• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi ini berjudul tinjauan hukum pidana islam terhadap tindak pidana pembunuhan berencana setelah mendapat pemaafan dari keluarga : studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Lamongan Nomor Perkara: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Skripsi ini berjudul tinjauan hukum pidana islam terhadap tindak pidana pembunuhan berencana setelah mendapat pemaafan dari keluarga : studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Lamongan Nomor Perkara: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg."

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK

PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA SETELAH

MENDAPAT PEMAAFAN DARI KELUARGA

(Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Lamongan Nomor Perkara:

186/Pid.B/2014/PN.Lmg)

SKRIPSI

Oleh:

M. Habibi Royi Kholiqunnur NIM: C03213028

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syari’ah dan Hukum

Jurusan Hukum Publik Islam

Prodi Hukum Pidana Islam

Surabaya

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Setelah Mendapat Pemaafan dari Keluarga (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Lamongan Nomor Perkara: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg. Adapun penelitian ini bertujuan menjawab permasalahan tentang: 1). Bagaimana pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Lamongan dalam memutuskan perkara pidana pembunuhan berencana setelah mendapat pemaafan dari keluarga Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg? 2). Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Lamongan Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg tentang tindak pidana pembunuhan berencana setelah mendapat pemaafan dari keluarga?

Guna menjawab permasalahan di atas, maka data penelitian ini dihimpun yang kemudian disajikan dengan metode kualitatif dalam bentuk deskriptif dengan teknik studi kepustakaan, dilakukan dengan mencari, mencatat, mengiventarisasi, menganalisasi, dan mempelajari data-data yang berupa bahan-bahan pustaka yang diperoleh dari sumber primer dan skunder kemudian dianalisis

Putusan hakim nomor perkara: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg yang mengadili perkara dengan terdakwa bernama Darsan Bin Rakiman kepada saudara Upono terbukti bersalah melakukan tindak pidana pasal 340 KUHP yaitu pembunuhan berencana dengan hukuman pidana penjara 12 (dua belas) tahun. Dimana hakim mengambil pertimbangan bahwa pertama, pelaku pernah berbuat salah kepada korban. Kedua, korban dan pelaku masih ada hubungan saudara. Ketiga, keluarga korban memaafkan perbuatan pelaku. Dalam hukum pidana Islam kejahatan ini masuk dalam kategori pembunuhan sengaja, hukumannya adalah kisas. Akan tetapi, keluarga memaafkan perbuatan pelaku maka, hukuman kisas gugur

dengan sebab pemaafan dari keluarga, hukumannya adalah diat mugalladzah yang

dikhususkan pembayarannya oleh pelaku pembunuhan, dan dibayarkan secara kontan dengan perincian 100 ekor unta. Apabila unta sulit untuk ditemukan maka, bisa diganti dengan emas, perak, uang, baju dan lain-lain yang kadar nilainya disesuaikan dengan unta.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vii

PERSEMBAHAN ... ix

MOTTO ... xi

DAFTAR ISI... ... xii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Kajian Pustaka ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12

G. Definisi Operasional ... 12

H. Metode Penelitian ... 13

I. Sistematika Pembahasan ... 18

BAB II : PEMBUNUHAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM A. Pengertian Pembunuhan... 20

(8)

C. Unsur-Unsur Pembunuhan... ... 22

D. Sanksi Hukuman Pembunuhan... ... 28

BAB III : PUTUSAN PENGADILAN NEGERI LAMONGAN NOMOR:

186/PID.B/2014/PN.LMG TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA SETELAH MENDAPAT PEMAAFAN DARI KELUARGA

A. Sekilas Tentang Pengadilan Negeri Lamongan ... 41

B. Deskripsi Kasus ... 43

C. Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri

Lamongan dalam Putusan Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg ... 46

D. Amar Putusan Majelis Hakim Pengadilan N e ge ri La m on gan

Nom or 186/ P i d. B/ 20 14/ P N. Lm g ... 57

BAB IV : PUTUSAN PENGADILAN NEGERI LAMONGAN NOMOR:

186/PID.B/2014/PN.LMG TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA SETELAH MENDAPAT PEMAAFAN DARI KELUARGA DALAM PRESPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM

A. Analisis Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Lamongan dalam

Memutuskan Perkara Pidana Pembunuhan Berencana Setelah Mendapat Pemaafan dari Keluarga Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg ... ... 59

B. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Pertimbangan Hakim

Pengadilan Negeri Lamongan Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg Tentang Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Setelah Mendapat Pemaafan dari Keluarga ... 63

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 70 B. Saran ... 71

(9)

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi ini, tingkat kejahatan dan kriminalitas semakin

meningkat mengikuti pertumbuhan ekonomi dan industri yang cukup

berkembang. Hal tersebut bisa dilihat di media cetak maupun elektronik yang

memberitakan mengenai maraknya kejahatan yang terjadi di Tanah Air, mulai

dari tindak pidana kekerasan, penipuan, pemerkosaan hingga pembunuhan,

sebagai suatu kenyataan sosial.

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan

hukum yang mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi

barangsiapa melanggar larangan tersebut. 1 Sedangkan tindak pidana

pembunuhan sendiri adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang atau

beberapa orang yang mengakibatkan seseorang atau beberapa orang meninggal

dunia.

Pembunuhan yang direncanakan menurut R. Soesilo (1988:241)

mengatakan “direncanakan terlebih dahulu” Voorbedacbte yaitu, antara

timbulnya maksud untuk membunuh dengan pelaksanaannya itu masih ada

tempo waktu bagi si pembunuh untuk dengan tenang memikirkan misalnya,

(11)

2

dengan cara bagaimanakah pembunuhan itu akan dilakukan dan sebenarnya

masih ada kesempatan untuk membatalkan niatnya, akan tetapi waktu itu

tidak digunakannya.2

Dalam hukum pidana Indonesia pembunuhan termasuk klasifikasi

kejahatan terhadap nyawa yang diatur mulai pasal 338 KUHP (Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana) sampai pasal 350 KUHP. Untuk lebih

khususnya perbuatan kejahatan tindak pidana pembunuhan berencana diatur

dalam pasal 340 yang berbunyi,

“Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas

nyawa orang lain, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur

hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun”3.

Dalam kontek ini ada dua unsur yang pertama adalah unsur subjektif

yaitu dengan sengaja atau dengan rencana terlebih dahulu, yang kedua adalah

unsur objektif yaitu perbuatan itu sendiri (menghilangkan nyawa).4

Bentuk-bentuk pembunuhan ditentukan oleh niat atau maksud pembunuhnya.

Pembunuhan adakalanya terjadi karena disengaja oleh pelaku dan adakalanya

terjadi karena tidak disengaja.5

Pembunuhan di dalam Islam dibagi menjadi tiga kelompok antara lain:6

2 Efendi, Jonaedi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, (Jakarta: Kencana, 2014), 110. 3 Moeljatno. KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta: PT Bina Aksara,1985), 147. 4 Efendi, Jonaedi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana …, 112.

5 Alie Yafie, dkk. Ensiklopedi Hukum Pidana Islam III. (Bogor: PT. Kharisma Ilmu), 272. 6 Jaih Mubarok, Enceng Arif Faisal, Kaidah-kaidah Jinayah(Asas-asas Hukum Pidana Islam),

(12)

3

1. Pembunuhan sengaja (Qatl al-‘amd), antara lain yang dimaksud

pembunuhan ini adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh

seseorang dengan tujuan untuk membunuh orang lain dengan

menggunakan alat yang dipandang layak untuk membunuh.

Sebagai contoh seseorang dengan dengan sengaja membunuh

oarang lain dengan pistol

2. Pembunuhan semi sengaja/ menyerupai disengaja (Qatl shibh

al-‘amd), yaitu perbuatan yang sengaja dilakukan oleh seseorang

kepada orang lain dengan tujuan mendidik. Sebagai contoh guru

memukul penggaris kepada kaki seorang muridnya, tiba-tiba murid

yang dipukul tersebut meninggal dunia.

3. Pembunuhan tidak disengaja karena kesalahan/ tersalah (Qatl

al-khat}a’), dalam hal ini perbuatan yang dilakukan oleh seseorang

dengan tidak ada unsur kesengajaan yang mengakibatkan orang

lain meninggal dunia. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa

seseorang melakukan penebangan pohon yang kemudian pohon

tersebut tiba-tiba tumbang dan menimpa orang yang lewat lalu

meninggal dunia.

Hukum kisas didasarkan kepada firman Allah SWT dalam Q.S.

(13)

4

ىَثْ نُأاَو

ُُدْبَعْلاَوادْبَعْلاِ

ُا رُْْاِ

ُ رُْْا

ىَلْ تَقْلا

ُاف

ُُصاَصاقْلا

ُُمُكْيَلَع

َُباتُك

اوُنَماَء

َُنياذَلا

اَه يَأََ

ُ فيافََْ

َُكالَذ

ُ ناَسْحااِ

ُاهْيَلاإ

ُ ءاَدَأَو

ُافوُرْعَمْلاِ

ُ عاَبا تاَف

ُ ءْيَش

ُاهياخَأ

ُْنام

ُُهَل

َُيافُع

ُْنَمَف

ىَثْ نُأاِ

ُ ةاَيَح

ُاصاَصاقْلا

ُاف

ُْمُكَلَو

(

178

)

ُ ميالَأ

ُ باَذَع

ُُهَلَ ف

َُكالَذ

َُدْعَ ب

ىَدَتْعا

ُانَمَف

ُ ةََْْرَو

ُْمُكا بَر

ُْنام

(

179

)

َُنوُقَ تَ ت

ُْمُكَلَعَل

ُاباَبْلَأا

ُالوُأََ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu kisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. (178) Dan dalam kisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu,

hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. (179).7

Hukum pidana Islam adalah segala ketentuan hukum mengenai

tindak pidana atau perbuatan krminal yang dilakukan oleh orang-orang

mukalaf (orang yang dapat dibebani kewajiban), sebagai hasil dari suatu

pemahaman dalil-dalil hukum yang terperinci dari ayat-ayat al-Quran dan

Hadis. 8 Maksudnya setiap perbuatan yang dilakukan setiap orang

mempunyai akibat hukum yang di mana hukum tersebut bersumber dari

ayat-ayat al-Quran dan Hadis.

(14)

5

Jarimah kisas diartikan dengan menjatuhkan sanksi hukum kepada

pelaku tindak pidana sama persis dengan tindak pidana yang dilakukan nyawa

dengan nyawa dan anggota tubuh dengan anggota tubuh.9 Dalam kasus di

bawah ini, di dalam hukum Islam sudah jelas bahwasannya hukum untuk

terdakwa adalah kisas. Namun bagi pembunuhan ada beberapa jenis sanksi,

yaitu: hukuman pokok, hukuman pengganti, dan hukuman tambahan.

Hukuman pokok pembunuh adalah kisas. Bila dimaafkan oleh keluarga

korban, maka hukuman penggantinya adalah diat. Akhirnya jika sanksi kisas

atau diat dimaafkan, maka hukuman penggantinya adalah takzir.10

Seperti contoh kasus yang dilakukan oleh Darsan Bin Rakiman, yang

telah melakukan tindak pidana pembunuhan dengan sengaja merampas nyawa

orang lain yaitu Upono, perbuatan terdakwa dilakukan dengan cara sebagai

berikut: pada hari kamis tanggal 1 Mei tahun 2008 sekitar pukul 20.00 WIB,

atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Mei 2008, bertempat di

rumah saksi Sumiati Dusun Podang Desa Karangkembang Kecamatan Babat

Lamongan. Awalnya terdakwa Darsan Bin Rakiman pada tahun 2007

berkenalan dengan saudari Iin Meirina (yang sekarang menjadi istrinya) di

Provinsi Irian Jaya, selanjutnya terdakwah Darsan Bin Rakiman mengatakan

akan menikahi saudari Iin Meirina melalui pamannya Sungkono, kemudian

(15)

6

memberitahu orang tua Iin Meirina dan menyetujui hubungan terdakwa

Darsan Bin Rakiman dengan Iin Meirina. Kemudian di dalam perjalanan

berpacaran terdakwa Darsan Bin Rakiman bermimpi buruk, kemudian

terdakwa bertanya kepada Iin Meirina, “Apakah kamu sudah tidak suci?” lalu

saudari Iin Meirina menjawab, “Memang sudah tidak suci”. (tidak perawan

lagi), selanjutnya terdakwa Darsan Bin Rakiman bertanya, “Siapa yang

menodai?” lalu saudari Iin Meirina menjawab yang menodai adalah pamannya

sendiri yang bernama korban Upono. Selanjutnya pada bulan April tahun 2008,

terdakwa Darsan Bin Rakiman pulang bersama saudari Iin Meirina ke Jawa

untuk melangsungkan pernikahan. Seminggu kemudian tepat pada tanggal 1

Mei tahun 2008 saat maghrib terdakwa mengambil sebilah celurit dan

diselipkan ke dalam celananya, kemudian terdakwa Darsan Bin Rakiman pergi

menuju rumah korban Upono di Dusun Podang Desa Karangkembang

Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan untuk membunuh korban. Dalam

kasus pembunuhan berencana ini keluarga (saksi) korban memaafkan

perbuatan terdakwa Darsan Bin Rakiman dalam putusan Pengadilan Negeri

Lamongan.

Dalam putusan Pengadilan Negeri Lamongan Nomor:

186/Pdi.B/2014/Lmg, menyatakan bahwa Darsan Bin Rakiman telah terbukti

(16)

7

berencana” dan dijatuhkan hukuman pidana kepada Darsan Bin Rakiman,

dengan pidana penjara selama 12 (dua belas) tahun.

Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

tentang tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana pembunuhan

yang dimaafkan oleh keluarga studi kasus putusan Pengadilan Negeri

Lamongan nomor perkara 186/Pid.B/2014/PN.Lmg, penelitian ini dilakukan

untuk mengetahui bagaimana landasan dan pertimbangan hakim Pengadilan

Negeri Lamongan dalam memutuskan perkara pidana pembunuhan berencana

setelah dimaafkan oleh keluarga, serta tinjauan hukum pidana Islam terhadap

putusan hakim tersebut.

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka

penulis mengidentifikasi permasalahan yang muncul di dalamnya, yaitu:

1. Pengertian tindak pidana pembunuhan berencana

2. Faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana berencana

3. Hukuman dan sanksi yang diberikan oleh hakim Pengadilan Negeri

Lamongan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana setelah

(17)

8

4. Landasan dan pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Lamongan dalam

memutuskan perkara pidana pembunuhan berencana setelah dimaafkan

oleh keluarga Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg

5. Tinjauan hukum pidana islam terhadap Putusan Pengadilan Negeri

Lamongan Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg tentang tindak pidana

pembunuhan berencana setelah mendapat pemaafan dari keluarga.

6. Ketentuan hukuman mati bagi pelaku tindak pidana pembunuhan

berencana yang tertera dalam KUHP Pasal 340.

Dari beberapa identifikasi masalah di atas tersebut, perlu diperjelas

batasan-batasan atau ruang lingkup persoalan yang akan dikaji dalam

penelititan ini, adapun batasan masalah dalam pembahasan ini yaitu:

1. Pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Lamongan dalam memutuskan

perkara pidana pembunuhan berencana setelah dimaafkan oleh keluarga

Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg.

2. Tinjauan hukum pidana Islam terhadap pertimbangan hakim dalam

Putusan Pengadilan Negeri Lamongan Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg

tentang tindak pidana pembunuhan berencana setelah mendapat pemaafan

(18)

9

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Lamongan dalam

memutuskan perkara pidana pembunuhan berencana setelah mendapat

pemaafan dari keluarga Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg?

2. Bagaimana tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap pertimbangan hakim

dalam Putusan Pengadilan Negeri Lamongan Nomor:

186/Pid.B/2014/PN.Lmg tentang tindak pidana pembunuhan berencana

setelah mendapat pemaafan dari keluarga?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah upaya untuk mengetahui penelitian yang pernah

dilakukan dan yang belum pernah telah diteliti, sehingga terlihat jelas bahwa

kajian ini bukan merupakan pengulangan atau duplikasi dari penelitian yang

pernah ada. Tujuannya adalah agar tidak ada duplikasi atau plagiat dalam

penelitian yang akan dilakukan. 11 Penelitian mengenai tindak pidana

pembunuhan berencana ini banyak diteliti oleh peneliti sebelumnya. Tema

yang berkaitan diantaranya yaitu:

1. Skripsi yang berjudul “Analisis Aspek Kriminologi dalam Putusan

Pengadilan Negeri Mojokerto Nomor: 691/Pid.B/2006/PN.Mkrt Tentang

Pembunuhan Berencana ditinjau Dari Hukum Islam”, yang ditulis pada

(19)

10

tahun 2009 oleh Rizal Khalid Efendi.12 Perbedaan antara penelitian ini

dengan penelitian Rizal Khalid Efendi adalah penelitian ini diputus di

Pengadilan yang berbeda. penelitian Rizal Khalid Efendi diputus di

Pengadilan Negeri Mojokerto, sedangkan penelitian ini diputus di

Pengadilan Negeri Lamongan. Dari segi persoalan berbeda, penelitian

Rizal Khalid Efendi lebih condong dalam membahas aspek kriminologi

tentang pembunuhan berencana, sedangkan penelitian ini lebih condong

ke aspek tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana pembunuhan

berencana setelah mendapat pemaafan dari keluarga.

2. Skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Turut

Serta Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Berencana dan Pencurian dengan

Kekerasan Studi Putusan Nomor: 213PID.B2013PN.BKL”, yang ditulis

oleh Lindawati Eka Sahputri pada tahun 2016.13 Perbedaan dengan

penelitian Lindawati Eka Sahputri adalah terletak dipelakunya. Penelitian

ini membahas hukuman yang dijatuhkan hakim kepada pelaku yang turut

serta secara langsung tindak pidana yang dilakukannya dan dalam

penelitian ini hanya satu terdakwa atau satu pelaku, sementara penelitian

Sahputri, Lindawati Eka membahas hukuman terhadap orang yang turut

12 Rizal Khalid Efendi, Analisis Aspek Krriminologi dalam Putusan Pengadilan Negeri Mojokerto No.

691/Pid.B/2006/PN.Mkrt Tentang Pembunuhan Berencana ditinjau Dari Hukum Islam (Skripsi---UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2009), 9.

13 Sahputri Lindawati Eka, Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Turut Serta Dalam Tindak

(20)

11

serta membantu dalam tindak pidana secara tidak langsung. Adapun dari

keduanya sangatlah berbeda, pertama, dari bentuk perbuatan sudah

berbeda. Penelitian Lindawati Eka Sahputri lebih mengarah pembunuhan

berencana dan pencurian dengan kekerasan sedangkan penelitian ini

membahas tentang pembunuhan berencana yang dimaafkan oleh keluarga

korban. Kedua, dari segi hukuman yang didapat antara turut serta secara

langsung dan turut serta tidak langsung sudah pasti sangat berbeda.

Hukuman yang didapat turut serta tidak langsung adalah separuh dari

pelaku yang merencanakan dan berbuat langsung dalam tindak pidana

tersebut.

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Lamongan

dalam memutuskan perkara pidana pembunuhan berencana setelah

dimaafkan oleh keluarga Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg.

2. Untuk mengetahui tinjauan hukum pidana Islam terhadap pertimbangan

hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Lamongan Nomor:

186/Pid.B/2014/PN.Lmg tentang tindak pidana pembunuhan berencana

(21)

12

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun kegunaan dari penulisan skripsi ini mencakup kegunaan

teoritis dan kegunaan praktis, yaitu :

1. Segi teoritis yaitu dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat

memberikan sumbangan, pemikiran, dan pengetahuan bagi penelitian

selanjutnya serta dapat dijadikan rujukan dalam pengembangan ilmu

pengetahuan khususnya dalam bidang Hukum Pidana Islam pada program

studi Hukum Pidana Islam (Jinayah), jurusan Hukum Publik Islam,

Fakultas Syariah dan Hukum.

2. Segi praktis yaitu diharapkan para akademisi dapat dijadikan rujukan

dalam berijtihad, juga sebagai acuan untuk meningkatkan kualitas hukum

pidana, khususnya pada hakim, dalam pengambilan keputusan bila

nantinya menghadapi kasus yang serupa.

G. Definisi Operasional

Hukum pidana islam terdiri dari atas dua; pertama jarimah dan yang

kedua adalah jinayah. Dalam skripsi ini yang dipakai adalah hukum jinayah.

Jinayah sendiri adalah bentuk jamak dan plural dari jinayah menurut bahasa,

jinayah bermakna penganiayaan terhadap badan, harta, jiwa. Sedangkan

menurut istilah, jinayah pelanggaran terhadap badan di dalamnya diwajibkan

(22)

13

penganiayaan atas badan. Dengan demikian, tindak penganiayaan itu sendiri

dan sanksi yang dijatuhkan atas penganiayaan badan disebut jinayah

Jinayah secara garis besar dibedakan menjadi dua kategori, yaitu

sebagai berikut:14

a. Jinayah terhadap jiwa, yaitu pelanggaran terhadap seseorang dengan

menghilangkan nyawa baik sengaja maupun tidak sengaja

b. Jinayah terhadap organ tubuh, yaitu pelanggaran terhadap seseorang

dengan merusak salah satu organ tubuhnya atau melukai salah satu

badannya, baik sengaja maupun tidak sengaja

1. Pembunuhan berencana setelah mendapat pemaafan dari keluarga Putusan

Pengadilan Negeri Lamongan Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg

H. Metode Penelitian

Metode merupakan cara yang tepat untuk melakukan sesuatu

menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan.

Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, dan

menganalisa suatu yang diteliti sampai menyusun laporan.15 Dalam hal ini

meliputi:

14Kholid Syamsudi, “Fikih Jinayah”, http://www.academia.edu/11903280/JINAYAT, diakses pada

tanggal 20 maret 2017

(23)

14

1. Data yang dikumpulkan

a. Salinan putusan Pengadilan Negeri Lamongan Nomor:

186/Pid.B/2014/PN.Lmg.

b. Pandangan hukum pidan Islam terhadap tindak pidana pembunuhan

berencana setelah mendapat pemaafan dari keluarga Nomor:

186/Pid.B/2014/PN.Lmg.

2. Sumber data

a. Sumber primer

Sumber yang dibutuhkan untuk memperoleh data yang berkaitan

langsung dengan obyek penelitian.16 Serta yang akan ditulis pada

bab III yaitu salinan putusan Pengadilan Negeri Lamongan Nomor:

186/Pid.B/2014/PN.Lmg

b. Sumber sekunder

Dalam penelitian ini adalah buku-buku yang ada kaitannya dengan

topik yang akan dibahas, meliputi: segala sumber yang memuat

informasi tentang objek penelitian di atas baik dari undang-undang,

buku, ensiklopedia, artikel dari internet dan lain sebagainya yang

terkait dengan masalah pembunuhan berencana setelah mendapat

pemaafan dari keluarga.

Diantaranya :

(24)

15

1) Abdurrahman al Maliki, Sistem Sanksi dalam Islam. Bogor:

Pustaka Thariqul Izzah, 2002

2) Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam Jakarta: Sinar

Grafika, 2004

3) Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Menurut Al-Quraan.

Jakarta: Diadit Media. 2007

4) Alie Yafie, dkk. Ensiklopedi Hukum Pidana Islam III. Bogor: PT.

Kharisma Ilmu,

5) Cholid Narbuko dan abu Achmadi. Metodologi Penelitian.

Jakarta: Bumi Aksara, 1997.

6) DJazuli. Fiqih Jinayah. Jakarta: PT Raja Grafindo, 1997

7) Efendi, Jonaedi. Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana.

Jakarta: Kencana, 2014.

8) Irfan, Nurul dan Masyrofah. Fiqih Jinayah. Jakarta: Pena Grafika,

2013.

9) Jaih Mubarok, Enceng Arif Faisal. Kaidah-Kaidah Jinayah

(Asas-Asas Hukum Pidana Islam). Bandung: Pustaka Bani Quraisy. 2004.

10)Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum pidana Islam. (Depok:

Logung Pustaka, 2014) hal.

(25)

16

12)Moeljatno. KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta:

PT Bina Aksara,1985

13)Rahman Abdur. Tindak Pidana dalam Syariat Islam. Jakarta: PT

Pineka Cipta. 1992

14)Saleh al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari . Jakarta: Gema Insani Press,

2005

15)Santoso Topo, Membumikan Hukum Pidana Islam Jakarta: Gema

Insani Pres, 2003

16)Kementrian Agama RI. Al-Qur’an & Tafsirnya, Jilid 1 Jakarta:

Widya cahaya, 2011.

17)Zainuddin Ali. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2009

18)Zainuddin Ali. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan oleh

peneliti untuk mengumpulkan data. Adapun teknik pengumpulan data

sebagai berikut:

a. Dokumen

Mencari data dengan menelusuri serta mempelajari atas dokumen,

berkas atau buku sebagaimana disebutkan di atas yang ada

(26)

17

b. Pustaka

Teknik menggali data dengan cara menelaah buku-buku dan

literatur-literatur. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data teori tentang

pembunuhan berencana yang dimaafkan oleh keluarga.

4. Teknik Pengolahan Data

Penulis akan memaparkan dan mendeskripsikan semua data yang

penulis dapatkan dengan tahapan sebagai berikut:

a. Organizing, Suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan,

pencatatan, dan penyajian fakta untuk tujuan penelitian.17

b. Editing, Kegiatan memperbaiki kualitas data (mentah) serta

menghilangkan keraguan akan kebenaran atau ketepatan data

tersebut.18

5. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data

ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan

tema dan dirumuskan seperti yang dibutuhkan oleh data.19 Teknik analisis

penelitian ini menggunakan teknik deskriptif analisis dengan pola pikir

deduktif.

17 Sonny Sumarsono, Metode Riset Sumber Daya Manusia (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), 66. 18 Ibid., 97.

(27)

18

a. Deskriptif analisis, yaitu dengan cara memaparkan dan menjelaskan

data apa adanya. Data tentang pembunuhan berencana setelah

mendapat pemaafan dari keluarga Putusan Pengadilan Negeri

Lamongan Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg, kemudian dianalisa

dengan menggunakn teori hukum pidana Islam tentang pembunuhan

berencana.

b. Deduktif, yaitu pola pikir yang berangkat dari variabel yang bersifat

umum dalam hal ini teori jinayah pembunuhan berencana, kemudian

diaplikasikan pada variabel khusus dalam hal ini dasar putusan hakim

dalam kasus pembunuhan berencana setelah mendapat pemaafan dari

keluarga.

I. Sistematika Pembahasan

Secara keseluruhan skripsi tersusun dalam lima bab dan masing-masing

bab terdiri dari beberapa subbab pembahasan, hal ini dimaksudkan untuk

mempermudah dalam pemahaman serta penelaahan. Adapun sistematikanya

sebagai berikut:

Bab pertama memuat pendahuluan yang berisi tentang pendahuluan

yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah,

rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian,

(28)

19

sumber data yang terdiri dari data primer dan sekunder, teknik pengumpulan

data, teknik pengolahan data, teknik analisis data, dan sistematika

pembahasan.

Bab kedua membahas landasan teori tentang hukum pidana Islam

dalam hal ini adalah jinayah.

Bab ketiga mendiskripsikan kasus pembunuhan berencana setelah

mendapat pemaafan dari keluarga dalam putusan Pengadilan Negeri

Lamongan Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg.

Bab keempat memuat analisis tentang pertimbangan hakim Pengadilan

Negeri Lamongan serta tinjauan hukum pidana Islam terhadap pertimbangan

hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Lamongan Nomor:

186/Pid.B/2014/PN.Lmg tentang pembunuhan berencana setelah mendapat

pemaafan dari keluarga.

Bab kelima merupakan bab terakhir yang menjadi penutup meliputi

kesimpulan dan saran dari penelitian ini serta yang terakhir adalah daftar

(29)

BAB II

PEMBUNUHAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM

A. Pengertian Pembunuhan

Pembunuhan dalam bahasa Indonesia diartikan dengan proses,

perbuatan, atau cara membunuh. Sedangkan pengertian membunuh adalah

mematikan; menghilangkan (menghabisi; mencabut) nyawa.1 Dalam bahasa

arab, pembunuhan disebut

لْتَقْل َا

berasal dari kata

َلَتَ ق

yang sinonimnya

َت َم َا

artinya mematikan.2 Dalam arti istilah, pembunuhan didefinisikan oleh

Wahbah Zuhaili yang mengutip pendapat Syarbini Khatib sebagai berikut.

َو لْتَقْل َا

ِل لِت َ اقْلا ِىَا قِ ْز مْل ا لْعِفْل ْا

ل ن

ْف

ِس

Pembunuhan adalah perbuatan yang menghilangkan atau mencabut

nyawa seseorang.3

Abdul Qadir Audah memberikan definisi pembunuhan sebagai berikut.

َقْل َا

َبِعْل ا َنِم لْعِف َو لْت

ا

ِهِب لْو زَ ت ِد

نَا ْيَا ةَايَْْا

قَا ْزِا ه

حْؤ ر

ِلْعِفِب يِمَدآ

ِرَخآ يِمَدآ

Pembunuhan adalah perbuatan manusia yang menghilangkan kehidupan yakni pembunuhan itu adalah menghilangkan nyawa

manusia dengan sebab perbuatan mansia lain.4

1 Santoso Topo, Membumikan Hukum Pidana Islam (Jakarta: Gema Insani Pres, 2003), 34. 2 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), 136

3 Ibid., 137

(30)

21

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwasannya pembunuhan

adalah perbuatan seseorang, terhadap orang lain yang mengakibatkan

hilangnya nyawa, baik perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja maupun

tidak sengaja.5 Dalam buku Hukum Pidana Islam karangan Zainuddin Ali

Pembunuhan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dan/ atau

beberapa orang yang mengakibatkan seseorang dan/ atau beberapa orang

meninggal dunia.6

B. Macam-Macam Pembunuhan

Pembunuhan di dalam Islam dibagi menjadi tiga macam:7

1. Pembunuhan sengaja (Qatl al-‘amd).

Pembunuhan sengaja ini adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh

seseorang dengan tujuan untuk membunuh orang lain dengan menggunakan

alat yang dipandang layak untuk membunuh.

2. Pembunuhan menyerupai sengaja (Qatl syibh al-‘amd).

Perbuatan yang sengaja dilakukan oleh seseorang kepada orang lain

dengan tujuan mendidik. Sebagai contoh guru memukul penggaris kepada

kaki seorang muridnya, tiba-tiba murid yang dipukul tersebut meninggal

dunia.

5 Ibid., 137.

6 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), 24.

7 Jaih Mubarok, Enceng Arif Faisal, Kaidah-kaidah Jinayah(Asas-asas Hukum Pidana Islam),

(31)

22

3. Pembunuhan karena kesalahan/ tersalah (Qatl al-khata’).

Perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan tidak ada unsur

kesengajaan yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Sebagai

contoh dapat dikemukakan bahwa seseorang melakukan penebangan pohon

yang kemudian pohon tersebut tiba-tiba tumbang dan menimpa orang yang

lewat lalu meninggal dunia.

C. Unsur-Unsur Pembunuhan

Dari definisi tiga di atas maka unsur-unsur pembunuhan disengaja,

pembunuhan menyerupai sengaja, dan pembunuhan tersalah/ karena

kesalahan adalah sebagai berikut:

1. Unsur-unsur pembunuhan sengaja.

a. Korban merupakan manusia hidup.8

Tindak pidana atas jiwa pada dasarnya adalah tindak pidana terhadap

manusia hidup. Karena itu, fukaha menamainya tindak pidana atas

jiwa. Untuk memastikan terjadinya tindak pidana, korban harus

berupa manusia yang masih hidup pada waktu terjadinya tindak

pidana. Barangsiapa membelah perut orang mati atau memisahkan

kepala dari jasadnya dengan maksud ingin membunuhnya, sedangkan

ia tidak mengerti bahwa orang tersebut sudah mati. Maka ia tidak

(32)

23

diangap membunuh karena kematian tidak terjadi dari perbuatannya

dan perbuatannya dilakukan ketika korban sudah menjadi mayat.

Dengan demikian, pelaku tindak pidana tersebut tidak terkena

hukuman atas pembunuhan yang ia sengaja karena hal tersebut tidak

terjadi, tapi ia harus dikenai hukuman karena telah merusak

kehormatan orang mati.

b. Kematian adalah hasil dari perbuatan pelaku.9

Antara perbuatan dan kematian terdapat hubungan sebab akibat.

Yaitu bahwa kematian yang terjadi merupakan akibat dari perbuatan

yang dilakukan oleh pelaku. Jenis perbuatan yang dilakukan oleh

pelaku bisa bermacam-macam, seperti pemukulan, penembakan,

penusukan pembakaran, peracunan dan sebagainya. Sedangkan alat

yang digunakan adalah alat yang pada umumnya bisa mematikan

c. Pelaku tersebut menghendaki terjadinya kematian.10

Pembunuhan diangap sebagai pembunuhan sengaja apabila dalam diri

pelaku terdapat niat untuk membunuh korban, bukan hanya

kesengajan dalam perbuatannya saja. Niat untuk membunuh inilah

yang membedakan antara pembunuhan sengaja dengan pembunuhan

menyerupai sengaja. Pendapat ini dikemukaan oleh jumhur fukaha

yang terdiri atas imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad

(33)

24

ibn hambal. Akan tetapi menurut Imam Malik, niat membunuh itu

tidak penting. Dalam pembunuhan sengaja yang penting adalah

apakah perbuatannya itu sengaja atau tidak. Apabila pelaku sengaja

melakukan pemukulan misalnya, meskipun tidak ada maksud untuk

membunuh korban maka perbuatannya itu sudah termasuk

pembunuhan sengaja. Dalam hal nini Imam Malik tidak mengenal

pembunuhan menyerupai sengaja. Oleh karena itu, menurut beliau

alat yang digunakan untuk membunuh tidak menjadi indikator untuk

pembunuhan sengaja. Walaupun alat yang digunakan itu pisau,

pistol, ranting, statusnya sama kalau perbuatannya sengaja dan

mengakibatkan kematian.

2. Unsur-Unsur Pembunuhan Menyerupai Sengaja.

a. Adanya perbuatan pelaku yang menyebabkan kematian.11

Untuk terpenuhinya unsur ini, disyaratkan bahwa pelaku melakukan

perbuatan yang mengakibatkan kematian korban, baik berupa

pemukulan, pelukaan, atau lainnya. Adapun alat atau cara yang

digunakan tidak tentu. Artinya, kadang-kadang bisa saja tanpa

mengunakan alat, seperti kayu, rotan, tongkat, batu, cambuk. Di

samping itu juga disyaratkan, korban yang dibunuh harus orang

(34)

25

Islam atau orang kafir yang mengadakan perjanjian keamanan

dengan negara Islam, seperti kafir dzimmi atau musta’man.

b. Adanya kesengajaan melakuan perbuatan.12

Dalam pembunuhan menyerupai sengaja disyaratkan adanya

kesengajaan dari pelaku untuk melakukan perbuatan yang kemudian

mengakibatkan matinya korban, tetapi bukan kesengajaan

membunuh. Disinilah letak perbedaan antara pembunuhan sengaja

dengan pembunuhan menyerupai sengaja. Dalam pembunuhan

sengaja, niat untuk membunuh korban merupakan unsur yang sangat

penting, sementara dalam pembuuhan menyerupai sengaja, niat

untuk membunuh korban tidak ada. Akan tetapi, niat ini ada dalam

hati dan tidak dapat dilihat oleh mata maka indikatornya adalah alat

yang digunakan untuk membunuh korban, sebagaimana telah penulis

uraikan di atas.

c. Kematian adalah akibat perbuatan pelaku.13

Antara perbuatan pelaku dan kematian korban terdapat hubungan

sebab akibat. Yaitu bahwa kematian yang terjadi merupakan akibat

dari perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Apabila hubungan

tersebut terputus, artinya kematian disebabkan oleh hal lain, pelaku

12 Ibid., 260.

(35)

26

tidak diangap sebagai pembunuh, melainkan hanya sebagai pelaku

pemukulan atau pelukaan.

3. Unsur-unsur pembunuhan tersalah.

a. Perbuatan mengakibatkan kematian korban.14

Untuk terwujudnya tindak pidana pembunuhan karena kesalahan,

disyaratkan adanya perbuatan yang dilakukan oleh pelaku terhap

korban, baik ia menghendaki perbuatan tersebut maupun tidak.

Perbuatan tersebut tidak disyaratkan perbuatan tertentu, seperti

pelukan, melainkan perbuataan apa saja yang mengakibatkan

kematian, seperti membuang air panas, melempar batu, menggali

sumur, atau parit, dan sebagaianya.

Di samping itu, perbuatan tersebut tidak langsung (mubasyir) dan

bisa juga tidak langsung. (bittasabub). Contoh perbuatan langsung

seperti menembak kijang (binatang buruan) tetapi pelurunya

menyimpang mengenai orang. Contoh perbuatan secara tidak

langsung seperti seseorang menggali saluran air di tengah jalan

kemudian mobil lewat pada malam hari terjungkal dan

penumpangnya ada yang mati.

Perbuatan tersebut bisa berupa positif bisa juga negatif. Contoh

perbuatan positif seperti melempar batu dengan maksud

(36)

27

membuangnya, kemudian mengenai kepala orang lewat, sehingga

jatuh dan mati. Contoh perbuatan negatif seperti membiarkan

tembok yang sudah miring tanpa diperbaiki, kemudian tembok

tersebut roboh dan menimpa anak-anak yang sedang bermain sehinga

mereka mati.

Perbuatan tersebut disyaratkan mengakibatkan kematian, baik pada

saat itu maupun sesudahnya. Apabila korban tidak mati, tindak

pidana tersebut termasuk tindak pidana atas selain jiwa karena

kesalahan, bukan pembunuhan. Disamping itu, juga disyaratkan

korban harus orang yang dijamin keselamatannya (ma’shum ad-dam),

baik karena ia seorang muslim maupun kafir dzimmi atau

musta’man.

b. Perbuatan terjadi karena tersalah (keliru).15

Kekeliruan (al-khata’) merupakan unsur yang berlaku untuk semua

jarimah. Apabila unsur kekeliruan tidak terdapat maka tidak ada

hukuman bagi pelaku.

Unsur kekeliruan ini terdapat apabila dari suatu perbuatan timbul

akibat yang tidak dikehendaki oleh pelaku, baik perbuatanya itu

langsung maupun tidak langsung, dikehendaki pelaku ataupun tidak.

Dengan demikian, dalam pembunuhan karena kekeliruan, kematian

(37)

28

terjadi sebagai akibat kelalaian pelaku atau karena kurang

hati-hatinya, atau karena perbuatan itu melanggar peraturan pemerintah.

Ketidak hati-hatian itu sendiri pada dasarnya tidak menyebabkan

adanya hukuman, kecuali apabila hal itu menimbulkan kerugian dari

pihak lain. Dengan demikian apabila terdapat kerugian (dharar) maka

terdaptlah pertangungjawaban dari kekeliruan, dan apabila tidak ada

kerugian (dharar), maka tidak ada pertanggungjawaban.

c. Adanya hubungan sebab akibat antara kekeliruan dan kematian.16

Untuk adanya pertanggungjawaban bagi pelaku dalam pembunuhan

karena kekeliruan, disyaratkan bahwa kematian merupakan akibat

dari kekeliruan tersebut. Artinya, kekeliruan (al-khatha’) merupakan

penyebab (illat) dan kematian tersebut. Dengan demikian, antara

kekeliruan dengan kematian terdapat hubungan sebab akibat. Apabila

hubungan tersebut terputus maka tidak ada pertangung jawaban bagi

pelaku.

D. Sanksi Hukuman Pembunuhan.

1. Hukuman pembunuhan sengaja.

a) Hukuman Kisas 17

(38)

29

Menurut istilah syara’, kisas adalah

ِهِلْعِف ِلْثِِِ ِِاَْْا ةاَزاَ ُ

yang artinya

adalah memberikan balasan kepada pelaku, sesuai dengan perbuatannya.

Dalam redaksi yang berbeda, di dalam buku Hukum Pidana Islam

karangan Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Ibrahim Unais memberikan

definisi kisas sebagai berikut.

ْنَا َو صاَصِقْلَا

ي

َنَج اَم َلْثِم ِِ اَْْا ىَلَع َعِقْو

Kisas adalah menjatuhkan hukuman kepada pelaku persis seperti apa yang dilakukannya

ْنَم

َع َلَتَ ق

ا ِم

دَوَ قَو هَ ف اًد

Barang siapa yang membunuh dengan sengaja, maka ia di

jatuhi al-qawad (kisas)18

Maka barang siapa membunuh seseorang dengan sengaja maka ia harus dibunuh, pihak yang dibunuh (dalam hal ini wali korban) berhak membunuh si pelaku meskipun membunuhnya menggunakan alat apapun, tuna netra, miskin atau sebaliknya, penguasa ataupun rakyat, kaya atau miskin, dan lain-lain. Tidak ada bedanya, apakah pembunuhnya itu merdeka ataupun budak, laki-laki maupun perempuan, jiwa harus dibalas dengan jiwa, tanpa memandang seluruh predikat tadi.

(39)

30

b) Gugurnya kisas

Hukuman kisas dapat gugur karena ada salah satu dari empat sebab,

diantaranya:

1) Hilangnya objek kisas

Objek kisas dalam ttindak pidana pembunuhan adalah jiwa

(nyawa) pelaku pembunuh. Apabila objek kisas tidak ada, karena

pelaku meninggal dunia, dengan sendirinya hukuman kisas

menjadi gugur.19

2) Pemaafan atau pengampunan

Pemaafan atau pengampunan terhadap kisas dibolehkan menurut

kesepakatan para fuqaha, bahkan lebih utama dibandingkan

dengan pelaksanaannya. Hal ini didasarkan pada firman Allah.

ىَثْ ن أاَو

دْبَعْلاَوِدْبَعْلِِ

ِ ر ِِْْ

ر ْْا

ىَلْ تَقْلا

ِف

صاَصِقْلا

م كْيَلَع

َبِت ك

او نَماَء

َنيِذ لا

اَه يَأََ

فيِفََْ

َكِلَذ

ناَسْحِِِ

ِهْيَلِإ

ءاَدَأَو

ِفو رْعَمْلِِ

عاَبِ تاَف

ءْيَش

ِهيِخَأ

ْنِم

هَل

َيِف ع

ْنَمَف

ىَثْ ن أِِ

ةاَيَح

ِصاَصِقْلا

ِف

ْم كَلَو

(

178

)

ميِلَأ

باَذَع

هَلَ ف

َكِلَذ

َدْعَ ب

ىَدَتْعا

ِنَمَف

ةََْْرَو

ْم كِ بَر

ْنِم

(

179

)

َنو ق تَ ت

ْم ك لَعَل

ِباَبْلَأا

ِلو أََ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu kisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan)

(40)

31

mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang

sangat pedih. (178)20

Pengampunan atau pemaafan menurut Imam Malik dan Imam

Abu Hanifah, sebagaimana dikutip oleh Abdul Qadir Audah

adalah pembebasan dari kisas, dan tidak otomatis mengakibatkan

hukuman diat. Menurut mereka untuk tampilnya diat

menggantikan kisas bukan dengan pengampunan atau pemaafan,

melainkan perdamaian (shulh). Dengan demikian, harus dengan

persetujuan kedua belah pihak, yaitu wali (keluarga) korban dan

pelaku (pembunuh), sedangkan menurut Syafi’iyah dan

Hanabilah, pengampunan atau pemaafan itu disamping

menggugurkan kisas juga secara otomatis mengakibatkan

tampilnya hukuman diat sebagai pengganti, dan wali korban

berhak memilih atara kisas dengan diat, tanpa menunggu

persetujuan pelaku (pembunuh).21

(41)

32

3) S}ulh} (perdamaian)

S}ulh} adalah perjanjian atau perdamaian antara pihak korban

dengan pihak pembunuh untuk membebaskan hukuman kisas

dengan imbalan.22

4) Diwariskannya hak kisas

Hukuman kisas akan gugur apabila ali korban menjadi pewaris

hak kisas. Contohnya, seperti seserang divonis kisas, kemudian

pemilik kisas meninggal, dan pembunuh mewarisi hak kisas

tersebut, baik seluruhnya maupun sebagiannya, atau kisas

tersebut diwarisi oleh orang yang tidak mempunyai hak kisas dari

pembunuh, yaitu anaknya.23

c) Hukuman Kafarat

Hukuman kafarat adalah termasuk dalam hukuman pokok

pembunuhan sengaja, menurut jumhur fukaha yang terdiri dari

Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah dalam salah satu riwayatnya,

hukuman kafarat tidak wajib dilaksanakan dalam pembunuhan

sengaja. Namun, menurut Syafi’iyah hukuman kafarat wajib

dilaksanakan dalam pembunuhan sengaja, seperti halnya dalam

pembunuhan menyerupai sengaja dan pembunuhan karena kesalahan,

22 Ibid., 164.

(42)

33

baik pelaku sudah dewasa dan berakal sehat maupun masih dibawah

umur atau gila, baik ia pelaku langusng maupun tidak langsung.24

d) Hukuman Diat

Diat dikhususkan sebagai pengganti jiwa atau yang semakna

dengannya; artinya pembayaran diat itu terjadi karena berkenaan

dengan kejahatan terhadap jiwa/nyawa seseorang. Pada mulanya

pembayaran diat menggunakan unta, tapi jika unta sulit ditemukan

maka pembayarannya dapat menggunakan barang lainnya, seperti

emas, perak, uang, baju dan lain-lain yang kadar nilainya disesuaikan

dengan unta. Dalam kasus pembunuhan baik sengaja atau tidak

sengaja berakibat kerugian bagi keluarga terbunuh dari dua sisi.

Pertama mereka kehilangan orang yang mencari nafkah bagi

keluarga, dan kedua mereka hatinya sangat sedih karena kehilangan

orang yang dicintai. Karena itu islam menetapkan diat (denda) untuk

meringankan beban nafkah keluarga atau korban.25 Sedangkan diat

itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu diat mugallazah dan diat

mukhaffafah.26 Adapun diat mugalladzah menurut jumhur

dibebankan kepada pelaku pembunuhan sengaja dan menyerupai

pembunuhan sengaja Sedangkan menurut Malikiyah, dibebankan

24 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam ..., 164

(43)

34

kepada pelaku pembunuhan sengaja apabila wali korban

menerimanya dan kepada bapak yang membunuh anaknya.

Jumlah diat mughallaz}ah (berat) apabila dirinci dari 100 ekor unta

tersebut adalah sebagai berikut.27

1) 30 ekor unta hiqqah (unta berumur 3-4 tahun)

2) 30 ekor unta jadha’ah (unta berumur 4-5 tahun)

3) 40 ekor unta khalifah (unta yang sedang mengandung)

Adapun diat mukhaffafah itu dibebankan kepada Aqilah

(wali/keluarga pembunuh) pelaku pembunuhan kesalahan dan

dibayarkan dengan diangsur selama kurun waktu tiga tahun, dengan

jumlah diat 100 ekor unta, yaitu :28

1) Kewajiban dibebankan kepada ‘aqilah (keluarga)

2) Pembayaran diangsur selama kurun waktu tiga tahun, dengan

jumlah diat 100 ekor unta, yaitu : 20 ekor unta bintu makhadh

(unta betina berumur 1-2 tahun)

3) 20 ekor unta bintu makhadh (unta jantan berumur 1-2 tahun)

4) 20 ekor bintu labun (unta betina berumur 2-3 tahun)

5) 20 ekor unta hiqqah (unta umur 3-4 tahun)

6) 20 ekor unta jadza’ah (unta umur 4-5 tahun)

27 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam ..., 171

(44)

35

Jadi diat pembunuhan sengaja adalah diat mugalladzah yang

dikhususkan pembayarannya oleh pelaku pembunuhan, dan

dibayarkan secara kontan. Sedangkan diat pembunuhan menyerupai

sengaja adalah diat yang pembayarannya tidak hanya pada pelaku,

tetapi juga kepada keluarga pelaku dan dibayarkan secara

berangsur-angsur selama tiga tahun.

e) Hukuman Takzir

Hukuman pengganti yang kedua untuk pembunuhan sengaja adalah

takzir, menurut jumhur ulama hukuman takzir tidak wajib

dilaksanakan, akan tetapi dikembalikan kepada hakim untuk

memutuskannya. Dalam hal ini hakim diberi kebebasan untuk

memilih mana yang lebih maslahat, setelah memeprtimbangkan

berbagai aspek yang berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan

oleh pelaku.29

f) Hukuman Tambahan

Disamping hukuam pokok dan pengganti, terdapat pula hukuman

tambahan untuk pembunuhan sengaja, yaitu penghapusan hak waris

dan wasiat.

(45)

36

2. Hukuman Pembunuhan Menyerupai Sengaja.30

Pembunuhan menyerupai sengaja dalam hukum Islam diancam

dengan beberapa hukuman, sebagian hukuman pokok dan pengganti, dan

sebagian lagi hukuman tambahan. Hukuman pokok untuk tindak pidana

pembunuhan menyerupai sengaja ada dua macam, yaitu diat dan kafarat.

Sedangkan hukuman pengganti yaitu takzir. Hukuman tambahan yaitu

pencabutan hak waris dan waisiat.

a. Hukuman Diat

Pembunuhan menyerupai sengaja tidak diancam dengan hukuman

kisas, melainkan hukuman diat mughalladzah. Hal ini didasarkan

kepada hadis yang di riwayatkan oleh Abu Dawud, Nisa’i, dan Ibn

Majah dari Abdullah ibn Amir ibn Ash, bahwa Rasulullah SAW.

Bersabda:

َطَْْا َةَيِد نِا َََا

ِإ

ِدْمَعلا ِهْبِشَو

ةَئ اِم

عَ بْرَااَهْ نِم ِلِبَِا َنِم

اَِِْو ط ب ِى َنو

ْوَا

اَ د ََ

Ingatlah, sesungguhnya diat kekeliruan dan menyerupai sengaja yaitu pembunuhan dengan cambuk dan tongkat adalah seratus ekor unta, di antaranya empat puluh ekor yang

di dalam perutnya ada anaknya (sedang bunting).31

Diat Syibhul ‘amdi (pembunuhan menyerupai sengaja) sama dengan

diat pembunuhan sengaja, baik dalam jenis, kadar, maupun

30 Ibid., 173-175.

(46)

37

pemberatannya. Hanya saja keduanya berbeda dalam hal

penanggung jawab dan waktu pembayaran. Dalam pembunuhan

sengaja, pembayaran diatnya dibebankan kepada pelaku, dan harus

dibayar tunai. Sedangkan diat untuk pembunuhan menyerupai

sengaja dibebankan kepada ‘aqilah (keluarga), dan pembayarannya

dapat diansur dalam waktu tiga tahun. Akan tetapi Imam Malik

berpendapat bahwa syibhul ‘amd (menyerupai sengaja) sama dengan

sengaja dalam membebankan diat kepada harta pelaku, kecuali

dalam hal pembunuhan oleh orang tua terhadap anaknya yang pada

mulanya dilakukan dalam rangka pendidikan dengan pedang atau

tongkat. Dalam hal ini diatnya adalah syibhul ‘amd, yaitu diat

mughalladzah (diat berat), komposisinya dibagi tiga dan diangsur

selama tiga tahun, seperti pembunuhan karena kesalahan.

b. Hukuman Kafarat32

Menurut jumhur ulama, selain malikiyah, hukuman kafarat

diberlakukan dalam pembunuhan menyerupai sengaja. Hal ini karena

statusnya dipersamakan dengan pembunuhan karena kesalahan,

dalam hal yang dikenakannya kisas, pembebanan diat kepada ‘aqilah

dan pembayaran dengan angsuran selama tiga tahun. Sebagaimana

halnya dalam pembunuhan sengaja, kafarat dalam pembunuhan

(47)

38

menyerupai sengaja ini merupakan hukuman pokok yang kedua.

Jenisnya, yaitu memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Apabila

hamba sahaya tidak ditemukan maka ia diganti dengan puasa dua

bulan berturut-turut.

c. Hukuman Takzir33

Apabila hukuman diat gugur karena sebab pengampunan atau

lainnya, hukuman tersebut diganti dengan hukuman takzir. Seperti

halnya dengan pembunuhan sengaja, dalam pembunuhan menyerupai

sengaja ini, hakim diberi kebebasan untuk memilih jenis hukuman

takzir sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Seperti

halnya pembunuhan sengaja, dalam pembunuhan menyerupai

sengaja juga terdapat hukuman tambahan, yaitu penghapusan hak

waris dan hak wasiat. Hal ini didasarkan kepada keumuman dari

hadis Amr ibn Syu’aib yang diriwayatkan oleh Nasa’i dan

Daruquthin, Nabi bersabda:

ِل َسْىَل

ْل

ِلِت اَق

َنِم

اَِْْمْلا

ءْىَش ِث

tidak ada bagian warisan sedikit pun bagi seorang pembunuh.

(48)

39

3. Hukuman Pembunuhan Karena Kesalahan.34

Pembunuhan karena kesalahan, sebagaimana telah dijelaskan di atas

adalah suatu pembunuhan dimana pelaku sama sekali tidak berniat untu

melakukan pemukulan apalagi pembunuhan, akan tetapi pembunuhan

tersebut terjadi karena kelalaian atau kurang hati-hatinya pelaku.

a. Hukuman Diat

Hukuman diat untuk pembunuhan karena kesalahan adalah diat

mukhaffafah, yaitu diat yang diperingan. Keringanan tersebut dapat

dilihat dari tiga aspek berikut.

1) Kewajiban dibebankan kepada ‘aqilah (keluarga)

2) Pembayaran diangsur selama kurun waktu tiga tahun, dengan

jumlah diat 100 ekor unta, yaitu : 20 ekor unta bintu makhadh

(unta betina berumur 1-2 tahun)

3) 20 ekor unta ibnu makhadh (unta jantan berumur 1-2 tahun)

4) 20 ekor bintu labun (unta betina berumur 2-3 tahun)

5) 20 ekor unta hiqqah (unta umur 3-4 tahun)

6) 20 ekor unta jadza’ah (unta umur 4-5 tahun)

b. Hukuman Kafarat

Hukuman kafarat dalam pembunuhan karena kesalahan merupakan

hukuman pokok. Jenisnya, yaitu memerdekakan hamba sahaya yang

(49)

40

mukmin. Apabila hamba sahaya tidak ditemukan maka ia diganti

dengan puasa dua bulan berturut-turut.

c. Hukuman Pengganti

Hukuman pengganti dalam pembunuha karena kesalahan, yaitu

dengan berpuasa dua bulan berturut-turut, sebagai pengganti

memerdekakan hamba apabila tidak diperoleh. Sedangkan hukuman

takzir sebagai pengganti diat apabila dimaafkan dalam pembunuhan

karena kesalahan ini tidak ada, dan ini disepakati oleh para fukaha.

d. Hukuman Tambahan

Hukuman tambahan untuk tindak pidana pembunuhan karena

(50)

BAB III

PUTUSAN PENGADILAN NEGERI LAMONGAN NOMOR:

186/PID.B/2014/PN.LMG

TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA SETELAH MENDAPAT

PEMAAFAN DARI KELUARGA

A. Sekilas Tentang Pengadilan Negeri Lamongan

Pengadilan Negeri Lamongan adalah salah satu pengadilan yang satu

atap dengan Mahkamah Agung dan berada di bawah lingkungan Pengadilan

Tinggi Jawa Timur dan wilayah hukumnya meliputi Kabupaten Lamongan

dengan gedung yang beralamat di Jalan Veteran No.18-Lamongan, dengan

nomor telepon atau faximile (032) 321024 dan e-mail: info@pn-lamongan.go.id,

website http://.pn-lamongan.go.id, kode pos 62311.

Wilayah hukum Pengadilan Negeri Lamongan meliputi seluruh wilayah

Kabupaten Lamongan. yaitu terdiri :

1. Bagian Tengah-Selatan, merupakan daratan rendah yang relatif subur,

membentang dari Kecamatan Kedungpring, Babat, Sugio, Sukodadi,

Pucuk, Lamongan, deket, Tikung, Sarirejo dan Kembangbahu.

2. Bagian Selatan dan Utara merupakan daerah pegunungan kapur bebatuan,

(51)

42

Sambeng, Ngimbang, Bluluk, Sukorame, Modo, Brondong, Paciran dan

Solokuro.

3. Bagian Tengah-Utara merupakan daratan bonorowo mulai dari

Kecamatan Sekaran, Maduran, Laren, Karanggeneng, Kalitengah, Turi,

Karangbinangun, dan Glagah.

Pengadilan Negeri (biasa disingkat: PN) merupakan sebuah lembaga

peradilan di lingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kota

kabupaten atau kota. Untuk di Kabupaten Lamongan adalah Pengadilan

Negeri Lamongan. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Negeri

Lamongan berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara

pidana dan perdata bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Daerah

hukum Pengadilan Negeri Lamongan meliputi semua wilayah Kabupaten

Lamongan.

Pengadilan Negeri Lamongan merupakan salah satu Pengadilan dari 9

Pengadilan yang berada dibawah Pengadilan Tinggi Jawa Timur.Susunan atau

Struktur Organisasi Pengadilan Negeri Kabupaten Lamongan terdiri dari

Pimpinan (Ketua PN dan Wakil Ketua PN), Hakim Anggota, Panitera,

Sekretaris, Jurusita dan Staf..

VISI

(52)

43

MISI

Misi Pengadilan Negeri Lamongan sama seperti misi Mahkamah Agung. Dan

dalam hal ini Misi mahkamah agung dirumuskan dalam rangka mencari

visinya, atau dengan kata lain untuk mewujudkan pelaksanaan tugas pokok dan

fungsi badan peradilan yang optimal. Seperti yang diuraikan diatas, fokus dari

pelaksanaan tugas pokok dan fungsi badan peradilan adalah penyelenggaraan

pengadilan, yaitu memutus atau sengketa/menyelesaikan suatu masalah

hukum guna menegakkkan hukum dan keadilan.

B. Deskripsi Kasus

Dari skripsi ini akan terungkap bagaimana terdakwa membunuh Sdr.

Darsan Bin Rakiman dan dengan cara apa, serta apa yang melatar belakangi

kejadian pembunuhan tersebut adalah: Awalnya terdakwa Darsan Bin

Rakiman pada tahun 2007 berkenalan dengan saudari Iin Meirina (yang

sekarang menjadi istrinya) di Provinsi Irian Jaya, selanjutnya di dalam

perjalanan berpacaran terdakwa Darsan Bin Rakiman bermimpi buruk,

kemudian terdakwa Darsan Bin Rakiman bertanya kepada saudari Iin Meirina

“apakah kamu sudah tidak suci?” lalu saudari Iin Meirina menjawab “memang

sudah tidak suci” (tidak perawan lagi), selanjutnya terdakwa Darsan Bin

Rakiman bertanya “siapa yang menodai? “lalu dijawab sauidari Iin Meirina

(53)

44

kemudian dari cerita saudari Iin Meirina tentang ketidak suciannya tersebut

terdakwa Darsan Bin Rakiman masih mempertahankan hubungannya, namun

di dalam hatinya masih dongkol, marah dan dalam dengan korban Upono,

selanjutnya pada bulan April tahun 2008, terdakwa Darsan Bin Rakiman

dengan saudari Iin Meirina pulang ke jawa untuk melangsungkan pernikahan,

namun bayangan dari cerita calon istrinya yang telah disetubuhi oleh korban

Upono semakin membayanginya, kemudian terdakwa Darsan Bin Rakiman

bertanya kepada calon istrinya Iin Meirina supaya menunjukkan rumah korban

Upono, setelah tahu rumah korban Upono terdakwa Darsan Bin Rakiman

semakin dendam dan selalu dibayang-bayangi oleh perkataan saudari Iin

Meirina, selanjutnya dendam terdakwa Darsan Bin Rakiman semakin

mendalam dan seminggu kemudian pada saat terdakwa Darsan Bin Rakiman

pulang ke Desa Petak Kecamatan Malo Kabupaten Bojonegoro, tepatnya pada

hari Kamis tanggal 1 Mei 2008 saat Maghrib terdakwa Darsan Bin Rakiman

mengambil sebilah celurit dan diselipkan ke dalam celananya, kemudian

terdakwa Darsan Bin Rakiman pergi menuju rumah korban Upono di Dusun

Podang Desa Karangkembang Kecamatan Babat kabupaten Lamongan dengan

menggunakan sepeda motor Yamaha Force-1 nomor polisi: S-4923-BQ warna

hitam strep biru, dan sekira pukul 20.00 Wib terdakwa Darsan Bin Rakiman

sampai di depan rumah korban Upono, kemudian terdakwa Darsan Bin

(54)

45

mengetuk pintu rumah korban Upono dan bertanya kepada saksi Kusmiati

dengan kata-kata “de pono ne enten?” artinya (pakde Upononya ada) lalu di

jawab oleh saksi Kusmiati dengan kata “ono” artinya (ada), tidak lama

kemudian korban Upono keluar ke ruang tamu dan pada saat korban Upono

menyalakan lampu terdakwa Darsan Bin Rakiman langsung membacok tubuh

korban Upono satu kali mengenai bagian dada sebelah kiri yang

mengakibatkan kematian korban Upono.

Dalam kasus Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg tentang pembunuhan

berencana setelah mendapat pemaafan dari keluarga, sebagaimana tercantum

dalam berkas putusan yang mengadili dengan acara pemeriksaan biasa, pada

pengdilan tingkat pertama yang identitas sebagai berikut:

Nama lengkap : Darsan Bin Rakiman

Tempat lahir : Bojonegoro

Umur dan tanggal lahir : 28 tahun/ 15 januari 1986

Jenis kelamin : Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Tempat tinggal : Dusun Jajar Desa Petak Kecamatan

Molo Kabupaten Bojonegoro dan Jl.

Dewi Sartika Sampit Rt. 27 RW. 3 Desa

(55)

46

Ketapang Kabupaten Kota Waringan

Timur Provinsi Kalimantan Tengah.

Agama : Islam

Pekerjan : Pedagang

Pendidikan : SD tamat1

C. Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Lamongan dalam

Putusan Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg

Bedasarkan putusan Pengadilan Negeri Lamongan nomor:

186/Pid.B/2014/PN.Lmg terdakwah melanggar:

Pasal 340 KUHP, yang berbunyi:

Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu

merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan

rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur hidup atau

selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Karena terdakwa didakwa dengan dakwaan subsidaritas, maka dari itu

Majelis mempertimbangkan dakwaan primair lebih dahulu, dalam dakwaan

tersebut terdapat unsur-unsur yang dapat memberatkan hukuman bagi si

(56)

47

terdakwa. Dalam dakwaan Primair yaitu melanggar Pasal 340 KUHP yang

unsur-unsurnya adalah:

1. Barang Siapa

Yang dimaksud barang siapa disini adalah subyek hukum atau

pelaku yang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya, berdasrkan

keterangan para saksi yang telah di bacakan sesuai dengan berita acara di

Kepolisian dan diakui sendiri oleh terdakwa serta barang bukti yang ada

yang diajukan dalam persidangan.

2. Dengan Sengaja

Berdasarkan keterangan para saksi dan keterangan terdakwa, diperoleh

fakta hukum bahwa terdakwa turun dari kendaraannya lalu terdakwa

mengetuk pintu rumah korban Upono dan bertanya kepada saksi Kusmiati

dengan kata-kata “de pono ne enten?” artinya (pakde Upononya ada) lalu

dijawab oleh saksi Kusmiati dengan kata “ono” artinya (ada), tidak lama

kemudian korban Upono keluar ke ruang tamu dan pada saat korban Upono

menyalakan lampu terdakwa langsung membacok tubuh korban Upono

satu kali mengenai bagian dada sebelah kiri yang mengakibatkan kematian

korban Upono

3. Dan dengan Direncanakan Lebih Dahulu

Berdasarkan keterangan para saksi dan keterangan terdakwa, diperoleh

(57)

48

mendalam dan seminggu kemudian pada saat terdakwa Darsan Bin

Rakiman pulang ke Desa Petak Kecamatan Malo Kabupaten Bojonegoro,

tepatnya pada hari kamis tanggal 1 Mei 2008 saat Maghrib terdakwa

Darsan bin Rakiman mengambil sebilah celurit dan diselipkan ke dalam

celananya, kemudian terdakwa Darsan Bin Rakiman pergi menuju rumah

korban Upono di Dusun Podang Desa Karangkembang Kecamatan Babat

Kabupaten Lamongan dengan menggunakan sepeda motor Yamaha

Force-1 nomor polisi: S-4923-BQ warna hitam strep biru, dan sekira pukul 20.00

WIB terdakwa Darsan Bin Rakiman sampai di depan rumah korban Upono.

4. Menghilangkan Jiwa Orang Lain

Berdasarkan keterangan para saksi dan keterangan terdakwa, diperoleh

fakta hukum bahwa terdakwa turun dari kendaraannya lalu terdakwa

mengetuk pintu rumah korban Upono dan bertanya kepada saksi Kusmiati

dengan kata-kata “de pono ne enten?” artinya (pakde Upononya ada) lalu

dijawab oleh saksi Kusmiati dengan kata “ono” artinya (ada), tidak lama

kemudian korban Upono keluar ke ruang tamu dan pada saat korban Upono

menyalakan lampu terdakwa langsung membacok tubuh korban Upono

satu kali mengenai bagian dada sebelah kiri yang mengakibatkan kematian

korban Upono. Sebagaimana diterangkan dalam visum Et Repertum pada

(58)

49

dan ditanda tangani oleh dokter R. Ng. Bambang Darpo. S, dokter pada

puskesmas perawatan Karangkembang Kabupaten Lamongan.

Menimbang bahwa atas dakwaan tersebut para terdakwa menyatakan

mengerti dan tidak mengajukan keberatan/eksepsi. Menimbang bahwa di

persidangan telah didengar keterangan saksi yang telah bersumpah dan

menerangkan pada pokoknya sebagai berikut:

Saksi I : KUSMIATI binti PONIMAN

Bahwa Saksi kusmiati adalah istri korban, menurut saksi Kusmiati

kejadian tersebut pada hari Kamis tanggal 1 Mei 2008 sekitar pukul 20.00 WIB

di rumah saksi di Dusun Podang Desa Karangkembang Kecamatan babat

Kabupaten Lamongan bahwa terdakwa melakukan pembunuhan terhadap

suami saksi kemudian ia tidak tahu dengan menggunakan alat apa terdakwa

melakukan pembunuhan terhadap suami saksi, awalnya sebelum pembunuhan

itu terjadi saksi dan suami saksi sedang melihat TV di rumah serta anak saksi

bersama teman-temannya melihat TV juga di ruang tengah rumah saksi,

kemudian ada seseorang datang ke rumah saksi dan berkata “Pak Pono onok”

(Pak Pono ada), kemudian saksi jawab “mlebuo...” (silahkan masuk), tetapi

tamu tersebut tidak menjawab dan saksi kemudian berkata “sampean sopo”

(kamu siapa) dan tamu tersebut tidak juga menjawab, kemudian saksi

(59)

50

Selang beberapa menit kemudian suami saksi kembali ke ruang tengah

sambil memegangi dadanya yang da

Referensi

Dokumen terkait

Mereka tidak dapat memahami bahawa keputusan mungkin boleh dibuat dan seringkali dapat dicapai dengan cara lain, dengan keputusan yang sama baik, atau bahkan lebih

Pengambilan keputusan merupakan aktivitas manajemen berupa pemilihan tindakan dari sekumpulan alternatif yang telah dirumuskan sebelumnya untuk memecahkan suatu masalah atau

Kartini adalah satu-satunya perempuan pribumi yang ada disana, teman perempuan Kartini hanya anak-anak menir Belanda, jadi tak heran bahwa kartini

lembaga otoritas terkait seperti bank central dan guidelines tentang kerangka penerapan sistem ekonomi Islam dalam lembaga keuangan syariah di Singapura. 1.Kebijakan

Pada kondisi setelah diberi perlakuan metode pembelajaran brainstorming, kelompok perlakuan memiliki pencapaian kreativitas sebesar 80%, sedangkan untuk kelompok kontrol

sehingga tidak bisa menyatakan semangat kepada diri sendiri. 4) Konseli menganggap tugas- tugas yang ada adalah beban sehingga sering mengeluh dan mengerjakan

Berdasarkan uji validitas tersebut di atas menunjukkan bahwa nilai r hitung dan setiap item pernyataan kuesioner lebih besar darl r tabel sebesar 0,304 dengan n = 44 dan α =

Penelitian ini menggunakan peneltian hukum empiris dan hasil penelitian menyatakan bahwa di masyarakat Dusun Waung Desa Sonoageng Kecamatan Prambon Kabupaten