• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV STUDI LONGSORAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV STUDI LONGSORAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV STUDI LONGSORAN

A. Teori Dasar

Fell drr. (2008) mendefinisikan longsoran sebagai pergerakan massa batuan, debris, atau tanah ke bawah lereng. Pergerakan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kemiringan lereng, jenis batuan, kondisi keairan, tata guna lahan, atau yang sedang hangat ialah akibat gempa. Untuk mengantisipasinya, perlu diketahui tingkat kestabilan suatu lereng yang telah longsor maupun yang belum longsor.

Prinsip dasar dalam analisis tingkat kestabilan lereng ialah menentukan nilai faktor keamanan atau factor of safety (FS) yang secara matematis dapat dituliskan sebagai: FS =

Nilai FS antara 1-1,3 bermakna kondisi kritis, lebih dari nilai tersebut maka stabil sedangkan jika kurang dari nilai tersebut maka runtuh. Kisaran nilai tersebut diasumsikan paling mendekati nilai FS lereng saat terjadi longsor.

Pergerakan longsor berbeda-beda bergantung dari jenis materialnya. Cruden dan Varnes (1996) mengelompokkan longsoran menjadi 5 (lima) tipe, yaitu:

 Jatuhan (falls)

 Jungkiran (topples)

 Gelinciran (slides)

 Gerakan lateral (spreads)

 Aliran (flows)

 Kombinasi (Composites)

Tanda-tanda awal longsoran adalah adanya retakan di bagian atas lereng yang relatif tegak lurus arah gerakan. Jika terisi air, retakan ini dapat menambah gaya horisontal yang memicu longsoran. Kadang-kadang retak miring juga ditemui di kedua bagian pinggir longsoran, sedangkan pada kaki lereng dapat ditemui penggembungan tanah. Bagian-bagian longsoran secara lengkapnya, sesuai yang diusulkan Cruden dan Varnes (1996) dapat dilihat pada gambar 4.1, dan penjelasannya yang disesuaikan dengan nomor pada gambar tersebut ialah sebagai berikut:

1.) Mahkota (crown), lokasi di bagian atas dari zona longsor yang terletak di atas gawir utama (main scarp).

2.) Gawir utama (main scarp), permukaan miring tajam pada zona tanah yang tidak terganggu oleh longsoran, yang terletak di ujung atas longsoran.

Total gaya penahan lereng

(2)

3.) Puncak (top), titik tertinggi pada bagian kontak antara material yang tidak bergerak dengan gawir utama.

4.) Kepala (head), bagian atas longsoran di antara material yang bergerak dengan gawir utama.

5.) Gawir minor (minor scarp), permukaan miring tajam pada material yang bergerak yang terbentuk akibat perbedaan gerakan.

6.) Tubuh utama (main body), bagian material yang bergerak yang menutupi permukaan bidang longsor.

7.) Kaki (foot), bagian longsoran yang bergerak melampaui kaki lereng.

8.) Ujung bawah (tip), titik pada bagian kaki longsoran yang letaknya paling jauh dari puncak longsoran.

9.) Lidah (toe), batas terbawah dari material yang bergerak.

10.) Bidang gelincir (surface of rupture), permukaan bidang longsor yang merupakan bagian terbawah material yang bergerak atau permukaan yang merupakan batas dari material yang bergerak dan diam.

11.) Lidah bidang gelincir (toe of surface rupture), perpotongan antara bagian terbawah bidang longsor dan permukaan tanah asli.

12.) Permukaan pemisah (surface of separation), permukaan tanah asli yang sekarang tertutup kaki longsoran.

Gambar 4.1 sketsa bagian-bagian longsoran menurut Cruden dan Varnes (1996). Penjelasan tiap nomornya dapat dilihat pada teks.

(3)

13.) Material runtuhan (displaced mateial), material yang berpindah dari tempat asalnya oleh gerakan.

14.) Zona amblesan (depletion zone), area yang turun akibat material yang bepindah sehingga kedudukannya menjadi di bawah permukaan tanah asli.

15.) Zona akumulasi (accumulation zone), area tempat material setelah berpindah berada, menumpuk di atas tanah asli.

16.) Amblesan (depletion), volume tanah yang dibatasi oleh gawir utama, zona amblesan dan permukaan tanah asli.

17.) Massa ambles (depleted mass), volume dari massa yang berpindah dan menutup bidang longsor serta berada di bawah permukaan tanah asli.

18.) Akumulasi (accumulation), volume massa yang berpindah yang menumpuk di atas tanah asli.

19.) Sisi luar (flank), zona material yang berdekatan dengan sisi luar bidang longsor. 20.) Permukaan tanah asli (original ground surface), permukaan lereng sebelum longsor.

Investigasi lapangan penting dilakukan untuk mengetahui bagian-bagian longsoran tersebut karena tidak selalu teramati secara lengkap. Vegetasi, perubahan tataguna lahan, pelapukan, atau adanya perkuatan dapat menutupi beberapa bagian longsoran tersebut. Untuk itu, diperlukan interpretasi dalam menentukan bagian-bagiannya seperti bidang gelincir dan permukaan tanah asli. Untuk longsoran kecil yang penyebabnya mudah diketahui, inspeksi lapangan saja sudah cukup untuk mengetahui bagian-bagian longsor tersebut termasuk penyebabnya (Cornforth, 2005).

B. Lokasi-Lokasi Longsor

Lokasi longsoran dicirikan oleh kenampakan bagian-bagiannya seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. Untuk longsoran lama, beberapa bagiannya sering tertutup vegetasi atau telah menjadi lahan produktif sehingga diperlukan pengamatan lebih teliti untuk mengidentifikasinya. Namun, longsor lama tersebut masih berpotensi untuk bergerak kembali sehingga analisis terhadap faktor-faktor yang berpotensi menjadi pemicu pergerakannya penting untuk dilakukan.

Berdasarkan kenampakan bagian-bagian longsoran tersebut, setidaknya terdapat 5 (lima) lokasi longsor yang dapat diamati di lapangan dan berpotensi untuk longsor kembali. Dari kelima lokasi longsor tersebut, 2 (dua) diantaranya berada di daerah Cihurang, sisanya berada di daerah Lengkong, Cicurug Satu, dan Cidadap. Gambar 4.2 menunjukkan 2 dari

(4)

lokasi longsor tersebut, yaitu yang berada di daerah Lengkong dan Cicurug Satu sedangkan salat satu lokasi longsor di Cihurang akan dibahas lebih lanjut karena dampak longsornya bagi masyarakat lebih besar. Data lengkap dari tiap-tiap lokasi dapat dilihat pada Tabel Pengamatan Longsoran pada Lampiran D.

Berdasarkan tabel tersebut, terdapat kecenderungan bahwa longsor hanya terjadi pada tanah pelapukan atau pada batupasir yang telah lapuk. Lokasi longsor yang berada di Satuan Breksi pun terjadi pada lapisan batupasirnya. Selain itu, berdasarkan pengamatan di lapangan dan keterangan penduduk setempat menyimpulkan bahwa longsor lebih sering terjadi saat musim hujan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa penyebab longsor yang utama di daerah penelitian ialah peningkatan kondisi keairan dan material lerengnya. Kemiringan lereng tidak menjadi faktor dominan sebab pada lapisan breksi dengan kemiringan lebih dari 45%, longsor tidak terjadi meskipun kondisi breksi tersebut lapuk sebagian.

C. Analisis

Di antara beberapa lokasi longsoran tersebut, yang paling signifikan ialah longsor yang berada pada koordinat 7°01’01,1” LS dan 107°17’18,1” BT di Kampung Cihurang, Desa Cibedug, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat. Di lokasi ini, longsor sering terjadi, misalnya saja pada tanggal 5 Maret 2005 yang menyeret sebuah mobil elf hingga masuk ke Sungai Cidadap di bawahnya dan menewaskan 2 orang. Lalu, yang

a. b.

Gambar 4.2 contoh lokasi longsoran di daerah penelitian. Longsor di Cicurug Satu pada kaki Pasir Pogor (a) dan longsor di Lengkong pada kaki bukit 1197 (b). Keduanya berada pada lapisan batupasir di Satuan Breksi dengan material lereng berupa tanah pelapukan. Vegetasi alami berupa semak dan ilalang dengan tataguna lahan berupa sawah.

(5)

terakhir terjadi ialah pada tanggal 1 Februari 2009 yang material runtuhannya menutup jalan utama dari Gununghalu menuju Bandung.

Gambar 4.3 menunjukkan jejak-jejak longsor tersebut. Pada Gambar 4.3a tampak sisa-sisa material longsoran di kedua sisi jalan. Tumpukan batu di sekitarnya digunakan penduduk untuk memperkuat lereng di bagian bawah jalan. Lereng akibat longsoran tersebut tampak pada Gambar 4.3b. Jika diperhatikan secara keseluruhan seperti pada Gambar 4.4 lokasi longsor Cihurang beserta sketsanya. Tampak beberapa jejak longsoran termasuk yang baru terjadi (kotak biru) yang berada di bawah gawir di dekat saluran irigasi. Longsor-longsor tersebut diduga merupakan bagian dari sistem longsoran besar dengan gawir utama berada di sekitar saluran irigasi. Foto menghadap ke utara.

Gambar 4.3 jejak longsor terbaru di Cihurang yang terjadi pada tanggal 1 Februari 2009. Gambar a.) menunjukkan badan jalan yang pernah tertutup longsor, dengan material longsoran di kedua sisinya serta anak panah kuning yang menunjukkan arah longsornya dengan foto ke arah timur. Gambar b.) merupakan lereng akibat longsor tersebut dengan foto ke arah utara.

(6)

Gambar 4.4, tampak adanya jejak longsoran lama yang cukup besar namun sudah tertutup vegetasi. Sketsa dari foto tersebut pada Gambar 4.4 sebelah kanan dapat membantu dalam memperjelas kenampakan beberapa jejak longsor lama tersebut.

Oleh karena banyaknya jejak longsor tersebut dan adanya jalan utama pada lereng tersebut, maka lokasi ini dijadikan contoh kasus untuk identifikasi bagian-bagian longsor beserta penyebabnya. Gambar sketsa dari longsor tersebut menjadi contoh kasus untuk memberikan gambaran kondisi lerengnya.

Berdasarkan peta geologi pada Lampiran E, lokasi longsor tersebut berada pada Satuan Batupasir. Panjang lerengnya 70 m dengan tinggi 31 m dari dasar lereng. Material lerengnya terdiri dari batupasir tuf pada bagian bawah dengan sisipan batulanau dalam kondisi lapuk dan tanah pelapukan di bagian paling atas (topsoil). Lereng ini dilalui oleh jalan utama yang menghubungkan daerah ini dengan daerah lain termasuk Bandung, dan merupakan jalur transportasi mobil elf jurusan Bunijaya-Ciroyom. Di dasar lerengnya, terdapat sebidang sawah yang memisahkannya dengan Sungai Cidadap. Jadi, pengaruh sungai ini terhadap kestabilan lereng diduga tidak terlalu signifikan.

Sketsa pada Gambar 4.5 menunjukkan bagian-bagian dari longsor tersebut yang dapat diamati di lapangan beserta interpretasinya. Bagian lain yang tidak dapat teramati disebabkan perubahan tataguna lahan pada lereng tersebut seperti sawah dan saluran irigasi serta telah diangkut oleh penduduk. Bagian-bagian yang dapat teramati sesuai dengan nomornya ialah:

1.) Mahkota, berada di sisi utara saluran irigasi, tertutup semak dan kebun ketela.

2.) Gawir utama, berada di sepanjang saluran irigasi, di beberapa bagian terdapat jejak longsoran yang masih baru.

3.) Puncak, posisi pastinya sulit diperkirakan karena sudah beralih fungsi menjadi sawah. 4.) Gawir minor, merupakan gawir longsor yang terbaru.

5.) Tubuh utama, luasnya diperkirakan karena tertutup vegetasi dan sawah.

6.) Bidang gelincir, berupa bidang gelincir longsoran minornya sedangkan bidang gelincir longsoran utama sulit diperkirakan karena lidahnya sudah tidak tampak. Kedalaman bidang gelincir ini diinterpretasikan berdasarkan posisi gawir dan dasar lerengnya. 7.) Lidah bidang gelincir dari bidang gelincir longsoran minor.

8.) Material runtuhan, sebagian besar telah dipindahkan oleh penduduk karena menutupi badan jalan.

(7)

10.) Permukaan tanah asli, bentuk diperkirakan berdasarkan asumsi bahwa lereng ini sama dengan lereng di sisi luar yang belum longsor.

Berdasarkan sketsa penampang longsoran beserta bagian-bagiannya tersebut, dapat diperkirakan bahwa mungkin jenis longsoran utamanya berupa rayapan yang bergerak perlahan. Sebab, longsoran-longsoran kecil lebih sering terjadi pada daerah ini tetapi jaraknya berdekatan. Hal tersebut juga dibuktikan oleh beberapa pohon besar yang berdiri agak miring ke arah dasar lereng. Namun, jenis longsoran minornya ialah gelinciran yang dapat terjadi secara tiba-tiba dengan kecepatan yang cukup tinggi. Hal tersebut dapat dibuktikan dari sejarah longsor di daerah ini.

Jadi, perlu diberi perhatian khusus terhadap longsoran di Cihurang ini dan di lokasi-lokasi longsor lain yang dekat dengan sarana dan tempat tinggal penduduk. Perkuatan dan pemantapan kestabilan lereng diperlukan agar jalan utama yang merupakan jalur utama perekonomian penduduk tidak terputus kembali akibat tertimbun material longsoran.

Gambar 4.5 penampang longsor Cihurang beserta bagian-bagiannya. Kiri: penampang melintang dari utara-selatan. Kanan: tampak atas. Penjelasan tiap nomor terdapat pada teks.

3 5 9 9 1 2 4 6 7 8 10

Gambar

Gambar  4.1  sketsa bagian-bagian longsoran  menurut Cruden  dan  Varnes (1996). Penjelasan tiap nomornya dapat dilihat pada teks.
Gambar  4.2  contoh  lokasi  longsoran  di  daerah  penelitian.  Longsor  di  Cicurug  Satu  pada  kaki  Pasir  Pogor (a) dan longsor di Lengkong pada kaki bukit 1197 (b)
Gambar  4.3  menunjukkan  jejak-jejak  longsor  tersebut.  Pada  Gambar  4.3a  tampak  sisa-sisa  material  longsoran  di  kedua  sisi  jalan
Gambar 4.4, tampak adanya jejak longsoran lama yang cukup besar namun sudah tertutup  vegetasi
+2

Referensi

Dokumen terkait

The first is to find out the types of word association produced by the fifth semester students of Stikes Bina Sehat PPNI Mojokerto and the second is to find out to

Maka pada penelitian ini, model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray yang diintegrasikan dengan media puzzle dan molymod diharapkan mampu menciptakan

Pada tahap ini informasi akan didapatkan dengan cara analisa menggunakan: (1) Fishbone diagram dari produk yang sudah ada di pasaran sehingga akan didapatkan informasi tentang

Chaplin mengatakan bahwa konsep diri ialah suatu penilaian tentang dirinya sendiri penilaian seseorang kepada dirinya, pengevaluasi atau penjelasan tentang seseorang oleh

Hasil citra objek untuk variasi frekuensi sinyal sebagai hasil simulasi dari persamaan diferensial yang diselesaikan pada pdetool, ditunjukkan pada gambar 10. Hasil

Berdasarkan prinsip peramalan yaitu, peramalan jangka pendek lebih baik daripada peramalan jangka panjang maka dapat disimpulkan bahwa menggunakan metode linear

Untuk pegawai non-darurat : Tidak boleh melakukan tindakan yang menyangkut risiko pribadi atau tanpa pelatihan yang sesuai:. Evakuasi