205
PENINGKATAN LAJU PELARUTAN TRIMETOPRIM
MELALUI METODE KO-KRISTALISASI DENGAN
NIKOTINAMIDA
Erizal Zaini1, Auzal Halim1, Sundani N. Soewandhi2, Dwi Setyawan3
1Departemen Farmasetika, Fakultas Farmasi Universitas Andalas
2Sekolah Farmasi ITB Jl. Ganesha 10 Bandung
3Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga Surabaya
Korespondensi: Dr. Erizal Zaini, M.Si.
Departemen Farmasetika, Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang, 25163, Sumatera Barat, e-mail : erizal@ffarmasi.unand.ac.id
ABSTRACT
Co-crystallization of trimethoprim with nicotinamide had been done using solvent (methanol as a solvent) and melted technique. Kofler’s hot contact methode was used to identify the solid state interaction between these two components. The solid phase was characterized by microscopic, powder X-ray diffraction, thermal DTA and FT-IR spectroscopy analysis. Dissolution rate profile was performed by paddle methode (Type II USP), distilled water as a medium. Solid state interaction between trimethoprim and nicotinamide show a formation of conglomerate (simple eutectic) at eutectical point 125 0C. Dissolution rate of co-crystallization product of trimethoprim and nicotinamide increase significantly compare to physical mixture and intact trimethoprim.
Keywords: co-crystallization, trimethoprim, nicotinamide, eutectic
ABSTRAK
Telah dilakukan ko-kristalisasi trimetoprim dengan bahan tambahan nikotinamida dengan metode pelarutan (menggunakan pelarut metanol) dan peleburan. Metode kontak panas Kofler digunakan untuk identifikasi awal pembentukan interaksi antar kedua komponen. Padatan hasil ko-kristalisasi dikarakterisasi dengan analisis mikroskopik, difraksi sinar-X, termal DTA dan spektrofotometer FT-IR. Uji laju pelarutan dilakukan dengan metode dayung (tipe II USP) dengan medium air. Hasil interaksi menunjukkan pembentukan konglomerat (eutektikal) antara kedua fase kristalin dalam keadaan padat, dengan titik eutektik pada temperatur 125 0C. Laju pelarutan trimetoprim hasil ko-kristalisasi meningkat secara signifikan dibandingkan dengan campuran fisika dan senyawa tunggal trimetprim.
Kata kunci: ko-kristalisasi, trimetoprim, nikotinamida, eutektik
PENDAHULUAN
Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia senyawa obat yang penting dalam meramalkan derajat absorpsi obat dalam saluran cerna. Obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air (poorly soluble drugs)
seringkali menunjukkan ketersediaan hayati rendah dan kecepatan disolusi merupakan tahap penentu (rate limiting step) pada proses absorpsi obat (1-3).
Berbagai metode untuk
meningkatkan kelarutan dan laju
disolusi obat telah banyak dilaporkan seperti pembuatan dispersi padat,
206
pembentukan prodrug, kompleks inklusi obat dengan pembawa dan modifikasi senyawa menjadi bentuk garam dan
solvat (4-5). Salah satu metode
menarik dan sederhana yang baru-baru ini dikembangkan dalam bidang ilmu bahan dan rekayasa kristal untuk
meningkatkan laju pelarutan dan
ketersediaan hayati obat-obat yang sukar larut adalah teknik kokristalisasi untuk menghasilkan kokristal (senyawa molekular) dengan sifat-sifat fisika dan fisikokimia yang lebih unggul. Kokristal merupakan material padat yang terdiri dari dua atau lebih molekul padat yang membentuk satu kisi kristal yang berbeda dan dihubungkan oleh ikatan antar molekul seperti ikatan hidrogen dan Van der Waals (6).
Penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan laju pelarutan obat yang sukar larut melalui teknik kokristalisasi dan karakterisasi sifat fisikokimia dan kristalografik senyawa kokristal yang
terbentuk. Dalam penelitian ini
digunakan trimetoprim sebagai model obat yang sukar larut air, merupakan senyawa sintetik antibakteri spektrum luas yang bekerja menghambat enzim
reduktase dihidrofolat. Sedangkan
nikotinamida (vitamin B3) digunakan sebagai pembentuk kokristal (cocrystal
former) yang bersifat inert, dan
mempunyai toksisitas yang rendah. Dari studi terdahulu telah dilaporkan peningkatan kelarutan dan pelarutan
trimetoprim melalui pembentukan
kompleks inklusi dengan β-siklodekstrin (7).
METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Percobaan
Alat-alat yang digunakan: mikroskop
polarisasi dilengkapi kamera,
difraktometer sinar-X, DSC/DTA,
spektrofometer FT-IR, spektrofotometri UV-Vis, oven vakum, alat uji Disolusi, pH meter, timbangan analitik.
Bahan-bahan yang digunakan:
trimetoprim (Shouguang Fukang Pharm
Co. Ltd) No. batch 200703342,
nikotinamida, trimetoprim baku
pembanding FI (BPFI) dari PPOM, pelarut metanol, etanol, air suling, kertas Whatman.
Pembuatan ko-kristal dengan berbagai teknik
Ko-kristalisasi dari pelarut (solvent technique): Sejumlah trimetoprim dan
nikotinamida dalam perbandingan
molar 1:1 dilarutkan dalam metanol. Larutan diuapkan sampai diperoleh padatan dan disimpan dalam desikator selama 48 jam.
Kokristalisasi dari leburan (melted technique): Kokristal trimetoprim dan
nikotinamida dibuat dalam
perbandingan molar 1:1. Nikotinamida
dilebur dalam cawan penguap,
kemudian sedikit demi sedikit
ditambahkan trimetoprim ke dalam
leburan nikotinamida. Campuran
dibiarkan memadat pada temperatur ruang dan disimpan dalam desikator.
Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan Kristalografik
Metode Kontak Panas: Metode kontak dilakukan dibawah mikroskop polarisasi yang dilengkapi meja pemanas elekrik
(Hot Stage). Sejumlah tertentu
trimetoprim (suhu lebur 200 oC)
diletakkan pada kaca objek dan ditutup, kemudian dipanaskan sampai lebur, biarkan mengkristal kembali. Letakkan serbuk nikotinamida tepat pada batas sisi gelas penutup. Sistem dipanaskan kembali sampai seluruh nikotinamida melebur dan leburannya kontak dengan permukaan kristal Trimetoprim. Amati terjadinya pertumbuhan kristal pada bidang kontak tersebut (8).
Analisis mikroskopik dengan mikroskop
polarisasi: Serbuk trimetoprim,
nikotinamida dan senyawa hasil
interaksi diamati habit dan morfologis kristal dengan mikroskop polarisasi yang dilengkapi kamera digital.
207
Analisis pola difraksi sinar- X:
Penetapan pola difraksi sinar X serbuk
kokristal dilakukan dengan
menggunakan difraktometer. Kondisi pengukuran sebagai berikut, sumber Cu Kα, voltase 45 kV, arus 25 mA dan kecepatan scanning 0,05o per detik.
Analisis termal diferensial: Analisis dilakukan menggunakan alat DTA. Suhu pemanasan dimulai 20 sampai
150 o C, dengan kecepatan pemanasan
10 o C per menit.
Analisis spektroskopi FT-IR:
Pembuatan spektrum infra merah
serbuk trimetoprim, nikotinamida dan
senyawa hasil interaksi dilakukan
dengan mendispersikan sampel pada pelet KBr yang dikempa dengan tekanan tinggi. Kemudian diukur persen transmitan dari bilangan gelombang 400 – 4000 cm.
Penetapan profil disolusi trimetoprim
Penetapan disolusi serbuk
trimetoprim murni, dan trimetoprim hasil interaksi dengan nikotinamida dilakukan dengan menggunakan alat tipe I, medium asam klorida 0,1 N sebanyak 900 ml, kecepatan putaran 100 rpm, serta suhu 37 + 0,5 0C. Sampel diambil setelah 5, 10, 20, 30, 45, dan 60 menit. Setiap pemipetan diganti dengan sebanyak medium yang diambil pada suhu yang sama sehingga volume medium disolusi tetap. Masing-masing larutan yang dipipet diukur
serapannya dengan menggunakan
spektofotometer UV-Vis derivatif
pertama pada panjang gelombang zero crossing nikotinamida. Lalu hitung
konsentrasi trimetoprim terdisolusi
dengan menggunakan kurva kalibrasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis mikroskopik
Kristal hasil rekristalisasi leburan nikotinamida dan trimetoprim terlihat beraneka warna ketika diamati dibawah
mikroskop polarisasi. Perbedaan warna dan intensitasnya dipengaruhi oleh orientasi fragmen, ketebalan dan sinar yang diabsorbsi atau diteruskan oleh fragmen kristal. Hasil leburan nikotinamida dan trimetoprim yang mengkristal kembali mempunyai bentuk khas pada masing-masing kristalnya. Nikotinamida memiliki bentuk habit kristal mozaik sferulit (Gambar 1A), yang tersusun dari kristal berbentuk jarum dan membentuk satu pusat pertumbuhan. Sedangkan habit kristal
trimetoprim berbentuk sulur yang
memanjang (Gambar 1B).
Gambar 1. Mikrofoto habit kristal nikotinamida (A) dan trimetoprim (B). (perbesaran 200x).
Idenfikasi interaksi dengan metode kontak panas Kofler
Identifikasi awal untuk mengungkap interaksi fisika antar dua komponen dilakukan dengan dua metode yaitu metode kontak panas Kofler dan metode reaksi kristalisasi (8,9,10,11). Metode kontak panas pertama kali
A
208
diperkenalkan oleh Lehman dan Kofler (9). Metode ini merupakan teknik yang
sederhana untuk mengidentifikasi
perilaku fase dalam suatu sistem biner (dua komponen). Pada metode ini, salah satu komponen (yang memiliki titik lebur yang lebih tinggi yaitu
trimetoprim dilebur, lalu dibiarkan
memadat kembali (rekristalisasi),
komponen kedua nikotinamida (titik lebur lebih rendah) ditempatkan pada
sisi lainnya pada gelas objek,
dipanaskan dengan menggunakan alat pemanas (hot stage) yang dihubungkan dengan mikroskop polarisasi. Pada saat komponen kedua nikotinamida (NCT) melebur, fase leburan komponen NCT akan berdifusi kedalam komponen
padatan trimetoprim (TMP) dan
melarutkan sebagian padatan TMP pada zona kontak antara sistem biner TMP dan NCT. Davis et al, (10),
menyebutnya sebagai zona
pencampuran (mixing zone), yang paling menarik untuk diamati. Sampel dibiarkan memadat (rekristalisasi) pada
temperatur ruang. Setelah kedua
komponen (TMP dan NCT) memadat, zona kontak diamati kembali pada mikroskop polarisasi. Pada Gambar
2.A-D, sisi A.1 merupakan hasil
rekristalisasi leburan NCT dan sisi A.3 adalah rekristalisasi leburan TMP. Kedua komponen menunjukkan habit kristal yang khas. Zona A.2 adalah zona kontak antara padatan TMP dan NCT. Pada awal pembentukan zona kontak, belum teramati adanya habit kristal baru, melainkan masih dalam keadaan fase cair (amorf) (Gambar 2A). Setelah didiamkan beberapa saat, mulai terbentuk pertumbuhan habit kristal baru pada zona B.2, yang berbeda dari kedua habit TMP dan NCT (Gambar 2B). Preparat sampel metode kontak dipanaskan kembali, fase padatan NCT melebur kembali
pada 131 0C, zona kontak melebur
pada 124 0C dan diikuti oleh padatan
TMP pada 199 0C (Gambar 2C dan
2D). Perbedaan habit kristal dan
perilaku termal, mengindikasikan
adanya interaksi padatan antara kedua komponen NCT dan TMP (9,10).
Gambar 2. Mikrofoto habit kristal hasil interaksi TMP dan NCT dengan metode kontak panas Kofler A) setelah kontak leburan NCT dan padatan TMP, B) setelah terbentuk zona kontak, C) peleburan padatan NCT dan zona kontak dan D) peleburan TMP.
209 Analisis termal DTA
Analisis termal DTA merupakan
instrumen analitik yang sangat
bermanfaat dalam karakterisasi
interaksi dalam keadaan padat (solid state interaction) antara dua atau lebih material obat. Analisis termal DTA
digunakan untuk mengevaluasi
perubahan sifat termodinamika yang terjadi saat materi diberikan energi panas, berupa peristiwa rekristalisasi, peleburan, desolvasi, dan transformasi fase padat, yang ditunjukkan puncak
endotermik atau eksotermik pada
termogran DTA.
Termogram DTA nikotinamida dan trimetoprim murni menunjukkan satu puncak endotermik yang merupakan peristiwa peleburan padatan
masing-masing komponen pada 131 0C dan
201,5 0C. Serbuk hasil ko-kristalisasi nikotinamida dan trimetoprim ekuimolar (1:1 molar) dari pelarut metanol, menunjukkan perilaku termal yang
berbeda dari kedua komponen
pembentuknya, ada dua puncak
endotermik yaitu pada 125 0C dan agak
melebar pada 183 0C (Gambar 3). Dari
termogram DTA mengindikasikan
penurunan titik lebur sistem biner hasil
ko-kristalisasi, yang diduga
terbentuknya campuran eutektik antara nikotinamida dan trimetoprim, dengan
titik lebur eutektik pada 125 0C.
Pembentukan eutektikal sejumlah
materi obat dengan nikotinamida juga telah dilaporkan, antara lain dengan flurbiprofen dan ibuprofen (12,13).
Pada campuran eutektik, kedua
komponen dapat bercampur sempurna dalam berbagai komposisi pada kondisi isotrop (leburan), namun eksistensi
masing-masingnya akan diperoleh
kembali dalam kondisi anisoptrop
(kristalin). Dengan demikian, baik
nikotinamida maupun trimetoprim akan diperoleh kembali jika kedua komponen diko-kristalisasi kembali.
Gambar 3. Termogram DTA serbuk A) nikotinamida, B) trimetoprim dan C) serbuk hasil ko-kristalisasi antara nikotinamida dan trimetoprim ekuimolar (1:1 molar).
Analisis Difraksi Sinar-X
Difraksi sinar-X serbuk merupakan
metode yang handal untuk
karakterisasi interaksi padatan antara
dua komponen padat, apakah
terbentuk fase kristalin baru atau tidak. Jika terbentuk fase kristalin baru dari hasil interaksi antar kedua komponen maka akan teramati secara nyata dari difraktogram sinar-X yang berbeda dari
campuran fisika kedua komponen. Gambar. 4, menunjukkan difraktogram sinar-X serbuk padatan hasil interaksi kedua komponen dengan metode
ko-kristalisasi pelarut dan leburan,
dibandingkan dengan komponen
tunggal kedua komponen dan
campuran fisika kedua komponen tanpa perlakuan.
210
Gambar 4. Difraktogram sinar-X serbuk A) trimetoprim, B) nikotinamida, C) campuran fisika nikotinamida-trimetoprim ekuimolar (1:1 molar), D) kokristalisasi nikotinamida-trimetoprim ekuimolar (1:1 molar) dari pelarut metanol dan E) koristalisasi nikotinamida-trimetoprim ekuimolar (1:1 molar) dari fase leburan.
Fase padat nikotinamida dan
trimetoprim menunjukkan derajat
kristalinitas yang tinggi dikarakterisasi oleh puncak-puncak interferensi khas pada pola difraksi sinar-X serbuk (Gambar. 4A dan 4B). Trimetoprim memiliki interferensi khas pada 2 theta = 9,2; 11,7; 15,3; 17,5; 18,6; dan 25,9. sedangkan nikotinamida pada 2 theta =
14,7; 22,19; 25,8 dan 27,52.
Difraktogram sinar-X campuran fisika
(Gambar 4C), merupakan super
imposisi antara kedua komponen
pembentuknya. Difraktogram sinar-X
padatan hasil interaksi antara
nikotinamida dan trimetoprim memiliki pola difraksi yang sama dengan
campuran fisika
nikotinamida-trimetoprim, hanya berbeda dalam intensitas puncak interferensi yang
menunjukkan perbedaan derajat
kristalinitas. Hal ini mengindikasikan
bahwa ko-kristalisasi antara
nikotinamida dan trimetoprim tidak
menghasilkan fase kristalin baru
(senyawa molekular), melainkan
konglomerasi kedua fase kristal dalam keadaan padat atau seringkali disebut
sebagai campuram eutektik sederhana (10).
Analisis spektrofotometri FT-IR
Spektrum FT-IR pada Gambar 5,
menunjukkan bahwa spektrum
inframerah campuran fisika sama
dengan spektrum hasil ko-kristalisasi nikotinamida dan trimetoprim, yang menunjukkan tidak terjadi interaksi kimiawi pada saat proses kokristalisasi kedua komponen.
Uji laju disolusi
Trimetoprim memiliki kelarutan dan laju disolusi yang rendah dalam air. Dengan teknik ko-kristalisasi dengan nikotinamida dapat meningkatkan laju
disolusi dalam medium air
dibandingkan dengan campuran fisika dan trimetoprim tunggal (Gambar 6).
Peningkatan kelarutan dan laju
disolusi trimetoprim dengan
kokristalisasi dengan nikotinamida
disebabkan berbagai mekanisme,
diantaranya pembentukan eutektik
antara nikotinamida dan trimetoprim yang memperkecil ukuran partikel
211
trimetoprim. Efek solubilisasi dari
nikotinamida yang mudah larut air juga ikut berkontribusi terhadap peningkatan
laju disolusi trimetoprim, karena
trimetoprim terdispersi dalam
nikotinamida. Nikotinamida dilaporkan dapat membentuk kompleks melalui mekanisme donor-akseptor elektron π
dengan beberapa senyawa obat, yang disebut dengan efek hidrotropi (14-17). Hal ini diduga ikut berperan dalam peningkatan laju disolusi trimetoprim
dari campuran fisika, melalui
pembentukan kompleks dengan
nikotinamida dalam keadaan larutan. .
Gambar 5. Spektrum FT-Infra merah A) nikotinamida, B) trimetoprim, C) campuran fisika nikotinamida-trimetoprim ekuimolar (1:1 molar), dan D) ko-kristalisasi nikotinamida-trimetoprim ekuimolar (1:1 molar).
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 10 20 30 40 50 60 70 Waktu (menit) % t er di sol us i Ko-kristal NCT-TMP CF-NCT-TMP TMP tunggal
Gambar. 6. Profil disolusi serbuk A) serbuk hasil ko-kristalisasi nicotinamida dan trimetoprim ekuimolar (1:1 molar), B) campuran fisika nicotinamida dan trimetoprim ekuimolar (1:1 molar), dan C) trimetoprim tunggal.
A
B C212
KESIMPULAN
1. Teknik ko-kristalisasi antara
trimetoprim dan nikotinamida dari
pelarut metanol menghasilkan
campuran eutektik sederhana. 2. Laju disolusi trimetoprim dari
ko-kristalisasi dengan nikotinamida
dapat meningkat secara signifikan dibandingkan campuran fisika dan trimetoprim tunggal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Racz I. Drug Formulation. New York: John Wiley and Sons; 1989.
2. Shargel L, Yu A. Applied
Biopharmaceutics and
Pharmacokinetics. 4th Ed. New York: Appleton & Lange; 1999.
3. Leuner C, Dressman J. Improving drug solubility for oral delivery using solid dispersions. Eur J Pharm Biopharm 2000; 50; 47-60.
4. Chiou WL, Riegelman S. Pharmaceutical Applications of Solid Dispersion System. J Pharm Sci 1991; 60 (9), 1281-1302.
5. Abdou HM. Dissolution, Bioavaibility and Bioequivalence. Easton, Pennsylvania: Mack Publishing Company; 1989.
6. Trask AV, Jones W. Crystal engineering of organic co-crystals by the solid state grinding approach. Top Curr Chem 2005; 254: 41-70.
7. Li N, Zhang YH, Wu YN, Xiong XL, Zhang YH. Inclusion Complex of trimethoprim with β-cyclodextrin. J Pharma Biomed Anal 2005; 39: 824-829.
8. Soewandhi SN. Antaraksi Fisik Padatan Pada Kombinasi Senyawa Aprobarbital dan Isopropilantipirina. Jurnal Matematika dan Sains 1999; 4(1): 20-31.
9. Berry DJ, Seaton C, Clegg W, Harrington RW, Coles SJ, Horton PN. Applying hot-stage microscopy to
co-crystal screening: A study of nicotinamide with seven active pharmaceutical ingredients. Cryst Growth and Des 2008; 8(5): 1697-1712.
10. Davis RE, Lorimer KA, Wilkowski MA, Rivers JH. Studies of relationship in cocrystal systems. ACA Transactions 2004; 39: 41-61.
11. Hornedo NR, Sarah JN, Kurt FS, Yomaira P, Christopher JF. Reaction crystallization of pharmaceutical molecular complexes. Mol Pharm 2006; 3(3): 362-367.
12. Varma MM, Pandi JK. Dissolution, solubility, XRD, and DSC studies on Flurbiprofen-Nicotinamide solid dispersion. Drug Dev Ind Pharm 2005; 31: 417-423.
13. Oberoi LM, Alexander KS, Riga AT. Study of interaction between Ibuprofen and Nicotinamide using differential scanning calorimetry, spectroscopy and microscopy and formulation of a fast-acting and possibly better ibuprofen suspension for osteoarthritis patients. J Pharm Sci 2005; 94: 93-101.
14. Hamza YE, Paruta AN. Enhanced solubility of paracetamol by various hydrotropic agents. Drug Dev Ind Pharm 1985; 11(8): 1577-1596. 15. Bogdanova SV, Sidzhakova D,
Karaivanova V, Georgieva SV. Aspects of the interaction between Indomethacin and Nicotinamide in solid dispersions. Int J Pharm 1998; 163: 1-10.
16. Sanghvi R, Evans D, Yalkowsky SH. Stacking complexation by Nicotinamide: A useful way of enhancing drug solubility. Int J Pharm 2007; 336: 35-41.
17. Agrawal S, Pancholi SS, Jain NK, Agrawal LP. Hydrotropic solubilization of Nimesulide for parenteral administration. Int J Pharm 2004; 274: 149-155.