• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRADISI MANAKIBAN DI DESA SUCI KECAMATAN MANYAR KABUPATEN GRESIK (STUDI FENOMENA RITUAL KEAGAMAAN).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TRADISI MANAKIBAN DI DESA SUCI KECAMATAN MANYAR KABUPATEN GRESIK (STUDI FENOMENA RITUAL KEAGAMAAN)."

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

TRADISI MANAKIBAN DI DESA SUCI KECAMATAN MANYAR

KABUPATEN GRESIK (STUDI FENOMENA RITUAL

KEAGAMAAN)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1)

pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh:

A. Zuhdi Muhdlor

NIM: A0.22.12.023

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian etnografi tentang fenomena keagamaan masyarakat Desa Suci Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik. Dengan judul “Tradisi Manakiban di Desa Suci Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik (Studi Fenomena Ritual Keagamaan)”. Skripsi UIN Sunan Ampel Fakultas Adab, Surabaya, 2016. Adapun pokok permasalahan atau inti tulisan ini menjawab dua permasalahan berikut: (1) Bagaimana Konteks Sosial Budaya Tempat dilakukannya Wolulasan dan Selikuran? (2) Bagaimana munculnya tradisi wolulasan dan selikuran di Desa Suci Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik? (3) Bagaimana prosesi tradisi wolulasan dan selikuran di Desa Suci Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik?

Dalam menjawab pertanyaan tersebut, penelitian menggunakan metode etnografi dengan pengumpulan data, observasi dan interview. Pendekatan antropologi digunakan untuk memaparkan situasi dan kondisi masyarakat meliputi kondisi sosial dan keagamaan. Teori yang digunakan adalah fenomenologi untuk memahami fenomena yang terjadi dalam arti empiris dari struktur umum fenomena yang mendasari setiap fakta religius.

(7)

ABSTRACT

A. Zuhdi Muhdlor: “tradition manakiban in Suci village manyar

districts Gresik (Study the Phenomenon Ritual Religious)” (Skripsi Faculty of Adab UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2016). This skripsi is the result of an ethnographic study of religious phenomena in Suci village Manyar districts Gresik. As for the subject matter or the core of this paper answers two following issues: (1) How context Socio-cultural place Wolulasan and Selikuran? (2) How emergence tradition wolulasan and selikuran in Suci Village Manyar District Gresik? (2) How procession tradition wolulasan and selikuran in Suci Village Manyar Districts Gresik?

In answering these questions, research using ethnographic methods to data collection, observation and interview. Anthropological approach used to describe the circumstances of society includes social conditions and of religious. Phenomenological theory is used to understand the phenomena occurring in the empirical sense of the general structure of the underlying phenomena every religious fact.

(8)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

[image:8.595.131.499.176.722.2]

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

TABEL TRANSLITRASI ... v

MOTO ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 7

E. Pendekatan dan Kerangka Teori ... 8

F. Penelitian Terdahulu ... 11

G. Metode Penelitian ... 12

(9)

BAB II : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Letak Geografis Desa ... 16

B. Perekonomian... 20

C. Pendidikan ... 21

D. Keagamaan ... 22

E. Kebudayaan ... 24

BAB III : MUNCULNYA TRADISI WOLULASAN DAN SELIKURAN A. Pondok Pesantren Daruttaqwa ... 30

B. Munculnya Tradisi Wolulasan dan Selikuran ... 38

C. Dasar dan Tujuan Tradisi Wolulasan dan Selikuran ... 45

BAB IV : PROSESI TRADISI WOLULASAN DAN SELIKURAN A. Prosesi Tradisi Wolulasan dan Selikuran... 46

B. Makna Yang Terdapat Dalam Tradisi Wolulasan dan Selikuran ... 49

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 61

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbicara tentang tasawuf, tidak bisa terlepas dari para sufi (sebagai bentuk pelaku tasawuf). Definisi tasawuf dirumuskan oleh para ulama dengan sangat bervariasi. Banyaknya definisi itu tidak menyebabkan adanya kontradiksi antar ragam definisi. Pada inti tasawuf adalah ajaran untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah.1

Dalam ilmu tasawuf sering kali dikenal istilah tarekat, tarekat secara harfiah berarti jalan yang mengacu pada sistem latihan meditasi maupun amalan-amalan (zikir, wirid dan lain-lain) yang dihubungkan dengan sederet guru sufi.2 Tarekat merupakan jalan menuju kebenaran, cara atau aturan hidup (dalam keagamaan atau dalam ilmu kebatinan) dan sebagai persekutuan para penuntut ilmu tasawuf.3

Tarekat adalah jalan yang harus ditempuh para sufi dan digambarkan sebagai jalan yang berpangkal pada syariat, menurut anggapan para sufi,

1

Muhamad Manan, Akhlak Tasawuf (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2012), 221. 2

Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2004), 8.

3

(11)

2

pendidikan mistik merupakan cabang dari jalan utama yang terdiri atas hukum Ilahi, tempat berpijak bagi setiap Muslim.4

Tarekat juga berarti organisasi yang tumbuh seputar metode sufi yang khas, setiap guru sufi dikelilingi oleh murid mereka dan kelak beberapa dari murid akan menjadi guru juga. Boleh dikatakan tarekat itu menyistematiskan ajaran dan metode-metode tasawuf. Seorang pengikut tarekat akan memperoleh kemajuan melalui sederet amalan-amalan berdasarkan tingkatan yang dilalui oleh semua pengikut tarekat. Dari pengikut biasa menjadi murid selanjutnya membantu syekh dan akhirnya ia menjadi guru yang mandiri.5

Sebuah tarekat biasanya terdiri dari syekh tarekat, pembantu syekh dan pengikut tarekat. Upacara keagamaan berupa baiat, ijazah, amalan-amalan tarekat dan wasiat yang diberikan oleh syekh tarekat kepada murid-murid atau pengikut tarekatnya.6

Sebagaimana telah diketahui bahwa tasawuf itu adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat mungkin, melalui penyesuaian rohani dan memperbanyak ibadah. Usaha mendekatkan diri ini biasanya dilakukan di bawah bimbingan seorang guru atau syekh. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan tarekat adalah cara dan jalan yang ditempuh seseorang dalam usahanya

4

Dadang Rahmad, Tarekat Dalam Islam Spiritualitas Masyarakat Modern (Bandung: Pustaka Setia, 2002), 100.

5

Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia (Bandung: Mizan, 1996), 15. 6

(12)

3

mendekatkan diri kepada Allah. Gambaran ini menunjukkan bahwa tarekat adalah tasawuf yang telah berkembang dengan beberapa variasi tertentu, sesuai dengan spesifikasi yang diberikan seorang guru kepada muridnya.

Dari tarekat yang ada terdapat tarekat yang bernama Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Istilah Qadiriyah wa Naqsabandiyah mengacu pada sebuah nama tarekat yang merupakan hasil rumusan atau formulasi dari dua sistem tarekat yang berbeda (Qadiriyah dan Naqsabandiyah) menjadi suatu metode tersendiri yang praktis untuk menempuh jalan spiritual.7

Tarekat Qadiriyah dibangun oleh Syekh Muhyiddin Abi Muhammad Abdul Qadir al-Jilani (1077-1166 M) yang mengacu pada mazhab Iraqi yang dikembangkan oleh al-Junaid al-Baghdadi (wafat 910 M), sedangkan tarekat Naqsabandiyah dibangun oleh Syekh Muhammad bin Muhammad Bahaudin al

-Uwaisi al-Bukhari al-Naqsabandi (1318-1389 M) yang didasarkan atas tradisi penduduk yang dipelopori oleh al-Bisthami (wafat 874 M).8

Tarekat gabungan ini didirikan oleh Syekh Ahmad Khatib Ibn Abd. Ghaffar al-Sambasi al-Jawi (1820-1872 M). Ia dilahirkan di Kalimantan Barat (Borneo). Setelah menyelesaikan pendidikan agama tingkat dasar di kota asalnya, Ahmad Khatib Sambas kemudian dikirim oleh orang tuanya untuk meneruskan pendidikannya ke Mekah dan menetap di sana.9

7

Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), 50. 8

Ibid., 50. 9

(13)

4

Bila dilihat dari perkembangannya Tarekat ini bisa juga disebut “Tarekat Sambasiyah” Tetapi Syekh al-Khatib tidak menamakan tarekatnya dengan namanya sendiri,10 Ia tidak mengajarkan tarekat Qadiriyah dan Naqsabandiyah secara terpisah, tetapi dalam satu kesatuan yang harus diamalkan secara utuh. Sehingga bentuk tarekat ini adalah tarekat baru yang memiliki perbedaan dengan kedua tarekat dasarnya.11

Pada umumnya masyarakat awam memahami bahwa Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah merupakan perpaduan dari dua tarekat besar yaitu tarekat Qadiriyah dan tarekat Naqsabandiyah. Padahal Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah yang terdapat di Indonesia bukanlah perpaduan dari dua tarekat besar saja. Sebenarnya tarekat ini adalah penggabungan ajaran lima tarekat: Qadiriyah, Naqsabandiyah, Anfasiyah, Junaydiyah, dan al-Muwafaqad.12 Mungkin karena pengamalan zikir yang lebih ditekankan adalah zikir jahar (keras) dan zikir khafi (diam), serta penonjolan dalam tawasul dan silsilah yang berasal dari tarekat Qadiriyah, serta dalam segi ajarannya dominan dari Naqsabandiyah, maka tarekat ini dinamakan Tarekat Qadiriah wa Naqsabandiyah.13

Di Jawa Timur, pusat penyebaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah yang sangat besar adalah Pondok Pesantren Rejoso Jombang pada masa

10

Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat, 49. 11

Ibid., 49. 12

Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsabandiyah (Jakarta: Al Husna Zikra, 1996), 53. 13

(14)

5

kepemimpinan KH. Romli Tamim. Tarekat ini berkembang melalui Syekh Ahmad Hasbu yang menjadi salah satu khalifah Syekh Ahmad Khatib yang berasal dari Madura. Tarekat ini kemudian dibawa ke Jombang oleh KH. Khalil (1820-1925 M). Ia adalah menantu KH. Tamim, pendiri Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang. Selanjutnya KH. Khalil menyerahkan kepemimpinan ini kepada iparnya, yaitu KH. Romli Tamim. Di antara Khalifah KH. Romli Tamim yang paling utama adalah KH. Muhammad Usman Al-Ishaqi. Ia tinggal di Surabaya dan mendirikan Pondok Pesantren Darul Ubudiyah Jatipurwo di Sawahpulo Surabaya.14 Setelah KH. Usman wafat diteruskan oleh putranya KH. Muhammad Asrori bin Usman, kemudian mendirikan Pondok Pesantren al-Fithroh di Kedinding Surabaya.15 Kemudian KH. Asrori bin Usman membaiat K.H. Munawwar Adnan Kholil yang waktu itu masih menjadi santri di Pondok Pesantren Darul Ubudiyah Jatipurwo Sawahpulo Surabaya. Untuk meneruskan perjuangan K.H. Usman dan KH. Asrori. Kemudian KH. Munawar Adnan Kholil mendirikan Pondok Pesantren Daruttaqwa di Suci Manyar Gresik.

Dalam Pondok Pesantren ini sistem pengajaran, amalan-amalan dan kegiatan keagamaan tidak jauh berbeda dengan Pondok Pesantren Darul Ubudiyah dan Pondok Pesantren al-Fithroh yang berpaham tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah salah satu dari amalan tarekat ini adalah manakib atau biasa disebut manakiban.

14

Kharisudin Aqib, Al-Hikam Memahami Teosofi Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), 59.

15

(15)

6

Manakiban dalam tradisi Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, dilaksanakan secara terpisah. Manakiban biasanya diadakan rutin setiap satu Minggu sekali, satu bulan sekali atau satu tahun sekali. Seperti manakiban di Pondok Pesantren Daruttaqwa yang dilakukan setiap bulan pada tanggal 15, 18 dan 21 sesuai perputaran bulan Qamariyah tahun Hijriah.

Keberadaan tradisi ini memberikan kontribusi dalam kehidupan antara masyarakat dan para santri Pondok Pesantren Daruttaqwa Karena adanya hubungan sosial yang terjadi dalam tradisi tersebut. Secara tidak langsung juga terdapat nilai silaturahmi dan sedekah. Dalam konteks inilah, proses tradisi keagamaan yang dimulai oleh K.H. Munawwar Adnan Kholil pada tahun 1987.16 memunculkan nilai yang diyakini akan membawa berkah bagi yang melaksanakannya.

Dari latar belakang inilah penulis mencoba meneliti lebih jauh tentang tradisi Manakiban yang telah menjadi bagian dari kehidupan dan tradisi masyarakat Suci terutama bagi santri Pondok Pesantren Daruttaqwa.

B. Rumusan Masalah

Skripsi berjudul “Tradisi Manakiban di Desa Suci Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik (Studi Fenomena Ritual Keagamaan)” mengkaji persoalan

yang berkaitan dengan prosesi tradisi Manakiban yang dilakukan oleh warga dan santri Pondok Pesantren Daruttaqwa di Desa tersebut. Agar penulisan skripsi ini terarah penulis membatasi pembahasan, agar lebih terfokus dalam penulisan

16

(16)

7

skripsi ini penulis hanya membahas tradisi manakib wolulasan dan Selikuran yang diadakan oleh H. Mahfud dan H. Khulud (H. Mahfud adalah warga asli Suci. Sedangkan H. Khulud adalah anak dari H. Mahfud) yang melibatkan warga Suci dan juga para santri Pondok Pesantren Daruttaqwa. Agar mendapat gambaran yang lebih jelas dari identifikasi masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana Konteks Sosial Budaya Tempat dilakukannya Wolulasan dan Selikuran?

2. Bagaimana Munculnya Tradisi Wolulasan dan Selikuran di Desa Suci Manyar Gresik?

3. Bagaimana Prosesi Tradisi Wolulasan dan Selikuran di Desa Suci Manyar Gresik?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, adapun tujuan yang ingin penulis sampaikan, antara lain:

1. Untuk Mengetahui Konteks Sosial Budaya Tempat Dilakukannya Wolulasan dan Selikuran.

2. Untuk Mengetahui Munculnya Tradisi Wolulasan dan Selikuran di Desa Suci Manyar Gresik?

3. Menjelaskan Prosesi Tradisi Wolulasan dan Selikuran di Desa Suci Manyar Gresik?

(17)

8

Adapun manfaat penelitian ini antara lain: 1. Secara Akademik (Praktis)

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi penelitian dalam bidang kesejarahan.

b. Memberikan sumbangan wacana bagi perkembangan perbendaharaan ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang sejarah.

2. Secara ilmiah (Teoritis)

a. Untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar S-1 pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab Dan Humaniora di Universitas Islam Negeri Surabaya.

b. Untuk memperkaya kajian kebudayaan yang ada di Jawa khususnya di Jawa Timur.

E. Pendekatan dan Kerangka Teori

1. Pendekatan

(18)

9

guna mengetahui keadaan masyarakat yang bersangkutan dalam keadaan sekarang tanpa melupakan masa lampau.17

Antropologi memberikan bahan prehistoris sebagai pangkal bagi setiap penulis sejarah. konsep-konsep tentang kehidupan masyarakat dikembangkan oleh antropologi, akan memberi pengertian untuk mengisi dari peristiwa sejarah yang menjadi pokok penelitian.18 Pendekatan antropologi dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktek keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.19

2. Kerangka Teori

Fenomenologi berasal dari dua kata yakni; phenomenon yang berarti realitas yang tampak, dan logos yang berarti ilmu. Maka fenomenologi dapat diartikan sebagai ilmu yang berorientasi untuk mendapatkan penjelasan dari realitas yang tampak.20 Fenomenologi berusaha mencari pemahaman bagaimana manusia mengonstruksi makna dan konsep penting dalam kerangka intersubjektivitas (pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain).

Fenomenologi adalah hakikat dari fenomena yang dimengerti dalam arti empiris dari struktur umum satu fenomena yang mendasari setiap fakta.

17

T.O Ihromi, Pokok-Pokok Antropologi Budaya (Jakarta: Gramedia, 1990), 19. 18

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: PT. Rienka Cipta, 1990), 36. 19

Abudin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), 35.

20

Laras Lestari, “Teori Fenomenologi”, dalam

(19)

10

Dalam mempelajari fenomena agama bidang studinya meliputi fakta yang bersifat subjektif seperti pikiran, perasaan dan maksud-maksud seseorang, yang diungkapkan dengan tindakan-tindakan.21

Fenomenologi agama yaitu suatu cara memahami agama yang ada dengan sikap apresiatif tanpa semangat penaklukan atau pengafiran. Metode ini menghindari sikap eksternal, menganggap agama orang lain pasti salah dan hanya agamanyalah yang benar, tetapi melalui pendekatan untuk menjadi pemerhati dan pendengar sehingga dapat memahami dan menghargai keberagaman orang lain tanpa meninggalkan keimanannya sendiri.22 Dengan kata lain, untuk memperkuat keyakinan terhadap kebenaran agamanya, tidak dengan cara mencari kesalahan agama lain, tetapi memahami pemahaman orang lain justru untuk memperkuat keyakinan agama sendiri.

Pemahaman suatu fenomena religius meliputi empati terhadap pengalaman, pemikiran, emosi, ide-ide dari orang lain dan lain-lain. Pemahaman-pemahaman yang bersifat subjektif inilah yang membuat fakta menjadi tindakan kebaktian, bukan sekedar gerakan-gerakan. Keadaan ini kita anggap subjektif, dalam arti semua ini terjadi dalam subjek manusia.23

Fenomenologi mengacu pada analisis kehidupan sehari-hari dari sudut pandang orang yang terlibat di dalamnya, dan menekankan pada peresepsi dan

21

Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, diterjemahkan oleh Kelompok Studi Driyarkara (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 3.

22

Ibid., 8. 23

(20)

11

interpretasi orang mengenai pengalaman mereka sendiri. fenomenologi melihat komunikasi sebagai sebuah proses membagi pengalaman personal melalui dialog atau percakapan.

Jadi fenomenologi mengacu pada sebuah fenomena yang terjadi sesuai dengan pengalaman yang dialami secara langsung. Seperti fenomena yang terjadi di Suci, dalam tradisi wolulasan dan selikuran yang pernah dialami langsung oleh penulis.

Dengan teori tersebut diharapkan dapat mempermudah dalam mengerjakan penulisan Skripsi yang berjudul “Tradsi Manakiban di Desa

Suci Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik (Studi Fenomena Ritual Keagamaan)”.

F. Penelitian Terdahulu

Kajian tentang manakib sudah pernah ditulis oleh beberapa mahasiswa. Adapun beberapa Penelitian terdahulu tentang manakib antara lain: 1. Skripsi: Tradisi Sewelasan di Pondok Pesantren Shibghotallah Dusun

Bahudan Desa Wuluh Kecamatan Kesamben Kabupaten Jombang, Oleh: Ari Ardianti, Fakultas Adab UIN Sunan Ampel Surabaya tahun, 2014. Skripsi ini menjelaskan tradisi sewelasan itu hampir sama dengan haul dan dilaksanakan setahun sekali.

(21)

12

Fakultas Usuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya tahun, 2015. Skripsi ini menjelaskan makna spiritual yang terkandung dalam manakib Syekh Abdul Qadir al-Jilani.

3. Insan Kamil Menurut Syekh Abdul Qadir al-Jilani, Oleh: Joko Fatchul Mubin, Fakultas Usuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya. Skripsi ini menjelaskan insan kamil menurut pandangan Syekh Abdul Qadir al-Jilani. 4. Manakib Syekh Abdul Qadir al-Jilani Dalam Perspektif Alquran, Oleh: M.

Ainur Rokhim, Fakultas Usuluddin dan filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya. Skripsi ini memahami manakib Syekh Abdul Qadir al-Jilani dengan perspektif Alquran.

Pada penulisan skripsi ini akan lebih ditekankan pada alasan diadakannya tradisi manakib wolulasan dan selikuran oleh H. Mahfud dan H. Khulud setiap bulan. Di mana dalam tradisi tersebut melibatkan warga Suci dan para santri Pondok Pesantren Daruttaqwa.

G. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif karena bentuk penelitian ini lebih menekankan pada proses dan makna, karena makna mengenai sesuatu sangat ditentukan oleh proses bagaimana ketentuan itu terjadi.24 Pada

24

(22)

13

pendekatan ini, peneliti menekankan sifat realitas yang terbangun secara sosial, hubungan erat antara peneliti dengan subjek yang diteliti.25

Penelitian lapangan (fiel research) digunakan untuk mengamati kehidupan sosial masyarakat secara langsung di lapangan. Dengan tujuan dapat menemukan dan memahami fenomena yang terjadi.

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang sesuai dengan harapan, maka penelitian dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Metode Pengumpulan Data

Metode adalah sebuah prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang memiliki langkah-langkah secara sistematis.26 Tahapan-tahapan dalam penelitian ini ditempuh dengan menggunakan metode sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi adalah pengumpulan data dengan menggunakan indra, tentang fenomena-fenomena yang terjadi. Observasi berperan pasif baik yang dilakukan secara formal maupun informal untuk mengamati berbagai aktivitas dan dapat dilakukan beberapa kali sesuai dengan kebutuhan.27 Pengamatan yang dimaksud pada artefak dan kelakuan

b. Wawancara

25

Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 34.

26

Arif Furchan, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif (Surabaya: Usaha Nasional, 1996), 21. 27

(23)

14

Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan berhadapan secara langsung dengan yang diwawancarai, tetapi dapat juga diberikan daftar pertanyaan dahulu untuk dijawab pada kesempatan lain.28 Teknik ini digunakan untuk mengetahui tradisi (Tata kelakuan = ide = tradisi) yaitu syafaat dan berkah.

c. Dokumentasi

Dokumentasi yang dimaksud adalah Pengumpulan, pemilihan, pengolahan dan penyimpanan informasi. Untuk dijadikan sebagai bukti keterangan (seperti foto pelaksanaan tradisi, rekaman wawancara dan lain-lain)

2. Teknik Penulisan Data a. Deskriptif

Untuk menganalisis data yang diperoleh, penulis menggunakan teknik deskriptif yaitu dengan cara menguraikan data yang didapat atau menerjemahkan sehingga menjadi jelas dan konkret. dari teknik ini penulis memberikan gambaran mengenai data yang didapat dari tradisi Manakiban di Suci Manyar Gresik.

b. Interpretasi

pemberian kesan, pendapat atau pandangan teoritis dalam sebuah penafsiran dengan cara mencari keterkaitan data kemudian diambil suatu kesimpulan guna mendapatkan fakta.

28

(24)

15

3. Penulisan Laporan

Langkah terakhir dalam proses penelitian adalah pemaparan hasil penelitian yang telah dilakukan, mencakup penyusunan dan penulisan hasil penelitian berdasarkan data yang diperoleh untuk menggambarkan secara keseluruhan aspek unsur Islam dan budaya lokal dalam tradisi manakib, yang meliputi pengamatan dan penyusunan subyek itu sendiri.

H. Sistematika Bahasan

Untuk mempermudah pemahaman dalam menyajikan pokok permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini, maka perlu adanya langkah-langkah yang sistematis, jika dijabarkan terdapat lima bab sebagi berikut:

Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi tentang garis-garis besar penelitian skripsi. Bab ini merupakan gambaran umum tentang seluruh rangkaian penulisan skripsi sebagai dasar pijakan bagi pembahasan di bab-bab berikutnya.

Bab kedua akan dijelaskan deskripsi lokasi yang akan dijadikan tempat penelitian.

Bab ketiga akan dijelaskan sejarah munculnya tradisi wolulasan dan selikuran yang ada di Suci.

Bab keempat akan dijelaskan prosesi tradisi wolulasan dan selikuran serta menjelaskan makna-makna yang terdapat dalam tradisi manakib wolulasan dan selikuran. Makna yang akan ditulis merupakan persepsi dari peneliti setelah melakukan wawancara kepada narasumber.

(25)

BAB II

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Letak Geografis Desa Suci

Kabupaten Gresik terletak di sebelah Barat Laut dari Ibukota Propinsi Jawa Timur (Surabaya) dengan luas 1.191,25 kilometer persegi dengan panjang Pantai ± 140 kilometer persegi. Secara geografis, wilayah Kabupaten Gresik terletak antara 112o– 113o Bujur Timur dan 7o– 8o Lintang Selatan. Wilayahnya merupakan dataran rendah dengan ketinggian 2 – 12 meter di atas permukaan air laut kecuali Kecamatan Panceng yang mempunyai ketinggian 25 meter di atas permukaan air laut.

Gresik memiliki luas 1.191,25 km². Kabupaten Gresik terbagi dalam 18 Kecamatan dan terdiri dari 330 desa dan 26 kelurahan. Salah satu dari beberapa desa tersebut adalah Desa Suci. dengan batasan wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara: Desa Pongangan dan Sukomulyo Kecamatan Manyar.

2. Sebelah Selatan: Desa Dahan Rejo dan Desa Kembangan Kecamatan Kebomas.

3. Sebelah Barat: Desa Tebalo dan Desa Banjarsari Kecamatan Manyar. 4. Sebelah Timur: Desa Yosowilangun Kecamatan Manyar.

(26)

17

dilintasi jalan Kabupaten, disambungkan dengan jalan beraspal yang menghubungkan dengan desa lain. Desa Suci terbagi satu dusun yaitu Dusun Pedukuan dengan 25 Rukun Warga (RW) dan 136 Rukun Tetangga (RW).1

Kehidupan masyarakat Suci merupakan kehidupan masyarakat yang agami, interaksi sosial masyarakatnya sangat harmonis dan rukun, satu sama lain saling menghargai dan menghormati sehingga terciptalah lingkungan yang kondusif, aman, tenteram dengan menjunjung tinggi nilai-nilai gotong-royong dalam membangun.

Jumlah penduduknya pada bulan Januari tahun 2016 mencapai 21.680 jiwa dengan luas wilayah 389.522 Ha dan rata-rata kepadatan penduduknya mencapai 3.650 jiwa dengan rincian ke pendudukan sebagai berikut:

Jumlah Kepala Keluarga2:

No Keterangan KTP Suci Domisili Jumlah

1 Laki-laki 4350 530 4880

2 Perempuan 4150 460 4610

3 Jumlah total 9490

1

Data File Desa Suci Gresik.

2

(27)

18

Jumlah Penduduk Menurut Jenis kelamin:3

No Umur Laki-Laki Perempuan Total

1 0 – 4 Tahun 356 350 706

2 5 – 9 Tahun 723 767 1490

3 10 –14 Tahun 680 652 1332

4 15 – 19 Tahun 765 756 1521

5 20 – 24 Tahun 745 784 1529

6 25 – 29 Tahun 735 760 1495

7 30 – 34 Tahun 610 775 1385

8 35 – 39 Tahun 610 775 1385

9 40 – 44 Tahun 660 668 1328

10 45 – 49 Tahun 720 756 1476

11 50 – 54 Tahun 657 768 1425

12 60 – 64 Tahun 557 557 1114

13 65 – 69 Tahun 668 697 1365

14 70 – 74 Tahun 490 589 1079

Dilihat dari topografi dan kontur tanah Desa Suci secara umum berupa persawahan dan perbukitan yang berada pada ketinggian antara 640 s/d 700 m di atas permukaan laut. Dengan suhu rata-rata 22 s/d 28o celsius.

3

(28)

19

Pemerintahan Desa Suci dipimpin oleh Kepala Desa dan dibantu sembilan orang Perangkat Desa, sedangkan BPD Suci terdiri dari sebelas orang anggota.

Struktur organisasi pemerintahan Desa Suci Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik:4

1. Kepala Desa : Khoirul Dholam 2. Plt. Sekretaris Desa : Muhammad Miftach 3. Kepala Urusan Umum : Anang Fathur Rozi 4. Kepala Urusan Keuangan : Reea Ainul Hayati 5. Kepala Seksi Trantib : Suhariyanto

6. Kepala Seksi Ekbang : Khourua Sobri 7. Kepala Seksi Pemerintahan : Mohammad Abduh 8. Kepala Seksi Kerja : Mutaabit

9. Kepala Dusun : Nurul Azhar

10. Kepala Dusun : Niafatul Mufidah

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Suci:

1. Ketua : Hasan Basri

2. Wakil Ketua : H. Abdul Halim

3. Sekretaris : Khoirul Huda

4. Anggota : Abdul Jalal

5. Anggota : M. Rofii

6. Anggota : M. Muhsin Ishaq

4

(29)

20

7. Anggota :Agung Heri Purwanto

8. Anggota : Supriyanto

9. Anggota : Mulyono

10. Anggota : Pramito

11. Anggota : Sugiyanto

B. Perekonomian

Berdasarkan data dari kantor Desa Suci, tidak terlalu mencantumkan ekonomi warganya, karena Desa Suci merupakan kategori desa swasembada (usaha mencukupi kebutuhan sendiri). Perekonomian Desa Suci umumnya merupakan masyarakat yang bertumpu pada pertanian, perkebunan. Selain dari hasil pertanian dan perkebunan, perekonomian warga Suci bertumpu pada banyak galian, baik untuk bahan baku pembuatan pupuk, bahan bangunan, maupun untuk bahan baku kapur gamping, selain itu juga ada yang bekerja di industri, wiraswasta dan juga pegawai negeri sipil.

C. Pendidikan

Pendidikan adalah salah satu aspek yang penting, yang dapat menunjang kehidupan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Karena menurut pola pikir masyarakat sekarang, semakin tinggi tingkatan pendidikan, maka derajat sosial lingkungan masyarakat pun terangkat, karena ini pendidikan menjadi satu faktor penting yang aktual sepanjang zaman5

5

(30)

21

Pendidikan sangatlah dibutuhkan di era reformasi ini. Tanpa adanya pendidikan, seseorang tidak akan bisa maju dan mengembangkan pengetahuan serta pengalaman yang ada. Sebagai generasi penerus bangsa, kita dituntut untuk dapat mengembangkan pendidikan berdasarkan wawasan kita. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting untuk meningkatkan kesejahteraan.

Jumlah lembaga pendidikan formal di Desa Suci:6

No Tingkatan Pendidikan Jumlah Lembaga

1 PAUD Delapan Lembaga

2 TK Tuju Lembaga

3 SD/MI Lima Lembaga

4 SMP/MTS Dua Lembaga

5 SMK/MA Empat Lembaga

6 PERGURUAN TINGGI Dua Lembaga

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan dan perekonomian bagi masyarakat. Dari sarana pendidikan yang ada di Desa Suci ini diharapkan dapat meningkatkan aspek pendidikan sehingga mendorong timbulnya keterampilan dan wirausaha sehingga meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

6

(31)

22

Di Desa Suci selain terdapat pendidikan formal juga terdapat pendidikan nonformal. adapun pendidikan nonformal yang dimaksud adalah pendidikan keagamaan. Pendidikan itu meliputi: TPQ, Madrasah Diniyah tingkat MI, Madrasah Diniyah tingkat Tsanawiyah, Madrasah Diniyah tingkat Aliyah. Adapun tempat pelaksanaan pendidikan nonformal di laksanakan di Pondok-Pondok yang terdapat di Desa Suci antara lain: Pondok-Pondok Pesantren Mambaus Sholihin, Pondok Pesantren Daruttaqwa dan Pondok Pesantren Roudlotul Mutaallimin.

D. Keagamaan

Kondisi keagamaan di Desa Suci terbilang sangat bagus hal ini dapat dilihat dari banyaknya masjid dan langgar yang ada di desa tersebut. Bahkan terdapat tiga Pondok Pesantren yang berdiri di desa tersebut. Jadi tidak diragukan lagi Desa Suci pasti sangat mencerminkan sebagai desa yang agami dan islami.

Warga Desa Suci mayoritas beragama islam dan menganut paham Nahdlatul Ulama (NU) sebagai pedoman mereka dalam beribadah. Dalam kegiatan keagamaan, masyarakat Suci cenderung mewarnai kehidupan sehari-hari dengan agama, baik itu fisik maupun mental budaya. Semua itu dapat dilihat dari aktivitas-aktivitas islami yang berkembang sebagai berikut:

1. Tahlilan

(32)

23

kepada keluarga yang telah meninggal dunia. Kegiatan tahlilan ini dilakukan satu Minggu sekali. Biasanya dilakukan rutin setiap hari Kamis setela salat magrib. selain tahlilan yang dilakukan rutin setiap satu Minggu sekali, tahlilan juga dilakukan ketika ada warga yang meninggal dunia, yaitu selama tuju hari pasca meninggal dunia.

2. Istigasah

Istigasah berarti meminta pertolongan kegiatan ini dilakukan di setiap masjid atau langgar baik di kampung atau di pesantren, yaitu tepatnya selesai salat magrib. Istigasah adalah kegiatan pembacaan kalimat tayibah dan zikir kepada allah secara bersama-sama yang dipimpin imam salat magrib hingga selesai.

Pada bulan Ramadan kegiatan istigasah ini di hentikan dan setelah Ramadan selesai kegiatan kembali seperti semula. Karena setiap bulan Ramadan seluruh kegiatan diganti dengan membaca Alquran dan mengaji kitab kuning setelah salat tarawih.

E. Kebudayaan

Kebudayaan merupakan hasil dari cipta, rasa dan karsa manusia yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia di dunia.7 Hasil dan penciptaan manusia seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat antara keseluruhan pengetahuan manusia dan makhluk yang digunakan untuk

7

(33)

24

memahami lingkungan serta pengalamannya yang kemudian menjadi pedoman tingkah lakunya.

Pada dasarnya masyarakat pulau Jawa sangat kental dengan masalah tradisi dan budaya. bahkan tidak jarang tradisi dan kebudayaan tersebut dapat bertahan sampai saat ini.

Bagi orang Jawa, hidup ini penuh dengan upacara, dalam hal ini corak dan kebudayaan yang ada di Desa Suci Manyar Gresik cenderung pada tradisi dan kebudayaan islam yang sangat kental keberadaannya dalam lingkungan masyarakat. Kenyataan itu terlihat dari adanya berbagai kebudayaan yang bersifat keagamaan, sifat keagamaan tersebut merupakan suatu gerak budaya yang diwujudkan dalam kehidupan masyarakat yang ada dan mempunyai unsur keagamaan.8 Seperti kebudayaan islam yang ada di Desa Suci Manyar Gresik berikut ini:

1. Selamatan

Acara selamatan merupakan upacara yang dilakukan untuk mendoakan orang yang telah meninggal dunia. Selamatan ini dilakukan mulai dari hari pertama meninggal dunia sampai hari ketujuh. Setelah itu dilanjutkan pada hari ke 40 kemudian ke 100 dan hari ke 1000.

Selamatan dilakukan dengan membaca Yasin dan tahlil yang dikhususkan kepada orang yang meninggal. Dalam acara selamatan ini

8

(34)

25

keluarga yang ditinggalkan menyiapkan nasi yang dihidangkan kepada warga yang mengikuti acara tersebut.

2. Mauludan

Setiap memasuki tanggal 12 Rabiul Awal, terdapat kegiatan yang dilakukan di Desa Suci maupun di Pondok Pesantren Daruttaqwa. Mauludan yaitu acara yang dilakukan untuk memperingati lahirnya Nabi Muhammad. Kegiatan mauludan ini tidak jauh berbeda dengan daerah lain yang memperingati mauludan dengan membaca Diba’ (Diba’an). Tempat pelaksanaannya dilakukan di langgar-langgar dan masjid.

3. Isra Mikraj

Peringatan isra mikraj Nabi Muhammad. Tradisi ini dilakukan dengan tujuan untuk memperingati perjalanan Nabi Muhammad yang mendapatkan perintah untuk menunaikan Salat lima waktu. Cara pelaksanaannya sama dengan mauludan. Bedanya dalam peringatan Isra Mikraj ini juga disertai dengan pengajian atau ceramah agama yang diberikan oleh tokoh agama setempat kepada masyarakat Desa Suci.

4. Tingkeban atau mitoni

(35)

26

5. Akikah

Akikah dilakukan pada masa anak diberi nama dan diadakan pemotongan (pencukuran) rambut. Akikah dilakukan pada saat bayi berusia tujuh hari. Dalam akikah ini juga disertai penyembelihan ternak. Semisal anak yang akan di akikahi laki-laki maka penyembelihan dua kambing dan kalau perempuan satu kambing.

6. Rebo Wekasan

(36)

27

buahnya manis sehingga Kampung tersebut dinamakan kampung Asemanis sampai sekarang.

Selanjutnya kebutuhan air lama-lama tidak mencukupi, maka atas petunjuk Kanjeng Sunan Giri diperintahkannya kerabat tadi untuk menelusuri lereng bukit di sebelah utara kampung Asemanis kemudian kerabat tadi melihat kerimbunan pohon-pohon besar di tempat itu , ada pohon Randu, pohon Beringin, pohon Abar, Pohon Kayu tangan, dan Pohon kesono yang sangat rimbun, lalu kerabat tersebut mendekat dan melihat-lihat di bawah kerimbunan pohon-pohon tadi terdapat sumber air yang sangat jernih dan besar sampai airnya meluap ke permukaan tanah sehingga kalau untuk kebutuhan sesuci sangat baik dan memenuhi syarat menurut Agama. Dari cerita tersebut kemudian kampung itu dinamakan Kampung Suci/Desa Suci.

Karena telah ditemukannya sumber air yang sangat besar itu kemudian Masjid yang ada di Kampung Asemmanis dipindahkan ke dekat sumber air suci yang sekarang menjadi Sebuah tempat pemandian yang disebut sendang sono, sedangkan Masjid tersebut diberi nama Masjid Mambaut Thoat.

(37)

28

Kemudian setelah bertahun-tahun berjalan, dalam acara rebo wekasan diadakan hiburan yang berbeda-beda dari tahun ke tahun seperti: wayang kulit, panggung sandiwara islami, layar tancap. Karena diadakannya hiburan-hiburan ini menjadikan rebo wekasan setiap tahunnya bertambah ramai sehingga banyak orang yang berjualan. Awalnya penjual hanya sebatas makanan dan minuman yang sederhana antara lain kacang rebus, serabi, ketupat keteg dan dawet dan cao plek. Namun semakin berkembangnya zaman makanan tersebut sulit dicari, sekarang para penjual banyak yang berjualan barang-barang modern seperti baju kosmetik aksesori dan lain-lain.

Dalam acara rebo wekasan diantaranya kirab tumpeng raksasa, tumpeng tersebut dikirab diiringi dengan hadrah dan bacaan selawat Nabi Muhammad. Kirab ini dimulai dari kampung Asemanis menuju Masjid Mambaut Thoat. Selain itu dalam tradisi ini juga dilakukan pembacaan Alquran mulai hari senin pagi sampai selasa sore. Kemudian pada hari selasa malam Rabu diadakan hadrah dan salat malam.9

9

(38)

BAB III

MUNCULNYA TRADISI WOLULASAN DAN SELIKURAN

A. Pondok Pesantren Daruttaqwa

Sebelum membahas tradisi wolulasan dan slikuran terlebih dahulu akan dijelaskan Pondok Pesantren Daruttaqwa karena dalam tradisi wolulasan dan selikuran ini melibatkan KH. Munawar Adnan Kholil selaku pendiri Pondok Pesantren Daruttaqwa.

Adapun pendirian Pondok Pesantren Daruttaqwa ini berawal dari kedatangan seorang muslim yang saleh ke Desa Suci manyar Gresik (1875 M) untuk melaksanakan dakwah Islami, beliau bernama Mbah Brojo yang bersal dari Soca Bangkalan Madura.

Di Desa Suci Manyar Gresik, Mbah Brojo membangun langgar yang dikenal dengan sebutan langgar Mbah Brojo, di langgar ini Mbah Brojo membimbing masyarakat Desa Suci untuk melaksanakan ajaran Agama Islam. Dengan kesabaran dan ketekunan Mbah Brojo dalam membimbing masyarakat desa Suci akhirnya mereka menjadi masyarakat yang taat dalam menjalankan ajaran Agama Islam.1

Setelah kurang lebih 10 tahun Mbah Brojo dengan tekun mengajarkan dan membimbing masyarakat Desa Suci, kemudian ia menikah dengan Nyai Sihhah.

1

Muhammad Kiswono, “Biografi KH. Munawar Adnan Khalil” , dalam

(39)

30

Dari pernikahan ini beliau dikaruniai 2 anak yaitu: Mbah K.Sholeh (menantu Kiai Abdul Jabbar) Dukun Sidayu, saudara tua KH. Fakih Maskumambang. Nyai Maryam, menikah dengan Mbah Ismail.

Pernikahan Nyai Maryam dengan Mbah Ismail kemudian dikaruniai dua anak, yakni Nyai Mas’amah dan Nyai Dewi Muslihah. Nyai Mas’Amah menikah

dengan Kiai Kholil dari Manyar. Kiai Kholil adalah santri Kiai Khozin Pondok Pesantren Langitan Widang Tuban Lamongan dan juga pernah menjadi santri Kiai Kholil Bangkalan.

Pada tahun 1932 M Kiai Kholil (Suci) ingin meneruskan perjuangan Mbah Bojo dengan mendirikan langgar yang dikenal dengan sebuatan “Langgar Kiai Kholil”. Di langgar ini Kiai Kholil meneruskan perjuangan mbah Brojo dalam

membimbing masyarakat Suci untuk melaksanakan ajaran islam.2

Setelah Kiai Kholil wafat (1961 M) dilakukan Pembangunan Pondok Pesantren di sekitar langgar tersebut oleh cucu Kiai Kholil yang bernama KH. Munawar Adnan Kholil yang telah selesai belajar di Pondok Pesantren Jati Purwo Sawah Pulo Surabaya. Pendirian pondok ini atas perintah dari gurunya KH. Usman al-Ishaqi dan putranya KH. Ahmad Asrori untuk melanjutkan perjuangan Kiai Kholil dengan Mendirikan Pondok Pesantren, Hal ini dimaksudkan untuk menyelamatkan peninggalan Kiai Kholil. Namun Menurut cerita Hasbi Mubarok sewaktu mendapat perintah tersebut KH. Munawar Adna Kholil masih kerasan

2

(40)

31

(betah tinggal) di pondok akhirnya KH Munawar Adnan Kholil meminta izin kepada KH. Usman al-Ishaqi agar diperbolehkan mondok sampai 20 tahun untuk lebih mendalami ilmunya. Namun sebelum mondok selesai KH. Usman al-Ishaqi terlebih dahulu wafat pada tanggal 1984 M sehingga kepemimpinan Pondok Pesantren diteruskan anak-anaknya. Kemudian setelah 20 tahun, KH. Munawwar Adnan Kholil meminta izin Kepada KH. Ahmad Asrori dan KH. Arifin untuk boyong (pulang ke rumah). Tetapi KH. Ahmad Asrori dan KH. Arifin tidak memperbolehkan KH. Munawar Adnan Kholil untuk pulang terlebih dahulu, karena beliau akan diajak pulang bersama dengan rombongan para Kiai Jati Purwo (KH. Ahmad Asrori Usman dan KH. Arifin Usman) untuk langsung meresmikan pondok pesantren tersebut. Pondok Pesantren ini diresmikan oleh KH. Ahmad Asrori bersama KH. Arifin pada tanggal 1 Maret 1987. Pondok pesantren ini kemudian diberi nama Daruttaqwa yang artinya “Rumah orang -orang yang bertaqwa”.3

Sebagi seorang murid yang patuh pada perintah gurunya akhirnya KH. Munawwar Adnan Kholil melaksanakan perintah yang diberikan KH. Usman al-Ishaqi dan KH. Ahmad Asrori akhirnya mulai dibangun lima kamar di sekitar langgar yang kemudian ditempati lima santri putra pertama, 3 santri dari Madura dan 2 santri dari Semarang.4 Kemudian pada 1 Maret 1989 Pondok Pesantren

3

Mohammad Sufai, Wawancara, Gresik, 21 Mei 2016. 4

(41)

32

Daruttaqwa diresmikan oleh Bupati Gresik H. Amiseno.5 Lambat laun Pondok Pesantren Daruttaqwa yang didirikan oleh KH. Munawwar Adnan Kholil mulai dikenal dan banyak santri yang mondok di Pondok Pesantren tersebut baik berasal dari Gresik maupun dari luar seperti Semarang, Madura, Sulawesi, Lamongan dan lain-lain. Dalam waktu singkat santrinya semakin bertambah terus. Pada tahun 1988 santrinya sudah berjumlah 75. Sampai pada akhir tahun 1993 jumlah santri menetap di pondok tercatat sebanyak 425 santri. Dan hingga saat ini santrinya telah mencapai 9000 santri. Karena jumlah santri semakin bertambah kemudian dibangun kamar-kamar baru yang berada di sebelah utara pondok pesantren yang lama.

KH. Munawwar Adnan Kholil dilahirkan dari Bapak Mohammad Adnan dan ibu afwah pada hari Jumat Pon setelah Salat Asar tanggal 21 Ramadan 1305 H atau 23 Nopember 1954, di Desa Suci Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik. KH. Munawwar Adnan kholil semasa kecil sudah di ajari ilmu agama oleh ayahnya. Beliau juga belajar ilmu fikih, nahwu dan sorof pada Kiai Abdulah Faqih dan Kiai Muhamad Amin. Di samping belajar dalam bidang agama ia juga pernah sekolah formal di Madrasah Ibtidaiyah Nurul Islam Pongangan kemudian meneruskan belajar ke Pondok Pesantren Darul Ubudiyah Jati Purwo Sawahpulo Surabaya yang di asuh KH. Usman al-Ishaqi.

5

(42)

33

Semasa hidupnya KH. Munawwar Adnan Kholil terkenal sebagai sosok yang sabar dan tidak sombong karena ia tidak membeda-bedakan. Bahkan, terhadap orang yang baru dikenalnya ia bersikap apa adanya seperti menanggapi para saudaranya. Sehingga masyarakat sekitar sangat menghargai dan menghormati beliau sebagai sosok kiai yang berwibawa dan juga rendah hati. KH. Munawwar Adnan Kholil termasuk seorang ahli tulis (mengarang kitab), bahkan ketika sedang sakit beliau tetap mengarang kitab. Diantara kitab-kitab karangannya yaitu: 1. Tafsiatul Qulub, 2. Badrul Allam ala Nahjil Atam Fitabwibil Hikam, 3. Roudlotul Muhibbin Nubdatun Qolilatin min Ihya’ulumudin, 4. Manaqibul auliya’ul Falihin, An-Naful Amin, 5. Faidulilah Fi Fadlhli Dzikrillah, 6. Ajwibatul Mardiyah Fi Maulidi Koiril Bariyah.7. Al-Wadoiful Robbaniyah, 8. Hilyatul Auliya, 9. Koiruzzad Fil Hajji, 10. Syarah Risalah Qusairiyah. Dari kitab-kitab tersebut sekarang telah dipakai sebagai kitab untuk mengajar santri-santrinya.

(43)

34

Pondok Pesantren diteruskan oleh menantu dari perenikan anaknya yang pertama yaitu H. Ainul Muttaqin dari tanggal 27 November 2012 sampai sekarang.

Pondok Pesantren Daruttaqwa berbasis tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah yang diadopsi oleh K.H. Munawwar Adnan Kholil dari gurunya K.H. Utsman al-Ishaqi dan K.H. Ahmad Asrori. Salah satu amalan atau kegiatan yang diadopsi dari Pondok Pesantren Jatipurwo adalah manakiban.

Manakiban adalah ritual yang menjadi tradisi dalam Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Selain memiliki aspek seremonial manakiban juga memiliki aspek mistik. Sebenarnya kata manakiban berasal dari kata manaqib (bahasa Arab), yang berarti biografi ditambah akhiran: -an, menjadi manakiban sebagai istilah yang berarti kegiatan membaca manakib (biografi).6

Lebih jelasnya manakib merupakan sesuatu yang diketahui dan dikenal pada diri seseorang berupa prilaku dan perbuatan yang terpuji di sisi Allah, sifat-sifat yang manis lagi menarik, pembawaan dan etika yang baik lagi indah, kepribadian yang bersih, suci lagi luhur, kesempurnaan-kesempurnaan yang tinggi lagi agung, serta karomah-karomah yang agung di sisi Allah.

Dari pemaparan di atas, dapat diambil suatu pengertian bahwa manakib adalah riwayat hidup yang berhubungan dengan seorang tokoh yang menjadi suri teladan baik dalam silsilahnya, akhlaknya, karomah-karomahnya dan lain-lain.

Sebagaimana yang telah diuraikan bahwa manakib adalah cerita mengenai kekeramatan para kekasih Allah yang mempunyai karomah dan akhlak mulia.

6

(44)

35

Sengaja pada fase ini perlu diketahui tentang sejarah asal-usul manakiban, dengan tujuan agar masyarakat Islam memahami secara jelas latar belakang adanya manakiban yang sampai sekarang masih terus berkembang di tengah-tengah masyarakat Islam di beberapa daerah di Indonesia.

Apabila memahami isi kandungan Alquran di dalamnya banyak mengisahkan tentang orang saleh zaman dulu, maka sebenarnya manakib itu sudah ada sebelum zaman Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa Sallam, maupun sesudah beliau wafat. Ini bisa dilihat dari adanya manakib Ashab al-Kahfi, mankib Luqman, manakib Maryam, manakib Dhul al-Qarnayn dan lain-lain. Demikian pula sesudah Rasulullah wafat, banyak terdapat manakib-manakib lain, seperti manakib Abu Bakar al-siddiq, manakib Umar bin Khattab, manakib Utshman, manakib Ali bin Abi Thalib, manakib Hamzah, manakib Abi Sa’id, manakib Junaydi baghdadi, manakib Tijani manakib Syekh Abdul Qadir al-Jilani dan lain-lain.7

Munculnya manakib erat sekali kaitannya dengan Tersebarnya ajaran tasawuf para sufi di Indonesia. Ketika para pedagang-pedagang muslim mengislamkan orang-orang Indonesia menggunakan ajaran tasawuf yang mudah diterima oleh orang Indonesia.8 Tokoh-tokoh yang menyebarkan islam di Indonesia dalam setiap dakwahnya selalu mengikut sertakan paham-paham tasawuf, seperti islamisasi di Jawa yang disebarkan oleh wali songo yang juga

7

Musa Turoicho, al-Lujain ad-Daaniy: Manaqib Syakh Abdul Qadir al-Jilani (Surabaya: Tulus Harapan, 2006), 3.

8

(45)

36

tergolong sufi. Pendekatan tasawuf juga digunakan oleh wali songo sebagai sarana untuk mengislamkan masyarakat Jawa. Hal itu dilakukan karena penduduk Jawa sudah memiliki kepercayaan Hindu Budha yang inti ajarannya adalah kehidupan mistik. Kesamaan dimensi mistik inilah yang menjadikan dakwah islam oleh para wali songo berjalan lancar. Meskipun ketika mengamalkan ajaran islam masih sering dicampurbaurkan dengan ajaran Hindu Budha yang telah dianut sebelumnya.9

Demikian halnya dengan munculnya manakib yang telah menjadi sebuah tradisi yang terus berkembang di Indonesia, terutama di Jawa para ulama islam yang dipimpin oleh wali songo yang telah mengajarkan tentang ilmu tarekat, manakib dan amalan-amalan lainnya. Praktek-praktek tersebut terus berjalan dan berkembang terus sampai sekarang bahkan oleh masyarakat Islam dijadikan sebagai sarana dakwah islami.10

Kegiatan-kegiatan yang telah disampaikan oleh para pendakwah Islam tersebut terus berlanjut hingga sekarang. Seperti manakiban yang semakin diminati di Indonesia, khususnya bagi masyarakat Suci Manyar Gresik. kegiatan manakiban selain untuk mempererat silaturahmi, juga untuk mengisi kekosongan jiwa dan sebagai proses pendekatan diri kepada Allah.

Manakiban di Pondok Pesantren Daruttaqwa dilakuakan setiap tanggal 15, 18 dan 21 Hijriyah, dilakukannya manakiban pada tanggal 15 Hijriah karena pada

9

Ibid., 94. 10

(46)

37

waktu itu K.H. Munawwar meminta izin kepada K.H. Ahmad Asrori dan diberikan tanggal 15 untuk dijadikan amaliah istikamah dalam melaksanakan manakiban.11

B. Munculnya Tradisi Manakib Wolulasan dan Selikuran

Tradisi berasal dari kata “Traditium” pada dasarnya berarti segala sesuatu

yang diwarisi dari masa lalu. Jadi pengertian dari tradisi adalah kebiasaan turun-temurun.12 Tradisi merupakan hasil cipta dan karya manusia yang meliputi kepercayaan, khayalan, kejadian atau sesuatu kegiatan yang diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Tradisi merupakan suatu gambaran sikap dan prilaku manusia yang telah berproses dalam waktu yang lama dan dilakukan secara turun-temurun dimulai dari nenek moyang sampai sekarang.

Sesuatu yang diwariskan tidak selalu diterima, dihargai, atau diasimilasikan. Bagi para penerus yang menerima tradisi menjadi unsur yang hidup dalam kehidupan para pendukungnya. Kemudian tradisi tersebut akan dipertahankan sampai sekarang meskipun tidak sama persis dengan tradisi yang diwariskan nenek moyang dahulu.

Seperti tradisi manakiban yang diwariskan KH. Usman al-Ishaqi kepada KH. Munawar kemudian KH. Munawar mewariskan kepada H. Mahfud kemudian di wariskan kepada anaknya H. Khulud akhirnya tradisi tersebut dapat bertahan sampai saat ini.

11

Ainur Rofiq, Wawancara, 14 April 2016. 12

(47)

38

Adapun awalmulah dari tradisi manakiban ini berawal dari amalan yang diberikan kepada H. Mahfud, H. Mahfud adalah warga Desa Suci yang belajar dan mengabdi kepada Kiai Kolil. H. Mahfud juga seorang yang dekat dengan Kiai Kholil karena kedekatan tersebut kemudian pada suatu hari H. Mahfud diberikan amalan oleh Kiai Kolil untuk bersedekah ambeng (nasi yang diletakkan di nampan dan diberi lauk pauk disekelilingnya) di langgar Kiai Kolil setiap malam Jumat legi (tanggal Jawa), sebagai seorang yang patuh, H. Mahfud menjalankan amalan yang diberikan tersebut. Setelah diberi amalan tersebut H. Mahfud berpikir bagaimana saya bisa bersedekah, saya makan saja kekurangan. tapi karena H. Mahfud niat ingin bersedekah, setiap hari sebelum memasak H. Mahfud berpesan pada istrinya kalau setiap masak disuruh untuk menyisihkan berasnya. Seumpama kalau masak satu takaran masak disisihkan satu genggaman dan disimpan. Dalam belanja lauk juga begitu, Seumpama belanja tadi habis dua ribu rupiah di sisihkan seratus rupiah akhirnya setelah satu bulan beras dan lauk tadi dikumpulkan beras tadi kemudian digantikan dengan beras yang baru dan beras yang lama dimasak untuk dimakan sendiri dan beras yang baru dimasak untuk sedekah ambengan. Uang yang terkumpul tadi kemudian dibelikan lauk ikan bandeng.

Sedekah ambengan ini dilakukan H. Mahfud setiap malam Jumat legi (tanggalan Jawa). Pernah pada satu hari sewaktu membawa ambeng ke langgar Kiai Kholil H. Mahfud menangis kepada Allah dan berdoa seperti yang

(48)

39

katah timbang seng kulo beto niki cek saget sodakoh enkang luweh katah”13.”(Ya Allah berikan saya rezeki yang lebih banyak dari yang aku bawa ini agar dapat bersedekah lebih banyak lagi)”.

Amalan yang diberikan Kiai Kholil ini berjalan terus hingga Kiai Kholil wafat (1961 M). Setelah Kiai Kholil wafat pun H. Mahfud tetap melaksanakan sedekah ambengan di langgar Kiai Kholil.

Setelah Kiai Kholil wafat berdiri Pondok Pesantren Daruttaqwa, setelah berdirinya Pondok Pesantren Daruttaqwa di sekitar langgar Kiai Kholil ada sedikit perubahan dari amalan sedekah ambengan yang dahulunya dilakukan di langgar Kiai Kholil berpindah tempat di rumah H. Mahfud. Perpindahan tersebut berawal dari keinginan H. Mahfud untuk bersedekah lebih banyak lagi dari yang biasanya dia bawa ke langgar Kiai Kholil, hal tersebut dilakukan H. Mahfud untuk bersyukur atas diberikan rezeki yang mencukupi oleh Allah. Akhirnya pada suatu hari H. Mahfud bertamu ke rumah KH. Munawwar Adnan Kholil dan menanyakan seperti yang diungkapkan H. Khulud “Yai kulo bade kepengen

sodakoh seng sekirane saget di istiqomahi niku nopo ? KH. Munwar menjawab yowes fud wes manakiban wae. Lha terus yek nopo niku susunan acarae ? pertama istigosah, kedua yasin, ketiga manaqib, tahlilan. Niku yai lek saget nggeh kulo ngadaaken ben wulan yai. Lakar sampean tek kepengen ben wulan tak gawe malem 18 Hijriyah ae”14.“(Kiai saya ingin sedekah yang sekiranya dapat

13

Khulud, Wawancara, 27 Mei 2016. 14

(49)

40

dilaksanakan rutin itu apa ? Yasuda manakiban saja. Terus bagaimana itu susunan acaranya ? pertama istigasah, kedua membaca Yasin, ketiga membaca manakib dan keempat tahlilan. Kalau bisa saya ingin mengadakan tiap bulan kiai, kalau begitu diadakan tanggal 18 Hijriah saja)”. Karena manakiban ini dilakukan pada

tanggal 18 Hijriah maka warga Desa Suci menyebutnya manakib wolulasan. Seperti itulah bagaimana munculnya tradisi wolulasan sedangkan munculnya tradisi selikuran itu berawal dari wasiat yang diberikan kepada anaknya KH. Khulud untuk meneruskan manakib wolulasan ini seperti yang diungkapkan KH. Khulud “Lek selikuran iku awalmulae disek kan abahku pas sek onok pesen nang

(50)

41

rumah) oleh ibu. Kemudian saya bicara ke kiai Munawwar kiai saya disuruh ibu mandiri keluar dari rumah. Kalau kamu benar disuruh mandiri ya mandiri saja Allah tidak tidur Allah itu melihat jangan khawatir tidak makan. Terus kalau bisa jangan keluar dari Desa Suci)”.

(51)

42

(52)

43

Dari cerita tersebut dapat diambil pengertian bahwa munculnya tradisi wolulasan dan selikuran ini berawal dari amalan yang diberikan Kiai Kholil kepada H. Mahfud untuk bersedekah secara istiqomah kemudian setelah berdirinya Pondok Pesantren Daruttaqwa amalan yang diberikan Kiai. Kholil dikembangkan dengan mengadakan manakiban secara istikamah.

Alasan diadakannya manakiban pada tanggal 18 dan 21 Hijriyah karena menurut H. Khulud, KH. Munawar menyesuaikan waktu yang kosong agar dapat ikut serta dalam manakiban tersebut. Karena pelaksanaan manakiban dilakukan rutin setiap 18 dan 21 Hijriah kemudian manakiban ini dinamakan wolulasan dan selikuran. Setelah bertahun-tahun dilaksanakan dan diturunkan kepada anak-anaknya kemudian manakiban ini menjadi sebuah tradisi yang dapat bertahan hingga saat ini.15

C. Dasar dan Tujuan Tradisi Manakib Wolulasan dan Selikuran

Membaca dan mendengarkan manakiban, mempelajari atau mengetahui segala sesuatu yang berhubungan dengan riwayat hidup seseorang atau tokoh-tokoh sahabat Nabi Muhammad, tabiin, mujahidin, para wali Allah dan lain-lainnya dengan tujuan untuk diambil dan dijadikan pelajaran dan dicontohkan unsur keteladanannya yang baik sangat besar faedahnya termasuk juga di anjurkan agama. seperti dalam Alquran:

ْل ِْا يل ِ ٌ رْ ع ْم صصق يف ن ك ْدقل

15

(53)

44

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal”16

Dari ayat tersebut dapat diambil pengertian bahwa kisah-kisah pada zaman dahulu dapat menjadi sebuah pengajaran yang dapat dijadikan teladan. Dari hal tersebut dapat dijadikan dasar bahwa manakib Syekh Abdul Qadi al-Jilani boleh dibaca dan diamalkan karena dalam manakib terdapat kisah-kisah yang dapat dijadikan teladan bagi umat Islam.

Karena manakib merupakan sebuah metode yang disusun para Ulama untuk membina dan membimbing dalam melaksanakan ajaran tarekat dalam rangka mendekatkan diri dengan Allah.

Dari penjelasan sebelumnya maka tujuan melaksanakan manakiban adalah untuk meningkatkan amal ibadah kepada Allah dengan cara mencintai dan memuliakan orang saleh, dengan maksud meneladani kisah-kisahnya dan dijadikan contoh bagi orang yang membacanya.

16

(54)

BAB IV

PROSESI TRADISI MANAKIB WOLULASAN DAN SELIKURAN

A. Prosesi Tradisi Manakib Wolulasan dan Selikuran

1. Waktu Pelaksanaan

Tradisi manakib wolulasan dan selikuran dilakukan sebulan sekali tepatnya pada malam 18 dan 21 bulan Jawa atau tanggalan Hijriah. Dalam penanggalan Jawa/Arab ketika matahari sudah tenggelam atau waktu salat magrib sudah berubah tanggal. Seperti misalnya tanggal 20 maka dalam penanggalan Jawa sudah dikatakan tanggal 21. Jadi misalnya tradisi selikuran pada 21 Hijriah maka pelaksanaan tradisi selikuran ini dilakukan pada tanggal 20 Hijriah tepat setelah salat magrib.

Dalam tradisi manakib wolulasan dan selikuran bertempat di rumah warga Desa Suci. wolulasan bertempat di rumah H. Mahfud tepatnya di kampung tengah RT: 01 RW: 03 Sedangkan Selikuran bertempat di kampung Utara RT: 02 RW: 03.

2. Pelaku Tradisi Manakiban

Dalam tradisi manakib wolulasan dan selikuran Panitia pelaksanaan adalah warga Desa Suci terutama tuan rumah yang dijadikan tempat pelaksanaan tradisi wolulasan dan selikuran.

(55)

46

para santri Pondok Pesantren Daruttaqwa juga di ikuti oleh warga Suci dan warga sekitar desa Suci Manyar Gresik misalnya pak. Hasbi yang datang dari Desa Bunder Manyar Gresik yang menyempatkan waktunya untuk ikut serta dalam tradisi tersebut.1

3. Pelaksanaan Tradisi Manakiban

Setelah warga dan para santri Pondok Pesantren Daruttaqwa berkumpul maka manakiban akan segera dimulai, rincian prosesi tradisi manakiban akan dijelaskan sebagai berikut:

Pertama diawali dengan membaca al-Fatihah yang dipimpin oleh Mohammad Sufai selaku kepala Pondok pesantren Daruttaqwa. Al-Fatiha ini ditujukan kepada:

a. Nabi Muhammad, para sahabat, Aulia, para guru Mursyid dan keluarga yang telah wafat terlebih dahulu.

b. Pimpinan Negara dengan doa-doa harapan agar bertambah kemuliaan dan keagungannya agar dapat melindungi dan membimbing seluruh rakyat dalam keadaan aman adil dan makmur.

c. Untuk para teman atau keluarga yang sedang mendapatkan musibah berupa sakit yang dideritanya dan cobaan lainnya dengan doa dan harapan semoga cepat sembuh penyakitnya.

d. Kemudian dilanjutkan dengan membaca istigasah yang dipimpin oleh Mohammad Sufai dan diteruskan oleh para santri dan warga.

1

(56)

47

e. Kemudian setelah selesai membaca istigosah diteruskan dengan membaca surat Yasin.

f. kemudian setelah pembacaan surat Yasin diteruskan dengan membaca manakib Syekh Abdul Qadir al-Jilani (Terkadang bila waktu mencukupi dibaca maulid nabi di iringi dengan tabuhan rebana. Adapun sewaktu penulis meneliti di rumah H. Mahfud mendapati hal tersebut dilakukan bila waktu belum larut malam). Kemudian setelah pembacaan manakib selesai dilanjutkan membaca tahlil setelah pembacaan tahlil selesai dibacakan doa yang dipimpin oleh Agus Ainul Muttaqin selaku pemimpin Pondok Pesantren Daruttaqwa.

g. Setelah selesai membaca semua yang telah disebutkan sebelumnya acara diakhiri dengan makan bersama antara warga dan para santri setiap satu nampan dimakan empat orang. Ikan yang terdapat disetiap nampan adalah ikan ayam.

(57)

48

Sama halnya dengan semua yang dibaca dalam tradisi tersebut yang berawal dari ilmu (amalan) yang diajarkan KH. Usman al-Ishaqi sebagai seorang guru kepada KH. Munawar Adnan Kholil sebagi seorang murid kemudian diturunkan kepada H. Mahfud dan H. Khulud.

Buku yang dijadikan pedoman dalam melaksanakan wolulasan dan selikuran adalah buku terbitan al-Ma’had Daruttaqwa dengan judul al-Wadaaif. Pengarang pertama kitab ini adalah Syekh Ja’far bin Hasan bin

Abdul Karim al-Barzanji (1714-1770).

Manakiban di Suci dibaca dalam bahasa Arab, setelah saya bertanya kepada beberapa orang yang mengikuti tradisi tersebut tentang arti manakiban kebanyakan dari mereka tidak mengetahui arti dari manakiban, dikarenakan dalam buku panduan yang digunakan pedoman manakiban tidak ada terjemahan bahasa Indonesia.

Adapun dari hasil observasi saya dapat mengamati tingkah laku orang yang melaksanakan, ada yang khusyuk ada yang tertidur ada yang berbicara dengan yang lain ada yang menggeleng-gelengkan kepala. meskipun begitu mereka yang mengikuti tradisi tersebut memiliki harapan yang sama yaitu ingin mendapatkan berkah dari tradisi tersebut.

(58)

49

Makna-makna yang terdapat dalam tradisi manakib wolulasan dan selikuran yang dimaksud merupakan persepsi dari peneliti setelah melakukan wawancara kepada narasumber adapun makna tersebut sebagai berikut:

1. Dari Amanat Menjadi Kebudayaan

Tradisi wolulasan dan wolulasan merupakan tradisi keagamaan yang terbentuk secara turun-temurun dari amanat yang diberikan Kiai Kholil kepada H. Mahfud untuk melaksanakan sedekah, kemudian dijalankan dan mengalami perubahan setelah berdirinya Pondok Pesantren Daruttaqwa yang dipimpin oleh KH. Munawar kemudian muncul sebuah tradisi baru yaitu manakiban pada tanggal 18 Hijriah. Setelah H. Mahfud wafat kemudian diteruskan oleh anak-anaknya dan muncul tradisi yang sama dengan tempat yang berbeda yang dilaksanakan pada tanggal 21 Hijriah di rumah H. Khulud. Dari amanat yang diberikan oleh guru kepada murid kemudian dilaksanakan dan diteruskan oleh anak-anaknya sehingga menjadi sebuah tradisi yang bertahan sampai sekarang.

(59)

50

sosialisasi dan enkulturasi.2 Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa suatu tradisi dapat bertahan sampai sekarang berkat pewarisan turun-temurun yang dilakukan.

Dari amanat yang diberikan seorang guru kepada murid menimbulkan keyakinan tersendiri dalam melaksanakan tradisi tersebut, seberapa penting tradisi tersebut harus dilakukan serta manfaat apa yang ditimbulkan ketika melakukan tradisi tersebut. Seperti cerita yang diungkapkan H. Khulud “Siji

dino bapakku kape wolulasan gak duwe duwek blas, gawe tuku beras tok gak cukup, akhire mak ku di omongi keporo sek duwe kalung karo gelang emas dek menesok wayahe manakiban, iki eson gak duwe duwek blas kek opo nek seumpomo menesok dorong oleh rejeki, gak cukup digawe manakiban gelangmu ambek kalongmu tak dol gawe manakiban disek, mne nek ono rejeki tak sauri. Awakmu ikhlas ta ? yo gak popo ison ikhlas. Iku waktune pas wayahe mari asar, tibak e jam sepoloh dalu bapak dijak uwong dijaluki barokah nang manyar, mari teko manyar mau dimei sampulan tekan omah dibukak kimau isine luweh-luweh digawe belonjo manakib akhire mak ku dicelok ndoh kilo tek pengeran ngeridani prilaku apik bakal ditolong”.

“(Suatu hari bapak saya mau mengadakan manakiban tidak mempunyai uang

sama sekali, dibuat beri beras saja tidak cukup. Akhirnya ibu saya dibilangi karena masih punya kalung dan gelang emas. Dek besok waktunya manakiban, ini saya belum punya uang sama sekali, bagaimana kalau

2

(60)

51

seumpama besok belum dapat rezeki, tidak cukup dibuat manakiban, gelang dan kalung kamu dijual dulu dibuat manakiban, nanti kalau ada rezeki lagi saya gantikan, kamu ikhlas? iya tidak apa-apa saya ikhlas. Itu waktunya sehabis asar, kemudian jam sepuluh malam aba diajak orang diminta berkah ke Manyar, sesudah dari Manyar tadi dikasih sampulan setelah tiba di rumah dibuka ternyata isinya lebih-lebih dibuat belanja manakiban. akhirnya Mak saya dipanggil terus bapak berbicara begini kalau Allah meridai perilaku yang baik akan ditolong)”.

Dari cerita ini kemudian menjadikan bertambahnya keyakinan akan pentingnya melakukan tradisi manakiban. Dari hal tersebut menimbulkan suatu kepercayaan akan keberkahan dalam melaksanakan tradisi tersebut. Sehingga H. Mahfud dan keturunannya sangat berpegang pada tradisi manakiban. Berpegang pada tradisi, pada suatu masyarakat menjadi tanda kuatnya ikatan pada hal-hal selama ini mereka jalankan.3

Dari hal tersebut kemudian menjadi sebuah budaya yang dapat dilaksanakan dan bertahan sampai sekarang. Bertahan atau tidaknya suatu budaya disebabkan oleh kuat dan mendalamnya keyakinan-keyakinan keagamaan yang berwujud dalam bentuk kebudayaan, karena pada saat

3

(61)

52

nilai budaya suatu kebudayaan itu berinti atau berasaskan keyakinan agama, ia bersifat sakral dan suci.4

2. Tradisi Wolulasan dan Selikuran Sebagai Ritual Keagamaan

Tradisi wolulasan dan selikuran merupakan tradisi keagamaan yang terbentuk secara turun-temurun. Tradisi ini terbentuk dari kuatnya ketaatan kepada guru dan orang tua, terhadap amalan atau amanat yang diberikan. Selain itu dalam tradisi ini merupakan suatu wujud penghormatan terhadap tokoh sufi yang berjasa dalam penyebaran agama islam. Kegiatan yang berlangsung satu bulan sekali ini memberikan pengaruh positif bagi yang melaksanakan tradisi tersebut.

Dalam tradisi manakiban woluasan dan selikuran atau lebih jelasnya membaca cerita perjalanan hidup Syekh Abdul Qadir al-Jilani ini memberikan makna yang islami bagi pelakunya. Pembacaan kisah-kisah keunggulan (hagiografi) Syekh Abdul Qadir al-Jilani, baik mengenai akhlak, martabat, maupun karamah yang ia miliki tidak terlepas dari pengaruhnya yang begitu besar dalam merumuskan teori-teori kesufian. Alasan mengapa manakib Syekh Abdul Qadir al-Jilani yang dibaca dalam manakiban karena Syekh Abdul Qadir al-jilani dipandang oleh pengembang tarekat sebagai “wali

4

(62)

53

quthb” (wali pemangku zaman) di samping itu ia telah menunjukkan beberapa ilmu yang dibanggakan oleh kalangan tarekat sufi.5

Para ulama sufi berpendapat bahwa mendengarkan kisah-kisah sufi besar, hukumnya sunah. Karena melaksanakan kegiatan ini dianggap sama seperti mencintai akhlak para ulama yang saleh. selanjutnya berharap kepada Allah agar mendapat berkah dari pembacaan manakib tersebut.6

Dalam manakib Syekh Abdul Qadir al-Jilani banyak sekali menceritakan karamah-karamahnya, karamah adalah suatu hal yang luar biasa, pekerjaan di luar akal manusia.7 Jadi lumrah jika karamah-karamah yang dimiliki oleh Syekh Abdul Qadir al-Jilani ini juga banyak yang sulit untuk bisa diterima dengan akal, tetapi di samping itu semua tidak menutup kemungkinan kebenaran atas karamah-karamah yang dimiliki Syekh Abdul Qadir al-Jilani memang nyata terjadi. Karena jika Allah b

Gambar

TABEL TRANSLITRASI .......................................................................

Referensi

Dokumen terkait

Tradisi yang biasa dilaksanakan masyarakat desa Laban adalah mengikuti kebiasaan-kebiasaan dari orang-orang tua terdahulu sehingga kami tidak dapat meninggalkannya,

(Studi Deskriptif mengenai Komunikasi Ritual dalam Tradisi Haolan di kampung Sukamanah Desa Cibitung Kecamatan Rongga Kabupaten.. Bandung Barat )

Kholis, A.Md dan Nurma yang senantiasa memberikan kemudahan saya dalam melengkapi data-data administrasi sebagai penunjang kesempurnaan penulisan Skripsi ini dan

Dalam originalitas penelitian ini penulis mencoba untuk memberikan sedikit tentang penelitian yang berkaitan tentang Pendidikan Tinggi Dalam Persepsi Masyarakat Petani Tambak Di

Tentang Praktek Pengobatan Dukun di Kota Makasar, Jurnal( Balai Penelitian dan Pengembangan.. 10 Pengobatan Dukun di Kota Makasar. Dalam penelitian ini peneliti menfokuskan

Hal ini memiliki makna tersendiri bagi para pelaku ritual, air menjadi simbol kesucian dan bunga merupakan simbol dari bagaimana manusia harus bisa menjalani hidup dengan

mengambil judul “ Pengaruh Jiwa Kewirausahaan, Kreativitas dan Lokasi Usaha Terhadap Keberhasilan Usaha (Studi Pada Usaha Kecil Kuliner di Perumahan Pondok

Pembuktian dilakukan dengan cara membandingkan nilai F tabel dengan F hitung yang. terdapat pada tabel analysis