SKRIPSI
Oleh:
M. Fatihul Mubarok NIM: D73213051
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
i dalam Mengelola Madrasah Diniyah di Sidoarjo.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran Ikatan silaturrahim madin (Islamadina) dalam mengelola Madrasah Diniyah di sidoarjo). Waktu penelitian ini dimulai pada tanggal 11 Desember 2016, penelitian ini bertempat di Lembaga Islamadina dan sejumlah Madrasah diniyah yang berada di Sidoarjo, Penelitian ini mempunyai 3 rumusan masalah yakni : 1) Tugas pokok dan fungsi Islamadina, 2) Kelembagaan Madrasah Diniyah yang berada di Sidoarjo, 3) Peran Ikatan silaturrahim Madin (Islamadina) dalam mengelola Madrasah Diniyah di Sidoarjo. Pendekatan penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriftif. Dalam proses pencarian data, peneliti menggunakan metode Observasi, wawancara, mendalam terhadap subyek penelitian, dan dokumentasi. Dalam analisis dan interprestasi data, Peneliti menggunakan analisis reduksi data, pnyajian dan verifikasi data. Sedangkan dalam uji keabsahan data menggunakan trianggulasi berupa trianggulasi sumber dan teknik. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui (1) merencanaan program tahunan serta kurikulum, menyelenggarakan pertemuan Guru-guru dan pembinaan Guru Madin, menyelenggarakan koordinasi evaluasi hasil belajar, menyelenggarakan rapat koordinasi kepala Madrasah Diniyah. Fungsinya sebagai wadah koordinatis Madin di Kab. Sidoarjo serta mitra kerja Dinas terkait (2) kelembagaan Madrasah Diniyah di Sidoarjo mempunyai 2 bentuk penyelenggaraan yang pertama,Madrasah Diniyah yag berada di lingkungan Pondok Pesantren yang kedua, Madrasah Diniyah yang berada diluar pondok Pesantren (3) Peran Islamadina dalam mengelola
Madrasah Diniyah di Sidoarjo meliputi fungsi manajemen (perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, pengawasan) Madrasah Diniyah di Kab. Sidoarjo.
Author: Jhuwie Keywords:
Comments:
Creation Date: 5/2/2017 11:19:00 AM Change Number: 1
Last Saved On: 5/2/2017 11:21:00 AM Last Saved By: Jhuwie
Total Editing Time: 2 Minutes
Last Printed On: 5/2/2017 11:36:00 AM As of Last Complete Printing
Number of Pages: 1 Number of Words: 236
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 14
C. Tujuan Penelitian ... 14
D. Manfaat Penelitian ... 14
E. Hasil Penelitian Terdahulu ... 15
F. Definisi Konseptual... 17
G. Sistematika Pembahasan ... 19
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian teori tentang Islamadina ... 20
1. Pengertian Islamadina ... 20
2. Peran Islamadina ... 21
3. Tugas Pokok Islamadina ... 22
B. Kajian Manajemen ... 23
1. Pengertian Manajemen ... 23
2. Fungsi Manajemen ... 26
3. Unsur-unsur Manajemen ... 29
C. Kajian Teori tentang Madrasah Diniyah ... 30
1. Pengertian Madrasah Diniyah ... 30
2. Dasar Hukum Madrasah Diniyah ... 38
3. Sejarah Berkembangnya Madrasah Diniyah ... 44
4. Posisi dan Peranan Madrasah Diniyah ... 45
✁ ✁
D. Data dan Sumber Data ... 53
E. Teknik Pengumpulan Data... 57
F. Teknik Analisis Data... 61
G. Keabsahan Data... 63
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi objek penelitian ... 66
1. Sejarah Islamadina... 66
2. Struktur Organisasi ... 67
B. Hasil Penelitian ... 75
1. Tugas Pokok dan Fungsi Islamadina ... 76
2. Kelembagaan Madrasah diniyah di Sidoarjo... 88
3. Peran Ikatan Silaturrahmi Madin ( Islamadina) dalam mengelola Madrasah Diniyah di Sidoarjo... 97
C. Analisis Pembahasan ... 107
1. Tugas pokok dan Fungsi Islamadina... 107
2. Kelembagaan Madrasah Diniyah di Sidoarjo ... 109
3. Peran Ikatan Silaturrahim Madin (Islamadina) dalam mengelola Madrasah Diniyah di Sidoarjo ... 112
BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 117
B. Saran ... 118
Author: Jhuwie Keywords:
Comments:
Creation Date: 5/2/2017 11:19:00 AM
Change Number: 2
Last Saved On: 5/2/2017 11:35:00 AM Last Saved By: fatih al barok
Total Editing Time: 1 Minute
Last Printed On: 5/2/2017 11:36:00 AM As of Last Complete Printing
Number of Pages: 2 Number of Words: 262
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Madrasah adalah suatu lembaga pendidikan yang mengajarkan
tentang ajaran-ajaran Islam. Madrasah merupakan pendidikan kelanjutan
dari pondok pesantren, yang dimana pendidikan di Madrasah ini masih
mengambil dan mengikuti dari materi Pondok Pesantren. Madrasah tidak
harus adanya elemen masjid dan tempat tinggal, melainkan hanya siswa,
kurikulum, pengajar dan pemimpin.
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam walaupun
mempunyai tujuan khusus akan tetapi pendidikan yang dilaksanakan harus
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional
dalam artibahwa pendidikan pada madrasah harus memberikan kontribusi
terhadap tujuan pendidikan nasional. Kehadiran Madrasah sebagai
lembaga pendidikan Islam di Indonesia merupakan simbiosis mutualisme
antara masyarakat Muslim dan Madrasah itu sendiri. Secara historis
kelahiran Madrasah tidak bisa dilepaskan dari peran dan partisipasi
masyarakat.1
Madrasah Diniyah merupakan pola pendidikan keagamaan Islam
yang telah ada sejak penyebaran agama Islam masuk ke Indonesia.
Madrasah Diniyah kebanyakan tumbuh dan berkembang atas dasar
1Mahfud Djunaedi, Rekonstruksi Pendidikan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
dakwah yang merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Pada awal
perkembangannya keberadaan Madrasah Diniyah tidak lebih hanya sebuah
bimbingan keagaaman Islam bagi masyarakat secara luas. Sehingga
konsentrasi utamanya adalah lebih kepada pengajaran baca Alqur’an,
ketauhidan, dan hal-hal yang berkaitan dengan ubudiyah.
Seperti yang ada dalam Al-Qur’an Surat At Taubah Ayat 122
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan
untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”2
Namun dengan semakin berkembangnya agama Islam di Indonesia
terlebih setelah Indonesia merdeka dan terbentuknya Departemen agama,
keberadaan Madrasah Diniyah menjelma tidak lagi sekedar sebagai
bimbingan keagamaan Islam, akan tetapi membentuk menjadi sebuah
lembaga pendidikan yang mengajarkan semua nilai-nilai aspek keislaman.
Dan seiring dengan beragam pemikiran tentang pembaharuan,
keberadaan Madrasah Diniyah dituntut untuk lebih terbuka dan
menyesuaikan diri dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat tanpa harus
menghilangkan karakter dasa dari madrasah diniyah sebagai lembaga
pendidikan keislaman yang khusus memberikan pengajaran mengenai
nilai-nilai keislaman. Dengan demikian maka semua lembaga Madrasah
Diniyah perlu bersinergi untuk menjadikan Madrasah Diniyah sebagai
salah satu bentuk lembaga pendidikan yang berkualitas dan produktif.
Pendidikan Madrasah Diniyah merupakan sistem pendidikan untuk
melatih anak didiknya dengan sedemikian rupa sehingga dalam sikap
hidup, tindakan, dan pendekatan nya terhadap segala jenis pengetahuan
banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai spiritual dan sangat sadar akan nilai
etik Islam. Mentalnya di latih sehingga keinginan mendapatkan
pengetahuan bukan semata-mata untuk memuaskan rasa ingin tahu
intelektualnya saja atau hanya untuk memperoleh keuntungan material
semata. Melainkan untuk mengembangkan dirinya menjadi makhluk
nasional yang berbudi luhur serta melahirkan sejahteraan spiritual,
mental, fisik bagi keluarga, bangsa dan seluruh umat manusia.3
Pada awal permulaan, pendidikan dan pengajaran pendidikan
Madrasah Diniyah dilakukan secara informal dan membawa hasil yang
sangat baik. Sistem pendidikan informal ini, terutama yang berjalan dalam
lingkungan keluarga sudah diakui kemampuannya dalam menanamkan
sendi-sendi agama dalam jiwa anak-anak. Anak-anak di didik dengan
ajaran-ajaran agama sejak kecil dalam keluarga dan mereka di latih
membaca al-qur’an, kitab kuning, melakukan sholat dengan berjama’ah,
berpuasa di bulan ramadhan dan lain-lain.4
Usaha-usaha pendidikan Islam dimasyarakat ini yang kemudian
dikenal dengan pendidikan nonformal, dan hal ini muncul Madrasah
Diniyah yang ternyata mampu menyediakan kondisi sangat baik dalam
menunjang keberhasilan pendidikan Islam dan memberi motivasi yang
kuat bari umat Islam untuk menyelenggarakan pendidikan agama yang
lebih baik dan lebih sempurna.5
Di dalam masyarakat, madrasah diniyah mulai mendapatkan
perhatian khusus. Masyarakat tidak lagi hanya memandang madrasah
diniyah dalam prespektif civil effect yang timbul dari pendidikan. Sejak
meningkatnya dekadensi moral yang luar biasa yang disebabkan oleh
globalisasi, masyarakat mulai berfikir untuk memberikan pendidikan
moral dan akhlak sebagai pondasi dasar pendidikan umum yang
diterimanya. Banyak orang tua yang merasa bahwasanya pelajaran agama
Islam yang diterima di pendidikan umum belum cukup menyiapkan
keberagamaan anak-anaknya sampai di tingkat yang memadai untuk
mengarungi kehidupannya di masa yang akan datang.6
Berbagai upaya ditempuh oleh orang tua untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Diantara upaya yang dilakukan oleh orang tua adalah
dengan memasukkan anak-anaknya di pendidikan Madrasah Diniyah. Dari
4Zuhairini,dkk.,Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hal. 209. 5Ibid., h. 211
alasan tersebut, masyarakat mulai meminati pendidikan madrasah diniyah
untuk menambah porsi pendidikan agama yang diperoleh di sekolah atau
untuk memperdalam dan memperluas pemahaman, penghayatan,
pengamalan ajaran Islam di dalam kehidupan sehari-hari.
Melihat respons masyarakat tersebut, pemerintah kemudian
memasukkan pendidikan Madrasah Diniyah ke dalam sistem pendidikan
nasional yang termaktub dalam Undang-Undang Sistem pendidikan
nasional nomor : 20 tahun 2003. Mulai saat itu Madrasah Diniyah
mendapatkan pengakuan dari pemerintah di dalam pasal 26 ayat 1 dan 2
yang berbunyi :
(1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat
yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai
pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka
mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta
didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan
keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian
profesional.7
Dari aturan undang-undang tersebut bisa dipahami bahwasanya
pendidikan Diniyah merupakan sistem pendidikan nonformal yang
diselenggarakan oleh masyarakat dalam hal ini pondok Pesantren maupun
individu yang memiliki kepedulian terhadap pengembangan pendidikan
7Undang-undang RI No: 20 tahun 2003 Tentang sistem Pendidikan Nasional (Bandung : citra
Islam. Pendidikan Madrasah Diniyah berfungsi sebagai pengganti
pendidikan formal yang diselenggarakan oleh pemerintah, melalui
madrasah diniyah. Menambah dan melengkapi kebutuhan anak didik akan
kebutuhan ilmu keislaman yang sudah diterima oleh anak didik di
pendidikan formal melalui pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah.
Kedua model Madrasah Diniyah yang ada tersebut bertujuan untuk
mengembangkan potensi anak didik dengan penekanan pada penguasaan
pengetahuan keagamaan (Tafaqquh fi al-Din) dan ketrampilan hidup serta
mengembangkan sikap akhlakul karimah.
Dalam operasionalisasinya, Undang-undang ini memunculkan
aturan pemerintah untuk segera dilaksanakan sistem tersebut oleh semua
stakeholder yang terkait dengan kebijakan tersebut. Adapun aturan
operasional yang memayungi penyelenggaraan Madrasah Diniyah adalah
peraturan pemerintah No: 55 tahun 2007.
Di dalam peraturan itu Madrasah Diniyah dibagi menjadi jenis
yakni : pertama, Madrasah Diniyah formal yaitu pendidikan ilmu-ilmu
yang bersumber dari ajaran agama Islam pada jenjang pendidikan anak
usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Penjenjangan pendidikan ini sama dengan penjenjangan pendidikan
formal, yaitu pendidikan dasar 6 tahun, pendidikan menengah 3 tahun dan
pendidikan menengah atas, 3 tahun (pasal 15 dan 16). Kedua, Madrasah
Diniyah Takmiliyah, adalah pendidikan yang diselenggarakan dalam
MTs/SMP, MA/SMA, SMK/MAK atau di pendidikan tinggi dalam
rangka peningkatan keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah
SWT (pasal 25)8.
Langkah pemerintah untuk membagi Madrasah Diniyah menjadi
dua bentuk adalah bertujuan untuk mengakomodir
kepentingan-kepentingan penyelenggara pendidikan keagamaan untuk menjaga dan
melestarikan kekhasan lembaga pendidikannya (pesantren/Madrasah
Diniyah). Pondok Pesantren yang menyelenggarakan Madrasah Diniyah
formal/muadalah diberikan keleluasaannya mengembangkan cirikhas
keislamannya dengan tetap mempertahankan tradisi pesantrennya, namun
tetap mampu mendapatkan hak yang sama dalam memperoleh pendidikan
lanjutan yang sama dengan pendidikan formal yang lainnya.
Sejak masuk di dalam peraturan pemerintah No: 55 tahun 2007,
pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah merupakan fenomena baru
yang terdapat di dalam sistem Pendidikan Nasional, sehingga hal tersebut
perlu diperjelas dengan aturan yang lebih operasional dan jelas untuk
nantinya mampu diterjemahkan dengan baik oleh stakeholder yang
berkepentingan untuk mengembangkan pendidikan ini. Adapun aturan
tersebut berupa Peraturan Menteri Agama RI no: 13 tahun 2014 tentang
pendidikan keagamaan Islam. Pembahasan tentang Madrasah Diniyah
Takmiliyah terdapat di dalam pasal 46 sampai dengan pasal 49.
8Presiden RI,Peraturan pemerintah Republik Indonesia No: 55 Tahun 2007 tentang pendidikan
Aturan tersebut menerangkan bahwasanya Madrasah Diniyah
Takmiliyah, diselenggarakan untuk melengkapi, memperkaya, dan
memperdalam pendidikan agama Islam di sekolah formal yang mana
pendidikan formal hanya menerima pelajaran Agama Islam dengan waktu
yang terbatas. Sehingga dengan tambahan pembelajaran di Madrasah
Diniyah siswa diharapkan mampu memperluas pemahaman, penghayatan,
pengamalan ajaran Islam di dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga
nantinya siswa tersebut mampu menjadi generasi yang saleh, kuat, dan
berdaya saing tinggi untuk menjadikan bangsa Indonesia bangsa yang
sejahtera.
Jenjang pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah meliputi jenjang
ula, wustho, ’ulya dan al-Jami’ah dengan penyelenggaraan yang
diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat sesuai dengan tradisi dan
kekhasan masing-masing. Di dalam aturan tersebut pemerintah tidak
memberikan aturan yang baku pelaksanaan pembelajarannya termasuk
dalam hal penyediaan tempat yang dibutuhkan untuk pembelajaran dan
pengelolaannya. Tempat pembelajaran yang digunakan pun diserahkan
kepada penyelenggara, sehingga tempat pembelajaran bisa dilaksanakan
dimana saja sesuai dengan kemampuannya, misalnya : Masjid, Musholla,
ruang kelas atau ruang belajar lain yang memenuhi syarat. Langkah
pemerintah dalam memberikan kesempatan yang luas dalam mengelolaan
kepada lembaga pendidikan yang ada untuk mengembangkan mutu
pembelajarannya.
Di dalam aturan tersebut juga dijelaskan bahwasanya, nantinya
lulusan-lulusan dari Madrasah Diniyah memperoleh kesempatan yang
sama dengan pendidikan yang formal lainnya. Para santri Madrasah
Diniyah akan memperoleh kesempatan yang sama untuk mengikuti Ujian
Nasional sesuai dengan jenjang yang dilakukan dan memperoleh ijazah
yang sama dengan perlakuan yang sama yakni berhak untuk melanjutkan
pendidikan pada jenjang selanjutnya dengan jenis pendidikan yang
berbeda. Dari hal inilah, upaya keadilan sosial yang dilakukan pemerintah
untuk pendidikan-pendidikan non formal, dan hal ini adalah upaya yang
baik untuk memulai pembangunan pendidikan di Indonesia, mengingat
Indonesia memiliki khazanah pendidikan yang sangat banyak dengan
keunikan dan kekhasannya masing-masing terutama pendidikan Islam
yang sudah berkembang lama sebelum Indonesia mencapai
kemerdekaannya.
Keberadaan Madrasah Diniyah Takmiliyah tidak lepas dari
transformasi pesantren ke dalam pendidikan masyarakat. Karena
madrasah diniyah memiliki kaitan erat dengan pesantren. Keterkaitan erat
tersebut karena ada keterkaitan antara sistem pesantren dengan upaya
untuk penyiaran dan pengamalan ajaran-ajaran agama di masyarakat.
Para alumni pesantren adalah tokoh-tokoh yang diberikan tugas dari para
fungsi pengajian seorang santri kepada kyainya adalah untuk memerangi
kebodohan di tengah-tengah masyarakat, sekembalinya kepada
masyarakat.
Biasanya santri membuka tempat-tempat pengajian baru dan majlis
ta’lim yang tujuannya adalah untuk Isytinsyar al-Ilm (penyebaran ilmu)
dan dakwah.9 Berdasarkan orientasi tersebut maka seorang santri saat
menjadi alumni mereka membuka tempat-tempat untuk mengamalkan
ilmu yang didapatkan dari pesantrennya dengan cara yang sangat fleksibel
sesuai dengan sosiokultural masyarakat yang berada di sekitarnya.
Dimananapun tempatnya, para alumni ini tidak mempermasalkan
idealitas tempat belajar, mereka bisa mengaji dan mempelajari ilmu
agama di Rumah, Masjid, Mushalla, Langgar, menumpang di sekolah
yang sudah ada atau di tempat lain yang cukup dan kapanpun masyarakat
mau belajar tentang agama.
Biasanya para alumni ini untuk melakukan pengajian mengikuti
waktu luang yang dimiliki masyarakat, pembelajaran biasa dilakukan
pada sore sampai malam hari. Alumni pesantren didalam menyebarkan
ilmu tersebut tidaklah berorientasi kepada mencari keuntungan dari
murid/masyarakat yang mengaji kepadanya, karena salah satu doktrin
yang kuat yang dimiliki oleh pesantren bahwasanya pendidikan agama
tidak boleh diperjualbelikan dengan uang10. Seringkali alumni dari
9Amin Haedari,Masa depan pesantren; dalam tantangan modernitas dan tantangan kompleksitas global,(Jakarta: IRD press, 2004),h.180
pesantren tidak menarik bayaran kepada santi yang mengaji di tempatnya.
Biasanya para alumni tersebut membiayai kebutuhan sehari-harinya dari
berdagang, bertani, atau pekerjaan-pekerjaan yang lainnya.
Secara kultural di masyarakat, Madrasah Diniyah Takmiliyah
adalah wadah alumni pesantren yang dalam hal ini disebut “ustadz” atau
“ustadzah” untuk menyebarkan ilmu dan dakwah di tengah masyarakat.
Sebagai bentuk transformasi pesantren di masyarakat, Madrasah Diniyah
Takmiliyah tentunya memiliki beberapa tradisi dan kebiasaan yang sama
dengan bentuk induknya (pesantren).
Mujamil Qomar mengatakan bahwasanya seorang santri harus
menjadi pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian Rasulullah SAW,
mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam berkepribadian
menyebarkan ajaran-ajaran agama Islam di tengah-tengah masyarakat dan
mencintai ilmu pengetahuan dalam rangka mengembangkan diri sendiri
sebagai modal utama mengembangkan kepribadian orang lain.11 Dengan
orientasi itulah para ustadz dengan berbagai upayanya
mentransformasikan misi pesantren itu ke tengah masyarakat melalui
Madrasah Diniyah Takmiliyah.
Bila dilihat aturan Menteri Agama RI di dalam PMA No: 3 tahun
2014 pada pasal 27 ayat 3 tentang penyelenggaraan pendidikan
kegamaan, maka penyelenggaraan Madrasah Diniyah Takmiliyah adalah
oleh pesantren, pengurus masjid, pengelola pendidikan formal dan
11 Mujamil Qomar, Pesantren; dari transformasi metodologi menuju demokratisasi institusi
nonformal, organisasi kemasyarakatan Islam, dan lembaga sosial
keagamaan lainnya. Dari aturan tersebut kita bisa memahami bahwasanya
penyelenggara Madrasah Diniyah Takmiliyah tidak ada keharusan dari
alumni pesantren. Siapapun warga masyarakat yang memiliki kepedulian
di dalam mengembangkan pendidikan keagamaan di Indonesia berhak
untuk mendirikan Madrasah Diniyah Takmiliyah. Tentu hal ini akan
menimbulkan corak baru di dalam pengelolaan pendidikan madrasah
diniyah takmiliyah. Kalau selama ini madrasah diniyah takmiliyah
diidentikan dengan pendidikan dengan pendidikan pesantren dengan
segala kekhasannya sebagai ikon pendidikan tradisionalis, maka sejak
diterbitkannya aturan ini maka corak pengelolaannya sedikit banyak akan
mengalami pergeseran.
Untuk di ketahui juga Madrasah Diniyah merupakan salah satu
bentuk pendidikan yang ada dan berkembang di masyarakat, yang
memiliki peranan penting dalam membentuk, melatih dan membangun
generasi Islam di tengah-tengah masyarakat yang multikultural.
Pendidikan ini menjadikan islam sebagai agama yang kaffa guna
membangun masyarakat Indonesia yang bermartabat dan berkarakter.
Terlebih saat masyarakat kita dilanda krisis multidimesi, krisis
kepercayaan dan karakter. Formulasi pendidikan model Madrasah Diniyah
bisa menjadi alternatif guna menyelesaikan probematika yang timbul
tersebut, jikalau pengelolaan manajemen dan sosiokultural dilaksanakan
Potensi Madrasah Diniyah yang besar di Sidoarjo tersebut dapat
dilihat dari besarnya jumlah Madrasah Diniyah yang diselenggarakan di
masing-masing lingkungan masyarakat Kabupaten Sidoarjo, Jumlah
lembaga Madrasah Diniyah Takmiliyah yang tercatat di dalam di data
Islamadina Kab. Sidoarjo dan juga yang tercatat di EMIS (Education
Management Information System) Kementerian Agama Kabupaten
Sidoarjo tahun 2016/2017 sebanyak 561 lembaga.
Dengan banyaknya Madrasah Diniyah di Sidoarjo maka
selayaknya terdapat wadah inspiratif untuk menampung Madrasah Diniyah
yang ada di Sidoarjo, guna mewujudkan hal tersebut, Madrasah Diniyah
yang berada di wilayah Kabupaten Sidoarjo membentuk wadah guna
menuangkan ide-ide yang inspiratif dan inovatif, menjalin silaturrahim,
dan mengembangkan profesionalisme diri yang kemudian lahirlah sebuah
wadah organisasi yang diberi nama Islamadina Sidoarjo. Ikatan
silaturrohim Madrasah Diniyah (Islamadina) Kabupaten Sidoarjo sebagai
wadah organisasi Madrasah Diniyah, dalam upayanya memperjuangkan
eksistensi Madrasah Diniyah, mulai dari peningkatan kelembagaan,
sumber daya manusianya maupun dalam upaya membangun kebersamaan
dan kesamaan ghoyah (tujuan) dan wijhah (orientasi) Madrasah Diniyah
secara lebih luas.
Semenjak berdirinya Islamadina penulis melihat ada harapan pada
madrasah diniyah di Sidoarjo untuk menjadi madrasah-madrasah yang
terlihat adanya kemajuan yang saya liat dari pembelajarannya,
manajemenya, pengelolaan dm nya dan lain-lain.
Dari latar belakang itulah kemudian penulis ingin melakukan
penelitian dengan judul “Peran Ikatan Silaturrahim Madin (Islamadina)
dalam mengelola Madrasah Diniyah di Sidoarjo.”
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang sudah dipaparkan diatas maka terdapat
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tugas pokok dan fungsi Islamadina Sidoarjo ?
2. Bagaimana kelembagaanMadrasah Diniyahdi Sidoarjo?
3. Bagaimana peran Islamadina dalam mengelola Madrasah Diniyah di
Sidoarjo?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk:
1. Mendeskripsikan tentang tugas pokok dan fungsi Islamadina Sidoarjo.
2. Mendeskripsikan kelembagaan Madrasah Diniyah di Sidoarjo.
3. Mendeskripsikan peran Islamadina dalam Mengelola Madrasah
Diniyah di Sidoarjo.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan pada latar belakang penelitian maka manfaat penelitian ini
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan
pengetahuan secara teoritis baik kepada masyarakat maupun kepada
peneliti sendiri tentang Islamadina dalam pengelolaan madrasah
diniyah di Sidoarjo.
2. Manfaat Bagi Masyarakat
Sebagai pengetahuan dan wawasan tentang khazanah ilmu yang
berkaitan dengan madrasah diniyah. Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi kepada masyarakat tentang bagaimanakah
Peran Islamdina dalam pengelolaan madrasah diniyah di Sidoarjo.
E. Hasil Penelitian Terdahulu
Pada untuk menambah referensi dan sebagai rujukan, penulis
mengungkapkan beberapa penelitian terdahulu yang pertama ditulis oleh
Muhaemin. Problematika Madrasah Diniyah (MD) di Kota Palopo
Sulawesi Selatan Pasca Otonomi Daerah. Bahwa Terdapat peluang dalam
pengembangan madrasah diniyah di Palopo karena banyak Taman
Pendidikan Al-Qur’an (TPA) yang dapat dikembangkan menjadi
Madrasah Diniyah (MD) yang lebih baik.12
Disini ada perbedaan dan persamaan antara penelitian terdahulu
dengan penelitian yang akan peneliti dilakukan, persamaannya antara lain
adalah sama-sama ingin meniliti Madrasah Diniyah di Daerah
masing-masing, Sedangkan perbedaannya adalah kalau penelitian terdahulu hanya
ingin mengetahui tentang peluang dalam pengembangan Madrasah
Diniyah di Palopo, Sedang penilitian sekarang ingin mengetahui peran
Islamadina dalam pengelolaan Madrasah Diniyah di Sidoarjo.
Sedangkan Penelitian yang kedua di tulis oleh Magdalena yang
berjudul. Revitalisasi Madrasah Diniyah Awaliyah Melalui Pendekatan
Manajemen Berbasis Madrasah. Dinamika Ilmu Vol 12 No 2, Desember
2012. Pendekatan manajemen berbasis Madrasah ini dilakukan terhadap
madrasah diniyah awaliyah dengan tujuan untuk memberdayakan seluruh
potensi yang dimiliki oleh Madrasah Diniyah Awaliyah tersebut. Potensi
tersebut meliputi input, proses, dan out put.13
Disini ada perbedaan dan persamaan antara penelitian terdahulu
dengan penelitian yang akan peneliti dilakukan, persamaannya antara lain
adalah pengelolaan dan memanajemen Madrasah Diniyah supaya menjadi
Madrasah yang lebih baik lagi, Sedangkan perbedaannya adalah kalau
penelitian terdahulu ingin menerapkan manajemen berbasis Madrasah
untuk merevitalisasi Madrasah Diniyah Awaliyah, Sedang penelitian
sekarang ingin mengetahui peran Islamadina dalam depngelola madrasah
diniyah di Sidoarjo.
Kisbiyanto. Model Perilaku Organisasi Madrasah Diniyah di
Kab. Kudus.Vol 10, No 2 (2013): Jurnal Edukasia, 26 May 2014.14
Jurnal ini bertujuan untuk membahas model perilaku seorang
pendidik yang baik. Khususnya untuk kaum muslim lebih perhatian bahwa
ia memiliki guru yang baik untuk siswa, pemerintah, terutama kantor
pendidikan dan Agama untuk membuat keputusan yang tepat untuk
meningkatkan pengelolaan madrasah diniyah.
Disini ada perbedaan dan persamaannya dengan penilitian
terdahulu dengan penilitian yang akan diteliti, perbedaanya kalau
penilitian terdahulu hanya ingin meneliti model perilakunya saja , dan
persamaannya dengan penilitian sekarang yakni pengelolaan madrasah
diniyahnya.
F. Definisi Konseptual 1. Islamadina
Ikatan Silaturrohim Madrasah Diniyah (Islamadina) Kabupaten
Sidoarjo sebagai wadah organisasi Madrasah Diniyah, dalam upayanya
memperjuangkan eksistensi Madrasah Diniyah, mulai dari peningkatan
kelembagaan, sumber daya manusianya maupun dalam upaya
membangun kebersamaan dan kesamaan ghoyah (tujuan) dan wijhah
(orientasi) Madrasah Diniyah secara lebih luas, mengajukan
permohonan bantuan dana Insentif/uang untuk guru Madrasah Diniyah
dan block grant untuk Madrasah Diniyah pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Sidoarjo pada tahun anggaran
2009, sebagai kelanjutan dari bantuan yang telah berjalan pada tahun
sebelumnya tahun 2011 adalah awal dimasukkannya Madrasah
Diniyah ke dalam lembaga pendidikan formal dalam kriteria penerima
2. Manajemen/Pengelolaan
Manajemen sendiri mempunyai beberapa arti. Dalam bahasa
Inggris, management berasal dari kata kerja to manage yang dalam
bahasa Indonesia dapat berarti mengurus, mengatur, mengemudikan,
mengendalikan, mengelola, menjalankan melaksanakan dan
memimpin.15
Menurut Silalahi manajemen adalah proses perencanaan,
pengorganisasian, pengisian staf, pemimpinan, dan pengontrolan untuk
optimasi penggunaan sumber-sumber dan pelaksanaan tugas-tugas
dalam mencapai tujuan organisasional secara efektif dan efisien”. Tak
lepas dari peranannya, manajemen memang selalu di butuhkan dalam
segala hal. Termasuk juga dalam menjalankan roda pendidikan.
3. Madrasah Diniyah
Kata Madrasah secara etimologi merupakan isim makan yang
berarti tempat belajar, dari akar kata darasa yang berarti belajar.
Diniyah berasal dari kata din yang berarti agama. Secara terminologi
Madrasah adalah nama atas sebutan bagi sekolah-sekolah agama
Islam, tempat proses belajar mengajar ajaran agama Islam secara
formal yang mempunyai kelas (dengan sarana antara lain meja,
bangku, dan papan tulis) dan memiliki kurikulum, dalam bentuk
klasikal.16
15Hasan Shadily,Kamus Inggris Indonesia. (Jakarta: PT. Gramedia: Jakarta, 2005), h.372. 16 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam 3, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve,
G. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah dalam memahami skripsi ini, maka penulis
membuat sistematika pembahasan sebagai berikut:
BAB PERTAMA PENDAHULUAN, meliputi : Bab ini terdiri dari
sub bab yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian,
penelitian terdahulu, definisi operasional, dan sistematika pembahasan.
BAB KEDUA TINJAUAN PUSTAKA, meliputi: Bab ini
menjelaskan landasan teori peran Islamadina dalam pengelolaan madrasah
diniyah di Sidoarjo.
BAB KETIGA PROSEDUR PENELITIAN, meliputi :Bab ini
membahas metode, dan alasan menggunakan penelitian tempat dan waktu
penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis
data.
BAB KEEMPAT HASIL DAN PEMBAHASAN, meliputi: Bab
ini penulis membahas mengenai peran Islamadina dalam pengelolaan
madrasah diniyah di Sidoarjo.
BAB KELIMA KESIMPULAN DAN SARAN, meliputi: Hasil
dari kesimpulan dan saran-saran yang merupakan bagian akhir dari
Author: ALVI NUR DIANA Keywords:
Comments:
Creation Date: 5/28/2015 8:05:00 PM Change Number: 72
Last Saved On: 4/24/2017 9:44:00 PM Last Saved By: Jhuwie
Total Editing Time: 1.016 Minutes
Last Printed On: 5/2/2017 11:08:00 AM As of Last Complete Printing
Number of Pages: 19 Number of Words: 3.112
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
KAJIAN PUSTAKA A. Kajian teori tentang Islamadina
1. Pengertian Islamadina
Ikatan Silaturrahim Madrasah Diniyah Kabupaten Sidoarjo yang
dikenal dengan Islamadina, merupakan organisasi pendidikan
keagamaan Islam dan sosial keagamaan. Islamadina dibentuk dan
didirikan pada tanggal 1 Pebruari tahun 2007 oleh kantor Kementerian
Agama Kabupaten Sidoarjo yang pada waktu itu masih Departemen
Agama melalui forum musyawarah yang melibatkan beberapa
madrasah diniyah dan pondok pesantren.
Ikatan silaturrohim Madrasah Diniyah (Islamadina) Kabupaten
Sidoarjo sebagai wadah organisasi madrasah diniyah, dalam upayanya
memperjuangkan eksistensi Madrasah Diniyah, mulai dari peningkatan
kelembagaan, sumber daya manusianya maupun dalam upaya
membangun kebersamaan dan kesamaan ghoyah (tujuan) dan wijhah
(orientasi) Madrasah Diniyah secara lebih luas, mengajukan
permohonan bantuan dana Insentif/uang untuk guru madrasah diniyah
dan block grant untuk madrasah diniyah pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Sidoarjo pada tahun anggaran
2009, sebagai kelanjutan dari bantuan yang telah berjalan pada tahun
Diniyah ke dalam lembaga pendidikan formal dalam kriteria penerima
block grant kabupaten Sidoarjo.
Pada awal pembentukannya keberadaan Islamadina hanya
memiliki struktur kepengurusan ditingkat kabupaten saja, belum
sampai pada tingkat kecamatan. Namun dengan semangat silaturrahim
yang menjadi dasar setiap langkah organisasi maka dalam jangka
waktu kurang dari dua tahun Islamadina sudah mampu membentuk
dan memiliki struktur kepengurusan di setiap tingkat kecamatan yang
berjumlah 18 kecamatan. Selanjutnya, Sebagai sebuah organisasi
pendidikan keagamaan Islam dan sosial, Islamadina tumbuh dan
berkembang secara konsisten sesuai dengan kapasitasnya, yakni
beperan pada pendidikan karakter dan pengembangan pendidikan
Diniyah khususnya di Kabupaten Sidoarjo
2. Peran dan Fungsi Islamadina
a. Islamadina berfungsi sebagai mitra kerja KEMENAG (Kementrian
Agama) terkait dalam mensukseskan penyelenggaraan Diniyah
Takmiliyah.
b. Wadah interaksi, yaitu setiap anggota memiliki hak dan kewajiban
untuk saling membina secara bersama atas dasar rasa tanggung
jawab.
c. Wadah konsultasi, yaitu setiap anggota memiliki hak dan kewajiban
mengemukakan dan memecahkan permasalahan yang timbul dalam
d. Wadah koordinasi, yaitu setiap anggota memiliki pandangan dan
langkah yang sama dan sebagai wujud kerjasama dalam upaya
peningkatan profesionalisme tenaga pendidikan secara terpadu.
e. Pengurus sebagai perwakilan para anggota merupakan satuan tugas
yang berfungsi sebagai pengelolaan tugas-tugas dan kegiatan
koordinatif di atas.
3. Tugas Pokok Ikatan Silaturrahim Madrasah Diniyah
a. Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dari pedoman peraturan dan
ketentuan yang berlaku.
b. Menyelenggarakan koordinasi perencanaan program tahunan secara
terpadu dan program pengajaran yang meliputi penggunaan
kurikulum, perencanaan program pengajaran pada setiap awal tahun
pelajaran.
c. Mengkoordinasikan kesatuan langkah dalam penetapan bahan
pelajaran dan buku serta alat pelajaran lainnya.
d. Mengkoordinasikan pengembangan sistem dan metode serta
pendekatan dalam menyusun pengembangan silabus.
e. Menyelenggarakan koordinasi dalam pelaksanaan evaluasi hasil
belajar pada semester, kenaikan kelas Ujian Akhir Diniyah (UAD)
dan pengadaan Surat Tanda Tamat Belajar (STTB).
f. Menyelenggarakan rapat/pertemuan guru-guru mata pelajaran,
bahan pelajaran, metode penyampaian dan pengembangan alat,
bahan pelajaran, metode penyampaian dan pengembangan alat.
g. Menyelenggarakan rapat koordinasi kepala diniyah takmiliyah
B. Kajian teori tentang manajemen 1. Pengertian Manajemen
Manajemen berasal dari kata kerja bahasa inggris “to manage”
yang berarti mengatur.1 Selain itu, kata “to manage” mempunyai
sinonim antara lain; to hand (mengurus), to control
(memeriksa/mengawasi), to guide (menuntun/mengemudikan). Jadi,
manajemen berarti mengurus, memeriksa, mengawasi, pengendalian,
mengemudikan, membimbing.2 Secara etimologis Abdul Sani
mengatakan bahwa manajemen berasal dari kata “manage” yang
berarti mengemudikan, memerintah, memimpin atau dapat juga
diartikan sebagai “pengurusan”. Dalam hal ini pengurusan, memimpin,
atau membimbing terhadap orang lain dalam upaya mencapai tujuan
yang ditentukan sebelumnya.3
Adapun pengertian menurut istilah manajemen ialah suatu
proses, dengan mana pelaksanaan suatu tujuan tertentu
diselenggarakan dan diawasi. Sedangkan menurut Joseph L. Massie
manajemen adalah integrasi dan penerapan ilmu serta pendekatan
analisis yang dikembangkan oleh banyak disiplin.4
Banyak rumusan yang diberikan oleh para ahli dalam
mendefinisikan manajemen diantaranya:
1Melayu SP. Hasibuan, Manajemen Dasar : Pengertian dan Masalah (Jakarta : PT.
Gunung Agung, 1986), cet.II, h. 2.
2Jhon M, Echols, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta : PT Gramedia, 1996), h.375. 3
Abdul Sani, Manajemen Organisasi (Jakarta : Bina Aksara, 1987 ), h.1. 4
a. Dalam buku karangan George R. Terry dan Laslie W. Rue.
Mendefinisikan manajemen yaitu suatu proses atau kerangka kerja
yang melibatkan bimbingan suatu kelompok orang-orang kearah
tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata.5
b. M. Manulang mendefinisikan manajemen pada 3 arti: pertama,
manajemen sebagai proses. Kedua, manajemen sebagai
kolektifitas orang-orang yang melakukan aktifitas manajemen.
Ketiga, manajemen sebagai suatu seni (art) dan sebagai suatu
pengetahuan.6
c. Manajemen dapat didefinisikan dari dua sudut pandang, yaitu
sebagai proses penyelenggaraan berbagai kegiatan dalam rangka
penerapan tujuan dan sebagai kemampuan atau keterampilan orang
yang menduduki jabatan manajerial untuk melalui
kegiatan-kegiatan orang lain.7
d. Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan. Manajemen adalah ilmu dan seni
mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan
sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu
tujuan tertentu.8 Sedangkan pengertian manajemen didalam kamus
5
George R. Terry dan Laslie W. Rue, Dasar-Dasar Manajemen (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), cet. Ke-9, h.1.
6M. Manulang, Dasar-Dasar Manajemen (Jakarta : Ghalla Indonesia, 1996), h. 2. 7
Sondang P. Siagian, M.P.A., Filsafat Administrasi edisi Revisi (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), cet. Ke-3 h. 5.
8
besar Bahasa Indonesia adalah proses penggunaan sumber daya
secara efektif untuk mencapai tujuan dan sasaran.9
e. Didalam buku karangan Yayat. M. Herujito, Dasar-Dasar
Manajemen. George Terry (1977) menyatakan. Manajemen adalah
suatu proses yang berbeda terdiri dari planning, organizing,
actuating, dan controlling yang dilakukan untuk mencapai tujuan
yang ditentukan dengan menggunakan manusia dan sumber daya
lainnya.10
Setelah memaparkan beberapa pengertian arti dari berbagai para
ahli dalam karya-karyanya, jelas sekali terdapat banyak
definisi-definisi tentang manajemen. Menurut penulis kesimpulan yang dapat
diambil dari berbagai definisi-definisi tersebut. Manajemen adalah
berangkai kegiatan yang didalamnya terdapat suatu proses pelaksanaan
kegiatan yang meliputi perencanaan (planning), organisasi
(organizing), penggerakan (actuating), dan pengawasan (controlling).
sehingga bisa memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai
tujuan dan sasaran sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan
secara efektif dan efisien.
9
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1988), Cet. Ke-1. h. 695
10
2. Fungsi-Fungsi Manajemen
Fungsi-fungsi manajemen adalah sebagai berikut menurut Henry
Fayol ada:11
a. Planning
Menunjukan tujuan-tujuan yang hendak dicapai selama suatu masa
yang akan datang dan apa yang harus di perbuat agar dapat
mencapai tujuan-tujuan itu.
b. Organizing
Mengelompokan dan menentukan berbagai kegiatan penting dan
memberikan kekuasaan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan itu.
a. Staffing
Menentukan keperluan-keperluan sumber daya manusia,
pengarahan, penyaringan, latihan dan pengembangan tenaga kerja.
c. Motivating
Mengarahkan atau menyalurkan perilaku manusia kearah tujuan
tujuan.
d. Controling
Mengukur Pelaksanaan dengan tujuan-tujuan, menentukan
sebabsebab penyimpangan-penyimpangan dan mengambil
tindakan-tindakan korektif dimana perlu.
11
Menurut George R. Terry, dalam bukunya “Principles of
management”, yang dikutif oleh Soewarno Handayaningrat dalam
Buku Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Managemen,
menyatakan bahwa proses manajemen terdiri atas empat fungsi yaitu
a. Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah suatu pemilihan yang berhubungan
dengan waktu yang akan datang (future) dalam menggambarkan
dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diusulkan dengan penuh
keyakinan untuk tercapainya hasil yang dikehendakinya.12
b. Pengorganisasian
Pengorganisasian berasal dari kata organisasi (organum
bahasa latin) yang berarti alat atau badan, pada dasarnya ada 3
(tiga ciri khusus dari satu) organisasi yaitu : adanya sekelompok
manusia kerja sama yang harmonis dan kerja sama tersebut
berdasarkan atas hak kewajiban serta tanggung jawab
masing-masing orang untuk mencapai tujuan.13
c. Pergerakan (Actuating)
Penggerakan adalah aktivitas pokok dalam manajemen
yang mendorong dan menjuruskan semua bawahan agar
berkeinginan bertujuan serta bergerak untuk mencapai
12
Soewarno Handayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Management, h. 25.
13
maksud yang telah ditentukan dan merasa berkepentingan serta
pada dengan rencana usaha organisasinya.14
d. Pengawasan (Controling)
Pengawasan adalah kegiatan manajer mengusahakan agar
pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau
hasil yang dikehendaki.15
Pengawasan adalah proses penentuan apa yang harus
diselesaikan yaitu: pelaksanaan, penilaian pelaksanaan, bila perlu
melakukan tindakan korektif agar supaya pelaksanaannya tetap
sesuai dengan rencana yaitu sesuai dengan standar.16
Dari bermacam-macam fungsi-fungsi manajemen di atas
yang telah diungkapkan oleh para ahli. Maka, penulis mengambil
fungsi manajemen yang lebih umum dilakukan dikalangan
masyarakat. Sehingga penulis lebih condong pada Fungsi
Manajemen menurut pandangan George R. Terry seorang ahli
manajemen, yang mengungkapkan empat fungsi manajemen yaitu
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
penggerakan aActuating), dan pengawasan (controlling) Atau
yang biasa dikenal dan disingkat dengan sebutan “POAC”. Fungsi
manajemen inilah yang sangat popular dan fundamental dalam
rangka untuk pencapaian tujuan dalam setiap kegiatan.
14
Ibnu Syamsi, Pokok-Pokok Organisasi dan Manajemen (Jakarta: : Bina Aksara , 1998) cet ke-2, h. 96.
15
Sarwoto, Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen (Jakarta: Ghalian Indonesia, 1991) , cet, ke-18, h. 94.
16
3. Unsur-unsur Manajemen
Unsur atau komponen merupakan bagian terpenting yang harus
tersedia dalam suatu pelaksanaan kegiatan. Dalam hal ini Abdul Syani
membagi unsur alat manajemen (tool of manajemen) kedalam enam
bagian di antaranya:
a. Man, yakni tenaga kerja manusia, sumber daya manusia (SDM)
yang ada pada sebuah lembaga, SDM yang ada akan berpengaruh
pada lancer atau tidaknya manajemen lembaga dalam
melaksanakan tujuan yang dilaksanakan.
b. Money, yakni pembiayaan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan.Dana tersebut dapat diperoleh dari pemerintah setempat atau
dari donator yang secara sukarela memberikan sumbangan demi
kemajuan sebuah proses dakwah. Disamping itu, dana juga dapat
diperoleh dari lembaga usaha yang dikembangkan.
c. Methods, yakni cara atau sistem untuk mencapai tujuan. Dalam
penentuan metode ini harus direncanakan secara matang sehingga
tidak terjadi kevakuman di tengah jalan.
d. Materials, yakni bahan-bahan yang diperlukan dalam mencapai
tujuan atau misi lembaga. Bahan ini harus mendukung proses
pencapaian tujuan yang direncanakan oleh sebuah lembaga.
e. Machines, yakni alat-alat yang diperlukan, dalam hal ini alat-alat
yang digunakan bertujuan untuk memaksimalkan bahan-bahan
f. Market, yakni tempat untuk menawarkan hasil produksi dalam hal
ini, misi lembaga dapat diterima oleh masyarakat yang pada
gilirannya mereka dapat menerima produk yang telah diciptakan.17
Faktor manusia dalam manajemen merupakan unsur terpenting
sehingga berhasil atau gagalnya suatu manajemen tergantung pada
kemampuan manajer untuk mendorong dan menggerakkan
orang-orang kearah tujuan yang akan dicapai. Karena begitu pentingnya
unsur manusia dalam manajemen, melebihi unsur lainnya, maka boleh
dikatakan bahwa manajemen itu merupakan proses sosial yang
mengatasi segala-galanya.18
C. Kajian teori tentang Madrasah Diniyah 1. Pengertian Madrasah Diniyah
Madrasah Diniyah adalah satu lembaga pendidikan keagamaan
pada jalur luar sekolah yang diharapkan mampu secara terus menerus
memberikan pendidikan agama Islam kepada anak didik yang tidak
terpenuhi pada jalur sekolah yang diberikan melalui system klasikal
serta menerapkan jenjang pendidikan.19
Madrasah Diniyah adalah madrasah-madrasah yang seluruh
mata pelajaranya bermaterikan ilmu-ilmu agama, yaitu fiqih, tafsir,
tauhid dan ilmu-ilmu agama lainya.20 Dengan materi agama yang
17 Abdul Sani, Manajemen Organisasi (Jakarta: Bina Aksara, 1987) , h. 28.
18 Zaini Muhtarom, Dasar-Dasar Manajemen (Yogyakarta : Al Amin Press dan IKFA,1996), h. 43. 19 Depertemen Agama RI, Pedoman penyelenggaraan dan Pembinaan Madrasah Diniyah
(Jakarta: Depag, 2000), h. 7.
20 Haedar Amin, El-saha Isham, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah Diniyah
demikian padat dan lengkap, maka memungkinkan para santri yang
belajar didalamnya lebih baik penguasaanya terhadap ilmu-ilmu
agama. Madrasah Diniyah adalah lembaga pendidikan yang
memberikan pendidikan dan pengajaran secara klasikal dalam
pengetahuan agama Islam kepada pelajar bersama-sama sedikitnya
berjumlah 10 orang atau lebih diantaranya anak-anak yang berusia 7
(tujuh) sampai 18 (delapan belas) tahun.21
PERMENAG NO 13 Tahun 2014 Mendefinisikan bahwasanya
pendidikan Diniyah adalah ”pendidikan keagamaan Islam yang
mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang
menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama Islam dan
/atau menjadi Ahli ilmu agama Islam dan mengamalkan ajaran Agama
Islam.”
Pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah merupakan lembaga
pendidikan keagamaan Islam yang diselenggarakan pada jalur
pendidikan nonformal yang diselenggarakan secara terstruktur dan
berjenjang sebagai pelengkap pelaksanaan pendidikan Agama Islam di
pendidikan dasar, menengah dan Tinggi. Takmiliyah merupakan istilah
baru pendidikan keagamaan yang diselenggarakan di Masyarakat yang
mana pengistilahannya dibuat oleh pemerintah untuk menandai
periodesasi pendidikan keagamaan di masyarakat di dalam kebijakan
Politik pemerintah. Sebelum istilah ini muncul di masyarakat
pemerintah memakai istilah Madrasah Diniyah pelengkap atau
suplemen. Di beberapa daerah menyebut Istilah Madrasah Diniyah
Takmiliyah dengan ” Pengajian Anak-anak”, ”sekolah Kitab”, dan
”sekolah Agama” Secara kausal pola tradisi di Madrasah Diniyah
Takmiliyah berasal dari tradisi-tradisi pondok pesantren, yang dibawa
oleh santri dan alumninya ke tengah-tengah masyarakatnya.
Madrasah Diniyah Takmiliyah merupakan hasil Autopoeitic dari
pondok pesantren yang hadir di tengah-tengah masyarakat indonesia
sejak lama. Sistem Autopoeitic adalah sistem organik pada sel, sel
terus menerus bereproduksi dan terus menerus mengembangkan
struktur tubuhnya sendiri bagi keberlangsungan kehidupannya.
Struktur tersebut merupakan reaksi terhadap dukungan atau gangguan
dari lingkungan yang diterimanya . Adapun faktor-faktor yang menjadi
pendukung dan atau gangguan yang menjadi penyebab mutasi pondok
pesantren yakni, modernisasi. Secara esensial Madrasah Diniyah
(Diniyah Takmiliyah) adalah lembaga pendidikan Islam yang dikenal
sejak lama. Pendidikan ini ada sejak kehadiran Islam di Nusantara.
Pendidikan dan pengajaran yang diselenggarakan di dalamnya timbul
dan berkembang secara alami melalui proses adaptasi dan akulturasi
yang berjalan secara halus, perlahan dan damai sesuai dengan
kebutuhan masyarakat di sekitarnya. Arif Subhan menyatakan
bahwasanya pendidikan Islam yang ada selalu mengalami transformasi
dan perjumpaan budaya (cultural encounter) dengan gagasan-gagasan
yang bersifat global. Seiring dengan ide-ide pembaharuan pendidikan
agama, maka Madrasah Diniyah (Diniyah takmiliyah) pun ikut serta
melakukan pembaharuan dari dalam, salah satu caranya adalah dengan
melakukan modifikasi kurikulum yang dikeluarkan oleh departemen
Agama dengan kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi
lingkungannya.
Sebagian Madrasah Diniyah bahkan menggunakan kurikulum
sendiri menurut kemampuan, persepsi dan kekhasan masing-masing.
Secara sederhana Madrasah Diniyah Takmiliyah difahami sebagai
satuan pendidikan keagamaan Islam yang diselenggarakan pada jalur
nonformal yang berfungsi sebagai pelengkap bagi siswa yang
mengikuti pendidikan umum.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
madrasah diniyah adalah salah satu lembaga pendidikan keagamaan
pada jalur non formal, dan merupakan jalur formal di pendidikan
pesantren yang menggunakan metode klasikal dengan seluruh mata
pelajaran yang bermaterikan agama yang sedemikian padat dan
lengkap sehingga memungkinkan para santri yang belajar didalamnya
lebih baik penguasaanya terhadap ilmu-ilmu agama.
Madrasah Diniyah adalah suatu lembaga pendidikan keagamaan
yang telah diakui keberadaannya oleh masyarakat maupun pemerintah.
ditetapkan bahwa Madrasah Diniyah merupakan salah satu dari sebuah
lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan kepada anak didik
dalam bidang keagamaan.
Madrasah yang ada saat ini merupakan perkembangan dari
madrasah diniyah yang telah ada sejak zaman pra kemerdekaan. Pada
pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia, hampir pada setiap desa
terdapat Madrasah Diniyah. Akan tetapi belum ada keseragaman nama
maupun bentuk dari masing-masing Madrasah Diniyah tersebut.
Beberapa nama dan bentuk madrasah diniyah saat ini seperti pengajian
anak-anak, pesantren, sekolah kitab dan lain- lain. 22
Madrasah Diniyah adalah lembaga pendidikan agama yang
memberikan pendidikan dan pengajaran secara klasikal dalam
pengetahuan agama Islam kepada pelajar secara bersama-sama,
sedikitnya berjumlah sepuluh atau lebih di antara anak-anak usia 7
sampai 20 tahun.23
Dalam buku ”Pedoman Teknis Penyelenggaraan Pendidikan
Pada Pondok Pesantren” dijelaskan bahwa madrasah diniyah adalah
sekolah yang tiga jenjang pendidikan yaitu Madrasah Diniyah
Awaliyah, Madrasah Diniyah Wustha dan Madrasah Diniyah ‘Ulya
yang hanya menyelenggarakan pendidikan agama Islam dan bahasa
Arab (sebagai bahasa al-qur’an) dengan memakai sistem klasikal. Dan
22 Abuddin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam di
Indonesia, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2001), h. 209.
23 Direktorat Pendidikan Keagamaan & Pondok Pesantren Dirjen KelembagaanAgama,Pedoman
dalam buku “Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan Madrasah
Diniyah” dijelaskan bahwa Madrasah Diniyah adalah sebagai berikut:
Lembaga pendidikan keagamaan pada jalur luar sekolah yang
diharapkan mampu secara terus menerus memberikan pendidikan
agama Islam kepada anak didik yang tidak terpenuhi pada jalur
sekolah yang diberikan melalui sistem klasikal serta menerapkan
jenjang pendidikan yaitu Madrasah Diniyah Awaliyah, Madrasah
Diniyah Wustha dan Madrasah Diniyah ‘Ulya.24
Pendirian Madrasah Diniyah mempunyai latar belakang
tersendiri dan kebanyakan didirikan atas perorangan yang semata-mata
untuk ibadah, maka system yang digunakan, tergantung kepada latar
belakang pendiri dan pengasuhnya, sehingga pertumbuhan madrasah
diniyah di Indonesia mengalami demikian banyak ragam dan coraknya.
Pendidikan Diniyah terdiri atas 2 sistem, yakni jalur sekolah dan jalur
luar sekolah, pendidikan Diniyah jalur sekolah akan mengunakan
sistem kelas yang sama dengan sekolah dan Madrasah, yaitu kelas I
sampai dengan kelas VI (Diniyah Ula), kelas VII,VIII, IX (Diniyah
Wustho) dan kelas X, XI, XII (Diniyah Ulya).
Pendidikan Diniyah secara khusus hanya mempelajari ajaran
agama Islam dan bahasa Arab, namun penyelenggaraanya mengunakan
sistem terbuka, yaitu siswa Diniyah dapat mengambil mata pelajaran
pada satu pendidikan lain sebagai bagaian dari kuri kulumnya.
24 Direktorat Pendidikan Keagamaan & Pondok Pesantren Dirjen KelembagaanAgama,Pedoman
Sementera untuk pendidikan diniyah jalur sekolah penyelenggaraanya
akan diserahkan kepada penyelenggara masing-masing. Madrasah
Diniyah mempunyai 2 model yaitu :25
a. Madrasah Diniyah model A, Madrasah diniyah yang
diselenggarakan di dalam pondok pesantren yaitu madrasah diniyah
yang naungannya pondok pesantren.
b. Madrasah Diniyah model B, Madrasah diniyah yang
diselenggarakan di luar pondok pesantren yaitu Madrasah Diniyah
yang berada diluar pondok pesantren.
Madrasah Diniyah dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu :
a. Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) adalah satuan pendidikan
keagamaan jalur luar sekolah yang menyelenggarakan pendidikan
agama Islam tingkat dasar.
b. Madrasah Diniyah Wustho (MDW) adalah satuan pendidikan
keagamaan jalur sekolah yang menyelenggarakan pendidikan
agama Islam tingkat menengah pertama sebagai pengembangan
pengetahuan yang diperoleh pada madrsah diniyah Awaliyah.
c. Madrasah Diniyah Ulya (MDU) adalah satuan pendidikan
keagamaan jalur luar sekolah yang menyelenggarakan pendidikan
agama Islam tingkat menegah atas denan melanjutkan dan
mengembangkan pendidikan madrasah diniyah wustho.
Tipologi Madrasah diniyah, dikelompokkan menjadi 3 (tiga) tipe,
yaitu26:
a. Madrasah Diniyah wajib, yaitu madrasah diniyah yang menjadi
bagaian tak terpisahkan dari sekolah umum atau madrasah yang
bersangkutan wajib menjadi siswa madrasah diniyah. Kelulusan
sekolah umum atau madrasah yang bersangkutan tergantung juga
pada kelulusan madrasah diniyah. Madrasah ini disebut juga
madrasah diniyah komplemen, karena sifatnya komplementatif
terhadap sekolah umum atau madrasah.
b. Madrasah Diniyah Pelengkap yaitu madrasah diniyah yang diikuti
oleh siswa sekolah umum atau madrasah sebagai upaya untuk
menambah atau melengkapi pengetahuan Agama dan bahasa Arab
yang sudah mereka peroleh disekolah umum atau madrasah.
Berbeda dengan madrasah diniyah wajib, madrasah diniyah ini
tidak menjadi bagian dari sekolah umum atau madrasah, tetapi
berdiri sendiri. Hanya saja siswanya berasal dari siswa umum atau
madrasah.
c. Madrasah Diniyah murni, yaitu madrasah diniyah yang siswanya
hanya menempuh pendidikan di madrasah diniyah tersebut, tidak
merangkap disekolah umum maupun madrasah. Madrasah diniyah
ini disebut juga Madrasah Diniyah independent, karena bebas dari
siswa yang merangkap disekolah umum atau madrasah.
Kategori yang dikemukakan di atas tidak berlaku secara mutlak,
karena kenyataannya, bahwa Madrasah Diniyah yang siswanya
campuran, sebagian berasal dari sekolah umum atau madrasah dan
sebagian lainya siswa murni yang tidak menempuh pendidikan di
sekolah atau madrasah.
2. Dasar Hukum Madrasah Diniyah
Penyelenggaraan Madrasah Diniyah secara hukum diatur dalam
Tata Perundangan Republik Indonesia. Sila pertama yang
menyebutkan Ketuhanan Yang Maha Esa memiliki makna bahwa
agama dijadikan sebagai pembimbing sekaligus keseimbangan hidup
bangsa Indonesia. Ini berarti bahwa lembaga keagamaan seperti
Madrasah Diniyah diakui sebagai tempat pembinaan mental spiritual
bangsa Indonesia.
Secara konstitusional dalam Undang–Undang RI Tahun 1945
pasal 29 ayat 2 negara menjamin kebebasan rakyatnya dalam
melaksanakan ajaran agamanya, termasuk kebebasan belajar di
Madrasah Diniyah. Pasal 31 ayat 3 menyebutkan bahwa pemerintah
mengusahakan satu Sistem Pendidikan Nasional, yang meningkatkan
keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satunya adalah
penyelenggaraan Madrasah Diniyah.
Secara operasional ketentuan Madrasah Diniyah diatur dalam
Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren yang khusus
melayani Pondok pesantren dan Madrasah Diniyah. Keberadaan
Madrasah Diniyah sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional
diperkuat Undang-undang No. 20 Tahun 2003 terutama pasal 30 ayat 1
hingga 4 yang menyatakan bahwa:
(1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan /
atau kelompok masyarakat dan pemeluk agama, sesuai dengan
Peraturan Perundang-undangan
(2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan
nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
(3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur
pendidikan formal, nonformal dan informal.
(4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren,
pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.27
Keberadaan Madrasah Diniyah dipertegas lagi dengan disahkannya
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 55 Tahun 2007 tentang
pendidikan agama dan Pendidikan keagamaan terutama pasal 21 ayat
(1) hingga (3 ) menyebutkan bahwa:
(1) Pendidikan diniyah nonformal diselenggarakan dalam bentuk
pengajian kitab, Majelis Taklim, Pendidikan al Qur’an, Diniyah
Taklimiyah atau bentuk yang sejenis
27 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Fokus
(2) Pendidikan diniyah nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat berbentuk satuan pendidikan.
(3) Pendidikan Diniyah nonformal yang berkembang menjadi satuan
pendidikan wajib mendapatkan izin dari kantor Departemen Agama
Kabupaten/Kota setelah memenuhi ketentuan tentang persyaratan
pendirian satuan pendidikan.
Dan dijelaskan pula dalam pasal 25 ayat (1) hingga (5) bahwa:
(1) Diniyah Taklimiyah bertujuan untuk melengkapi pendidikan agama
Islam yang diperoleh di SD/MI, SMP/MTs, SMA/MAN,
SMK/MAK atau di Perguruan Tinggi dalam rangka peningkatan
keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT.
(2) Penyelenggaraan Diniyah Taklimiyah dapat di laksanakan secara
berjenjang atau tidak berjenjang.
(3) Penyelenggaraan Diniyah Taklimiyah dilaksanakan di masjid,
mushalla atau di tempat lain yang memenuhi syarat.
(4) Penamaan atas Diniyah Taklimiyah merupakan kewenangan –
penyelenggara.
(5) Penyelenggaraan Diniyah Taklimiyah dapat dilaksanakan secara
terpadu dengan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MAN, SMK/MAK atau
di Perguruan Tinggi.28
Dan diperinci lagi dengan aturan berupa Peraturan Menteri Agama
RI no: 13 tahun 2014 tentang pendidikan keagamaan Islam.
Pembahasan tentang madrasah diniyah takmiliyah terdapat di dalam
pasal 46 sampai dengan pasal 49 berbunyi :
Pasal 46 :
1. Madrasah Diniyah Takmiliyah sebagaimana dimaksud dalam
pasal 45 ayat (1) huruf a diselenggarakan untuk melengkapi,
memperkaya, dan memperdalam pendidikan Agama Islam pada
MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA/MAK/SMK, dan pendidikan
tinggi atau yang sederajat dalam rangka peningkatan keimanan
dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah SWT.
2. Madrasah Diniyah Takmiliyah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diselenggarakan secara berjenjang
3. Jenjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas
jenjang ula, Wustha, Ulya dan Al-jami’ah.
4. Jenjang ula sebagaimanadimaksud pada ayat (3) diikuti oleh
peserta didik pada MI/SD atau yang sederajat
5. Jenjang Wustho sebagaimanadimaksud pada ayat (3) diikuti
oleh peserta didik pada MTs/SMP atau yang sederajat
6. Jenjang Ulya sebagaimanadimaksud pada ayat (3) diikuti oleh
peserta didik pada MA/SMA/MAK/SMK atau yang sederajat
7. Jenjang Al Jami’ah sebagaimanadimaksud pada ayat (3) diikuti
Pasal 47
(1) Madrasah Diniyah Takmiliyah sebagaimana dimaksud pada
Pasal 45 ayat (1) huruf a diselenggarakan oleh masyarakat
(2) Madrasah Diniyah Takmiliyah sebagaimana dimaksud pada
Ayat (1) dapat diselenggarakan secara mandiri atau terpadu
dengan satuan pendidikan lainnya
(3) Madrasah Diniyah Takmiliyah sebagaimana dimaksud ayat (1)
dapat diselenggarakan oleh pesantren, pengurus masjid,
pengelola pendidikan formal dan nonformal, organisasi
kemasyarakatan Islam, dan lembaga social keagamaan lainnya.
(4) Madrasah Diniyah Takmiliyah sebagaimana dimaksud pada
Ayat (1) dapat diselenggarakan di masjid, Mushalla, ruang
kelas atau ruang belajar lain yang memenuhi syarat.
(5) Pesantren yang menyelenggarakan Madrasah Diniyah
Takmiliyah dapat mengembangkan kekhasan masing-masing
pesantren.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan madrasah
diniyah takmiliyah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan oleh direktur Jenderal.
Pasal 48
Kurikulum madrasah diniyah takmiliyah terdiri atas mata
pelajaran pendidikan keagamaan Islam yang paling sedikit
a. Al Qur’an
b. Al Hadist
c. Fiqih
d. Akhlak
e. Sejarah kebudayaan Islam; dan
f. Bahasa Arab
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan madrasah
diniyah takmiliyah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh direktur Jenderal.
Pasal 49
(1) Lulusan madrasah diniyah takmiliyah dapat dihargai sederajat
dengan pendidikan formal setelah lulus ujian yang
diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi dan
ditunjuk oleh direktur Jenderal
(2) Lulusan Madrasah diniyah takmiliyah memperoleh Ijazah
sederajat pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat melanjutkan ke jenjang berikutnya pada jenis pendidikan
lainnya
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai lulusan madrasah diniyah
takmiliyah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
3. Sejarah berkembangnya Madrasah diniyah
Sebagaimana sejarah berdirinya pondok pesantren karena
madrasah diniyah merupakan bagaian dari pondok pesantren.
Madrasah Diniyah juga berkembang dari bentuknya sederhana, yaitu
pengajian dimasjid-masjid, langgar atau surau-surau. Berawal dari
bentuknya yang sederhana ini berkembang menjadi pondok pesantren.
Persingungan dengan system madrasah, model pendidikan Islam
mengenal pola pendidikan madarasah. Madrasah ini mulanya hanya
mengajarkan ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab.
Dalam perkembangan selanjutnya, sebagaimana di madrasah
diberikan mata pelajaran umum dan sebagaian lainya mengkhususkan
diri hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab. Madrasah
yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dan bahasa arab inilah yang
dikenal dengan Madrasah Diniyah.29
Lembaga pendidikan Islam yang dikenal dengan nama madrasah
diniyah telah lama ada di Indonesia. Dimasa penjajahan Hindia
Belanda, hampir disemua desa di Indonesia dan penduduknya
mayoritas Islam terdapat madrasah diniyah dengan berbagai nama dan
bentuk seperti pengajian anak-anak, sekolah kitab dan lain-lain.
Penyelenggaraan Madrasah Diniyah ini biasanya mendapatkan
bantuan dari raja-raja/sultan setempat. Setelah Indonesia merdeka,
Madrasah Diniyah terus berkembang pesat seiring dengan peningkatan