• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Pengertian Loyalitas konsumen

Menurut Kotler (2006), loyalitas adalah sebuah komitmen untuk membeli kembali produk atau jasa dimasa yang akan datang meskipun dipengaruhi oleh situasi dan keadaan pasar yang dapat menyebabkan perubahan perilaku.

Menurut schiffman dan Kanuk (2004), Loyalitas konsumen (Brand Loyality) adalah preferensi konsumen secara konsisten untuk melakukan pembelian pada merek yang sama pada produk yang spesifik atau kategori pelayanan tertentu. Loyalitas konsumen adalah sebuah komitmen yang kuat dalam berlangganan atau membeli suatu merek secara konsisten di masa yang akan datang.

Menurut Lau dan Lee (1999), loyalitas konsumen telah dikonseptualisasikan sebagai pola aktual pembelian dari suatu merek, atau perilaku niat beli terhadap merek. Terdapat sebuah hubungan yang sangat kuat antara perilaku niat beli terhadap suatu merek dan perilaku actual pembelian merek.

Menurut Aaker (2008) mendefinisikan loyalitas konsumen merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan terhadap sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang kemungkinan seorang pelanggan beralih ke produk lain terutama pada suatu merek tersebut didapatinya adanya perubahan, baik menyangkut persepsi harga atau atribut lain.

(2)

Rangkuti (2004) menjelaskan bahwa loyalitas konsumen dapat diukur melalui :

1. Behavior measures ( Langkah-langkah perilaku )

Suatu cara langsung untuk menentukan loyalitas terutama untuk

habitual behavior (perilaku kebiasaan) adalah dengan memperhitungkan pola

pembelian actual.

2. Measuring switch cost (Mengukur biaya sakelar)

Pengukuran pada variabel ini dapat mengidentifikasikan loyalitas pelanggan dalam suatu merek. Pada umumnya jika biaya untuk mengganti merek sangat mahal, pelanggan akan enggan untuk berganti merek sehingga laju penyusutan kelompok pelanggan dari waktu ke waktu akan rendah. 3. Measuring satisfaction (Mengukur kepuasan)

Pengukuran terhadap kepuasan atau ketidakpusan pelanggan suatu merek merupakan indikator paling penting dalam loyalitas konsumen. Bila ketidakpuasan pelanggan terhadap suatu merek rendah, maka pada umumnya tidak cukup alasan bagi pelanggan untuk berpindah ke merek lain kecuali bila ada factor penarik yang cukup kuat.

4. Measuring liking brand (Mengukur kesukaan merek)

Kesukaan terhadap merek, kepercayaan, perasaan hormat atau bersahabat dengan suatu merek membangkitkan kehangatan dan kedekatan dalam perasaan pelanggan. Akan sulit bagi merek lain untuk menarik pelanggan yang berada dalam tahap ini. Ukuran rasa suka tersebut adalah

(3)

kemauan untuk membayar persepsi harga yang lebih mahal untuk mendapatkan produk tersebut.

5. Measuring commitment (Mengukur Komitmen)

Salah satu indikator kunci adalah jumlah interaksi dan komitmen pelanggan terkait dengan produk tersebut. Kesukaan pelanggan akan suatu merek akan mendorong mereka untuk membicarakan merek tersebut kepada orang lain baik dalam taraf menceritakan atau sampai tahap merekomendasikan.

2.1.1.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Loyalitas

Menurut Dharmmesta (1999) dalam Nurullaili (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas adalah faktor persepsi harga, pelayanan, kualitas produk, dan promosi.

1. Persepsi harga

Persepsi harga adalah sejumlah uang (ditambah beberapa barang kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanannya.

2. Pelayanan

Proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung.

3. Kualitas Produk

Suatu nilai dari produk atau jasa, dimana nilai produk atau jasa sesuai dengan apa yang diharapkan atau melebihi apa yang diharapkan sehingga produk atau jasa tersebut dapat memenuhi kebutuhan pemakainya.

(4)

4. Promosi

Aktivitas pemasaran yang berusaha untuk menyebarkan informasi dimana mempengaruhi/membujuk, dan mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan. Beberapa jenis promosi yang sering disebut sebagai bauran promosi menurut Swasta (2009) adalah : periklanan, promosi penjualan, personal selling dan public relation.

Selanjutnya faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas konsumen menurut Marconi (dalam Doyo 2006) sebagai berikut:

1. Nilai (persepsi harga dan kualitas)

Pengurangan di dalam standar kualitas dari suatu merekakan mengecewakan konsumen bahkan konsumen yang paling loyal sekalipun begitu juga dengan perubahan persepsi harga. Karena itu pihak perusahaan harus mengontrol kualitas merek beserta persepsi harganya.

2. Citra (baik dari kepribadian yang dimilikinya dan reputasi dari merek tersebut)

Produk yang memiliki citra yang baik akan dapat menimbulkan loyalitas konsumen pada merek.

3. Kenyamanan dan kemudahan untuk mendapatkan produk

Dalam situasi yang penuh tekanan dan permintaan terhadap pasar yang menuntut akan adanya kemudahan, pihak perusahaan dituntut untuk menyediakan produk yang nyaman dan mudah untuk didapatkan.

(5)

Konsumen akan loyal terhadap suatu produk bila ia mendapatkan kepuasan dari produk tersebut. Karena itu, bila konsumen mencoba beberapa macam produk melampaui kriteria kepuasan kepuasan produk atau tidak. Bila setelah mencoba dan responnya baik, maka berarti konsumen tersebut puas sehingga akan memutuskan membeli produk tersebut secara konsisten sepanjang waktu.

5. Pelayanan

Kualitas pelayanan yang baik yang ditawarkan oleh perusahaan dapat mempengaruhi loyalitas konsumen pada merek tersebut.

6. Garansi dan jaminan.

2.1.1.2. Karakteristik Loyalitas Konsumen

Karakteristik loyalitas konsumen menurut Tjiptono (2000) dibagi menjadi tiga, yaitu :

1. Setia kepada produk perusahaan

Artinya pelanggan yang cenderung atau terikat pada produk tersebut dan akan membeli kembali produk yang sama, sekalipun tersedia banyak alternatif.

2. Merekomendasikan perusahaan kepada orang lain

Dimana pelanggan melakukan komunikasi melalui mulut ke mulut berkenaan dengan produk tersebut.

3. Melakukan pembelian ulang yang konsisten

Pelanggan melakukan pembelian secara continue pada satu produk tertentu.

(6)

2.1.1.3. Indikator Loyalitas Konsumen

Indikator loyalitas konsumen menurut Griffin (2005) dalam bukunya ada empat, yaitu :

1. Melakukan pembelian secara teratur

Pelanggan yang telah melakukan hubungan transaksi dengan perusahaan dan merasa puas dengan apa yang di proleh akan membentuk hubungan yang erat sehingga pelanggan tersebut akan melakukan pembelian secara teratur.

2. Membeli antarlini produk dan jasa

Pelanggan bukan hanya membeli produk satu jenis sesudah yang lainnya, tetapi mereka membeli aksesoris untuk produk mereka, yang dimana mungkin pelanggan menambah item-item dari produk yang dibelinya.

3. Mereferensikan kepada orang lain

Pelanggan yang selalu merekomendasikan produk kepada orang lain adalah asset terbesar bagi perusahaan, dimana pelanggan ini selain merekomendasikan akan selalu membeli produk dan merek perusahaan. 4. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan

Para pelanggan menolak untuk mengakui ada jenis-jenis produk lain, mereka yakin dengan produk yang mereka gunukan saat ini.

2.1.2. Pengertian Persepsi harga

Persepsi harga merupakan salah satu dari bauran pemasaran yang bersifat fleksibel dimana setiap saat dapat berubah menurut waktu dan tempatnya.

(7)

Persepsi harga dijadikan acuan oleh konsumen pada saat melihat produk atau jasa tertentu untuk memutuskan bahwa mereka akan membeli produk atau jasa tersebut atau tidak. Menurut Kotler dan Armstrong (2012), persepsi harga merupakan sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh konsumen untuk mendapatkan sebuah produk atau jasa yang dibutuhkan atau diinginkan konsumen. Menurut definisi tersebut konsumen harus membayar suatu produk atau jasa yang mereka butuhkan atau inginkan dengan membayar sejumlah uang yang telah ditetapkan. Selain itu persepsi harga juga dapat diartikan sebagai satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang dan jasa (Tjiptono, 2007). Dengan demikian persepsi harga menjadi unsur penting yang dijadikan suatu proses pertukaran terhadap suatu produk atau jasa oleh konsumen dan juga menjadi unsur penting dalam perusahaan karena persepsi harga menjadi income untuk keberlangsungan perusahaan.

2.1.2.1. Faktor-Faktor dalam Menentukan Kebijakan Penetapan Persepsi harga

Adanya tujuan penetapan dari persepsi harga karena secara langsung mempengaruhi kebijakan dalam penetapan persepsi harga. Dalam penetapan persepsi harga ada baiknya sesuai dengan tujuan perusahaan dan pemasaran. Stanton (2004) menyebutkan ada beberapa faktor yang menentukan dalam kebujakan penetapan persepsi harga, yaitu :

(8)

Ada dua langkah yang dapat dilakukan dalam memperkirakan permintaan produk, yaitu menentukan apakah ada persepsi harga tertentu yang diharapkan oleh pasar dan memperkirakan volume penjualan atas dasar persepsi harga yang berbeda-beda.

2. Target Pangsa Pasar

Perusahaan yang berupaya meningkatkan pangsa pasarnya bisa menetapkan persepsi harga dengan lebih agresif dengan persepsi harga yang lebih rendah dibandingkan perusahaan lain yang hanya ingin mempertahankan pangsa pasarnya. Pangsa pasar dipengaruhi oleh kapasitas produksi perusahaan dan kemudahan untuk masuk dalam persaingan pasar. 3. Reaksi Pesaing

Adanya persaingan baik yang sudah ada maupun yang masih potensial, merupakan faktor yang mempunyai pengaruh penting dalam menetukan persepsi harga dasar suatu produk. Persaingan biasanya dipengaruhi oleh adanya produk serupa, produk pengganti atau substitusi, dan adanya produk yang tidak serupa namun mecari konsumen atau pangsa pasar yang sama.

4. Penggunaan Strategi Penetapan Persepsi harga: Penetrasi Rantai Saringan

Untuk produk baru, biasanya menggunakan strategi penetapan persepsi harga saringan. Strategi ini berupa penetapan persepsi harga yang tinggi dalam lingkup persepsi harga-persepsi harga yang diharapkan atau persepsi harga yang menjadi harapan konsumen. Sedangkan strategi

(9)

berikutnya yaitu strategi penetapan persepsi harga penetrasi. Strategi ini menetapkan persepsi harga awal yang rendah untuk suatu produk dengan tujuan memperoleh konsumen dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang cepat.

5. Produk, Saluran Distribusi dan Promosi

Untuk beberapa jenis produk, konsumen lebih memilih membeli produk dengan persepsi harga yang lebih murah dengan kualitas dan kriteria yang mereka perlukan. Sebuah perusahaan yang menjual produknya langsung kepada konsumen dan melalui distribusi melakukan penetapan persepsi harga yang berbeda. Sedangkan untuk promosi, persepsi harga produk akan lebih murah apabila biaya promosi produk tidak hanya dibebankan kepada perusahaan, tetapi juga kepada pengecer.

6. Biaya Memproduksi atau Membeli Produk

Seorang pengusaha perlu mempertimbangkan biaya-biaya dalam produksi dan perubahan yang terjadi dalam kuantitas produksi apabila ingin dapat menetapkan persepsi harga secara efektif.

2.1.2.2. Indikator Persepsi harga

Menurut Kotler dan Amstrong (2012), didalam variabel persepsi harga ada beberapa unsure kegiatan utama persepsi harga yang meliputi daftar persepsi harga, diskon, potongan persepsi harga, dan periode pembayaran.

Dalam penelitian ini, pengukuran persepsi harga diukur dengan indikator sebagai berikut :

(10)

Konsumen akan melihat terlebih dahulu persepsi harga yang tercantum pada sebuah produk, karena sebelum membeli konsumen sudah berpikir tentang system hemat yang tepat. Selain itu konsumen dapat berfikir tentang persepsi harga yang ditawarkan memiliki kesesuaian dengan produk yang telah dibeli. (Schiffman dan Kanuk dalam Rahma, et, al., 2012,p4). 2. Daftar harga (list Price)

Daftar harga adalah informasi mengenai persepsi harga produk yang ditawarkan agar konsumen mempertimbangkan untuk membeli. (Kotler dan Kevin Lane Keller, 2009, p63).

3. Potongan Persepsi harga Khusus (Allowance)

Potongan persepsi harga khusus oleh potongan persepsi harga yang diberikan produsen / penjual kepada konsumen pada saat event tertentu. (Kotler dan Kevin Lane Keller, 2009, p63).

4. Persepsi harga yang dipersepsikan

Yaitu persepsi pelanggan terhadap persepsi harga yang diterima, apakah tinggi, rendah, atau adil. (Schiffman dan Kanuk dalam Rahma, et, al.,2012,p4).

2.1.3. Periklanan

2.1.3.1. Pengertian Periklanan

Iklan menjadi salah satu bentuk dari komunikasi pemasaran bersama dengan komponen lainnya yang berasal dari promosi yaitu personal selling, promosi penjualan dan publisitas. Periklanan menurut Kotler (2002) didefinisikan

(11)

sebagai segala bentuk penyajian non personal dan promosi ide, barang, atau jasa oleh suatu sponsor tertentu yang memerlukan pembayaran. Dalam membuat program periklanan manajemen pemasaran selalu memulai dengan mengidentifikasi pasar sasaran dan motif pembeli. Sedangkan Morissan (2010) menjelaskan bahwa iklan merupakan salah satu bentuk promosi yang paling dikenal dan paling banyak dibahas orang, hal ini karena daya jangkauannya luas. Periklanan menjadi cara yang efektif dalam menyebarkan peran, membangun preferensi kesan merek, maupun motivasi konsumen.

Pengertian iklan dan periklanan mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah bahwa keduanya merupakan pesan yang ditujukan kepada khalayak. Perbedaannya yaitu iklan lebih cenderung kepada produk atau merupakan hasil dari periklanan, sedangkan periklanan merupakan keseluruhan proses yang meliputi penyiapan, perencanaan pelaksanaan, dan pengawasan penyampaian iklan (Sri,2012). Iklan mampu mengkomunikasikan kepada banyak orang dalam satu waktu untuk dikenal lebih banyak orang. Iklan memiliki keunggulan untuk mampu menjangkau massa misalnya melalui jaringan televisi nasional, tetapi juga mungkin hanya menjangkau target yang sempit dari sejumlah pelanggan, seperti iklan televisi melalui jaringan kabel yang ditargetkan atau melalui iklan cetak dalam majalah perdagangan .

2.1.3.2. Tujuan Periklanan

Tujuan periklanan umumnya mengandung misi komunikasi. Periklanan adalah komunikasi massa dan harus dibayar untuk menciptakan kesediaan menanamkan informasi, mengembangkan sikap atau adanya suatu tindakan yang

(12)

menguntungkan bagi pengiklan. Jaiz (2014) dalam bukunya mengatakan bahwa secara umum iklan mempunyai danpak untuk :

1. Menarik calon konsumen menjadi konsumen yang loyal selama jangka waktu tertentu.

2. Mengembangkan sikap positif calon konsumen yang diharapkan dapat menjadi pembeli yang potensial pada masa mendatang.

2.1.3.3. Manfaat Periklanan

Jaiz (2014) dalam bukunya mengatakan bahwa ada tiga manfaat periklanan, yaitu :

1. Iklan memperluas alternatif bagi konsumen. Dengan adanya iklan, konsumen dapat mengetahui adanya berbagaiproduk/jasa yang pada gilirannya melahirkan adanya pilihan.

2. Iklan membantu produsen menimbulkan kepercayaan bagi konsumen. Iklan-iklan yang secara keren tampil di hadapan masyarakat dengan ukuran besar dan logo yang cantik menimbulkan kepercayaan yang tinggi bahwa perusahaan yang membuatnya bonafit dan produknya bermutu.

3. Iklan membuat orang kenal, ingat dan percaya terhadap produk/jasa. 2.1.3.4. Indikator Periklanan

Menurut Kotler & Armstrong (2008), untuk mengukur variabel periklanan, digunakan indikator-indikator sebagai berikut :

1. Penemuan informasi tentang produk/perusahaan dari berbagai media. 2. Design media yang digunakan menarik.

(13)

4. Pesan yang terkandung dalam berbagai media dapat dipercaya.

2.1.4. Citra Merek (Brand Image)

2.1.4.1. Pengertian Citra Merek (Brand Image)

Citra merek (Brand Image) merupakan representasi dari keseluruhan persepsi terhadap merek dan dibentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap merek itu. Citra terhadap merek berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan preferensi terhadap suatu merek. Konsumen yang memiliki citra yang positif terhadap suatu merek, akan lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian. (Setiadi, 2003). Citra merek merupakan serangkaian asosiasi yang ada dalam benak konsumen terhadap suatu merek, biasanya terorganisasi menjadi suatu makna. Hubungan terhadap suatu merek akan semakin kuat jika didasarkan pada pengalaman dan mendapat banyak informasi. Citra atau asosiasi merepresentasikan persepsi yang bisa merefleksikan kenyataan yang objektif ataupun tidak. Citra yang terbentuk dari asosiasi inilah yang mendasari dari keputusan membeli bahkan loyalitas konsumen (brand loyalty) dari konsumen. Konsumen lebih sering membeli produk dengan merek yang terkenal karena merasa lebih nyaman dengan hal-hal yang sudah dikenal, adanya asumsi bahwa merek terkenal lebih dapat diandalkan, selalu tersedia dan mudah dicari, dan memiliki kualitas yang tidak diragukan, sehingga merek yang lebih dikenal lebih sering dipilih konsumen daripada merek yang tidak (Aaker, 1991). Citra merek meliputi pengetahuan dan kepercayaan akan atribut merek (aspek Kognitif), konsekuensi dari penggunaan merek tersebut, dan situasi penggunaan yang sesuai,

(14)

begitu juga dengan evaluasi, perasaan dan emosi yang diasosiasikan dengan merek tersebut (aspek Afektif). Citra merek didefinisikan sebagai persepsi konsumen dan preferensi terhadap merek, sebagaimana yang direfleksikan oleh berbagai macam asosiasi merek yang ada dalam ingatan konsumen. Meskipun asosiasi merek dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk tapi dapat dibedakan menjadi asosiasi performansi dan asosiasi imajeri yang berhubungan dengan atribut dan kelebihan merek. Citra merek ini bisa diukur dengan menanyakan atribut apa dari suatu merek–merek pilihan konsumen dalam satu kategori produk yang membedakannya dengan merek lain, mengapa atribut-atribut itu penting dan mengapa alasan itu penting bagi konsumen.

2.1.4.2. Manfaat Citra Merek (Brand Image)

Menurut Tjiptono (2011) merek juga memiliki manfaat yaitu bermanfaat bagi produsen dan konsumen. Bagi produsen, merek berperan penting sebagai :

1. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian persediaan dan pencatatan akuntansi.

2. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Merek bias mendapatkan perlindungan properti intelektual. Nama merek bisa diproteksi melalui merek dagang terdaftar (registered trademarks) proses pemanufakturan bisa dilindungi melalui hak paten dan kemasan bisa diproteksi melalui hak cipta dan desain.

(15)

3. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi di lain waktu.

4. Sarana untuk menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari para pesaing.

5. Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum, loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen. 6. Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa datang. 2.1.4.3. Indikator Citra Merek (Brand Image)

Menurut Kotler dan Keller (2003) indikator citra merek dikategorikan menjadi 4, yaitu :

1. Kesan Profesional

Dimana produk/jasa memiliki kesan profesional atau memiliki kesan memilki keahlian dibidang apa yang dijualnya.

2. Kesan Modern

Produk/jasa memiliki kesan modern atau memiliki teknologi yang selalu mengikuti perkembangan zaman.

3. Melayani Semua Segmen

Produk/jasa mampu melayani semua segmen yang ada, tidak hanya melayani segmen khusus saja.

4. Perhatian Pada Konsumen

Dimana produk/jasa yang dibuat produsen memberikan perhatian/peduli pada keinginan/kebutuhan konsumen.

(16)

2.1.5. Kualitas Produk

2.1.5.1. Pengertian Kualitas Produk

Produk menjadi bagian vital pada suatu perusahaan untuk tetap beroperasi di dalam dunia bisnis. Produk akan dibeli apabila sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Dengan demikian dalam pembuatan suatu produk harus diorientasikan sesuai dengan kebutuhan dari konsumen ataupun pasar. Kotler dan Armstrong 2012) mengungkapkan kualitas adalah karakteristik dari produk dalam kemampuan untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan yang telah ditentukan dan bersifat laten. Sedangkan Kotler dan Armstrong (2008) dalam bukunya produk adalah suatu sifat yang kompleks dapat diraba, termasuk bungkus, warna, persepsi harga, prestasi perusahaan dan pengecer yang diterima oleh pembelian untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan.

Menurut Kotler (2005) kualitas produk adalah keseluruhan ciri serta dari suatu produk atau pelayanan pada kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan/tersirat. Sedangkan menurut Lupiyoadi (2001) menyatakan bahwa konsumen akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Kualitas pada produk merupakan faktor yang menyebabkan produk tersebut memiliki nilai sesuai dengan maksud apa tujuan produk tersebut diproduksi. Kualitas itu sendiri dapat ditentukan melalui sekumpulan kegunaan ataupun fungsinya yang di dalamnya terdapat daya tahan, ketergantungan pada produk atau komponen lain, eksklusive, kenyamanan, wujud luar (warna,bentuk, pembungkus dan sebagainya).

(17)

Perusahaan dapat menjadikan kualitas produk sebagai fokus utama untuk memberikan kepuasan kepada konsumen. Jika perusahaan menganggap barang yang diproduksi sudah melalui produksi kerja yang terbilang baik tetapi belum memenuhi harapan konsumen, maka kualitas produk/jasa yang dihasilkan tetap dinilai sebagai sesuatu yang berkualitas rendah. Jadi, dengan hal ini kualitas produk dapat menentukan kepuasan pada konsumen yang berhubungan dengan harapan dalam jangka panjang untuk terus menggunakan dan setia pada produk tersebut.

2.1.5.2. Indikator Kualitas Produk

Konsumen memiliki kebebasan untuk memilih suatu produk. Menurut Tjiptono (2008) kualitas produk memiliki beberapa dimensi antara lain :

1. Kinerja merupakan karakteristik operasi dan produk inti yang dibeli. Misalnya kecepatan, kemudahan dan kenyamanan dalam penggunaan. 2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (Features) yaitu karakteristik sekunder

atau pelengkap.

3. Kesesuaian dengan spesifikasi (Conformance to Spesification) yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya pengawasan kualitas dan desain, standar karakteristik operasional.

4. Keandalan (Realibility) yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal pakai. Misalnya pengawasan kualitas dan desain, standar karakteristik operasional.

(18)

5. Daya tahan (Durability) berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis.

6. Estetika (Esthetica) yaitu daya tarik produk terhadap panca indera. Misal keindahan desain produk, keunikan model produk, dan kombinasi.

7. Kualitas yang dipersepsikan (Perceived Quality) merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk. Biasanya karena kurangnya pengetahuan pembeli akan atribut atau ciri-ciri produk yang akan dibeli, maka pembeli mempersepsikan kualitasnya dari aspek persepsi harga, nama merek, iklan, reputasi perusahaan, maupun negara pembuatnya.

8. Dimensi kemudahan perbaikan (Service Ability) meliputi kecepatan, kemudahan, penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan tidak terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama proses penjualan hingga purna jual yang mencakup pelayanan reparasi dan ketersediaan komponen yang dibutuhkan.

2.1.5.3. Alasan Memproduksi Produk Berkualitas

Produk yang memiliki kualitas baik akan mampu meningkatkan volume penjualan dan memberikan keuntungan bagi keberlangsungan suatu perusahaan. Produk yang berkualitas memilik aspek penting, yakni (Prawirosentono, 2002) :

1. Konsumen yang membeli produk berdasarkan mutu, umumnya dia mempunyai loyalitas produk yang besar dibandingkan dengan konsumen

(19)

yang membeli berdasarkan orientasi persepsi harga. Konsumen berbasis mutu akan selalu membeli produk tersebut sampai saat produk tersebut membuat dia merasa tidak puas karena adanya produk lain yang lebih bermutu. Berbeda dengan konsumen berbasis persepsi harga, dia akan mencari produk yang persepsi harganya lebih murah, apapun mereknya. Jadi konsumen terakhir tersebut tidak mempunyai loyalitas produk.

2. Bersifat kontradiktif dengan cara pikir bisnis tradisional, ternyata bahwa memproduksi barang bermutu, tidak secara otomatis lebih mahal dengan memproduksi produk bermutu rendah.

3. Menjual barang tidak bermutu, kemungkinan akan banyak menerima keluhan dan pengembalian barang dari konsumen. Atau biaya untuk memperbaikinya menjadi sangat besar, selain memperoleh citra tidak baik. Jadi, berdasarkan dengan ketiga hal di atas apabila produsen memproduksi produk yang memiliki mutu yang tinggi akan menguntungkan produsen, dan sebaliknya produsen yang memproduksi produk yang memiliki mutu rendah maka tidak akan memberikan keuntungan. Perusahaan yang mampu menyediakam produk yang berkualitas dapat dijadikan senjata untuk memenangkan persaingan karena hal tersebut mampu menciptakan kepuasan konsumen.

2.1.6. Kepuasan Konsumen

2.1.6.1. Pengertian Kepuasan Konsumen

Menurut Kotler (2009) kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang

(20)

dipikirkan terhadap kinerja (hasil) yang diharapkan. Jika konsumen menunjukan perasaan senang, hal itu dapat menandakan bahwa mereka puas terhadap produk yang mereka konsumsi, dan sebaliknya jika para konsumen menunjukan perasaan kecewa terhadap produk telah mereka beli itu berarti tidak puas.

Mowen dan Minor (2002) mendefinisikan kepuasan konsumen sebagai keseluruhan sikap yang ditunjukan konsumen atas barang atau jasa setelah mereka memperoleh dan menggunakannya. Kepuasan konsumen dapat dijadikan evaluasi oleh perusahaan menyangkut kinerja produk yang dihasilkan apakah bagus atau tidak ataupun cocok digunakan atau tidak. Konsumen cenderung tidak akan melakukan pembelian ulang yang berikutnya apabila produk dirasakan tidak memberikan kepuasan. Jadi, apabila konsumen merasakan kepuasan maka akan mengarah kepada perilaku positif untuk melakukan pembelian berulang dan dapat setia pada produk tersebut.

2.1.6.2. Ciri-ciri Kepuasan Konsumen

Kotler dan Keller (2009) menyebutkan lima ciri-ciri konsumen yang merasa puas, yaitu :

1. Menjadi lebih setia 2. Membeli lebih banyak 3. Melakukan pembelian ulang

4. Memberikan komentar yang menguntungkan tentang perusahaan dan produknya.

5. Merekomendasikan pada orang lain serta terlibat sebagai promoter secara sukarela.

(21)

2.1.6.3. Indikator Kepuasan Konsumen

Tjiptono (2004) dalam bukunya mengatakan atribut pembentuk kepuasan terdiri dari :

1. Kesesuaian Harapan

Merupakan tingkat kesesuaian antara kinerja produk yang diharapkan oleh pelanggan dengan yang dirasakan oleh pelanggan.

2. Minat berkunjung kembali atau melakukan pembelian ulang.

Merupakan kesedian pelanggan untuk berkunjung kembali atau melakukan pembelian ulang terhadap produk terkait.

3. Kesediaan Merekomendasikan

Merupakan kesediaan pelanggan untuk merekomendasikan produk yang telah dirasakannya kepada teman atau keluarga.

2.1.6.4. Faktor-Faktor Kepuasan Konsumen

Menurut Zeithaml et al (2003) yang dikutip dalam Briliana (2013) terdapat empat faktor yang dapat mempengaruhi persepsi dan ekspektasi pelanggan, yaitu sebagai berikut :

1. Apa yang didengar pelanggan dari pelanggan lain (word of mouth communication). Dimana hal ini merupakan faktor potensial yang menentukan ekspektasi pelanggan.

2. Ekspektasi pelanggan sangat bergantung dari karakteristik individu dimana kebutuhan pribadi.

3. Pengalaman masa lalu (past experience) dalam menggunakan pelayanan dapat juga mempengaruhi tingkat ekspektasi pelanggan.

(22)

4. Komunikasi dengan pihak eksternal dari pemberi layanan memainkan peranan kunci dalam membentuk ekspektasi pelanggan.

2.2. Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan digunakan sebagai acuan serta pembanding diantaranya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti

Variabel

Hasil Penelitian

1. Putri (2013) Kualitas Produk, Desain, Nama Merek,

Lingkungan Toko, Kualitas Pelayanan, Promosi, Persepsi harga, Loyalitas konsumen

Kualitas produk, desain, nama merek, promosi dan persepsi harga berpengaruh secara signifikan terhadap loyalitas konsumen karena t hitung > t tabel dimana t tabel adalah 1,99. Sedangkan variabel lingkungan toko dan kualitas pelayanan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap loyalitas konsumen karena t hitung < t tabel. 2. Kertajaya (2003) Kesadaran merek, citra

merek dan empati, loyalitas konsumen

Kesadaran merek, citra merek dan empati berpengaruh positif

terhadap loyalitas konsumen 3.Muhammad

Arifin (2009)

Produk,Persepsi harga,Distribusi,Citra merek dan Loyalitas konsumen

Produk,persepsi harga,distribusi memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap loyalitas konsumen namun citra merek merupakan factor yang paling dominan mempengaruhi loyalitas konsumen

4. Vava (2015) Citra merek,

Kepercayaan merek dan Loyalitas konsumen

Citra merek dan kepercayaan merek menunjukkan pengaruh positif signifikan terhadap loyalitas konsumen

(23)

5. Rachel (2007) Citra merek, kualitas pelayanan, lokasi, nilai pelanggan, fasilitas, dan loyalitas konsumen

Citra merek, kualitas pelayanan, lokasi, nilai pelanggan dan

fasilitas memiliki pengearuh yang signifikan terhadap loyalitas konsumen.

2.3. Hubungan Logis Antar Variabel dan Perumusan Hipotesis

Menurut Sugiyono (2012), hipotesis penelitian merupakan dugaan sementara yang digunakan sebelum dilakukannya penelitian. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian yang bertujuan mengarahkan dan memberikan pedoman dalam pokok permasalahan serta tujuan penelitian. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi, hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian.

Mengacu pada rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan sebagai jawaban sementara dan masih harus dibuktikan kebenarannya adalah :

2.3.1. Hubungan Persepsi harga Terhadap Loyalitas konsumen dan Perumusan Hipotesis

Menurut Kotler dan Armstrong (2012), persepsi harga merupakan sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh konsumen untuk mendapatkan sebuah produk atau jasa yang dibutuhkan atau diinginkan konsumen. Perlu diperhatikan, perubahan persepsi harga dari suatu merek akan mengecewakan konsumen bahkan konsumen yang paling loyal sekalipun.

(24)

Pengaruh persepsi persepsi harga terhadap loyalitas juga telah dibuktikan oleh hasil penelitian Arifin (2009) yang menyimpulkan bahwa persepsi harga yang dipersesikan baik oleh pelanggan akan memberikan dampak positif untuk meningkatkan loyalitas.

Pengaruh persepsi persepsi harga terhadap loyalitas juga telah dibuktikan oleh hasil Putri (2013) yang menyimpulkan bahwa persepsi harga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap loyalitas konsumen.

Berdasarkan keterangan tersebut maka dapat dijelaskan hipotesis sebagai berikut :

H1 : Persepsi harga diduga berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen

2.3.2. Hubungan Periklanan Terhadap Loyalitas konsumen dan Perumusan Hipotesis

Iklan menjadi salah satu bentuk dari komunikasi pemasaran bersama dengan komponen lainnya yang berasal dari promosi yaitu personal selling, promosi penjualan dan publisitas. Sedangkan Morissan (2010) menjelaskan bahwa iklan merupakan salah satu bentuk promosi yang paling dikenal dan paling banyak dibahas orang, hal ini karena daya jangkauannya luas.

Menurut Kotler dan Kevin (2008) mengemukakan periklanan adalah semua bentuk terbayar atas persentasi nonpribadi dan promosi ide, barang atau jasa oleh sponsor yang jelas. Pengaruh periklanan terhadap loyalitas telah di buktikan oleh hasil penelitian Putri (2013) yang menyimpulkan bahwa periklanan / promosi memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap loyalitas. Pengaruh periklanan

(25)

terhadap loyalitas konsumen juga di buktikan oleh hasil penelitian Ninndiya (2017) Periklanan berpengaruh signifikan terhadap Loyalitas.

Berdasarkan keterangan tersebut maka dapat dijelaskan hipotesis sebagai berikut :

H2 : Periklanan di duga berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen

2.3.3. Hubungan Citra Merek Terhadap Loyalitas konsumen dan Perumusan Hipotesis

Citra yang baik dari suatu merek dapat mengarahkan pada loyalitas konsumen terhadap suatu merek. Sangat penting bagi perusahaan untuk membangun citra dari merek yang dihasilkannya, agar citra merek yang dibangun dapat dipersepsikan dengan baik oleh konsumen. Bagaimanapun juga citra merek yang baik ikut membantu terwujudnya loyalitas konsumen, sehingga merek tersebut dapat berkembang menjadi merek yang kuat di pasaran. Hal inilah yang mendasari konsumen untuk melakukan pembelian kembali dan menjadi loyal pada merek tersebut (Durianto, 2001).

Penelitian yang di lakukan oleh Rachel (2007) menyimpulkan bahwa citra merek memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap loyalitas konsumen. Pengaruh Citra Merek terhadap loyalitas konsumen juga di buktikan oleh hasil penelitian Ninndiya (2017) Merek berpengaruh signifikan terhadap Loyalitas.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dijelaskan hipotesis seperti berikut : H3 : Citra merek di duga berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen

(26)

2.3.4. Hubungan Kualitas Produk Terhadap Loyalitas konsumen dan Perumusan Hipotesis

Menurut Sutisna (2003) Kualitas produk merupakan faktor kunci untuk menciptakan loyalitas jangka panjang. Faktor penting yang dapat membuat konsumen loyal adalah kualitas produk. Jika pemasar menaruh perhatian dan lebih mengutamakan kualitas, maka akan mudah mendapatkan loyalitas konsumen pada merek yang ditawarkan.

Kualitas produk yang baik dapat menyenangkan konsumen. sebagai timbal baliknya, konsumen yang merasa senang akan menjadi loyal dan membicarakan hal-hal baik mengenai perusahaan dan produk-produknya. Penelitian menunjukan perbedaan yang besar dari loyalitas konsumen yang merasa kurang puas, lumayan puas, dan sangat puas. Bahkan ketika konsumen merasa sedikit kurang dari sangat puas dapat membuat perbedaan loyalitas yang sangat jauh (Kotler dan Amstrong, 2010)

Penelitian yang dilakukan oleh Arifin (2009) yang menyimpulkan bahwa kualitas produk memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap Loyalitas konsumen. Penelitian yang dilakukan oleh Putri (2013) juga mnyimpulkan bahwa kualitas produk memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap Loyalitas konsumen.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dijelaskan hipotesis seperti berikut:

H4 : Kualitas produk di duga berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen

(27)

2.3.5. Hubungan Kepuasan Konsumen Terhadap Loyalitas konsumen dan Perumusan Hipotesis

Dalam tingkat persaingan, umumnya suatu perusahaan mulai bersaing untuk memberikan kepuasan kepada pengguna nya agar pengguna mempunyai kesetiaan yang tinggi terhadap jasa yang ditawarkan oleh suatu perusahaan. Kepuasaan merupakan perbandingan antara apa yang diharapkan oleh pengguna dengan kenyataan yang di terima dari pembelian produk (Suharno dan Yudi Sutarso, 2010). Jika hubungan antara kepuasaan dengan loyalitas adalah positif, maka kepuasaan yang tinggi akan meningkatkan loyalitas pengguna. Harris dan Goode, (2004) (dalam Luc Honore Pentji Yaya (2011) menyatakan bahwa ini adalah masalah yang signifikan bagi penyedia layanan online banking karena pelanggan yang setia diketahui membeli lebih banyak, menghabiskan lebih banyak, dan bertindak sebagai pendukung antusias untuk pelanggan yang memilih penyedia layanan ini. Tingginya tingkat kepuasan pelanggan telah terbukti mengurangi persepsi pelanggan dari potensi manfaat pemasok alternatif, dan meningkatkan niat beli kembali dengan pemasok ini. Selain itu, pelanggan yang puas mengarah ke kepercayaan yang lebih besar, meningkatkan loyalitas pelanggan dan kesediaan untuk membayar lebih. Dalam lingkungan online, telah dikatakan bahwa e-pelayanan yang berkualitas adalah positif dengan kepuasan pelanggan, kepercayaan, dan kesetiaan (Ribbink et al. 2004, dalam Luc Honore Pentji Yaya (2011).

Penelitian yang dilakukan oleh niddiya (2017) menyimpulkan bahwa kepuasan konsumen berpengauh signifikan terhadap loyalitas dan penelitian yang

(28)

dilakukan oleh Bella(2017) menyimpulkan bahwa kepuasan konsumen berpengaruh signifikan terhadap loyalitas.

H5 : Kepuasan pelanggan di duga berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen

2.4. Kerangka Pemikiran Teoritis

Berdasarkan permasalahan dan penelitian terdahulu yang telah di sampaikan, maka di susunlah kerangka pemikiran teoritis sebagai berikut:

Gambar 2.1.

Kerangka Pemikiran Teoritis

Persepsi Harga X1 Periklanan X2 Kualitas Produk X4 Citra Merek X3 Kepuasan Konsumen X5 Loyalitas Konsumen Y Y H 1 H 22 H 3 H 4 H 5

Referensi

Dokumen terkait

Adapun hambatan yang dihadapi Dinas Sosial Kota Bandar Lampung diantaranya; Dinas Sosial Kota Bandar Lampung tidak mempunyai panti terpadu, selama ini Dinas Sosial

Pengujian hipotesis melalui uji t pada penelitian ini, ditemukan bahwa variabel pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai di kantor

Standar harga barang/jasa di zona II, zona III dan zona IV dilakukan dengan menambah Standar harga barang/jasa di zona II, zona III dan zona IV dilakukan

Berdasarkan hasil uji korelasi, didapatkan hasil bahwa terdapat korelasi yang signifikan dan kuat antara bilangan iod dan energi aktivasi, sedangkan untuk kadar air dan

Dalam menjalankan roda organisasi, pemimpim juga harus mampu mempengaruhi orang lain dengan memberikan motivasi dan bimbingan yang bersifat konstruktif untuk

Definisi konseptual dalam penelitian ini mencakup variabel bebas yang terdiri dari motivasi berprestasi, disiplin kerja dan kompetensi pedagogik, sedangkan variabel terikat

Kompetensi adalah karakteristik yang mendasari seseorang berkaitan dengan efektivitas kerja individu dalam pekerjaannya atau karakteristik dasar individu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa restoran fast food lokal terbaik di Yogyakarta menurut konsumen dari 7 kriteria yang digunakan meliputi aspek pelayanan, dan aspek kenyamanan