• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TINGKAT KEPATUHAN MEMBAYAR ZAKAT: STUDI KASUS KABUPATEN BOGOR OLEH AHMAD MUKHLIS H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TINGKAT KEPATUHAN MEMBAYAR ZAKAT: STUDI KASUS KABUPATEN BOGOR OLEH AHMAD MUKHLIS H"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

OLEH

AHMAD MUKHLIS H14070079

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(2)

Ahmad Mukhlis. H14070079. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kepatuhan Membayar Zakat: Studi Kasus Kabupaten Bogor. (dibimbing oleh Irfan Syauqi Beik)

Kemiskinan yang terjadi di Negara Indonesia sudah berlangsung sejak lama. Krisis ekonomi yang terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri ikut memengaruhi lamanya bencana kemiskinan yang menimpa Indonesia. Untuk mengatasi permasalah ini, zakat sangatlah mungkin menjadi alternatif program pemerintah (Ibrahim, 2006). Zakat merupakan sarana yang dilegalkan oleh agama islam dalam pembentukan modal. Pembentukan modal tidak semata-mata dari pemanfaatan dan pengembangan sumber daya alam, akan tetapi juga berasal dari sumbangan wajib orang kaya. Zakat juga berperan penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penyediaan sarana dan prasarana produksi (Miftah, 2008).

Potensi zakat yang dimiliki oleh Indonesia melebihi Rp 217 triliun, namun pada kenyataannya penyerapan dana zakat baru mencapai Rp 1,5 triliun (pada tahun 2010). Terjadinya gap yang besar antara potensi zakat dan nilai zakat yang terkumpul mengindikasikan ada sebagian orang islam yang kurang termotivasi untuk membayar zakat.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan membayar zakat, dan untuk mengidentifikasi faktor yang dominan, agar lebih mudah dalam membuat kebijakan yang optimal. Hasil dari studi ini diharapkan dapat membantu meningkatkan penerimaan dana zakat, baik di pusat maupun di daerah.

Pengumpulan data dilakukan melalui survey terhadap 100 orang responden di wilayah Kabupaten Bogor. Metode analisis yang digunakan adalah menggunakan alat analisis faktor. Fungsi utama dari teknik analisis faktor adalah sebagai berikut : (1) untuk mengurangi jumlah variabel dan (2) untuk mendeteksi struktur yang terdapat dalam hubungan antara variabel, maksudnya adalah untuk mengklasifikasikan variabel. Program yang digunakan untuk melakukan olah data ini adalah SPSS Statistics 17 for windows.

Dari hasil penelitian ini, diketahui sejumlah faktor yang membuat seseorang mau untuk membayar zakat, faktor-faktor tersebut adalah faktor keagamaan seperti iman, pemahaman agama, dan balasan, lalu ada juga faktor-faktor lainnya seperti kepedulian sosial, kepuasan diri, dan organisasi. Hal ini sekaligus memberikan arahan bahwa untuk meningkatkan penerimaan zakat, tidak hanya menekankan aspek keagamaan, tetapi ikut memerhatikan aspek sosial, kepuasan diri, dan organisasi.

Jika faktor-faktor tersebut diurutkan dengan menggunakan composite index, maka hasilnya adalah sebagai berikut: (1) faktor keimanan, (2) faktor sosial, (3) faktor balasan, (4) faktor kepuasan diri, (5) faktor pemahaman agama, (6) faktor organisasi zakat, dan (7) faktor pujian. Dari hal ini didapatkan bahwa composite index terkecil ada pada faktor pujian, hal ini menunjukkan bahwa faktor pujian tidak memengaruhi individu secara dominan untuk membayar zakat. Seseorang

(3)

disebut sebagai orang yang dermawan.

Diantara hal yang memengaruhi kepatuhan membayar zakat adalah adanya peran dari Organisasi Pengelola Zakat (OPZ). Keprofesionalan OPZ dapat membuat wajib zakat lebih patuh untuk membayar zakat di lembaga tersebut, oleh karena itu, dengan meningkatkan mutu pelayanan OPZ seperti dalam hal transparansi, sosialisasi, dan administrasi, hal ini akan berpengaruh besar terhadap preferensi responden dalam membayar zakat di lembaga tersebut.

Dalam penelitian ini pun dideskripsikan alasan-alasan yang memengaruhi pemilihan tempat membayar zakat. Dari 100 responden tercatat yang membayar zakat di organisasi zakat ada sebanyak 48 responden, sedangkan yang membayar ke penerima zakat ada sebanyak 52 orang. Untuk responden yang membayar zakat di organisasi zakat, banyak diantara mereka mempunyai persepsi positif terhadap organisasi zakat, hal ini dilihat dari nilai persentase yang lebih dari 50 persen untuk alasan-alasan yang berkaitan dengan organisasi zakat, seperti organisasi zakat bersifat transparan, organisasi zakat bersifat profesional, dan memberi kemudahan.

Responden yang membayar zakat langsung ke penerima zakat tanpa melalui organisasi memiliki penilaian yang kurang baik terhadap institusi zakat. Variabel transparansi dan profesionalitas organisasi zakat memiliki tingkat persentase yang rendah. Dari 52 responden, hanya 23 persen responden yang menyatakan organisasi zakat transparan, dan hanya 15 persen yang menyatakan organisasi zakat profesional. Alasan ini menjadikan mereka lebih condong untuk membayar zakat langsung ke penerima zakat. Selain itu, alasan mereka membayar zakat langsung ke penerima zakat adalah faktor kepuasan, responden yang membayar zakat langsung ke penerima zakat merasa lebih puas.

Variabel fatwa dari kiyai setempat tidak memiliki pengaruh yang kuat dalam menentukan preferensi seseorang dalam memilih tempat membayar zakat. Hal ini dinilai dari rendahnya presentasi variabel ini pada sisi OPZ dan penerima zakat.

(4)

KASUS KABUPATEN BOGOR

Oleh

AHMAD MUKHLIS H14070079

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(5)

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Ahmad Mukhlis

Nomor Registrasi Pokok : H14070079

Departemen : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tingkat Kepatuhan Membayar Zakat : Studi Kasus Kabupaten Bogor

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Irfan Syaqi Beik, M.Sc, Ph.D NIP. 197904222006041002

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 196410221989031003 Tanggal Kelulusan:

(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

Bogor, September 2011

Ahmad Mukhlis H14070079

(7)

Sesungguhnya segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala, kami memuji-Nya, memohon pertolongan Nya, memohon ampunan kepada-Nya, dan berlindung kepada-Nya dari kejelekan jiwa-jiwa kami, dan dari setiap perbuatan jelek yang telah kami lakukan. Kemudian sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarganya, sahabatnya, dan kepada pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.

Atas rahmat Allah, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tingkat Kepatuhan Membayar Zakat: Studi Kasus Kabupaten Bogor”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penyusunan skripsi ini dibantu oleh berbagai pihak, baik secara moril, maupun materil. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua penulis, atas nasehat dan dukungan yang telah diberikan

kepada penulis,

2. Irfan Syauqi Beik, M.Sc, Ph.D sebagai dosen pembimbing, atas dukungan, bimbingan, saran, dan kritik membangun yang telah diberikan kepada penulis.

3. Dr. Sri Mulatsih dan Deni Lubis, M.A sebagai dosen penguji, atas dukungan, bimbingan, saran, dan, kritik yang membangun yang bermanfaat bagi penulis. 4. Seluruh staf pengajar dan karyawan Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB. 5. Responden yang bersedia untuk mengisi kuesioner yang telah penulis

berikan.

6. Syaiful Ramadhan yang telah memberikan bantuan dan bimbingannya kepada penulis.

7. Teman-teman satu bimbingan, Indah, Winda, dan Izzah atas nasehat dan motivasi yang telah diberikan.

(8)

atas dukungan dan bantuannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa dalam karya ini terdapat banyak kekurangan, hal tersebut dikarenakan banyaknya keterbatasan yang ada pada penulis. Oleh karena itu, penulis terbuka dalam menerima kritik dan saran yang pembaca sampaikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Bogor, November

Ahmad Mukhlis H14070079

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...i

DAFTAR TABEL ...iii

DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN... v I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. LATAR BELAKANG ... 1 1.2. PERUMUSAN MASALAH... 3 1.3. TUJUAN PENELITIAN... 4 1.4. MANFAAT PENELITIAN... 4

1.5. RUANG LINGKUP PENELITIAN ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1. DEFINISI ZAKAT ... 6

2.1.1. PENERIMA ZAKAT ... 8

2.1.2. SYARAT HARTA YANG WAJIB DIKELUARKAN ZAKAT ... 11

2.1.3. ZAKAT PERSONAL ... 14

2.1.4. ZAKAT INDUSTRI... 15

2.2. POTENSI ZAKAT DI INDONESIA... 17

2.3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN MEMBAYAR ZAKAT... 20

2.4. PENELITIAN TERDAHULU ... 21

2.5. KERANGKA PEMIKIRAN ... 24

III. METODE PENELITIAN... 26

3.1. METODE PENGUMPULAN DATA... 26

3.2. METODE PENARIKAN SAMPEL... 26

3.3. VARIABEL PENELITIAN ... 26

3.4. METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA... 28

(10)

4.1. GAMBARAN UMUM KABUPATEN BOGOR... 32

4.2. GAMBARAN ZAKAT DI KABUPATEN BOGOR ... 34

4.3. KARAKTERISTIK RESPONDEN... 37 4.3.1. JENIS KELAMIN ... 37 4.3.2. USIA... 37 4.3.3. PEKERJAAN... 38 4.3.4. TINGKAT PENDIDIKAN ... 39 4.3.5. PENDAPATAN ... 39

4.4. KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN TEMPAT MEMBAYAR ZAKAT... 40

4.5. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN MEMBAYAR ZAKAT... 43

4.5.1. FAKTOR 1: KECAKAPAN ORGANISASI PENGELOLA ZAKAT... 48

4.5.2. FAKTOR 2: KEIMANAN... 49

4.5.3. FAKTOR 3: TINGKAT KEPEDULIAN SOSIAL... 50

4.5.4. FAKTOR 4: TINGKAT PEMAHAMAN AGAMA... 51

4.5.5. FAKTOR 5: KEPUASAAN DIRI ... 52

4.5.6. FAKTOR 6: MENGHARAPKAN BALASAN... 53

4.5.7. FAKTOR 7: PUJIAN ... 53

4.6. ALASAN INDIVIDU MEMBAYAR ZAKAT DI ORGANISASI ZAKAT ATAU MUSTAHIQ ... 55

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

5.1. KESIMPULAN ... 58

5.2. SARAN ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 60

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Total zakat yang diterima oleh BAZNAS periode 2007-2010... 2

Tabel 2. Persentase estimasi zakat terhadap PDB di beberapa negara muslim.17 Tabel 3. Potensi zakat industri swasta nasional dan BUMN... 18

Tabel 4. Potensi zakat rumah tangga nasional... 19

Tabel 5. Variabel penelitian... 27

Tabel 6. Tabel penerimaan dana zakat oleh BAZ Kabupaten Bogor... 36

Tabel 7. Karakteristik responden berdasarkan tempat membayar zakat... 41

Tabel 8. KMO ... 44

Tabel 9. Total variance explained ... 44

Tabel 10. Rotated component matrix ... 46

Tabel 11. Faktor kecakapan ... 49

Tabel 12. Faktor keimanan ... 50

Tabel 13. Faktor tingkat kepedulian sosial... 51

Tabel 14. Faktor tingkat pemahaman agama... 52

Tabel 15. Faktor kepuasan diri ... 53

Tabel 16. Faktor mengharapkan balasan... 53

Tabel 17. Faktor pujian ... 54

Tabel 18. Urutan faktor-faktor... 54

Tabel 19. Alasan seseorang membayar zakat di organisasi dan mustahiq... 56 Tabel 20. Persepsi wajib zakat terhadap transparansi dan profesionalitas OPZ. 57

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Alur kerangka pemikiran konseptual... 25

Gambar 2. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor... 32

Gambar 3. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor... 34

Gambar 4. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ... 37

Gambar 5. Karakteristik responden berdasarkan usia ... 38

Gambar 6. Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan... 38

Gambar 7. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan. ... 39

Gambar 8. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendapatan... 40

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Kuesioner penelitian... 64 Lampiran 2. Output analisis faktor ... 68

(14)

I.

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kemiskinan yang terjadi di Negara Indonesia sudah berlangsung sejak lama. Krisis ekonomi yang terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri ikut memengaruhi lamanya bencana kemiskinan yang menimpa Indonesia. Pemerintah sebetulnya memiliki program-program yang telah digulirkan dalam rangka menanggulangi bencana ini, seperti PNPM Mandiri, pemberian subsidi (misal BBM dan Listrik), BLT, raskin, dan program-program lainnya. Program-program-program tersebut memberikan dampak yang positif dalam upaya menanggulangi kemiskinan, namun masih dirasa kurang optimal, hal ini terutama karena terbatasnya APBN (Rudhiyoko, 2009).

Zakat sangatlah mungkin menjadi alternatif program pemerintah sebagai sumber dana untuk mengatasi kemiskinan (Ibrahim, 2006). Zakat merupakan sarana yang dilegalkan oleh agama Islam dalam pembentukan modal. Pembentukan modal tidak semata-mata dari pemanfaatan dan pengembangan sumber daya alam, akan tetapi juga berasal dari sumbangan wajib orang kaya. Zakat juga berperan penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penyediaan sarana dan prasarana produksi (Miftah, 2008).

Pada periode 2007 – 2010, pertumbuhan rata-rata dana zakat yang diterima oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) adalah sebesar 53,29 persen seperti yang dijelaskan pada Tabel 1. Dilihat dari sisi total zakat yang diterima, nilai tersebut pada dasarnya masih jauh lebih kecil jika dibandingkan potensi yang seharusnya terkumpul yaitu sebesar Rp 100 triliun (Hafidhuddin dalam Republika 2010).

(15)

Tabel 1. Total zakat yang diterima oleh BAZNAS periode 2007-2010

Tahun (Miliar Rupiah)Total Zakat Pertumbuhan Tahunan(%) 2007 2008 2009 2010 450 920 1200 1500 -104,44 30,43 25,00

Sumber: BAZNAS 2010 (diolah)

Peningkatan jumlah penyerapan zakat setiap tahunnya merupakan salah satu hal yang menggembirakan. Namun demikian, terjadinya gap antara potensi zakat dan nilai zakat yang terkumpul mengindikasikan ada sebagian orang Islam yang kurang termotivasi untuk membayar zakat. Padahal zakat adalah salah satu rukun dari rukun-rukun Islam, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

“Islam didirikan di atas lima perkara yaitu bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke baitullah dan berpuasa pada bulan ramadhan" (HR. Bukhari Muslim)

Zakat dapat mengatasi masalah penumpukan harta di kalangan tertentu dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga jurang pendapatan antar golongan di masyarakat dapat diminimalisir sebagaimana hasil riset yang pernah dilakukan oleh Ismail Salleh, Rogayah Nagah, dan Jehle. Mereka mengadakan kajian tentang pengaruh zakat terhadap distribusi pendapatan, hasilnya bahwa zakat memberikan efek postif dalam mengurangi ketidakseimbangan pendapatan (Ibrahim, 2008).

Syauqi Beik dalam Shalihati (2010) menemukan bahwa program zakat untuk usaha produktif mustahik fakir miskin, mampu mengurangi kemiskinan mustahik sebesar 7,5 persen di Jakarta. Selain itu tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan mustahik juga dapat dikurangi. Adapun dengan program rumah sakit gratis berbasis zakat mampu mengurangi kemiskinan mustahik sebesar 10 persen.

Kemudian jika organisasi zakat yang ada pada suatu negara bekerja dengan optimal, maka hal ini bukan tidak mungkin akan mampu mengatasi

(16)

masalah kemiskinan. Hal ini sebagaimana yang pernah terjadi pada awal sejarah Islam, Ahmed (2004) menunjukkan bahwa lembaga amal zakat dapat menjadi sangat efektif dalam merawat penduduk miskin. Saat Umar bin al Khattab (13-22H) dan Umar bin Abdul Aziz (99-101H) menjabat sebagai khalifah, masalah kemiskinan berhasil diatasi, zakat yang dikumpulkan di beberapa daerah tidak dapat dicairkan dan didistribusikan, karena kurangnya golongan miskin.

Jika setiap orang Islam telah menyadari tentang kewajiban berzakat dan mengetahui berbagai macam manfaat yang akan diperoleh dengan berzakat, maka potensi zakat seharusnya dapat tercapai. Kemudian, yang lebih penting lagi adalah bahwa dana zakat tidak hanya terkumpul secara optimal, namun diharapkan terjadi distribusi yang adil diantara penerima zakat. Sehingga manfaatnya menjadi lebih terasa.

Dilatarbelakangi oleh hal-hal diatas, maka peneliti melakukan kajian untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan dalam membayar zakat. Dalam penelitian ini tidak hanya mencari alasan yang berkaitan dengan aspek keagamaan seseorang yang membayar zakat (muzakki), akan tetapi untuk mengetahui alasan lain yang mendasari seseorang untuk membayar zakat. Selain itu dicari juga alasan yang melatarbelakangi wajib zakat dalam memilih tempat membayar zakat. 1.2. PERUMUSAN MASALAH

Dana zakat adalah salah satu dana segar yang dapat langsung digunakan untuk kesejateraan orang-orang yang berhak menerimanya. Zakat dapat menyelamatkan manusia dari kemiskinan, menjamin keadilan sosial ekonomi, dan dapat menjaga kehormatan masyarakat dalam melaksanakan ibadah kepada Allah (Patmawati, 2008).

Dana zakat yang terkumpul selama ini ternyata masih jauh dibawah potensi yang ada. Sampai tahun 2010 dana zakat yang terserap baru sekitar 1 persen dari potensi zakat yang mencapai Rp 100 triliun. Jika potensi zakat yang 99 persen lainnya teroptimalkan, maka jumlah orang fakir dan miskin yang dapat dibantu akan semakin banyak.

(17)

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi tingkat kepatuhan membayar zakat?

2. Faktor apa yang paling dominan dalam memengaruhi kepatuhan membayar zakat?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan pendahuluan dan perumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan:

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kepatuhan membayar zakat.

2. Mengidentifikasi faktor yang dominan yang memengaruhi kepatuhan membayar zakat, agar dapat menghasilkan kebijakan yang optimal. 1.4. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian yang berkaitan dengan zakat di Indonesia saat ini mengalami peningkatan, hal ini seiring dengan semakin membaiknya kinerja dari BAZNAS sebagai pusat organisasi zakat di Indonesia. Tidak hanya dari penyerapan dana zakat, akan tetapi dari program-program yang BAZNAS keluarkan pun mengalami kemajuan.

Kemudian, melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu ekonomi Islam.

2. Memberikan informasi yang baik tentang faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan membayar zakat.

3. Memberikan gambaran tentang alasan-alasan individu dalam menentukan tempat membayar zakat.

4. Dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran bagi pemerintah dan BAZ baik ditingkat pusat maupun tingkat daerah sebagai pengelola zakat. Untuk menjadi masukan dalam pembuatan program kerja dalam meningkatkan penerimaan dana zakat.

(18)

5. Dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi para peminat dan peneliti, untuk digunakan sebagai bahan penelitian lanjutan.

1.5. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Ruang lingkup penelitian ini adalah melakukan analisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kepatuhan membayar zakat dan menganalisis alasan-alasan seseorang membayar zakat di OPZ dan langsung ke penerima zakat. Penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Bogor dengan jumlah responden sebanyak 100 orang.

(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI ZAKAT

Menurut Hafidhuddin (2002), “Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu al-barakatu ‘keberkahan’, al-namaa ‘pertumbuhan dan perkembangan’, ath-thaharatu ‘kesucian’, dan ash-shalahu ‘keberesan’. Secara istilah, zakat adalah bagian dari harta yang telah Allah ta’ala wajibkan kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu.”

Zakat merupakan salah satu rukun Islam. Dalam Al-Quran kata zakat disebut secara bersama-sama dengan sholat pada 82 tempat (ayat). Dan Allah telah menetapkan kewajibannya baik melalui Kitab-Nya, Sunnah Rasul-Nya, maupun Ijma’ dari umat Islam.

Diantara dalil wajibnya zakat adalah firman Allah pada surat At-taubah ayat 103 yang artinya:

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan1 dan mensucikan2 mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. At-Taubah [9]: 103)

Pada fase Mekah, ketika Rasul belum hijrah, tidak ada batasan besaran harta yang wajib untuk dikeluarkan zakatnya, pun tidak ada ketentuan jumlah harta yang harus dizakatkan. Semuanya dikembalikan kepada kesadaran dan kerelaan orang Islam itu sendiri. Baru pada tahun kedua hijrah –menurut keterangan mayoritas/terkenal- ditetapkan besaran dan jumlah harta, serta jenis harta yang harus dikeluarkan zakatnya (Sabiq, 1990).

Harta yang terkena kewajiban zakat dibagi ke dalam empat macam: 1. Biji-bijian dan buah-buahan yang tumbuh diatas bumi.

1Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan

kepada harta benda

2Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan

(20)

Allah telah mewajibkan zakat biji-bijian dan tanaman seperti yang tercantum dalam firman-Nya:

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Hewan ternak yang makan dengan bebas di atas bumi.” (Al-Baqarah [2]: 267)

Menurut pendapat Imam Syafi’i, zakat pada tanaman berlaku pada tanaman yang menjadi makanan pokok, dapat disimpan, dan dapat ditanam, seperti gandum dan padi.

Tidak semua tanaman wajib dikeluarkan zakatnya. Diantara tanaman yang tidak terkena wajib zakat adalah sayur-sayuran

2. Emas dan perak

Dasar wajibnya zakat emas dan perak adalah firman Allah ta’ala yang artinya:

“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung, dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu."” (At-Taubah [9]: 34-35)

Seseorang yang memiliki emas wajib mengeluarkan zakatnya jika emasnya tersebut sudah mencapai dua puluh dinar (±85 gram emas) dan ia telah memiliki emas tersebut selama satu tahun. Besaran emas yang dikeluarkan untuk zakat adalah 2,5 persen dari jumlah emas yang ia miliki.

Sedangkan untuk perak, wajib dikeluarkan zakatnya jika telah sampai jumlah 200 dirham (±595 gram perak). Besar zakat yang dikeluarkan adalah sama seperti zakat emas, yaitu sebesar 2,5 persen.

(21)

3. Barang dagangan yang digunakan untuk melakukan jual beli. Untuk setiap jenis harta ini pun ada jumlah tertentu yang wajib dikeluarkan zakatnya (nishab) dan harta tersebut telah melewati waktu satu tahun kepemilikan.

Disebut barang dagangan jika pada barang tersebut terdapat dua syarat: (1) barang tersebut dimiliki secara nyata (seperti dari jual beli, hadiah, atau rampasan perang), (2) harta yang dimiliki tersebut digunakan untuk berdagang.

Cara mengeluarkan zakat perdagangan adalah sebagai berikut, hendaknya pedagang tersebut melakukan prediksi harga barang-barang dagangannya pada akhir tahun lalu mengeluarkan zakatnya sebanyak 2,5 persen dari harga barang dagangan tersebut. Jika suatu waktu ditemukan bahwa nishab barang dagangan tersebut berkurang, sedangkan pada awal tahun dan akhir tahun cukup nishab maka terjadi perbedaan pendapatan diantara ulama. Menurut madzhab Hanafi, perhitungan tahun tidak terputus, sehingga ia tetap harus mengeluarkan zakat pada akhir tahun. Menurut pendapat golongan Hambali, perhitungan tahun menjadi terputus, dan akan dimulai lagi saat nishab barang tersebut terpenuhi kembali (Bin Baz, 2009) dan (Sabiq, 1990). 2.1.1. PENERIMA ZAKAT

Allah telah menerangkan golongan-golongan yang berhak menerima zakat, hal ini tercantum dalam Q.S At-Taubah ayat 60, yang artinya:

”Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah [9]: 60)

(22)

Katsir (2009) dan Sabiq (1990) merinci kelompok orang-orang yang berhak menerima zakat sebagai berikut:

1. Fakir

Menurut Ibnu Jarir, orang fakir adalah orang yang membutuhkan namun tidak mau meminta-minta terhadap orang lain. Menurut Abu Qotadah, orang fakir adalah orang yang membutuhkan dan memiliki penyakit menahun. Menurut Syaikh Utsaimin orang fakir adalah orang yang tidak mendapatkan sesuatu yang mencukupi separuh dari kebutuhanya, jika seseorang tidak memiliki sesuatu yang ia dapat nafkahkan untuk diri sendiri dan keluarganya selama setengah tahun, maka ia adalah fakir. Ia diberi dari zakat berupa sesuatu yang mencukupi dirinya dan keluarganya selama satu tahun.

2. Miskin

Menurut Abu Qotadah, orang miskin adalah orang yang membutuhkan sedangkan fisiknya sehat. Menurut Syaikh Utsaimin orang miskin adalah orang-orang yang memiliki harta yang dapat menutupi separuh atau lebih kebutuhannya, namun tidak dapat memenuhi kebutuhannya selama setahun penuh, maka mereka diberi sesuatu yang dapat menyempurnakan kekurangan untuk nafkah setahun.

Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda menjelaskan perihal orang miskin:

“Orang yang tidak memiliki sesuatu yang dapat mencukupi kebutuhannya dan juga tidak pandai untuk mendapatkannya, sehingga zakat diberikan kepadanya, sementara ia tidak meminta-minta sesuatu kepada manusia.” (HR. Bukhari Muslim)

(23)

3. Pengurus zakat

Para amil zakat adalah mereka yang bertugas untuk menarik dan mengumpulkan zakat. Atas jasanya ini, mereka berhak mendapatkan bagian darinya.

4. Orang-orang yang dibujuk hatinya (Muallaf)

Orang-orang muallaf yang diberi zakat terdiri dari beberapa macam. Pertama, orang yang diberi zakat agar mereka mau masuk Islam. Kedua, orang yang diberi zakat agar kualitas keimanan muallaf tersebut menjadi lebih baik dan untuk meneguhkan hatinya. Ketiga, orang yang diberi zakat agar rekan-rekannya masuk Islam. Keempat, orang yang diberi zakat agar ia mengumpulkan zakat dari orang sekitarnya, atau untuk mengamankan wilayah kaum muslimin dari bahaya musuh.

5. Riqab

Tentang riqab, ada kisah dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam, suatu hari beliau ditanya oleh seseorang yang meminta agar ditunjukkan suatu amalan yang dapat mendekatkan dirinya kepada surga, lalu beliau shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“bebaskanlah an-nasamah, dan merdekakan ar-raqabah” lalu orang itu bertanya, ‘wahai Rasulullah, bukankah kedua-duanya sama (yakni sama-sama hamba sahaya)?’ Beliau bersabda: ‘Tidak, an-nasamah berarti hamba yang engkau bebaskan sepenuhnya. Sedangkan ar-raqabah berarti engkau hanya membantu sebagian saja dalam pemerdekaannya.’” Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa riqab adalah hamba sahaya yang ingin merdeka namun ia tidak memiliki jumlah uang yang cukup untuk memerdekakan dirinya. Sehingga ia dibantu merdeka dengan diberi zakat.

(24)

6. Orang yang berhutang

Menurut Ibnu Katsir, orang yang memiliki hutang yang berhak diberi zakat ada beberapa macam. Pertama, orang yang menanggung tanggungan denda atau hutang yang harus dibayar, sedangkan untuk membayar hutangnya ia harus menghabiskan hartanya atau harus berhutang kepada orang lain. Kedua, ada yang berhutang untuk berbuat maksiat, namun kemudian ia bertaubat.

7. Di jalan Allah (fii sabilillah)

Diantara mereka adalah orang yang ikut berperang (prajurit) namun mereka tidak digaji, orang-orang yang menyebarkan agama Islam, dan mengirim mereka ke negara-negara non Islam untuk menyebarkan agama Islam disana dengan organisasi-organisasi yang teratur. Kemudian untuk sekolah-sekolah yang mengajarkan pendidikan agama, dan untuk guru-guru sekolah tersebut (bila mereka tidak memiliki pekerjaan lain). Termasuk dalam sabilillah adalah: menuntut ilmu syar'i, pelajar ilmu syar'i dapat diberi uang zakat agar bisa menuntut ilmu dan membeli kitab yang diperlukan, kecuali jika ia memiliki harta yang dapat mencukupinya dalam memenuhi kebutuhan itu.

8. Ibnus Sabiil

Ibnus Sabiil adalah orang yang sedang melakukan perjalanan melintasi suatu negeri dan tidak memiliki bekal untuk meneruskan perjalanan.

2.1.2. SYARAT HARTA YANG WAJIB DIKELUARKAN ZAKAT Ada beberapa syarat harta yang wajib dikeluarkan untuk berzakat: (1) Harta tersebut dimiliki secara sempurna, (2) Harta tersebut adalah harta yang berkembang, (3) Harta tersebut telah mencapai nishob, (4) Harta telah mencapai haul (harta tersebut bertahan selama setahun), (5) Harta tersebut merupakan kelebihan dari kebutuhan pokoknya.

(25)

Rinciannya adalah sebagai berikut: 1. Harta dimiliki secara sempurna

Harta yang dimiliki oleh seseorang sebenarnya adalah milik Allah Ta’ala, sebagaimana disebutkan dalam sebuah ayat, “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (QS. Al-Hadiid: 7) Berkata Al-Qurthubi ketika menjelaskan ayat ini, “Ayat ini merupakan dalil bahwa pada hakekatnya harta adalah milik Allah. Hamba tidaklah memiliki apa-apa melainkan apa yang Allah ridhoi. Siapa saja yang menginfakkan hartanya pada jalan Allah sebagaimana halnya seseorang yang mengeluarkan harta orang lain dengan seizinnya, maka ia akan mendapatkan pahala yang melimpah dan amat banyak.”

Harta yang hakikatnya milik Allah ini telah dikuasakan untuk manusia. Jadi manusia yang diberi harta saat ini dianggap sebagai pemegang amanat harta yang hakikatnya milik Allah. Adapun yang dimaksud dengan syarat di sini adalah harta tersebut adalah milik di tangan individu dan tidak berkaitan dengan hak orang lain, atau harta tersebut disalurkan atas pilihannya sendiri dan ia dapat memperoleh manfaat dari harta tersebut.

2. Termasuk harta yang berkembang

Yang dimaksudkan di sini adalah harta tersebut mendatangkan keuntungan dan manfaat bagi si empunya atau harta itu sendiri berkembang dengan sendirinya. Oleh karena itu, para ulama membagi harta yang berkembang menjadi dua macam: (a) harta yang berkembang secara hakiki (kuantitas), seperti harta

(26)

perdagangan dan hewan ternak hasil perkembangbiakan, (b) harta yang berkembang secara takdiri (kualitas).

Dalil dari syarat ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Seorang muslim tidak dikenai kewajiban zakat pada budak dan kudanya.” (HR. Bukhari no. 1464)

Dari sini, maka tidak ada zakat pada harta yang disimpan untuk kebutuhan pokok semisal makanan yang disimpan, kendaraan, dan rumah.

3. Telah mencapai nishab

Nishob adalah ukuran minimal suatu harta dikenai zakat. Untuk masing-masing harta yang dikenai zakat, ini akan ukuran nishob masing-masing yang nanti akan dijelaskan. 4. Telah mencapai haul

Artinya harta yang dikenai zakat telah mencapai masa satu tahun atau 12 bulan Hijriyah. Syarat ini berlaku bagi zakat pada mata uang dan hewan ternak. Sedangkan untuk zakat hasil pertanian tidak ada syarat haul, namun zakat dari pertanian dikeluarkan setiap kali panen.

5. Kelebihan dari kebutuhan pokok

Harta yang merupakan kelebihan dari kebutuhan pokok, itulah sebagai barometer seseorang itu dianggap mampu atau berkecukupan. Sedangkan harta yang masih dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok, maka seperti ini dikatakan tidak mampu. Para ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kebutuhan pokok adalah apabila kebutuhan tersebut dikeluarkan, maka seseorang bisa jadi akan celaka, seperti nafkah, tempat tinggal, dan pakaian. (Tuasikal, 2010)

(27)

2.1.3. ZAKAT PERSONAL

Islam mengatur bahwa tidak setiap orang wajib mengeluarkan zakat, ada beberapa persyaratan yang jika terpenuhi pada diri seseorang maka ia terkena kewajiban untuk mengeluarkan zakat. Syamhudi (2003) menjelaskan syarat-syarat tersebut dalam poin-poin berikut:

1. Islam

Islam menjadi syarat pertama atas wajibnya mengeluarkan zakat, orang yang belum menerima Islam tidak memiliki kewajiban untuk mengeluarkan zakat.

2. Merdeka

Seseorang yang menjadi budak/hamba sahaya tidak ada kewajiban untuk mengeluarkan zakat.

3. Berakal dan baligh

Dalam hal ini ada perbedaan pendapat antara para ulama tentang zakat dari anak kecil dan orang gila. Namun ada ulama yang menguatkan pendapat bahwa anak kecil dan orang gila tidak memiliki kewajiban untuk membayar zakat.

4. Memiliki nishab

Nishab adalah ukuran atau batas terendah yang telah ditetapkan oleh agama dalam menentukan kewajiban mengeluarkan zakat bagi yang memilikinya. Jika harta seseorang telah sampai ukuran tersebut, maka orang tersebut diwajibkan mengeluarkan zakat dengan dasar firman Allah yang artinya:

“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir.”(Al Baqarah [2]: 219)

Syarat-syarat nishab adalah sebagai berikut:

1. Harta tersebut di luar kebutuhan yang harus dipenuhi seseorang, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal,

(28)

kendaraan, dan alat yang dipergunakan untuk mata pencaharian.

2. Harta yang akan dizakati telah berjalan selama satu tahun (haul) terhitung dari hari kepemilikan nishab dengan dalil hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Tidak ada zakat atas harta, kecuali yang telah melampaui satu haul (satu tahun).” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dihasankan oleh Syaikh Albani)

Dikecualikan dari hal ini, yaitu zakat pertanian dan buah-buahan. Karena zakat pertanian dan buah-buahan diambil ketika panen. Demikian juga zakat harta karun (rikaz) yang diambil ketika menemukannya.

2.1.4. ZAKAT INDUSTRI

Salah satu sektor yang utama dalam pembangunan sebuah negara adalah sektor industri. Bahkan pembangunan dan perkembangan ekonomi suatu negara sering dikaitkan dengan proses industrialisasi, hal ini dikarenakan keadaan industrial merupakan tujuan pembangunan ekonomi (Hafidhuddin, 2002).

Potensi yang besar dari sektor ini dapat dimanfaatkan untuk diambil zakatnya. Banyak ulama (orang yang memiliki kedalaman ilmu agama) yang memberikan panduan dalam mengeluarkan zakat industri ini, salah satunya adalah Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin. Beliau adalah salah seorang ulama menjadi anggota Majelus Ulama Kerajaan Saudi Arabia.

Dari fatwa Syaikh Utsaimin, bahwa harta perusahaan/industri terbagi menjadi dua macam: (1) Harta yang tidak diwajibkan untuk berzakat dan (2) Harta yang diwajibkan untuk berzakat. Harta yang tidak terkena kewajiban zakat adalah alat-alat, perangkat keras, mobil, bangunan, dan peralatan yang akan digunakan yang tidak dimaksudkan untuk dijual untuk mengambil keuntungan.

(29)

Sedangkan harta yang terkena kewajiban berzakat, memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Simpanan barang yang telah dibeli dan bertujuan untuk dijual, dihitung nilainya di akhir tahun, tanpa memandang harga beli. 2. Uang tunai yang ada di perusahaan atau yang disimpan di

tabungan.

3. Piutang yang diharapkan bisa ditagih.

4. Keuntungan dari hasil merakit atau membuat barang, bila sudah mencapai nisab dan sudah berlalu satu tahun.

5. Keuntungan dari hasil perdagangan, jika sudah mencapai nisab.

Jika pada perusahaan terdapat lima jenis harta tersebut atau hanya sebagiannya, maka perusahaan tersebut wajib mengeluarkan zakatnya sesuai dengan jenis harta yang ada padanya. Cara mengeluarkan zakat pada perusahaan/industri, adalah sebagai berikut:

1. Untuk jenis harta yang berupa simpanan barang, uang tunai, dan piutang, maka mengeluarkan zakatnya adalah pada akhir tahun. Zakat yang dikeluarkan adalah sebesar 2,5 persen dari harta tersebut.

2. Zakat dari keuntungan dikeluarkan pada akhir tahun anggaran sebesar 2,5 persen. Jika keuntungan telah dikeluarkan sepanjang tahun, dan tidak tersisa hingga akhir tahun, maka tidak ada kewajiban padanya.

(30)

2.2. POTENSI ZAKAT DI INDONESIA

Kahf (1987) melakukan studi untuk mengestimasi potensi zakat yang ada pada delapan negara Islam, yaitu Mesir, Indonesia, Pakistan, Qatar, Saudi Arabia, Sudan, Syria, dan Turki. Kahf melihat estimasi potensi zakat melalui tiga cara, yaitu berdasarkan fikih tradisional, berdasarkan perhitungan dari Qardawi yaitu zakat pendapatan dihitung 2,5 persen, sedangkan keuntungan bersih pada fix aset dihitung 10 persen, dan berdasarkan modifikasi dari versi Qardawi, yaitu zakat dari fix aset dan pendapatan dihitung bersama-sama sebesar 2,5 persen.

Estimasi zakat dari sisi perhitungan fikih tradisional menghasilkan nilai yang lebih kecil daripada estimasi perhitungan dua cara lainnya. Estimasi persentase zakat pada sudut pandang fikih tradisional berkisar antara 0,9 sampai 4,3 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Sedangkan dari sisi pandang Qardawi, estimasi zakat berkisar antara 1,7 sampai 6,6 persen. Menurut cara perhitungan yang ketiga estimasi zakat berkisar antara 2 sampai 7,5 persen. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Persentase estimasi zakat terhadap PDB di beberapa negara muslim. Negara Z1 Z2 Z3 Mesir 2 3,9 4,9 Indonesia 1 1,7 2 Pakistan 1,6 3,5 4,4 Qatar 0,9 3,7 3,2 Saudi Arabia 1,2 3,7 3,4 Sudan 4,3 6,6 6,2 Siria 1,5 3,1 3,1 Turki 1,9 4,9 7,5 Keterangan:

Z1: Perhitungan berdasarkan fikih tradisional

Z2: Perhitungan berdasarkan Qardawi

Z3: Perhitungan berdasarkan versi Qardawi yang telah di modifikasi.

Sumber: Kahf, 1987

Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa potensi zakat Indonesia berkisar 1 sampai 2 persen dari PDB. Untuk mengetahui potensi zakat di

(31)

Indonesia secara lebih rinci, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB bekerja sama dengan BAZNAS melakukan penelitian pada tahun 2011. Perhitungan potensi zakat ini dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: (1) Zakat dari sektor industri dan BUMN, (2) Zakat dari rumah tangga, dan (3) Zakat dari tabungan.

Dari sektor industri dan BUMN, total potensi zakat yang dapat diperoleh mencapai Rp 117,29 triliun. Hal ini setara dengan 1,84 persen PDB. Nilai ini diperoleh dari industri pengolahan sebesar Rp 22 triliun, industri penyediaan akomodasi sebesar Rp 88 triliun, dan industri makanan dan minuman sebesar Rp 3,7 triliun. Dari BUMN potensi zakat yang tercapai sebesar Rp 2,4 triliun. Namun, relaisasi zakat pada sektor BUMN baru tercapai Rp 4-5 milyar per tahun.

Tabel 3. Potensi zakat industri swasta nasional dan BUMN

Industri Potensi Zakat

1) Industri Pengolahan Rp 22,08 triliun

2) Industri Konstruksi Rp 399,35 miliar

3) Jasa Masyarakat Rp 22,12 miliar

4) Pariwisata Rp 66,46 miliar

5) Listrik Rp 0

6) Air Bersih Rp 54,79 miliar

7) Penyediaan Akomodasi Rp 88,02 triliun

8) Pedagang Besar dan Eceran Rp 2,29 triliun

9) Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Rp 86,02 miliar

10) Real Estate Rp 1,73 triliun

11) Pendidikan Rp 135,71 miliar

Total Rp 114,89 triliun

Potensi Zakat BUMN Rp 2,4 triliun

Total Potensi Zakat Industri dan BUMN Rp 117,29 triliun

Sumber: BPS, 2006 (diolah)

Potensi zakat rumah tangga pada tahun 2009 dapat mencapai Rp 82,7 triliun (dengan nishab beras) atau setara dengan 1,30 persen dari PDB. Jika pada tahun 2011 PDB mencapai Rp 7 ribu triliun (asumsi makro) maka prediksi potensi zakat rumah tangga mencapai Rp 91 triliun. Wilayah yang

(32)

berpotensi zakat dibagi kedalam dua bagian, yaitu: (1) Wilayah dengan potensi zakat tertinggi dan (2) Wilayah dengan potensi zakat terendah.

Propinsi yang masuk pada wilayah dengan potensi zakat tertinggi adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Sedangkan propinsi yang masuk pada wilayah dengan potensi zakat terendah adalah, Papua Barat, Papua, dan Bali. Dari hal ini, dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk muslim pada suatu daerah ikut memengaruhi tingkat potensi zakat di daerah tersebut. Pada wilayah yang berpotensi tinggi, diketahui bahwa mayoritas penduduknya adalah beragama Islam, sedangkan pada wilayah yang potensi zakatnya rendah diketahui mayoritas penduduknya bukan beragama Islam. Tabel 4. Potensi zakat rumah tangga nasional

Keterangan Nama Wilayah Potensi Zakat (Milyar) Wilayah dengan potensi

zakat tertinggi

Jawa Barat Rp 17.668

Jawa Timur Rp 15.494

Jawa Tengah Rp 13.280

Wilayah dengan potensi zakat terendah

Papua Barat Rp 112

Papua Rp 117

Bali Rp 126

Potensi Zakat Rumah Tangga Nasional 2009 Rp 82.700 Prediksi Potensi Zakat Rumah Tangga Nasional 2011 Rp 91.000

Sumber: BPS, 2009 (diolah)

Dari sisi tabungan, potensi zakat dilihat kedalam dua bagian: (1) Tabungan umum dan (2) Tabungan Syariah. Potensi zakat dari sektor tabungan umum memiliki nilai yang lebih besar dari potensi zakat dari sektor tabungan syariah. Pada tabungan umum, potensi zakat yang dapat diperoleh mencapai Rp 19,613 triliun. Pada tabungan syariah, potensi zakat yang dapat diperoleh mencapai Rp 895 miliar. Nilai yang berbeda ini salah satunya disebabkan oleh kebanyakan masyarakat Indonesia yang masih menabung di bank umum daripada di bank syariah.

Jika dijumlahkan, estimasi potensi zakat yang dapat dicapai dari sektor industri, rumah tangga, dan tabungan per tahunnya sekitar Rp 217 triliun, hal ini setara dengan 3,4 persen PDB pada tahun 2010. Nilai ini

(33)

sangat besar. Jika potensi ini dapat terealisasi, bukan hal yang mustahil masalah kemiskinan dapat teratasi, hal ini karena dana zakat sudah Allah tentukan penyalurannya sehingga hasilnya dapat lebih terasa.

2.3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN MEMBAYAR ZAKAT

Faktor utama yang seharusnya memengaruhi seseorang dalam mengeluarkan zakat adalah faktor peribadahan. Seorang muslim seharusnya menyadari keadaan dirinya sebagai hamba Allah, ia harus menjalankan segala sesuatu yang diperintahkan Allah kepadanya, termasuk ibadah zakat. Allah telah berfirman dalam Al-Quran mengenai perintah berzakat secara berulang-ulang sebanyak 32 kali. Hal ini menunjukkan betapa penting dan wajibnya ibadah zakat ini (Muda, et al., 2006).

Zakat dapat menciptakan keadilan sosial diantara masyarakat. Distribusi zakat yang baik akan menyelesaikan masalah sosial ekonomi yang sampai saat ini masih terjadi, menurunkan kesenjangan pendapatan, dan mengurangi tingkat kemiskinan (Ibrahim, 2008). Seseorang yang menyadari hal ini, akan semakin termotivasi untuk membayar zakat, mereka ini adalah orang-orang yang cenderung peduli terhadap keadaan sosial masyarakat di sekitar mereka.

Diantara orang-orang yang berzakat, ada yang menaruh harapan agar zakat yang mereka keluarkan akan membersihkan diri mereka. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Al-Quran surat At-Taubah ayat 103, yang artinya, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan3 dan mensucikan4 mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Hal ini mengindikasikan bahwa faktor ini memotivasi seseorang untuk berzakat.

Seseorang yang menjaga kewajiban berzakat, hal ini menandakan keimanan yang ada dalam dirinya. Hal ini karena upaya mereka dalam

3Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan

kepada harta benda

4Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan

(34)

memenuhi seruan perintah agama sangat ditentukan dari keyakinan mereka terhadap ajaran agamanya (Muda et al., 2006).

Dalam beberapa studi disebutkan bahwa organisasi zakat memiliki pengaruh yang signifikan dalam memotivasi seseorang dalam membayar zakat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahmad, Wahid, dan Mohamad (2005) menyebutkan bahwa faktor utama yang memengaruhi individu dalam membayar zakat kepada lembaga formal adalah disebabkan kepuasan tentang distribusi yang dilakukan oleh organisasi zakat dan kecakapan kerja pengurus zakat itu sendiri. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Muda et al. (2006). Dalam penelitian mereka, disebutkan bahwa organisasi pengelola zakat memiliki peran yang penting dalam memotivasi seseorang untuk berzakat. Pada tahun-tahun sebelumnya didapatkan bahwa peningkatan penyerapan zakat yang signifikan terjadi karena upaya dari organisasi zakat.

Teori exchange dicoba untuk diaplikasikan ke dalam penelitian ini. Dalam buku yang berjudul Social Exchange Theory: The Two Traditions yang diterbitkan tahun 1974, Ekeh menyebutkan bahwa teori exchange

pertama kali dikembangkan oleh para ekonom, yang mengasumsikan bahwa semua transaksi melibatkan beberapa jenis pertukaran dan dipertukarkan untuk mendapatkan nilai ekonomi atau utilitas. Nilai ini dapat berupa materi atau manfaat yang diperoleh seseorang seperti perasaan senang atau puas sebagai hasil dari memberikan sesuatu (Muda et al., 2006).

2.4. PENELITIAN TERDAHULU

Dalam paper yang dipresentasikan oleh Muda, et al. (2006) yang berjudul “Factors Influencing Individual Participation in Zakah Contribution: Exploratory Investigation”, disebutkan bahwa seseorang yang membayar zakat tidak hanya dipengaruhi oleh faktor agama, ada faktor-faktor lain yang menyebabkan seseorang mau mengeluarkan zakat, seperti faktor altruism, faktor organisasi zakat, dan faktor kepuasan diri. Pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti ini adalah dengan cara menyebarkan kuesioner kepada 60 orang, namun hanya 53 kuesioner yang layak untuk digunakan dalam penelitian. Dalam kuesioner tersebut terdapat

(35)

34 pertanyaan yang harus diisi oleh responden. Hasil dari penelitian tersebut didapatkan berbagai macam faktor yang memengaruhi seseorang untuk membayar zakat, faktor-faktor tersebut memiliki nilai varian sebesar 67,32 persen. Analisis lebih jauh mendapatkan hasil bahwa faktor altruism seseorang memiliki nilai komposit tertinggi yang mengindikasikan bahwa kebanyakan orang membayar zakat karena faktor ini, faktor selanjutnya yang memengaruhi seseorang untuk membayar zakat adalah faktor kepuasan diri, faktor organisasi, dan faktor utilitas. Kesimpulannya adalah bahwa untuk meningkatkan nilai zakat, tidak hanya dilakukan perbaikan kualitas agama seseorang, namun juga perlu diperbaiki kinerja organisasi pengelola zakat.

Berkaitan dengan kinerja lembaga amil zakat, Ahmad dan Wahid (2005) melakukan sebuah penelitian yang berjudul “Persepsi Agihan Zakat dan Kesannya Terhadap Pembayar Zakat Melalui Institusi Formal”. Hasil dari kajian ini menyatakan bahwa persepsi masyarakat terhadap distribusi dana zakat yang dilakukan oleh organisasi zakat memengaruhi tingkat kepatuhan wajib zakat secara positif. Artinya, jika suatu lembaga amil zakat melakukan distribusi dana zakat dengan baik, menyalurkan dana zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya, dan tidak melakukan penyelewengan terhadap dana zakat, maka hal ini akan membuat wajib zakat tetap bertahan untuk membayar zakat di tempat tersebut. Selain itu jika suatu organisasi melakukan kampanye/sosialisasi zakat dan meningkatkan kualitas pelayanannya, maka hal ini akan berpengaruh secara nyata dalam memengaruhi seseorang untuk membayar zakat di lembaga tersebut.

Shalihati (2010) mengadakan penelitian tentang persepsi dan sikap wajib zakat yang membayar zakat melalui BAZNAS. Dari enam atribut yang digunakan di multiatribut Fishbein yaitu product, place, people, promotion, process, dan physical evidence, terlihat rata-rata tingkat keyakinan ke enam atribut mengenai BAZNAS, penilaian keyakinan Muzzaki Lembaga lebih tinggi dibandingkan dengan Muzzaki Non-Lembaga. Namun tingkat harapan terhadap ke enam atribut baik Muzzaki

(36)

Lembaga maupun Muzzaki Non-Lembaga hampir memiliki perbedaan yang tidak terlalu jauh. Dari perhitungan Ao (sikap konsumen) secara keseluruhan diperoleh skor multi atribut Fishbein Muzzaki Lembaga sebesar 97.37, dan Muzzaki Non-Lembaga 90.41. Hal ini menunjukan bahwa secara keseluruhan Muzzaki Lembaga memang lebih menyukai Lembaga BAZNAS untuk menyalukan zakatnya dibandingkan Muzzaki Non-Lembaga.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Saad, et al (2009) tentang sikap pengusaha terhadap aturan yang mengharuskan pengusaha membayar zakat melalui organisasi pengelola zakat. Penelitian ini dilakukan pada wilayah Kedah, Malaysia. Respondennya adalah para pengusaha, dari 700 kuesioner yang disebarkan kepada para pengusaha hanya 290 kuesioner yang dikembailkan oleh responden, dan hanya 279 kuesioner yang dapat digunakan untuk penelitian.

Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa para pengusaha memiliki sikap yang berbeda-beda terhadap aturan tersebut, sikap itu terbagi kedalam lima macam, yaitu: (1) Sikap mendorong, (2) Sikap positif, (3) Sikap penolakan total, (4) Sikap Bersyarat, dan (5) Sikap Penolakan bersyarat.

Sikap mendorong merupakan bentuk penerimaan masyarakat secara umum mengenai pembayaran zakat kepada institusi zakat. Dalam komponen ini, pengusaha secara keseluruhan memiliki sikap percaya dan baik dengan peraturan yang telah ditetapkan. Sikap positif menunjukkan pengusaha menerima secara positif terhadap peraturan tersebut. Pada umumnya pengusaha bersedia untuk membayar zakat kepada institusi zakat.

Sikap penolakan total merupakan pandangan negatif pengusaha terhadap peraturan tersebut, pengusaha cenderung menolak peraturan tersebut. Sikap bersyarat adalah keadaan yang menunjukkan bahwa pengusaha menerima aturan tersebut tetapi mempunyai syarat-syarat tertentu sebelum aturannya dipatuhi. Dua syarat utama yang dimaksud adalah menunggu arahan dan penjelasan dari institusi zakat.

(37)

Komponen terakhir, yaitu sikap penolakan berprasangka merupakan pandangan pengusaha yang mempunyai prasangka terhadap institusi zakat. Dua bentuk prasangka itu ialah perasaan was-was dan ragu dengan cara institusi zakat melaksanakan urusan zakat.

2.5. KERANGKA PEMIKIRAN

Potensi zakat Indonesia mencapai 100 triliun rupiah per tahunnya

(Hafidhuddin dalam Republika 2010), akan tetapi potensi yang besar tersebut belum sepenuhnya dapat terserap dengan baik. Nilai zakat yang selama ini dikumpulkan oleh BAZNAS masih jauh dibawah potensi sesungguhnya, pada tahun 2010 dana zakat yang terkumpul baru mencapai Rp 1,5 Triliun. Hal ini mengindikasikan bahwa ada sebagian masyarakat yang kurang memiliki kesadaran untuk membayar zakat, jika hal ini terus dibiarkan, maka potensi zakat yang ada tidak akan pernah bisa terserap dengan baik.

Dana zakat yang segar, dapat digunakan untuk membiayai fakir dan miskin, mengurangi jurang pendapatan yang ada, dan berpotensi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi5. Proyek-proyek yang dibiayai menggunakan dana zakat dapat digunakan dalam bidang pendidikan, kesehatan, dana sosial, dan lain-lain yang akan meningkatkan produktivitas golongan miskin dengan memenuhi keperluan hidup mereka.6

Keberadaan suatu organisasi pengelola zakat (OPZ) merupakan sesuatu yang sangat penting dalam upaya pengumpulan dan penyaluran zakat. Institusi ini harus berupaya untuk menjadi daya tarik bagi para wajib zakat agar mereka secara sadar dan konsisten dalam membayar zakat. Jika kualitas pelayanan organisasi zakat prima maka akan memberikan kepuasan bagi para wajib zakat, dan hal ini didapatkan jika organisasi tersebut bekerja secara profesional dan menerapkan kaidah-kaidah yang sudah ditetapkan oleh syariat (Jaelani, 2008).

Oleh karena itu melalui penelitian ini, penulis tertarik untuk mencari faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan membayar zakat dari individu.

5Imtiazi I.A., Mannan M.A., Niaz M.A. and Deria A.H. dalam Patmawati Ibrahim 2008 6Ataul-Haq dan Pramanik dalam Patmawai Ibrahim 2008

(38)

Alat analisis yang digunakan untuk mencari faktor-faktor tersebut adalah alat analisis faktor. Kemudian dalam penelitian ini juga dicari faktor yang paling dominan dalam memengaruhi kepatuhan membayar zakat.

Setelah faktor-faktor tersebut diketahui, pihak organisasi zakat dan pemerintah diharapkan dapat membuat kebijakan yang lebih efektif sehingga peningkatan penyerapan dana zakat dari masyarakat diharapkan dapat terwujud.

Gambar 1. Alur kerangka pemikiran konseptual Rekomendasi ke BAZ

Strategi peningkatan kepatuhan membayar zakat

Identifikasi faktor-faktor dominan yang memengaruhi

kepatuhan membayar zakat Analisis faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan membayar

zakat pada sektor rumah tangga Ada kesenjangan antara dana zakat yang diterima dan potensi

(39)

III. METODE PENELITIAN

3.1. METODE PENGUMPULAN DATA

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan melalui pemberian kuesioner dan wawancara dengan sebagian masyarakat di Kabupaten Bogor. Poin-poin pertanyaan sudah tercantum dalam lembaran kuesioner. Data sekunder yang digunakan diperoleh dari berbagai sumber, seperti BAZ Kabupaten Bogor, buku, internet, dan dari hasil studi lainnya.

3.2. METODE PENARIKAN SAMPEL

Sampel adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sifat suatu kelompok yang lebih besar, atau bagian kecil yang mewakili kelompok atau keseluruhan yang lebih besar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2010). Dalam penelitian kali ini, populasinya adalah warga Kabupaten Bogor. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah nonprobability sampling dengan jenis purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan bahwa responden adalah orang yang diperkirakan sebagai wajib zakat.

Menurut Santoso (2010), jumlah sampel yang dianjurkan pada analisis faktor adalah antara 50-100. Penulis mengambil sampel sebanyak 100 orang, hal ini didasari pada keterbatasan waktu, sumberdaya, dan biaya yang dihadapi oleh penulis.

3.3. VARIABEL PENELITIAN

Untuk mendapatkan data primer, responden diminta untuk mengisi pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner. Bagian utama yang harus diisi oleh responden dalam kuesioner adalah yang berkaitan dengan faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan membayar zakat. Faktor-faktor ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muda, et al (2006), yaitu altruisme, tingkat keimanan, utilitas, kepuasaan diri, dan faktor organisasi.

Variabel-variabel yang terdapat dalam setiap faktor memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Pada faktor keimanan maka hal

(40)

ini berkaitan dengan perintah dari Allah tentang wajibnya berzakat, yakin adanya balasan berupa surga bagi yang melaksanakannya, dan hukuman di neraka bagi yang enggan membayar zakat (padahal ia mampu).

Faktor penghargaan berkaitan dengan keuntungan yang diperoleh wajib zakat. Keuntungan ini dapat berupa sambutan yang baik dari masyarakat, atau harapan untuk mendapatkan rezeki yang lebih baik setelah berzakat.

Faktor alturisme berkaitan dengan seberapa besar pengaruh tingkat keyakinan agama atau nilai moral memengaruhi individu dalam membayar zakat. Variabel yang masuk dalam faktor ini diantaranya adalah variabel seseorang membayar zakat karena ingin bersyukur kepada dan juga variabel ingin hartanya menjadi bersih dengan berzakat.

Pada faktor kepuasan diri, terkandung variabel-variabel sebagai berikut: (1) Gemar meningkatkan kondisi ekonomi fakir miskin, dan (2) Ingin berupaya menjadi teladan bagi orang lain.

Faktor organisasi menilai kemampuan organisasi dalam menyerap zakat dari masyarakat. Variabel-variabel yang termasuk ke dalam faktor ini diantaranya adalah tingkat kecakapan organisasi zakat dalam mengumpulkan dana zakat dan menyalurkannya kembali dan organisasi zakat yang transparan dalam administrasi. Faktor-faktor beserta variabel yang terkandung di dalamnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5. Variabel penelitian

No Faktor Variabel

1 Keimanan Sholat fardhu lima kali dalam satu hari Sholat fardhu berjamaah di mesjid Kewajiban berzakat

Kemampuan menghitung zakat Rutin membaca buku agama Rutin ikut pengajian

(41)

Tabel 5. Variabel penelitian (lanjutan)

No Faktor Variabel

2 Penghargaan Agar disebut dermawan

Agar mendapat kemudahan rezeki Sambutan dari lingkungan yang baik. 3 Altruisme Perasaan iba terhadap fakir miskin

Zakat sebagai upaya bersyukur Membersihkan harta

Kegemaran membantu fakir miskin

Perasaan bersalah jika tidak membayar zakat 4 Kepuasan diri

Kegemaran meningkatkan kondisi ekonomi fakir miskin

Menyadari bahwa ada hak orang lain dalam harta pribadi

Berperan menjadi contoh yang baik bagi orang lain. 5 Organisasi Tingkat kecakapan organisasi zakat

Organisasi zakat yang transparan

Kenyamanan membayar zakat di organisasi zakat Sosialisasi melalui media massa, elektronik atau langsung

Pemotongan gaji melalui institusi tempat seseorang bekerja.

3.4. METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

Proses analisis faktor mencoba untuk menemukan hubungan antara sejumlah variabel-variabel yang saling independen satu dengan yang lain, sehingga nantinya dapat dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal. Jika pada suatu penelitian digunakan 20 variabel yang independen satu sama lain, maka dengan menggunakan alat analisis faktor, variabel-variabel tersebut dapat diringkas menjadi 5 variabel baru. Kelima variabel tersebut dinamakan faktor, yang dalam faktor tersebut terdapat variabel-variabel yang saling berhubungan satu sama lain dan mencerminkan variabel-variabel aslinya. (Santoso, 2010)

Fungsi utama dari teknik analisis faktor adalah sebagai berikut: (1) untuk mengurangi jumlah variabel dan (2) untuk mendeteksi struktur yang terdapat dalam hubungan antara variabel, maksudnya adalah untuk

(42)

mengklasifikasikan variabel. Oleh karena itu, analisis faktor juga diterapkan sebagai pereduksi data atau sebagai metode dalam mendekteksi struktur dalam variabel-variabel (istilah analisis faktor pertama kali diperkenalkan oleh Thurstone, 1931).

Melalui analisis faktor dapat diketahui faktor yang unggul atau yang dominan dari beberapa variabel yang akan dipilih. Analisis faktor juga dapat membedakan variabel prioritas yang diurut berdasarkan hasil analisis tersebut. (Enas, 2011)

Model analisis faktor adalah sebagai berikut: X1= c11F1+ c12F2 + c13F3 + ... + c1mFm +

ε

X2= c21F1+ c22F2 + c23F3 + ... + c2mFm +

ε

2 X3= c31F1+ c32F2 + c33F3 + ... + c3mFm +

ε

3 ... Xp= cp1F1+ cp2F2 + cp3F3 + ... + cpmFm +

ε

p atau                                                                  p m pm p p p m m m p c c c c c c c c c c c c c c c c     ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 33 32 31 2 23 22 21 1 13 12 11 3 2 1 F F F F X X X X (p x 1) (p x m) (m x1) Keterangannya adalah sebagai berikut:

X1, X2,..., Xp adalah variabel asal. F1, F2,..., Fmadalah faktor bersama

(common factor). cij adalah bobot (loading) dari variabel asal ke-i pada

faktor ke-j.

ε

1,

ε

2,...,

ε

padalah error.

Hubungan antara varians variabel asal dengan varians faktor dan varians error adalah sebagai berikut:

var(Xi) = varians yang dijelaskan oleh faktor untuk variabel

asal ke-i + var(error)

(43)

= hi i 2 = (cicici ...cim)i 2 2 3 2 2 2 1

Besarnya bobot cij dapat diduga dengan menggunakan metode

komponen utama atau dengan kemungkinan maksimum (maximum likelihood). Metode komponen utama terbagi menjadi dua metode yaitu non-iteratif dan iteratif. Nilai dugaan cij yang diperoleh dengan metode

non-iteratif adalah: i x j ji ij s a

c   atau cijaji

j untuk variabel asal yang dibakukan dan cujadalah bobot (loading) dari variabel asal ke-i pada faktor ke-j. aji

adalah koefisien variabel asal ke-i untuk komponen utama ke-j.  adalah j eigen value untuk komponen utama ke-j. sxiadalah simpangan baku

(standard of deviation) variabel asal ke-j.

Ada beberapa asumsi yang harus terpenuhi dalam analisis faktor, yaitu sebagai berikut:

1. Korelasi atau keterkaitan antar variabel harus kuat.

Hal ini dapat diketahui dari nilai determinannya yang mendekati nol. Nilai determinan dari matriks korelasi yang elemen-elemennya mempunyai matriks identitas akan memiliki nilai determinan sebesar satu.

2. Indeks perbandingan jarak antara koefisien dengan koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan harus kecil.

Hal ini dapat diidentifikasi dengan nilai Kaiser-Meyer-Olkin (KMO). KMO adalah salah satu indeks perbandingan jarak antara koefisien dengan koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan. Nilai KMO harus ≥ 0,5 agar analisis faktor dapat dilakukan.

Selain dengan KMO juga digunakan Measure of Sampling Adequacy (MSA). Syarat analisis faktor dapat dilakukan adalah memiliki nilai

(44)

MSA ≥ 0,5. Jika ada variabel yang memiliki nilai MSA < 0,5 maka variabel tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu.

Pada penelitian kali ini, data yang dianalisis terdiri dari beberapa variabel yang diduga dapat memengaruhi seseorang untuk membayar zakat. Penelitian ini menggunakan skala likert agar data kualitatif dapat dikuantitatifkan, skala ini dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Jawaban dari variabel instrumen yang menggunakan skala likert terdiri dari lima tingkat, yaitu sangat setuju, setuju, cukup setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju.

Kelima penilaian tersebut diberi skor sebagai berikut: 1. Jawaban sangat setuju diberi skor 5

2. Jawaban setuju diberi skor 4 3. Jawaban cukup setuju diberi skor 3 4. Jawaban tidak setuju diberi skor 2 5. Jawaban sangat tidak setuju diberi skor 1

Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam analisis faktor dengan software SPSS versi 17 adalah sebagai berikut:

1. Uji kelayakan data dengan melihat nilai indeks Kaiser Meyer-Olkin (KMO), agar dapat dilihat kelayakan data tersebut untuk penelitian. 2. Melihat jumlah faktor yang terbentuk pada tabel total variance

explained.

3. Melihat faktor-faktor apa saja yang masuk ke dalam suatu faktor pada tabel rotated component matrix berdasarkan factor loading terbesar.

(45)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. GAMBARAN UMUM KABUPATEN BOGOR

Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan Jakarta. Pada sebelah Utara, Kabupaten Bogor berbatasan dengan Kota Depok, di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak, di sebelah Barat Daya berbatasan dengan Kabupaten Tangerang, di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta, di sebelah Timur Laut berbatasan dengan Bekasi, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi, dan di sebelah Tenggara berbatasan dengan Cianjur.

Luas wilayah Kabupaten Bogor mencapai 298.838.304 Ha, dengan total 40 kecamatan. Jauh lebih besar dari Kota Bogor yang luasnya sebesar 2.156 Ha dan terdiri dari 6 kecamatan.

Perekonomian Kabupaten Bogor selalu mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun, namun ada kecenderungan nilai pertumbuhannya semakin menurun. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor sempat mencapai 6,04 persen (pada tahun 2007) namun kemudian terus menurun hingga mencapai angka 4,05 persen pada tahun 2009.

Gambar 2. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor

Sumber: Diskominfo Kabupaten Bogor (diolah)

5,85% 5,91% 6,04% 5,58%

4,05%

2005 2006 2007 2008 2009

Pertumbuhan Ekonomi

Kabupaten Bogor

(46)

Aktivitas masyarakat Kabupaten Bogor tidak terlepas dari pengaruh aktivitas kota Jabodetabek. Jaringan jalan yang terdapat di Kabupaten Bogor tercatat sebagai berikut: (1) Jaringan jalan negara sepanjang 122.836 km. (2) Jaringan jalan provinsi sepanjang 126.809 km. dan (3) Jaringan jalan kabupaten sepanjang 1.748.915 km. Adanya prasarana jalan, ikut memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat.

Pendapatan perkapita Kabupaten Bogor pada tahun 2009 mencapai Rp 606 ribu per bulan. Jika dibandingkan dengan tahun 2008, maka pendapatan per kapita pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 8 persen.

Perekonomian Kabupaten Bogor tertumpu pada sektor industri, pertanian dan pariwisata. Di sektor industri, tercatat 57 perusahaan yang berasal dari modal asing dengan nilai Rp 2,288 miliar, dan 20 perusahaan yang berasal dari modal dalam negeri dengan total investasi Rp 503.249 miliar. Wilayah Bogor bagian timur diprioritaskan sebagai sentra pertanian sawah, seperti Kecamatan Cariu, Sukamakmur, Tanjungsari dan sebagian Bogor Barat di Kecamatan Tenjo, Leuwiliang, dan Parung Panjang.

Dalam bidang pariwisata, Pemerintah Kabupaten Bogor membuat program Visit Bogor dengan menargetkan terjadi peningkatan kunjungan dari wisatawan sebesar 20 persen.

Jumlah penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2009 tercatat sebanyak 4.477.296 jiwa. Setiap tahunnya, terjadi penambahan penduduk dengan rata-rata pertumbuhan 5,11 persen per tahun. Pertumbuhan penduduk terbesar terjadi pada tahun 2005, yaitu sebesar 17 persen. Kenaikan ini mungkin dikarenakan semakin bertambahnya kegiatan perekonomian, munculnya perumahan-perumahan baru, serta biaya hidup yang terjangkau, sehingga menarik orang-orang di luar Kabupaten Bogor untuk memilih tinggal di Kabupaten Bogor (Diskominfo, 2011).

Gambar

Tabel 1. Total zakat yang diterima oleh BAZNAS periode  2007-2010
Tabel 2. Persentase estimasi zakat terhadap PDB di beberapa negara  muslim. Negara Z 1 Z 2 Z 3 Mesir 2 3,9 4,9 Indonesia 1 1,7 2 Pakistan 1,6 3,5 4,4 Qatar 0,9 3,7 3,2 Saudi Arabia 1,2 3,7 3,4 Sudan 4,3 6,6 6,2 Siria 1,5 3,1 3,1 Turki 1,9 4,9 7,5 Keteranga
Tabel 3. Potensi zakat industri swasta nasional dan BUMN
Tabel 4. Potensi zakat rumah tangga nasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

brand loyalty (karyawan bersikap loyal terhadap Hotel Sheraton dengan bersikap sesuai identitas Sheraton dan membela Hotel Sheraton saat ada yang mengkritik)

bakpia Mengolah kulit bakpia Mencetak bakpia Memanggang Mengemas bakpia.. 35 Tahun 1991 Pasal 1 yang dimaksud dengan sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah

Selain itu perusahaan juga akan membangun PLTG yang akan menambah kapasitas pembangkit listrik yang ada di Indonesia BKPM baik melalui kantor perwakilannya yang ada di Seoul dan

Berdasarkan indikator persepsi konsumen sepeda motor Honda matic di Dealer Prima Motor memiliki skor sebesar 75,49% yang berada pada posisi cukup baik artinya

Maka, kajian ini dibuat untuk mengkaji gaya pembelajaran di kalangan pelajar Ijazah Sarjana Muda di Fakulti Pengurusan Teknologi dan Perniagaan (FPTP), UTHM yang mempunyai

Dalam penelitian teknik pengumpulan data menggunakan metode Angket.Metodeangketyaitu sejumlah pertanyaan tertulis tentang hal ± hal yang diteliti yang digunakan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Perangkat pembelajaran berbasis inkuiri yang

Langkah-langkah dari metode pengembangan variasi latihan bodyweight training untuk melatih kekuatan otot perut pada pencak silat di PPLM II Jatim Kota Malang