• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Mutu pendidikan dapat ditingkatkan dan itu. membutuhkan suatu usaha. Pemerintah atau individu sudah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. manusia. Mutu pendidikan dapat ditingkatkan dan itu. membutuhkan suatu usaha. Pemerintah atau individu sudah"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan sangat penting bagi perkembangan kehidupan manusia. Mutu pendidikan dapat ditingkatkan dan itu membutuhkan suatu usaha. Pemerintah atau individu sudah melakukan banyak usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu usaha pemerintah itu adalah menggerakkan program gemar membaca atau istilahnya program literasi. Program literasi pemerintah itu dinamakan program Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Dengan gemar membaca, banyak pengetahuan yang akan kita peroleh. Di dunia pendidikan sekarang ini, pengetahuan sangat diperlukan untuk meningkatkan mutu pendidikan untuk menghadapi persaingan di segala bidang baik ditingkat daerah, regional, nasional atau internasional. Selain usaha, membaca membutuhkan suatu sarana yaitu buku, karena ada pepatah bahwa “buku adalah jendela dunia”. Kegiatan membaca buku merupakan suatu cara untuk membuka jendela pengetahuan

(2)

2

supaya kita dapat mengetahui lebih banyak hal tentang dunia yang belum kita ketahui sebelumnya.

Dalam era revolusi 4.0, sumber membaca tidak hanya melalui buku yang manual tetapi juga dapat melalui media yang lebih canggih yang lain seperti media massa, media tehnologi informasi dan komputer, media tehnologi digital dan media lainnya. Menurut Cosmas Maphosa dan Sithulisiwe Bhebhe (2019) dalam European Journal of Education Studies berjudul Digital Literacy: A must for open distance and e-learning (odel) students. Berdasarkan penelitian tersebut dapat dipahami bahwa literasi adalah pengembangan sehingga memahami literasi digital dengan cara ini penting; kami menguasai bahasa dan menjadi semakin mahir dari waktu ke waktu dan akhirnya mencapai tingkat kefasihan. Pengetahuan atau informasi yang diperoleh baik dari buku dan media lainnya itu juga memerlukan waktu dan niat, maka dilakukanlah kegiatan pembiasaan yaitu pembiasaan membaca. Oleh karena itu, pembiasaan membaca harus ditumbuhkan sejak usia dini.

(3)

3

Literasi sangat penting karena kegiatan literasi sangat banyak keuntungannya. Salah satu keuntungan dari literasi adalah melatih diri untuk lebih terbiasa dalam membaca apapun dan dari membaca itu mereka dapat menyerap informasi tentang apa yang dibaca serta merangkumnya dengan menggunakan bahasa yang dipahaminya. Dalam rangka menggerakkan gemar membaca di Sekolah Menengah Pertama (SMP), pemerintah mengeluarkan buku Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Pertama, yang didalamnya terdapat satu tujuan umum dan tujuan khusus.

Dari tujuan literasi tersebut diharapkan pendidikan di Indonesia tidak terjadi masalah bagi penduduknya. Apabila ada masalah kurangnya pengetahuan maka untuk mengatasi masalah itu, penduduk di Indonesia perlu diarahkan untuk melaksanakan program gemar membaca dan gemar berkomunikasi baik secara lesan atau tertulis sehingga pendidikan akan layak didapatkan oleh semua penduduknya. Sehingga penduduk yang buta huruf dapat dibantu dengan belajar melalui program literasi sehingga mereka akan mudah dalam berkomunikasi. Komunikasi itu sangat

(4)

4

penting dan itu berhubungan dalam hal berliterasi. Apabila komunikasi berjalan dengan baik maka literasi akan terlaksana dengan baik juga. Apabila literasi berjalan dengan baik maka mutu pendidikan akan meningkat. Sehingga literasi sangat penting untuk meningkatkan mutu dan kualitas sumber daya manusia.

Untuk mengatasi masalah literasi dan meningkatkan mutu pendidikan khususnya meningkatkan rangking literasi Indonesia, maka pemerintah telah mengeluarkan buku Panduan Gerakan Literasi Sekolah di SMP. Menurut peneliti, memang ada kelemahan yang terdapat pada buku pedoman GLS SMP dari pemerintah yaitu buku Panduan Gerakan Literasi Sekolah di SMP, seperti belum tersedianya contoh model program kegiatan literasi yang variatif, materi- materinya yang belum real, petunjuk atau rencana literasi harian atau jadwal harian terprogram belum jelas dan tema-tema harian atau evaluasi dan tindak lanjut literasinya belum ada. Selanjutnya program kegiatan GLS untuk guru, tenaga kependidikan dan siswa kurang jelas dan bahkan nyaris tidak ada sosialisasi oleh pemerintah sehingga guru kurang

(5)

5

memahami tentang program GLS ini. Namun, buku panduan GLS pemerintah terdapat kelebihannya juga yaitu adanya gambaran tema atau sumber buku yang harus dibaca dan ada panduan waktu kapan siswa harus melakukan kegiatan GLS di sekolah.

Menurut survei, kegiatan literasi di Indonesia masih dalam kategori rendah. Ini dibuktikan melihat perbandingan literasi dunia saat ini, tingkat literasi di Indonesia masih memprihatinkan. Pembelajaran di Indonesia saat ini belum mampu mewujudkan peserta didik yang mampu memahami informasi secara analistis, kritis dan reflektif. Ini didasarkan data PIRLS dalam ujiliterasi yang dilaksanakan oleh IEA tahun 2011, Indonesia menduduki rangking ke- 45 dari 48 negara yang menjadi peserta (Dirjendikdasmen Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016: 1).

Dalam hal survei gemar membaca, tingkat literasi membaca di Indonesia juga dalam kategori rendah. Pemahaman membaca siswa Indonesia diuji oleh OECD - Organization for Economic Cooperation and Development yaitu Organisasi untuk kerjasama dan Pembangunan Ekonomi dalam Programme for

(6)

6

International Student Assessment (PISA). Dalam uji literasi PISA tahun 2009 peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke 57, sedangkan data PISA 2012 menunjukkan bahwasiswa Indonesia berada pada rangking ke 64. Sebanyak 65 negara berpartisipasi dalam PISA 2009 dan 2012 tersebut. OECD melaksanakan penilaian tiga tahunan atas budaya literasi 72 negara melalui PISA melansir banwa indeks budaya literasi siswa antar bangsa. Indeks literasi membaca hanya naik satu poin: Pada tahun 2012 sebesar 396 dan naik satu poin menjadi 397 pada 2015 dan hasilnya, Indonesia masih berada di urutan 60, setingkat di atas Bostwana, masih di bawah Thailand di urutan 59 atau Maroko di urutan 58 (Dirjendikdasmen, 2016). Hasil skor PISA, rangking membaca atau literasi Indonesia menurun dan masuk peringkat ke-72 dari 78 negara dengan poin 371 pada tahun 2018. Penyerahan hasil PISA 2018 untuk Indonesia telah diberikan Yuri Belfali (Head of Early Childhood and Schools OECD) kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim di Gedung Kemendikbud Jakarta pada hari Selasa (3/12/2019).

(7)

7

Sesuai survei dalam penelitian, kegemaran membaca oleh siswa di Indonesia dinyatakan menurun. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Suci Susilowati tahun 2016 dengan judul Meningkatkan Kebiasaan Membaca Buku Informasi Pada Anak Sekolah Dasar menunjukkan bahwa dalam penelitian 20 tahun terakhir ini, dinyatakan Indonesia mengalami penurunan dalam hal kebiasaan membaca buku. Ada beberapa hal yang diduga menjadi faktor rendahnya kebiasaan dalam membaca di Indonesia adalah manajemen GLS seperti perencanaan kurang tersusun disekolah itu.

Faktor masih rendahnya minat baca juga terdapat dalam penelitian oleh Hamdan Husein Batubara dan Dessy Noor Ariani tahun 2018 dengan judul Implementasi Program Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar Negeri Gugus Sungai Miai Banjarmasin mengatakan bahwa, ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya minat baca masyarakat Indonesia yaitu manajemen GLS seperti perencanaan dan pelaksanaan kurikulum pendidikan dan metode pembelajaran yang diterapkan belum mendukung perkembangan kompetensi literasi siswa, banyaknya

(8)

8

program televisi yang tidak mendidik dan kecanduan teknologi, dan terdapat juga suatu kebiasaan masyarakat yang lebih suka berbicara dan mendengar dibandingkan dengan membaca dan menulis.

Sama halnya seperti penelitian- penelitian diatas, dalam survei yang nyata yang dilakukan oleh peneliti di sebuah SMP dalam praktek GLS dinyatakan bahwa walaupun sudah dikeluarkan buku panduan Gerakan Literasi Sekolah; siswa masih kurang antuasias dalam berliterasi sehingga program literasinya masih hanya pada batas membaca sebagai pembiasaan saja dan nilai karakter siswa belum terbentuk serta belum menghasilkan produk yang dapat dipublikasikan. Ini terbukti berdasarkan survei 5 guru dan 63 siswa di SMP Negeri 1 Bawen pada tanggal 4 – 9 Pebruari 2019 dengan hasilnya bahwa hampir 80 % program kegiatan literasi di sekolah ini dalam kegiatan harian literasinya hanya membaca dengan merangkum bacaan atau ditulis dibuku literasi, dikumpulkan dan ditandatangani guru saja sehinga model literasinya monoton dan kurang variatif sejumlah 84% serta 100% hasil survei menyatakan produk literasi belum ada atau

(9)

9

belum dipublikasikan. Selain itu, gurupun kurang mampu untuk membuat program, langkah-langkah atau metode bahkan model untuk berliterasi kurang efektif khususnya di dalam kelas dan di sekolah pada umumnya. Sehingga guru atau tenaga pendidik dan siswa malas melaksanakan kegiatan literasi secara maksimal karena model berliterasinya tidak mengena dan terutama manajemen GLS yang diterapkan sekolah ini kurang ada perencanaan, pengorganisasian dan tidak ada evaluasi.

Dari buku Panduan Gerakan Literasi Sekolah di SMP tahun 2016 memang dituliskan 3 tahap gerakan literasi sekolah di SMP yaitu pembiasaan, pengembangan dan pembelajaran. Berdasarkan survei kegiatan literasi di SMP Negeri 1 Bawen tanggal 4 – 9 Pebruari 2019, kegiatan literasi sekolah ini kegiatannya baru dilaksanakan hanya membaca dan meringkas selama 15 menit saja atau 30 menit setiap 2 hari sekali dan belum pada tahap pengembangan apalagi sampai tahap pembelajaran. Hasil survei dari sekolah ini juga dinyatakan bahwa 70% kegiatan literasinya belum pernah dilakukan evaluasi hasil literasi dari tujuan literasi

(10)

10

ini. Ini berarti fungsi manajemen GLS tahap evaluasi tidak dilaksanakan secara maksimal.

Dari survei pendahuluan penelitian di sekolah ini, berarti GLS di SMP ini kurang ada perencanaan yang matang, pengorganisasian Tim Literasi Sekolah (TLS) kurang berdaya guna, pelaksanaan GLS kurang efektif dan pengawasan serta evaluasinya belum terlaksana. Melihat survei diatas, maka disimpulkan manajemen GLS di SMP ini yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan atau evaluasi kurang efektif dan efisien.

Melihat kenyataannya dari data survei literasi tingkat inetrnasional dan survei literasi tingkat sekolah, maka kegiatan literasi di tingkat sekolah diperlukan model manajemen GLS yang tepat baik perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasinya. Sehingga kegiatan literasi sekolah akan lebih terarah dan sekolah akan mendapatkan model GLS yang sesuai dan tepat. Program literasi akan berhasil maksimal, ini tergantung juga dalam model literasi yang diterapkan yang mana didalamnya terdapat manajemen GLS yang disusun oleh suatu sekolah.

(11)

11

Model dan penyusunannya harus yang variatif dan menarik serta manajemennya harus baik. Dengan model dan program yang tepat maka program GLS akan berjalan lancar, bervariatif, efektif dan hasilnya akan maksimal dengan nilai karakter siswanya dapat dikembangkan. Sehingga produk literasi yang dilaksanakan oleh siswa dan guru akan dapat dihasilkan seperti yang diharapkan sekolah maupun pemerintah.

Dari data- data diatas bisa dipaparkan bahwa dalam ketrampilanmemahami suatubacaan menunjukkan kemampuan memahami bacaan siswa Indonesia masih tergolong rendah. Rendahnya keterampilan untuk pengetahuan tersebut membuktikan bahwa proses pendidikan belum mengembangkan kemampuandan minat siswa terhadap pengetahuan. Padahal anggaran negara untuk bidang pendidikan sangat besar. Namun, itu rupa- rupanya dana yang sangat besar itu harusnya boleh diikuti dengan prestasi yang diharapkan.

Menurut peneliti, model GLS yang dipergunakannya di sekolah- sekolah kurang atau tidak tepat karena manajemen GLS yang disusun dan diaplikasikan kurang baik seperti pada tahap

(12)

12

perencanaan misalnya menganalisis kebutuhan (sarana dan prasarana, materi, anggaran GLS dan lainnya) kurang maksimal; pengorganisasiannya seperti koordinasi Tim Literasi Sekolah dan tupoksinya dan jadwal kurang jelas; pelaksanaan GLS tentang persiapan kurang terencana; dan pengawasan atau evaluasinya jarang atau tidak pernah dilakukan. Itulah yang dilakukan oleh sekolah- sekolah pelaksana GLS khususnya tingkat SMP saat ini yang asal melaksanakan kegiatan GLS tanpa memikirkan model manajemen GLS yang tepat. Hal inilah yang menjadi kendala atau masalah bagi pelaksana GLS dan berdampak dalam penentuan serta penerapan model manajemen GLS yang dipakai. Maka untuk mengatasi permasalahan mendesak tersebut, perlu dikembangkan model manajemen Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Pengembangan model manajemen GLS di SMP yang praktis dengan mengacu pada buku panduan Gerakan Literasi Sekolah di SMP dari pemerintah perlu dibuat. Peneliti berusaha membuatkan model manajemen GLS untuk mempermudah pelaksanaan kegiatan literasi di SMP sehingga kegiatan GLS akan lebih nyata penerapannya karena panduan GLS dari

(13)

13

pemerintah masih merupakan panduan literasi yang masih bersifat umum dan masih sulit untuk dipahami dan sulit diaplikasikan. Maka setelah melihat diagnosa-diagnosa kasus diatas, sekali lagi maka perlu disusunlah pengembangan model manajemen GLS di SMP.

Diharapkan pengembangan model manajemen GLS di SMP ini bertujuan yang jelas yaitu meningkatkan minat baca siswa dan diasumsikan untuk menjadikan model manajemen ini menjadi kebutuhan para guru, karyawan, dan siswa dalam mengefektifkan dan mengoptimalkan kegiatan literasi sekolah serta diharapkan guru, karyawan dan siswa mau melaksanakan program GLS dengan lebih baik. Diharapkan kegiatan GLS dengan model manajemen ini lebih spesifik dan modelnya tidak monoton dan hasil akhirnya dapat menghasilkan produk walaupun produk yang sederhana dan karakter siswapun terbentuk juga. Dengan model ini juga, diharapkan kendala berliterasi akan teratasi, kebutuhan akan tersedianya strategi atau model manajemen GLS di SMP ini akan mempermudah penyusunan program kegiatan literasi di SMP. Pengembangan

(14)

14

model manajemen inipun diharapkan tidak hanya dapat diterapkan di SMP tetapi juga dapat diterapkan di semua jenjang sekolah.

Oleh sebab itu, pengembangan model manajemen GLS SMP ini sangat penting dan mendesak untuk dibuat agar guru, karyawan dan siswa dapat menggunakannya untuk meningkatkan wawasan atau pengetahuan dan ketrampilan dengan menumbuhkan budi pekerti serta karakter siswa. Sehingga melalui model manajemen GLS ini, pelaksanaan literasi sekolah akan sukses, rangking literasi dan mutu pendidikan di Indonesia akan meningkat.

1.2 Rumusan masalah

Pengembangan model manajemen Gerakan Literasi Sekolah (GLS) di SMP seperti apakah yang dapat digunakan oleh sekolah untuk membantu guru dalam penyusunan program kegiatan literasi sekolah di SMP? Masalah penelitian ini dirinci sebagai berikut:

(15)

15

a. Bagaimana manajemen Gerakan Literasi Sekolah (GLS) di SMP saat ini?

b. Bagaimana kelebihan dan kelemahan manajemen GLS SMP saat ini?

c. Bagaimana mengembangkan model manajemen Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang efektif di SMP?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menghasilkan model manajemen GLS di SMP yang dapat digunakan oleh guru sebagai panduan untuk membantu guru dalam penyusunan program kegiatan literasi sekolah sebagai berikut:

a. Memperoleh gambaran manajemen (perencanaaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi atau pengawasan) Gerakan Literasi Sekolah di SMP saat ini. b. Mengetahui kelebihan dan kelemahan manajemen GLS

SMP saat ini.

c. Mengembangkan model manajemen Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang efektif di SMP.

(16)

16 1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis

Melalui pengembangan ini, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi atau sumbangan pengetahuan di bidang pengembangan model manajemen Gerakan Literasi Sekolah (GLS) untuk SMP.

1.4.2 Manfaat praktis

a. Model manajemen GLS ini diharapkan dapat membantu dalam pelaksanaan kegiatan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang terkonsep dan terprogram sehingga capaian program GLS terwujud dan akhirnya tujuan GLS juga tercapai secara maksimal.

b. Model manajemen GLS ini diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam melaksanakan kegiatan GLS di SMP.

(17)

17

1.5 Spesifikasi Produk yang dikembangkan

Dari penelitian ini akan dihasilkan model manajemen Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah Pertama. Produk yang dikembangkan adalah sebuah model prosedural, yang mana didalamnya terdapat rangkaian langkah kegiatan untuk mencapai suatu tujuan yaitu pencapaian maksimal manajemen gerakan literasi sekolah. Model manajemen GLS SMP dikembangkan berdasarkan prosedur pengembangan model oleh Borg and Gall dalam Sugiyono (2012) yang diintegrasi dengan model ADDIE yang meliputi tahap Analyze, Design, Development, Implementation dan Evaluation. Model tersebut menjelaskan komponen manajemen GLS, yaitu dari tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi.

Setiap tahap dilengkapi dengan komponen- komponen yang disediakan untuk kegiatan GLS di SMP. Model ini berisi: (1) rasional pelaksanaan GLS; (2) materi atau tahapan GLS; (3) perencanaan GLS yang meliputi identifikasi kebutuhan, perumusan tujuan, penyusunan program, materi, metode, media, serta buku panduan; (4) pengorganisasian GLS yang meliputi tim

(18)

18

GLS dan tupoksinya, jadwal, waktu, dan tempat GLS serta evaluasinya; (5) pelaksanaan yang meliputi persiapan, pelaksanaan dan pengakhiran GLS; (6) evaluasi yang meliputi evaluasi program, pelaksanaan dan evaluasi hasil.

1.6 Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan

Asumsi pengembangan model ini adalah pelaksana program GLS SMP ini yaitu Tim Literasi Sekolah (TLS), guru, karyawan dan siswa SMP kurang antusias dan kurang berminat berliterasi serta model manajemen GLS yaitu tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan atau evaluasi yang dilaksanakan disekolah ini kurang tepat sehingga kegiatan literasi kurang atau tidak berjalan dengan baik dan masih banyak kendala dikarenakan ada keterbatasan model manajemen GLS di SMP Negeri 1 Bawen seperti fasilitas literasi di SMP ini kurang memadahi misalnya buku, pojok baca dan sebagainya serta belum difasilitasi dengan tehnologi elektronik. Itulah masalah yang saat ini terjadi pada kenyataan dalam program GLS di SMP.

(19)

19

Dengan diagnosa seperti diatas maka perlu ada sesuatu yang harus dilakukan untuk menggiatkan kembali program GLS di SMP yaitu dengan adanya pengembangan model manajemen GLS. Adapun model manajemen GLS meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi atau pengawasan dalam kegiatan GLS di SMP beserta komponen- komponennya. Dari uraian yang terkonsep diatas, diharapkan model ini dapat mengatasi masalah yang umumnya terjadi disekolah dalam kegiatan GLS dan kegiatan GLS di SMP pada khususnya.

Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah subyek uji coba model ini hanya dilakukan pada satu sekolah di Bawen, sehingga model ini perlu penyempurnaan dan belum membuktiknn 100% model ini dapat memecahkan semua masalah yang dialami sekolah di semua kegiatan GLS di SMP dan pengembangan ini akan dilakukan dengan membuat model yang difokuskan hanya pada model manajemen Gerakan Literasi Sekolah (GLS) tingkat Sekolah Menengah Pertama.

Referensi

Dokumen terkait

Dan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah permasalah yang dihadapi oleh guru dalam memberikan pembelajaran agama pada anak yang meliputi kurangnya minat dan keterlibatan siswa

LIBOR rate bersifat volatile karena berubah-ubah (ditetapkan setiap awal 6 bulan). LIBOR rate yang berubah-ubah ini menunjukkan bahwa suku bunga yang harus dibayarkan

selaku Ketua Program Studi Teknik Industri Universitas Atma Jaya Yogyakarta, serta selaku Dosen Pembimbing 1 yang telah sabar membimbing, meluangkan waktu, memberikan

Dari data hasil penelitian, pada komunikasi ke bawah yaitu dari Indomanutd pusat dengan setiap region adalah melalui beberapa tahap yaitu pesan atau informasi

RENSTRA Realisasi Tingkat Kemajuan 1 2 3 4 5 Meningkatnya profesionalisme aparatur perencanaan pembangunan Persentase aparatur perencana Bappeda yang memiliki

Aplikasi pada Tata Guna Lahan, yaitu bangunan mengikuti kontur tanah, akses pejalan kaki antar gedung yang aman tanpa adanya jalur pejalan kaki dari bangunan ke

Apabila pengendalian intern penjualan kredit sudah baik dan jelas maka dalam pengelolaan piutangnya perusahaan akan dimudahkan karena tidak menghasilkan dampak buruk

Metode yang di gunakan sebagai alat analisis dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan Analisis Kontribusi, yaitu suatu alat analisis yang digunakan untuk