• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Ikatan Silaturrahim Madin (Islamadina) dalam mengelola Madrasah Diniyah di Sidoarjo.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Ikatan Silaturrahim Madin (Islamadina) dalam mengelola Madrasah Diniyah di Sidoarjo."

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh:

M. Fatihul Mubarok NIM: D73213051

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i dalam Mengelola Madrasah Diniyah di Sidoarjo.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran Ikatan silaturrahim madin (Islamadina) dalam mengelola Madrasah Diniyah di sidoarjo). Waktu penelitian ini dimulai pada tanggal 11 Desember 2016, penelitian ini bertempat di Lembaga Islamadina dan sejumlah Madrasah diniyah yang berada di Sidoarjo, Penelitian ini mempunyai 3 rumusan masalah yakni : 1) Tugas pokok dan fungsi Islamadina, 2) Kelembagaan Madrasah Diniyah yang berada di Sidoarjo, 3) Peran Ikatan silaturrahim Madin (Islamadina) dalam mengelola Madrasah Diniyah di Sidoarjo. Pendekatan penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriftif. Dalam proses pencarian data, peneliti menggunakan metode Observasi, wawancara, mendalam terhadap subyek penelitian, dan dokumentasi. Dalam analisis dan interprestasi data, Peneliti menggunakan analisis reduksi data, pnyajian dan verifikasi data. Sedangkan dalam uji keabsahan data menggunakan trianggulasi berupa trianggulasi sumber dan teknik. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui (1) merencanaan program tahunan serta kurikulum, menyelenggarakan pertemuan Guru-guru dan pembinaan Guru Madin, menyelenggarakan koordinasi evaluasi hasil belajar, menyelenggarakan rapat koordinasi kepala Madrasah Diniyah. Fungsinya sebagai wadah koordinatis Madin di Kab. Sidoarjo serta mitra kerja Dinas terkait (2) kelembagaan Madrasah Diniyah di Sidoarjo mempunyai 2 bentuk penyelenggaraan yang pertama,Madrasah Diniyah yag berada di lingkungan Pondok Pesantren yang kedua, Madrasah Diniyah yang berada diluar pondok Pesantren (3) Peran Islamadina dalam mengelola

Madrasah Diniyah di Sidoarjo meliputi fungsi manajemen (perencanaan,

pengorganisasian, penggerakan, pengawasan) Madrasah Diniyah di Kab. Sidoarjo.

(7)

Author: Jhuwie Keywords:

Comments:

Creation Date: 5/2/2017 11:19:00 AM Change Number: 1

Last Saved On: 5/2/2017 11:21:00 AM Last Saved By: Jhuwie

Total Editing Time: 2 Minutes

Last Printed On: 5/2/2017 11:36:00 AM As of Last Complete Printing

Number of Pages: 1 Number of Words: 236

(8)

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 14

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Hasil Penelitian Terdahulu ... 15

F. Definisi Konseptual... 17

G. Sistematika Pembahasan ... 19

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian teori tentang Islamadina ... 20

1. Pengertian Islamadina ... 20

2. Peran Islamadina ... 21

3. Tugas Pokok Islamadina ... 22

B. Kajian Manajemen ... 23

1. Pengertian Manajemen ... 23

2. Fungsi Manajemen ... 26

3. Unsur-unsur Manajemen ... 29

C. Kajian Teori tentang Madrasah Diniyah ... 30

1. Pengertian Madrasah Diniyah ... 30

2. Dasar Hukum Madrasah Diniyah ... 38

3. Sejarah Berkembangnya Madrasah Diniyah ... 44

4. Posisi dan Peranan Madrasah Diniyah ... 45

(9)

✁ ✁

D. Data dan Sumber Data ... 53

E. Teknik Pengumpulan Data... 57

F. Teknik Analisis Data... 61

G. Keabsahan Data... 63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi objek penelitian ... 66

1. Sejarah Islamadina... 66

2. Struktur Organisasi ... 67

B. Hasil Penelitian ... 75

1. Tugas Pokok dan Fungsi Islamadina ... 76

2. Kelembagaan Madrasah diniyah di Sidoarjo... 88

3. Peran Ikatan Silaturrahmi Madin ( Islamadina) dalam mengelola Madrasah Diniyah di Sidoarjo... 97

C. Analisis Pembahasan ... 107

1. Tugas pokok dan Fungsi Islamadina... 107

2. Kelembagaan Madrasah Diniyah di Sidoarjo ... 109

3. Peran Ikatan Silaturrahim Madin (Islamadina) dalam mengelola Madrasah Diniyah di Sidoarjo ... 112

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 117

B. Saran ... 118

(10)

Author: Jhuwie Keywords:

Comments:

Creation Date: 5/2/2017 11:19:00 AM

Change Number: 2

Last Saved On: 5/2/2017 11:35:00 AM Last Saved By: fatih al barok

Total Editing Time: 1 Minute

Last Printed On: 5/2/2017 11:36:00 AM As of Last Complete Printing

Number of Pages: 2 Number of Words: 262

(11)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Madrasah adalah suatu lembaga pendidikan yang mengajarkan

tentang ajaran-ajaran Islam. Madrasah merupakan pendidikan kelanjutan

dari pondok pesantren, yang dimana pendidikan di Madrasah ini masih

mengambil dan mengikuti dari materi Pondok Pesantren. Madrasah tidak

harus adanya elemen masjid dan tempat tinggal, melainkan hanya siswa,

kurikulum, pengajar dan pemimpin.

Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam walaupun

mempunyai tujuan khusus akan tetapi pendidikan yang dilaksanakan harus

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional

dalam artibahwa pendidikan pada madrasah harus memberikan kontribusi

terhadap tujuan pendidikan nasional. Kehadiran Madrasah sebagai

lembaga pendidikan Islam di Indonesia merupakan simbiosis mutualisme

antara masyarakat Muslim dan Madrasah itu sendiri. Secara historis

kelahiran Madrasah tidak bisa dilepaskan dari peran dan partisipasi

masyarakat.1

Madrasah Diniyah merupakan pola pendidikan keagamaan Islam

yang telah ada sejak penyebaran agama Islam masuk ke Indonesia.

Madrasah Diniyah kebanyakan tumbuh dan berkembang atas dasar

1Mahfud Djunaedi, Rekonstruksi Pendidikan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

(12)

dakwah yang merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Pada awal

perkembangannya keberadaan Madrasah Diniyah tidak lebih hanya sebuah

bimbingan keagaaman Islam bagi masyarakat secara luas. Sehingga

konsentrasi utamanya adalah lebih kepada pengajaran baca Alqur’an,

ketauhidan, dan hal-hal yang berkaitan dengan ubudiyah.

Seperti yang ada dalam Al-Qur’an Surat At Taubah Ayat 122

“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).

Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa

orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan

untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah

kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”2

Namun dengan semakin berkembangnya agama Islam di Indonesia

terlebih setelah Indonesia merdeka dan terbentuknya Departemen agama,

keberadaan Madrasah Diniyah menjelma tidak lagi sekedar sebagai

bimbingan keagamaan Islam, akan tetapi membentuk menjadi sebuah

lembaga pendidikan yang mengajarkan semua nilai-nilai aspek keislaman.

Dan seiring dengan beragam pemikiran tentang pembaharuan,

keberadaan Madrasah Diniyah dituntut untuk lebih terbuka dan

menyesuaikan diri dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat tanpa harus

(13)

menghilangkan karakter dasa dari madrasah diniyah sebagai lembaga

pendidikan keislaman yang khusus memberikan pengajaran mengenai

nilai-nilai keislaman. Dengan demikian maka semua lembaga Madrasah

Diniyah perlu bersinergi untuk menjadikan Madrasah Diniyah sebagai

salah satu bentuk lembaga pendidikan yang berkualitas dan produktif.

Pendidikan Madrasah Diniyah merupakan sistem pendidikan untuk

melatih anak didiknya dengan sedemikian rupa sehingga dalam sikap

hidup, tindakan, dan pendekatan nya terhadap segala jenis pengetahuan

banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai spiritual dan sangat sadar akan nilai

etik Islam. Mentalnya di latih sehingga keinginan mendapatkan

pengetahuan bukan semata-mata untuk memuaskan rasa ingin tahu

intelektualnya saja atau hanya untuk memperoleh keuntungan material

semata. Melainkan untuk mengembangkan dirinya menjadi makhluk

nasional yang berbudi luhur serta melahirkan sejahteraan spiritual,

mental, fisik bagi keluarga, bangsa dan seluruh umat manusia.3

Pada awal permulaan, pendidikan dan pengajaran pendidikan

Madrasah Diniyah dilakukan secara informal dan membawa hasil yang

sangat baik. Sistem pendidikan informal ini, terutama yang berjalan dalam

lingkungan keluarga sudah diakui kemampuannya dalam menanamkan

sendi-sendi agama dalam jiwa anak-anak. Anak-anak di didik dengan

ajaran-ajaran agama sejak kecil dalam keluarga dan mereka di latih

(14)

membaca al-qur’an, kitab kuning, melakukan sholat dengan berjama’ah,

berpuasa di bulan ramadhan dan lain-lain.4

Usaha-usaha pendidikan Islam dimasyarakat ini yang kemudian

dikenal dengan pendidikan nonformal, dan hal ini muncul Madrasah

Diniyah yang ternyata mampu menyediakan kondisi sangat baik dalam

menunjang keberhasilan pendidikan Islam dan memberi motivasi yang

kuat bari umat Islam untuk menyelenggarakan pendidikan agama yang

lebih baik dan lebih sempurna.5

Di dalam masyarakat, madrasah diniyah mulai mendapatkan

perhatian khusus. Masyarakat tidak lagi hanya memandang madrasah

diniyah dalam prespektif civil effect yang timbul dari pendidikan. Sejak

meningkatnya dekadensi moral yang luar biasa yang disebabkan oleh

globalisasi, masyarakat mulai berfikir untuk memberikan pendidikan

moral dan akhlak sebagai pondasi dasar pendidikan umum yang

diterimanya. Banyak orang tua yang merasa bahwasanya pelajaran agama

Islam yang diterima di pendidikan umum belum cukup menyiapkan

keberagamaan anak-anaknya sampai di tingkat yang memadai untuk

mengarungi kehidupannya di masa yang akan datang.6

Berbagai upaya ditempuh oleh orang tua untuk memenuhi

kebutuhan tersebut. Diantara upaya yang dilakukan oleh orang tua adalah

dengan memasukkan anak-anaknya di pendidikan Madrasah Diniyah. Dari

4Zuhairini,dkk.,Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hal. 209. 5Ibid., h. 211

(15)

alasan tersebut, masyarakat mulai meminati pendidikan madrasah diniyah

untuk menambah porsi pendidikan agama yang diperoleh di sekolah atau

untuk memperdalam dan memperluas pemahaman, penghayatan,

pengamalan ajaran Islam di dalam kehidupan sehari-hari.

Melihat respons masyarakat tersebut, pemerintah kemudian

memasukkan pendidikan Madrasah Diniyah ke dalam sistem pendidikan

nasional yang termaktub dalam Undang-Undang Sistem pendidikan

nasional nomor : 20 tahun 2003. Mulai saat itu Madrasah Diniyah

mendapatkan pengakuan dari pemerintah di dalam pasal 26 ayat 1 dan 2

yang berbunyi :

(1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat

yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai

pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka

mendukung pendidikan sepanjang hayat.

(2) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta

didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan

keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian

profesional.7

Dari aturan undang-undang tersebut bisa dipahami bahwasanya

pendidikan Diniyah merupakan sistem pendidikan nonformal yang

diselenggarakan oleh masyarakat dalam hal ini pondok Pesantren maupun

individu yang memiliki kepedulian terhadap pengembangan pendidikan

7Undang-undang RI No: 20 tahun 2003 Tentang sistem Pendidikan Nasional (Bandung : citra

(16)

Islam. Pendidikan Madrasah Diniyah berfungsi sebagai pengganti

pendidikan formal yang diselenggarakan oleh pemerintah, melalui

madrasah diniyah. Menambah dan melengkapi kebutuhan anak didik akan

kebutuhan ilmu keislaman yang sudah diterima oleh anak didik di

pendidikan formal melalui pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah.

Kedua model Madrasah Diniyah yang ada tersebut bertujuan untuk

mengembangkan potensi anak didik dengan penekanan pada penguasaan

pengetahuan keagamaan (Tafaqquh fi al-Din) dan ketrampilan hidup serta

mengembangkan sikap akhlakul karimah.

Dalam operasionalisasinya, Undang-undang ini memunculkan

aturan pemerintah untuk segera dilaksanakan sistem tersebut oleh semua

stakeholder yang terkait dengan kebijakan tersebut. Adapun aturan

operasional yang memayungi penyelenggaraan Madrasah Diniyah adalah

peraturan pemerintah No: 55 tahun 2007.

Di dalam peraturan itu Madrasah Diniyah dibagi menjadi jenis

yakni : pertama, Madrasah Diniyah formal yaitu pendidikan ilmu-ilmu

yang bersumber dari ajaran agama Islam pada jenjang pendidikan anak

usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

Penjenjangan pendidikan ini sama dengan penjenjangan pendidikan

formal, yaitu pendidikan dasar 6 tahun, pendidikan menengah 3 tahun dan

pendidikan menengah atas, 3 tahun (pasal 15 dan 16). Kedua, Madrasah

Diniyah Takmiliyah, adalah pendidikan yang diselenggarakan dalam

(17)

MTs/SMP, MA/SMA, SMK/MAK atau di pendidikan tinggi dalam

rangka peningkatan keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah

SWT (pasal 25)8.

Langkah pemerintah untuk membagi Madrasah Diniyah menjadi

dua bentuk adalah bertujuan untuk mengakomodir

kepentingan-kepentingan penyelenggara pendidikan keagamaan untuk menjaga dan

melestarikan kekhasan lembaga pendidikannya (pesantren/Madrasah

Diniyah). Pondok Pesantren yang menyelenggarakan Madrasah Diniyah

formal/muadalah diberikan keleluasaannya mengembangkan cirikhas

keislamannya dengan tetap mempertahankan tradisi pesantrennya, namun

tetap mampu mendapatkan hak yang sama dalam memperoleh pendidikan

lanjutan yang sama dengan pendidikan formal yang lainnya.

Sejak masuk di dalam peraturan pemerintah No: 55 tahun 2007,

pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah merupakan fenomena baru

yang terdapat di dalam sistem Pendidikan Nasional, sehingga hal tersebut

perlu diperjelas dengan aturan yang lebih operasional dan jelas untuk

nantinya mampu diterjemahkan dengan baik oleh stakeholder yang

berkepentingan untuk mengembangkan pendidikan ini. Adapun aturan

tersebut berupa Peraturan Menteri Agama RI no: 13 tahun 2014 tentang

pendidikan keagamaan Islam. Pembahasan tentang Madrasah Diniyah

Takmiliyah terdapat di dalam pasal 46 sampai dengan pasal 49.

8Presiden RI,Peraturan pemerintah Republik Indonesia No: 55 Tahun 2007 tentang pendidikan

(18)

Aturan tersebut menerangkan bahwasanya Madrasah Diniyah

Takmiliyah, diselenggarakan untuk melengkapi, memperkaya, dan

memperdalam pendidikan agama Islam di sekolah formal yang mana

pendidikan formal hanya menerima pelajaran Agama Islam dengan waktu

yang terbatas. Sehingga dengan tambahan pembelajaran di Madrasah

Diniyah siswa diharapkan mampu memperluas pemahaman, penghayatan,

pengamalan ajaran Islam di dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga

nantinya siswa tersebut mampu menjadi generasi yang saleh, kuat, dan

berdaya saing tinggi untuk menjadikan bangsa Indonesia bangsa yang

sejahtera.

Jenjang pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah meliputi jenjang

ula, wustho, ’ulya dan al-Jami’ah dengan penyelenggaraan yang

diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat sesuai dengan tradisi dan

kekhasan masing-masing. Di dalam aturan tersebut pemerintah tidak

memberikan aturan yang baku pelaksanaan pembelajarannya termasuk

dalam hal penyediaan tempat yang dibutuhkan untuk pembelajaran dan

pengelolaannya. Tempat pembelajaran yang digunakan pun diserahkan

kepada penyelenggara, sehingga tempat pembelajaran bisa dilaksanakan

dimana saja sesuai dengan kemampuannya, misalnya : Masjid, Musholla,

ruang kelas atau ruang belajar lain yang memenuhi syarat. Langkah

pemerintah dalam memberikan kesempatan yang luas dalam mengelolaan

(19)

kepada lembaga pendidikan yang ada untuk mengembangkan mutu

pembelajarannya.

Di dalam aturan tersebut juga dijelaskan bahwasanya, nantinya

lulusan-lulusan dari Madrasah Diniyah memperoleh kesempatan yang

sama dengan pendidikan yang formal lainnya. Para santri Madrasah

Diniyah akan memperoleh kesempatan yang sama untuk mengikuti Ujian

Nasional sesuai dengan jenjang yang dilakukan dan memperoleh ijazah

yang sama dengan perlakuan yang sama yakni berhak untuk melanjutkan

pendidikan pada jenjang selanjutnya dengan jenis pendidikan yang

berbeda. Dari hal inilah, upaya keadilan sosial yang dilakukan pemerintah

untuk pendidikan-pendidikan non formal, dan hal ini adalah upaya yang

baik untuk memulai pembangunan pendidikan di Indonesia, mengingat

Indonesia memiliki khazanah pendidikan yang sangat banyak dengan

keunikan dan kekhasannya masing-masing terutama pendidikan Islam

yang sudah berkembang lama sebelum Indonesia mencapai

kemerdekaannya.

Keberadaan Madrasah Diniyah Takmiliyah tidak lepas dari

transformasi pesantren ke dalam pendidikan masyarakat. Karena

madrasah diniyah memiliki kaitan erat dengan pesantren. Keterkaitan erat

tersebut karena ada keterkaitan antara sistem pesantren dengan upaya

untuk penyiaran dan pengamalan ajaran-ajaran agama di masyarakat.

Para alumni pesantren adalah tokoh-tokoh yang diberikan tugas dari para

(20)

fungsi pengajian seorang santri kepada kyainya adalah untuk memerangi

kebodohan di tengah-tengah masyarakat, sekembalinya kepada

masyarakat.

Biasanya santri membuka tempat-tempat pengajian baru dan majlis

ta’lim yang tujuannya adalah untuk Isytinsyar al-Ilm (penyebaran ilmu)

dan dakwah.9 Berdasarkan orientasi tersebut maka seorang santri saat

menjadi alumni mereka membuka tempat-tempat untuk mengamalkan

ilmu yang didapatkan dari pesantrennya dengan cara yang sangat fleksibel

sesuai dengan sosiokultural masyarakat yang berada di sekitarnya.

Dimananapun tempatnya, para alumni ini tidak mempermasalkan

idealitas tempat belajar, mereka bisa mengaji dan mempelajari ilmu

agama di Rumah, Masjid, Mushalla, Langgar, menumpang di sekolah

yang sudah ada atau di tempat lain yang cukup dan kapanpun masyarakat

mau belajar tentang agama.

Biasanya para alumni ini untuk melakukan pengajian mengikuti

waktu luang yang dimiliki masyarakat, pembelajaran biasa dilakukan

pada sore sampai malam hari. Alumni pesantren didalam menyebarkan

ilmu tersebut tidaklah berorientasi kepada mencari keuntungan dari

murid/masyarakat yang mengaji kepadanya, karena salah satu doktrin

yang kuat yang dimiliki oleh pesantren bahwasanya pendidikan agama

tidak boleh diperjualbelikan dengan uang10. Seringkali alumni dari

9Amin Haedari,Masa depan pesantren; dalam tantangan modernitas dan tantangan kompleksitas global,(Jakarta: IRD press, 2004),h.180

(21)

pesantren tidak menarik bayaran kepada santi yang mengaji di tempatnya.

Biasanya para alumni tersebut membiayai kebutuhan sehari-harinya dari

berdagang, bertani, atau pekerjaan-pekerjaan yang lainnya.

Secara kultural di masyarakat, Madrasah Diniyah Takmiliyah

adalah wadah alumni pesantren yang dalam hal ini disebut “ustadz” atau

ustadzah” untuk menyebarkan ilmu dan dakwah di tengah masyarakat.

Sebagai bentuk transformasi pesantren di masyarakat, Madrasah Diniyah

Takmiliyah tentunya memiliki beberapa tradisi dan kebiasaan yang sama

dengan bentuk induknya (pesantren).

Mujamil Qomar mengatakan bahwasanya seorang santri harus

menjadi pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian Rasulullah SAW,

mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam berkepribadian

menyebarkan ajaran-ajaran agama Islam di tengah-tengah masyarakat dan

mencintai ilmu pengetahuan dalam rangka mengembangkan diri sendiri

sebagai modal utama mengembangkan kepribadian orang lain.11 Dengan

orientasi itulah para ustadz dengan berbagai upayanya

mentransformasikan misi pesantren itu ke tengah masyarakat melalui

Madrasah Diniyah Takmiliyah.

Bila dilihat aturan Menteri Agama RI di dalam PMA No: 3 tahun

2014 pada pasal 27 ayat 3 tentang penyelenggaraan pendidikan

kegamaan, maka penyelenggaraan Madrasah Diniyah Takmiliyah adalah

oleh pesantren, pengurus masjid, pengelola pendidikan formal dan

11 Mujamil Qomar, Pesantren; dari transformasi metodologi menuju demokratisasi institusi

(22)

nonformal, organisasi kemasyarakatan Islam, dan lembaga sosial

keagamaan lainnya. Dari aturan tersebut kita bisa memahami bahwasanya

penyelenggara Madrasah Diniyah Takmiliyah tidak ada keharusan dari

alumni pesantren. Siapapun warga masyarakat yang memiliki kepedulian

di dalam mengembangkan pendidikan keagamaan di Indonesia berhak

untuk mendirikan Madrasah Diniyah Takmiliyah. Tentu hal ini akan

menimbulkan corak baru di dalam pengelolaan pendidikan madrasah

diniyah takmiliyah. Kalau selama ini madrasah diniyah takmiliyah

diidentikan dengan pendidikan dengan pendidikan pesantren dengan

segala kekhasannya sebagai ikon pendidikan tradisionalis, maka sejak

diterbitkannya aturan ini maka corak pengelolaannya sedikit banyak akan

mengalami pergeseran.

Untuk di ketahui juga Madrasah Diniyah merupakan salah satu

bentuk pendidikan yang ada dan berkembang di masyarakat, yang

memiliki peranan penting dalam membentuk, melatih dan membangun

generasi Islam di tengah-tengah masyarakat yang multikultural.

Pendidikan ini menjadikan islam sebagai agama yang kaffa guna

membangun masyarakat Indonesia yang bermartabat dan berkarakter.

Terlebih saat masyarakat kita dilanda krisis multidimesi, krisis

kepercayaan dan karakter. Formulasi pendidikan model Madrasah Diniyah

bisa menjadi alternatif guna menyelesaikan probematika yang timbul

tersebut, jikalau pengelolaan manajemen dan sosiokultural dilaksanakan

(23)

Potensi Madrasah Diniyah yang besar di Sidoarjo tersebut dapat

dilihat dari besarnya jumlah Madrasah Diniyah yang diselenggarakan di

masing-masing lingkungan masyarakat Kabupaten Sidoarjo, Jumlah

lembaga Madrasah Diniyah Takmiliyah yang tercatat di dalam di data

Islamadina Kab. Sidoarjo dan juga yang tercatat di EMIS (Education

Management Information System) Kementerian Agama Kabupaten

Sidoarjo tahun 2016/2017 sebanyak 561 lembaga.

Dengan banyaknya Madrasah Diniyah di Sidoarjo maka

selayaknya terdapat wadah inspiratif untuk menampung Madrasah Diniyah

yang ada di Sidoarjo, guna mewujudkan hal tersebut, Madrasah Diniyah

yang berada di wilayah Kabupaten Sidoarjo membentuk wadah guna

menuangkan ide-ide yang inspiratif dan inovatif, menjalin silaturrahim,

dan mengembangkan profesionalisme diri yang kemudian lahirlah sebuah

wadah organisasi yang diberi nama Islamadina Sidoarjo. Ikatan

silaturrohim Madrasah Diniyah (Islamadina) Kabupaten Sidoarjo sebagai

wadah organisasi Madrasah Diniyah, dalam upayanya memperjuangkan

eksistensi Madrasah Diniyah, mulai dari peningkatan kelembagaan,

sumber daya manusianya maupun dalam upaya membangun kebersamaan

dan kesamaan ghoyah (tujuan) dan wijhah (orientasi) Madrasah Diniyah

secara lebih luas.

Semenjak berdirinya Islamadina penulis melihat ada harapan pada

madrasah diniyah di Sidoarjo untuk menjadi madrasah-madrasah yang

(24)

terlihat adanya kemajuan yang saya liat dari pembelajarannya,

manajemenya, pengelolaan dm nya dan lain-lain.

Dari latar belakang itulah kemudian penulis ingin melakukan

penelitian dengan judul “Peran Ikatan Silaturrahim Madin (Islamadina)

dalam mengelola Madrasah Diniyah di Sidoarjo.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang sudah dipaparkan diatas maka terdapat

rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tugas pokok dan fungsi Islamadina Sidoarjo ?

2. Bagaimana kelembagaanMadrasah Diniyahdi Sidoarjo?

3. Bagaimana peran Islamadina dalam mengelola Madrasah Diniyah di

Sidoarjo?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah

untuk:

1. Mendeskripsikan tentang tugas pokok dan fungsi Islamadina Sidoarjo.

2. Mendeskripsikan kelembagaan Madrasah Diniyah di Sidoarjo.

3. Mendeskripsikan peran Islamadina dalam Mengelola Madrasah

Diniyah di Sidoarjo.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan pada latar belakang penelitian maka manfaat penelitian ini

(25)

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan

pengetahuan secara teoritis baik kepada masyarakat maupun kepada

peneliti sendiri tentang Islamadina dalam pengelolaan madrasah

diniyah di Sidoarjo.

2. Manfaat Bagi Masyarakat

Sebagai pengetahuan dan wawasan tentang khazanah ilmu yang

berkaitan dengan madrasah diniyah. Penelitian ini diharapkan dapat

memberikan informasi kepada masyarakat tentang bagaimanakah

Peran Islamdina dalam pengelolaan madrasah diniyah di Sidoarjo.

E. Hasil Penelitian Terdahulu

Pada untuk menambah referensi dan sebagai rujukan, penulis

mengungkapkan beberapa penelitian terdahulu yang pertama ditulis oleh

Muhaemin. Problematika Madrasah Diniyah (MD) di Kota Palopo

Sulawesi Selatan Pasca Otonomi Daerah. Bahwa Terdapat peluang dalam

pengembangan madrasah diniyah di Palopo karena banyak Taman

Pendidikan Al-Qur’an (TPA) yang dapat dikembangkan menjadi

Madrasah Diniyah (MD) yang lebih baik.12

Disini ada perbedaan dan persamaan antara penelitian terdahulu

dengan penelitian yang akan peneliti dilakukan, persamaannya antara lain

adalah sama-sama ingin meniliti Madrasah Diniyah di Daerah

masing-masing, Sedangkan perbedaannya adalah kalau penelitian terdahulu hanya

(26)

ingin mengetahui tentang peluang dalam pengembangan Madrasah

Diniyah di Palopo, Sedang penilitian sekarang ingin mengetahui peran

Islamadina dalam pengelolaan Madrasah Diniyah di Sidoarjo.

Sedangkan Penelitian yang kedua di tulis oleh Magdalena yang

berjudul. Revitalisasi Madrasah Diniyah Awaliyah Melalui Pendekatan

Manajemen Berbasis Madrasah. Dinamika Ilmu Vol 12 No 2, Desember

2012. Pendekatan manajemen berbasis Madrasah ini dilakukan terhadap

madrasah diniyah awaliyah dengan tujuan untuk memberdayakan seluruh

potensi yang dimiliki oleh Madrasah Diniyah Awaliyah tersebut. Potensi

tersebut meliputi input, proses, dan out put.13

Disini ada perbedaan dan persamaan antara penelitian terdahulu

dengan penelitian yang akan peneliti dilakukan, persamaannya antara lain

adalah pengelolaan dan memanajemen Madrasah Diniyah supaya menjadi

Madrasah yang lebih baik lagi, Sedangkan perbedaannya adalah kalau

penelitian terdahulu ingin menerapkan manajemen berbasis Madrasah

untuk merevitalisasi Madrasah Diniyah Awaliyah, Sedang penelitian

sekarang ingin mengetahui peran Islamadina dalam depngelola madrasah

diniyah di Sidoarjo.

Kisbiyanto. Model Perilaku Organisasi Madrasah Diniyah di

Kab. Kudus.Vol 10, No 2 (2013): Jurnal Edukasia, 26 May 2014.14

Jurnal ini bertujuan untuk membahas model perilaku seorang

pendidik yang baik. Khususnya untuk kaum muslim lebih perhatian bahwa

(27)

ia memiliki guru yang baik untuk siswa, pemerintah, terutama kantor

pendidikan dan Agama untuk membuat keputusan yang tepat untuk

meningkatkan pengelolaan madrasah diniyah.

Disini ada perbedaan dan persamaannya dengan penilitian

terdahulu dengan penilitian yang akan diteliti, perbedaanya kalau

penilitian terdahulu hanya ingin meneliti model perilakunya saja , dan

persamaannya dengan penilitian sekarang yakni pengelolaan madrasah

diniyahnya.

F. Definisi Konseptual 1. Islamadina

Ikatan Silaturrohim Madrasah Diniyah (Islamadina) Kabupaten

Sidoarjo sebagai wadah organisasi Madrasah Diniyah, dalam upayanya

memperjuangkan eksistensi Madrasah Diniyah, mulai dari peningkatan

kelembagaan, sumber daya manusianya maupun dalam upaya

membangun kebersamaan dan kesamaan ghoyah (tujuan) dan wijhah

(orientasi) Madrasah Diniyah secara lebih luas, mengajukan

permohonan bantuan dana Insentif/uang untuk guru Madrasah Diniyah

dan block grant untuk Madrasah Diniyah pada Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Sidoarjo pada tahun anggaran

2009, sebagai kelanjutan dari bantuan yang telah berjalan pada tahun

sebelumnya tahun 2011 adalah awal dimasukkannya Madrasah

Diniyah ke dalam lembaga pendidikan formal dalam kriteria penerima

(28)

2. Manajemen/Pengelolaan

Manajemen sendiri mempunyai beberapa arti. Dalam bahasa

Inggris, management berasal dari kata kerja to manage yang dalam

bahasa Indonesia dapat berarti mengurus, mengatur, mengemudikan,

mengendalikan, mengelola, menjalankan melaksanakan dan

memimpin.15

Menurut Silalahi manajemen adalah proses perencanaan,

pengorganisasian, pengisian staf, pemimpinan, dan pengontrolan untuk

optimasi penggunaan sumber-sumber dan pelaksanaan tugas-tugas

dalam mencapai tujuan organisasional secara efektif dan efisien”. Tak

lepas dari peranannya, manajemen memang selalu di butuhkan dalam

segala hal. Termasuk juga dalam menjalankan roda pendidikan.

3. Madrasah Diniyah

Kata Madrasah secara etimologi merupakan isim makan yang

berarti tempat belajar, dari akar kata darasa yang berarti belajar.

Diniyah berasal dari kata din yang berarti agama. Secara terminologi

Madrasah adalah nama atas sebutan bagi sekolah-sekolah agama

Islam, tempat proses belajar mengajar ajaran agama Islam secara

formal yang mempunyai kelas (dengan sarana antara lain meja,

bangku, dan papan tulis) dan memiliki kurikulum, dalam bentuk

klasikal.16

15Hasan Shadily,Kamus Inggris Indonesia. (Jakarta: PT. Gramedia: Jakarta, 2005), h.372. 16 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam 3, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve,

(29)

G. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dalam memahami skripsi ini, maka penulis

membuat sistematika pembahasan sebagai berikut:

BAB PERTAMA PENDAHULUAN, meliputi : Bab ini terdiri dari

sub bab yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian,

penelitian terdahulu, definisi operasional, dan sistematika pembahasan.

BAB KEDUA TINJAUAN PUSTAKA, meliputi: Bab ini

menjelaskan landasan teori peran Islamadina dalam pengelolaan madrasah

diniyah di Sidoarjo.

BAB KETIGA PROSEDUR PENELITIAN, meliputi :Bab ini

membahas metode, dan alasan menggunakan penelitian tempat dan waktu

penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis

data.

BAB KEEMPAT HASIL DAN PEMBAHASAN, meliputi: Bab

ini penulis membahas mengenai peran Islamadina dalam pengelolaan

madrasah diniyah di Sidoarjo.

BAB KELIMA KESIMPULAN DAN SARAN, meliputi: Hasil

dari kesimpulan dan saran-saran yang merupakan bagian akhir dari

(30)

Author: ALVI NUR DIANA Keywords:

Comments:

Creation Date: 5/28/2015 8:05:00 PM Change Number: 72

Last Saved On: 4/24/2017 9:44:00 PM Last Saved By: Jhuwie

Total Editing Time: 1.016 Minutes

Last Printed On: 5/2/2017 11:08:00 AM As of Last Complete Printing

Number of Pages: 19 Number of Words: 3.112

(31)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian teori tentang Islamadina

1. Pengertian Islamadina

Ikatan Silaturrahim Madrasah Diniyah Kabupaten Sidoarjo yang

dikenal dengan Islamadina, merupakan organisasi pendidikan

keagamaan Islam dan sosial keagamaan. Islamadina dibentuk dan

didirikan pada tanggal 1 Pebruari tahun 2007 oleh kantor Kementerian

Agama Kabupaten Sidoarjo yang pada waktu itu masih Departemen

Agama melalui forum musyawarah yang melibatkan beberapa

madrasah diniyah dan pondok pesantren.

Ikatan silaturrohim Madrasah Diniyah (Islamadina) Kabupaten

Sidoarjo sebagai wadah organisasi madrasah diniyah, dalam upayanya

memperjuangkan eksistensi Madrasah Diniyah, mulai dari peningkatan

kelembagaan, sumber daya manusianya maupun dalam upaya

membangun kebersamaan dan kesamaan ghoyah (tujuan) dan wijhah

(orientasi) Madrasah Diniyah secara lebih luas, mengajukan

permohonan bantuan dana Insentif/uang untuk guru madrasah diniyah

dan block grant untuk madrasah diniyah pada Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Sidoarjo pada tahun anggaran

2009, sebagai kelanjutan dari bantuan yang telah berjalan pada tahun

(32)

Diniyah ke dalam lembaga pendidikan formal dalam kriteria penerima

block grant kabupaten Sidoarjo.

Pada awal pembentukannya keberadaan Islamadina hanya

memiliki struktur kepengurusan ditingkat kabupaten saja, belum

sampai pada tingkat kecamatan. Namun dengan semangat silaturrahim

yang menjadi dasar setiap langkah organisasi maka dalam jangka

waktu kurang dari dua tahun Islamadina sudah mampu membentuk

dan memiliki struktur kepengurusan di setiap tingkat kecamatan yang

berjumlah 18 kecamatan. Selanjutnya, Sebagai sebuah organisasi

pendidikan keagamaan Islam dan sosial, Islamadina tumbuh dan

berkembang secara konsisten sesuai dengan kapasitasnya, yakni

beperan pada pendidikan karakter dan pengembangan pendidikan

Diniyah khususnya di Kabupaten Sidoarjo

2. Peran dan Fungsi Islamadina

a. Islamadina berfungsi sebagai mitra kerja KEMENAG (Kementrian

Agama) terkait dalam mensukseskan penyelenggaraan Diniyah

Takmiliyah.

b. Wadah interaksi, yaitu setiap anggota memiliki hak dan kewajiban

untuk saling membina secara bersama atas dasar rasa tanggung

jawab.

c. Wadah konsultasi, yaitu setiap anggota memiliki hak dan kewajiban

mengemukakan dan memecahkan permasalahan yang timbul dalam

(33)

d. Wadah koordinasi, yaitu setiap anggota memiliki pandangan dan

langkah yang sama dan sebagai wujud kerjasama dalam upaya

peningkatan profesionalisme tenaga pendidikan secara terpadu.

e. Pengurus sebagai perwakilan para anggota merupakan satuan tugas

yang berfungsi sebagai pengelolaan tugas-tugas dan kegiatan

koordinatif di atas.

3. Tugas Pokok Ikatan Silaturrahim Madrasah Diniyah

a. Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dari pedoman peraturan dan

ketentuan yang berlaku.

b. Menyelenggarakan koordinasi perencanaan program tahunan secara

terpadu dan program pengajaran yang meliputi penggunaan

kurikulum, perencanaan program pengajaran pada setiap awal tahun

pelajaran.

c. Mengkoordinasikan kesatuan langkah dalam penetapan bahan

pelajaran dan buku serta alat pelajaran lainnya.

d. Mengkoordinasikan pengembangan sistem dan metode serta

pendekatan dalam menyusun pengembangan silabus.

e. Menyelenggarakan koordinasi dalam pelaksanaan evaluasi hasil

belajar pada semester, kenaikan kelas Ujian Akhir Diniyah (UAD)

dan pengadaan Surat Tanda Tamat Belajar (STTB).

f. Menyelenggarakan rapat/pertemuan guru-guru mata pelajaran,

bahan pelajaran, metode penyampaian dan pengembangan alat,

bahan pelajaran, metode penyampaian dan pengembangan alat.

g. Menyelenggarakan rapat koordinasi kepala diniyah takmiliyah

(34)

B. Kajian teori tentang manajemen 1. Pengertian Manajemen

Manajemen berasal dari kata kerja bahasa inggris “to manage

yang berarti mengatur.1 Selain itu, kata “to manage” mempunyai

sinonim antara lain; to hand (mengurus), to control

(memeriksa/mengawasi), to guide (menuntun/mengemudikan). Jadi,

manajemen berarti mengurus, memeriksa, mengawasi, pengendalian,

mengemudikan, membimbing.2 Secara etimologis Abdul Sani

mengatakan bahwa manajemen berasal dari kata “manage” yang

berarti mengemudikan, memerintah, memimpin atau dapat juga

diartikan sebagai “pengurusan”. Dalam hal ini pengurusan, memimpin,

atau membimbing terhadap orang lain dalam upaya mencapai tujuan

yang ditentukan sebelumnya.3

Adapun pengertian menurut istilah manajemen ialah suatu

proses, dengan mana pelaksanaan suatu tujuan tertentu

diselenggarakan dan diawasi. Sedangkan menurut Joseph L. Massie

manajemen adalah integrasi dan penerapan ilmu serta pendekatan

analisis yang dikembangkan oleh banyak disiplin.4

Banyak rumusan yang diberikan oleh para ahli dalam

mendefinisikan manajemen diantaranya:

1Melayu SP. Hasibuan, Manajemen Dasar : Pengertian dan Masalah (Jakarta : PT.

Gunung Agung, 1986), cet.II, h. 2.

2Jhon M, Echols, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta : PT Gramedia, 1996), h.375. 3

Abdul Sani, Manajemen Organisasi (Jakarta : Bina Aksara, 1987 ), h.1. 4

(35)

a. Dalam buku karangan George R. Terry dan Laslie W. Rue.

Mendefinisikan manajemen yaitu suatu proses atau kerangka kerja

yang melibatkan bimbingan suatu kelompok orang-orang kearah

tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata.5

b. M. Manulang mendefinisikan manajemen pada 3 arti: pertama,

manajemen sebagai proses. Kedua, manajemen sebagai

kolektifitas orang-orang yang melakukan aktifitas manajemen.

Ketiga, manajemen sebagai suatu seni (art) dan sebagai suatu

pengetahuan.6

c. Manajemen dapat didefinisikan dari dua sudut pandang, yaitu

sebagai proses penyelenggaraan berbagai kegiatan dalam rangka

penerapan tujuan dan sebagai kemampuan atau keterampilan orang

yang menduduki jabatan manajerial untuk melalui

kegiatan-kegiatan orang lain.7

d. Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan. Manajemen adalah ilmu dan seni

mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan

sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu

tujuan tertentu.8 Sedangkan pengertian manajemen didalam kamus

5

George R. Terry dan Laslie W. Rue, Dasar-Dasar Manajemen (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), cet. Ke-9, h.1.

6M. Manulang, Dasar-Dasar Manajemen (Jakarta : Ghalla Indonesia, 1996), h. 2. 7

Sondang P. Siagian, M.P.A., Filsafat Administrasi edisi Revisi (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), cet. Ke-3 h. 5.

8

(36)

besar Bahasa Indonesia adalah proses penggunaan sumber daya

secara efektif untuk mencapai tujuan dan sasaran.9

e. Didalam buku karangan Yayat. M. Herujito, Dasar-Dasar

Manajemen. George Terry (1977) menyatakan. Manajemen adalah

suatu proses yang berbeda terdiri dari planning, organizing,

actuating, dan controlling yang dilakukan untuk mencapai tujuan

yang ditentukan dengan menggunakan manusia dan sumber daya

lainnya.10

Setelah memaparkan beberapa pengertian arti dari berbagai para

ahli dalam karya-karyanya, jelas sekali terdapat banyak

definisi-definisi tentang manajemen. Menurut penulis kesimpulan yang dapat

diambil dari berbagai definisi-definisi tersebut. Manajemen adalah

berangkai kegiatan yang didalamnya terdapat suatu proses pelaksanaan

kegiatan yang meliputi perencanaan (planning), organisasi

(organizing), penggerakan (actuating), dan pengawasan (controlling).

sehingga bisa memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai

tujuan dan sasaran sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan

secara efektif dan efisien.

9

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1988), Cet. Ke-1. h. 695

10

(37)

2. Fungsi-Fungsi Manajemen

Fungsi-fungsi manajemen adalah sebagai berikut menurut Henry

Fayol ada:11

a. Planning

Menunjukan tujuan-tujuan yang hendak dicapai selama suatu masa

yang akan datang dan apa yang harus di perbuat agar dapat

mencapai tujuan-tujuan itu.

b. Organizing

Mengelompokan dan menentukan berbagai kegiatan penting dan

memberikan kekuasaan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan itu.

a. Staffing

Menentukan keperluan-keperluan sumber daya manusia,

pengarahan, penyaringan, latihan dan pengembangan tenaga kerja.

c. Motivating

Mengarahkan atau menyalurkan perilaku manusia kearah tujuan

tujuan.

d. Controling

Mengukur Pelaksanaan dengan tujuan-tujuan, menentukan

sebabsebab penyimpangan-penyimpangan dan mengambil

tindakan-tindakan korektif dimana perlu.

11

(38)

Menurut George R. Terry, dalam bukunya “Principles of

management”, yang dikutif oleh Soewarno Handayaningrat dalam

Buku Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Managemen,

menyatakan bahwa proses manajemen terdiri atas empat fungsi yaitu

a. Perencanaan (Planning)

Perencanaan adalah suatu pemilihan yang berhubungan

dengan waktu yang akan datang (future) dalam menggambarkan

dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diusulkan dengan penuh

keyakinan untuk tercapainya hasil yang dikehendakinya.12

b. Pengorganisasian

Pengorganisasian berasal dari kata organisasi (organum

bahasa latin) yang berarti alat atau badan, pada dasarnya ada 3

(tiga ciri khusus dari satu) organisasi yaitu : adanya sekelompok

manusia kerja sama yang harmonis dan kerja sama tersebut

berdasarkan atas hak kewajiban serta tanggung jawab

masing-masing orang untuk mencapai tujuan.13

c. Pergerakan (Actuating)

Penggerakan adalah aktivitas pokok dalam manajemen

yang mendorong dan menjuruskan semua bawahan agar

berkeinginan bertujuan serta bergerak untuk mencapai

12

Soewarno Handayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Management, h. 25.

13

(39)

maksud yang telah ditentukan dan merasa berkepentingan serta

pada dengan rencana usaha organisasinya.14

d. Pengawasan (Controling)

Pengawasan adalah kegiatan manajer mengusahakan agar

pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau

hasil yang dikehendaki.15

Pengawasan adalah proses penentuan apa yang harus

diselesaikan yaitu: pelaksanaan, penilaian pelaksanaan, bila perlu

melakukan tindakan korektif agar supaya pelaksanaannya tetap

sesuai dengan rencana yaitu sesuai dengan standar.16

Dari bermacam-macam fungsi-fungsi manajemen di atas

yang telah diungkapkan oleh para ahli. Maka, penulis mengambil

fungsi manajemen yang lebih umum dilakukan dikalangan

masyarakat. Sehingga penulis lebih condong pada Fungsi

Manajemen menurut pandangan George R. Terry seorang ahli

manajemen, yang mengungkapkan empat fungsi manajemen yaitu

perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),

penggerakan aActuating), dan pengawasan (controlling) Atau

yang biasa dikenal dan disingkat dengan sebutan “POAC”. Fungsi

manajemen inilah yang sangat popular dan fundamental dalam

rangka untuk pencapaian tujuan dalam setiap kegiatan.

14

Ibnu Syamsi, Pokok-Pokok Organisasi dan Manajemen (Jakarta: : Bina Aksara , 1998) cet ke-2, h. 96.

15

Sarwoto, Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen (Jakarta: Ghalian Indonesia, 1991) , cet, ke-18, h. 94.

16

(40)

3. Unsur-unsur Manajemen

Unsur atau komponen merupakan bagian terpenting yang harus

tersedia dalam suatu pelaksanaan kegiatan. Dalam hal ini Abdul Syani

membagi unsur alat manajemen (tool of manajemen) kedalam enam

bagian di antaranya:

a. Man, yakni tenaga kerja manusia, sumber daya manusia (SDM)

yang ada pada sebuah lembaga, SDM yang ada akan berpengaruh

pada lancer atau tidaknya manajemen lembaga dalam

melaksanakan tujuan yang dilaksanakan.

b. Money, yakni pembiayaan yang diperlukan untuk mencapai

tujuan.Dana tersebut dapat diperoleh dari pemerintah setempat atau

dari donator yang secara sukarela memberikan sumbangan demi

kemajuan sebuah proses dakwah. Disamping itu, dana juga dapat

diperoleh dari lembaga usaha yang dikembangkan.

c. Methods, yakni cara atau sistem untuk mencapai tujuan. Dalam

penentuan metode ini harus direncanakan secara matang sehingga

tidak terjadi kevakuman di tengah jalan.

d. Materials, yakni bahan-bahan yang diperlukan dalam mencapai

tujuan atau misi lembaga. Bahan ini harus mendukung proses

pencapaian tujuan yang direncanakan oleh sebuah lembaga.

e. Machines, yakni alat-alat yang diperlukan, dalam hal ini alat-alat

yang digunakan bertujuan untuk memaksimalkan bahan-bahan

(41)

f. Market, yakni tempat untuk menawarkan hasil produksi dalam hal

ini, misi lembaga dapat diterima oleh masyarakat yang pada

gilirannya mereka dapat menerima produk yang telah diciptakan.17

Faktor manusia dalam manajemen merupakan unsur terpenting

sehingga berhasil atau gagalnya suatu manajemen tergantung pada

kemampuan manajer untuk mendorong dan menggerakkan

orang-orang kearah tujuan yang akan dicapai. Karena begitu pentingnya

unsur manusia dalam manajemen, melebihi unsur lainnya, maka boleh

dikatakan bahwa manajemen itu merupakan proses sosial yang

mengatasi segala-galanya.18

C. Kajian teori tentang Madrasah Diniyah 1. Pengertian Madrasah Diniyah

Madrasah Diniyah adalah satu lembaga pendidikan keagamaan

pada jalur luar sekolah yang diharapkan mampu secara terus menerus

memberikan pendidikan agama Islam kepada anak didik yang tidak

terpenuhi pada jalur sekolah yang diberikan melalui system klasikal

serta menerapkan jenjang pendidikan.19

Madrasah Diniyah adalah madrasah-madrasah yang seluruh

mata pelajaranya bermaterikan ilmu-ilmu agama, yaitu fiqih, tafsir,

tauhid dan ilmu-ilmu agama lainya.20 Dengan materi agama yang

17 Abdul Sani, Manajemen Organisasi (Jakarta: Bina Aksara, 1987) , h. 28.

18 Zaini Muhtarom, Dasar-Dasar Manajemen (Yogyakarta : Al Amin Press dan IKFA,1996), h. 43. 19 Depertemen Agama RI, Pedoman penyelenggaraan dan Pembinaan Madrasah Diniyah

(Jakarta: Depag, 2000), h. 7.

20 Haedar Amin, El-saha Isham, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah Diniyah

(42)

demikian padat dan lengkap, maka memungkinkan para santri yang

belajar didalamnya lebih baik penguasaanya terhadap ilmu-ilmu

agama. Madrasah Diniyah adalah lembaga pendidikan yang

memberikan pendidikan dan pengajaran secara klasikal dalam

pengetahuan agama Islam kepada pelajar bersama-sama sedikitnya

berjumlah 10 orang atau lebih diantaranya anak-anak yang berusia 7

(tujuh) sampai 18 (delapan belas) tahun.21

PERMENAG NO 13 Tahun 2014 Mendefinisikan bahwasanya

pendidikan Diniyah adalah ”pendidikan keagamaan Islam yang

mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang

menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama Islam dan

/atau menjadi Ahli ilmu agama Islam dan mengamalkan ajaran Agama

Islam.”

Pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah merupakan lembaga

pendidikan keagamaan Islam yang diselenggarakan pada jalur

pendidikan nonformal yang diselenggarakan secara terstruktur dan

berjenjang sebagai pelengkap pelaksanaan pendidikan Agama Islam di

pendidikan dasar, menengah dan Tinggi. Takmiliyah merupakan istilah

baru pendidikan keagamaan yang diselenggarakan di Masyarakat yang

mana pengistilahannya dibuat oleh pemerintah untuk menandai

periodesasi pendidikan keagamaan di masyarakat di dalam kebijakan

Politik pemerintah. Sebelum istilah ini muncul di masyarakat

(43)

pemerintah memakai istilah Madrasah Diniyah pelengkap atau

suplemen. Di beberapa daerah menyebut Istilah Madrasah Diniyah

Takmiliyah dengan ” Pengajian Anak-anak”, ”sekolah Kitab”, dan

”sekolah Agama” Secara kausal pola tradisi di Madrasah Diniyah

Takmiliyah berasal dari tradisi-tradisi pondok pesantren, yang dibawa

oleh santri dan alumninya ke tengah-tengah masyarakatnya.

Madrasah Diniyah Takmiliyah merupakan hasil Autopoeitic dari

pondok pesantren yang hadir di tengah-tengah masyarakat indonesia

sejak lama. Sistem Autopoeitic adalah sistem organik pada sel, sel

terus menerus bereproduksi dan terus menerus mengembangkan

struktur tubuhnya sendiri bagi keberlangsungan kehidupannya.

Struktur tersebut merupakan reaksi terhadap dukungan atau gangguan

dari lingkungan yang diterimanya . Adapun faktor-faktor yang menjadi

pendukung dan atau gangguan yang menjadi penyebab mutasi pondok

pesantren yakni, modernisasi. Secara esensial Madrasah Diniyah

(Diniyah Takmiliyah) adalah lembaga pendidikan Islam yang dikenal

sejak lama. Pendidikan ini ada sejak kehadiran Islam di Nusantara.

Pendidikan dan pengajaran yang diselenggarakan di dalamnya timbul

dan berkembang secara alami melalui proses adaptasi dan akulturasi

yang berjalan secara halus, perlahan dan damai sesuai dengan

kebutuhan masyarakat di sekitarnya. Arif Subhan menyatakan

bahwasanya pendidikan Islam yang ada selalu mengalami transformasi

(44)

dan perjumpaan budaya (cultural encounter) dengan gagasan-gagasan

yang bersifat global. Seiring dengan ide-ide pembaharuan pendidikan

agama, maka Madrasah Diniyah (Diniyah takmiliyah) pun ikut serta

melakukan pembaharuan dari dalam, salah satu caranya adalah dengan

melakukan modifikasi kurikulum yang dikeluarkan oleh departemen

Agama dengan kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi

lingkungannya.

Sebagian Madrasah Diniyah bahkan menggunakan kurikulum

sendiri menurut kemampuan, persepsi dan kekhasan masing-masing.

Secara sederhana Madrasah Diniyah Takmiliyah difahami sebagai

satuan pendidikan keagamaan Islam yang diselenggarakan pada jalur

nonformal yang berfungsi sebagai pelengkap bagi siswa yang

mengikuti pendidikan umum.

Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

madrasah diniyah adalah salah satu lembaga pendidikan keagamaan

pada jalur non formal, dan merupakan jalur formal di pendidikan

pesantren yang menggunakan metode klasikal dengan seluruh mata

pelajaran yang bermaterikan agama yang sedemikian padat dan

lengkap sehingga memungkinkan para santri yang belajar didalamnya

lebih baik penguasaanya terhadap ilmu-ilmu agama.

Madrasah Diniyah adalah suatu lembaga pendidikan keagamaan

yang telah diakui keberadaannya oleh masyarakat maupun pemerintah.

(45)

ditetapkan bahwa Madrasah Diniyah merupakan salah satu dari sebuah

lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan kepada anak didik

dalam bidang keagamaan.

Madrasah yang ada saat ini merupakan perkembangan dari

madrasah diniyah yang telah ada sejak zaman pra kemerdekaan. Pada

pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia, hampir pada setiap desa

terdapat Madrasah Diniyah. Akan tetapi belum ada keseragaman nama

maupun bentuk dari masing-masing Madrasah Diniyah tersebut.

Beberapa nama dan bentuk madrasah diniyah saat ini seperti pengajian

anak-anak, pesantren, sekolah kitab dan lain- lain. 22

Madrasah Diniyah adalah lembaga pendidikan agama yang

memberikan pendidikan dan pengajaran secara klasikal dalam

pengetahuan agama Islam kepada pelajar secara bersama-sama,

sedikitnya berjumlah sepuluh atau lebih di antara anak-anak usia 7

sampai 20 tahun.23

Dalam buku ”Pedoman Teknis Penyelenggaraan Pendidikan

Pada Pondok Pesantren” dijelaskan bahwa madrasah diniyah adalah

sekolah yang tiga jenjang pendidikan yaitu Madrasah Diniyah

Awaliyah, Madrasah Diniyah Wustha dan Madrasah Diniyah ‘Ulya

yang hanya menyelenggarakan pendidikan agama Islam dan bahasa

Arab (sebagai bahasa al-qur’an) dengan memakai sistem klasikal. Dan

22 Abuddin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam di

Indonesia, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2001), h. 209.

23 Direktorat Pendidikan Keagamaan & Pondok Pesantren Dirjen KelembagaanAgama,Pedoman

(46)

dalam buku “Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan Madrasah

Diniyah” dijelaskan bahwa Madrasah Diniyah adalah sebagai berikut:

Lembaga pendidikan keagamaan pada jalur luar sekolah yang

diharapkan mampu secara terus menerus memberikan pendidikan

agama Islam kepada anak didik yang tidak terpenuhi pada jalur

sekolah yang diberikan melalui sistem klasikal serta menerapkan

jenjang pendidikan yaitu Madrasah Diniyah Awaliyah, Madrasah

Diniyah Wustha dan Madrasah Diniyah ‘Ulya.24

Pendirian Madrasah Diniyah mempunyai latar belakang

tersendiri dan kebanyakan didirikan atas perorangan yang semata-mata

untuk ibadah, maka system yang digunakan, tergantung kepada latar

belakang pendiri dan pengasuhnya, sehingga pertumbuhan madrasah

diniyah di Indonesia mengalami demikian banyak ragam dan coraknya.

Pendidikan Diniyah terdiri atas 2 sistem, yakni jalur sekolah dan jalur

luar sekolah, pendidikan Diniyah jalur sekolah akan mengunakan

sistem kelas yang sama dengan sekolah dan Madrasah, yaitu kelas I

sampai dengan kelas VI (Diniyah Ula), kelas VII,VIII, IX (Diniyah

Wustho) dan kelas X, XI, XII (Diniyah Ulya).

Pendidikan Diniyah secara khusus hanya mempelajari ajaran

agama Islam dan bahasa Arab, namun penyelenggaraanya mengunakan

sistem terbuka, yaitu siswa Diniyah dapat mengambil mata pelajaran

pada satu pendidikan lain sebagai bagaian dari kuri kulumnya.

24 Direktorat Pendidikan Keagamaan & Pondok Pesantren Dirjen KelembagaanAgama,Pedoman

(47)

Sementera untuk pendidikan diniyah jalur sekolah penyelenggaraanya

akan diserahkan kepada penyelenggara masing-masing. Madrasah

Diniyah mempunyai 2 model yaitu :25

a. Madrasah Diniyah model A, Madrasah diniyah yang

diselenggarakan di dalam pondok pesantren yaitu madrasah diniyah

yang naungannya pondok pesantren.

b. Madrasah Diniyah model B, Madrasah diniyah yang

diselenggarakan di luar pondok pesantren yaitu Madrasah Diniyah

yang berada diluar pondok pesantren.

Madrasah Diniyah dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu :

a. Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) adalah satuan pendidikan

keagamaan jalur luar sekolah yang menyelenggarakan pendidikan

agama Islam tingkat dasar.

b. Madrasah Diniyah Wustho (MDW) adalah satuan pendidikan

keagamaan jalur sekolah yang menyelenggarakan pendidikan

agama Islam tingkat menengah pertama sebagai pengembangan

pengetahuan yang diperoleh pada madrsah diniyah Awaliyah.

c. Madrasah Diniyah Ulya (MDU) adalah satuan pendidikan

keagamaan jalur luar sekolah yang menyelenggarakan pendidikan

agama Islam tingkat menegah atas denan melanjutkan dan

mengembangkan pendidikan madrasah diniyah wustho.

(48)

Tipologi Madrasah diniyah, dikelompokkan menjadi 3 (tiga) tipe,

yaitu26:

a. Madrasah Diniyah wajib, yaitu madrasah diniyah yang menjadi

bagaian tak terpisahkan dari sekolah umum atau madrasah yang

bersangkutan wajib menjadi siswa madrasah diniyah. Kelulusan

sekolah umum atau madrasah yang bersangkutan tergantung juga

pada kelulusan madrasah diniyah. Madrasah ini disebut juga

madrasah diniyah komplemen, karena sifatnya komplementatif

terhadap sekolah umum atau madrasah.

b. Madrasah Diniyah Pelengkap yaitu madrasah diniyah yang diikuti

oleh siswa sekolah umum atau madrasah sebagai upaya untuk

menambah atau melengkapi pengetahuan Agama dan bahasa Arab

yang sudah mereka peroleh disekolah umum atau madrasah.

Berbeda dengan madrasah diniyah wajib, madrasah diniyah ini

tidak menjadi bagian dari sekolah umum atau madrasah, tetapi

berdiri sendiri. Hanya saja siswanya berasal dari siswa umum atau

madrasah.

c. Madrasah Diniyah murni, yaitu madrasah diniyah yang siswanya

hanya menempuh pendidikan di madrasah diniyah tersebut, tidak

merangkap disekolah umum maupun madrasah. Madrasah diniyah

ini disebut juga Madrasah Diniyah independent, karena bebas dari

siswa yang merangkap disekolah umum atau madrasah.

(49)

Kategori yang dikemukakan di atas tidak berlaku secara mutlak,

karena kenyataannya, bahwa Madrasah Diniyah yang siswanya

campuran, sebagian berasal dari sekolah umum atau madrasah dan

sebagian lainya siswa murni yang tidak menempuh pendidikan di

sekolah atau madrasah.

2. Dasar Hukum Madrasah Diniyah

Penyelenggaraan Madrasah Diniyah secara hukum diatur dalam

Tata Perundangan Republik Indonesia. Sila pertama yang

menyebutkan Ketuhanan Yang Maha Esa memiliki makna bahwa

agama dijadikan sebagai pembimbing sekaligus keseimbangan hidup

bangsa Indonesia. Ini berarti bahwa lembaga keagamaan seperti

Madrasah Diniyah diakui sebagai tempat pembinaan mental spiritual

bangsa Indonesia.

Secara konstitusional dalam Undang–Undang RI Tahun 1945

pasal 29 ayat 2 negara menjamin kebebasan rakyatnya dalam

melaksanakan ajaran agamanya, termasuk kebebasan belajar di

Madrasah Diniyah. Pasal 31 ayat 3 menyebutkan bahwa pemerintah

mengusahakan satu Sistem Pendidikan Nasional, yang meningkatkan

keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satunya adalah

penyelenggaraan Madrasah Diniyah.

Secara operasional ketentuan Madrasah Diniyah diatur dalam

(50)

Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren yang khusus

melayani Pondok pesantren dan Madrasah Diniyah. Keberadaan

Madrasah Diniyah sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional

diperkuat Undang-undang No. 20 Tahun 2003 terutama pasal 30 ayat 1

hingga 4 yang menyatakan bahwa:

(1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan /

atau kelompok masyarakat dan pemeluk agama, sesuai dengan

Peraturan Perundang-undangan

(2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik

menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan

nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.

(3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur

pendidikan formal, nonformal dan informal.

(4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren,

pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.27

Keberadaan Madrasah Diniyah dipertegas lagi dengan disahkannya

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 55 Tahun 2007 tentang

pendidikan agama dan Pendidikan keagamaan terutama pasal 21 ayat

(1) hingga (3 ) menyebutkan bahwa:

(1) Pendidikan diniyah nonformal diselenggarakan dalam bentuk

pengajian kitab, Majelis Taklim, Pendidikan al Qur’an, Diniyah

Taklimiyah atau bentuk yang sejenis

27 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Fokus

(51)

(2) Pendidikan diniyah nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dapat berbentuk satuan pendidikan.

(3) Pendidikan Diniyah nonformal yang berkembang menjadi satuan

pendidikan wajib mendapatkan izin dari kantor Departemen Agama

Kabupaten/Kota setelah memenuhi ketentuan tentang persyaratan

pendirian satuan pendidikan.

Dan dijelaskan pula dalam pasal 25 ayat (1) hingga (5) bahwa:

(1) Diniyah Taklimiyah bertujuan untuk melengkapi pendidikan agama

Islam yang diperoleh di SD/MI, SMP/MTs, SMA/MAN,

SMK/MAK atau di Perguruan Tinggi dalam rangka peningkatan

keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT.

(2) Penyelenggaraan Diniyah Taklimiyah dapat di laksanakan secara

berjenjang atau tidak berjenjang.

(3) Penyelenggaraan Diniyah Taklimiyah dilaksanakan di masjid,

mushalla atau di tempat lain yang memenuhi syarat.

(4) Penamaan atas Diniyah Taklimiyah merupakan kewenangan –

penyelenggara.

(5) Penyelenggaraan Diniyah Taklimiyah dapat dilaksanakan secara

terpadu dengan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MAN, SMK/MAK atau

di Perguruan Tinggi.28

Dan diperinci lagi dengan aturan berupa Peraturan Menteri Agama

RI no: 13 tahun 2014 tentang pendidikan keagamaan Islam.

(52)

Pembahasan tentang madrasah diniyah takmiliyah terdapat di dalam

pasal 46 sampai dengan pasal 49 berbunyi :

Pasal 46 :

1. Madrasah Diniyah Takmiliyah sebagaimana dimaksud dalam

pasal 45 ayat (1) huruf a diselenggarakan untuk melengkapi,

memperkaya, dan memperdalam pendidikan Agama Islam pada

MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA/MAK/SMK, dan pendidikan

tinggi atau yang sederajat dalam rangka peningkatan keimanan

dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah SWT.

2. Madrasah Diniyah Takmiliyah sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diselenggarakan secara berjenjang

3. Jenjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas

jenjang ula, Wustha, Ulya dan Al-jami’ah.

4. Jenjang ula sebagaimanadimaksud pada ayat (3) diikuti oleh

peserta didik pada MI/SD atau yang sederajat

5. Jenjang Wustho sebagaimanadimaksud pada ayat (3) diikuti

oleh peserta didik pada MTs/SMP atau yang sederajat

6. Jenjang Ulya sebagaimanadimaksud pada ayat (3) diikuti oleh

peserta didik pada MA/SMA/MAK/SMK atau yang sederajat

7. Jenjang Al Jami’ah sebagaimanadimaksud pada ayat (3) diikuti

(53)

Pasal 47

(1) Madrasah Diniyah Takmiliyah sebagaimana dimaksud pada

Pasal 45 ayat (1) huruf a diselenggarakan oleh masyarakat

(2) Madrasah Diniyah Takmiliyah sebagaimana dimaksud pada

Ayat (1) dapat diselenggarakan secara mandiri atau terpadu

dengan satuan pendidikan lainnya

(3) Madrasah Diniyah Takmiliyah sebagaimana dimaksud ayat (1)

dapat diselenggarakan oleh pesantren, pengurus masjid,

pengelola pendidikan formal dan nonformal, organisasi

kemasyarakatan Islam, dan lembaga social keagamaan lainnya.

(4) Madrasah Diniyah Takmiliyah sebagaimana dimaksud pada

Ayat (1) dapat diselenggarakan di masjid, Mushalla, ruang

kelas atau ruang belajar lain yang memenuhi syarat.

(5) Pesantren yang menyelenggarakan Madrasah Diniyah

Takmiliyah dapat mengembangkan kekhasan masing-masing

pesantren.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan madrasah

diniyah takmiliyah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat

(2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan oleh direktur Jenderal.

Pasal 48

Kurikulum madrasah diniyah takmiliyah terdiri atas mata

pelajaran pendidikan keagamaan Islam yang paling sedikit

(54)

a. Al Qur’an

b. Al Hadist

c. Fiqih

d. Akhlak

e. Sejarah kebudayaan Islam; dan

f. Bahasa Arab

(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan madrasah

diniyah takmiliyah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkan oleh direktur Jenderal.

Pasal 49

(1) Lulusan madrasah diniyah takmiliyah dapat dihargai sederajat

dengan pendidikan formal setelah lulus ujian yang

diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi dan

ditunjuk oleh direktur Jenderal

(2) Lulusan Madrasah diniyah takmiliyah memperoleh Ijazah

sederajat pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat melanjutkan ke jenjang berikutnya pada jenis pendidikan

lainnya

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai lulusan madrasah diniyah

takmiliyah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

(55)

3. Sejarah berkembangnya Madrasah diniyah

Sebagaimana sejarah berdirinya pondok pesantren karena

madrasah diniyah merupakan bagaian dari pondok pesantren.

Madrasah Diniyah juga berkembang dari bentuknya sederhana, yaitu

pengajian dimasjid-masjid, langgar atau surau-surau. Berawal dari

bentuknya yang sederhana ini berkembang menjadi pondok pesantren.

Persingungan dengan system madrasah, model pendidikan Islam

mengenal pola pendidikan madarasah. Madrasah ini mulanya hanya

mengajarkan ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab.

Dalam perkembangan selanjutnya, sebagaimana di madrasah

diberikan mata pelajaran umum dan sebagaian lainya mengkhususkan

diri hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab. Madrasah

yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dan bahasa arab inilah yang

dikenal dengan Madrasah Diniyah.29

Lembaga pendidikan Islam yang dikenal dengan nama madrasah

diniyah telah lama ada di Indonesia. Dimasa penjajahan Hindia

Belanda, hampir disemua desa di Indonesia dan penduduknya

mayoritas Islam terdapat madrasah diniyah dengan berbagai nama dan

bentuk seperti pengajian anak-anak, sekolah kitab dan lain-lain.

Penyelenggaraan Madrasah Diniyah ini biasanya mendapatkan

bantuan dari raja-raja/sultan setempat. Setelah Indonesia merdeka,

Madrasah Diniyah terus berkembang pesat seiring dengan peningkatan

Gambar

Tabel 1.1Daftar Informan
Tabel 1.2Jadwal wawancara dengan subyek ke 1
Tabel 1.5Jadwal wawancara subyek ke 4
Tabel 1.8Jadwal wawancara subyek ke 7

Referensi

Dokumen terkait

1.1.1 Mampu melibatkan disiplin lain, keterampilan dan teknik moderen yang diperlukan ke dalam penyelesaian masalah atau perancangan sistem terintegrasi pada industri jasa

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta kemudahan penulis dalam penyusun skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai

INKUIRI DAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP HASIL BELAJAR EKONOMI PESERTA DIDIK DI SMA NEGERI 5 SURAKARTA. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan

Model menghasilkan nilai R² sebesar 0.196987 yang berarti bahwa secara keseluruhan variabel yang digunakan dalam penelitian ini berpengaruh sebanyak 19.7% terhadap

Penggunaan Media Audio Visual Pada Mata Pelajaran PKN Untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Singkawang Moad Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Vol. 91-105

- People from outside the communities entering sections of cultural interest while forestry work is being done (forest workers) which can lead to HCV 6 values being damaged. -

Pemohon informasi ke PPID pada bulan Juni 2019 hanya 1 orang yang disampaikan melalui alamat surat elektronik (email) PPID dengan informasi yang diminta berjumlah 1

Sejalan dengan masalah yang dibahas serta berdasarkan analisis yang telah diungkapkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapatlah ditarik simpulan sebagai berikut. 1)