BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Maternal antibody merupakan kekebalan tubuh pasif yang ditransfer oleh
ibu kepada anaknya melalui plasenta pada saat usia kandungan 1 – 2 bulan di akhir masa kehamilan. Maternal antibody yang diterima dari ibu pada umumnya
tidak bertahan lama yaitu kurang dari enam bulan (Bona, 2005: 163). Jika
kekebalan tubuh yang dimiliki seorang anak mulai menghilang, maka anak
tersebut akan rentan terhadap suatu penyakit di antaranya yaitu penyakit
tuberkulosis (TB).
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang menyerang paru-paru dan
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar ke
bagian tubuh lain seperti meningen (selaput yang melindungi sistem saraf pusat),
ginjal, tulang, dan nodus limfe (kelenjar getah bening) (Somantri, 2007: 59).
Penyakit tuberkulosis termasuk ke dalam kelompok penyakit menular dan
mematikan tanpa memperhatikan usia dan jenis kelamin. Penularan penyakit
tuberkulosis dengan cara menyebarkan bakteri ke udara dalam bentuk droplet
(percikan dahak) (Depkes RI, 2007).
Pada tahun 1993, TB telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia dengan
area penyebaran penyakit TB yang tidak terkendali di sebagian besar negara di
dunia. Menurut laporan terbaru Badan Kesehatan Dunia WHO (2014), secara
global pada tahun 2012 diperkirakan sekitar 12 juta kasus TB dan sekitar 1,2
penurunan yakni sekitar 11 juta kasus TB yang terjadi pada tahun 2013 dengan
kasus kematian sekitar 1,1 juta.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan pengidap penyakit TB
terbanyak di dunia. Menurut laporan WHO (2014), Indonesia berada pada
peringkat ketiga dunia setelah India dan China dengan sekitar 680.000 kasus TB
yang terjadi pada tahun 2013 atau diperkirakan setiap 100.000 populasi terdapat
272 penderita TB. Angka kematian akibat penyakit tuberkulosis pada tahun 2013
yakni sekitar 64.000 jiwa atau diperkirakan setiap 100.000 populasi terdapat 25
penderita TB yang meninggal.
Gambar 1.1 : Perkiraan penyebaran kasus TB 2013
Untuk mengetahui penyebaran penyakit tuberkulosis, diperlukan suatu
model matematika yang dapat merepresentasikan permasalahan yang terjadi guna
mencegah penyebaran penyakit tersebut. Model matematika diperoleh melalui
suatu proses penerjemahan permasalahanan dalam kehidupan sehari-hari ke dalam
bahasa matematika yang disebut dengan pemodelan matematika. Dari model
diketahui suatu titik kesetimbangannya (titik kritis atau titik ekuilibrium) dan
menganalisis kestabilannya (Wulandari, 2013: 1).
Penelitian mengenai model matematika untuk penyebaran penyakit
tuberkulosis telah banyak dilakukan, salah satunya yaitu Adetunde (2008) dalam
jurnal yang berjudul On the Control and Eradication Strategies of Mathematical
Models of the Tuberculosis in A Community. Jurnal tersebut menghasilkan model
matematika penyebaran penyakit tuberkulosis pada kelas susceptible (kelas yang
rentan terhadap penyakit TB), latent (kelas yang terinfeksi penyakit TB tetapi
tidak dapat menularkannya), infection (kelas yang terinfeksi dan dapat
menularkan penyakit TB), dan recovered (kelas yang sembuh dari penyakit TB).
Jurnal tersebut juga menjelaskan pengaruh total area hunian terhadap penyebaran
penyakit tuberkulosis yaitu untuk meminimalkan penyebaran penyakit
tuberkulosis, total area yang dihuni harus lebih besar dari kemungkinan hidup
individu dari kelas latent ke kelas infection dan jumlah individu pada kelas latent.
Prihutami (2009) dalam skripsi yang berjudul Analisis Kestabilan Model
Penyebaran Penyakit Tuberkulosis menjelaskan tentang model penyebaran
penyakit tuberculosis (TB) yang menghasilkan model matematika penyebaran
penyakit TB pada kelas susceptible, latent infectious dan active infectious, dimana
sub populasi susceptible adalah sub populasi yang rentan terhadap penyakit TB,
sub populasi latent infectious adalah sub populasi penderita laten TB, dan sub
populasi active infectious adalah sub populasi penderita penyakit TB. Model
penyebaran penyakit TB ini dapat diselesaikan secara numerik dan disimulasikan
awal penyakit TB mulai menyebar. Kesetimbangan untuk kondisi disease free
adalah stabil, kesetimbangan endemik dapat menjadi stabil, tidak stabil atau
saddel bergantung kombinasi nilai parameter yang digunakan. Penelitian mengenai model penyebaran penyakit tuberkulosis juga dilakukan oleh Fredlina,
Oka, & Dwipayana (2012) dalam jurnal matematika yang berjudul Model SIR
(Susceptible, Infectious, Recovery) untuk Penyebaran Penyakit Tuberkulosis yang
menjelaskan tentang model penyebaran penyakit TB dan menghasilkan persamaan
model penyebaran penyakit TB pada kelas susceptible (S), infectious (I), dan
recovered (R) yakni
dengan .
Jumlah populasi akan bertambah karena kelahiran sebesar , dengan
adalah konstan dan berkurang karena kematian dengan laju , kontak langsung
dengan individu yang terinfeksi menyebabkan individu pada populasi rentan akan
ikut terinfeksi dan masuk menjadi populasi dengan laju penularan penyakit TB
sebesar . Kelas menyatakan individu yang terinfeksi dan dapat menularkan TB
kepada orang lain. Berkurangnya populasi ini disebabkan oleh kematian alami
dengan laju dan kematian karena penyakit TB dengan laju . Individu yang
terinfeksi TB dapat sembuh dengan laju dan masuk dalam populasi . Hal ini
tidak akan kambuh kembali menjadi penderita TB. Berkurangnya populasi ini
disebabkan oleh kematian dengan laju .Pada model tersebut, dianalisis dengan
mencari titik kritis, kestabilan, dan tingkat penyebaran suatu penyakit (basic
reproduction ratio). Dari hasil analisis di dapat parameter yang paling
berpengaruh dalam penyebaran TB adalah laju penularan dan laju
kesembuhan . Dengan demikian penyebaran TB dapat dikendalikan dari
kejadian epidemi (fenomena suatu penyakit tiba-tiba muncul dalam suatu populasi
dan menjangkit secara cepat kemudian akan muncul kembali dalam jangka waktu
tertentu) dengan menurunkan laju penularan dan meningkatkan laju kesembuhan.
Model penyebaran penyakit tuberkulosis tersebut menghasilkan titik kritis bebas
penyakit dan titik kritis endemik
(2014) dalam tesis yang berjudul Model Dua Strain Penyakit Tuberculosis
menjelaskan tentang model penyebaran penyakit TB pada kelas susceptible (S),
infectious (I), dan susceptible (S) dengan kelas infectious yang terdiri dari dua
strain/jenis yaitu strain kelas infeksi TB yang resisten terhadap obat anti TB
dan strain kelas infeksi TB yang sensitif terhadap obat anti TB . Model
penyebaran penyakit TB menurut Rosadi yakni
dengan merupakan laju kelahiran dan kematian, merupakan laju penularan
penyakit TB, merupakan laju kontak antara penderita TB antar strain, dan
merupakan laju sembuh. Model tersebut menghasilkan 1 titik ekuilibrium bebas
penyakit dan 3 titik ekuilibrium endemik.
Pada kajian model penyebaran penyakit tuberkulosis yang telah dilakukan di
atas tidak memperhatikan adanya pengaruh dari kekebalan tubuh yang telah
dimiliki oleh seorang anak sehingga penulis ingin mengkaji mengenai penyebaran
penyakit tuberkulosis dengan memperhatikan pengaruh dari kekebalan tubuh yang
telah dimiliki sebelumnya.
Pada skripsi ini akan dibahas mengenai pembentukan dan analisis model
matematika MSEIR untuk penyebaran penyakit tuberkulosis. Model MSEIR
(Maternal antibody – Susceptible – Exposed – Infected (Resistant & Sensitive) – Recovered) menggambarkan kelas individu yang dilindungi dengan kekebalan
tubuh (maternal antibody), kelas individu yang rentan terhadap penyakit TB
(susceptible), kelas individu yang terdeteksi penyakit TB (exposed), kelas
individu yang terinfeksi penyakit TB dengan adanya resistansi terhadap obat anti
TB (infected resistant), kelas individu yang terinfeksi penyakit TB dengan adanya
sensitifitas terhadap obat anti TB (infected sensitive), dan kelas individu yang
sembuh dari penyakit TB (recovered). Dari model yang terbentuk akan ditentukan
titik ekuilibrium bebas penyakit, titik ekuilibrium endemik, bilangan reproduksi
B. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah yang perlu diperhatikan dalam tugas akhir ini adalah
sebagai berikut
1. pembentukan model matematika penyebaran penyakit tuberkulosis
berdasarkan asumsi yang diberikan,
2. menentukan titik ekuilibrium bebas penyakit (disease free equilibrium) dan
titik ekuilibrium endemik (endemic equilibrium) dari model matematika
penyebaran penyakit tuberkulosis,
3. menentukan hubungan antara kestabilan titik ekuilibrium bebas penyakit
(disease free equilibrium) dan titik ekuilibrium endemik (endemic
equilibrium) dengan laju kekebalan tubuh pada model matematika
penyebaran penyakit tuberkulosis,
4. menentukan hubungan antara bilangan reproduksi dasar dengan laju
kekebalan tubuh pada model matematika penyebaran penyakit tuberkulosis.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diambil perumusan masalah
sebagai berikut
1. Bagaimana model penyebaran penyakit tuberkulosis secara matematis?
2. Bagaimana hubungan antara kestabilan titik ekuilibrium bebas penyakit
(disease free equilibrium) dan titik ekuilibrium endemik (endemic
equilibrium) dengan laju kekebalan tubuh pada model matematika
3. Bagaimana hubungan antara bilangan reproduksi dasar dengan laju kekebalan
tubuh pada model matematika penyebaran penyakit tuberkulosis?
D. Tujuan Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan dari penulisan tugas akhir
ini adalah
1. mengetahui model penyebaran penyakit tuberkulosis secara matematis,
2. mengetahui hubungan antara kestabilan titik ekuilibrium bebas penyakit
(disease free equilibrium) dan titik ekuilibrium endemik (endemic
equilibrium) dengan laju kekebalan tubuh pada model matematika
penyebaran penyakit tuberkulosis,
3. mengetahui hubungan antara bilangan reproduksi dasar dengan laju
kekebalan tubuh pada model matematika penyebaran penyakit tuberkulosis.
E. Manfaat Penulisan
Penulisan tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut
1. menambah pengetahuan dan kemampuan dalam mengaplikasikan ilmu
matematika terapan khususnya mengenai pemodelan penyebaran penyakit
tuberkulosis,
2. menjadi acuan bagi mahasiswa lain untuk menambah referensi penulisan
tugas akhir mengenai pemodelan matematika dan analisis penyebaran
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema
yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada bab III nanti, di antaranya
model matematika penyebaran penyakit, sistem persamaan linear, sistem
persamaan diferensial, titik ekuilibrium, linearisasi sistem persamaan diferensial
nonlinier, nilai eigen dan vektor eigen, kriteria kestabilan sistem persamaan
diferensial, kriteria Routh-Hurwitz, dan bilangan reproduksi dasar.
Berikut akan dibahas tiap definisi dan teorema tersebut di atas.
A. Model Matematika Penyebaran Penyakit
Model matematika merupakan representasi matematika yang dihasilkan dari
pemodelan matematika. Pemodelan matematika merupakan suatu proses
merepresentasikan dan menjelaskan permasalahan pada dunia nyata ke dalam
pernyataan matematis (Widowati & Sutimin, 2007: 1). Suatu model matematika
dikatakan baik jika model matematika yang terbentuk dapat merepresentasikan
atau mewakili suatu permasalahan dalam kehidupan nyata.
Berikut diberikan langkah-langkah dalam pemodelan matematika menurut
Widowati & Sutimin (2007: 3-5).
1. Menyatakan permasalahan nyata ke dalam pengertian matematika.
Langkah ini membutuhkan pemahaman pada permasalahan yang akan
dimodelkan sehingga pada langkah ini dapat dilakukan identifikasi
variabel-variabel dalam masalah dan membentuk beberapa hubungan antar variabel-variabel yang
2. Menentukan asumsi yang akan digunakan.
Pada dasarnya asumsi mencerminkan bagaimana proses berpikir
sehingga diperoleh suatu model. Asumsi yang diterapkan oleh setiap individu
dapat berbeda dari individu lainnya dalam suatu permasalahan yang sama.
Hal ini yang nantinya akan menyebabkan adanya perbedaan pada model yang
dihasilkan.
3. Membentuk model matematika.
Dengan pemahaman hubungan antar variabel dan asumsi, langkah
selanjutnya yaitu memformulasikan persamaan atau sistem persamaan.
Formulasi model merupakan langkah yang paling penting dan sulit sehingga
suatu saat diperlukan adanya pengujian kembali asumsi-asumsi agar dalam
proses pembentukan formulasi dapat sesuai dan realistik.
4. Menentukan solusi atau menyelidiki sifat solusi.
Tidak semua model matematika dapat dengan mudah ditentukan hasil
atau solusinya sehingga pada langkah ini dapat dilakukan analisis atau
menyelidiki mengenai sifat atau perilaku dari solusi model matematika
tersebut.
5. Interpretasi solusi atau sifat solusi model matematika.
Hal ini menghubungkan kembali formula matematika dengan
permasalahan dalam kehidupan nyata. Interpretasi ini dapat diwujudkan
dalam bentuk grafik yang digambarkan berdasarkan solusi yang diperoleh dan
Untuk lebih mudahnya, diberikan diagram alur langkah-langkah pemodelan
matematika menurut Widowati & Sutimin (2007: 3) pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Proses pemodelan matematika menurut Widowati & Sutimin
Beberapa model matematika yang sering digunakan dalam penyebaran
penyakit memiliki konsep yang sama yaitu compartmental epidemiologi
(pembagian kelas) yang menggambarkan penyebaran penyakit pada
masing kelas. Suatu populasi akan terbagi menjadi beberapa kelas yang
masing-masing kelas mewakili tahapan berbeda. Beberapa istilah yang sering kita dengar
dalam model epidemiologi di antaranya adalah epidemik dan endemik. Epidemik
merupakan fenomena suatu penyakit tiba-tiba muncul dalam suatu populasi dan
menjangkit secara cepat sebelum penyakit tersebut menghilang dan kemudian
merupakan fenomena suatu penyakit yang muncul akan selalu dalam suatu
populasi.
Model penyebaran penyakit pertama kali dikemukakan oleh Kermark &
McKendrick pada tahun 1927 yang terdiri atas kelas susceptible (S), infection (I),
dan recovered (R) sehingga dikenal sebagai model epidemik SIR. Kelas
susceptible (S) merupakan kelas individu yang rentan terhadap suatu penyakit.
Kelas infection (I) merupakan kelas individu yang terinfeksi suatu penyakit
terinfeksi dan mampu menularkan atau menyebarkan penyakit ke individu pada
populasi rentan. Kelas recovered (R) merupakan kelas individu yang telah sembuh
dari suatu penyakit. Untuk pemodelan penyebaran suatu penyakit, penambahan
atau pengurangan suatu kelas dapat terjadi sesuai dengan karakteristik penyebaran
penyakit yang akan dibahas.
Pada model-model epidemik yang memperhatikan adanya periode laten
(masa inkubasi) seperti model SEIR dan MSEIR, terdapat kelas E (exposed) yang
digunakan untuk mewakili individu-individu yang baru terinfeksi dan memasuki
periode laten, dalam periode ini individu tersebut tidak memiliki kemampuan
untuk menularkan penyakit ke individu lain. Kelas M (maternal antibody)
digunakan untuk mewakili individu-individu yang baru lahir dan memiliki
kekebalan pasif yang didapatkan dari ibunya, namun hal ini hanya berlangsung
sementara dan kemudian individu pada kelas ini akan memasuki kelas rentan
(susceptible). Model matematika epidemik di antaranya SIR, SIRS, SEIR, MSEIR
Berikut diberikan beberapa model matematika berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya dan akan dijadikan sebagai acuan dalam
pembentukan model matematika pada skripsi ini.
Penelitian mengenai model penyebaran penyakit tuberkulosis dilakukan oleh
Fredlina, Oka, & Dwipayana (2012) dalam jurnal matematika yang berjudul
Model SIR (Susceptible, Infectious, Recovery) untuk Penyebaran Penyakit Tuberkulosis yang menjelaskan tentang model penyebaran penyakit TB dan
menghasilkan persamaan model penyebaran penyakit TB pada kelas susceptible
(S), infectious (I), dan recovered (R).
Jumlah populasi akan bertambah karena kelahiran sebesar , dengan
adalah konstan dan berkurang karena kematian dengan laju , kontak langsung
dengan individu yang terinfeksi menyebabkan individu pada populasi rentan akan
ikut terinfeksi dan masuk menjadi populasi dengan laju penularan penyakit TB
sebesar . Kelas menyatakan individu yang terinfeksi dan dapat menularkan TB
kepada orang lain. Berkurangnya populasi ini disebabkan oleh kematian alami
dengan laju dan kematian karena penyakit TB dengan laju . Individu yang
terinfeksi TB dapat sembuh dengan laju dan masuk dalam populasi . Hal ini
juga menyebabkan berkurangnya populasi . Individu dalam kelas diasumsikan
tidak akan kambuh kembali menjadi penderita TB. Berkurangnya populasi ini
disebabkan oleh kematian dengan laju .
Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas diperoleh diagram alir sebagai
Gambar 2.2. Diagram alir model matematika SIR menurut Fredlina, Oka, & Dwipayana
sehingga diperoleh model matematika sebagai berikut
dengan .
Pada kenyataannya, dalam penyebaran penyakit TB terdapat individu yang
terinfeksi TB namun tidak menunjukkan gejala dan belum bisa menularkan
penyakit TB kepada individu lain yang disebut dengan penderita TB laten,
sehingga penelitian yang dilakukan oleh Adetunde (2008) yang berjudul On the
Control and Eradication Strategies of Mathematical Models of the Tuberculosis in A Community membahas model matematika SLIR yang membagi populasi
menjadi empat kelas, yaitu kelas susceptible, kelas latent, kelas infectives, dan
kelas recoveries.
Populasi pada kelas rentan akan bertambah karena adanya kelahiran dan
akan berkurang karena adanya kematian alami . Kontak langsung antara
individu ini dengan individu yang terinfeksi mengakibatkan individu ikut
Kelas menyatakan individu yang telah terdeteksi TB tetapi belum
menginfeksi. Populasi ini bertambah oleh masuknya individu dari kelas
susceptible yang telah terinfeksi, sedangkan berkurangnya populasi disebabkan
oleh kematian alami pengobatan hingga sembuh dan berkembangnya
bakteri TB sehingga individu ini dapat menularkan ke individu lain
Kelas menyatakan individu yang terinfeksi dan dapat menularkan TB
kepada individu lain. Bertambahnya populasi kelas ini dikarenakan masuknya
individu dari kelas yang disebabkan bakteri TB telah menjadi aktif
Berkurangnya kelas ini dikarenakan adanya kematian alami dan kematian
akibat penyakit TB dan adanya pengobatan hingga sembuh
Kelas menyatakan populasi individu yang telah sembuh dari penyakit TB
dan diasumsikan dapat terjangkit TB lagi sehingga masuk kembali ke kelas
sebesar Populasi kelas ini bertambah karena masuknya individu yang telah
sembuh dari kelas dan kelas sebesar dan Populasi ini berkurang karena
adanya kematian alami
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut menghasilkan model
matematika yang diberikan dalam diagram alir sebagai berikut
sehingga diperoleh model matemamatika sebagai berikut
dengan menyatakan total area yang ditempati populasi dan
menyatakan jumlah total populasi.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Rosadi (2014) dalam tesis yang
berjudul Model Dua Strain Penyakit Tuberculosis menjelaskan tentang model
penyebaran penyakit TB pada kelas susceptible (S), infectious (I), dan susceptible
(S) dengan kelas infectious yang terdiri dari dua strain/jenis, yaitu strain kelas
infeksi TB yang resisten terhadap obat anti TB dan strain kelas infeksi TB
yang sensitif terhadap obat anti TB .
Berikut diberikan diagram alir model penyebaran penyakit TB menurut
Rosadi.
Gambar 2.4. Diagram alir model matematika SIS menurut Rosadi
sehingga diperoleh model matematika sebagai berikut
dengan merupakan laju kelahiran dan kematian, merupakan laju penularan
penyakit TB, merupakan laju kontak antara penderita TB antar strain, dan
merupakan laju sembuh.
Pada penelitian-penelitian tersebut, belum ada yang membahas mengenai
adanya maternal antibody sehingga Wulandari (2013) dalam skripsinya yang
berjudul Analisis Model Epidemik MSEIR pada Penyebaran Penyakit Difteri
menggunakan model matematika dengan adanya kelas maternal antibody dan
dalam skripsi ini model tersebut akan digunakan untuk penyebaran penyakit TB.
Berikut diberikan diagram alir model matematika menurut Wulandari.
Gambar 2.4. Diagram alir model matematika MSEIR menurut Wulandari
Berdasarkan diagram alir tersebut diperoleh model matematika sebagai
berikut
M
dengan
adalah laju kelahiran populasi yang dilindungi oleh kekebalan tubuh,
adalah laju transisi dari kelas maternal antibody ke susceptible, adalah laju
transisi dari kelas susceptible ke expose, adalah laju transisi dari kelas exposed
ke infected, adalah laju transisi dari kelas infected ke recovered. Laju kematian
alami untuk tiap kelas dinyatakan dengan .
B. Sistem Persamaan Linear
Sebuah garis dalam bidang secara aljabar dapat dinyatakan oleh sebuah
persamaan garis yang berbentuk . Persamaan semacam ini
dinamakan persamaan linear dengan dua variabel dan . Secara umum untuk
variabel yang berhingga , persamaan linear dapat dinyatakan
sebagai
dengan dan adalah konstanta-konstanta real.
Berikut akan diberikan definisi mengenai sistem persamaan linear homogen.
Sistem persamaan linear homogen merupakan sistem yang konsisten sebab
merupakan solusi. Solusi tersebut dinamakan sebagai
solusi trivial. Jika solusi tidak sama dengan nol, maka solusi tersebut dinamakan
solusi nontrivial. Oleh karena sistem persamaan linear homogen harus konsisten
maka sistem tersebut akan memiliki satu solusi atau tak hingga banyak solusi.
Selanjutnya sistem (2.2.1) dapat dibentuk sebagai persamaan matriks
tunggal yaitu
dengan serta adalah matriks dengan jumlah baris
dan jumlah kolom .
C. Sistem Persamaan Diferensial
Sistem persamaan diferensial memiliki peran penting tidak hanya di bidang
matematika, namun di bidang lainnya seperti fisika, mesin, ekonomi, biologi, dan
Sistem (2.3.1) dapat ditulis menjadi
̇
dengan , , ̇ ̇ ̇ ̇ ,
dan syarat awal .
Dalam hal ini sistem (2.3.2) disebut sistem persamaan diferensial
autonomous karena variabel waktu tidak muncul secara eksplisit. Selanjutnya, jika masing-masing linear dalam maka sistem (2.3.1)
disebut sistem persamaan diferensial linear. Sistem (2.3.1) dapat ditulis dalam
bentuk
Jadi, sistem (2.3.4) disebut sistem persamaan diferensial linear dari sistem
(2.3.1), tetapi jika sistem (2.3.1) tidak dapat dinyatakan dalam bentuk sistem
(2.3.4) maka sistem (2.3.1) tersebut disebut sistem persamaan diferensial
nonlinear.
Selanjutnya simbol diferensiabel pada dan
kontinu pada }. Berikut ini diberikan definisi dari solusi sistem (2.3.2). (2.3.2)
(2.3.3)
Definisi 2.3.1 (Perko, 2001: 71) Diberikan dengan himpunan terbuka. disebut solusi sistem (2.3.2) pada interval jika diferensiabel
pada dan memenuhi ̇ untuk setiap . D. Titik Ekuilibrium
Titik ekuilibrium merupakan titik tetap yang tidak berubah terhadap waktu.
Berikut akan didefinisikan mengenai titik ekuilibrium dari sistem (2.3.2).
Definisi 2.4.1 (Perko, 2001: 102) Titik ̅ disebut titik ekuilibrium dari sistem (2.3.2) jika ̅ .
Berikut akan diberikan contoh mengenai definisi 2.4.1.
Contoh 2.4.2
Diberikan sistem persamaan differensial yaitu
( .
Tentukan titik ekuilibrium dari sistem persamaan differensial diatas.
Penyelesaian. Titik ekuilibrium dari sistem persamaan diatas dapat diperoleh jika
̅ , sehingga sistem tersebut menjadi
atau dapat ditulis menjadi
.
Berdasarkan persamaan tersebut diperoleh ̅̅̅ dan ̅̅̅ .
Jika ̅̅̅ dan menurut persamaan
,
maka diperoleh sehingga didapat titik ekuilibrium .
maka diperoleh sehingga didapat titik ekuilibrium .
E. Linearisasi Sistem Persamaan Nonlinear
Linearisasi merupakan proses membawa suatu sistem nonlinear menjadi sistem
linear. Linearisasi dilakukan pada sistem nonlinear untuk mengetahui perilaku
sistem di sekitar titik ekuilibrium sistem tersebut. Linearisasi pada sistem
nonlinear dimaksudkan untuk memperoleh aproksimasi yang baik. Proses
linearisasi dapat dilakukan dengan menggunakan deret Taylor untuk mencari
suatu hampiran solusi di sekitar titik ekuilibrium. Deret Taylor untuk sistem
di sekitar titik ekuilibrium ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ dengan
̅ sebagai berikut
̇ ̅ ̅ ̅ ̅
̅ ̅ ‖ ̅‖
̇ ̅ ̅ ̅ ̅
̅ ̅ ‖ ̅‖
̇ ̅ ̅ ̅ ̅
̅ ̅ ‖ ̅‖
̇ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅
̇ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅
̇ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅
Selanjutnya didefinisikan
̅
̅
̅
Didapat derivatifnya yaitu
̇ ̇ ̇ ̇ ̇ ̇
sehingga ̇ ̇ dan diperoleh
̇ ̅ ̅ ̅
̇ ̅ ̅ ̅
̇ ̅ ̅ ̅
Jika bentuk (2.5.1) dinyatakan dalam bentuk matriks, maka diperoleh
̇
Selanjutnya diberikan definisi mengenai linearisasi pada sistem persamaan
nonlinear.
Definisi 2.5.2 (Perko, 2001: 102) Diberikan matriks Jacobian ( pada (2.5.1). Sistem linear
̇ ( ̅
F. Nilai Eigen dan Vektor Eigen
Aplikasi dari aljabar linear yang melibatkan sistem dengan persamaan dan
variabel disajikan dalam definisi berikut.
Definisi 2.6.1 (Anton, 1988: 277) Jika adalah matriks maka sebuah vektor yang tak nol di dalam dinamakan vektor eigen dari jika adalah kelipatan skalar dari , yakni
untuk suatu skalar . Skalar dinamakan nilai eigen dari dan dikatakan sebuah vektor eigen yang bersesuaian dengan .
Nilai eigen suatu matriks yang berukuran diperoleh dari
atau dapat ditulis sebagai . Persamaan tersebut secara ekuivalen dapat
ditulis kembali menjadi
dengan merupakan matriks identitas.
Persamaan (2.6.1) akan mempunyai solusi nontrivial jika dan hanya jika
. Berikut didefinisikan mengenai determinan suatu matriks .
Definisi 2.6.2 (Anton, 1988: 63) Misalkan adalah sebuah matriks persegi. Fungsi determinan dinyatakan oleh dan didefinisikan sebagai jumlah semua hasil perkalian elementer yang bertanda dari . Jumlah det (A) kita namakan determinan A.
Matriks berukuran mempunyai hasil kali elementer. Hasil kali
elementer bertanda dari adalah hasil kali elementer dikalikan
genap dari himpunan dan tanda – jika adalah permutasi
ganjil.
Determinan dari matriks persegi dapat ditentukan sebagai berikut
1.
Berikut akan diberikan contoh mengenai definisi di atas.
Contoh 2.6.3
maka deterninan dari persamaan di atas adalah
.
Persamaan karakteristik dari adalah
sehingga diperoleh nilai eigen dari matriks adalah dan .
Menurut definisi,
adalah vektor eigen yang bersesuaian dengan jika dan hanya jika x adalah
.
Jika , maka persamaan (2.6.2) menjadi
Apabila persamaan di atas ditulis dalam bentuk sistem persamaan menjadi
Dengan menyelesaikan persamaan sistem di atas, diperoleh penyelesaian yaitu
. Misalkan , , maka sehingga
.
Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan adalah .
Jika , maka persamaan (2.6.2) menjadi
yang dapat ditulis dalam bentuk sistem persamaan
Dengan menyelesaikan persamaan sistem di atas, diperoleh penyelesaian yaitu
. Misalkan , , maka sehingga
Jadi, vektor eigen yang bersesuaian dengan adalah .
Nilai determinan suatu matriks dapat ditentukan dengan menggunakan
metode ekspansi kofaktor sepanjang kolom atau baris yang didefinisikan sebagai
berikut.
Definisi 2.6.4 (Anton, 1988: 77) Jika A adalah matriks persegi, maka minor entri dinyatakan oleh dan didefinisikan sebagai determinan submatriks yang tetap setelah baris ke-i dan kolom ke-j dicoret dari A. Bilangan
dinyatakan oleh dan dinamakan kofaktor entri .
Misalkan matriks secara umum yaitu
[
]
dengan determinan
dapat ditulis kembali sebagai
.
Karena pernyataan-pernyataan di dalam kurung merupakan kofaktor-kofaktor
dan maka diperoleh
.
Hal ini memperlihatkan bahwa determinan dapat dihitung dengan mengalikan
entri-entri dalam kolom pertama dengan kofaktor-kofaktornya dan
menambahkan hasil kalinya.
G. Kestabilan Titik Ekuilibrium
Kestabilan titik ekuilibrium dari suatu sistem persamaan diferensial baik
Definisi 2.7.1 (Olsder & Woude, 2004: 57) Diberikan sistem persamaan diferensial orde satu ̇ dan adalah solusi persamaan tersebut
pada saat dengan kondisi awal .
i. Titik ekuilibrium ̅ dikatakan stabil jika diberikan , terdapat sedemikian sehingga jika ‖ ̅‖ , maka ‖ ̅‖ untuk semua .
ii. Titik ekuilibrium ̅ dikatakan stabil asimtotik jika titik-titik ekuilibriumnya stabil dan terdapat sedemikian sehingga ‖ ̅‖ , asalkan ‖ ̅‖ .
iii.Titik ekuilibrium ̅ dikatakan tidak stabil jika titik-titik ekuilibriumnya tidak memenuhi (i).
Pada definisi diatas, ‖ ‖ menyatakan norm atau panjang pada .
Berikut ilustrasi titik ekuilibrium stabil, stabil asimtotik, dan tidak stabil yang
akan ditunjukkan pada gambar 2.6.
Gambar 2.6. Ilustrasi tipe kestabilan titik ekuilibrium
Berdasarkan Gambar 2.6, titik ekuilibrium dikatakan stabil jika solusi sistem
ekuilibrium tersebut, titik ekuilibrium dikatakan stabil asimtotik jika solusi sistem
persamaan pada saat akan menuju ke titik ekuilibrium, dan titik ekuilibrium
dikatakan tidak stabil jika solusi sistem persamaan pada saat bergerak menjauhi
titik ekuilibrium tersebut.
Matriks Jacobian ( ̅ dapat digunakan untuk mengidentifikasi sifat
kestabilan sistem nonliear di sekitar titik ekuilibrium ̅ asalkan titik ekuilibrium
tersebut hiperbolik. Berikut diberikan definisi tentang titik ekuilibrium hiperbolik.
Definisi 2.7.2 (Perko, 2001: 102) Titik ekuilibrium ̅ dikatakan hiperbolik jika semua nilai eigen matriks Jacobian ( ̅ mempunyai bagian real tak nol.
Berikut diberikan definisi mengenai sifat kestabilan suatu sistem nonlinear
yang ditinjau dari nilai eigen matriks Jacobian.
Definisi 2.7.3 (Perko, 2001: 102) Suatu titik ekuilibrium ̅ pada sistem persamaan diferensial ̇ dikatakan
i. stabil node (sink), jika semua nilai eigen matriks Jacobian ( ̅
mempunyai bagian real negatif,
ii. tidak stabil node (source), jika semua nilai eigen matriks Jacobian ( ̅
mempunyai bagian real positif,
iii. pelana (saddle), jika titik ekuilibrium hiperbolik dan terdapat nilai eigen
matriks Jacobian ( ̅ mempunyai bagian real positif dan megatif.
Selanjutnya, diberikan pula teorema yang menyajikan sifat kestabilan suatu
Teorema 2.7.4 (Olsder & Woude, 2004: 58) Diberikan sistem persamaan diferensial ̇ , dengan suatu matriks yang mempunyai nilai eigen
berbeda dengan .
i. Titik ekuilibrium ̅ dikatakan stabil asimtotik jika dan hanya jika untuk setiap .
ii. Titik ekuilibrium ̅ dikatakan stabil jika dan hanya jika untuk
setiap dan jika setiap nilai eigen imajiner dengan , maka multiplisitas aljabar dan geometri untuk nilai eigen harus sama.
iii.Titik ekuilibrium ̅ dikatakan tidak stabil jika dan hanya jika terdapat paling sedikit satu untuk setiap .
Bukti:
i. Akan dibuktikan bahwa jika titik ekuilibrium ̅ stabil asimtotik maka
untuk setiap .
Penyelesaian.
Berdasarkan definisi (2.7.1), titik ekuilibrium ̅ stabil asimtotik jika
‖ ̅‖ . Hal ini berarti untuk , akan menuju
̅ . Karena merupakan solusi dari sistem persamaan diferensial,
maka memuat . Akibatnya, untuk menuju ̅ ,
maka harus bernilai negatif.
Selanjtnya, akan dibuktikan bahwa jika untuk setiap
maka titik ekuilibrium ̅ stabil asimtotik.
Solusi dari sistem persamaan differensial adalah sehingga
selalu memuat . Jika , maka untuk ,
akan menuju ̅ sehingga berdasarkan definisi (2.7.1), titik ekuilibrium
̅ stabil asimtotik.
ii. Akan dibuktikan bahwa jika titik ekuilibrium ̅ stabil, maka
untuk setiap .
Penyelesaian.
Andaikan , maka solusi persamaan diferensial yang
memuat akan menuju (menjauh dari titik ekuilibrium ̅ ) untuk
, sehingga sistem tidak stabil. Hal ini sesuai dengan kontraposisi
pernyataan jika titik ekuilibrium ̅ stabil, maka untuk setiap
. Jadi, terbukti bahwa jika titik ekuilibrium ̅ stabil, maka
untuk setiap .
Selanjutnya akan dibuktikan bahwa jika untuk setiap
maka titik ekuilibrium ̅ stabil dan jika ada , maka
multiplisitas aljabar dan geometri untuk nilai eigen harus sama.
Penyelesaian.
Solusi dari sistem persamaan differensial adalah sehingga
selalu memuat . Jika , maka titik ekuilibrium ̅
stabil asimtotik (pasti stabil). Jika , maka nilai eigen berupa bilangan
kompleks murni. Multiplisitas aljabar berhubungan dengan nilai eigen
sedangkan geometri berhubungan dengan vektor eigen. Oleh karena itu, akan
Tanpa mengurangi pembuktian secara umum, diambil sembarang sistem
pada yang mempunyai nilai eigen bilangan kompleks murni.
[ ̇ ̇ ] [ ] .
Nilai eigen dari sistem (2.7.1) ditentukan dengan mensubtitusi matriks
[ ] ke dalam persamaan sehingga diperoleh
([ ] .
Persamaan karakteristik dari matriks adalah
Akar dari persamaan di atas yaitu √ dan √ .
Berdasarkan definisi, adalah vektor eigen dari yang
bersesuaian dengan jika dan hanya jika adalah solusi nontrivial dari
, yakni, dari
[ ] .
Jika √ , maka (2.7.2) menjadi
[ √
√ ] .
Matriks augmentasi dari sistem di atas yaitu
[ √
√ ].
Baris pertama matriks augmentasi dikali dengan √
sehingga matiks
augmentasi menjadi
(2.7.1)
[
√
√ ].
Baris kedua matriks di atas dikali dengan sehingga diperoleh
[
√
√ ].
Selanjutnya, baris kedua dikurangi dengan baris pertama sehingga diperoleh
matriks dalam bentuk eselon tereduksi
[ √ ]
Berdasarkan matriks eselon baris tereduksi di atas diperoleh solusi
[ √ ]
atau dapat ditulis
[ √ ]
Jadi, vektor yang bersesuaian dengan √ yaitu [
√
]
Jika √ , maka (2.7.2) menjadi
[ √
√ ]
[ √
√ ].
Baris pertama matriks augmentasi dikali dengan √
sehingga matiks
augmentasi menjadi
[
√
√ ].
Baris kedua matriks di atas dikali dengan sehingga diperoleh
[
√
√ ].
Selanjutnya, baris kedua dikurangi dengan baris pertama sehingga diperoleh
matriks dalam bentuk eselon tereduksi
[ √ ]
Berdasarkan matriks eselon baris tereduksi di atas diperoleh solusi
[ √ ]
atau dapat ditulis
[ √ ]
Jadi, vektor yang bersesuaian dengan √ yaitu [
√
]
iii.Akan dibuktikan jika titik ekuilibrium ̅ tidak stabil, maka
untuk setiap .
Penyelesaian.
Titik ekuilibrium ̅ dikatakan tidak stabil jika , maka
akan menuju . Karena merupakan solusi dari sistem persamaan
diferensial, maka memuat . Untuk menuju dipenuhi
jika untuk setiap .
Selanjutnya, akan dibuktikan jika untuk setiap ,
maka titik ekuilibrium ̅ tidak stabil.
Penyelesaian.
Jika maka solusi persamaan diferensial yang memuat
akan selalu menuju . Hal ini berarti bahwa solusi tersebut akan
menjauhi titik ekuilibrium ̅ sehingga titik ekuilibrium ̅ dikatakan
tidak stabil.
H. Kriteria Routh-Hurwitz
Permasalahan yang sering timbul dalam menentukan suatu tipe kestabilan
sistem dengan menggunakan nilai eigen adalah ketika mencari akar persamaan
karakteristik berorde tinggi. Oleh sebab itu, diperlukan suatu kriteria yang mampu
menjamin nilai dari akar suatu persamaan karakteristik tersebut negatif atau ada
yang bernilai positif. Salah satu kriteria yang efektif untuk menguji kestabilan
Kriteria Routh-Hurwitz didasarkan pada pengurutan koefisien persamaan
karakteristik sistem orde yang dituangkan ke dalam bentuk array. Diberikan suatu
persamaan karaketristik dari akar-akar karakteristik matriks sebagai berikut
| |
dengan dan merupakan koefisien dari persamaan
karakteristik dari matriks .
Tabel Routh-Hurwitz adalah tabel yang disusun berdasarkan pengurutan
koefisien-koefisien karakteristik dari matriks tersebut. Berikut diberikan tabel
Routh-Hurwitz yang ditunjukkan Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Tabel Routh-Hurwitz
dengan didefinisikan sebagai berikut
,
,
,
,
danPerhitungan dalam membentuk tabel Routh-Hurtwitz terus dilakukan
sampai kolom pertama menghasilkan nilai nol. Matriks dikatakan stabil
menurut teorema 2.7.4 apabila semua bagian real dari nilai eigennya bernilai (2.8.1)
negatif, dalam kriteria Routh-Hurwitz hal ini dapat ditunjukan dengan tidak
adanya perubahan tanda pada kolom pertama tabel 2.1. Artinya berdasarkan
kriteria Routh-Hurwitz suatu sistem persamaan diferensial dikatakan stabil jika
dan hanya jika setiap elemen di kolom pertama tabel Routh-Hurwitznya memiliki
tanda yang sama. Untuk lebih jelasnya, berikut diberikan definisi mengenai
kriteria Routh-Hurwitz.
Definisi 2.8.1 (Olsder & Woude, 2004: 61) Diberikan polinomial
dengan , akar-akar polinomial (2.8.3) memiliki bagian real negatif jika
dan hanya jika tabel Routh-Hurtwitz terdiri dari baris dan semua elemen kolom pertama pada tabel tidak mengalami perubahan tanda, semua elemen pada kolom pertama bertanda positif atau negatif.
I. Bilangan Reproduksi Dasar
Tingkat penyebaran suatu penyakit atau infeksi dapat diketahui melalui
suatu parameter tertentu yang digunakan untuk melihat seberapa besar potensi
penyebaran penyakit dalam suatu populasi. Parameter yang dimaksud yakni
Bilangan Reproduksi Dasar .
Bilangan reproduksi dasar didefinisikan sebagai jumlah rata-rata kasus
sekunder yang disebabkan oleh satu individu terinfeksi selama masa terinfeksinya
dalam keseluruhan populasi rentan (Diekmann & Heesterbeek, 2000). Angka ini
berbeda untuk setiap penyakit dan biasanya dipengaruhi oleh jenis penyakit,
keadaan masyarakat, dan kondisi lingkungan tempat penyakit berkembang.
Artinya penyebaran penyakit semakin berbahaya dan epidemik semakin
meningkat.
Dalam istilah lain disebut juga sebagai rata-rata pertumbuhan awal.
Bilangan reproduksi dasar mempunyai nilai batas 1 (satu) sehingga jika nilai
kurang dari satu , maka satu individu yang terinfeksi strain penyakit TB
akan menginfeksi kurang dari satu individu rentan sehingga penyakit TB
kemungkinan akan hilang dari populasi atau individu yang terinfeksi oleh
penyakit TB kemungkinan tidak ada dalam populasi. Sebaliknya, jika lebih
dari satu , maka individu yang terinfeksi oleh penyakit TB akan
menginfeksi lebih dari satu individu yang rentan sehingga individu yang terinfeksi
TB ada dalam populasi atau penyakit TB akan menyebar ke populasi.
Metode yang digunakan untuk menentukan nilai dalam skripsi ini adalah
dengan menggunakan metode Driessche & Watmough (2002) yaitu metode
matriks generasi berikutnya dengan nilai . Hal ini dikarenakan banyaknya
suatu individu yang terinfeksi tidak mungkin bernilai negatif. Selanjutnya,
didefinisikan sebagai radius spektral dari matriks generasi berikutnya. Matriks ini
merupakan matriks yang dikontruksi dari sub-sub populasi yang menyebabkan
infeksi saja.
Diberikan dengan 0 menyatakan proporsi kelas
ke- yang terinfeksi pada saat . Misalkan proporsi kelas yang
terinfeksi sebesar sehingga . Selanjutnya, didefinisikan merupakan
matriks laju terjadinya infeksi baru suatu penyakit pada kelas ke- dan
laju perpindahan individu yang masuk ke dalam kelas ke- sehingga bentuk
menjadi
dengan merupakan laju perpindahan individu yang keluar dari kelas ke- dan
merupakan laju perpindahan individu yang masuk ke dalam kelas kelas ke-
Selanjutnya diperhatikan model penyebaran penyakit berikut
̇
dengan
.
Sistem (2.9.1) dapat ditulis menjadi bentuk
̇
dengan ( dan ( .
Matriks Jacobian dari dan hasil linearisasi di sekitar titik ekuilibrium
bebas penyakit ̅ pada sistem (2.9.2) adalah
( ̅ dan ( [ ]
dengan dan merupakan matriks yang didefinisikan sebagai berikut
( ̅ ,
( ̅ .
Lebih lanjut entri matriks bernilai non-negatif dan adalah M-matriks
non-singular, kemudian matriks dicari inversnya sehingga diperoleh yang
merupakan matriks non-negatif. Terakhir, perkalian dari matriks dengan matriks (2.9.1)
(2.9.2)
akan diperoleh . Bentuk merupakan matriks generasi berikutnya
untuk sistem (2.9.2).
Menurut Driessche dan Watmough (2002), radius spektral dari matriks
generasi berikutnya merupakan bilangan reproduksi dasar untuk sistem
(2.9.2) pada titik ekuilibrium bebas penyakit ̅ sehingga diperoleh
Selanjutnya, diberikan teorema tentang kestabilan .
Teorema 2.9.1. (Diessche & Watmough, 2002: 33) Diberikan ̅ merupakan titik ekuilibrium bebas penyakit dari sistem persamaan ̇ , maka titik
ekuilibrium bebas penyakit ̅ stabil asimtotik lokal jika dan tidak stabil jika .
Selanjutnya, diberikan lemma sebagai syarat upaya titik ekuilibrium ̅ stabil
lokal.
Lemma 2.9.2 (Brauer & Castillo-Chaves, 2011) Diberikan matriks non-negatif dan M-matriks non-singular, bilangan reproduksi dasar
jika dan hanya jika semua nilai eigen dari matriks
mempunyai bagian real negatif.
Berikut akan diberikan contoh dalam menentukan bilangan reproduksi
dasar pada suatu sistem persamaan nonlinear.
Contoh 2.9.3
Berikut diberikan contoh model matematika dari penyebaran penyakit.
Populasi terdiri dari empat kelas yaitu Susceptible (S) yaitu kelas yang rentan
dengan penyakit, exposed (E) yaitu kelas infeksi tapi tidak menular, infection (I)
dari penyakit. Model matematika penyebaran penyakit sebagai berikut
̇
̇
̇
̇
Pada sistem (2.9.4) akan dicari bilangan reproduksi dasar dengan terlebih
dahulu menentukan transfer infeksi baru, yaitu kelas E dan kelas I sehingga
didefinisikan matriks merupakan matriks infeksi baru pada populasi. Kemudian
didefinisikan matriks perpindahan individu dari kelas yang satu ke kelas yang lain
dalam hal ini disimbolkan dengan .
Dari definisi matriks di atas maka dapat disusun matriks dan sebagai
Lebih lanjut matriks dicari inversnya sehingga diperoleh
Perkalian dari matriks dengan matriks akan diperoleh
(
Matriks merupakan matriks generasi berikutnya dan mempunyai satu
nilai eigen yaitu sehingga bilangan reproduksi dasar dari sistem (2.9.4)
adalah
DAFTAR PUSTAKA
Adetunde, L.A. (2008). On the Control and Eradication Strategies of Mathematical Models of the Tuberculosis in A Community. Journal of
Engineering and Applied Science 4. Hlm. 155-158.
Anton, H. (1988). Aljabar Linear Elementer. (Alih bahasa: Pantur Silaban). Jakarta: Erlangga.
Behrman, R.E., Kliegman, R.M., & Arvin, A.M. (2000). Ilmu Kesehatan Anak
Nelson Edisi 15. (Alih bahasa : Prof. Dr. Dr. A. Samik Wahab, SpA(k)).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Bona, C., MD. (2005). Neotal Immunity. USA: Humana Press.
Brauer, F., & Castillo-Chavez, C. (2011). Mathematical Models in Population
Biology and Epidemiology. Text in Applied Mathematics 40. New-York :
Springer-Verlag.
Burhan, E. (2010). Peran ISTC dalam Pencegahan MDR. Jurnal Tuberkulosis
Indonesia (Volume 7). Hlm. 12-15.
Depkes RI. (2007). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Depkes RI. (2011). Pedoman Penanggulangan TB di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Diekmann, O., & Heesterbeek, J.A.P. (2000). Mathemetical Epidemiologi of
Infectious Diseases: Model Building, Analysis and Interpretation. Willey.
Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. (2012). Profil Kesehatan
Provinsi D.I.Yogyakarta. Yogyakarta: Dinkes Prov. D.I.Y
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. (2011).
Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
Driessche, P. van den, & Watmough, J. (2002). Reproduction Number and Sub-Threshold Endemic Equilibria for Compartmental Models of Disease Transmission. Journal of Mathematical Bio-Sciences. 180. Hlm. 29-48.
Tuberkulosis. e-Jurnal Matematika (Vol. 1 No. 1 Agustus 2012). Hlm. 52 – 58.
Jindal, S.K. (2011). Textbook of Pulmonary and Critical Care Medicine Vol 1 and
2. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers.
Lanotte, P. (2012). New Frontiers of Molecular Epidemiology of Infectious
Disease: Molecular Epidemiology of Tuberculosis. USA: Springer Science -
Business Media.
Olsder, G.J. & Woude, J.W. van der. (2004). Mathematical System Theory. Netherlands: VVSD.
Perko, L. (2001). Differential Equations and Dynamical System Texts in Applied
Mathematics Vol 7. USA: Springer-Verlag.
Prihutami, L. (2009). Analisis Kestabilan Model Penyebaran Penyakit Tuberkulosis. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.
Rosadi, D. (2014). Model Dua Strain Penyakit Tuberculosis. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada..
Somantri, I. (2007). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
WHO. (2014). Global Tuberculosis Report 2014. Geneva: World Health Organization.
Widowati & Sutimin. (2007). Pemodelan Matematika. Semarang: Fakultas MIPA Universitas Diponegoro.