanjut. Salah satu prosedur mengatakan bahwa hanya faktor yang melibatkan nilai variansi total lebih besar dari satulah yang perlu diperhitungkan, karena factor yang memiliki nilai total variansi yang lebih kecil dari satu dapat dikatakan tidak signifikan atau sama saja dengan menggunakan satu variable saja. Namun keabsahan prosedur ini juga masih diperdebatkan. Untuk mengekstraksi factor, dikenal 2 metode rotasi, yaitu :

a. Orthogonal factor, ekstraksi factor dengan cara merotasikan seumbu faktor sehingga kedudukannya saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Dengan melakukan rotasi ini, setiap faktor akan independen terhadap faktor lain, karena sumbunya saling tegak lurus. Orthogonal factor solution digunakan apabila analisis bertujuan untuk mereduksi jumlah variabel tanpa memertimbangkan seberapa berartinya faktor yang diekstraksi.

b. Oblique factor, ekstraksi faktor dilakukan dengan merotasikan sumbu faktor sehingga kedudukannya saling membentuk sudut dengan besar sudut tertentu. Dengan rotasi ini, korelasi antarfaktor masih diperhitungkan, karena sumbu factor tidak saling tegak lurus satu dengan lainnya. Oblique factor solution digunakan untuk memperoleh sejumlah faktor yang secara teoritis cukup berarti.

Ekstraksi faktor digunakan untuk menentukan jenis-jenis faktor yang akan dipakai. Estimasi faktor dapat menggunakan metode principal component analysis (selain itu, terdapat metode common factor analysis). Dengan metode ini, akan terbentuk kombinasi linier dari variabel-variabel observasi. Daam analisis faktor, variansi tota (communality) terbentuk dari : 1. Common (variansi umum), menunjukkan variansi bersama antara tiap variabel

penelitian.

(12)

Tahap 4 (Matriks Factor Sebelum Dirotasi) Matriks Faktor :

Tiap entri daam matriks tersebut menyatakan bobot variabel pada masing-masing faktor. Jumah baris (n) selalu lebih besar dari kolom (m) karena jumlah faktor yang diekstraksi selalu lebih kecil dari jumlah variabel awal. Matriks factor sebelum dirotasi digunakan utntuk mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan pengelompokan variabel ke dalam sejumlah faktor yang telah diekstraksi. Matriks ini merangkum informasi mengenai bobot variabel pada setiap faktor. Informasi yang terkandung di dalam matriks ini belum dapat digunakan untuk menginterpretasikan dengan jelas mengenai pengelompokkan variabel daam setiap faktor karena bobot masing-masing variabel pada setia faktor tidak jauh berbeda. Agar dapat diperoleh bobot variabel yang mudah untuk diinterpretasikan, matriks faktor ini harus dirotasikan.

Tahap 5 (Matriks Factor Setelah Dirotasi)

Matriks factor ini bertujuan untuk mempermudah interpretasi dalam menentukan variabel-variabel mana saja yang tercantum daam suatu faktor. Beberapa metode yang digunakan untuk merotasikan faktor, antara lain :

a. Metode quartimax, bertujuan untuk merotasi faktor awal hasil ekstraksi, sehingga akhirnya diperoleh hasil rotasi, di mana setiap variabe member bobot yang tinggi di satu faktor dan sekecil mungkin di faktor lain.

b. Metode varimax, bertujuan untuk merotasi faktor awa hasil ekstraksi, sehingga pada akhirnya diperoleh hasil rotasi, di mana dalam satu kolom, nilai yang ada sebanyak mungkin mendekati nol. Hal ini berarti di dalam setiap faktor tercakup sedikit mungkin variabel.

c. Metode equimax, bertujuan untuk mengkombinasikan metode quartimax dan varimax.

(13)

1. Dimulai variabel pada urutan pertama. Interpretasi dimulai dengan bergerak dari faktor paling kiri ke faktor paling kanan pada setiap baris guna mencari bilangan yang nilai mutlaknya paling besar dalam setiap baris tersebut.

2. Bilangan yang paling besar menunjukkan dalam faktor mana setiap variabel termasuk. Dengan demikian, dapat diketahui variabel-variabel mana yang masuk daam suatu faktor. 3. Poin 1 dan 2 dilakukan beruang kali, sehingga semua variable telah mencakup dalam

faktor-faktor hasil ekstraksi.

4. Bila ada variable yang belum termasuk dalam saah satu factor (karena bobotnya kurang dari keberartian) terdapat dua pilihan yang bias dilakukan :

a. Mengenterpretasikan solusi apa adanya tanpa mengikutkan variabel yang bobotnya tidak signifikan.

b. Mengevaluasi variable yang yang tidak memiliki bobotnya signifikan tersebut. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk mengetahui relevansi variabel dalam penelitian yang dilakukan.

Dari hasil pembobotan faktor awal, biasanya akan diperoleh bahwa konstribusi faktor pada variabel kesamaan pertama sangat besar. Dalam hal ini, matriks faktor awal (yang belum dirotasi) akan menunjukkan bahwa pola pembobotan pertama menggambarkan pola terbesar mengenai hubungan dengan data dan seterusnya., dimana pola-pola ini tidak saling berkorelasi satu sama lain. Matriks faktor seperti ini akan sulit untuk di interpretasikan, karena berdasrkan teori, jumlah variansi yang terbesar pada faktor pertama dapat diartikan bahwa semua distribusi variabel dibebankan pada faktor pertama saja, sementara faktor lain bersifat bipolar (beberapa variabel berbobot positif dan beberapa lainnya negatif).

(14)

Tahap 6 (Menentukan Bobot Faktor)

Bobot faktor adaah ukuran yang menyatakan representasi suatu variabel oleh masing-masing faktor. Bobot faktor merupakan data mentah bagi analisis lanjutan seperti analisis regresi dan diskriminan. Bobot faktor menunjukkan bahwa suatu data memiliki karakteristik khusus yang direpresentasikan oleh faktor. Bobot faktor ini selanjutnya d igunakan untuk analisis lanjutan. Bobot factor menunjukkan kedekatan hubungan antara variable dengan faktornya atau dapat dikatakan kontribusi dari variabel manifes terhadap variabel laten. faktor dengan bobot faktor tinggi untuk suatu variable, menunjukkan tingginya hubungan faktor itu dengan variabelnya. Beberapa pedoman dalam pembobotan faktor ini, antara lain :

1. Sebagai pengujian awal yang paling sederhana, bobot faktor ≥0,3 dianggap signifikan, bobot faktor ≥ 0,4, dianggap lebih penting, dan bobot faktor ≥0,5 dianggap sangat signifikan. Patokan ini biasanya berguna untuk ukuran sampel yang lebih besar dari 50. 2. Dengan pendekatan yang mirip koefisien korelasi, dapat ditentukan tingkat

Karena sulit untuk menentukn jumlah error yang terjadi dalam analisis faktor, lebih baik digunakan tingkat keberartian 0,05 dan 0,01.

3. Kelemahan kedua metode di atas adalah tidak diperhitungkannya jumlah variabel yang dianalisis dan faktor unik yang diuji. Ketika penulis bergerak dari faktor pertama ke faktor berikut, leve signifikansi yang dapat diterima harusnya juga meningkat.

1.3. ANALISIS KORELASI

(15)

beraturan, dengan arah yang sama atau berlawanan. Arah hubungan antara dua variabel dapat dibedakan menjadi :

1. Korelasi langsung (direct correlation/positive correlation). Perubahan nilai salah satu variabel diikutu perubahan pada variabel lain yang searah. Jika nilai variabel X naik maka nilai variabel Y juga naik, jika nilai variabel X turun maka nilai variabel Y juga turun. 2. Korelasi berlawanan (inverse correlation/negative correlation). Perubahan nilai salah

satu variabel diikuti oleh perubahan nilai variabel lain secara teratur dengan arah yang berlawanan. Peningkatan nilai variabel X diikuti oleh penurunan nilai variabel Y, dan sebaliknya.

3. Tidak berkorelasi (nill correlation). Kenaikan nilai salah satu variabel kadang-kadang diikuti oleh penurunan nilai variabel lyang lain, kadang-kadang pula diikuti ole naiknyaa nilai lain tersebut. Arah hubungannya tidak teratur, kadang berlawanan, kadang searah.

Manfaat mempelajari berbagai jenis hubungan yang terjadi pada dua atau lebih variabel adalah sebagai berikut :

1. Apabila kita dapat menentukan keberadaan hubungan antara dua fenome dan juga seluk-beluk hubungan yang ada, kita dapat menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan variabel tersebut. Misalnya jika diketahui hubungan antara merokok dengan jumlah penderita kanker adalah positif, dapat dilakukan penekanan jumlah penderita penyakit kanker dengan cara menurunkan jumlah perokok, membatasi area diperkenankan merokok, membatasi umur minimum boleh merokok, dan sebagainya. 2. Dengan mengetahui hubungan antara dua atau lebih variabel, kita dapat

memperkirakan/meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan dating. Misalnya, apabila produksi tepung terigu meningkat, dengan mengasumsikan faktor-faktor lain tidak mengalami perubahan, kita dapat memperkirakan harga tepung tersebut akan menurun. 3. Setelah kita mengetahui bahwa dua variabel memiliki hubungan yang cukup dekat, kita

dapat memperkirakan nilai dari satu variabel berdasrkan nilai dari variabel yang lain.

1.4. DIAGRAM TULANG IKAN

(16)

cause-effect diagram. Apapun nama yang dipilih, yang harus diinggat adalah bahwa diagram ini berguna untuk membantu melakukan kategorisasi dari penyebab potensial suatu masalah atau isu, dan mengidentifikasikan penyebab utamanya. Langkah-langkah untuk membuat diagram tulang ikan adalah sebagai berikut :

1. Gambarkan diagram tulang ikan

2. Buat daftar masalah/isu yang dipelajari pada “kepala ikan”

3. Berikan label pada tiap-tiap “tulang”. Kategori utama yang biasa dipakai adalah : a. 4 M (Method, Machine, Material, Manpower)

b. 4 P (Place, Procedure, People, Policies) c. 4 S (Surrounding, Supplier, System, Skill)

Kategori tersebut dapat dikombinasikan untuk meperkaya ide dan membantu dalam pengorganisasian ide.

4. Gunakan teknik idea-generating, misalnya : brainstorming untuk mengidentifikasi faktor pada tiap kategori yang

mungkin menyebabkan masalah/isu dan/atau akibat yang sering dihadapi. Tim seharusnya memperkaya ide

(17)

6. Lanjutkan sampai tidak ada lagi informasi penting yang tertinggal saat timbul pertanyaan : “mengapa itu terjadi…”

7. Analisis hasil dari diagram tulang ikan dilakukan setelah anggota tim menyetujui bahwa jumlah yang tepat telah ditambahkan dan digambarkan secara detail pada tiap kategori/subkategori. Jika terdapat beberapa hal yang sepertinya berulang pada kategori yang lain, ini disebut sebagai “penyebab yang paling umum”

8. Untuk masing-masing item yang masuk dalam kategori “penyebab yang paling umum”, tim harus meraih consensus dalam daftar menurut prioritas, di mana prioritas pertama adalah “penyebab paling mungkin”

Contoh lain dari diagram tulang ikan yang digunakan sebagai proses pemecahan masalah di perusahaan Rank Xerox dapat dilihat pada gambar 1.6.

1.5. ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

Untuk melihat bobot keterkaitan antarvariabel juga dapat digunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Analytical Hierarchy Process adalah alat bantu pengambilan keputusan yang sederhana, untuk menangani masalah yang kompleks., tidak terstruktur, bahkan multiatribut. Metode ini dikembangkan olaeh Saaty (1980). Aplikasi dari AHP telah diberlakukan di bebagai wilayah, seperti resolusi konflik, transportasi, kesehatan, dan manufaktur. Kekuatan metode AHP terletak pada kemampuan meniru pendapat manusia tentang aturan yang penting dalam faktor yang berbeda untuk mewujudkan tujuan atau hasil, serta untuk membantu menstrukturkan masalah yang komplek dan multiatribut. Penyusunan AHP terdiri dari tiga langkah dasar yaitu :

1. Disain hierarki

Yang dilakukan AHP pertama kali adalah memecah persoalan yang kompleks dan multi criteria menjadi hierarki. Proses dekomposisi, menyusun masalah berdasrkan komponen utama. Hierarki paling atas, menunjuk pada fokus, terdiri dari satu elemen, yang menjadi tujuan yang menyeluruh. Elemen yang mempengaruhi keputusan disebut sebagai “atribut” atau “kreteria”, yang menunjukkan tingkat hierarki yang lebih bawah, yang mungkin memiliki beberapa elemen. Atribut merupakan “mutually exclusive” dan prioritasnya tidak bergantung pada elemen di bawahnya. Tingkatan paling bawah dari hierarki disebut sebagai “alternative”. Ini merupakan pilihan keputusan yang biasa diambil, seperti gambar di bawah ini

(18)

Setelah maslah berhasil dipecahkan menjadi struktur hierarki, dipilih prioritas prosedur untuk memperoleh nilai keberartian relative dari masing-masing elemen tiap level. Penilaian berpasangan dimulai dari level kedua (level pertama atribut) dan diakhiri pada level paling bawah (alternatif). Pada tiap level, masing-masing elemen dibandingkan berpasangan satu dengan lainnya untuk mendapatkan nilai tingkat keberartian, berdasrkan elemen yang berada langsung di atasnya. Pembuat keputusan harus mengekspresikan preferensinya di antara pasangan elemen. Setiap penilaian berpasangan dilakukan perhitungan menurut Saaty (1980 dan 1982), sebagai berikut:

a. Sama penting (1)

(19)

Metode rangking tersebut menjadikan pembuat keputusan dapat menggabungkan antara pengalaman dan pengetahuan dengan cara yang alami dan intuitif

3. Menghitung hasil

Gambar

Gambar 1.1 Keterkaitan Antar Variabel Kinerja Perusahaan Komponen Otomotif
Gambar 1.2 Hubungan Antara Variabel Laten, Manifes, dan Item Pertanyaan
Gambar 1.3 Esensi dari Analisis Faktor
Gambar 1.4 Model Analisis Faktor Eksploratori

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh keterkaitan teknologi informasi terhadap kinerja perusahaan dengan kemampuan teknologi informasi sebagai variabel mediating

Gambar IV.2 Hasil Analisis Jalur Pengaruh Keterkaitan Teknologi Informasi terhadap Kinerja Perusahaan melalui Kemampuan Pengetahuan Manajemen sebagai Variabel Mediating

Model Hubungan antara Variabel Disiplin dan Faktor- faktor yang mempengaruhi secara Internal. Dari

Pengujian model pengukuran terhadap dimensi-dimensi variabel yang bertujuan untuk memeriksa validitas dan reliabilitas dimensi menggunakan analisis faktor konfirmatori

Proses analisis faktor ini juga mencoba menemukan hubungan (interrelationship) antar sejumlah variabel-variabel yang saling independen satu dengan yang lain sehingga

Menurut Sugiyono (2018), analisis korelasi ganda adalah bentuk korelasi yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua atau lebih variabel independen

Analisis Konfirmatory Faktor Variabel Eksogen Karakteristik Kepuasan Kerja Tahap 2 .... Analisis Konfirmatory Faktor Variabel Eksogen Karakteristik Kinerja

Hubungan antar variabel dependen dari hasil analisis faktor adalah bahwa variabel aktivitas ekonomi perdagangan jasa dan aktivitas permukiman, digolongkan menjadi 1 faktor