• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 2. Landasan Teori. Pada dasarnya, konsep kyouiku mama terbagi menjadi dua bagian. Adapun dua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 2. Landasan Teori. Pada dasarnya, konsep kyouiku mama terbagi menjadi dua bagian. Adapun dua"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 2 Landasan Teori

2.1 Konsep Kyouiku Mama

Pada dasarnya, konsep kyouiku mama terbagi menjadi dua bagian. Adapun dua bagian tersebut akan dijelaskan di bawah ini.

2.1.1 Konsep Kyouiku Mama Sebelum Perang Dunia II (1899) Menurut Fujimura Menurut Fujimura (1995) sejak Restorasi Meiji (1868), banyak terjadi perubahan peran perempuan baik sebagai istri maupun ibu di dalam masyarakat Jepang. Pada masa ini, kaum perempuan di lingkungan domestik dibekali dengan pengetahuan serta pendidikan yang lebih baik untuk menjalankan perannya. Dan pemerintah Meiji menjadikan paham ”Ryosai Kenbo” yang diadaptasi dari paham ”good wife, wise

mother” yang muncul di Eropa pada masa sesudah zaman pertengahan sebagai dasar

pendidikan perempuan Jepang pada masa itu. Sebagai seorang istri yang baik, wanita Jepang melayani suaminya dengan setia dan patuh, menangani ekonomi rumah tangga, serta melaksanakan segala urusan rumah tangga dengan baik. Dan sebagai ibu yang bijaksana, wanita Jepang membesarkan dan mendidik anak-anaknya dengan baik sehingga dapat menghasilkan anak-anak yang pandai, patuh, dan cinta terhadap tanah airnya.

Pada masa sebelum Perang Dunia II (PD II), pemerintah membatasi peran ryosai

kenbo hanya dalam lingkungan domestik saja, namun seiring dengan Perang Dunia II

(2)

melahirkan banyak anak dan menggantikan kaum laki-laki untuk bekerja di bidang industri. Dengan kata lain, selain perempuan harus melaksanakan perannya di bidang domestik, ia juga diharapkan berpartisipasi dalam bidang publik melalui perannya dalam perekonomian negara.

2.1.2 Konsep Kyouiku Mama Setelah Perang Dunia II (1945)

Setelah perang dunia (1945), negara Jepang mengalami banyak perkembangan baik di bidang ekonomi, sosial, maupun pendidikan. Seiring dengan perkembangan yang kian meningkat (1980), kompetisi di berbagai bidang, khususnya pendidikan pun tidak dapat dihindari sehingga menjadikan masyarakat Jepang merupakan masyarakat yang mengutamakan pendidikan (Gakurei Shakai) dimana status sosial seseorang dalam masyarakat Jepang dilihat bukan berdasarkan latar belakang keluarga saja, melainkan juga pendidikannya. Seperti pernyataan yang dikutip oleh Fujimura (1995:96) dari Morosawa (1978:23-24) yang mengatakan:

“The fundamental basis for an enriched country lies with education, whose basis is

with women’s education. The success or failure of the country depends upon women’s education. This must not be forgotten. In the process of educating girls and women, we must put across the idea of serving and helping their country. The models for women are a mother nurturing her child; a mother teaching her child.”

Terjemahan :

“Dasar pokok untuk sebuah negara maju terletak pada pendidikan, dimana dasarnya adalah dengan pendidikan wanita. Sebuah kesuksesan atau kegagalan dari negara itu tergantung pada pendidikan wanita. Hal ini tidak boleh dilupakan. Dalam proses mendidik anak perempuan dan wanita, kita harus memupuk ide tentang melayani serta membantu negara mereka. Bentuk bagi para wanita adalah dengan seorang ibu mengasuh anaknya; seorang ibu mendidik anaknya.”

Pernyataan tersebut menjelaskan kepada kita bahwa bagi orang Jepang, anak-anak merupakan investasi jangka panjang untuk kemajuan negara dan ibu menjadi aspek yang sangat penting dalam sebuah proses pendidikan. Alasan itulah yang mendorong kaum

(3)

ibu Jepang untuk memprioritaskan rumah tangganya saja, terutama pendidikan anak. Banyak diantara mereka yang memilih berhenti dari pekerjaan demi pendidikan anaknya. Berdasarkan peran ibu yang mengutamakan pendidikan anak-anak inilah menimbulkan suatu pemikiran baru tentang kaum ibu dalam masyarakat Jepang yakni konsep kyouiku

mama.

Pada awalnya, apabila diartikan secara harfiah, kyouiku mama (教育ママ) berasal

dari penggabungan dua kata yakni kyouiku(教育)dan mama(ママ). Kyouiku

memiliki arti pendidikan dan pengajaran. Namun, pasca perang dunia II pengertian

kyouiku mama pun mengalami perubahan. Menurut Cummings (1984:555) kyouiku

dalam pengertian kyouiku mama ini lebih dekat pada istilah yang terdapat dari dua kanji dalam kata kyouiku yakni (教える育てること) oshieru sodateru koto yang berarti

mendidik dan membesarkan. Istilah ini biasanya digunakan dalam rangka pembentukan karakter anak yang dilakukan oleh ibu diluar pendidikan sekolah. Adapun pendidikan yang diberikan yaitu menanamkan serta mensosialisasikan kebudayaan dan nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat Jepang. Salah satunya yakni kesadaran berkelompok dan berkompetisi untuk mencapai keberhasilan hidup. Sedangkan mama(ママ)yang

berarti ibu merupakan kata yang diadopsi dari bahasa Inggris. Makna yang terkandung dalam kata mama( マ マ ) berbeda dengan makna yang terkandung dalam kata

okaasan (おかあさん) yang juga berarti ibu dalam bahasa Jepang. Kata mama(ママ

(4)

peran ayah dalam keluarga. Sedangkan kata okaasan (おかあさん) memiliki makna

yang terhormat dalam kebudayaan Jepang.

2.1.2.1 Konsep Kyouiku Mama Menurut Amano

Adapun konsep kyouiku mama menurut Amano (1990) merupakan konsep yang muncul dalam masyarakat Jepang akibat sistem pendidikan yang berdasarkan seleksi ujian masuk, perekonomian rumah tangga, serta kompetisi di berbagai aspek kehidupan kian meningkat pada tahun 1974. Sebuah konsep dimana para ibu memiliki ambisi berlebihan terhadap pendidikan anaknya sehingga rela mengorbankan seluruh pikiran, tenaga, pekerjaan, maupun uang demi memberikan anaknya pendidikan serta penghidupan yang layak yang tidak bisa mereka dapatkan dulu atau sewaktu perekonomian Jepang belum stabil.

” 日本の経済が むかしは まずしかったので、好きなだけ教育を受け

られなかったのです。ですから、かわりに 自分の子どもには、良い教 育をさせたい、と思う母親がたくさん多かったです“。

Terjemahan :

“Karena perekonomian Jepang zaman dahulu sulit, maka mereka hanya bisa mengikuti pendidikan yang disukai saja. Oleh karena itu, banyak para ibu yang berpikir bahwa sebagai penggantinya, mereka memberikan anak-anaknya pendidikan yang terbaik” (Amano, 1990).

Hal itu juga diperkuat oleh Fukushima (1996) mendeskripsikan konsep kyouiku

mama dalam pernyataannya, yakni:

“教 育 マ マ と い う の は 子 ど も の 将 来 に 行 き す ぎ た 期 待 を し て 、 塾 や習いごとなどに子どもを熱心に通わせる母親であります。教育ママと いう 言葉は、その母親を批判するために使われる言葉です”。

(5)

Terjemahan :

“Kyouiku mama adalah seorang ibu yang memiliki pengharapan yang tinggi terhadap masa depan anaknya serta dengan tekun mengantar anak-anaknya ke juku maupun ke tempat anak melakukan hobinya. Kata kyouiku mama merupakan sebuah ungkapan yang digunakan untuk mengkritik para ibu tersebut.”

Adapun pengembangan konsep kyouiku mama setelah perang dunia II yakni para ibu yang memiliki konsep kyouiku mama ini tidak hanya melaksanakan perannya di bidang domestik saja, melainkan juga melaksanakan perannya di bidang sosial. Di bidang domestik, mereka menjalankan perannya sebagai ibu yang merawat serta mengasuh anak-anaknya. Sedangkan di bidang publik, mereka menjalankan perannya dalam proses sosialisasi serta akademik anak-anaknya (Amano: 1990).

1. Konsep Kyouiku Mama Dalam Proses Sosialisasi Primer

Proses sosialisasi bagi individu dalam masyarakat bertujuan untuk memenuhi kebutuhan anak agar ia dapat hidup dan bertingkah laku sesuai dengan norma serta nilai yang berlaku dalam masyarakat dimana individu berada. Dalam hal ini, interaksi merupakan kunci berlangsungnya proses sosialisasi sehingga diperlukan agen sosialisasi sebagai penyalur nilai-nilai serta norma-norma yang berlaku di masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Soe’oed (1999:30) agen sosialisasi adalah orang-orang yang paling dekat dengan individu tersebut, seperti orang tua, kakak, adik, maupun teman. Berdasarkan konsep sosialisasi itu, maka ibu berperan sebagai salah satu agen sosialisasi dalam sosialisasi primer yang merupakan sosialisasi yang dijalani individu semasa kecil agar individu tersebut menjadi bagian anggota masyarakatnya. Sebagai agen sosialisasi, ibu berperan utama menanamkan nilai serta norma yang

(6)

berlaku di masyarakat kepada anaknya di masa kecil, dan apa yang ia tanamkan kepada anak semasa kecil akan sangat menentukan kepribadian anak tersebut.

Bagi orang Jepang, aspek sosialisasi sama pentingnya dengan aspek akademik sehingga kyouiku mama ini dikatakan berhasil menjalankan perannya dalam aspek sosialisasi apabila anak mereka dapat berinteraksi, berkompetisi, serta terpandang di masyarakat.

2. Konsep Kyouiku Mama Dalam Proses Akademik

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kyouiku mama tidak hanya melaksanakan perannya di lingkungan domestik saja, seperti seorang ibu yang mengurus atau merawat anak serta keluarganya saja di rumah, melainkan juga melaksanakan perannya di lingkungan publik melalui pola pendidikan pada anaknya. Kyouiku mama dikatakan memiliki hak istimewa sebagai perantara sekolah bagi pendidikan anaknya di rumah. Kyouiku mama sangat memperhatikan prestasi anak-anaknya di bidang akademik juga di bidang non akademik, seperti perilaku moral anaknya di sekolah. Namun, yang merupakan obsesi utama ibu yang menyandang predikat kyouiku mama adalah prestasi akademik anaknya di sekolah.

Berbagai usaha dilakukan kyouiku mama agar anaknya dapat mencapai keberhasilan di bidang akademik, termasuk membaca buku-buku pelajaran, membantu pekerjaan rumah maupun berkonsultasi dengan pengajar di sekolah untuk mengikuti pekerjaan rumah anak. Hal itu juga diutarakan oleh Murayama (2005), bahwa:

”教育に目覚めた母が、いろいろな教育書を読んで得た情報や、自分で工 夫し たことなど、子どもたちの学力向上のためにできることです。”

(7)

Terjemahan:

“Para ibu yang memiliki perhatian pada pendidikan anak, maka mereka harus mencari cara untuk meningkatkan kemampuan belajar anak, yaitu dengan membaca buku-buku pelajaran serta menambah wawasan mereka sendiri.”

Selain itu, kyouiku mama juga ikut berpartisipasi dalam kegiatan sekolah seperti PTA (Parent-Teacher Association) serta persiapan ujian masuk sekolah anaknya.

a. Peran Dalam PTA (Parent-Teacher Association)

Parent-Teacher Association merupakan sebuah perkumpulan orang tua dan guru di

lingkungan sekolah. Dalam pertemuan yang diadakan secara rutin ini, guru akan memuji atau mengkritik ibu atas prestasi anaknya sehingga para kyouiku mama akan mengetahui kedudukan akademik masing-masing anak. Kyouiku mama dari anak yang berprestasi biasanya secara tidak langsung akan menyombongkan keberhasilan anak-anaknya serta menggambarkan beberapa cara ampuh yang berkaitan dengan hubungannya terhadap anak. Lain halnya dengan para ibu yang masih muda serta berpendidikan rendah, mereka akan merasa segan untuk mengutarakan pendapatnya dikarenakan rasa takut atas kritikan jika ada sesuatu yang salah. Namun, demi mendorong prestasi anak di sekolah terutama saat persiapan ujian masuk, maka mereka bergabung dalam parent-teacher

association.

b. Peran Dalam Menghadapi Ujian Masuk Sekolah (受験)

Menurut Amano (1990) sistem pendidikan Jepang setelah Restorasi Meiji memasuki tahap baru dimana sistem pendidikan harus didasarkan pada ujian masuk sekolah (受験).

Dengan kata lain, ujian masuk sekolah adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari bagi seluruh anak di Jepang. Vogel (1965:45) menjabarkan bahwa ujian masuk sekolah

(8)

sehingga para siswa biasanya mulai mempersiapkan diri dengan serius sekitar satu atau

dua tahun sebelum ujian masuk sekolah dilaksanakan pada bulan Januari atau Februari. Dalam menghadapi masa persiapan ujian masuk, kyouiku mama memegang peranan

yang sangat penting. Adapun peranan yang dimaksud yakni mulai dari menentukan sekolah yang terbaik untuk pendidikan anaknya, berkonsultasi dengan guru dan orang tua lain untuk menilai kemampuan akademik anaknya serta menyusun anggaran biayanya. Seperti pernyataan yang dijelaskan oleh Murayama (2005) yakni:

“教育ママはといっても,子供が必要とする教育をきちんと受けさせること の できるママだ。というわけで子供の教育費というのは教育ママにとって 節約対象ではない。とはいえ、限りある教育資金、いかに上手く、そして 効率よくつかうかというのは「教育ママ」にとって非常に重要な課題とい える”。 Terjemahan:

“Apabila kita menyebut kyouiku mama, maka ia adalah seorang ibu yang dapat memberikan anak-anaknya sebuah pendidikan yang baik secara apik. Dengan alasan itulah, bagi kyouiku mama biaya pendidikan anak merupakan sebuah sasaran penghematan. Oleh karena itu, topik yang paling penting bagi para kyouiku

mama adalah dana pendidikan harus dipergunakan dengan baik serta efisien.”

Dari pernyataan diatas, menunjukkan bahwa para kyouiku mama harus menyusun serta mempergunakan anggaran pendidikan anak-anaknya secara efisien dengan tujuan untuk memberikan pendidikan yang baik serta menjamin masa depan yang cerah bagi anak-anaknya.

Apabila musim ujian tiba, anak dituntut untuk belajar setiap waktu serta mengurangi aktivitas non akademiknya baik di sekolah maupun di rumah. Salah satu usaha yang dilakukan kyouiku mama dalam membantu anaknya agar berhasil dalam menempuh ujian masuk adalah menyewa seorang tutor khusus atau menyuruh anak ikut bimbingan

(9)

belajar tambahan (juku) dimana biasanya diikuti oleh anak-anak dari sepulang sekolah sampai pukul sepuluh atau sebelas malam. Seperti pernyataan Stephens (1991:65) dari Kinoshita yang menjelaskan pendapatnya tentang juku dalam masyarakat Jepang, yakni:

“In Japan the juku is big business. If child is not doing well at school, parents must

seek help for him. Of course education is the sole route to a good job. Parents know they cannot study for their child, but they can find money to send him to juku”.

Terjemahan:

“Di Jepang, juku merupakan sebuah bisnis besar. Apabila seorang anak tidak berhasil dalam pelajarannya di sekolah, maka orang tua harus mencari bantuan untuknya. Tentu saja, pendidikan merupakan sebuah jalan untuk mendapat pekerjaan yang baik. Orang tua menyadari bahwa mereka tidak dapat belajar untuk anak-anaknya, namun mereka dapat mencari uang untuk mengirim anak-anak belajar di juku”.

Dari pernyataan diatas, orang tua khususnya kyouiku mama bersedia berkorban tenaga, waktu, serta pikiran untuk mencari uang sehingga dapat mengirim anak-anaknya belajar di juku. Adapun tujuannya, yakni agar anak-anak mereka dapat lulus ujian masuk sekolah dengan hasil yang terbaik (Joseph, 1993).

Anak-anak kyouiku mama selalu dituntut mendapatkan nilai baik pada setiap mata pelajaran di sekolah, menambah pengetahuannya di juku setelah pulang sekolah, dituntut masuk ke sekolah terbaik untuk mendapatkan pendidikan terbaik dan diharuskan masuk universitas terbaik agar mendapatkan pekerjaan yang layak. Hal ini diperkuat dengan pernyataan dari Murayama (2005), yakni:

“小学校から高校までは地元の公立高校に入って、そして早稲田大学第一文 学部というところに入学、一応四年に卒業するのです”。

Terjemahan :

”Dari SMP sampai SMU masuk ke sekolah negeri di wilayahnya masing-masing, setelah itu melanjutkan sekolah ke universitas Waseda yang merupakan universitas terbaik, dan sedapat mungkin dalam kurun waktu empat tahun harus lulus dari

(10)

Walaupun pada kenyataannya, dedikasi yang berlebihan seperti menyuruh anak belajar tanpa mengenal waktu baik di rumah maupun di juku, tidak memperbolehkan anak bermain dengan teman sebaya, maupun melarang anak melakukan kegiatan yang disukainya akan mengganggu perkembangan sosial, fisik, maupun mental anak itu sendiri (Kriman, 2007). Hal ini diperkuat dengan pernyataan Hirota (1999) yang menyatakan bahwa:

”教育ママの子どもは 受け身になりがち だと言われています。さらに、

自分が何をしたいのかわからないという子供が増えたことです”. Terjemahan:

”Banyak orang yang mengatakan bahwa anak-anak kyouiku mama akan menjadi pribadi yang pasif. Ditambah lagi jumlah anak-anak yang tidak mengerti sesuatu yang ingin dilakukannya pun kian meningkat”.

Pada umumnya, anak-anak yang tumbuh besar dengan orang tua yang terlalu keras seperti kyouiku mama akan bergabung dengan satu diantara banyak kelompok di Jepang. Contohnya, Lolitas yang mengadaptasi gaya burikko (ぶりっ子), kogyaru (コギャル),

bosozoku (暴走族), and femio-kun (フェミオ君 ) (Hills, 1996).

2.2 Konsep Ibu Dalam Masyarakat Jepang Menurut Iwao dan Ohinata

Iwao (1993:126) mendeskripsikan pandangannya tentang kaum Ibu dalam masyarakat Jepang, yakni: ”Women are weak, but mothers are strong” yang artinya kaum wanita merupakan kaum yang lemah, namun kaum Ibu merupakan kaum yang kuat. Pandangan Iwao tersebut menjelaskan bahwa di dalam masyarakat Jepang, status

(11)

istri yang belum memiliki anak masih lemah dan belum dapat disejajarkan dengan suami sampai ia dapat melahirkan seorang anak.

Umumnya, terdapat tiga alasan yang mendasari kaum wanita Jepang sekarang ini untuk memiliki dan membesarkan anaknya. Adapun tiga alasan tersebut adalah agar menjadi seorang yang lebih dewasa dengan membesarkan anak, untuk mempererat tali kekeluargaan, dan memiliki generasi baru yang melanjutkan status sosial keluarga dalam masyarakat (Iwao, 1993:132). Walaupun membesarkan seorang anak lebih berhubungan dengan sebuah penderitaan dan bukan sebuah kesenangan, namun dengan membuat anak menjadi seorang yang mandiri akan membuat seorang ibu memiliki kepuasan hati serta membuat keberadaannya lebih berarti.

Adapun pandangan lain tentang ibu yakni, menurut Ohinata (1995:205) tentang analisa budaya konsep pemikiran masyarakat Jepang terhadap kaum ibu yakni merupakan sosok yang memiliki nilai lebih dari sekedar ibu yang sedarah dari anak-anaknya. Ia adalah sebuah simbol yang mengilhami banyak nilai. Maksudnya ketika orang Jepang mendengar kata ibu, mereka lebih melihat pada makna dibalik kata ibu tersebut yakni seorang wanita yang penuh dengan curahan cinta kasih, pengorbanan, perlindungan, serta motivator yang setia pada anak.

Seperti pernyataan yang dikemukakan oleh Youshi (2006), yakni: ” 母親は受験も 重要だが、それ以上に趣味的な習い事は重要と考えています” yang artinya ibu

beranggapan bahwa ujian masuk sekolah merupakan hal yang penting, namun terdapat hal lebih penting lagi yakni minat anak. Maksud dari pernyataan tersebut yakni para ibu bijaksana ini tetap memperhatikan pendidikan anak-anaknya, namun mereka juga tetap

(12)

melaksanakan perannya di bidang domestik saja, sedangkan bidang publik dilaksanakan oleh kaum laki-laki. Anak-anak yang dibesarkan oleh para ibu bijaksana ini, umumnya menjadi pribadi yang pandai, ceria, dan mudah bergaul.

2.3 Konsep Kyouiku Mama Dalam Psikologi Kejiwaan Kevin Steede

Menurut pandangan seorang psikolog Jepang, Shizuo dalam White (2002) mengenai konsep kyouiku mama yaitu merupakan salah satu gambaran pop culture yang sangat populer di dalam kebudayaan Jepang kontemporer. Para kyouiku mama merupakan para ibu yang memaksa anak-anaknya untuk berhasil di segala bidang serta berambisi mengarahkan mereka untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik. Semua orangtua boleh menghendaki yang terbaik untuk anak-anaknya. Namun, dalam semangat memberikan keterampilan untuk hidup efektif dan sistem nilai yang kokoh, terkadang orangtua tanpa sadar menanamkan sebuah ranjau mental (Steede, 1998:1). Jadi, apabila dilihat dari psikologi kejiwaan tersebut, maka para ibu yang memiliki konsep kyouiku

mama telah menanamkan ranjau mental terhadap anak-anaknya.

Adapun pengertian ranjau mental menurut Steede (1998:1) adalah keyakinan-keyakinan yang menyebabkan anak terjebak pada kondisi yang kurang positif yang memiliki efek yang sangat besar pada kehidupan masa depannya. Ranjau mental terbagi atas beberapa bagian, yakni:

a. Ranjau Mental I (harus menjadi yang terbaik dalam segala hal)

Kebanyakan orangtua ingin mendorong buah hatinya untuk melakukan hal yang terbaik dalam hidup ini. Orangtua ingin anak-anak mereka bebas menggali bakat dan minat yang dimilikinya. Kendati bertujuan baik, para orangtua itu bisa tanpa sengaja mengirimkan pesan-pesan yang sebenarnya tidak ditujukan kepada buah hatinya. Ada

(13)

garis tipis yang memisahkan antara memotivasi anak-anak untuk melakukan yang terbaik bagi dirinya dengan memupuk keyakinan yang salah bahwa anak harus menjadi yang terbaik dalam segala hal. Ranjau mental ini tertanam pada saat kita mendorong anak-anak ke dalam aktivitas yang kurang diminati anak. Ranjau mental ini akan tertanam ke dalam benak buah hati setiap kali anak menerima hasil yang kurang memuaskan dari aktivitas yang mereka lakukan.

Apabila ranjau mental menjadi suatu keyakinan dalam diri anak, menyebabkan rasa percaya diri anak mengalami erosi yang sangat drastis. Sangat tidak mungkin bagi seorang anak menjadi yang terbaik dalam segala hal. Anak yang merasa tidak menjadi yang terbaik dengan segera akan meyakini bahwa ia telah mengecewakan orangtua dan diri sendiri. Beberapa orang dewasa yang telah tertanam ranjau ini pada saat masa kanak-kanaknya sering menjadi mudah marah atau depresi ketika merasa tidak mampu memenuhi apa yang diharapkan oleh orang lain.

Biasanya, orangtua yang demikian hanya melihat suatu kesuksesan belaka, baik kesuksesan pada dirinya atau orang lain. Mereka ingin melihat kesuksesan itu pada diri anak, walaupun dengan cara memaksanya. Atau, barangkali orangtua yang seperti itukarena kurang sempurna di suatu bidang sehingga memaksa anaknya agar mengimbangi kekurangan itu.

b. Ranjau Mental II (harus berprestasi)

Ranjau mental ini adalah sepupu dekat ranjau mental pertama. Sekali lagi, keyakinan ini terbentuk akibat hasrat orangtua yang menginginkan, bahkan cenderung memaksakan anak-anak mereka untuk melakukan segala hal yang mereka perintahkan.

(14)

orangtua terhadap suatu prestasi yang dicapai anak bisa diinterpretasikan oleh anak sebagai rasa cinta terhadap mereka. Sebaliknya, penolakan terhadap suatu tindakan dapat diartikan bahwa ia tidak dicintai lagi. Anak-anak yang merasakan bahwa cinta orangtua mereka adalah cinta bersyarat, mereka akan merasa tidak aman dan lebih bergantung pada persetujuan eksternal untuk meyakinkan diri mereka. Ketergantungan eksternal untuk memperoleh rasa harga diri membuat mereka jauh lebih rapuh terhadap tekanan teman-teman sebaya. Ketika anak-anak tumbuh dewasa dalam cinta yang bersyarat, mereka terobsesi dan mencari penerimaan melalui kemajuan karier atau perubahan hubungan antarpribadi. Mereka tampak tidak pernah merasa cukup baik. Sayangnya, individu seperti ini telah diajarkan mendefinisikan diri mereka dengan apa yang mereka capai.

2.4 Teori Penokohan Menurut Dr. Burhan Nurgiyantoro, M. Pd

Menurut Nurgiyantoro (2002:167), walaupun tokoh cerita hanya merupakan tokoh ciptaan pengarang, namun tokoh haruslah merupakan tokoh yang hidup secara wajar, sewajar bagaimana kehidupan manusia. Oleh karena itu, tokoh-tokoh dalam karya sastra secara tidak langsung menginterpretasikan kebudayaan tertentu.

Sedangkan penokohan menurut Nurgiyantoro (2002:165) merupakan pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Istilah penokohan mengandung dua aspek yakni isi dan bentuk. Tokoh, watak, dan segala emosi adalah aspek isi, sedangkan teknik perwujudannya dalam suatu karya fiksi adalah aspek bentuk. Jadi istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh dan perwatakan. Hal itu disebabkan penokohan sekaligus mencakup siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakannya dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup

(15)

memberikan gambaran yang jelas kepada para penikmatnya. Untuk penokohan, pemaknaan itu dilakukan berdasarkan kata-kata (verbal) dan tingkah laku lain (non verbal).

Referensi

Dokumen terkait

- Held to maturity securities (investasi yang dimiliki sampai jatuh tempo) Jika perusahaan mempunyai tujuan secara sungguh-sungguh untuk memiliki sekuritas sampai jatuh

Apakah variabel motivasi, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan dan keamanan kerja, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan aktualisasi diri

Tujuan dari SOP ini adalah untuk mengatur alur pelaksanaan asesmen bagi seorang calon pegawai ITB (dosen dan tenaga kependidikan) agar diperoleh calon pegawai yang

Dari tabel 8, nilai risiko berdasarkan dampak untuk Seluruh kriteria dampak terlihat bahwa risiko paving rusak saat pemanfaatan memberi dampak paling besar (nilainya 0.78),

Untuk memecahkan masalah ini, penelitian yang berhubungan dengan alasan mengapa suatu varietas kentang dapat diterima petani (karakteristik tanaman dan umbi) perlu

The Inclusion Kindergarten School in Surakarta, Redesain Taman Kanak- kanak Negeri Pembina Surakarta dengan Penekanan Penerapan Arsitektur Sekolah Program Inklusi

Dengan adanya peningkatan investasi asing di Daerah Istimewa Yogyakarta yang di dukung dengan adanya regulasi yang mendukung investi asing serta adanya peran

Tindak pidana penipuan dalam media eletronik ini sendiri telah di atur dalam hukum di Indonesia lebih jelasnya terdapat pada UU ITE pasal 28 ayat (1), adapula dalam KUHP