PERANAN KH. MASRUR QUSYAIRI DALAM MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN HIDAYATUL UMMAH PRINGGOBOYO
MADURAN LAMONGAN 1987-2010 M
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)
Oleh :
Oleh:
FITROTUN NISA’UL JANNAH NIM: A0.22.12.053
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
x
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul Peranan KH. Masrur Qusyairi Dalam Mengembangkan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo Maduran Lamongan 1987-2010 M. Adapun fokus penelitian yang dibahas dalam skripsi ini adalah (1) Bagaimana riwayat hidup singkat KH. Masrur Qusyairi dan sejarah Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo? (2) Bagaimana perkembangan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo Maduran Lamongan? (3) Bagaimana usaha-usaha yang dilakukan oleh KH. Masrur Qusyairi dalam mengembangkan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah?
Penulisan skripsi ini disusun dengan menggunakan pendekatan historis yang digunakan untuk mendeskripsikan peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Adapun metode penulisan sejarah yang digunakan penulis adalah dengan menggunakan beberapa langkah yaitu metode historis, dengan mengumpulkan arsip-arsip terkait dengan pembahasan yang ditujukan, verifikasi (kritik terhadap data), penafsiran serta bagaimana cara penulisan sejarahnya. Teori yang diambil dari penelitian ini adalah teori kepemimpinan dari Max Weber yaitu proses mempengaruhi aktivitas yang diorganisir dalam suatu kelompok dalam usahanya untukmencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.
xi
ABSTRACT
This thesis entitled KH. Masrur Qusyairi Role In Developing Boarding
Hidayatul Ummah Pringgoboyo Maduran Lamongan 1987-2010. As focus of
research is discussed in this paper is (1) How brief biography KH. Masrur Qusyairi and history boarding Hidayatul Ummah Pringgoboyo Maduran Lamongan? (2) How the development of boarding Hidayatul Ummah Pringgoboyo Maduran Lamongan? (3) How business transactions are carried out by KH. Masrur Qusyairi in developing a boarding school Hidayatul Ummah?
Writing of this prepared using the historical approach used to describe the events that occured in the past. The methode used by the author of historical writing is to use some of the steps that the historical method, by collecting the archives related to the discussion addressed, verification (criticism of the data), interpretation and how the writing of history. Theory drawn from this research is the process of influencing the activities that are organized in a group in its efforts to achieve a goal that has been set.
iv DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ... v
MOTTO ... vii
PERSEMBAHAN ... viii
ABSTRAK ... x
KATA PENGANTAR ... xii
DAFTAR ISI ... xv
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Peneitian ... 9
D. Kegunaan Penelitian ... 9
E. Pendekatan Dan Kerangka Teori ... 10
F. Penelitian Terdahuu ... 13
G. Metode Penelitian ... 14
v
BAB II. KH. MASRUR QUSYAIRI DAN PONDOK PESANTREN
HIDAYATUL UMMAH PRINGGOBOYO MADURAN
LAMONGAN
A. Riwayat Hidup Singkat KH. Masrur Qusyairi
1. Geneologi KH. Masrur Qusyairi ... 20
2. Pendidikan Dan Aktifitas Kepemudaan KH. Masrur Qusyairi ... 23
3. KH. Masrur Qusyairi Sebagai Tokoh Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo ... 25
B. Sejarah berdirinya pondok pesantren Hidayatul Ummah pringgoboyo 1. Letak Geografis ... 29
2. Latar Belakang dan Faktor Berdirinya Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo ... 31
3. Dasar dan Tujuan Berdirinya Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo ... 35
BAB III. PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN HIDAYATUL UMMAH PRINGGOBOYO TAHUN 1987-2002 A. Periode awal (1930-1987) ... 40
1. Kondisi dari segi fisik ... 41
2. Kondisi dari segi pendidikan ... 41
3. Hambatan-hambatan pada periode awal ... 42
vi
1. Perkembangan dari segi fisik ... 43
2. Perkembangan dari segi pendidikan ... 44
C. Usaha Pembinaan dan Profesionalisme Pondok Pesantren (1987 -2010 M) ... 47
BAB IV. USAHA-USAHA KH. MASRUR QUSYAIRI DALAM MENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN HIDAYATUL UMMAH PRINGGOBOYO A. Perkembangan dalam Bidang Pendidikan Dan Penganjaran ... 57
1. Pendidikan Sistem Wetonan dan Sorogan ... 58
2. Pendidikan Sistem Klassikal ... 60
3. Pendidikan yang Berdasarkan Agama Islam ... 61
4. Bidang Pendidikan Umum ... 62
B. Usaha Pembinaan dan Peningkatan Kesejahteraan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo ... 63
C. Peningkatan Kesejahteraan Pondok Pesantren dalam Bidang Sarana dan Prasarana ... 71
BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 75
B. Saran-saran ... 76
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pondok pesantren pada dasarnya adalah sebuah lembaga pendidikan Islam
yang didalamnya mengkaji, memahami, menghayati, dan mengenalkan ilmu-ilmu
keislaman yang berdasarkan ilmu fikih, dibimbing para ulama dan kiai,
pengajaran di lembaga ini bertumpu pada bahan pelajaran yang termuat dalam
kitab-kitab yang sudah baku dalam dunia keilmuan Islam dengan tradisi dan
disiplin yang sudah berjalan berkesinambungan selama berabad-abad.1
Pesantren merupakan suatu tempat komunikasi antara kiai, ustadz, santri
dan pengurus pesantren yang hidup bersama dalam satu lingkungan pendidikan
berdasarkan nilai-nilai agama Islam, lengkap dengan norma-norma dan kebiasaan
sendiri yang secara eksklusif berbeda dengan masyarakat umum.2 Pesantren
merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional yang didalamnya terdapat
pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab Islam klasik dan kiai sebagai tokoh
sentralnya.3 Gagasan-gagasan yang sampai kedunia pesantren adalah menyangkut
masalah “perubahan kurikulum”, “pendidikan ketrampilan”, “proyek ayam”,
“program Keluarga Berencana dan sebagainya. Tentu saja hal itu dengan mudah
mengingatkan dunia pesantren pada yang mereka dengar mengenai “sekularisasi”,
1
Ali Yafi, Tradisi Sosial Telaah Krisis Persoalan Agama dan Kemanusiaan (Yogyakarta:
LKPSM, 1997), 2.
2
Rofiq, A. et al, Pembelajaran Pesantren Menuju Kemandirian dan Profesionalisme Santri
dengan Metode Daerah Kebudayaan (Yogyakarta: PT.LKIS Pelanggi Aksara, 2005), 3.
3
2
sesuatu yang mereka pahami sebagai proses penduniawian sebagai nilai, suatu
faham yang berusaha memisahkan agama dengan ilmu dan kehidupan duniawi.4
Seiring dengan perkembangan zaman, pesantren sebagai lembaga sosial
telah menyelenggarakan pendidikan formal, baik berupa sekolah formal, baik
berupa sekolah umum maupun sekolah agama. Selain itu pesantren juga
menyelenggarakan madrasah yang mengajarkan bidang-bidang ilmu agama saja.
Pesantren juga mengembangkan fungsinya sebagai lembaga solidaritas sosial
dengan menampung anak-anak muslim dan memberikan pengalaman, tanpa harus
membedakan tingkat sosial ekonomi mereka. Pesantren sebagai lembaga yang
mengiringi dakwah Islamiyah di Indonesia memiliki persepsi yang plural.
Pesantren bisa dipandang tempat ritual, lembaga pembinaan moral, dan lembaga
dakwah.5
Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang tumbuh di tengah masyarakat,
dengan memadukan tiga unsur, ibadah untuk menanamkan iman, tabligh untuk
menyebarkan Islam, amal untuk mewujudkan kegiatan kemasyarakatan dalam
kehidupan sehari-hari.6 Pada tahap awal pendidikan di pesantren tertuju
semata-mata mengajarkan ilmu agama saja melalui kitab-kitab klasik atau kitab kuning.7
Kemampuan pondok bukan saja dalam pembinaan pribadi muslim, melainkan
bagi usaha mengadakan perubahan dan perbaikan sosial dan masyarakat.
4
M. Dawam Rahardjo, Pesantren dan Pembaharuan (Jakarta: PT. Pustaka LP3ES
Indonesia,1995), 01.
5
Mujamil Qomar, Pesantren dari Tranformasi Metode Menuju Demokratisasi Institusi (Jakarta:
Penerbit Erlangga, 2009), 13.
6
Abdurrahman Saleh, et al, Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren (Yogyakarta: Depag RI,
1978), 15.
7
Haidar Putra Daulany, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia
3
Pengaruh pondok pesantren tidak saja terlihat pada kehidupan santri dan
alumninya, melainkan juga meliputi kehidupan masyarakat sekitarnya.8
Menurut Azyumardi Azra secara spesifik memberikan klasifikasi fungsi
esensi dari pesantren yaitu: a) Transmisi ilmu pengetahuan Islam (transmission
Islamic of knowldge), b) Pemeliharaan tradisi Islam (maintenance of tradition), c)
Pembinaan calon-calon ulama (reproduction of ulama).9 Watak utama yang
melekat pada pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan telah
menjadikannya memiliki tradisi keilmuan sendiri. Namun, tradisi ini mengalami
perkembangan dari masa kemasa dan menampilkan manisfestasi yang
berubah-ubah.
Kiai atau pengasuh pondok pesantren merupakan elemen yang sangat
esensial bagi suatu pesantren. Rata-rata pesantren yang berkembang di jawa,
sosok kiai sangat berpengaruh, karismatik dan berwibawa sehingga amat disegani
oleh masyarakat dilingkungan pesantren. Selain itu kiai pondok pesantren juga
sekaligus sebagai penegak dan pendiri dari pesantren yang bersangkutan. Oleh
karena itu sangat wajar jika dalam pertumbuhannya pesantren sangat bergantung
pada peran seorang kiai.10
Dalam hal ini kiai dijadikan sebagai panutan pedoman para santri, setiap
kebijakan yang dituangkan dalam kata-kata yang menjadi bahan renungan para
santri. Para kiai dengan kelebihan pengetahuannya dalam Agama Islam sering kali
8
Suyoto, Pesantren dalam Alam Pendidikan Nasional (Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia,
1995), 61.
9
Wahyu Ilaihi dan Harjan Hefni, Pengantar Sejarah Dakwah (Jakarta: Kencana, 2007), 183.
10
Amin Haedari, et al, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan
4
dilihat sebagai orang yang senantiasa dapat memahami keagungan Allah dan
rahasia alam lainnya, dengan demikian masyarakat awam beranggapan kiai
memiliki kedudukan yang tidak dapat dijangkau oleh orang awam. Menyadari
pentingnya kiai dan pesantren, maka diberbagai daerah muncul pesantren yang
salah satunya adalah Pondok Pesantren Hidayatul Ummah terletak di Desa
Pringgoboyo Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan. Pondok pesantren ini
didirikan oleh KH. Qusyairi Abdullah (1930-1987). Pada kesempatan ini, penulis
ingin meneliti perkembangan dari Pondok Pesantren Hidayatul Ummah yang
sudah beralih pada keturunannya yang bernama KH. Masrur Qusyairi, dalam hal
ini yang penulis teliti yaitu biografi dari KH. Masrur Qusyairi dan peranannya
dalam mengembangkan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo
Maduran Lamongan.
Dalam penelitian ini, peneliti mencoba untuk mengumpulkan data-data
atau berkas-berkas dari pondok pesantren. Sehubungan dengan ini maka dipilihlah
judul skripsi: “Peranan KH. Masrur Qusyairi dalam mengembangkan Pondok
Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo Maduran Lamongan (1987-2010 M)”.
Adapun hal-hal yang menarik perhatian penulis untuk mengangkat judul tersebut
diantaranya adalah:
1. Perkembangan pondok pesantren yang sudah terkenal ditengah-tengah
masyarakat, dan juga terdapat batu purbakala di lingkungan pesantren
2. Pondok Pesantren Hidayatul Ummah adalah lembaga pendidikan Islam yang
5
yaitu untuk mencetak kader-kader muslim yang dapat menyambung
kepemimpinan dan perjuangan umat Islam dimasa mendatang.
3. Relevansinya dengan perkembangan keagamaan masyarakat, peran KH.
Masrur Qusyairi sangat besar dalam mengembangkan Pondok Pesantren
Hidayatul Ummah, disamping sebagai tokoh pesantren, juga andil dalam
mewarnai dinamika perkembangan Islam, khususnya di desa Pringgoboyo.
4. Sesuai dengan disiplin ilmu yang selama ini penulis tekuni yaitu dalam
bidang kesejarahan.
Pondok pesantren yang dipengaruhi oleh beban sejarah kini masih terdapat
daerah-daerah tertentu seperti Pondok Pesantren Hidayatul Ummah di desa
Pringgoboyo Maduran Lamongan dan sekitarnya. Dalam perkembangannya,
keperkasaan pesantren itu dikaitkan oleh karisma kepemimpinan kiai dan
dukungan besar para santri, kerabat, serta gurunya yang tersebar di lingkungan
masyarakat sekitar pondok pesantren itu. Kiai tidak hanya dikategorikan sebagai
pemuka agama, tetapi juga sebagai elite pesantren seperti halnya; kiai Masrur
Qusyairi yang mempunyai otoritas tinggi dalam menyampaikan dan
menyebarkan pengetahuan keagamaan serta berkompeten mewarnai corak dan
kepemimpinan dalam bentuk sistem pengajarannya yang terus berkembang di
Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo.
Kiai dalam pondok pesantren sering diidentikkan dengan sebutan
kepemimpinan yang karismatik dan rendah hati sekalipun telah lahir pemetaan
kedudukan dan fungsi dalam struktur organisasi pondok pesantren. Dengan figur
6
pesantren dulu dan sekarang merupakan sosok penting yang dapat membentuk
kehidupan sosial, kultural dan keagamaan warga muslim.
Salah satunya dengan melalui pengajaran keterampilan pada beberapa
bidang yang nantinya akan menjadi bekal kemandirian dalam diri para santrinya
diluar pondok pesantren, sedangkan pengaruh kiai sendiri terhadap kehidupan
santri tidak terbatas pada saat santri berada di dalam maupun di luar pondok
pesantren melainkan pegaruh itu tetap berlaku dalam kurun waktu yang cukup
panjang.11 Hubungan mereka meluas berbagai aspek kehidupan, baik aspek
rasional, emosional, maupun spiritual secara mendalam. Kiai memberlakukan
para santrinya seperti anak-anak mereka sendiri dengan berbagai rasa kasih
sayang dan menjadikan dirinya sebagai panutan ideal santri.
Asal usul berdirinya suatu pondok pesantren di Indonesia, dalam
ensiklopedi Islam disebutkan: terdapat dua macam pendapat mengenai asal usul
dan latar belakang berdirinya pondok pesantren di Indonesia. Pertama, pendapat
yang menyebutkan bahwa pondok pesantren berakar dari tradisi tarekat. Kedua,
pondok pesantren yang kita kenal saat ini pada mulanya merupakan pengambil
alihan dari sistem pesantren yang diadakan dari orang-orang Hindu Nusantara.12
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang peran
sertanya tidak diragukan lagi, adalah sangat besar sumbangsih dan pengaruhnya
dalam perkembangan Islam di Indonesia. Pesantren di Indonesia baru diketahui
keberadaan dan perkembangannya setelah abad ke-16.
11
Sukamto, Kepemimpinan Kyai dalam Pesantren (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1999), 21.
12
7
Berdirinya suatu pesantren mempunyai latar belakang yang berbeda, pada
intinya adalah memenuhi kebutuhan masyarakat yang haus dengan ilmu. Pada
umumnya diawali karena adanya pengakuan dari suatu masyarakat tentang sosok
kiai yang memiliki kedalaman ilmu dan keluhuran budi. Kemudian masyarakat
belajar kepadanya baik dari sekitar daerahnya sampai pada luar daerah.
Keberadaan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah telah mengalami
perjalanan yang cukup panjang, hampir 2 ½ abad. Pesantren ini diawali dan
dirintis oleh pendirinya, KH. Ki Mas Ustman pada tahun 1765, berupa pengajian
rutin dengan mengambil tempat di rumah kiai atau masjid yang sederhana
bangunannya. Keadaan ini berlangsung selama kepemimpinan pendiri
(1765-1835), KH. Abdul Qohir (1835-1930), putranya sampai pada pertengahan masa
kepemimpinan cucu pendiri, KH. Qusyairi Abdullah (1930-1987), kemudian
beralih pada keturunannya yaitu KH. Masrur Qusyairi (1987-2012).
Pendidikan merupakan misi utama Pondok Pesantren Hidayatul Ummah
ini menggunakan dua macam sistem yaitu: pendidikan formal dan non-Formal.
Pendidikan formal ini dimaksudkan guna mendidik santri untuk lebih
memperhatikan tingkatan pendidikan, tingkat kecerdasan, pengelompokan kelas,
penilaian angka prestasi secara berkala dan lain-lain dengan menggunakan
metode tertentu, yayasan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo
Maduran Lamongan merupakan salah satu lembaga pendidikan yang menaungi
lembaga pendidikan baik pendidikan pesantren formal, maupun diniyyah yakni:
(RA, MI, MTs, MA). Madrasah-madrasah tersebut didirikan atas prakarsa putra
8
Pendidikan formal ini terdiri dari tingkatan, antara lain: Raudhotul Athfal
(RA/TK) 2 tahun (untuk putra dan putri) yang dilaksanakan pagi hari, Madrasah
Ibtidaiyah (MI) 6 tahun (untuk putra dan putri) yang pelaksanaanya di pagi hari,
Madrasah Tsanawiyah (MTs) dengan masa pendidikan tiga tahun (untuk putra
dan putri) yang dilaksanakan di pagi hari, Madrasah Aliyah (MA) 3 tahun (untuk
putra dan putri) di pagi hari.13 Adanya penerapan sistem pendidikan formal di
Pondok Pesantren Hidayatul Ummah dengan berbagai macam tingkatan,
disamping untuk mengikuti perkembangan era pendidikan dewasa ini juga
sebagai jawaban atas tuntutan masyarakat di lingkungan sekitar akan adanya
pesantren yang mengakomodasi sistem pendidikan nasional.
B. Rumusan Masalah
Dari latarbelakang yang dijelaskan diatas, peneliti merumuskan
permasalahan yang akan menjadi pokok pembahasan pada penelitian ini. Adapun
pokok permasalahannya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana riwayat hidup singkat KH. Masrur Qusyairi dan sejarah Pondok
Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo?
2. Bagaimana perkembangan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo
Maduran Lamongan?
3. Bagaimana usaha-usaha yang dilakukan oleh KH. Masrur Qusyairi dalam
mengembangkan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah?
13
Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial (Jakarta: P3M, 1986), 18.
9
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui biografi KH. Masrur Qusyairi sebagai pengasuh Pondok
Pesantren Hidayatul Ummah dan mengetahui sejarah Pondok Pesantren
Hidayatul Ummah pringgoboyo maduran Lamongan.
2. Untuk mengetahui perkembangan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah
Pringgoboyo Maduran Lamongan.
3. Untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan oleh KH. Masrur Qusyairi
dalam mengembangkan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah.
D. Kegunaan Penelitian
1. Untuk memperkaya kazanah sejarah sosial agar menjadi bacaan yang berguna
bagi masyarakat terutama bagi mereka yang ingin mengetahui tentang riwayat
hidup serta peranan KH. Masrur Qusyairi.
2. Menyambung keterputusan sejarah dan membangkitkan kesadaran baru
dikalangan umat Islam untuk memacu semangat di bidang intelektual,
pengetahuan dan kebudayaan Islam.
3. Diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam bidang kajian sejarah Islam
serta bermanfaat bagi mahasiswa-mahasiswa yang lain sebagai bahan refrensi
dalam penelitian lebih lanjut.
4. Bagi masyarakat, hasil penulisan ini sebagai gambaran atau informasi tentang
Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo Maduran Lamongan, yang
10
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik
Pendekatan dalam penelitian skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan
historis, Menggunakan pendekatan historis karena dalam penulisan skripsi ini
harus menelusuri sumber-sumber pada masa lampau berupa arsip atau
dokumen-dokumen dari pondok pesantren.14 Penggambaran terhadap suatu peristiwa sangat
tergantung pada pendekatan, yaitu dari segi mana kita memandangnya, dimensi
mana yang diperhatikan, unsur-unsur mana yang diungkapkan, dan lain
sebagainya. Hasil-hasil pelukisannya sangat ditentukan oleh pendekatan yang
dipakai.15
Menurut ilmu ini, segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan
peristiwa itu terjadi, di mana, penyebab dari kejadian, dan siapa yang terlibat
dalam peristiwa tersebut.16 Penjelasan diuraikan kedalam beberapa Bab yang
terbagi ke dalam beberapa sub bab yang disusun secara kronologis.
Suatu hal yang tidak mungkin dilupakan oleh penulis adalah landasan teori
yang digunakan. Suatu teori ialah suatu pernyataan umum mengenai bagaimana
beberapa bagian dunia saling berhubung dan bekerja. Teori adalah suatu
menjelasan mengenai bagaimana dua fakta atau lebih berhubungan diantara yang
lain.17
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa kerangka teori yang
dapat dijadikan acuan untuk menulis penelitian. Diantaranya adalah:
14
Dudung Abdurrohman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 11.
15
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1992), 2.
16
Taufik Abdullah, et al. Sejarah dan Masyarakat (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987), 105.
17
James H. Henselin, Sosiologi dengan Pendekatan Membumi (Jakarta: Erlangga. 2007), 14.
11
Pertama, Teori peran yaitu, sebuah sudut pandang dalam sosiologi dan
psikologi sosial yang menganggap sebagian besar aktifitas harian diperankan oleh
kategori-kategori yang ditetapkan secara sosial. Sesuai dengan pengertian teori
tersebut kita dapat menjelaskan bahwa peran perjuangan KH. Masrur Qusyairi
dalam mengembangkan sebuah pesantren yang awalnya merupakan sebuah
pondok pesantren salafi melalui sistem wetonan dan sorogan dengan
menggunakan sistem pendidikan klassikal, pendidikan yang berdasarkan ilmu
agama Islam, kemudian sampai pada bidang pendidikan umum, juga berperan
pada pembangunan pondok pesantren dan gedung madrasah-madrasah yang
semakin maju dan meluas.
Kedua, Teori kepemimpinan, dari Max Weber yaitu proses mempengaruhi
aktifitas yang diorganisir dalam suatu kelompok dalam usahanya untuk mencapai
suatu tujuan yang telah ditetapkan. Dalam teori kepemimpinan ini dapat
dijelaskan pada masa kepemimpinan KH. Masrur Qusyairi memimpin Pondok
Pesantren Hidayatul Ummah mulai dari tahun 1987 hingga akhir hayatnya.
Ketiga, Teori kharismatik yaitu pemimpin yang antusias dan percaya diri
yang kepribadian dan tindakannya mempengaruhi orang untuk berperilaku dengan
cara tertentu. Dalam teori kharismatik KH. Masrur Qusyairi menjalankan
kepemimpinannya penuh dengan kharisma, sikapnya menjadi panutan bagi para
santri terutama juga sangat berpengaruh terhadap keluarganya, teman dan juga
masyarakat setempat.
Tipe kharismatik yang melekat pada KH. Masrur Qusyairi menjadi tolak
12
karunia yang diperoleh dari kekuatan Tuhan.18 Seorang pemimpin yang memiliki
kharisma mempunyai pengaruh yang kuat. Santri atau para pengikutnya memiliki
keyakinan bahwa pemimpin adalah benar, mereka bersedia mematuhi pemimpin,
mereka merasakan kasih sayang terhadap pemimpin, secara emosional mereka
terlibat dalam misi kelompok atau organisasi, mereka memilki sasaran kinerja
yang tinggi dan mereka yakin bahwa mereka dapat berkontribusi terhadap
keberhasilan misi tersebut.19
Keempat, Teori continuity and change yang mengutarakan secara rinci
masalah-masalah kesinambungan ditengah-tengah perubahan yang terjadi di
pesantren. Perubahan akan terjadi ketika tradisi baru yang datang mempunyai
kekuatan dan dorongan yang kuat yang telah ada dan baik sebelumnya. Jika tradisi
baru yang datang mempunyai kekuatan dan daya dorong yang kuat, maka yang
terjadi adalah tidak adanya perubahan, akan tetapi perubahan yang terjadi tidak
akan serta merta terputus begitu saja dari tradisi keilmuan yang lama yang telah
ada sebelumnya. Masih ada kesinambungan yang berkelanjutan dengan tradisi
keilmuan yang lama, meskipun telah muncul paradigma baru. Dengan demikian
proses kesinambungan dan perubahan masih tetap terlihat dalam ilmu-ilmu
agama, pola-pola perbedaan yang ada antar satu periode berikutnya.20
Bentuk gambaran dari kedua tokoh Pondok Pesantren Hidayatul Ummah
yang mempunyai kesamaan atau perbedaan dalam memimpin dan aktivitas
pondok. Dari sudut inilah melihat elemen-elemen lama terbuang kemudian diganti
dengan elemen baru yang mulai diperkenalkan.
18
Ali Aziz, Pola Kepemimpinan Kiai di Pondok Pesantren (Surabaya: Alpha Grafika. 2004), 51.
19
Yuki. Kepemimpinan dalam Organisasi (Jakarta: Index, 2005), 294.
20
13
Bentuk persamaan antara periode KH. Qusyairi Abdullah dengan periode
KH. Masrur Qusyairi yaitu tentang menjaga keutuhan pengajaran Al-Qur’an
sebagai salah satu ciri dari Pondok Pesantren Hidayatul Ummah. Sedangkan
perbedaan yang terjadi adalah mengenai pendidikan yang awalnya merupakan
sebuah pondok pesantren salafi melalui sistem wetonan dan sorogan dengan
menggunakan sistem pendidikan klassikal pendidikan yang berdasarkan ilmu
agama Islam kemudian sampai pada bidang pendidikan umum.
F. Penelitian Terdahulu
Mengenai tinjauan penelitian terdahulu, KH. Masrur Qusyairi belum
pernah diteliti, jadi ini merupakan penelitian pertama tentang KH. Masrur
Qusyairi dan peranannya dalam mengembangkan Pondok Pesantren Hidayatul
Ummah Pringgoboyo. Akan tetapi dalam hal pondok pesantren sudah banyak
sekali yang membahas atau menulis dalam buku antara lain:
1. Zamakhsyari Dhofier, “Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup
Kiai”, penerbit LP3ES, Jakarta (Buku, 1956). Buku ini membahas tentang
ciri-ciri umum pesantren, elemen-elemen sebuah pesantren seperti pondok,
masjid, pengajaran kitab-kitab Islam klasik, santri dan kiai.21
2. Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, Direktori
Pesantren. (Buku, 2007). Buku ini membahas tentang pondok pesantren di
seluruh Indonesia, mulai dari berdirinya pondok pesantren itu, sampai
perkembangannya.
21
14
3. M. Dawam Rahardjo, Pesantren dan Pembaharuan, penerbit PT. Pustaka
LP3ES Indonesia, Jakarta. (Buku, 1995). Buku ini membahas tentang dunia
pesantren dalam peta pembaharuan.
4. Skripsi berjudul “Peranan Kyai Haji Fattah Dalam Mengembangkan Pondok
Pesantren Al-Fattah Siman Sekaran Lamongan (Tahun 1941-1992)” ditulis
oleh Muiyasih, Fakultas Adab, Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, IAIN
Sunan Ampel Surabaya (Skripsi, 1997). Skripsi ini membahas tentang
bagaimana strategi dan perjuangan KH. Fattah dalam mengembangkan
pondok pesantren dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Hasil penelitian
tersebut dapat menyumbang beberapa informasi dalam penulisan skripsi ini.
G. Metode penelitian
Penulisan hasil penelitian terhadap perkembangan Pondok Pesantren
Hidayatul Ummah menggunakan pendekatan historis, yaitu digunakan untuk
rekontruksi masa lampau secara sistematis dan obyektif, dengan mengumpulkan
bukti-bukti untuk menegakkan fakta-fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat
melalui pendekatan ini peneliti akan mampu mendiskripsikan apa yang telah
terjadi di masa lampau.
Sebagaimana yang umumnya selalu digunakankan dalam penelitian
sejarah, yaitu langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini meliputi:22
1. Pencarian sumber (Heuristik)
Heuristik berasal dari bahasa yunani Heuriskein asal kata to find yang
berarti tidak hanya menemukan, tetapi mencari dahulu. Pada tahap ini penulis
22
15
melakukan kegiatan pada penjajakan, pencarian, dan pengumpulan
sumber-sumber yang sedang diteliti, baik yang terdapat di lokasi peneliti, temuan
benda maupun sumber lisan. Dalam penelitian ini penulis memakai dua tektik
untuk mencari dan menemukan sumber sejarah, yaitu:
a. Sumber primer, diantaranya adalah:
1) Dokumen merupakan data mengenai hal-hal atau variable yang
berupa catatan traskip buku, notulen rapat, jadwal kegiatan pengajian
pondok pesantren, Surat Keterangan, dan piagam pendirian. Selain
memperoleh sumber lisan, penulis juga memperoleh sumber
dokumen dari pondok pesantren.
2) Sumber lisan (Oral History) maupun visual yang berupa wawancara
kepada orang sezaman yaitu pada Nyai Dewi Mariyam selaku istri
keduanya, KH. As’ad Shokib selaku pimpinan pondok pesantren,
wawancara pada pengurus-pengurus pondok, wawancara pada
santriwan-santriwati dan masyarakat yang tinggal di sekitar pondok.
3) Sumber benda (visual) seperti stempel dan foto, sumber ini
merupakan sumber sementara yang menentukan bagaimana
aktualisasi masa lalu manusia bisa dipahami oleh orang lain.
2. Verifikasi (Kritik sumber)
Kritik sumber yang umumnya dipakai meliputi kritik ekstern23
(mencari kredibilitas sumber), dan kritik intern24 (mencari otentisitas sumber)
23
Notosusanto, Norma-norma Dasar Penelitian dan Penulisan Sejarah,(Jakarta: Pusat Sejarah dan
Tradisi ABRI Mabes ABRI, 1993), 20.
24
Kritik intern menilai kesahihan data dalam sumber (kredibilitas). Nugroho Notosusanto, Norma-norma Dasar Penelitian, 21.
16
terhadap sumber-sumber yang ditemukan. Sumber untuk penulisan sejarah
ilmiah bukanlah sembarangan sumber, dalam hal ini penulis melakukan kritik
ekstern dengan menilai keakuratan sumber (kredibilitas sumber), apakah
sumber itu benar-benar sumber yang diperlukan, apakah sumber itu asli,
turunan atau palsu. Sedangkan untuk mengetahui keaslihan sumber
(otensitas), penulis melakukan pengujian asli tidaknya sumber, dengan
menyeleksi segi-segi fisik dari sumber yang ditemukan. Bila sumber itu
merupakan dokumen tertulis, maka penulis meneliti kertasnya, bahasanya dan
kalimatnya. Disamping itu penulis juga menilai keshahihan data dalam
sumber (kredibilitas sumber) sebagai wujud langkah kritik intern.
Dalam hal ini penulis mencari asal muasal sumber berasal, karena
kesaksian sumber dalam sejarah adalah faktor terpenting dalam menentukan
shahih tidaknya fakta itu. Tujuan utama pada langkah ini adalah untuk
menyeleksi data, sehingga penulis dapat memperoleh fakta atau keaslihan.
Interpretasi (penafsiran). Pada tahap ini peneliti berusaha menafsirkan data
yang telah berhasil dikumpulkan. Penafsiran sejarah disebut juga dengan
analisis sejarah. Analisis sejarah bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah
fakta yang diperoleh dari sumber-sumber.25 Pada langkah ini, penulis
menginterpretasikan atau menafsirkan fakta-fakta agar suatu peristiwa dapat
direkontruksi dengan baik, yakni dengan jalan menyeleksi, menyusun,
mengurangi tekanan, dan menempatkan fakta dalam urutan kausal.
25
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta,
2002), 208.
17
Dalam hal interpretasi ini, penulis mencoba untuk bersifat se-obyektif
mungkin terhadap penyusunan penelitian ini. Perlu pula diketahui, bahwa
penulis sedapat mungkin menekan subjektifitas sejarah sehingga nantinya
tidak membias ke dalam isi tulisan.
3. Historiografi
Historiografi atau penulisan sejarah merupakan tahapan akhir dari
seluruh rangkaian metode sejarah. Tahap heuristik, kritik sumber serta
interpretasi, kemudian disusun dan ditulis sehingga menghasilkan sebuah
historiografi.26 Dalam penyusunan penelitian sejarah yang bersifat ilmiah,
penulis penyusun laporan penelitian ini dengan memperhatikan kaidah-kaidah
penulisan karya ilmiah antara lain:
a. Penulis sedapat mungkin menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan
benar menurut kaidah bahasa Indonesia. Selain itu, penulis juga
menggunakan kalimat-kalimat se-efektif mungkin dalam penulisan ini.
b. Penulisan juga memperhatikan konsistensi, antara lain dalam penempatan
tanda baca, penggunaan istilah, dan perujukan sumber.
H. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan merupakan sesuatu yang menghantarkan ke
tujuan skripsi.
Untuk memberikan hasil yang maksimal dan deskripsi yang kronologis,
maka penulisan skripsi ini dibagi menjadi V Bab dengan rincian sebagai berikut:
26
Notosusanto, Norma-norma Dasar Penelitiandan Penulisan Sejarah (Jakarta: Pusat Sejarah dan
18
Bab pertama, Pendahuluan yang menggambarkan secara global dari
keseluruhan isi skripsi ini. Yang terdiri dari: Latar Belakang, Ruang lingkup
penulisan, Rumusan Masalah, Alasan memilih judul, Tujuan Penelitian,
Pendekatan dan Kerangka Teoristik, Tinjauan Penelitian Terdahulu, Metode
Penelitian dan Sistematika Pembahasan.
Bab kedua, Menjelaskan tentang biografi dari KH. Masrur Qusyairi dari
Genealogi, Kelahiran, masa pendidikan dan karir dari KH. Masrur Qusyairi.
Bab ketiga, Menjelaskan secara singkat tentang sejarah berdirinya Pondok
Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo.
Bab keempat, Menguraikan tentang usaha-usaha yang dilakukan oleh KH.
Masrur Qusyairi dalam mengembangkan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah
Priggoboyo, Lamongan
Bab kelima, Penulis melaporkan yang berisi kesimpulan dan saran.
Kesimpulan merupakan pemaparan dari hasil pemaparan bab-bab sebelumnya dari
awal hingga akhir. Selain itu penulis tidak lupa sertakan saran-saran untuk
membangun demi kesempurnaan kepada pembaca maupun penulis sendiri dan
penutup merupakan akhir dari kesimpulan.
20
BAB II
KH. MASRUR QUSYAIRI DAN PONDOK PESANTREN HIDAYATUL UMMAH PRINGGOBOYO MADURAN LAMONGAN
A. Biografi Singkat KH. Masrur Qusyairi 1. Geneologi KH. Masrur Qusyairi
KH. Masrur Qusyairi dilahirkan di desa Pringgoboyo pada tanggal 15
maret 1939.1 Ayahnya bernama KH. Qusyairi Abdullah dan Ibunya bernama
Nyai Hj. Masunah. Adapun pekerjaan ayahnya sehari-hari adalah sebagai
calak (bagian khitan), disamping sebagai tokoh masyarakat dan agama yang
mengajarkan ilmu pengetahuan agama Islam. Wafatnya pada hari Senin
tanggal 27 Juli 2012 pukul 07.00 Wib di rumah Kiai Masrur yang biasa
dipanggil Kiai Rur, dia wafat disebabkan penyakit paru-paru dan serangan
darah tinggi. Tiga tahun beliau bertahan melawan penyakitnya, kemudian
pada tahun 2012 menjelang wafatnya dia berwasiat bahwa pondok pesantren
harus selalu dikembangkan sepeninggalnya nanti, yaitu mencetak kader-kader
muslim yang dapat menyambung kepemimpinan dan perjuangan umat Islam
dimasa mendatang. Tak seorang manusiapun yang mengerti kapan ajalnya
akan datang, yang ada hanya firasat dan simbol-simbol yang akan mudah
difahami. Begitulah halnya dengan Kiai Rur.2
1
Dilihat dari KTP KH. Masrur Qusyairi, 1997
2
Gunawan, Wawancara, Lamongan, 23 Oktober 2015.
21
Keluarga KH. Masrur Qusyairi merupakan keluarga yang agamis. Hal ini
terlihat mulai ayahnya adalah seorang tokoh masyarakat di desa Pringgoboyo
yang cukup dikenal pada masanya, dan dia juga gemar menuntut ilmu
pengetahuan di berbagai pondok pesantren, maka semakin banyak
pengetahuan yang beliau peroleh.
KH. Masrur Qusyairi adalah putra kelima dari sembilan beraudara.
Saudaranya yang pertama, kedua, ketiga dan keempat sudah meninggal dunia
waktu masih kecil. Saudara-saudaranya itu adalah: Qona’ah, Mufadholah,
Qistiyah, Hamnah, KH. Masrur Qusyairi, Miqdar, Khoslah, KH. Midkhol
Huda dan Choiriyah.3 Waktu masih kecil dia sangat nakal, ketika disuruh
ayahnya mengaji dia selalu membangkang, sampai pada akhirnya ayahnya
yang bernama KH. Qusyairi Abdullah mengikatnya di bawah pohon terletak
di halaman Pondok Pesantren Hidayatul Ummah. Kemudian pada hari
berikutnya dia meninggalkan halaman rumah, dalam artian bukan
meninggalkan rumah tanpa alasan. Namun, dia meninggalkan halaman rumah
untuk pergi ke sebuah pondok pesantren di desa Karangbinangun Lamongan,
yaitu dibawah asuhan KH. Munir. Dia awal belajar mengaji di pondok
pesantren tersebut.
KH. Masrur Qusyairi memiliki kelebihan dan keistimewaan yang
menonjol dibandingkan dengan saudara-saudaranya, disamping cerdas dia
juga memiliki cita-cita yang tinggi untuk memperdalam ilmu pengetahuan
agama, serta memiliki semangat yang tinggi untuk mencapai kemajuan. Sejak
3
22
kecil Dia mendapatkan didikan ilmu agama dari ayahnya sampai dia
menuntut ilmu ke berbagai pondok pesantren.4
Semasa hidupnya KH. Masrur Qusyairi terkenal sebagai sosok kiai yang
alim, sabar, tegas dalam mengasuh pondok pesantren. Selain itu, Dia juga
bukan orang yang sombong karena menurut istri keduanya, beliau tidak
pernah membeda-bedakan siapapun karena dikenal bersikap apa adanya sama
seperti menanggapi para saudaranya. Sehingga secara perlahan masyarakat
sekitarnya mulai menghargai dan menghormatinya seperti layaknya sosok
kiai yang sangat berwibawa dan juga rendah hati.5 Para santri memanggilnya
dengan sebutan “Kiai Rur”. Di usianya yang tua dia masih menyempatkan
diri mengajar mengaji kitab-kitab kuning kepada para santrinya.
Keikhlasannya menjadi kesan dan teladan bagi para santrinya.
Pada tahun 1952 dia memulai karir studinya di berbagai pondok pesantren
baik yang kecil maupun besar, tepatnya dia berumur 13 tahun. Kesempatan
ini benar-benar dipergunakan oleh KH. Masrur Qusyairi untuk menambah
ilmu Kemudian usia 25 tahun dia menikah pada tahun 1964 dengan
perempuan bernama Maslikhah, dalam rumah tangganya belum dikarunia
keturunan selang waktu 4 tahun Dia menikah lagi dengan perempuan
bernama Dewi Mariam, rumah tangga bersama Dewi Mariam dia juga lama
belum dikaruniai keturunan, hingga dia menikahi santri yang sudah dianggap
sebagai putri sendiri dari pesantren, yang ingin dijadikan istri ketiga, pada
4
Muhammad As’ad, Wawancara, Lamongan, 22 Oktober 2015.
5
Gunawan, Wawancara, Lamongan, 23 Oktober 2015.
23
tahun 1994, karena itu istrinya yang kedua Nyai Dewi Mariam pada tahun
2002 meminta supaya diceraikan.6 Setelah dia menikah dengan santrinya
bernama Ummu Nasukhah, dia dikaruniai 5 keturunan yaitu: Abdullah
Masrur, Fakhriyah Masrur, Abidah Masrur, Salmah Masrur dan Afiyah
Masrur.
2. Pendidikan dan Aktivitas KH. Masrur Qusyairi
Adapun sejarah pendidikan dan aktivitas KH. Masrur Qusyairi dapat
diterangkan dibawah ini:7
a. Riwayat Pendidikan KH. Masrur Qusyairi
1) Tahun 1952, Dia mulai menginjakkan kaki di pondok pesantren di
desa Karangbinangun lamongan, yaitu dibawah asuhan KH. Munir. Di
pondok ini beliau hanya 6 bulan. Kemudian dilanjukan ke pondok di
desa Kerapyak Yogyakarta.
2) Tahun 1952, dia melanjutkan ke pondok pesantren di desa Kerapyak
Yogyakarta, untuk menuntut ilmu dengan KH. Munawir. Di pesantren
ini dia mempelajari ilmu falaq selama 2 tahun.
3) Tahun 1954, dia menuju ke pondok pesantren di Lasem Jawa Tengah
yaitu pada KH. Ma’shum, di pesantren ini dia hanya 6 bulan seperti
halnya pada tahun sebelumnya. Dia di pesantren ini mempelajari ilmu
nahwu, shorof dan kitab kuning.
6
Dewi Mariam, Wawancara, Lamongan, 28 November 2015.
7
Ibid.,
24
4) Tahun 1954, dia melanjutkan ke Pondok Pesantren Lerboyo di Kediri
yaitu pada KH. Mahrus Ali, di pondok pesantren ini Dia
memperdalam kajian filsafat islam, ahli fikih, ahli tafsir. Di pondok
ini hanya 5 bulan.
5) Tahun 1955 sampai tahun 1958, dia melanjutkan jenjang studinya ke
Pondok Pesantren Al-Falah Langitan Tuban. Di pondok pesantren ini
dia menghabiskan usia mudahnya untuk menuntut berbagai disiplin
ilmu agama mulai dari ilmu nahwu, shorof, tauhid, hadist dan lain
sebagainya kepada KH. Abdul Hadi Zahid. Di pesantren ini dia 3
tahun paling lama diantara pesantren-pesantren lainnya, dia juga di
pesantren ini mengajar ilmu-ilmu agama yang sudah di perintahkan
oleh KH. Abdul Hadi Zahid.
KH. Masrur Qusyairi menyelesaikan studinya pada tahun 1958. Setelah
berpamitan dan meminta izin pada KH. Abdul Hadi Zahid, untuk pulang ke
kampung halamannya di desa pringgoboyo. Pada waktu itu desa Pringgoboyo
dan masyarakat sekitar umunya telah menunggu kedatangannya.
Setelah berada di kampung halaman, KH. Masrur Qusyairi atas perintah
dari ayahnya yaitu KH. Qusyairi Abdullah untuk mengambil alih
kepemimpinannya sebagai pengasuh dari Pondok Pesantren Hidayatul
Ummah. Ayahnya berpesan untuk KH. Masrur Qusyairi mendirikan sebuah
25
b. Aktivitas KH. Masrur Qusyairi pada masa hidup
Sebagai seorang kiai yang dikenal oleh masyarakat Lamongan Jawa
Timur dan khususnya di desa Pringgoboyo, maka aktivitas KH. Masrur
Qusyairi tidak hanya sebagai pengasuh Pondok Pesantren Hidayatul
Ummah Pringgoboyo saja, akan tetapi kegiatan yang dia lakukan adalah
sangat kompleks. Adapun kegiatan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Sebagai penerus dan pengasuh di Pondok Pesantren Hidayatul Ummah
Pringgooyo, mulai tahun 1987 sampai akhir hayatnya pada tahun 2012.
2) Sebagai pendiri pendidikan formal di Pondok Pesantren Hidayatul
Ummah pada tahun 1958.
3) Sebagai guru Tarekat Qadiriyah dan pedakwah. KH. Masrur Qusyairi
pada waktu itu telah mempunyai pengaruh yang cukup besar di
masyarakat, beliau aktif dalam setiap organisasi dan sering ke berbagai
wilayah di luar Kabupaten Lamongan untuk melakukan dakwah atau
penerangan agama Islam dalam bentuk pengajian.
4) Menjadi tabib perdukunan di desa Pringgoboyo di sekitar Lamongan.
5) Sebagai Dewan Suro di Kecamatan Sekaran Lamongan dan Juru
Kampanye PPP (Partai Persatuan Pembangunan).
3. KH. Masrur Qusyairi sebagai pengasuh Pondok Pesantren Hidayatul Ummah
Pringgoboyo.
KH. Masrur Qusyairi sebagai pengasuh Pondok Pesantren Hidayatul
26
menentukan pendidikan bidang formal maupun nonformal, KH. Masrur
Qusyairi sebagai pengasuh kedua setelah ayahnya yaitu KH. Qusyairi
Abdullah di Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo. Dia
pemegang kebijakan umum dalam pondok pesantren mulai dari tahun 1987
setelah dia menyelesaikan jenjang studinya di Pondok Pesantren Al-Fallah
Langitan Tuban sampai pada akhir hayatnya pada tahun 2012.8 Oleh karena
itu peran dan tanggung jawabnya dalam bidang pendidikan formal maupun
nonformal sangat besar dan menentukan.
Dalam perkembangan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo
sebagai tokoh kiai yang mempunyai kewibawaan serta metode mengajar
dalam rangka membentuk kader-kader muslim yang gigih serta tangguh
dalam sejarah perjuangan Islam. Pelajaran Islam ini dilakukan dengan metode
wetonan dan sorogan.
Metode seperti ini sudah tidak asing lagi dalam pendidikan pondok
pesantren yang ada kaitannya dengan kemampuan seorang kiai dalam
mengajarkan agama Islam, yang acuannya dalam kitab-kitab bahasa arab.
Metode atau sistem yang lazim dipergunakan dalam pesantren adalah
sistem wetonan dan sorogan atau bandongan. Metode wetonan adalah
metode kuliah, kiai membaca suatu kitab dalam waktu tertentu dan santri
membawa kitab yang sama kemudian mendengarkan dan menyimak tentang
bacaan kiai tersebut. Sistem pengajaran yang demikian adalah sistem bebas
8
Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia. 2007, 188.
27
sebab absensi tidak ada, santri boleh datang atau boleh tidak datang, tidak ada
sistem kenaikan kelas. Santri yang cepat menyelesaikan kitabnya boleh
menyambung pada kitab yang lain. Seolah-olah sistem ini mendidik santri
supaya kreatif dan dinamis. Ditambah lagi dengan sistem wetonan ini lama
belajar santri tidak tergantung pada lamanya tahun belajar, tetapi berpatokan
pada kapan santri itu menyelesaikan kitab-kitab pelajaran yang telah
ditetapkan.
Adapun metode sorogan atau bandongan adalah santri yang pandai
men-sorog-kan sebuah kitab kepada kiai untuk dibaca dihadapan kiai, kemudian
kalau ada salahnya, maka kesalahan itu langsung dibenarkan olek kiai. Di
pondok pesantren yang besar sistem atau metode pengajaran sorogan atau
bandongan hanya dilakukan kepada dua, tiga atau empat santri saja yang
bisanya terdiri dari keluarga kiai atau santri-santri yang dianggap pandai oleh
kiai yang diharapkan dikemudian hari menjadi orang alim.
Adapun sistem pendekatan dan metode penyampaian yang digunakan
dalam mengembangkan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo
adalah dengan sistem pendekatan metodologis yang didasarkan atas disiplin
ilmu sosial, antara lain:
a. Pendekatan Sosio Kultural
Pendekatan ini ditekankan pada usaha pengembangan sikap-sikap
pribadi dan sosial sesuai dengan tuntutan masyarakat, yang berorientasi
28
berperadaban. Hal ini banyak menyentuh permasalahan-permasalahan
inovasi kearah sikap hidup yang bersifat membentuk lingkungan sesuai
dengan ide kebudayaan modern yang dimilikinya, bukannya bersifat hanya
sekedar penyesuaian diri dengan lingkungan yang ada.
b. Pendekatan Religi
Yakni suatu pendekatan yang membawa keyakinan sistem keimann
dalam pribadi anak didik atau santri yang cenderung kearah intensif dan
ekstensif (mendalam dan meluas). Pandangan yang demikian, terpancar
dari sikap bahwa segala ilmu pengetahuan itu pada hakikatnya adalah
mengandung nilai-nilai ketuhanan.
c. Pendekatan Historis
Yakni ditekankan pada usaha-usaha pengembangan pengetahuan, sikap
dan nilai keagamaan melalui proses kesejarahan walaupun hubungan ini
penyajian serta faktor waktu secara kronologis menjadi titik tolak yang
dipertimbangkan dan demikian faktor keteladanan merupakan proses
identifikasi dalam rangka memperoleh penghayatan dan pengamalan
agama. Pembentukan kepribadian yang dibentuk melalui individualisasi
dan pendalaman materi serta hukum agama yang dikembangkan melalui
proses historis ini akan sejalan proses perkembangan yang dijalaninya.
Pendekatan-pendekatan tersebut pada umumnya digunakan oleh
29
serta tujuan yang ingin dicapai dengan melihat situasi dan kondisi obyek
atau santri yang diberi pelajaran atau materi.
B. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo 1. Letak Geografis
a. Letak Desa Pringgoboyo
Desa Pringgoboyo adalah merupakan salah satu desa wilayah
kecamatan Madura kabupaten lamongan, dengan penjelasan-penjelasan
sebagai berikut:9
1) Luas dan batas wilayah
a) Luas tanah desa atau kelurahan : 3020 Ha
- Luas pemukiman : 19 Ha
- Luas persawahan : 61,87 Ha
- Luas kuburan : 2,5 Ha
- Luas prasarana umum lain : 4,5 Ha
b) Batas wilayah
- Sebelah Utara : Bengawan solo
- Sebelah Selatan : Kanugrahan
- Sebelah Barat : Turi
- Sebelah Timur : Pangkatrejo
2) Kondisi Geografis
a) Ketinggian tanah dari permukaan laut : 8 mdl
9
30
b) Banyaknya curah hujan : 2000 mm
c) Suhu udara rata-rata : 33 c
3) Orbitasi (Jarak dari pusat pemerintahan Desa atau Kelurahan) :
a) Jarak dari pusat kecamatan : 5 M
b) Jarak dari pusat kota administratif : 25 Km
c) Jarak dari ibukota Kabupaten : 305 Km
d) Jarak dari ibukota Propinsi Daerah : 76,6 Km
b. Penduduk dan Mata Pencaharian
Penduduk desa pringgoboyo berjumlah 2.671 orang, dengan rincian
sebagai berikut:
- Laki-laki : 1.327 orang
- Perempuan : 1.344 orang
Sedangkan mata pencaharian secara umum adalah:
- Petani : 35 %
- Pedagang : 45 %
- Campuran : 20 %
Melihat dari mata pencaharian masyarakat, maka desa pringgoboyo
tergolong masyarakat ekonomi sedang, perbedaan petani dengan pedagang
tidak seberapa jauh dan kebanyakan mereka yang bekerja sebagai petani
juga sebagai pedagang. Di desa Pringgoboyo tepatnya kurang lebih 600 M
31
berupa pasar yang cukup besar dan banyak dikunjungi para pedagang dan
pembeli baik dari Desa Pringgoboyo maupun wilayah daerah sekitar.
c. Agama Masyarakat
Penduduk desa Pringgoboyo Kecamatan Maduran 100 % memeluk
agama Islam, hal ini disamping desa ini praktek sosialnya adalah
orang-orang yang beragama Islam juga mereka sangat anti dengan agama lain,
sehingga desa ini mampu mempertahankan kedudukan.
2. Latar Belakang dan Sejarah Berdirinya Pondok
Pondok Pesantren Joko Tingkir atau yang sekarang dikenal dengan nama
Pondok Pesantren Hidayatul Ummah. Pondok pesantren diberi nama Joko
Tingkir karena Sultan Hadiwijaya yaitu Joko Tingkir sempat mendarat dari
Bengawan Solo merupakan sarana transportasi sejak zaman Majapahit Kuno
hingga masa kerajaan Jawa, Joko Tingkir mendarat dan tinggal beberapa saat
di desa tersebut dalam rangka pelariannya dari usaha pembunuhan oleh lawan
politiknya. Selain itu di desa Pringgoboyo ditemukan Masjid Tiban yaitu
Masjid yang ditemukan ujung-ujung dalam semalam, adalah masjid kuno
peninggalan para saudagar arab yang berkelana berdagang sambil berdakwah
di zaman Majapahit Kuno, terbukti ditemukan banyak batu-bata bertuliskan
arab dan sejumlah makam kuno yang ukuran panjangnya hampir 3 kali ukuran
makam orang-orang desa pada umumnya.10
10
Titialfakhairia, “Aku Anak Indonesia Masa Kecilku Yang Bahagia”, dalam http://www.aku_anak_indonesia/titialfakhairia.html (04 Juli 2014)
32
Setelah nama Joko Tingkir di ganti dengan nama Hidayatul Ummah
pondok pesantren didirikan oleh KH. Qusyairi Abdullah ayahnya KH. Masrur
Qusyairi pada tahun 1930 M. Sebelumnya pesantren sudah lama berdiri
hampir 2 setengah abad. Namun hanya berupa pengajian rutinan dengan
mengambil tempat di rumah kiai atau masjid yang sederhana bangunannya
belum menjadi pondok pesantren. Secara geografis Pondok Pesantren
Hidayatul Ummah berada di desa Pringgoboyo Maduran Lamongan.
Lingkungan pondok pesantren saat dirintis berdirinya, merupakan hutan
bambu. Tingkat pendidikan masyarakat sangat rendah, serta pencaharian
masyarakat umumnya petani. Dalam kehidupan keagamaan, masyarakat
umumnya mempercayai hal yang berkaitan dengan takhayul, bid’ah, dan
khurafat.11
Munculnya Pondok Pesantren Hidayatul Ummah di Desa Pringgoboyo
menjadi menarik karena dilatar belakangi oleh kondisi masyarakat saat itu
mengalami kurangnya ketaatan terhadap pendidikan agama Islam, disamping
itu kondisi sosial ekonomi yang sangat mencemaskan. Sebagian besar
masyarakat desa Pringgoboyo hidup dalam garis kemiskinan yang sangat
mendalam, Agama masyarakat juga masih menganut Islam yang masih
campur dengan Budha. Mereka hidup dengan bertani sawah dan ladang yang
kondisinya tanah dan irigasinya tidak memenuhi syarat standart pertaniannya
yang baik, jadi tidak heran kalau taraf pemikiran dan kepandaian
masyarakatnya pun sejajar dengan kondisi kehidupan ekonominya. Pada tahun
11
Ibid., 188.
33
itu, masyarakat belum merespon adanya sebuah pesantren, kemudian atas ide
KH. Qusyairi Abdullah ayahanda KH. Masrur Qusyairi membuat makanan
yang namanya apem, makanan itu dibuat oleh Nyai Masunah istri dari KH.
Qusyairi atas pekerjaan kiai Qusyairi menjadi calak (bagian khitan),
masyarakat mengakui bahwa di khitan oleh kiai tidak terasa sakit sama sekali,
maka dari itu kiai banyak undangan dari berbagai daerah sekitar Lamongan
untuk mengkhitan. Selesai itu uangnya terkumpul, kiai meminta sang istri
untuk membuat makanan apem dengan jumlah yang banyak di letakkan di
dalam kantong beras dengan dipikul oleh orang suruhan kiai. KH. Qusyairi
berjalan-jalan keliling desa dengan orang suruhannya memikul makanan,
semua masyarakat diiming-imingi makanan tersebut supaya ikut kiai ke
masjid, dan semua orang mengikutinya kemudian dibagikan makanan tersebut
di depan masjid, setelah itu masyarakat mengikuti sholat berjamaah. Hal
tersebut dilakukan selama bertahun-tahun, sampai pada waktunya tiba Allah
mendatangkan petunjuk kepada masyarakat desa Pringgoboyo untuk
mengikuti sebuah pengajian.12 Sebagaimana yang telah dikatakan oleh KH.
Muhammad As’ad bahwa: “Pesantren didirikan adalah kewajiban dakwah
Islamiyah artinya kewajiban menyebarkan Islam sekaligus mencetak
kader-kader dakwah yang ahli dalam agama Islam. Selain itu bahwa menuntut ilmu
adalah kewajiban bagi setiap orang Islam”.
Pondok pesantren diberi nama “Hidayatul Ummah” sesuai dengan nama
Hidayatul Ummah yang berarti petunjuk bagi masyarakat, keadaan
12
Muhammad As’ad, Wawancara, Lamongan, 16 November 2015.
34
masyarakat di desa Pringgoboyo yang sudah mendapat petunjuk dari Allah
swt. Sebab kondisi keagamaan masyarakat desa Pringgoboyo sangat
memprihatinkan baik kadar pengetahuan, apalagi pengalaman agama.
Pendirian pesantren ini untuk menghidupkan cahaya keagamaan masyarakat,
membuka tabir kegelapan dan menyikapi kelamnya kebodohan mereka
melalui motivasi-motivasi cahaya keimanan Islami.
Pada awal pendirian Pondok Pesantren Hidayatul Ummah, lokasi pondok
pesantren hanya berupa sebuah langgar putra dan putri yang terletak di
sebelah kiri rumah kiai. Di tempat itu para pemuda desa Pringgoboyo dan
sekitarnya belajar bersama ilmu-ilmu agama kepada KH. Qusyairi Abdullah.
Bersama dengan itu, beliau juga mendapat bibit santri, yang saat ini sudah
menjadi seorang kiai di sebuah pesantren di Desa Sugio Lamongan, yaitu KH.
Ma’sum dan KH. Abdussalam.
Pada perkembangan-perkembangan selanjutnya, para santri yang datang
tidak hanya dari desa Pringgoboyo dan lingkungan sekitarnya, akan tetapi
mereka datang dari daerah yang jauh dari pesantren tersebut dengan membawa
bekal keperluan hidupnya selama berada di asrama dan selama dalam
pencarian ilmu agama Islam di pondok pesantren itu dengan harapan nantinya
setelah kembali ke kampung halamannya telah banyak membawa oleh-oleh
ilmu pengetahuan yang diberikan kepada masyarakat demi kebaikan dan
kemaslahatan bersama.13
13
Cholifah, Wawancara, Lamongan, 16 November 2015.
35
Kondisi masyarakat sekitar Pondok Pesantren Hidayatul Ummah telah
mengalami berbagai perubahan dalam berbagai aspek kehidupan jika
dibandingkan dengan keadaan masyarakat sebelum pondok pesantren berdiri.
Kehidupan keagamaan masyarakat relatif lebih baik. Demikian pula dalam hal
pendidikan, umumnya masyarakat berpendidikan tingkat menengah. Hal ini
karena tersedianya lembaga-lembaga pendidikan di desa Pringgoboyo, mulai
tingkat prasekolah sampai tingkat menengah, baik di dalam maupun di luar
lingkungan pondok pesantren. Kehidupan ekonomi masyarakat juga lebih
beragam, saat ini mata pencaharian masyarakat tidak hanya pada sektor
pertanian, melainkan sudah bervariasi seperti perdagangan, home industri,
pabrik tenun dan tambak ikan.14
3. Dasar dan Tujuan berdirinya Pondok Pesantren Hidayatul Ummah
Pada permulaan berdirinya, Pondok Pesantren Hidayatul Ummah memang
mempunyai sebuah cita-cita penyebaran agama Islam di Indonesia. Dan
sebagai bagian dari kewajiban Islam mukminin untuk menyebar luaskan
agama Islam dan berjuang untuk iqomaddin dalam rangka membangun
masyarakatnya masing-masing.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pondok Pesantren Hidayatul
Ummah adalah tempat untuk melahirkan insan-insan pengabdi Allah swt,
sehingga terjamin kelangsungan hidup suburnya jamaah atau lembaga
pengganti dan penyebar ulumuddin di Indonesia. Insan-insan pengabdi Allah
swt yakni pemimpin, penegak, penyebar dan pembela agama Allah swt yang
14
Ibid., 189.
36
sanggup melahirkan dan membina jamaah muttaqin di tengah-tengah
masyarakat. Dengan demikian tujuan yang lebih pokok dari Pondok
Pesantren Hidayatul Ummah secara global adalah membina dan
mengembangkan agama Islam Ahlu Sunnah wal Jamaah, pendidikan dan
pengajaran serta meningkatkan kesejahteraan sosial.
Tujuan dari Pondok Pesantren Hidayatul Ummah secara umum adalah
sebagai berikut:
“Membina warga Negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan
ajaran-ajaran agama Islam dan menanamkan rasa keagamaan pada semua segi
kehidupannya serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi Agama,
masyarakat dan Negara”.
Sedangkan tujuan didirikan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah secara
khusus adalah:
a. Mendidik para santri untuk menjadi seorang muslim yang bertaqwa
kepada Allah swt, berakhlaq mulia, memiliki kecerdasan, keterampilan
dan sehat sejahtera lahir dan bathin yang bermoralitas Islam sebagai
warga yang berpancasila.
b. Mendidik para santri untuk menjadi manusia muslim selaku kader-kader
ulama’ dan muballigh berjiwa ikhlas, tabah, tangguh, wiraswasta dalam
37
c. Mendidik para santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal
semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia yang
bertanggung jawab kepada pembangunan bangsa dan negara.
d. Mendidik santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai
sektor pembangunan mental spiritual.
e. Mendidik santri untuk membangun meningkatkan kesejahteraan sosial
masyarakat dan lingkungannya.
Dengan demikian, untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut diatas, maka
dituntut adanya pengamalan ajaran Islam secara nyata dalam kehidupan
sehari-hari, hal ini sesuai dengan tugas risalah Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW. Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Untuk mencapai tujuan
yang hendak dicapai dalam suatu pesantren, maka tidak terlepas dari suatu
hal yang bisa dijadikan pedoman berperilaku yang dijadikan alat pembenar
dari segala tindakan dan berpikir untuk mencapai tujuan yang dimaksud.
Pedoman ini dinamakan dengan nilai-nilai pesantren.
Nilai-nilai pesantren secara umum dapat diartikan sebagai interprestasi
atau pemahaman pesantren terhadap ajaran Islam secara keseluruhan. Dalam
persoalan ini pesantren menganggap bahwa Islam adalah segalanya, artinya
Islam sebagai totalitas (menyeluruh) yang didalamnya menyangkut
persoalan-persoalan dunia dan akhirat, sebagai totalitas Islam dijadikan
pedoman dalam berpikir. Bertindak dan alasan pembenar dari segala
38
Pondok Pesantren Hidayatul Ummah mengaku sebagai pengikut Ahlu
Sunnah Wal Jamaah yaitu suatu golongan yang menyatakan diri sebagai
pengikut Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya secara murni. Bagi
kalangan pesantren, ajaran ini mempunyai konotasi yang khas yaitu dengan
istilah Aswaja. Adapun dasar-dasar dan titik tolak dalam mendirikan pondok
pesantren dan menyiarkan ilmu, para kiai harus mempunyai dasar-dasar yang
utama, suci dan baik. dasar-dasar itu diantaranya adalah:
1) Ikhlas karena Allah swt.
Dalam mendirikan pondok pesantren harus didasarkan atas ikhlas
karena Allah SWT, jangan tercampur dengan dasar lain seperti tercermin
dalam surat Al-Bayyinah ayat 5 yang artinya:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama
yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan memurnikan zakat
dan yang demikian itulah agama yang lurus”.15
2) Niat mencari keridhoan Allah swt.
Jangan sekali-kali orang dalam masalah ilmu melakukan apa yang di
terapkan dalam hadist di bawah ini, yang artinya:
“Barang siapa yang mempelajari ilmu pengetahuan yang semestinya
bertujuan untuk mencari ridha Allah swt. Kemudian ia mempelajarinya
dengan tujuan hanya untuk mendapatkan kedudukan atau kekayaan
15
39
duniawi, maka ia tidak akan mendapatkan baunya surga kelak pada hari
kiamat.” (HR. Abu Daud).16
3) Mengajar dengan mendapat imbalan bukan tujuan utama
Orang mengajar dengan ikhlas karena Allah swt akan tetapi disamping
itu mendapat imbalan, dibolehkan asal imbalan itu tidak menjadi tujuan
utama.
Di Indonesia banyak ulama atau kiai yang sebelum memulai mengajar
telah mempunyai bekal duniawi. Dengan demikian mereka tidak
mengharapkan imbalan dari santri-santri atau orang tua santri. Hal itu
benar-benar menunjukkan keikhlasan mereka.
16
Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin, Syarah Riyadhus Sholihin jilid 4 (Jakarta Timur:
40
BAB III
PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN HIDAYATUL UMMAH PRIGGOBOYO (1987-2010 M)
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami tentang
perkembangan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah Pringgoboyo, maka pada
pembahasan ini penulis mencoba untuk memaparkan perkembangan Pondok
Pesantren Hidayatul Ummah berdasarkan keterangan dari beberapa responden
sesuai dengan situasi yang ada, mulai Pondok Pesantren Hidayatul berdiri hingga
tahun 2010 mengalami proses perkembangan yang cukup panjang relevan dengan
perkembangan dan tuntutan masyarakatnya.
Perkembangan itu meliputi metodologi pengajaran, sarana dan prasarana,
unit dan jenjang pendidikan yang dimilikinya maupun faktor-faktor pendukung
lainnya. Untuk memudahkan pemahaman, maka pembahasanya akan diuraikan
secara periodik dalam dua periode yaitu periode awal yang merupakan periode
perintisan dan periode perkembangan yang merupakan periode kemajuan.
A. Periode Awal (1930-1987 M)
Pada periode awal ini merupakan masa perintisan yang di pimpin oleh KH.
Qusyairi Abdullah, periode ini pondok pesantren mempunyai ciri yang masih
sederhana yang dimiliki pondok baik dari segi fisik maupun non fisik. Dalam
41
1. Kondisi dari Segi Fisik
Dalam situasi masyarakat desa yang masih mengalami krisis pendidikan
agama, maka KH. Qusyairi Abdullah berinisiatif mendirikan pondok. Usaha
pertama yang dilakukan oleh KH. Qusyairi Abdullah dalam mendirikan
pondok pesantren adalah mengadakan pembersihan atas sebidang tanah yang
diwariskan kepada kiai Qusyairi dari ayahnya yang bernama KH. Abdul
Qohir. Tanah ini adalah tanah turun temurun keluarga.
Pada penjelasan diatas, bahwa pada awal pendirian Pondok Pesantren
Hidayatul Ummah, lokasi pesantren hanya berupa sebuah langgar kecil
berukuran sekitar 6x10 M, langgar musholah terletak disebelah kiri rumah
kiai. Di langgar musholah ini para pemuda Desa Pringgooyo dan masyarakat
sekitarnya belajar agama kepada KH. Qusyairi Abdullah.
2. Kondisi dari segi pendidikan
Pada masa permulaan (pertumbuhan) Pondok Pesantren Hidayatul Ummah
Pringgoboyo sistem pendidikan yang diterapkan adalah sistem pendidikan
nonformal, yakni sistem sorogan dan sistem wetonan. Para santri membentuk
suatu lingkaran mengelilingi kiai yang memberikan keterangan-keterangan
dari kitab yang telah dibaca, atau satu persatu murid maju menghadap kiai
untuk belajar membaca kitab dengan diberi makna. Hal demikian pada
umumnya pelajaran di pondok pesantren berlangsung dengan duduk bersila
diatas tikar tanpa tulis, bangku dan kursi. Pembagian kelas belum dikenal,
42
Pada masa awal ini KH. Qusyairi Abdullah mulai menancapkan tradisi
kepesantrenan. Kitab-kitab yang dikaji pada masa awal adalah menekankan
pada kitab-kitab yang mengandung ketauhitan dan ketabiban, ilmu ketabiban
itu didapat oleh kiai Qusyairi dari warisan turun temurunnya. Sedangkan dari
keduanya yang sering diajarkan adalah ilmu tauhid tentang keesaan Allah,
karena pada saat itu masyarakat Pringgoboyo sangat memerlukan ilmu tauhid
dengan keadaannya yang masih belum memahami agama Islam. Waktu yang
dimiliki santri sangat sedikit karena kesibukannya membantu orang tua
bekerja di sawah. Pelaksanaan pembelajarannya hanya setelah sholat ashar,
setelah maghrib, setelah isya’ dan setelah shubuh.
3. Hambatan-hambatan yang dialami pada periode awal
Dengan banyaknya santri yang berdatangan, maka hambatan yang
pertama, adalah kurang yang tenaga mengajar, maka solusinya adalah
memanfaatkan santri senior untuk membimbing santri-santri yang junior
untuk membimbing belajar mengaji. Kedua, hambatan sarana dan prasarana
adalah tempat wudhu dan kamar mandi, solusinya sementara menggunakan
belumbang yang ada sebagai sarana wudlu dan mandi. Penginapan santri
sementara tidur di musholah bagi yang putra, bagi yang putri sementara tidur
di rumah kiai. Ketiga, Pasang surutnya santri diakibatkan adanya surutnya
kondisi perekonomian desa, misalnya waktu panen santri banyak yang pulang
membantu orang tua di rumah.1
1
Gunawan, Wawancara, Lamongan, 26 November 2015.
43
B. Periode Perkembangan (1958-1987 M)
Pada periode perkembangan ini merupakan periode kelanjutan yaitu masa
perkembangan dan kemajuan baik dari segi fisik, non fisik maupun pendidikan.
Periode perkembangan semua atas kerja keras dari putranya KH. Qusyairi yang
bernama KH. Masrur Qusyairi, pada saat itu KH. Qusyairi sudah sangat tua dan
semua kebutuhan pesantren diserahkan kepada putranya. Pada waktu itulah KH.
Masrur mulai berperan didalamnya, walaupun pengasuh Pondok Pesantren
Hidayatul Ummah masih dibawah asuhan KH. Qusyairi Abdullah. Masa
kepemimpinan pondok pesantren tidak boleh digantikan sebelum pemimpin
tersebut meninggal dunia.2 Adapun perkembangan Pondok Pesantren Hidayatul
Ummah adalah:
1. Perkembangan dari Segi Fisik
Usaha yang dicurahkan oleh KH. Qusairi Abdullah dalam membina
pesantren, ternyata mendapat simpati dan partisipasi besar dari masyarakat.
Sehingga sedikit demi sedikit pesantren semakin berkembang. Hal ini adalah
semata-mata hasil kerjasama antara KH. Qusyairi Abdullah bersama-sama
masyarakat serta para santrinya secara gotong royong dalam mencurahkan
tenaganya.
Perkembangan pesantren ini dimulai sejak berdirinya langgar musholah
putra putri yang terletak di sebelah kiri rumah kiai. Langgar musholah ini
berada diantara rumah kiai dan asrama santri. Selain difungsikan sebagai sholat
berjamaah, musholah ini juga digunakan sebagai tempat kegiatan mengaji.
2
Dewi Mariam, Wawancara, Lamongan, 28 November 2015.