• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA SISWA DI SEKOLAH INKLUSI : STUDI PENELITIAN DI SMP NEGERI 29 SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA SISWA DI SEKOLAH INKLUSI : STUDI PENELITIAN DI SMP NEGERI 29 SURABAYA."

Copied!
236
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA SISWA

DI SEKOLAH INKLUSI (STUDI PENELITIAN DI SMP

NEGERI 29 SURABAYA)

SKRIPSI

Oleh:

MUCH. ARIF SAIFUL ANAM D01212041

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Anam, M. Arif Saiful. 2015. Implementasi Pendidikan Karakter pada Siswa di Sekolah Inklusi (Studi Penelitian di SMP Negeri 29 Surabaya). Skripsi. Program Studi Pendidikan Agama Islam, Jurusan Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya. Pembimbing: Prof. Dr. H. Ali Mudlofir, M.Ag

Kata Kunci: Implementasi, Pendidikan Karakter, Sekolah Inklusi

Latar belakang penelitian ini adalah banyak yang mengatakan bahwa masalah terbesar yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah masalah dekadensi moral. Perilaku menabrak etika, moral dan hukum dari yang ringan sampai yang berat acapkali kerap diperlihatkan oleh pelajar dan mahasiswa. Hal itulah yang kemudian mendorong munculnya tawaran pendidikan alternatif, salah satunya yaitu pendidikan karakter. Pendidikan karakter dirasa sangat penting karena dipandang sebagai solusi cerdas untuk menghasilkan peserta didik yang memiliki kepribadian unggul, berakhlak mulia, dan menjunjung tinggi nilai-nilai ke-Indonesian. SMP Negeri 29 Surabaya sebagai salah satu lembaga pendidikan dan sekolah inklusi di kota Surabaya juga ingin memberikan konstribusinya dalam membangun kualitas/karakter bangsa melalui pendidikan karakter. Sebagai sekolah inklusi, SMP Negeri 29 Surabaya sudah seharusnya memiliki cara tersendiri dalam implementasi pendidikan karakter kepada para siswanya yang heterogen. tidak hanya karena nilai-nilai karakter yang akan ditanamkan membutuhkan pendekatan yang berbeda dalam penginternalisasiannya, tetapi juga melihat subyek didik yang menjadi sasaran implementasi pendidikan karakter adalah siswa yang heterogen baik yang normal atau yang berkebutuhan khusus yang secara keseluruhan sangat berbeda baik tingkat kemampuan intelektual, karakteristik, maupun kematangannya. Oleh karena itu, diadakanlah penelitian tentang “Implementasi Pendidikan Karakter pada Siswa di Sekolah Inklusi (Studi Penelitian di SMP Negeri 29 Surabaya)”.

Penelitian ini bertujuan :1) Untuk mengetahui konsep pendidikan karakter, 2) Untuk mengetahui desain pendidikan karakter di SMP Negeri 29 Surabaya., 3) Untuk mengetahui implementasi pendidikan karakter pada siswa di SMP Negeri 29 Surabaya, 4) Untuk mengetahui faktor penghambat implementasi pendidikan karakter pada siswa SMP Negeri 29 Surabaya, 5) Untuk mengetahui solusi dari factor penghambat implementasi pendidikan karakter pada siswa di SMP Negeri 29 Surabaya.

Adapun Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang mengambil latar di SMPN 29 Surabaya. Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan observasi, wawancara (interview), dokumentasi, dan penyebaran kuisioner. Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif.

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

ABSTRAK ... iv

A. Tinjauan tentang Pendidikan Karakter ... 22

1. Hakekat Pendidikan Karakter ... 22

2. Pengertian Pendidikan Karakter ... 23

3. Landasan Pendidikan Karakter ... 34

4. Tujuan dan fungsi Pendidikan Karakter ... 38

5. Manfaat Pendidikan Karakter ... 43

(7)

7. Pilar-pilar Pendidikan Karakter... 50

8. Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter... 53

9. Pentingnya Pendidikan Karakter ... 58

10.Metode Pendidikan Pendidikan Karakter... 66

11.Hambatan dalam Pendidikan Karakter... 75

12.Solusi yang tepat pada hambatan Pendidikan Karakter ... 80

B. Tinjauan tentang Sekolah Inklusi ... 82

1. Latar Belakang adanya Sekolah Inklusi ... 82

2. Pengertian Pendidikan Inklusi... 86

3. Landasan Pendidikan Inklusi ... 92

4. Sejarah Pendidikan Inklusi di Indonesia ... 100

5. Tujuan Pendidikan Inklusi ... 104

6. Manfaat Pendidikan Inklusi ... 106

7. Komponen Pendidikan Inklusi ... 108

8. Model Sekolah Inklusi ... 114

C. Tinjauan tentang Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah ... 119

BAB III METODE PENELITIAN ... 127

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 127

B. Objek Penelitian ... 129

C. Jenis dan Sumber Data ... 129

D. Kehadiran Peneliti ... 130

E. Teknik Pengumpulan data ... 131

F. Teknik Analisis Data ... 134

G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 136

H. Tahap-tahap Penelitian ... 138

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ... 140

A. Gambaran Umum SMP Negeri 29 Surabaya ... 140

B. Tinjauan tentang Implementasi Pendidikan Karakter pada siswa di SMP Negeri 29 Surabaya ... 153

(8)

BAB V PEMBAHASAN ... 191

A. Analisis implementasi pendidikan karakter pada siswa di SMP Negeri 29 Surabaya ... 191

B. Solusi dari factor penghambat implementasi pendidikan karakter pada siswa di SMP Negeri 29 Surabaya ... 210

BAB VI PENUTUP ... 212

A. Kesimpulan ... 212

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1.1 : Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa ... 55

Tabel 2.1 : Landasan Yuridis Pendidikan Inklusi ... 96

Tabel 3.1 : Nilai Karakter yang dikembangkan dalam Pembelajaran ... 123

Tabel 4.1 : Tenaga Kependidikan SMP Negeri 29 Surabaya ... 146

Tabel 4.2 : Kualifikasi Guru SMP Negeri 29 Surabaya ... 147

Tabel 4.3 : Data Guru SMP Negeri 29 Surabaya ... 147

Tabel 4.4 :Tenaga Pendukung SMP Negeri 29 Surabaya ... 150

Tabel 4.5 : Jumlah Siswa SMP Negeri 29 Surabaya (Lima tahun Terakhir) ... 151

Tabel 5.1 :Data dan Kondisi Ruang Belajar ... 151

Tabel 5.2 :Data ruang belajar (Fasilitas) Lainnya ... 152

Tabel 6.1 :Nilai Karakter yang dikembangkan dalam Pembelajaran ... 164

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1.1: Keterkaitan antara komponen moral dalam rangkapembentukan

karakter yang baik menurut Lickona ... 62

Gambar 2.1: Struktur Organisasi SMP Negeri 29 Surabaya ... 146

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Lampiran 1 : Pedoman Observasi

Lampiran 2 : Pedoman Wawancara

Lampiran 3 : Kuesioner

Lampiran 4: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) K-13

Lampiran 5: Data Guru SMP Negeri 29 Surabaya

Lampiran 5: Data Siswa SMP Negeri 29 Surabaya

Lampiran 4 : Surat Tugas

Lampiran 5 : Kartu Konsultasi Skripsi

Lampiran 6 : Surat Izin Penelitian

Lampiran 7 : Surat Penerimaan Izin Penelitian

Lampiran 8 : Surat Keterangan Penelitian

Lampiran 9: Dokumentasi

(12)

PEDOMAN TRASLITERASI

Pedoman transliterasi Arab – Latin ini diambil dari Buku Pedoman Penulisan

Makalah, Tesis, Disertasi Program Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya

(Surabaya: Program Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya, 2005)

a =

menuliskan coretan horizontal (macron) di atas seperti huruf a>, i>, u>.

2. Vokal rangkap (diftong) yang dilambangkan secara gabungan antara

harakat dan huruf, ditransliterasikan sebagai berikut :

a. vokal rangkap ( وأ ) dilambangkan dengan huruf au seperti: syaukani, al

yaum

b. vokal rangkap ( يأ ) dilambangkan dengan huruf ai, seperti ‘umairi,

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan suatu bangsa dalam memperoleh tujuannya tidak hanya

ditentukan oleh melimpah ruahnya sumber daya alam, akan tetapi sangat

ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Bahkan ada yang

mengatakan bahwa “Bangsa yang besar dapat dilihat dari kualitas/ karakter

bangsa (manusia) itu sendiri” 1

Berbicara tentang kualitas sumber daya manusia, tidak dapat terlepas

dari pendidikan. Karena pada dasarnya melalui proses itulah terciptanya

karakter-karakter manusia yang selanjutnya akan menentukan sejauhmana

besar kecilnya bangsa itu sendiri. Dari situlah pendidikan dianggap sebagai

pilar utama untuk mencetak manusia-manusia berkualitas dan memiliki arti

penting bagi kemajuan suatu bangsa.

Pendidikan merupakan upaya memanusiakan manusia yang pada

dasarnya adalah usaha untuk mengembangkan potensi yang dimiliki setiap

individu sehingga dapat hidup secara optimal, baik sebagai pribadi maupun

sebagai bagian dari masyarakat, serta memiliki nilai–nilai moral dan sosial

sebagai pedoman hidupnya. Dengan demikian pendidikan dipandang sebagai

usaha sadar yang bertujuan dan usaha mendewasakan anak.2

1

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), Cet Ke-2,h. 2.

2

(14)

2

Sejalan dengan pengertian diatas, menurut Ki Hajar Dewantara.

Pendidikan adalah upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin,

karakter), pikiran (intelek) dan jasmani anak didik.3 Manusia yang terdidik

seharusnya menjadi orang yang bijak, yaitu yang dapat menggunakan ilmunya

untuk hal-hal yang baik dan dapat hidup secara bijak dalam segala aspek

kehidupan. Karenanya, sebuah sistem pendidikan yang berhasil adalah yang

dapat membentuk manusia-manusia berkarakter.4

Begitu pula yang dikatakan Socrates tentang tujuan mendasar dari

pendidikan adalah membuat seorang menjadi good and smart. Bahkan Sang

Nabi terakhir Nabi Muhammad saw menegaskan bahwa misi utama dalam

mendidik adalah untuk menyempurnakan akhlak dan mengupayakan

pembentukkan karakter yang baik (good character). 5

“Sesungguhnya aku diutus di dunia itu tak lain untuk

menyempurnakan akhlak budi pekerti yang mulia” (HR. Bukhori). 6

Sejatinya, tujuan-tujuan ini telah dapat dibuktikan di masa sekarang

dengan melihat dan merasakan kebesaran bangsa kita, karena apa yang

dikatakan kedua tokoh (Socrates dan Nabi Muhammad saw) tersebut telah

ditetapkan juga sebagai tujuan utama pendidikan sejak beberapa abad silam.

3

Kementrian Pendidikan Nasional, Kerangka Acuan Pendidikan Karakter Tahun Anggaran 2010, (Jakarta: Direktorat Ketenagaan dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2010), h. 3. Lihat juga Muclas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), cet. 2, h. 33.

4

Masnur Muslich, Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional,

(Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 29. 5

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Islam, h. 2. 6

(15)

3

Namun, hal ini menjadi sangat ironis ketika kita memperhatikan

kondisi bangsa saat ini. Bukan sebuah kesalahan jika kita mengatakan bangsa

kita ini tengah mengalami krisis multidimensi yang berkepanjangan. Banyak

yang mengatakan bahwa masalah terbesar yang dihadapi bangsa Indonesia

saat ini adalah terletak pada aspek moral. Bahkan Abu A’la Al-Maududi

dalam buku “Ethical View Point Of Islam.” mengatakan:

“The greatest problem that has confronted man from immemorial is the moral problem, (masalah terbesar yang dihadapi manusia sejak zaman dahulu kala sampai saat ini adalah masalah dekadensi moral)” 7

Demikian masalah dekadensi moral memang sudah menjadi

permasalahan dari zaman dahulu hingga sekarang. Dewasa ini dapat kita

analisis, di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara, masalah

„dekadensi moral’ sedang menggejala, mewabah, marak dan merebak dalam

berbagai bidang kehidupan. Di kalangan pelajar dan mahasiswa dekadensi

moral ini tidak kalah memprihatinkan. Perilaku menabrak etika, moral dan

hukum dari yang ringan sampai yang berat acapkali kerap diperlihatkan oleh

pelajar dan mahasiswa.8 Kebiasaan mencontek pada saat ulangan atau ujian

masih dilakukan. Keinginan lulus dengan cara mudah dan tanpa kerja keras

pada saat ujian nasional menyebabkan mereka berusaha mencari jawaban

dengan cara tidak beretika. Mereka mencari bocoran jawaban dari berbagai

sumber yang tidak jelas. Apalagi jika keinginan lulus dengan mudah ini

bersifat institusional karena direkayasa atau dikondisikan oleh pimpinan

7

Wahyu Saripudin, Optimalisasi Implementasi Pendidikan Karakter Menuju Bangsa Indonesia yang Lebih Baik, Artikel, 2012, h. 1.

8

(16)

4

sekolah dan guru secara sistemik. Pada mereka yang tidak lulus, ada di

antaranya yang melakukan tindakan nekat dengan menyakiti diri atau bahkan

bunuh diri. Perilaku tidak beretika juga ditunjukkan oleh mahasiswa.

Plagiarisme atau penjiplakan karya ilmiah di kalangan mahasiswa juga masih

bersifat massif. Bahkan ada yang dilakukan oleh mahasiswa program doktoral.

Semuanya ini menunjukkan kerapuhan karakter di kalangan pelajar dan

mahasiswa. Bukti lain yang dapat kita lihat adalah banyaknya berita dari

mulai tentang tawuran antar pelajar atau antar mahasiswa, kasus penggunaan

narkoba di kalangan pelajar atau remaja dan mahasiswa, kasus beberapa

pelajar atau mahasiswa berada di "terali besi" karena menganiaya

guru/dosennya sendiri, anak yang tidak lagi memiliki sopan santun pada

orang tua, kasus-kasus asusila yang dilakukan oleh remaja bahkan hingga

kasus pembunuhan terhadap orang tua yang pelakunya adalah remaja

berpakaian seragam atau ber-almameter.9 Semua perilaku negatif di kalangan

pelajar dan mahasiswa di atas, jelas menunjukkan kerapuhan karakter yang

cukup parah yang salah satunya disebabkan oleh tidak optimalnya

pengembangan karakter di lembaga pendidikan di samping karena kondisi

lingkungan yang tidak mendukung. 10

9

Sri Narwanti, Pendidikan Karakter: Pengintegrasian 18 Nilai Pembentukan Karakter dalam Mata Pelajaran, (Yogyakarta: Familia, 2011), h. 13. Lihat juga Masnur Muslich,

Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, h. 35. Mujamil Qomar,

Kesadaran Pendidikan: Sebuah Penentu Keberhasilan Pendidikan, (Jogjakarta :Ar-Ruzz Media. 2012), h. 28.

10

(17)

5

Hal itulah yang kemudian mengusik banyak pakar pendidikan,

sehingga bermunculan berbagai tawaran pendidikan alternatif. Salah satunya

adalah model pendidikan alternatif yaitu pendidikan karakter.

Menurut Ratna Megawangi bahwa pendidikan karakter adalah:11

“Sebuah usaha mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif pada lingkungannya. Adapun nilai-nilai karakter yang ditanamkan kepada anak-anak adalah nilai-nilai universal yang mana seluruh agama, tradisi dan budaya pasti menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut yang selanjutnya dituangkan dalam kurikulum dan kegiatan anak-anak di

sekolah”.

Dalam laporan tahunan Character Education Partnership bahkan

disebutkan, bahwa pendidikan karakter bagi instansi pendidikan bukan lagi

sebagai sebuah opsi, tetapi suatu keharusan yang tak terhindarkan.

Menindaklanjuti Intruksi Presiden Nomor 01 Tahun 2010 tentang Budaya

Karakter Bangsa, Kewirausahaan, dan ekonomi kreatif serta Inpres No. 06

Tahun 2009 tentang ekonomi kreatif, Depdiknas menyelenggarakan rintisan

program yang mengaplikasikan nilai-nilai karakter budaya bangsa,

kewirausahaan dan ekonomi kreatif.12 Di sinilah pentingnya implementasi

pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan tanggung jawab seluruh

lembaga pendidikan, baik pendidikan formal, nonformal maupun informal

baik di sekolah/madrasah maupun di perguruan tinggi. Pendidikan karakter

dipandang sebagai solusi cerdas untuk menghasilkan peserta didik yang

11

Dharma Kesuma, dkk, Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah,

(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 5. Lihat juga Ratna Megawangi, Pendidikan Karakter: Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa, (Bogor: Indonesia Heritage Foundation, 2004), h. 95.

12

(18)

6

memiliki kepribadian unggul, berakhlak mulia, dan menjunjung tinggi

nilai-nilai ke-Indonesian secara menyeluruh.13

Pendidikan karakter sebenarnya bukan hal yang baru. Sejak awal

kemerdekaan, masa orde lama, masa orde baru, dan masa reformasi sudah

dilakukan dengan nama dan bentuk yang berbeda-beda. Namun hingga saat

ini belum menunjukkan hasil yang optimal, terbukti dari fenomena sosial

yang menunjukkan perilaku yang tidak berkarakter sebagaimana disebut di

atas. Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan pada Pasal 3 yang berbunyi pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban

bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik

agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi

warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab. 14

Namun tampaknya upaya pendidikan yang dilakukan oleh lembaga

pendidikan dan institusi pembina lain belum sepenuhnya mengarahkan dan

mencurahkan perhatian secara komprehensif pada upaya pencapaian tujuan

pendidikan nasional.

13

Akhmad Muhaimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 9.

14

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2006), h. 8-9. Lihat juga Daryanto dan Suryatri Darmiatun, Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah, (Yoyakarta: Gava Media, 2013), h. 44. Zainal Aqib dan Sujak, Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter, (Bandung: YRama Widya, 2011), h. 2. Kementrian Pendidikan Nasional, Pengembangan Pendidikan Budaya dan

Karakter Bangsa, (Jakarta: Badan Penelitian dan Pusat Kurikulum Kemendiknas, 2010), h. 2.

(19)

7

Di tengah kegelisahan yang menghinggapi berbagai komponen bangsa,

sesungguhnya terdapat beberapa lembaga pendidikan atau sekolah yang telah

melaksanakan pendidikan karakter secara berhasil dengan model yang

mereka kembangkan sendiri-sendiri. Mereka inilah yang menjadi best

practices dalam pelaksanaan pendidikan karakter di Indonesia. Namun, hal

itu tentu saja belum cukup, karena berlangsung secara sporadis dan

pengaruhnya secara nasional tidak begitu besar. Oleh karena itu perlu ada

gerakan nasional pendidikan karakter yang diprogramkan secara sistemik dan

terintegrasi.

Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah sebagaimana diatur

dalam Peraturan Presiden nomor 5 Tahun 2010 tentang Kebijakan Nasional

Pembangunan Karakter Bangsa. Menteri Pendidikan Nasional, Mohammad

Nuh menegaskan, bahwa ―tidak ada yang menolak tentang pentingnya

karakter, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana menyusun dan

mensistematiskan, serta mengimplementasikan, sehingga anak-anak dapat

lebih berkarakter dan lebih berbudaya.15 Untuk mencapai hal tersebut

merupakan tugas dan tanggung jawab lembaga pendidikan di semua jenjang

pendidikan termasuk dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi khususnya

untuk menginternalisasikan dan menerapkan pendidikan karakter kepada

peserta didiknya.

SMP Negeri 29 Surabaya sebagai salah satu lembaga pendidikan juga

ingin memberikan konstribusinya dalam membangun kualitas/karakter bangsa

15

(20)

8

melalui pendidikan karakter. Adanya pendidikan karakter di SMPN 29

Surabaya ini dapat kita lihat dari penjewantahan visi dan misi SMPN 29

Surabaya yang salah satunya yaitu untuk mewujudkan suasana pendidikan

yang berkarakter bangsa, kondusif, berwawasan lingkungan dan ramah bagi

semua.

SMP Negeri 29 Surabaya merupakan salah satu sekolah inklusi yang

ada di Surabaya. Sekolah Inklusi adalah sekolah yang menyediakan atau

menampung anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk di didik di

lingkungan sekolah biasa dengan anak-anaknya yang normal. Tujuan utama

program pendidikan inklusi ini ialah untuk mengoptimalkan potensi yang

dimiliki anak berkebutuhan khusus (ABK) dan memberi kesempatan pada

mereka untuk bersosialisasi. Berdasarkan tujuan diatas, harapan untuk bisa

mengoptimalkan potensi ABK tentunya menjadi harapan banyak orang

khususnya bagi orang tua yang memiliki ABK ini.

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 diamanatkan

bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk

memperoleh pendidikan. Hal ini menegaskan bahwa setiap anak berhak untuk

mendapatkan pendidikan yang layak tanpa memandang latar belakang agama,

suku bangsa, ekonomi dan status sosialnya.

Pendidikan sebagaimana mestinya bukan hanya sekedar Transfer of

knowledge akan tetapi juga transfer of values (pembentukan kepribadian)

sehingga seseorang mampu mengenali dan mengasah potensi diri agar

(21)

9

untuk seseorang yang normal saja, melainkan juga hak semua orang termasuk

orang/anak berkebutuhan khusus. Hal ini menegaskan bahwa pendidikan

karakter itu tidak hanya untuk anak yang normal saja tetapi untuk semua anak

didik tanpa terkecuali. Karena pada dasarnya semua orang memiliki hak yang

sama dalam memperoleh pendidikan.

SMP Negeri 29 Surabaya sebagai sekolah inklusi memiliki berbagai

karakteristik anak didik yang berkebutuhan khusus, diantaranya, yaitu

Lamban belajar (Slow Leaner), Authis, ADHD (Attention Deficit Hyperactive

Disorder), Tunadaksa, Down Syndrom, Tunalaras, Tuna Rungu, dan Low

Vision. Adanya heterogenitas pada siswa di SMPN 29 Surabaya membuat

sekolah ini menjadi lebih spesial dibandingkan dengan sekolah pada

umumnya. Dan hal itu menjadi ciri khas tersendiri bagi SMPN 29 Surabaya.

SMP Negeri 29 Surabaya sebagai sebuah instansi pendidikan

diharapkan mampu menghasilkan output yang berkualitas yaitu SDM yang

pandai, trampil dan berbudi pekerti luhur serta memiliki karakter yang unggul.

Untuk dapat mewujudkan hal itu, maka implementasi pendidikan karakter di

SMP Negeri 29 Surabaya menjadi sebuah keniscayaan

Namun yang penting menjadi sorotan adalah bagaimana cara atau

strategi yang digunakan SMP Negeri 29 Surabaya dalam

mengimplementasikan pendidikan karakter tersebut. Penggunaan cara atau

strategi yang tepat sangat menentukan berhasil tidaknya implementasi dari

pendidikan karakter tersebut. Ketika cara atau strategi yang digunakan dalam

(22)

10

diinternalisasikan ke dalamnya akan dapat tertanam dengan baik. Begitu pula

sebaliknya, ketika cara atau strategi yang digunakan dalam implementasi

pendidikan karakter itu tidak tepat, bisa dipastikan proses internalisasi

nilai-nilai karakter tersebut tidak akan berjalan dengan baik dan tidak dapat

menghasilkan output yang sesuai dengan harapan. Inilah hal yang sangat

patut untuk di perhatikan khusunya dalam merealisasikan pendidikan

karakter.

Sebagai sekolah inklusi, SMP Negeri 29 Surabaya sudah seharusnya

memiliki cara tersendiri dalam implementasi pendidikan karakter kepada

para siswanya yang heterogen. tidak hanya karena nilai-nilai karakter yang

akan ditanamkan membutuhkan pendekatan yang berbeda dalam

penginternalisasiannya, tetapi juga karena melihat subyek didik yang menjadi

sasaran implementasi pendidikan karakter adalah siswa yang heterogen baik

yang normal atau yang berkebutuhan khusus yang secara keseluruhan sangat

berbeda baik tingkat kemampuan intelektual, karakteristik, maupun

kematangannya.

Berdasarkan Observasi awal yang dilakukan peneliti didapatkan data,

bahwa SMP Negeri 29 Surabaya memiliki ciri khas tersendiri dalam

menanamkan nilai-nilai karakter pada anak didiknya. Hal ini dapat kita lihat

baik dalam kegiatan belajar mengajar, kegiatan ekstrakulikuler ataupun

intrakulikulernya. Semua kegiatan yang direalisasikan di SMP Negeri 29

(23)

11

Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas sangatlah menarik untuk

dikaji dan diteliti secara mendalam kaitannya dengan “Implementasi

Pendidikan Karakter pada Siswa di Sekolah Inklusi (Studi Penelitian di

SMP Negeri 29 Surabaya”.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana konsep pendidikan karakter ?

2. Bagaimana desain pendidikan karakter di SMP Negeri 29 Surabaya ?

3. Bagaimana implementasi pendidikan karakter pada siswa di SMP Negeri

29 Surabaya ?

4. Apa faktor penghambat implementasi pendidikan karakter pada siswa di

SMP Negeri 29 Surabaya?

5. Apa solusi dari factor penghambat implementasi pendidikan karakter pada

siswa di SMP Negeri 29 Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah yang telah penulis kemukakan diatas,

tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah:

1. Untuk mengetahui konsep pendidikan karakter.

2. Untuk mengetahui desain pendidikan karakter di SMP Negeri 29 Surabaya.

3. Untuk mengetahui implementasi pendidikan karakter pada siswa di SMP

Negeri 29 Surabaya.

4. Untuk mengetahui faktor penghambat implementasi pendidikan karakter

(24)

12

5. Untuk mengetahui solusi dari factor penghambat implementasi pendidikan

karakter pada siswa di SMP Negeri 29 Surabaya

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoritis maupun

praktis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat:

1. Dijadikan sebagai bahan pertimbangan, sebelum menentukan kebijakan,

khususnya kebijakan yang berkenaan dengan implementasi pendidikan

karakter.

2. Memberikan kontribusi yang positif bagi pengembangan keilmuan

khususnya dalam penerapan pendidikan karakter.

3. Menambah wawasan dan khazanah dan ilmu pengetahuan tentang

pendidikan Islam, khususnya tentang pendidikan karakter.

4. Menambah kepustakaan dalam dunia pendidikan, khususnya di fakultas

Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya.

5. Memberi wawasan dan pemahaman tentang wacana pemikiran

kontemporer dan hasil pembahasannya berguna menambah literatur/

bacaan tentang penerapan nilai-nilai karakter.

Adapun secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan:

1. Bagi penulis, diharapkan dapat:

a. Memberikan pengetahuan dan menambah wawasan penulis tentang

segala sesuatu yang berkaitan dengan Pendidikan karakter yang

(25)

13

b. Sebagai salah satu pemenuhan tahap akhir dari persyaratan

menyelesaikan studi program strata satu (S1) pada Universitas

Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya.

2. Bagi Lembaga Pendidikan, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat

digunakan sebagai bahan acuan, masukan dan bahan pertimbangan

untuk mengoptimalkan implementasi pendidikan karakter sekaligus

sebagai umpan balik yang nyata yang sangat berguna sebagai bahan

evaluasi demi keberhasilan dimasa yang akan datang.

3. Bagi pihak lain yang membaca tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat

dalam memberikan informasi dan pengetahuan mengenai

Implementasi Pendidikan Karakter, ataupun sebagai bahan kajian lebih

lanjut bagi peneliti berikutnya.

E. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan penelitian untuk mempertajam

metodologi, memperkuat kajian teoritis dan memperoleh informasi mengenai

penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh peneliti lain 16

Penulis menggali informasi dan melakukan penelusuran buku dan

tulisan ilmiah lainnya yang berkaitan dengan pembahasan penelitian ini untuk

dijadikan sebagai sumber acuan dalam penelitian ini:

16

(26)

14

Penulisan skripsi yang berjudul “Implementasi Pendidikan Karakter

Melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Khadijah A. Yani

Surabaya”, yang disusun oleh Muhammad Sahlul Fikri (D31210105).

Membahas mengenai bagaimana penerapan atau Implementasi pendidikan

karakter melalui pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP Khadijah A.

Yani Surabaya. Dengan kesimpulan bahwa Implementasi pendidikan karakter

melalui pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP Khadijah A. Yani

Surabaya direalisasikan melalui pembiasaan keagamaan yang berhaluan

Aswaja An-Nadliyah yang dilakukan melalui kegiatan rutin sehari-hari seperti

salam salim senyum, membaca do’a sebelum mulai pelajaran, shalat dhuha

berjam’ah, shalat dhuhur berjama’ah, membaca surat al-waqi’ah, surat yasin,

dan setiap jum’at selalu diadakan infaq dan juga pendidikan karakter tersebut

terintregrasi dalam pembelajaran di semua mata pelajaran.17

Penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Keberhasilan Pendidikan

Karakter Dalam Pembelajaran Pendididikan Agama Islam Di SMA GIKI 3

Surabaya” yang disusun oleh Adi Isma Aldayu (D31209061). Membahas

tingkat keberhasilan pendidikan karakter dalam pembelajaran pendididikan

Agama Islam Di SMA GIKI 3 Surabaya. Dengan kesimpulan bahwa

keberhasilan pendidikan karakter dalam pembelajaran PAI di SMA GIKI 3

Surabaya sudah mencapai 85%. Hal ini terbukti dari hasil analisis data

17

(27)

15

mengenai factor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan pendidikan

karakter.18

Penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Karakter

Dalam Menanggulangi Delinquency Siswa Kelas VIII di SMP al-Islah

Surabaya” disusun oleh Hasran Punggeti (D01206087). Membahas mengenai

Pengaruh pendidikan karakter dalam menanggulangi delinquency siswa kelas

VIII di SMP al-Islah Surabaya. Dengan kesimpulan bahwa Pendidikan

karakter telah menunjukkan pengaruh yang nyata dalam menangani tingkat

delinquency siswa kelas VIII di SMP al-Islah Surabaya. Dengan kata lain,

pendidikan karakter dapat membentuk perilaku yang baik bagi siswa.19

Penulisan skripsi yang berjudul “Implementasi Pembelajaran

al-Qur'an Hadits Berbasis Pendidikan Karakter di MAN Babat Lamongan

disusun oleh Muslih (D31208006). Membahas mengenai bagaimana

Implementasi pembelajaran al-Qur'an hadits berbasis pendidikan karakter di

MAN Babat Lamongan. Dengan kesimpulan bahwa Implementasi

pembelajaran al-Qur'an hadits berbasis pendidikan karakter di MAN Babat

Lamongan dibuktikan dengan adanya perangkat pembelajaran al-qur’an hadis

berkarakter dan adanya usaha-usaha guru dalam penanaman nilai nilai

18

Adi Isma Aldayu, Analisis Keberhasilan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Pendididikan Agama Islam Di SMA GIKI 3 Surabaya. Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, (Surabaya: Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, 2013).

19

(28)

16

karakter yang ada pada mata pelajaran Al-qur’an hadis yang berupa

pembiasaan-pembiasaan.20

Dan dari tulisan-tulisan tersebut penulis belum menemukan suatu

pembahasan mengenai Implementasi Pendidikan Karakter yang

diimplementasikan khususnya pada sekolah inklusi. Oleh karena itu, penulis

mencoba untuk membahas permasalahan tersebut dengan mengambil fokus

pada “Implementasi Pendidikan Karakter pada Siswa di Sekolah Inklusi (Studi

Penelitian di SMP Negeri 29 Surabaya)”.

F. Definisi Istilah/Definisi Operasional

Definisi operasional adalah hasil dari operasionalisasi, menurut James

A. Black dan Dean J. Champion untuk membuat definisi operasional adalah

dengan memberi makna pada suatu konstruk atau variabel dengan menetapkan

“operasi” atau kegiatan yang diperlukan untuk mengukur konstruk atau

variabel tersebut.21

Untuk lebih jelas serta mempermudah pemahaman dan menghindari

kesalahpahaman dalam memahami maksud dari skripsi yang berjudul

“Implementasi Pendidikan Karakter pada Siswa di Sekolah Inklusi (Studi

Penelitian di SMP Negeri 29 Surabaya)”, maka peneliti perlu memberikan

penegasan definisi operasional variabel-variabel penelitian ini, sebagai

berikut:

20

Muslih, Implementasi Pembelajaran al-Qur'an Hadits Berbasis Pendidikan Karakter di MAN Babat Lamongan. Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, (Surabaya: Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, 2012).

21

James A. Black dan Dean J. Champion, Metode dan Masalah Penelitian Sosial,

(29)

17

1. Implementasi :

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian

Implementasi adalah proses, cara, perbuatan menerapkan22. sedangkan

Implementasi menurut pandapat beberapa ahli bahwa merupakan suatu

proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu

tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan

pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap.23

2. Pendidikan Karakter :

a. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk mengembangkan

kepribadian peserta didik.24

b. Karakter

Karakter dalam Kamus Ilmiah Populer, berarti watak, tabiat,

pembawaan atau kebiasaan. Karakter juga diartikan dengan kualitas

mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi.25 Hermawan

Kertajaya mendefinisikan karakter adalah “ciri khas” yang dimiliki

oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah “asli” dan

mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut dan

22

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

(Jakarta: Balai Pustaka, 2008), h. 548. 23

Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah (Jakarta: Bumi Aksana, 2009), h. 178.

24

Qodri Azizy, Membangun Integritas Bangsa, (Jakarta: Renaisan, 2004), h. 73. 25

(30)

18

merupakan „mesin’ pendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap,

berujar, dan merespons sesuatu.26

c. Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada

peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter

dalam dimensi hati, pikir, raga serta rasa dan karsa. Yang bertujuan

mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan

keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan

kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.27

3. Siswa

Siswa adalah murid (terutama pada tingkat dasar atau menengah/

pelajar).28

4. Sekolah Inklusi

Sekolah Inklusi adalah sekolah yang menyediakan atau

menampung anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk di didik di

lingkungan sekolah biasa dengan anak-anaknya yang normal.29

Dari definisi di atas, maka yang dimaksud dengan Implementasi

Pendidikan Karakter pada Siswa di Sekolah Inklusi adalah berbagai

usaha/upaya yang dilakukan oleh Sekolah Inklusi (SMP Negeri 29 Surabaya)

dalam memasukan nilai-nilai karakter kepada para siswa baik yang normal

atau yang berkebutuhan khusus di SMP Negeri 29 Surabaya.

26

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, h. 11. 27

Muchlas Samani dan Hariyanto, Pendidikan Karakter Konsep dan Model, h. 45. 28

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1362. 29

(31)

19

G. Sistematika Pembahasan

Penulis membagi sistematika pembahasan penelitian skripsi ini

menjadi enam bab dengan rincian tiap bab sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini berisikan tentang

kontek penelitian agar masalah yang diteliti dapat diketahui arah

masalah dan konteksnya, yang meliputi tentang: A) Latar belakang

masalah, B) Rumusan masalah, C) Tujuan penelitian, D) Kegunaan

penelitian, E) Penelitian terdahulu, F) Definisi operasional, G)

Sistematika pembahasan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab yang membahas tentang kajian teoritis

yang memaparkan tentang A) Tinjauan tentang Pendidikan Karakter,

yang terdiri dari: 1) Hakekat pendidikan karakter 2) Pengertian

pendidikan karakter, 3) Landasan pendidikan karakter, 4) Tujuan dan

fungsi pendidikan karakter, 5) Manfaat pendidikan karakter 6)

Prinsip-prinsip pendidikan karakter 7) Pilar-pilar pendidikan karakter 8)

Nilai-nilai dalam pendidikan karakter, 9) Pentingnya pendidikan karakter, 10)

Metode pendidikan karakter 11) Strategi implememntasi pendidikan

karakter 12) Solusi yang tepat pada hambatan Pendidikan Karakter B.

Tinjauan tentang Sekolah Inklusi, yang terdiri dari 1) Latar belakang

adanya sekolah inklusi, 2) Pengertian pendidikan inklusi, 3) Landasan

pendidikan inklusi, 4) Sejarah inklusi di Indonesia, 5) Tujuan

(32)

20

pendidikan inklusi 8) Model sekolah inklusi. C) Implementasi

Pendidikan Karakter di Sekolah Inklusi.

BAB III METODE PENELITIAN Bab yang membahas tentang metode

penelitian yang meliputi: A) Pendekatan dan jenis penelitian, B) Objek

penelitian, C) Jenis dan sumber data, D) Kehadiran peneliti, E) Teknik

pengumpulan data, F) Teknik analisis data, G) Teknik pemeriksaan

keabsahan data, H) Tahap-tahap penelitian.

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN Bab yang

membahas hasil temuan dalam penelitian yang meliputi: A) Gambaran

umum obyek penelitian, yang terdiri dari: 1) Profil SMP Negeri 29

Surabaya, 2) Sejarah berdirinya SMP Negeri 29 Surabaya, 3) Letak

geografis SMP Negeri 29 Surabaya, 4) Visi, misi, dan tujuan SMP

Negeri 29 Surabaya, 5) Struktur organisasi SMP Negeri 29 Surabaya, 6)

Keadaan guru dan siswa SMP Negeri 29 Surabaya, 7) Sarana prasarana

SMP Negeri 29 Surabaya. B) Tinjauan tentang Implementasi

Pendidikan Karakter pada Siswa di SMP Negeri 29 Surabaya, yang

terdiri dari: 1) Desain pendidikan karakter SMP Negeri 29 Surabaya, 2)

Implementasi pendidikan karakter pada siswa di SMP Negeri 29

Surabaya. C) Faktor penghambat implementasi pendidikan karakter

pada siswa SMP Negeri 29 Surabaya.

BAB V PEMBAHASAN, Bab ini berisi anilisis data hasil penelitian, yang

meliputi: A) Analisis implementasi pendidikan karakter pada siswa di

(33)

21

implementasi pendidikan karakter pada siswa di SMP Negeri 29

Surabaya.

BAB VI PENUTUP, sebagai bab terakhir bab ini berisi tentang kesimpulan

dari penelitian dan saran-saran dari penulis untuk perbaikan-perbaikan

(34)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Pendidikan Karakter

1. Hakekat Pendidikan Karakter

Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat

pancasila dan pembukaan UUD 1945 dilatar belakangi oleh realita

permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti disorientasi

dan belum dihayatinya nilai- nilai pancasila; bergesernya nilai etika dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap

nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintregasi bangsa; dan melemahnya

kemandirian bangsa.Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan

karakter sebagaimana diamanatkan pancasila dan pembukaan UUD 1945

serta mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini, maka pemerintah

menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas

pembangunan nasional. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-

2025, dimana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk

mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “Mewujudkan masyarakat

berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab berdasarkan

falsafah pancasila.”

Terkait dengan upaya mewujudkan pendidikan karakter

sebagaimana yang diamanatkan dalam RPJPN, sesungguhnya hal yang

(35)

23

yaitu: “Pendidikan nasional yang berfungsi mengembangkan dan

membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa,bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, beraklak mulia, sehat, berilmu, cakap, krestif,

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab”.

Dengan demikian, RPJPN dan UUSPN merupakan landasan yang

kokoh untuk melaksanakan secara operasional pendidikan budaya dan

karakter bangsa sebagai prioritas progam Kementrian Pendidikan Nasional

2010-2014 yang dituangkan dalam Rencana aksi Nasional Pendidikan

Karakter; pendidikan karakter disebut sebagai pendidikan nilai, pendidikan

budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan

mengembangkan kemampuan seluruh warga sekolah untuk memberikan

keputusan baik-buruk, keteladanan, memelihara apa yang baik dan

mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh

hati. 1

2. Pengertian Pendidikan Karakter

Sebelum diuraikan lebih lanjut tentang pengertian pendidikan

karakter peneliti akan terlebih dahulu menguraikan tentang pengertian

pendidikan dan karakter, sebab pendidikan karakter merupakan kalimat

1 Kementrian Pendidikan Nasional, Paduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter, (Jakarta:

(36)

24

yang terdiri dari dua kata yaitu pendidikan dan karakter, berikut pengertian

dari pendidikan dan karakter.

a. Pendidikan

Kata “pendidikan” dalam bahasa Yunani dikenal dengan nama

paedagogos yang berarti penuntun anak. Dalam bahasa Romawi

dikenal dengan educare artinya membawa keluar. Bahasa Belanda

menyebut istilah pendidikan dengan nama opvoeden yang berarti

membesarkan atau mendewasakan. Dalam bahasa Inggris disebut

dengan istilah educate/education yang berarti to give and intellectual

training artinya menanamkan moral dan melatih intelektual.2

Sementara dalam pandangan Islam, pendidikan dalam bahasa

arab bisa disebut dengan istilah tarbiyah yang berasal dari kata kerja

rabba, sedangkan pengajaran dalam bahasa arab disebut dengan ta’lim

yang berasal dari kata kerja ‘allama. Pendidikan Islam sama dengan

Tarbiyah Islamiyah. Kata rabba beserta cabangnya banyak dijumpai

dalam al-Quran, misalnya dalam Q.S. al-Isra’ [17]: 24 dan Q.S. asy

-Syu’ara’ [26]: 18, sedangkan kata ‘allama antara lain terdapat dalam

Q.S. al-Baqarah [2]: 31 dan Q.S. an-Naml [27]: 16. Tarbiyah sering

juga disebut ta’dib seperti sabda Nabi SAW.: addabani rabbi fa

2 Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial; Suatu Teori Pendidikan,

(37)

25

absana ta’dibi (Tuhanku telah mendidikku, maka aku

menyempurnakan pendidikannya).3

Berdasarkan dari istilah-istilah dalam berbagai bahasa tersebut

kemudian dapat disederhanakan bahwa pendidikan itu merupakan

kegiatan yang di dalamnya terdapat: 1. Proses pemberian pelayanan

untuk menuntun perkembangan peserta didik, 2. Proses untuk

mengeluarkan atau menumbuhkan potensi yang terpendam dalam diri

peserta didik; 3. Proses memberikan sesuatu kepada peserta didik

sehingga tumbuh menjadi besar, baik fisik maupun non-fisiknya; 4.

Proses penanaman moral atau proses pembentukan sikap, perilaku, dan

melatih kecerdasan intelektual peserta didik.4

Sementara itu, Ki Hajar Dewantara seperti yang dikutip oleh

Abu Ahmadi dan Nur Ukhbiyati mendefinisikan pendidikan sebagai

“Tuntutan segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka kelak menjadi manusia dan anggota masyarakat yang dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya .5

Sedangkan menurut Yahya Khan pendidikan merupakan

“Sebuah proses yang menumbuhkan, mengembangkan, mendewasakan, menata, dan mengarahkan. Pendidikan juga berarti proses pengembangan berbagai macam potensi yang ada dalam diri manusia agar dapat berkembang dengan baik dan

bermanfaat bagi dirinya dan juga lingkungannya.6

3 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: LkiSYogyakarta, 2009), h. 14. Lihat

juga Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 69. Moh.Haitami Salimdan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Ar-Ruzz

Media, 2012), h. 28.

4 Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN

-Malang Press, 2008), h.

16.

5 Binti Maunah, Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 4.

6 Yahya Khan, Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri, (Yogyakarta: Pelangi

(38)

26

Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan

bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana yang dilakuan oleh

pendidik kepada perserta didik untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara

dengan cara pembelajaran, bimbingan, pelatihan dan semua itu

berlangsung seumur hidup.

Dari pengertian di atas, jelas sekali bahwa pendidikan tidak

hanya bertitikberat pada kecerdasan intelektual saja melainkan juga

pembentukan karakter anak. Pendidikan tidak hanya sekedar proses

belajar guna mengejar kecerdasan tetapi juga harus mengembangkan

potensi lain yang dimiliki peserta didik dan mendapat perhatian dari

pendidik agar dapat berkembang secara optimal.

b. Karakter

Kata karakter sesungguhnya berasal dari bahasa Latin:

kharakter”, “kharassein”, “kharax” yang berarti membuat tajam,

membuat dalam.7 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia karakter

merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlaq atau budi pekerti yang

7 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (PT. Remaja

Rosdakarya, 2012), h.11. Lihat Juga Abdullah Munir, Pendidikan Karakter Membangun Karakter Anak Sejak dari Rumah, (Yogyakarta: Pusataka Insan Madani, 2010), h. 2. Syamsul Kurniawan,

Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Implememntasi Secara Terpadu Di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi dan Masyarakat, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), cet. 1, h. 28.

(39)

27

membedakan seseorang dengan yang lain.8 Jadi karakter merupakan

sifat utama (pola) baik pikiran, sikap, perilaku maupun tindakan yang

melekat kuat dan menyatu dalam diri seseorang.

Hendro Darmawan mengartikan karakter sebagai watak, tabiat,

pembawaan, dan kebiasaan.9 Pengertian yang tidak berbeda juga

dikemukakan Dharna Kesuma yang mengatakan bahwa arti kata

karakter adalah budi pekerti, akhlak, moral, afeksi, susila, tabiat, dan

watak. 10 Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian,

berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak. Ungkapan serupa juga

diungkapkan oleh Udik Budi Wibowo yang mengatakan bahwa

manusia yang berkarakter adalah individu yang menggunakan seluruh

potensi diri, mencakup pikiran, nurani, dan tindakan seoptimal mungkin

untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Dengan makna seperti ini

berarti karakter identik dengan kepribadian atau akhlak. Kepribadian

merupakan ciri atau karakteristik atau sifat khas diri seseorang yang

bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan,

misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan sejak lahir. 11

8 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat

Bahasa Depdiknas, 2008), h. 682. Lihat juga Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), h. 42.

9 Hendro Darmawan, dkk., Kamus Ilmiah Populer Lengkap, (Yogyakarta: Bintang

Cemerlang, 2010), h. 277

10 Dharma Kesuma, dkk., Pendidikan Karakter; Kajian Teori dan Praktik di Sekolah,

(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), h. 24.

11 Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik dan Praktik, (Yogyakarta : Ar

(40)

28

Dalam kamus psikologi, dinyatakan bahwa karakter adalah

kepribadian yang ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya

kejujuran seseorang, biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat

yang relatif tetap. 12

Dalam buku Kerangka Acuan Pendidikan Karakter Tahun

Anggaran 2010 yang diterbitkan oleh Dirjen Pendidikan Tinggi

Kementerian Pendidikan Nasional disebutkan bahwa 13 perilaku

seseorang yang berkarakter pada hakekatnya adalah merupakan

perwujudan fungsi totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi

individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dan

fungsi totalitas sosial kultural dalam konteks interaksi (dalam keluarga,

satuan pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat.

Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan

sosial-kultural tersebut dapat dikelompokan dalam : (1) olah hati

(spiritual and emotional development), (2) olah pikir (intellectual

development), (3) olah raga dan kinestetik (physical and kinestetic

development), dan (4) olah rasa dan karsa (affective and creativity

development). Olah hati berkenaan dengan perasaan sikap dan

keyakinan atau keimanan menghasilkan karakter jujur dan bertanggung

jawab. Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan

menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif

12 Jamal Ma’mur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah,

(Yogyakarta: DIVA Press, 2011), h. 27.

(41)

29

menghasilkan pribadi cerdas. Olah raga berkenaan dengan proses

persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru

disertai sportivitas menghasilkan karakter tangguh. Olah rasa dan karsa

berkenaan dengan kemauan yang tercermin dalam kepedulian. Dengan

demikian, terdapat enam karakter utama dari seorang individu, yakni

jujur dan bertanggung jawab, cerdas, kreatif, tangguh, dan peduli.14

Sementara dalam konteks ajaran Islam, karakter adalah akhlak,

yang berasal dari kata khuluq, yaitu tabi’at atau kebiasaan melakukan

hal-hal yang baik, atau sebagaimana digambarkan oleh Imam al-Gazali

bahwa akhlak adalah tingkah laku seseorang yang berasal dari hati yang

baik15. Hal senada dikemukakan oleh Husni Rahim bahwa akhlak

adalah perilaku sehari-hari yang dicerminkan dalam ucapan, sikap dan

perbuatan. Bentuk konkret-nya misalnya, hormat dan santun kepada

orangtua, guru, dan sesama manusia; suka bekerja keras, peduli dan

mau membantu orang lemah atau yang mendapat kesulitan; suka belajar,

tidak suka membuang waktu untuk hal-hal yang tidak berguna;

menjauhi dan tidak mau melakukan kerusakan (vandalime), merugikan

orang lain, mencuri, menipu atau berbohong; terpercaya, jujur, pemaaf

dan sebagainya.16

14 Dasim Budimansyah, Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran.

Makalah disajikan dalam Seminar Nasional HIMNAS PKn, Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan UNJ, Jakarta, 22 November 2010, h.2.

15 Ratna Megawangi, Pendidikan Karakter; Solusi Yang Tepat Untuk Membangun Bangsa, (Bogor: Indonesia Heritage Foundation, 2004), h. 23.

16 Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta:Logos Wacana Ilmu,

(42)

30

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

karakter adalah kualitas atau kekuatan mental dan moral, akhlak atau

budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi

pendorong atau penggerak, serta yang membedakan dengan individu

lain. Dengan demikian, seseorang dapat dikatakan berkarakter jika telah

berhasil menyerap nialai-nilai dan keyakinan yang dikehendaki oleh

masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya.

c. Pendidikan Karakter

Setelah mengetahui tentang pengertian dari ”pendidikan” dan

“karakter”, maka peneliti akan menguraikan tentang pengertian

pendidikan karakter. Seperti yang telah dijelaskan di atas, dari konsep

karakter dan pendidikan maka muncul yang namanya pendidikan

karakter (Character Education). Terminology pendidikan karakter

mulai dikenalkan sejak tahun 1990-an. Thomas Lickona dianggap

sebagai pengusungnya, terutama ketika bukunya yang berjudul The

Return of Character Education kemudian disusul bukunya Educating

for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility

(1991). Melalui buku-buku itu, ia menyadarkan dunia Barat akan

pentingya pendidikan karakter. Sedangkan di Indonesia sendiri, istilah

pendidikan karakter mulai diperkenalkan sekitar tahun 2005-an. Hal itu

secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembanguna Jangka Panjang

Nasional (RPJPN) tahun 2005-2015, di mana pendidikan karakter

(43)

31

nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral,

beretika, berbudaya dan beradab berdasarkan falsafah pancasila”. 17

Pada dasarnya, Pendidikan karakter diartikan sebagai usaha

sengaja untuk mewujudkan kebajikan18 , yaitu kualitas kemanusiaan

yang baik secara obyektif, bukan hanya baik untuk individu

perseorangan tapi juga baik untuk masyarakat secara keseluruhan.

Raharjo memaknai pendidikan karakter sebagai:

“Suatu proses pendidikan secara holistic yang menghubungkan dimensi moral dengan ranah sosial dalam kehidupan peserta didik sebagai fondasi bagi terbentuknya generasi yang berkualitas yang mampu hidup mandiri dan memiliki prinsip suatu kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan”.

Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang pengertian

pendidikan karakter, diantaranya:

1) Menurut Kementerian Pendidikan Nasional, pendidikan karakter

dimaknai sebagai:

“Pendidikan yang mengembangkan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang religius,

nasionalis, produktif dan kreatif. 19

2) Menurut Koesoema pendidikan karakter merupakan:20

17 Syarbin Amirulloh, Buku Pintar Pendidikan Karakter, (Jakarta: As

-Prima Pustaka,

2012), h. 16.

18 Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter Konsep dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan,(Jakarta: Kencana, 2011), h. 15.

19 Kementrian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat

Kurikulum. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing Dan Karakter Bangsa; Pengembangan Pendidikan dan Karakter Bangsa, (Jakarta: Kemendiknas, 2010), h. 4.

(44)

32

“Nilai-nilai dasar yang harus dihayati jika sebuah masyarakat mau hidup dan bekerja sama secara damai. Nilai-nilai seperti kebijaksanaan, penghormatan terhadap yang lain, tanggung jawab pribadi, perasaan senasib, sependeritaan, pemecahan konflik secara damai, merupakan nilai-nilai yang semestinya diutamakan dalam pendidikan karakter”.

3) Menurut Dharma Kesuma, Pendidikan karakter adalah:21

“Sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya”.

4) Pendidikan karakter menurut Thomas Lickona adalah: 22

“Pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu: tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya”.

5) Menurut Fakry Gaffar, pendidikan karakter adalah:23

“Sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu”.

Berdasarkan pengertian para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa

pendidikan karakter adalah usaha sadar dan terencana yang bertujuan

untuk menginternalisasikan nilai-nilai moral, akhlak, budi pekerti yang

terwujud dalam implementasi sikap dan perilaku yang baik sehingga

menumbuhkan kemampuan untuk memberikan keputusan baik dan buruk

serta mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari.

21 Dharma Kesuma, dkk., Pendidikan Karakter; Kajian Teori dan Praktik di Sekolah,, h.

5. Lihat juga Ratna Megawangi, Pendidikan Karakter; Solusi Yang Tepat Untuk Membangun Bangsa, h. 95.

22 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep Dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta,

2012), h. 23.

(45)

33

Jika dikaitkan dengan sekolah maka, Pendidikan karakter adalah

suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang

meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan

untuk nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter pada hakekatnya ingin

membentuk individu menjadi seorang pribadi bermoral yang dapat

menghayati kebebasan dan tanggung jawabnya, dalam relasinya dengan

orang lain dan dunianya dalam komunitas pendidikan. Dengan demikian

pendidikan karakter senantiasa mengarahkan diri pada pembentukan

individu bermoral, cakap mengambil keputusan yang tampil dalam

perilakunya, sekaligus mampu berperan aktif dalam membangun

kehidupan bersama.24

Pendidikan karakter ini harus dipahami sebagai upaya penanaman

kecerdasan dalam pikiran, penghayatan dalam bentuk sikap dan

pengamalan dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai luhur yang

menjadi jati dirinya, diwujudkan daam interaksi terhadap Tuhannya, diri

sendiri, antar sesama, dan lingkungannya. Nilai-nilai luhur 25 tersebut

antara lain kejujuran, kemandirian, sopan santun, kemuliaan sosial,

kecerdasan berfikir termasuk kepenasaran akan intelektual, dan berfikir

logis. Oleh karena itu, penanaman pendidikan karakter tidak bisa hanya

24 Fihris, Pendidikan Karakter di Madrasah Salafiyah, (Semarang: PUSLIT IAIN

Walisongo, 2010), h. 24-28. 25 Nilai

-nilai luhur di sini dapat diambil atau disarikan dari teori-teori pendidikan,

psikologi pendidikan, nilai-nilai sosial budaya, Pancasila dan UUD 1945, dan UU No 20 Tahun

2003 tentang Sistem pendidikan Nasional, serta pengalaman terbaik dalam praktik nyata dalam kehdupan sehari-hari. Lihat Oos M. Anwar, Televisi Mendidik Karakter Bangsa: Harapan dan

(46)

34

mentransfer pengetahuan atau melatih suatu keterampilan tertentu.

penenaman karakter perlu proses, contoh keteladanan, dan pembiasaan

atau pembudayaan dalam lingkungan peserta didik, baik lingkungan

sekolah, kelarga maupun masyarakat termasuk lingkungan exposure

media massa.

3. Landasan Pendidikan Karakter

a. Dasar Filosofi

Dasar filosofi akan adanya pendidikan karakter adalah

Pancasila. Sebagaimana yang telah diidentifikasi oleh Soedarsono,

yakni pancasila harus menjadi dasar negara, pandangan hidup bangsa,

kepribadian bangsa, jiwa bangsa, tujuan yang akan dicapai, perjanjian

luhur bangsa, asas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,

serta jati diri bangsa. 26

Karakter yang berlandaskan falsafah pancasila maknanya

adalah setiap aspek karakter harus dijiwai oleh kelima sila pancasila

secara utuh dan komprehensif.

1) Bangsa yang berketuhanan Yang Maha Esa

Bentuk kesadaran dan perilaku iman dan taqwa serta akhlak

mulia sebagai karakteristik pribadi bangsa Indonesia.

26 Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung:

(47)

35

2) Bangsa yang menjunjung Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Karakter kemanusiaan tercermin dalam pengakuan atas

kesamaan derajat, hak dan kewajiban, saling mengasihi, tenggang

rasa, peduli, tidak semena-mena terhadap orang lain, gemar

melakukan kegiatan kemanusiaan, menjunjung tinggi nilai

kemanusiaan, berani membela kebenaran dan keadilan.

3) Bangsa yang mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa

Karakter kebangsaan seseorang tercermin dalam sikap

menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan

bangsa, bangga sebagai bangsa Indonesia yang bertanah air

Indonesia serta menjunjung tinggi bahasa Indonesia, cinta tanah air

dan negara indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika

4) Bangsa yang Demokratis dan Menjunjung tinggi hukum dan hak

asasi manusia

Karakter bangsa yang demokratis tercermin dari sikap dan

perilakunya yang senantiasa dilandasi nilai dan semangat

kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan, menghargai pendapat oranglain.

5) Bangsa yang mengedepankan keadilan dan kesejahteraan

Karakter berkeadilan sosial tercermin dalam perbuatan yang

menjaga adanya kebersamaan, kekeluargaan, dan

(48)

36

b. Dasar Hukum

Dasar hukum pendidikan karakter adalah sebagai berikut :

1) Undang -Undang Dasar 1945

2) Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional

3) Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan

4) Permendiknas No 39 tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan

5) Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi

6) Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi

Lulusan

7) Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional 2010-2014

8) Renstra Kemendiknas Tahun 2010-2014 27

c. Dasar Agama

Implementasi pendidikan karakter dalam Islam, tersimpul dalam

karakter pribadi Rasulullah SAW. Dalam pribadi Rasul, tersemai

nilai-nilai akhlak yang mulia dan agung. Al-qur’an dalam surat Al-Ahzab/33

ayat 21 mengatakan: 28

27 Jamal Ma’mur Asmani, Buku Internalisasi Pendidikan Karakter Di Sekolah, h. 41 -42. 28 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), h.

(49)

37

“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Ahzab/33: 21).

Karakter atau akhlak tidak diragukan lagi memiliki peran besar

dalam kehidupan manusia. Menghadapi fenomena krisis moral, tuduhan

seringkali diarahkan kepada dunia pendidikan sebagai penyebabnya.

Hal ini dikarenakan pendidikan berada pada barisan terdepan dalam

menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, dan secara moral

memang harus berbuat demikian29 Pembinaan karakter dimulai dari

individu, karena pada hakikatnya karakter itu memang individual,

meskipun ia dapat berlaku dalam konteks yang tidak individual.

Karenanya pembinaan karakter dimulai dari gerakan individual, yang

kemudian diproyeksikan menyebar ke individu-idividu lainnya, lalu

setelah jumlah individu yang tercerahkan secara karakter atau akhlak

menjadi banyak, maka dengan sendirinya akan mewarnai masyarakat.

Pembinaan karakter selanjutnya dilakukan dalam lingkungan keluarga

dan harus dilakukan sedini mungkin sehingga mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan anak. Melalui pembinaan karakter

pada setiap individu dan keluarga akan tercipta peradaban masyarakat

yang tentram dan sejahtera.

Dalam Islam, karakter atau akhlak mempunyai kedudukan

penting dan dianggap mempunyai fungsi yang vital dalam memandu

Gambar

Gambar 1.1: Keterkaitan antara komponen moral dalam rangkapembentukan
  Tabel 1.1 Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
 Gambar 1.1
Tabel 2.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI IMPLEMENTASI PEND EKATAN BERMAIN ( Penelitian Tindakan Kelas di SMP Negeri 29 Bandung ).. Universitas Pendidikan Indonesia

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mendeskripsikan implementasi karakter tanggung jawab dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di kelas VII SMP Negeri 2

Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Perencanan implementasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal di SMP Negeri 1 Tambakromo Pati, terorganisir dan teradministarsikan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam membangun karakter cinta tanah air siswa di SMP Negeri

Dari faktor pendukung di atas kiranya dapat menjadi kunci keberhasilan dalam pendidikan karakter melalui kedisiplinan siswa di SMP Negeri 2 Pekalongan, karena

Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru kelas VII SMP Negeri 4 Sidoarjo telah menanamkan nilai-nilai karakter tanggung jawab pada siswa di kelas inklusi melalui

Dari hasil temuan dalam penelitian ini, maka disimpulkan bahwa: a). tahapan-tahapan pelaksanaan pendidikan inklusi di SMP Inklusi TPA Jember terbagi menjadi tiga tahapan utama

Implementasi program pendidikan karakter di SMP Negeri 7 Muaro Jambi, selain memiliki jam pelajaran khusus di setiap kelas setiap minggunya juga ada kegiatan yang sifatnya spontan dan