TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK
PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA SETELAH
MENDAPAT PEMAAFAN DARI KELUARGA
(Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Lamongan Nomor Perkara:
186/Pid.B/2014/PN.Lmg)
SKRIPSI
Oleh:
M. Habibi Royi Kholiqunnur NIM: C03213028
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Publik Islam
Prodi Hukum Pidana Islam
Surabaya
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Setelah Mendapat Pemaafan dari Keluarga (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Lamongan Nomor Perkara: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg. Adapun penelitian ini bertujuan menjawab permasalahan tentang: 1). Bagaimana pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Lamongan dalam memutuskan perkara pidana pembunuhan berencana setelah mendapat pemaafan dari keluarga Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg? 2). Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Lamongan Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg tentang tindak pidana pembunuhan berencana setelah mendapat pemaafan dari keluarga?
Guna menjawab permasalahan di atas, maka data penelitian ini dihimpun yang kemudian disajikan dengan metode kualitatif dalam bentuk deskriptif dengan teknik studi kepustakaan, dilakukan dengan mencari, mencatat, mengiventarisasi, menganalisasi, dan mempelajari data-data yang berupa bahan-bahan pustaka yang diperoleh dari sumber primer dan skunder kemudian dianalisis
Putusan hakim nomor perkara: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg yang mengadili perkara dengan terdakwa bernama Darsan Bin Rakiman kepada saudara Upono terbukti bersalah melakukan tindak pidana pasal 340 KUHP yaitu pembunuhan berencana dengan hukuman pidana penjara 12 (dua belas) tahun. Dimana hakim mengambil pertimbangan bahwa pertama, pelaku pernah berbuat salah kepada korban. Kedua, korban dan pelaku masih ada hubungan saudara. Ketiga, keluarga korban memaafkan perbuatan pelaku. Dalam hukum pidana Islam kejahatan ini masuk dalam kategori pembunuhan sengaja, hukumannya adalah kisas. Akan tetapi, keluarga memaafkan perbuatan pelaku maka, hukuman kisas gugur
dengan sebab pemaafan dari keluarga, hukumannya adalah diat mugalladzah yang
dikhususkan pembayarannya oleh pelaku pembunuhan, dan dibayarkan secara kontan dengan perincian 100 ekor unta. Apabila unta sulit untuk ditemukan maka, bisa diganti dengan emas, perak, uang, baju dan lain-lain yang kadar nilainya disesuaikan dengan unta.
DAFTAR ISI
HalamanSAMPUL DALAM ... ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vii
PERSEMBAHAN ... ix
MOTTO ... xi
DAFTAR ISI... ... xii
DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7
C. Rumusan Masalah ... 9
D. Kajian Pustaka ... 9
E. Tujuan Penelitian ... 11
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12
G. Definisi Operasional ... 12
H. Metode Penelitian ... 13
I. Sistematika Pembahasan ... 18
BAB II : PEMBUNUHAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM A. Pengertian Pembunuhan... 20
C. Unsur-Unsur Pembunuhan... ... 22
D. Sanksi Hukuman Pembunuhan... ... 28
BAB III : PUTUSAN PENGADILAN NEGERI LAMONGAN NOMOR:
186/PID.B/2014/PN.LMG TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA SETELAH MENDAPAT PEMAAFAN DARI KELUARGA
A. Sekilas Tentang Pengadilan Negeri Lamongan ... 41
B. Deskripsi Kasus ... 43
C. Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri
Lamongan dalam Putusan Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg ... 46
D. Amar Putusan Majelis Hakim Pengadilan N e ge ri La m on gan
Nom or 186/ P i d. B/ 20 14/ P N. Lm g ... 57
BAB IV : PUTUSAN PENGADILAN NEGERI LAMONGAN NOMOR:
186/PID.B/2014/PN.LMG TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA SETELAH MENDAPAT PEMAAFAN DARI KELUARGA DALAM PRESPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM
A. Analisis Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Lamongan dalam
Memutuskan Perkara Pidana Pembunuhan Berencana Setelah Mendapat Pemaafan dari Keluarga Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg ... ... 59
B. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Pertimbangan Hakim
Pengadilan Negeri Lamongan Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg Tentang Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Setelah Mendapat Pemaafan dari Keluarga ... 63
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ... 70 B. Saran ... 71
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi ini, tingkat kejahatan dan kriminalitas semakin
meningkat mengikuti pertumbuhan ekonomi dan industri yang cukup
berkembang. Hal tersebut bisa dilihat di media cetak maupun elektronik yang
memberitakan mengenai maraknya kejahatan yang terjadi di Tanah Air, mulai
dari tindak pidana kekerasan, penipuan, pemerkosaan hingga pembunuhan,
sebagai suatu kenyataan sosial.
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
hukum yang mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi
barangsiapa melanggar larangan tersebut. 1 Sedangkan tindak pidana
pembunuhan sendiri adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang atau
beberapa orang yang mengakibatkan seseorang atau beberapa orang meninggal
dunia.
Pembunuhan yang direncanakan menurut R. Soesilo (1988:241)
mengatakan “direncanakan terlebih dahulu” Voorbedacbte yaitu, antara
timbulnya maksud untuk membunuh dengan pelaksanaannya itu masih ada
tempo waktu bagi si pembunuh untuk dengan tenang memikirkan misalnya,
2
dengan cara bagaimanakah pembunuhan itu akan dilakukan dan sebenarnya
masih ada kesempatan untuk membatalkan niatnya, akan tetapi waktu itu
tidak digunakannya.2
Dalam hukum pidana Indonesia pembunuhan termasuk klasifikasi
kejahatan terhadap nyawa yang diatur mulai pasal 338 KUHP (Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana) sampai pasal 350 KUHP. Untuk lebih
khususnya perbuatan kejahatan tindak pidana pembunuhan berencana diatur
dalam pasal 340 yang berbunyi,
“Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas
nyawa orang lain, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur
hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun”3.
Dalam kontek ini ada dua unsur yang pertama adalah unsur subjektif
yaitu dengan sengaja atau dengan rencana terlebih dahulu, yang kedua adalah
unsur objektif yaitu perbuatan itu sendiri (menghilangkan nyawa).4
Bentuk-bentuk pembunuhan ditentukan oleh niat atau maksud pembunuhnya.
Pembunuhan adakalanya terjadi karena disengaja oleh pelaku dan adakalanya
terjadi karena tidak disengaja.5
Pembunuhan di dalam Islam dibagi menjadi tiga kelompok antara lain:6
2 Efendi, Jonaedi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, (Jakarta: Kencana, 2014), 110. 3 Moeljatno. KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta: PT Bina Aksara,1985), 147. 4 Efendi, Jonaedi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana …, 112.
5 Alie Yafie, dkk. Ensiklopedi Hukum Pidana Islam III. (Bogor: PT. Kharisma Ilmu), 272. 6 Jaih Mubarok, Enceng Arif Faisal, Kaidah-kaidah Jinayah(Asas-asas Hukum Pidana Islam),
3
1. Pembunuhan sengaja (Qatl al-‘amd), antara lain yang dimaksud
pembunuhan ini adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang dengan tujuan untuk membunuh orang lain dengan
menggunakan alat yang dipandang layak untuk membunuh.
Sebagai contoh seseorang dengan dengan sengaja membunuh
oarang lain dengan pistol
2. Pembunuhan semi sengaja/ menyerupai disengaja (Qatl shibh
al-‘amd), yaitu perbuatan yang sengaja dilakukan oleh seseorang
kepada orang lain dengan tujuan mendidik. Sebagai contoh guru
memukul penggaris kepada kaki seorang muridnya, tiba-tiba murid
yang dipukul tersebut meninggal dunia.
3. Pembunuhan tidak disengaja karena kesalahan/ tersalah (Qatl
al-khat}a’), dalam hal ini perbuatan yang dilakukan oleh seseorang
dengan tidak ada unsur kesengajaan yang mengakibatkan orang
lain meninggal dunia. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa
seseorang melakukan penebangan pohon yang kemudian pohon
tersebut tiba-tiba tumbang dan menimpa orang yang lewat lalu
meninggal dunia.
Hukum kisas didasarkan kepada firman Allah SWT dalam Q.S.
4
ىَثْ نُأاَو
ُُدْبَعْلاَوادْبَعْلاِ
ُا رُْْاِ
ُ رُْْا
ىَلْ تَقْلا
ُاف
ُُصاَصاقْلا
ُُمُكْيَلَع
َُباتُك
اوُنَماَء
َُنياذَلا
اَه يَأََ
ُ فيافََْ
َُكالَذ
ُ ناَسْحااِ
ُاهْيَلاإ
ُ ءاَدَأَو
ُافوُرْعَمْلاِ
ُ عاَبا تاَف
ُ ءْيَش
ُاهياخَأ
ُْنام
ُُهَل
َُيافُع
ُْنَمَف
ىَثْ نُأاِ
ُ ةاَيَح
ُاصاَصاقْلا
ُاف
ُْمُكَلَو
(
178
)
ُ ميالَأ
ُ باَذَع
ُُهَلَ ف
َُكالَذ
َُدْعَ ب
ىَدَتْعا
ُانَمَف
ُ ةََْْرَو
ُْمُكا بَر
ُْنام
(
179
)
َُنوُقَ تَ ت
ُْمُكَلَعَل
ُاباَبْلَأا
ُالوُأََ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu kisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. (178) Dan dalam kisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu,
hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. (179).7
Hukum pidana Islam adalah segala ketentuan hukum mengenai
tindak pidana atau perbuatan krminal yang dilakukan oleh orang-orang
mukalaf (orang yang dapat dibebani kewajiban), sebagai hasil dari suatu
pemahaman dalil-dalil hukum yang terperinci dari ayat-ayat al-Quran dan
Hadis. 8 Maksudnya setiap perbuatan yang dilakukan setiap orang
mempunyai akibat hukum yang di mana hukum tersebut bersumber dari
ayat-ayat al-Quran dan Hadis.
5
Jarimah kisas diartikan dengan menjatuhkan sanksi hukum kepada
pelaku tindak pidana sama persis dengan tindak pidana yang dilakukan nyawa
dengan nyawa dan anggota tubuh dengan anggota tubuh.9 Dalam kasus di
bawah ini, di dalam hukum Islam sudah jelas bahwasannya hukum untuk
terdakwa adalah kisas. Namun bagi pembunuhan ada beberapa jenis sanksi,
yaitu: hukuman pokok, hukuman pengganti, dan hukuman tambahan.
Hukuman pokok pembunuh adalah kisas. Bila dimaafkan oleh keluarga
korban, maka hukuman penggantinya adalah diat. Akhirnya jika sanksi kisas
atau diat dimaafkan, maka hukuman penggantinya adalah takzir.10
Seperti contoh kasus yang dilakukan oleh Darsan Bin Rakiman, yang
telah melakukan tindak pidana pembunuhan dengan sengaja merampas nyawa
orang lain yaitu Upono, perbuatan terdakwa dilakukan dengan cara sebagai
berikut: pada hari kamis tanggal 1 Mei tahun 2008 sekitar pukul 20.00 WIB,
atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Mei 2008, bertempat di
rumah saksi Sumiati Dusun Podang Desa Karangkembang Kecamatan Babat
Lamongan. Awalnya terdakwa Darsan Bin Rakiman pada tahun 2007
berkenalan dengan saudari Iin Meirina (yang sekarang menjadi istrinya) di
Provinsi Irian Jaya, selanjutnya terdakwah Darsan Bin Rakiman mengatakan
akan menikahi saudari Iin Meirina melalui pamannya Sungkono, kemudian
6
memberitahu orang tua Iin Meirina dan menyetujui hubungan terdakwa
Darsan Bin Rakiman dengan Iin Meirina. Kemudian di dalam perjalanan
berpacaran terdakwa Darsan Bin Rakiman bermimpi buruk, kemudian
terdakwa bertanya kepada Iin Meirina, “Apakah kamu sudah tidak suci?” lalu
saudari Iin Meirina menjawab, “Memang sudah tidak suci”. (tidak perawan
lagi), selanjutnya terdakwa Darsan Bin Rakiman bertanya, “Siapa yang
menodai?” lalu saudari Iin Meirina menjawab yang menodai adalah pamannya
sendiri yang bernama korban Upono. Selanjutnya pada bulan April tahun 2008,
terdakwa Darsan Bin Rakiman pulang bersama saudari Iin Meirina ke Jawa
untuk melangsungkan pernikahan. Seminggu kemudian tepat pada tanggal 1
Mei tahun 2008 saat maghrib terdakwa mengambil sebilah celurit dan
diselipkan ke dalam celananya, kemudian terdakwa Darsan Bin Rakiman pergi
menuju rumah korban Upono di Dusun Podang Desa Karangkembang
Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan untuk membunuh korban. Dalam
kasus pembunuhan berencana ini keluarga (saksi) korban memaafkan
perbuatan terdakwa Darsan Bin Rakiman dalam putusan Pengadilan Negeri
Lamongan.
Dalam putusan Pengadilan Negeri Lamongan Nomor:
186/Pdi.B/2014/Lmg, menyatakan bahwa Darsan Bin Rakiman telah terbukti
7
berencana” dan dijatuhkan hukuman pidana kepada Darsan Bin Rakiman,
dengan pidana penjara selama 12 (dua belas) tahun.
Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana pembunuhan
yang dimaafkan oleh keluarga studi kasus putusan Pengadilan Negeri
Lamongan nomor perkara 186/Pid.B/2014/PN.Lmg, penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui bagaimana landasan dan pertimbangan hakim Pengadilan
Negeri Lamongan dalam memutuskan perkara pidana pembunuhan berencana
setelah dimaafkan oleh keluarga, serta tinjauan hukum pidana Islam terhadap
putusan hakim tersebut.
B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka
penulis mengidentifikasi permasalahan yang muncul di dalamnya, yaitu:
1. Pengertian tindak pidana pembunuhan berencana
2. Faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana berencana
3. Hukuman dan sanksi yang diberikan oleh hakim Pengadilan Negeri
Lamongan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana setelah
8
4. Landasan dan pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Lamongan dalam
memutuskan perkara pidana pembunuhan berencana setelah dimaafkan
oleh keluarga Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg
5. Tinjauan hukum pidana islam terhadap Putusan Pengadilan Negeri
Lamongan Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg tentang tindak pidana
pembunuhan berencana setelah mendapat pemaafan dari keluarga.
6. Ketentuan hukuman mati bagi pelaku tindak pidana pembunuhan
berencana yang tertera dalam KUHP Pasal 340.
Dari beberapa identifikasi masalah di atas tersebut, perlu diperjelas
batasan-batasan atau ruang lingkup persoalan yang akan dikaji dalam
penelititan ini, adapun batasan masalah dalam pembahasan ini yaitu:
1. Pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Lamongan dalam memutuskan
perkara pidana pembunuhan berencana setelah dimaafkan oleh keluarga
Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg.
2. Tinjauan hukum pidana Islam terhadap pertimbangan hakim dalam
Putusan Pengadilan Negeri Lamongan Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg
tentang tindak pidana pembunuhan berencana setelah mendapat pemaafan
9
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Lamongan dalam
memutuskan perkara pidana pembunuhan berencana setelah mendapat
pemaafan dari keluarga Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg?
2. Bagaimana tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap pertimbangan hakim
dalam Putusan Pengadilan Negeri Lamongan Nomor:
186/Pid.B/2014/PN.Lmg tentang tindak pidana pembunuhan berencana
setelah mendapat pemaafan dari keluarga?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah upaya untuk mengetahui penelitian yang pernah
dilakukan dan yang belum pernah telah diteliti, sehingga terlihat jelas bahwa
kajian ini bukan merupakan pengulangan atau duplikasi dari penelitian yang
pernah ada. Tujuannya adalah agar tidak ada duplikasi atau plagiat dalam
penelitian yang akan dilakukan. 11 Penelitian mengenai tindak pidana
pembunuhan berencana ini banyak diteliti oleh peneliti sebelumnya. Tema
yang berkaitan diantaranya yaitu:
1. Skripsi yang berjudul “Analisis Aspek Kriminologi dalam Putusan
Pengadilan Negeri Mojokerto Nomor: 691/Pid.B/2006/PN.Mkrt Tentang
Pembunuhan Berencana ditinjau Dari Hukum Islam”, yang ditulis pada
10
tahun 2009 oleh Rizal Khalid Efendi.12 Perbedaan antara penelitian ini
dengan penelitian Rizal Khalid Efendi adalah penelitian ini diputus di
Pengadilan yang berbeda. penelitian Rizal Khalid Efendi diputus di
Pengadilan Negeri Mojokerto, sedangkan penelitian ini diputus di
Pengadilan Negeri Lamongan. Dari segi persoalan berbeda, penelitian
Rizal Khalid Efendi lebih condong dalam membahas aspek kriminologi
tentang pembunuhan berencana, sedangkan penelitian ini lebih condong
ke aspek tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana pembunuhan
berencana setelah mendapat pemaafan dari keluarga.
2. Skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Turut
Serta Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Berencana dan Pencurian dengan
Kekerasan Studi Putusan Nomor: 213PID.B2013PN.BKL”, yang ditulis
oleh Lindawati Eka Sahputri pada tahun 2016.13 Perbedaan dengan
penelitian Lindawati Eka Sahputri adalah terletak dipelakunya. Penelitian
ini membahas hukuman yang dijatuhkan hakim kepada pelaku yang turut
serta secara langsung tindak pidana yang dilakukannya dan dalam
penelitian ini hanya satu terdakwa atau satu pelaku, sementara penelitian
Sahputri, Lindawati Eka membahas hukuman terhadap orang yang turut
12 Rizal Khalid Efendi, Analisis Aspek Krriminologi dalam Putusan Pengadilan Negeri Mojokerto No.
691/Pid.B/2006/PN.Mkrt Tentang Pembunuhan Berencana ditinjau Dari Hukum Islam (Skripsi---UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2009), 9.
13 Sahputri Lindawati Eka, Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Turut Serta Dalam Tindak
11
serta membantu dalam tindak pidana secara tidak langsung. Adapun dari
keduanya sangatlah berbeda, pertama, dari bentuk perbuatan sudah
berbeda. Penelitian Lindawati Eka Sahputri lebih mengarah pembunuhan
berencana dan pencurian dengan kekerasan sedangkan penelitian ini
membahas tentang pembunuhan berencana yang dimaafkan oleh keluarga
korban. Kedua, dari segi hukuman yang didapat antara turut serta secara
langsung dan turut serta tidak langsung sudah pasti sangat berbeda.
Hukuman yang didapat turut serta tidak langsung adalah separuh dari
pelaku yang merencanakan dan berbuat langsung dalam tindak pidana
tersebut.
E. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Lamongan
dalam memutuskan perkara pidana pembunuhan berencana setelah
dimaafkan oleh keluarga Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg.
2. Untuk mengetahui tinjauan hukum pidana Islam terhadap pertimbangan
hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Lamongan Nomor:
186/Pid.B/2014/PN.Lmg tentang tindak pidana pembunuhan berencana
12
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Adapun kegunaan dari penulisan skripsi ini mencakup kegunaan
teoritis dan kegunaan praktis, yaitu :
1. Segi teoritis yaitu dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan, pemikiran, dan pengetahuan bagi penelitian
selanjutnya serta dapat dijadikan rujukan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang Hukum Pidana Islam pada program
studi Hukum Pidana Islam (Jinayah), jurusan Hukum Publik Islam,
Fakultas Syariah dan Hukum.
2. Segi praktis yaitu diharapkan para akademisi dapat dijadikan rujukan
dalam berijtihad, juga sebagai acuan untuk meningkatkan kualitas hukum
pidana, khususnya pada hakim, dalam pengambilan keputusan bila
nantinya menghadapi kasus yang serupa.
G. Definisi Operasional
Hukum pidana islam terdiri dari atas dua; pertama jarimah dan yang
kedua adalah jinayah. Dalam skripsi ini yang dipakai adalah hukum jinayah.
Jinayah sendiri adalah bentuk jamak dan plural dari jinayah menurut bahasa,
jinayah bermakna penganiayaan terhadap badan, harta, jiwa. Sedangkan
menurut istilah, jinayah pelanggaran terhadap badan di dalamnya diwajibkan
13
penganiayaan atas badan. Dengan demikian, tindak penganiayaan itu sendiri
dan sanksi yang dijatuhkan atas penganiayaan badan disebut jinayah
Jinayah secara garis besar dibedakan menjadi dua kategori, yaitu
sebagai berikut:14
a. Jinayah terhadap jiwa, yaitu pelanggaran terhadap seseorang dengan
menghilangkan nyawa baik sengaja maupun tidak sengaja
b. Jinayah terhadap organ tubuh, yaitu pelanggaran terhadap seseorang
dengan merusak salah satu organ tubuhnya atau melukai salah satu
badannya, baik sengaja maupun tidak sengaja
1. Pembunuhan berencana setelah mendapat pemaafan dari keluarga Putusan
Pengadilan Negeri Lamongan Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg
H. Metode Penelitian
Metode merupakan cara yang tepat untuk melakukan sesuatu
menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan.
Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, dan
menganalisa suatu yang diteliti sampai menyusun laporan.15 Dalam hal ini
meliputi:
14Kholid Syamsudi, “Fikih Jinayah”, http://www.academia.edu/11903280/JINAYAT, diakses pada
tanggal 20 maret 2017
14
1. Data yang dikumpulkan
a. Salinan putusan Pengadilan Negeri Lamongan Nomor:
186/Pid.B/2014/PN.Lmg.
b. Pandangan hukum pidan Islam terhadap tindak pidana pembunuhan
berencana setelah mendapat pemaafan dari keluarga Nomor:
186/Pid.B/2014/PN.Lmg.
2. Sumber data
a. Sumber primer
Sumber yang dibutuhkan untuk memperoleh data yang berkaitan
langsung dengan obyek penelitian.16 Serta yang akan ditulis pada
bab III yaitu salinan putusan Pengadilan Negeri Lamongan Nomor:
186/Pid.B/2014/PN.Lmg
b. Sumber sekunder
Dalam penelitian ini adalah buku-buku yang ada kaitannya dengan
topik yang akan dibahas, meliputi: segala sumber yang memuat
informasi tentang objek penelitian di atas baik dari undang-undang,
buku, ensiklopedia, artikel dari internet dan lain sebagainya yang
terkait dengan masalah pembunuhan berencana setelah mendapat
pemaafan dari keluarga.
Diantaranya :
15
1) Abdurrahman al Maliki, Sistem Sanksi dalam Islam. Bogor:
Pustaka Thariqul Izzah, 2002
2) Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam Jakarta: Sinar
Grafika, 2004
3) Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Menurut Al-Quraan.
Jakarta: Diadit Media. 2007
4) Alie Yafie, dkk. Ensiklopedi Hukum Pidana Islam III. Bogor: PT.
Kharisma Ilmu,
5) Cholid Narbuko dan abu Achmadi. Metodologi Penelitian.
Jakarta: Bumi Aksara, 1997.
6) DJazuli. Fiqih Jinayah. Jakarta: PT Raja Grafindo, 1997
7) Efendi, Jonaedi. Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana.
Jakarta: Kencana, 2014.
8) Irfan, Nurul dan Masyrofah. Fiqih Jinayah. Jakarta: Pena Grafika,
2013.
9) Jaih Mubarok, Enceng Arif Faisal. Kaidah-Kaidah Jinayah
(Asas-Asas Hukum Pidana Islam). Bandung: Pustaka Bani Quraisy. 2004.
10)Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum pidana Islam. (Depok:
Logung Pustaka, 2014) hal.
16
12)Moeljatno. KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta:
PT Bina Aksara,1985
13)Rahman Abdur. Tindak Pidana dalam Syariat Islam. Jakarta: PT
Pineka Cipta. 1992
14)Saleh al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari . Jakarta: Gema Insani Press,
2005
15)Santoso Topo, Membumikan Hukum Pidana Islam Jakarta: Gema
Insani Pres, 2003
16)Kementrian Agama RI. Al-Qur’an & Tafsirnya, Jilid 1 Jakarta:
Widya cahaya, 2011.
17)Zainuddin Ali. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2009
18)Zainuddin Ali. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan oleh
peneliti untuk mengumpulkan data. Adapun teknik pengumpulan data
sebagai berikut:
a. Dokumen
Mencari data dengan menelusuri serta mempelajari atas dokumen,
berkas atau buku sebagaimana disebutkan di atas yang ada
17
b. Pustaka
Teknik menggali data dengan cara menelaah buku-buku dan
literatur-literatur. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data teori tentang
pembunuhan berencana yang dimaafkan oleh keluarga.
4. Teknik Pengolahan Data
Penulis akan memaparkan dan mendeskripsikan semua data yang
penulis dapatkan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Organizing, Suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan,
pencatatan, dan penyajian fakta untuk tujuan penelitian.17
b. Editing, Kegiatan memperbaiki kualitas data (mentah) serta
menghilangkan keraguan akan kebenaran atau ketepatan data
tersebut.18
5. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan
tema dan dirumuskan seperti yang dibutuhkan oleh data.19 Teknik analisis
penelitian ini menggunakan teknik deskriptif analisis dengan pola pikir
deduktif.
17 Sonny Sumarsono, Metode Riset Sumber Daya Manusia (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), 66. 18 Ibid., 97.
18
a. Deskriptif analisis, yaitu dengan cara memaparkan dan menjelaskan
data apa adanya. Data tentang pembunuhan berencana setelah
mendapat pemaafan dari keluarga Putusan Pengadilan Negeri
Lamongan Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg, kemudian dianalisa
dengan menggunakn teori hukum pidana Islam tentang pembunuhan
berencana.
b. Deduktif, yaitu pola pikir yang berangkat dari variabel yang bersifat
umum dalam hal ini teori jinayah pembunuhan berencana, kemudian
diaplikasikan pada variabel khusus dalam hal ini dasar putusan hakim
dalam kasus pembunuhan berencana setelah mendapat pemaafan dari
keluarga.
I. Sistematika Pembahasan
Secara keseluruhan skripsi tersusun dalam lima bab dan masing-masing
bab terdiri dari beberapa subbab pembahasan, hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah dalam pemahaman serta penelaahan. Adapun sistematikanya
sebagai berikut:
Bab pertama memuat pendahuluan yang berisi tentang pendahuluan
yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah,
rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian,
19
sumber data yang terdiri dari data primer dan sekunder, teknik pengumpulan
data, teknik pengolahan data, teknik analisis data, dan sistematika
pembahasan.
Bab kedua membahas landasan teori tentang hukum pidana Islam
dalam hal ini adalah jinayah.
Bab ketiga mendiskripsikan kasus pembunuhan berencana setelah
mendapat pemaafan dari keluarga dalam putusan Pengadilan Negeri
Lamongan Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg.
Bab keempat memuat analisis tentang pertimbangan hakim Pengadilan
Negeri Lamongan serta tinjauan hukum pidana Islam terhadap pertimbangan
hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Lamongan Nomor:
186/Pid.B/2014/PN.Lmg tentang pembunuhan berencana setelah mendapat
pemaafan dari keluarga.
Bab kelima merupakan bab terakhir yang menjadi penutup meliputi
kesimpulan dan saran dari penelitian ini serta yang terakhir adalah daftar
BAB II
PEMBUNUHAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM
A. Pengertian Pembunuhan
Pembunuhan dalam bahasa Indonesia diartikan dengan proses,
perbuatan, atau cara membunuh. Sedangkan pengertian membunuh adalah
mematikan; menghilangkan (menghabisi; mencabut) nyawa.1 Dalam bahasa
arab, pembunuhan disebut
لْتَقْل َا
berasal dari kataَلَتَ ق
yang sinonimnyaَت َم َا
artinya mematikan.2 Dalam arti istilah, pembunuhan didefinisikan oleh
Wahbah Zuhaili yang mengutip pendapat Syarbini Khatib sebagai berikut.
َو لْتَقْل َا
ِل لِت َ اقْلا ِىَا قِ ْز مْل ا لْعِفْل ْا
ل ن
ْف
ِس
Pembunuhan adalah perbuatan yang menghilangkan atau mencabut
nyawa seseorang.3
Abdul Qadir Audah memberikan definisi pembunuhan sebagai berikut.
َقْل َا
َبِعْل ا َنِم لْعِف َو لْت
ا
ِهِب لْو زَ ت ِد
نَا ْيَا ةَايَْْا
قَا ْزِا ه
حْؤ ر
ِلْعِفِب يِمَدآ
ِرَخآ يِمَدآ
Pembunuhan adalah perbuatan manusia yang menghilangkan kehidupan yakni pembunuhan itu adalah menghilangkan nyawa
manusia dengan sebab perbuatan mansia lain.4
1 Santoso Topo, Membumikan Hukum Pidana Islam (Jakarta: Gema Insani Pres, 2003), 34. 2 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), 136
3 Ibid., 137
21
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwasannya pembunuhan
adalah perbuatan seseorang, terhadap orang lain yang mengakibatkan
hilangnya nyawa, baik perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja maupun
tidak sengaja.5 Dalam buku Hukum Pidana Islam karangan Zainuddin Ali
Pembunuhan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dan/ atau
beberapa orang yang mengakibatkan seseorang dan/ atau beberapa orang
meninggal dunia.6
B. Macam-Macam Pembunuhan
Pembunuhan di dalam Islam dibagi menjadi tiga macam:7
1. Pembunuhan sengaja (Qatl al-‘amd).
Pembunuhan sengaja ini adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang dengan tujuan untuk membunuh orang lain dengan menggunakan
alat yang dipandang layak untuk membunuh.
2. Pembunuhan menyerupai sengaja (Qatl syibh al-‘amd).
Perbuatan yang sengaja dilakukan oleh seseorang kepada orang lain
dengan tujuan mendidik. Sebagai contoh guru memukul penggaris kepada
kaki seorang muridnya, tiba-tiba murid yang dipukul tersebut meninggal
dunia.
5 Ibid., 137.
6 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), 24.
7 Jaih Mubarok, Enceng Arif Faisal, Kaidah-kaidah Jinayah(Asas-asas Hukum Pidana Islam),
22
3. Pembunuhan karena kesalahan/ tersalah (Qatl al-khata’).
Perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan tidak ada unsur
kesengajaan yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Sebagai
contoh dapat dikemukakan bahwa seseorang melakukan penebangan pohon
yang kemudian pohon tersebut tiba-tiba tumbang dan menimpa orang yang
lewat lalu meninggal dunia.
C. Unsur-Unsur Pembunuhan
Dari definisi tiga di atas maka unsur-unsur pembunuhan disengaja,
pembunuhan menyerupai sengaja, dan pembunuhan tersalah/ karena
kesalahan adalah sebagai berikut:
1. Unsur-unsur pembunuhan sengaja.
a. Korban merupakan manusia hidup.8
Tindak pidana atas jiwa pada dasarnya adalah tindak pidana terhadap
manusia hidup. Karena itu, fukaha menamainya tindak pidana atas
jiwa. Untuk memastikan terjadinya tindak pidana, korban harus
berupa manusia yang masih hidup pada waktu terjadinya tindak
pidana. Barangsiapa membelah perut orang mati atau memisahkan
kepala dari jasadnya dengan maksud ingin membunuhnya, sedangkan
ia tidak mengerti bahwa orang tersebut sudah mati. Maka ia tidak
23
diangap membunuh karena kematian tidak terjadi dari perbuatannya
dan perbuatannya dilakukan ketika korban sudah menjadi mayat.
Dengan demikian, pelaku tindak pidana tersebut tidak terkena
hukuman atas pembunuhan yang ia sengaja karena hal tersebut tidak
terjadi, tapi ia harus dikenai hukuman karena telah merusak
kehormatan orang mati.
b. Kematian adalah hasil dari perbuatan pelaku.9
Antara perbuatan dan kematian terdapat hubungan sebab akibat.
Yaitu bahwa kematian yang terjadi merupakan akibat dari perbuatan
yang dilakukan oleh pelaku. Jenis perbuatan yang dilakukan oleh
pelaku bisa bermacam-macam, seperti pemukulan, penembakan,
penusukan pembakaran, peracunan dan sebagainya. Sedangkan alat
yang digunakan adalah alat yang pada umumnya bisa mematikan
c. Pelaku tersebut menghendaki terjadinya kematian.10
Pembunuhan diangap sebagai pembunuhan sengaja apabila dalam diri
pelaku terdapat niat untuk membunuh korban, bukan hanya
kesengajan dalam perbuatannya saja. Niat untuk membunuh inilah
yang membedakan antara pembunuhan sengaja dengan pembunuhan
menyerupai sengaja. Pendapat ini dikemukaan oleh jumhur fukaha
yang terdiri atas imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad
24
ibn hambal. Akan tetapi menurut Imam Malik, niat membunuh itu
tidak penting. Dalam pembunuhan sengaja yang penting adalah
apakah perbuatannya itu sengaja atau tidak. Apabila pelaku sengaja
melakukan pemukulan misalnya, meskipun tidak ada maksud untuk
membunuh korban maka perbuatannya itu sudah termasuk
pembunuhan sengaja. Dalam hal nini Imam Malik tidak mengenal
pembunuhan menyerupai sengaja. Oleh karena itu, menurut beliau
alat yang digunakan untuk membunuh tidak menjadi indikator untuk
pembunuhan sengaja. Walaupun alat yang digunakan itu pisau,
pistol, ranting, statusnya sama kalau perbuatannya sengaja dan
mengakibatkan kematian.
2. Unsur-Unsur Pembunuhan Menyerupai Sengaja.
a. Adanya perbuatan pelaku yang menyebabkan kematian.11
Untuk terpenuhinya unsur ini, disyaratkan bahwa pelaku melakukan
perbuatan yang mengakibatkan kematian korban, baik berupa
pemukulan, pelukaan, atau lainnya. Adapun alat atau cara yang
digunakan tidak tentu. Artinya, kadang-kadang bisa saja tanpa
mengunakan alat, seperti kayu, rotan, tongkat, batu, cambuk. Di
samping itu juga disyaratkan, korban yang dibunuh harus orang
25
Islam atau orang kafir yang mengadakan perjanjian keamanan
dengan negara Islam, seperti kafir dzimmi atau musta’man.
b. Adanya kesengajaan melakuan perbuatan.12
Dalam pembunuhan menyerupai sengaja disyaratkan adanya
kesengajaan dari pelaku untuk melakukan perbuatan yang kemudian
mengakibatkan matinya korban, tetapi bukan kesengajaan
membunuh. Disinilah letak perbedaan antara pembunuhan sengaja
dengan pembunuhan menyerupai sengaja. Dalam pembunuhan
sengaja, niat untuk membunuh korban merupakan unsur yang sangat
penting, sementara dalam pembuuhan menyerupai sengaja, niat
untuk membunuh korban tidak ada. Akan tetapi, niat ini ada dalam
hati dan tidak dapat dilihat oleh mata maka indikatornya adalah alat
yang digunakan untuk membunuh korban, sebagaimana telah penulis
uraikan di atas.
c. Kematian adalah akibat perbuatan pelaku.13
Antara perbuatan pelaku dan kematian korban terdapat hubungan
sebab akibat. Yaitu bahwa kematian yang terjadi merupakan akibat
dari perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Apabila hubungan
tersebut terputus, artinya kematian disebabkan oleh hal lain, pelaku
12 Ibid., 260.
26
tidak diangap sebagai pembunuh, melainkan hanya sebagai pelaku
pemukulan atau pelukaan.
3. Unsur-unsur pembunuhan tersalah.
a. Perbuatan mengakibatkan kematian korban.14
Untuk terwujudnya tindak pidana pembunuhan karena kesalahan,
disyaratkan adanya perbuatan yang dilakukan oleh pelaku terhap
korban, baik ia menghendaki perbuatan tersebut maupun tidak.
Perbuatan tersebut tidak disyaratkan perbuatan tertentu, seperti
pelukan, melainkan perbuataan apa saja yang mengakibatkan
kematian, seperti membuang air panas, melempar batu, menggali
sumur, atau parit, dan sebagaianya.
Di samping itu, perbuatan tersebut tidak langsung (mubasyir) dan
bisa juga tidak langsung. (bittasabub). Contoh perbuatan langsung
seperti menembak kijang (binatang buruan) tetapi pelurunya
menyimpang mengenai orang. Contoh perbuatan secara tidak
langsung seperti seseorang menggali saluran air di tengah jalan
kemudian mobil lewat pada malam hari terjungkal dan
penumpangnya ada yang mati.
Perbuatan tersebut bisa berupa positif bisa juga negatif. Contoh
perbuatan positif seperti melempar batu dengan maksud
27
membuangnya, kemudian mengenai kepala orang lewat, sehingga
jatuh dan mati. Contoh perbuatan negatif seperti membiarkan
tembok yang sudah miring tanpa diperbaiki, kemudian tembok
tersebut roboh dan menimpa anak-anak yang sedang bermain sehinga
mereka mati.
Perbuatan tersebut disyaratkan mengakibatkan kematian, baik pada
saat itu maupun sesudahnya. Apabila korban tidak mati, tindak
pidana tersebut termasuk tindak pidana atas selain jiwa karena
kesalahan, bukan pembunuhan. Disamping itu, juga disyaratkan
korban harus orang yang dijamin keselamatannya (ma’shum ad-dam),
baik karena ia seorang muslim maupun kafir dzimmi atau
musta’man.
b. Perbuatan terjadi karena tersalah (keliru).15
Kekeliruan (al-khata’) merupakan unsur yang berlaku untuk semua
jarimah. Apabila unsur kekeliruan tidak terdapat maka tidak ada
hukuman bagi pelaku.
Unsur kekeliruan ini terdapat apabila dari suatu perbuatan timbul
akibat yang tidak dikehendaki oleh pelaku, baik perbuatanya itu
langsung maupun tidak langsung, dikehendaki pelaku ataupun tidak.
Dengan demikian, dalam pembunuhan karena kekeliruan, kematian
28
terjadi sebagai akibat kelalaian pelaku atau karena kurang
hati-hatinya, atau karena perbuatan itu melanggar peraturan pemerintah.
Ketidak hati-hatian itu sendiri pada dasarnya tidak menyebabkan
adanya hukuman, kecuali apabila hal itu menimbulkan kerugian dari
pihak lain. Dengan demikian apabila terdapat kerugian (dharar) maka
terdaptlah pertangungjawaban dari kekeliruan, dan apabila tidak ada
kerugian (dharar), maka tidak ada pertanggungjawaban.
c. Adanya hubungan sebab akibat antara kekeliruan dan kematian.16
Untuk adanya pertanggungjawaban bagi pelaku dalam pembunuhan
karena kekeliruan, disyaratkan bahwa kematian merupakan akibat
dari kekeliruan tersebut. Artinya, kekeliruan (al-khatha’) merupakan
penyebab (illat) dan kematian tersebut. Dengan demikian, antara
kekeliruan dengan kematian terdapat hubungan sebab akibat. Apabila
hubungan tersebut terputus maka tidak ada pertangung jawaban bagi
pelaku.
D. Sanksi Hukuman Pembunuhan.
1. Hukuman pembunuhan sengaja.
a) Hukuman Kisas 17
29
Menurut istilah syara’, kisas adalah
ِهِلْعِف ِلْثِِِ ِِاَْْا ةاَزاَ ُ
yang artinyaadalah memberikan balasan kepada pelaku, sesuai dengan perbuatannya.
Dalam redaksi yang berbeda, di dalam buku Hukum Pidana Islam
karangan Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Ibrahim Unais memberikan
definisi kisas sebagai berikut.
ْنَا َو صاَصِقْلَا
ي
َنَج اَم َلْثِم ِِ اَْْا ىَلَع َعِقْو
Kisas adalah menjatuhkan hukuman kepada pelaku persis seperti apa yang dilakukannya
ْنَم
َع َلَتَ ق
ا ِم
دَوَ قَو هَ ف اًد
Barang siapa yang membunuh dengan sengaja, maka ia di
jatuhi al-qawad (kisas)18
Maka barang siapa membunuh seseorang dengan sengaja maka ia harus dibunuh, pihak yang dibunuh (dalam hal ini wali korban) berhak membunuh si pelaku meskipun membunuhnya menggunakan alat apapun, tuna netra, miskin atau sebaliknya, penguasa ataupun rakyat, kaya atau miskin, dan lain-lain. Tidak ada bedanya, apakah pembunuhnya itu merdeka ataupun budak, laki-laki maupun perempuan, jiwa harus dibalas dengan jiwa, tanpa memandang seluruh predikat tadi.
30
b) Gugurnya kisas
Hukuman kisas dapat gugur karena ada salah satu dari empat sebab,
diantaranya:
1) Hilangnya objek kisas
Objek kisas dalam ttindak pidana pembunuhan adalah jiwa
(nyawa) pelaku pembunuh. Apabila objek kisas tidak ada, karena
pelaku meninggal dunia, dengan sendirinya hukuman kisas
menjadi gugur.19
2) Pemaafan atau pengampunan
Pemaafan atau pengampunan terhadap kisas dibolehkan menurut
kesepakatan para fuqaha, bahkan lebih utama dibandingkan
dengan pelaksanaannya. Hal ini didasarkan pada firman Allah.
ىَثْ ن أاَو
دْبَعْلاَوِدْبَعْلِِ
ِ ر ِِْْ
ر ْْا
ىَلْ تَقْلا
ِف
صاَصِقْلا
م كْيَلَع
َبِت ك
او نَماَء
َنيِذ لا
اَه يَأََ
فيِفََْ
َكِلَذ
ناَسْحِِِ
ِهْيَلِإ
ءاَدَأَو
ِفو رْعَمْلِِ
عاَبِ تاَف
ءْيَش
ِهيِخَأ
ْنِم
هَل
َيِف ع
ْنَمَف
ىَثْ ن أِِ
ةاَيَح
ِصاَصِقْلا
ِف
ْم كَلَو
(
178
)
ميِلَأ
باَذَع
هَلَ ف
َكِلَذ
َدْعَ ب
ىَدَتْعا
ِنَمَف
ةََْْرَو
ْم كِ بَر
ْنِم
(
179
)
َنو ق تَ ت
ْم ك لَعَل
ِباَبْلَأا
ِلو أََ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu kisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan)
31
mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang
sangat pedih. (178)20
Pengampunan atau pemaafan menurut Imam Malik dan Imam
Abu Hanifah, sebagaimana dikutip oleh Abdul Qadir Audah
adalah pembebasan dari kisas, dan tidak otomatis mengakibatkan
hukuman diat. Menurut mereka untuk tampilnya diat
menggantikan kisas bukan dengan pengampunan atau pemaafan,
melainkan perdamaian (shulh). Dengan demikian, harus dengan
persetujuan kedua belah pihak, yaitu wali (keluarga) korban dan
pelaku (pembunuh), sedangkan menurut Syafi’iyah dan
Hanabilah, pengampunan atau pemaafan itu disamping
menggugurkan kisas juga secara otomatis mengakibatkan
tampilnya hukuman diat sebagai pengganti, dan wali korban
berhak memilih atara kisas dengan diat, tanpa menunggu
persetujuan pelaku (pembunuh).21
32
3) S}ulh} (perdamaian)
S}ulh} adalah perjanjian atau perdamaian antara pihak korban
dengan pihak pembunuh untuk membebaskan hukuman kisas
dengan imbalan.22
4) Diwariskannya hak kisas
Hukuman kisas akan gugur apabila ali korban menjadi pewaris
hak kisas. Contohnya, seperti seserang divonis kisas, kemudian
pemilik kisas meninggal, dan pembunuh mewarisi hak kisas
tersebut, baik seluruhnya maupun sebagiannya, atau kisas
tersebut diwarisi oleh orang yang tidak mempunyai hak kisas dari
pembunuh, yaitu anaknya.23
c) Hukuman Kafarat
Hukuman kafarat adalah termasuk dalam hukuman pokok
pembunuhan sengaja, menurut jumhur fukaha yang terdiri dari
Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah dalam salah satu riwayatnya,
hukuman kafarat tidak wajib dilaksanakan dalam pembunuhan
sengaja. Namun, menurut Syafi’iyah hukuman kafarat wajib
dilaksanakan dalam pembunuhan sengaja, seperti halnya dalam
pembunuhan menyerupai sengaja dan pembunuhan karena kesalahan,
22 Ibid., 164.
33
baik pelaku sudah dewasa dan berakal sehat maupun masih dibawah
umur atau gila, baik ia pelaku langusng maupun tidak langsung.24
d) Hukuman Diat
Diat dikhususkan sebagai pengganti jiwa atau yang semakna
dengannya; artinya pembayaran diat itu terjadi karena berkenaan
dengan kejahatan terhadap jiwa/nyawa seseorang. Pada mulanya
pembayaran diat menggunakan unta, tapi jika unta sulit ditemukan
maka pembayarannya dapat menggunakan barang lainnya, seperti
emas, perak, uang, baju dan lain-lain yang kadar nilainya disesuaikan
dengan unta. Dalam kasus pembunuhan baik sengaja atau tidak
sengaja berakibat kerugian bagi keluarga terbunuh dari dua sisi.
Pertama mereka kehilangan orang yang mencari nafkah bagi
keluarga, dan kedua mereka hatinya sangat sedih karena kehilangan
orang yang dicintai. Karena itu islam menetapkan diat (denda) untuk
meringankan beban nafkah keluarga atau korban.25 Sedangkan diat
itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu diat mugallazah dan diat
mukhaffafah.26 Adapun diat mugalladzah menurut jumhur
dibebankan kepada pelaku pembunuhan sengaja dan menyerupai
pembunuhan sengaja Sedangkan menurut Malikiyah, dibebankan
24 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam ..., 164
34
kepada pelaku pembunuhan sengaja apabila wali korban
menerimanya dan kepada bapak yang membunuh anaknya.
Jumlah diat mughallaz}ah (berat) apabila dirinci dari 100 ekor unta
tersebut adalah sebagai berikut.27
1) 30 ekor unta hiqqah (unta berumur 3-4 tahun)
2) 30 ekor unta jadha’ah (unta berumur 4-5 tahun)
3) 40 ekor unta khalifah (unta yang sedang mengandung)
Adapun diat mukhaffafah itu dibebankan kepada Aqilah
(wali/keluarga pembunuh) pelaku pembunuhan kesalahan dan
dibayarkan dengan diangsur selama kurun waktu tiga tahun, dengan
jumlah diat 100 ekor unta, yaitu :28
1) Kewajiban dibebankan kepada ‘aqilah (keluarga)
2) Pembayaran diangsur selama kurun waktu tiga tahun, dengan
jumlah diat 100 ekor unta, yaitu : 20 ekor unta bintu makhadh
(unta betina berumur 1-2 tahun)
3) 20 ekor unta bintu makhadh (unta jantan berumur 1-2 tahun)
4) 20 ekor bintu labun (unta betina berumur 2-3 tahun)
5) 20 ekor unta hiqqah (unta umur 3-4 tahun)
6) 20 ekor unta jadza’ah (unta umur 4-5 tahun)
27 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam ..., 171
35
Jadi diat pembunuhan sengaja adalah diat mugalladzah yang
dikhususkan pembayarannya oleh pelaku pembunuhan, dan
dibayarkan secara kontan. Sedangkan diat pembunuhan menyerupai
sengaja adalah diat yang pembayarannya tidak hanya pada pelaku,
tetapi juga kepada keluarga pelaku dan dibayarkan secara
berangsur-angsur selama tiga tahun.
e) Hukuman Takzir
Hukuman pengganti yang kedua untuk pembunuhan sengaja adalah
takzir, menurut jumhur ulama hukuman takzir tidak wajib
dilaksanakan, akan tetapi dikembalikan kepada hakim untuk
memutuskannya. Dalam hal ini hakim diberi kebebasan untuk
memilih mana yang lebih maslahat, setelah memeprtimbangkan
berbagai aspek yang berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan
oleh pelaku.29
f) Hukuman Tambahan
Disamping hukuam pokok dan pengganti, terdapat pula hukuman
tambahan untuk pembunuhan sengaja, yaitu penghapusan hak waris
dan wasiat.
36
2. Hukuman Pembunuhan Menyerupai Sengaja.30
Pembunuhan menyerupai sengaja dalam hukum Islam diancam
dengan beberapa hukuman, sebagian hukuman pokok dan pengganti, dan
sebagian lagi hukuman tambahan. Hukuman pokok untuk tindak pidana
pembunuhan menyerupai sengaja ada dua macam, yaitu diat dan kafarat.
Sedangkan hukuman pengganti yaitu takzir. Hukuman tambahan yaitu
pencabutan hak waris dan waisiat.
a. Hukuman Diat
Pembunuhan menyerupai sengaja tidak diancam dengan hukuman
kisas, melainkan hukuman diat mughalladzah. Hal ini didasarkan
kepada hadis yang di riwayatkan oleh Abu Dawud, Nisa’i, dan Ibn
Majah dari Abdullah ibn Amir ibn Ash, bahwa Rasulullah SAW.
Bersabda:
َطَْْا َةَيِد نِا َََا
ِإ
ِدْمَعلا ِهْبِشَو
ةَئ اِم
عَ بْرَااَهْ نِم ِلِبَِا َنِم
اَِِْو ط ب ِى َنو
ْوَا
اَ د ََ
Ingatlah, sesungguhnya diat kekeliruan dan menyerupai sengaja yaitu pembunuhan dengan cambuk dan tongkat adalah seratus ekor unta, di antaranya empat puluh ekor yang
di dalam perutnya ada anaknya (sedang bunting).31
Diat Syibhul ‘amdi (pembunuhan menyerupai sengaja) sama dengan
diat pembunuhan sengaja, baik dalam jenis, kadar, maupun
30 Ibid., 173-175.
37
pemberatannya. Hanya saja keduanya berbeda dalam hal
penanggung jawab dan waktu pembayaran. Dalam pembunuhan
sengaja, pembayaran diatnya dibebankan kepada pelaku, dan harus
dibayar tunai. Sedangkan diat untuk pembunuhan menyerupai
sengaja dibebankan kepada ‘aqilah (keluarga), dan pembayarannya
dapat diansur dalam waktu tiga tahun. Akan tetapi Imam Malik
berpendapat bahwa syibhul ‘amd (menyerupai sengaja) sama dengan
sengaja dalam membebankan diat kepada harta pelaku, kecuali
dalam hal pembunuhan oleh orang tua terhadap anaknya yang pada
mulanya dilakukan dalam rangka pendidikan dengan pedang atau
tongkat. Dalam hal ini diatnya adalah syibhul ‘amd, yaitu diat
mughalladzah (diat berat), komposisinya dibagi tiga dan diangsur
selama tiga tahun, seperti pembunuhan karena kesalahan.
b. Hukuman Kafarat32
Menurut jumhur ulama, selain malikiyah, hukuman kafarat
diberlakukan dalam pembunuhan menyerupai sengaja. Hal ini karena
statusnya dipersamakan dengan pembunuhan karena kesalahan,
dalam hal yang dikenakannya kisas, pembebanan diat kepada ‘aqilah
dan pembayaran dengan angsuran selama tiga tahun. Sebagaimana
halnya dalam pembunuhan sengaja, kafarat dalam pembunuhan
38
menyerupai sengaja ini merupakan hukuman pokok yang kedua.
Jenisnya, yaitu memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Apabila
hamba sahaya tidak ditemukan maka ia diganti dengan puasa dua
bulan berturut-turut.
c. Hukuman Takzir33
Apabila hukuman diat gugur karena sebab pengampunan atau
lainnya, hukuman tersebut diganti dengan hukuman takzir. Seperti
halnya dengan pembunuhan sengaja, dalam pembunuhan menyerupai
sengaja ini, hakim diberi kebebasan untuk memilih jenis hukuman
takzir sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Seperti
halnya pembunuhan sengaja, dalam pembunuhan menyerupai
sengaja juga terdapat hukuman tambahan, yaitu penghapusan hak
waris dan hak wasiat. Hal ini didasarkan kepada keumuman dari
hadis Amr ibn Syu’aib yang diriwayatkan oleh Nasa’i dan
Daruquthin, Nabi bersabda:
ِل َسْىَل
ْل
ِلِت اَق
َنِم
اَِْْمْلا
ءْىَش ِث
tidak ada bagian warisan sedikit pun bagi seorang pembunuh.
39
3. Hukuman Pembunuhan Karena Kesalahan.34
Pembunuhan karena kesalahan, sebagaimana telah dijelaskan di atas
adalah suatu pembunuhan dimana pelaku sama sekali tidak berniat untu
melakukan pemukulan apalagi pembunuhan, akan tetapi pembunuhan
tersebut terjadi karena kelalaian atau kurang hati-hatinya pelaku.
a. Hukuman Diat
Hukuman diat untuk pembunuhan karena kesalahan adalah diat
mukhaffafah, yaitu diat yang diperingan. Keringanan tersebut dapat
dilihat dari tiga aspek berikut.
1) Kewajiban dibebankan kepada ‘aqilah (keluarga)
2) Pembayaran diangsur selama kurun waktu tiga tahun, dengan
jumlah diat 100 ekor unta, yaitu : 20 ekor unta bintu makhadh
(unta betina berumur 1-2 tahun)
3) 20 ekor unta ibnu makhadh (unta jantan berumur 1-2 tahun)
4) 20 ekor bintu labun (unta betina berumur 2-3 tahun)
5) 20 ekor unta hiqqah (unta umur 3-4 tahun)
6) 20 ekor unta jadza’ah (unta umur 4-5 tahun)
b. Hukuman Kafarat
Hukuman kafarat dalam pembunuhan karena kesalahan merupakan
hukuman pokok. Jenisnya, yaitu memerdekakan hamba sahaya yang
40
mukmin. Apabila hamba sahaya tidak ditemukan maka ia diganti
dengan puasa dua bulan berturut-turut.
c. Hukuman Pengganti
Hukuman pengganti dalam pembunuha karena kesalahan, yaitu
dengan berpuasa dua bulan berturut-turut, sebagai pengganti
memerdekakan hamba apabila tidak diperoleh. Sedangkan hukuman
takzir sebagai pengganti diat apabila dimaafkan dalam pembunuhan
karena kesalahan ini tidak ada, dan ini disepakati oleh para fukaha.
d. Hukuman Tambahan
Hukuman tambahan untuk tindak pidana pembunuhan karena
BAB III
PUTUSAN PENGADILAN NEGERI LAMONGAN NOMOR:
186/PID.B/2014/PN.LMG
TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA SETELAH MENDAPAT
PEMAAFAN DARI KELUARGA
A. Sekilas Tentang Pengadilan Negeri Lamongan
Pengadilan Negeri Lamongan adalah salah satu pengadilan yang satu
atap dengan Mahkamah Agung dan berada di bawah lingkungan Pengadilan
Tinggi Jawa Timur dan wilayah hukumnya meliputi Kabupaten Lamongan
dengan gedung yang beralamat di Jalan Veteran No.18-Lamongan, dengan
nomor telepon atau faximile (032) 321024 dan e-mail: info@pn-lamongan.go.id,
website http://.pn-lamongan.go.id, kode pos 62311.
Wilayah hukum Pengadilan Negeri Lamongan meliputi seluruh wilayah
Kabupaten Lamongan. yaitu terdiri :
1. Bagian Tengah-Selatan, merupakan daratan rendah yang relatif subur,
membentang dari Kecamatan Kedungpring, Babat, Sugio, Sukodadi,
Pucuk, Lamongan, deket, Tikung, Sarirejo dan Kembangbahu.
2. Bagian Selatan dan Utara merupakan daerah pegunungan kapur bebatuan,
42
Sambeng, Ngimbang, Bluluk, Sukorame, Modo, Brondong, Paciran dan
Solokuro.
3. Bagian Tengah-Utara merupakan daratan bonorowo mulai dari
Kecamatan Sekaran, Maduran, Laren, Karanggeneng, Kalitengah, Turi,
Karangbinangun, dan Glagah.
Pengadilan Negeri (biasa disingkat: PN) merupakan sebuah lembaga
peradilan di lingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kota
kabupaten atau kota. Untuk di Kabupaten Lamongan adalah Pengadilan
Negeri Lamongan. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Negeri
Lamongan berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara
pidana dan perdata bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Daerah
hukum Pengadilan Negeri Lamongan meliputi semua wilayah Kabupaten
Lamongan.
Pengadilan Negeri Lamongan merupakan salah satu Pengadilan dari 9
Pengadilan yang berada dibawah Pengadilan Tinggi Jawa Timur.Susunan atau
Struktur Organisasi Pengadilan Negeri Kabupaten Lamongan terdiri dari
Pimpinan (Ketua PN dan Wakil Ketua PN), Hakim Anggota, Panitera,
Sekretaris, Jurusita dan Staf..
VISI
43
MISI
Misi Pengadilan Negeri Lamongan sama seperti misi Mahkamah Agung. Dan
dalam hal ini Misi mahkamah agung dirumuskan dalam rangka mencari
visinya, atau dengan kata lain untuk mewujudkan pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi badan peradilan yang optimal. Seperti yang diuraikan diatas, fokus dari
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi badan peradilan adalah penyelenggaraan
pengadilan, yaitu memutus atau sengketa/menyelesaikan suatu masalah
hukum guna menegakkkan hukum dan keadilan.
B. Deskripsi Kasus
Dari skripsi ini akan terungkap bagaimana terdakwa membunuh Sdr.
Darsan Bin Rakiman dan dengan cara apa, serta apa yang melatar belakangi
kejadian pembunuhan tersebut adalah: Awalnya terdakwa Darsan Bin
Rakiman pada tahun 2007 berkenalan dengan saudari Iin Meirina (yang
sekarang menjadi istrinya) di Provinsi Irian Jaya, selanjutnya di dalam
perjalanan berpacaran terdakwa Darsan Bin Rakiman bermimpi buruk,
kemudian terdakwa Darsan Bin Rakiman bertanya kepada saudari Iin Meirina
“apakah kamu sudah tidak suci?” lalu saudari Iin Meirina menjawab “memang
sudah tidak suci” (tidak perawan lagi), selanjutnya terdakwa Darsan Bin
Rakiman bertanya “siapa yang menodai? “lalu dijawab sauidari Iin Meirina
44
kemudian dari cerita saudari Iin Meirina tentang ketidak suciannya tersebut
terdakwa Darsan Bin Rakiman masih mempertahankan hubungannya, namun
di dalam hatinya masih dongkol, marah dan dalam dengan korban Upono,
selanjutnya pada bulan April tahun 2008, terdakwa Darsan Bin Rakiman
dengan saudari Iin Meirina pulang ke jawa untuk melangsungkan pernikahan,
namun bayangan dari cerita calon istrinya yang telah disetubuhi oleh korban
Upono semakin membayanginya, kemudian terdakwa Darsan Bin Rakiman
bertanya kepada calon istrinya Iin Meirina supaya menunjukkan rumah korban
Upono, setelah tahu rumah korban Upono terdakwa Darsan Bin Rakiman
semakin dendam dan selalu dibayang-bayangi oleh perkataan saudari Iin
Meirina, selanjutnya dendam terdakwa Darsan Bin Rakiman semakin
mendalam dan seminggu kemudian pada saat terdakwa Darsan Bin Rakiman
pulang ke Desa Petak Kecamatan Malo Kabupaten Bojonegoro, tepatnya pada
hari Kamis tanggal 1 Mei 2008 saat Maghrib terdakwa Darsan Bin Rakiman
mengambil sebilah celurit dan diselipkan ke dalam celananya, kemudian
terdakwa Darsan Bin Rakiman pergi menuju rumah korban Upono di Dusun
Podang Desa Karangkembang Kecamatan Babat kabupaten Lamongan dengan
menggunakan sepeda motor Yamaha Force-1 nomor polisi: S-4923-BQ warna
hitam strep biru, dan sekira pukul 20.00 Wib terdakwa Darsan Bin Rakiman
sampai di depan rumah korban Upono, kemudian terdakwa Darsan Bin
45
mengetuk pintu rumah korban Upono dan bertanya kepada saksi Kusmiati
dengan kata-kata “de pono ne enten?” artinya (pakde Upononya ada) lalu di
jawab oleh saksi Kusmiati dengan kata “ono” artinya (ada), tidak lama
kemudian korban Upono keluar ke ruang tamu dan pada saat korban Upono
menyalakan lampu terdakwa Darsan Bin Rakiman langsung membacok tubuh
korban Upono satu kali mengenai bagian dada sebelah kiri yang
mengakibatkan kematian korban Upono.
Dalam kasus Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg tentang pembunuhan
berencana setelah mendapat pemaafan dari keluarga, sebagaimana tercantum
dalam berkas putusan yang mengadili dengan acara pemeriksaan biasa, pada
pengdilan tingkat pertama yang identitas sebagai berikut:
Nama lengkap : Darsan Bin Rakiman
Tempat lahir : Bojonegoro
Umur dan tanggal lahir : 28 tahun/ 15 januari 1986
Jenis kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Dusun Jajar Desa Petak Kecamatan
Molo Kabupaten Bojonegoro dan Jl.
Dewi Sartika Sampit Rt. 27 RW. 3 Desa
46
Ketapang Kabupaten Kota Waringan
Timur Provinsi Kalimantan Tengah.
Agama : Islam
Pekerjan : Pedagang
Pendidikan : SD tamat1
C. Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Lamongan dalam
Putusan Nomor: 186/Pid.B/2014/PN.Lmg
Bedasarkan putusan Pengadilan Negeri Lamongan nomor:
186/Pid.B/2014/PN.Lmg terdakwah melanggar:
Pasal 340 KUHP, yang berbunyi:
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu
merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur hidup atau
selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Karena terdakwa didakwa dengan dakwaan subsidaritas, maka dari itu
Majelis mempertimbangkan dakwaan primair lebih dahulu, dalam dakwaan
tersebut terdapat unsur-unsur yang dapat memberatkan hukuman bagi si
47
terdakwa. Dalam dakwaan Primair yaitu melanggar Pasal 340 KUHP yang
unsur-unsurnya adalah:
1. Barang Siapa
Yang dimaksud barang siapa disini adalah subyek hukum atau
pelaku yang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya, berdasrkan
keterangan para saksi yang telah di bacakan sesuai dengan berita acara di
Kepolisian dan diakui sendiri oleh terdakwa serta barang bukti yang ada
yang diajukan dalam persidangan.
2. Dengan Sengaja
Berdasarkan keterangan para saksi dan keterangan terdakwa, diperoleh
fakta hukum bahwa terdakwa turun dari kendaraannya lalu terdakwa
mengetuk pintu rumah korban Upono dan bertanya kepada saksi Kusmiati
dengan kata-kata “de pono ne enten?” artinya (pakde Upononya ada) lalu
dijawab oleh saksi Kusmiati dengan kata “ono” artinya (ada), tidak lama
kemudian korban Upono keluar ke ruang tamu dan pada saat korban Upono
menyalakan lampu terdakwa langsung membacok tubuh korban Upono
satu kali mengenai bagian dada sebelah kiri yang mengakibatkan kematian
korban Upono
3. Dan dengan Direncanakan Lebih Dahulu
Berdasarkan keterangan para saksi dan keterangan terdakwa, diperoleh
48
mendalam dan seminggu kemudian pada saat terdakwa Darsan Bin
Rakiman pulang ke Desa Petak Kecamatan Malo Kabupaten Bojonegoro,
tepatnya pada hari kamis tanggal 1 Mei 2008 saat Maghrib terdakwa
Darsan bin Rakiman mengambil sebilah celurit dan diselipkan ke dalam
celananya, kemudian terdakwa Darsan Bin Rakiman pergi menuju rumah
korban Upono di Dusun Podang Desa Karangkembang Kecamatan Babat
Kabupaten Lamongan dengan menggunakan sepeda motor Yamaha
Force-1 nomor polisi: S-4923-BQ warna hitam strep biru, dan sekira pukul 20.00
WIB terdakwa Darsan Bin Rakiman sampai di depan rumah korban Upono.
4. Menghilangkan Jiwa Orang Lain
Berdasarkan keterangan para saksi dan keterangan terdakwa, diperoleh
fakta hukum bahwa terdakwa turun dari kendaraannya lalu terdakwa
mengetuk pintu rumah korban Upono dan bertanya kepada saksi Kusmiati
dengan kata-kata “de pono ne enten?” artinya (pakde Upononya ada) lalu
dijawab oleh saksi Kusmiati dengan kata “ono” artinya (ada), tidak lama
kemudian korban Upono keluar ke ruang tamu dan pada saat korban Upono
menyalakan lampu terdakwa langsung membacok tubuh korban Upono
satu kali mengenai bagian dada sebelah kiri yang mengakibatkan kematian
korban Upono. Sebagaimana diterangkan dalam visum Et Repertum pada
49
dan ditanda tangani oleh dokter R. Ng. Bambang Darpo. S, dokter pada
puskesmas perawatan Karangkembang Kabupaten Lamongan.
Menimbang bahwa atas dakwaan tersebut para terdakwa menyatakan
mengerti dan tidak mengajukan keberatan/eksepsi. Menimbang bahwa di
persidangan telah didengar keterangan saksi yang telah bersumpah dan
menerangkan pada pokoknya sebagai berikut:
Saksi I : KUSMIATI binti PONIMAN
Bahwa Saksi kusmiati adalah istri korban, menurut saksi Kusmiati
kejadian tersebut pada hari Kamis tanggal 1 Mei 2008 sekitar pukul 20.00 WIB
di rumah saksi di Dusun Podang Desa Karangkembang Kecamatan babat
Kabupaten Lamongan bahwa terdakwa melakukan pembunuhan terhadap
suami saksi kemudian ia tidak tahu dengan menggunakan alat apa terdakwa
melakukan pembunuhan terhadap suami saksi, awalnya sebelum pembunuhan
itu terjadi saksi dan suami saksi sedang melihat TV di rumah serta anak saksi
bersama teman-temannya melihat TV juga di ruang tengah rumah saksi,
kemudian ada seseorang datang ke rumah saksi dan berkata “Pak Pono onok”
(Pak Pono ada), kemudian saksi jawab “mlebuo...” (silahkan masuk), tetapi
tamu tersebut tidak menjawab dan saksi kemudian berkata “sampean sopo”
(kamu siapa) dan tamu tersebut tidak juga menjawab, kemudian saksi
50
Selang beberapa menit kemudian suami saksi kembali ke ruang tengah
sambil memegangi dadanya yang da