• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN LAJU PELARUTAN TRIMETOPRIM MELALUI METODE KO-KRISTALISASI DENGAN NIKOTINAMIDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN LAJU PELARUTAN TRIMETOPRIM MELALUI METODE KO-KRISTALISASI DENGAN NIKOTINAMIDA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

205

PENINGKATAN LAJU PELARUTAN TRIMETOPRIM

MELALUI METODE KO-KRISTALISASI DENGAN

NIKOTINAMIDA

Erizal Zaini1, Auzal Halim1, Sundani N. Soewandhi2, Dwi Setyawan3

1Departemen Farmasetika, Fakultas Farmasi Universitas Andalas

2Sekolah Farmasi ITB Jl. Ganesha 10 Bandung

3Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga Surabaya

Korespondensi: Dr. Erizal Zaini, M.Si.

Departemen Farmasetika, Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang, 25163, Sumatera Barat, e-mail : erizal@ffarmasi.unand.ac.id

ABSTRACT

Co-crystallization of trimethoprim with nicotinamide had been done using solvent (methanol as a solvent) and melted technique. Kofler’s hot contact methode was used to identify the solid state interaction between these two components. The solid phase was characterized by microscopic, powder X-ray diffraction, thermal DTA and FT-IR spectroscopy analysis. Dissolution rate profile was performed by paddle methode (Type II USP), distilled water as a medium. Solid state interaction between trimethoprim and nicotinamide show a formation of conglomerate (simple eutectic) at eutectical point 125 0C. Dissolution rate of co-crystallization product of trimethoprim and nicotinamide increase significantly compare to physical mixture and intact trimethoprim.

Keywords: co-crystallization, trimethoprim, nicotinamide, eutectic

ABSTRAK

Telah dilakukan ko-kristalisasi trimetoprim dengan bahan tambahan nikotinamida dengan metode pelarutan (menggunakan pelarut metanol) dan peleburan. Metode kontak panas Kofler digunakan untuk identifikasi awal pembentukan interaksi antar kedua komponen. Padatan hasil ko-kristalisasi dikarakterisasi dengan analisis mikroskopik, difraksi sinar-X, termal DTA dan spektrofotometer FT-IR. Uji laju pelarutan dilakukan dengan metode dayung (tipe II USP) dengan medium air. Hasil interaksi menunjukkan pembentukan konglomerat (eutektikal) antara kedua fase kristalin dalam keadaan padat, dengan titik eutektik pada temperatur 125 0C. Laju pelarutan trimetoprim hasil ko-kristalisasi meningkat secara signifikan dibandingkan dengan campuran fisika dan senyawa tunggal trimetprim.

Kata kunci: ko-kristalisasi, trimetoprim, nikotinamida, eutektik

PENDAHULUAN

Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia senyawa obat yang penting dalam meramalkan derajat absorpsi obat dalam saluran cerna. Obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air (poorly soluble drugs)

seringkali menunjukkan ketersediaan hayati rendah dan kecepatan disolusi merupakan tahap penentu (rate limiting step) pada proses absorpsi obat (1-3).

Berbagai metode untuk

meningkatkan kelarutan dan laju

disolusi obat telah banyak dilaporkan seperti pembuatan dispersi padat,

(2)

206

pembentukan prodrug, kompleks inklusi obat dengan pembawa dan modifikasi senyawa menjadi bentuk garam dan

solvat (4-5). Salah satu metode

menarik dan sederhana yang baru-baru ini dikembangkan dalam bidang ilmu bahan dan rekayasa kristal untuk

meningkatkan laju pelarutan dan

ketersediaan hayati obat-obat yang sukar larut adalah teknik kokristalisasi untuk menghasilkan kokristal (senyawa molekular) dengan sifat-sifat fisika dan fisikokimia yang lebih unggul. Kokristal merupakan material padat yang terdiri dari dua atau lebih molekul padat yang membentuk satu kisi kristal yang berbeda dan dihubungkan oleh ikatan antar molekul seperti ikatan hidrogen dan Van der Waals (6).

Penelitian ini bertujuan untuk

meningkatkan laju pelarutan obat yang sukar larut melalui teknik kokristalisasi dan karakterisasi sifat fisikokimia dan kristalografik senyawa kokristal yang

terbentuk. Dalam penelitian ini

digunakan trimetoprim sebagai model obat yang sukar larut air, merupakan senyawa sintetik antibakteri spektrum luas yang bekerja menghambat enzim

reduktase dihidrofolat. Sedangkan

nikotinamida (vitamin B3) digunakan sebagai pembentuk kokristal (cocrystal

former) yang bersifat inert, dan

mempunyai toksisitas yang rendah. Dari studi terdahulu telah dilaporkan peningkatan kelarutan dan pelarutan

trimetoprim melalui pembentukan

kompleks inklusi dengan β-siklodekstrin (7).

METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Percobaan

Alat-alat yang digunakan: mikroskop

polarisasi dilengkapi kamera,

difraktometer sinar-X, DSC/DTA,

spektrofometer FT-IR, spektrofotometri UV-Vis, oven vakum, alat uji Disolusi, pH meter, timbangan analitik.

Bahan-bahan yang digunakan:

trimetoprim (Shouguang Fukang Pharm

Co. Ltd) No. batch 200703342,

nikotinamida, trimetoprim baku

pembanding FI (BPFI) dari PPOM, pelarut metanol, etanol, air suling, kertas Whatman.

Pembuatan ko-kristal dengan berbagai teknik

Ko-kristalisasi dari pelarut (solvent technique): Sejumlah trimetoprim dan

nikotinamida dalam perbandingan

molar 1:1 dilarutkan dalam metanol. Larutan diuapkan sampai diperoleh padatan dan disimpan dalam desikator selama 48 jam.

Kokristalisasi dari leburan (melted technique): Kokristal trimetoprim dan

nikotinamida dibuat dalam

perbandingan molar 1:1. Nikotinamida

dilebur dalam cawan penguap,

kemudian sedikit demi sedikit

ditambahkan trimetoprim ke dalam

leburan nikotinamida. Campuran

dibiarkan memadat pada temperatur ruang dan disimpan dalam desikator.

Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan Kristalografik

Metode Kontak Panas: Metode kontak dilakukan dibawah mikroskop polarisasi yang dilengkapi meja pemanas elekrik

(Hot Stage). Sejumlah tertentu

trimetoprim (suhu lebur 200 oC)

diletakkan pada kaca objek dan ditutup, kemudian dipanaskan sampai lebur, biarkan mengkristal kembali. Letakkan serbuk nikotinamida tepat pada batas sisi gelas penutup. Sistem dipanaskan kembali sampai seluruh nikotinamida melebur dan leburannya kontak dengan permukaan kristal Trimetoprim. Amati terjadinya pertumbuhan kristal pada bidang kontak tersebut (8).

Analisis mikroskopik dengan mikroskop

polarisasi: Serbuk trimetoprim,

nikotinamida dan senyawa hasil

interaksi diamati habit dan morfologis kristal dengan mikroskop polarisasi yang dilengkapi kamera digital.

(3)

207

Analisis pola difraksi sinar- X:

Penetapan pola difraksi sinar X serbuk

kokristal dilakukan dengan

menggunakan difraktometer. Kondisi pengukuran sebagai berikut, sumber Cu Kα, voltase 45 kV, arus 25 mA dan kecepatan scanning 0,05o per detik.

Analisis termal diferensial: Analisis dilakukan menggunakan alat DTA. Suhu pemanasan dimulai 20 sampai

150 o C, dengan kecepatan pemanasan

10 o C per menit.

Analisis spektroskopi FT-IR:

Pembuatan spektrum infra merah

serbuk trimetoprim, nikotinamida dan

senyawa hasil interaksi dilakukan

dengan mendispersikan sampel pada pelet KBr yang dikempa dengan tekanan tinggi. Kemudian diukur persen transmitan dari bilangan gelombang 400 – 4000 cm.

Penetapan profil disolusi trimetoprim

Penetapan disolusi serbuk

trimetoprim murni, dan trimetoprim hasil interaksi dengan nikotinamida dilakukan dengan menggunakan alat tipe I, medium asam klorida 0,1 N sebanyak 900 ml, kecepatan putaran 100 rpm, serta suhu 37 + 0,5 0C. Sampel diambil setelah 5, 10, 20, 30, 45, dan 60 menit. Setiap pemipetan diganti dengan sebanyak medium yang diambil pada suhu yang sama sehingga volume medium disolusi tetap. Masing-masing larutan yang dipipet diukur

serapannya dengan menggunakan

spektofotometer UV-Vis derivatif

pertama pada panjang gelombang zero crossing nikotinamida. Lalu hitung

konsentrasi trimetoprim terdisolusi

dengan menggunakan kurva kalibrasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis mikroskopik

Kristal hasil rekristalisasi leburan nikotinamida dan trimetoprim terlihat beraneka warna ketika diamati dibawah

mikroskop polarisasi. Perbedaan warna dan intensitasnya dipengaruhi oleh orientasi fragmen, ketebalan dan sinar yang diabsorbsi atau diteruskan oleh fragmen kristal. Hasil leburan nikotinamida dan trimetoprim yang mengkristal kembali mempunyai bentuk khas pada masing-masing kristalnya. Nikotinamida memiliki bentuk habit kristal mozaik sferulit (Gambar 1A), yang tersusun dari kristal berbentuk jarum dan membentuk satu pusat pertumbuhan. Sedangkan habit kristal

trimetoprim berbentuk sulur yang

memanjang (Gambar 1B).

Gambar 1. Mikrofoto habit kristal nikotinamida (A) dan trimetoprim (B). (perbesaran 200x).

Idenfikasi interaksi dengan metode kontak panas Kofler

Identifikasi awal untuk mengungkap interaksi fisika antar dua komponen dilakukan dengan dua metode yaitu metode kontak panas Kofler dan metode reaksi kristalisasi (8,9,10,11). Metode kontak panas pertama kali

A

(4)

208

diperkenalkan oleh Lehman dan Kofler (9). Metode ini merupakan teknik yang

sederhana untuk mengidentifikasi

perilaku fase dalam suatu sistem biner (dua komponen). Pada metode ini, salah satu komponen (yang memiliki titik lebur yang lebih tinggi yaitu

trimetoprim dilebur, lalu dibiarkan

memadat kembali (rekristalisasi),

komponen kedua nikotinamida (titik lebur lebih rendah) ditempatkan pada

sisi lainnya pada gelas objek,

dipanaskan dengan menggunakan alat pemanas (hot stage) yang dihubungkan dengan mikroskop polarisasi. Pada saat komponen kedua nikotinamida (NCT) melebur, fase leburan komponen NCT akan berdifusi kedalam komponen

padatan trimetoprim (TMP) dan

melarutkan sebagian padatan TMP pada zona kontak antara sistem biner TMP dan NCT. Davis et al, (10),

menyebutnya sebagai zona

pencampuran (mixing zone), yang paling menarik untuk diamati. Sampel dibiarkan memadat (rekristalisasi) pada

temperatur ruang. Setelah kedua

komponen (TMP dan NCT) memadat, zona kontak diamati kembali pada mikroskop polarisasi. Pada Gambar

2.A-D, sisi A.1 merupakan hasil

rekristalisasi leburan NCT dan sisi A.3 adalah rekristalisasi leburan TMP. Kedua komponen menunjukkan habit kristal yang khas. Zona A.2 adalah zona kontak antara padatan TMP dan NCT. Pada awal pembentukan zona kontak, belum teramati adanya habit kristal baru, melainkan masih dalam keadaan fase cair (amorf) (Gambar 2A). Setelah didiamkan beberapa saat, mulai terbentuk pertumbuhan habit kristal baru pada zona B.2, yang berbeda dari kedua habit TMP dan NCT (Gambar 2B). Preparat sampel metode kontak dipanaskan kembali, fase padatan NCT melebur kembali

pada 131 0C, zona kontak melebur

pada 124 0C dan diikuti oleh padatan

TMP pada 199 0C (Gambar 2C dan

2D). Perbedaan habit kristal dan

perilaku termal, mengindikasikan

adanya interaksi padatan antara kedua komponen NCT dan TMP (9,10).

Gambar 2. Mikrofoto habit kristal hasil interaksi TMP dan NCT dengan metode kontak panas Kofler A) setelah kontak leburan NCT dan padatan TMP, B) setelah terbentuk zona kontak, C) peleburan padatan NCT dan zona kontak dan D) peleburan TMP.

(5)

209 Analisis termal DTA

Analisis termal DTA merupakan

instrumen analitik yang sangat

bermanfaat dalam karakterisasi

interaksi dalam keadaan padat (solid state interaction) antara dua atau lebih material obat. Analisis termal DTA

digunakan untuk mengevaluasi

perubahan sifat termodinamika yang terjadi saat materi diberikan energi panas, berupa peristiwa rekristalisasi, peleburan, desolvasi, dan transformasi fase padat, yang ditunjukkan puncak

endotermik atau eksotermik pada

termogran DTA.

Termogram DTA nikotinamida dan trimetoprim murni menunjukkan satu puncak endotermik yang merupakan peristiwa peleburan padatan

masing-masing komponen pada 131 0C dan

201,5 0C. Serbuk hasil ko-kristalisasi nikotinamida dan trimetoprim ekuimolar (1:1 molar) dari pelarut metanol, menunjukkan perilaku termal yang

berbeda dari kedua komponen

pembentuknya, ada dua puncak

endotermik yaitu pada 125 0C dan agak

melebar pada 183 0C (Gambar 3). Dari

termogram DTA mengindikasikan

penurunan titik lebur sistem biner hasil

ko-kristalisasi, yang diduga

terbentuknya campuran eutektik antara nikotinamida dan trimetoprim, dengan

titik lebur eutektik pada 125 0C.

Pembentukan eutektikal sejumlah

materi obat dengan nikotinamida juga telah dilaporkan, antara lain dengan flurbiprofen dan ibuprofen (12,13).

Pada campuran eutektik, kedua

komponen dapat bercampur sempurna dalam berbagai komposisi pada kondisi isotrop (leburan), namun eksistensi

masing-masingnya akan diperoleh

kembali dalam kondisi anisoptrop

(kristalin). Dengan demikian, baik

nikotinamida maupun trimetoprim akan diperoleh kembali jika kedua komponen diko-kristalisasi kembali.

Gambar 3. Termogram DTA serbuk A) nikotinamida, B) trimetoprim dan C) serbuk hasil ko-kristalisasi antara nikotinamida dan trimetoprim ekuimolar (1:1 molar).

Analisis Difraksi Sinar-X

Difraksi sinar-X serbuk merupakan

metode yang handal untuk

karakterisasi interaksi padatan antara

dua komponen padat, apakah

terbentuk fase kristalin baru atau tidak. Jika terbentuk fase kristalin baru dari hasil interaksi antar kedua komponen maka akan teramati secara nyata dari difraktogram sinar-X yang berbeda dari

campuran fisika kedua komponen. Gambar. 4, menunjukkan difraktogram sinar-X serbuk padatan hasil interaksi kedua komponen dengan metode

ko-kristalisasi pelarut dan leburan,

dibandingkan dengan komponen

tunggal kedua komponen dan

campuran fisika kedua komponen tanpa perlakuan.

(6)

210

Gambar 4. Difraktogram sinar-X serbuk A) trimetoprim, B) nikotinamida, C) campuran fisika nikotinamida-trimetoprim ekuimolar (1:1 molar), D) kokristalisasi nikotinamida-trimetoprim ekuimolar (1:1 molar) dari pelarut metanol dan E) koristalisasi nikotinamida-trimetoprim ekuimolar (1:1 molar) dari fase leburan.

Fase padat nikotinamida dan

trimetoprim menunjukkan derajat

kristalinitas yang tinggi dikarakterisasi oleh puncak-puncak interferensi khas pada pola difraksi sinar-X serbuk (Gambar. 4A dan 4B). Trimetoprim memiliki interferensi khas pada 2 theta = 9,2; 11,7; 15,3; 17,5; 18,6; dan 25,9. sedangkan nikotinamida pada 2 theta =

14,7; 22,19; 25,8 dan 27,52.

Difraktogram sinar-X campuran fisika

(Gambar 4C), merupakan super

imposisi antara kedua komponen

pembentuknya. Difraktogram sinar-X

padatan hasil interaksi antara

nikotinamida dan trimetoprim memiliki pola difraksi yang sama dengan

campuran fisika

nikotinamida-trimetoprim, hanya berbeda dalam intensitas puncak interferensi yang

menunjukkan perbedaan derajat

kristalinitas. Hal ini mengindikasikan

bahwa ko-kristalisasi antara

nikotinamida dan trimetoprim tidak

menghasilkan fase kristalin baru

(senyawa molekular), melainkan

konglomerasi kedua fase kristal dalam keadaan padat atau seringkali disebut

sebagai campuram eutektik sederhana (10).

Analisis spektrofotometri FT-IR

Spektrum FT-IR pada Gambar 5,

menunjukkan bahwa spektrum

inframerah campuran fisika sama

dengan spektrum hasil ko-kristalisasi nikotinamida dan trimetoprim, yang menunjukkan tidak terjadi interaksi kimiawi pada saat proses kokristalisasi kedua komponen.

Uji laju disolusi

Trimetoprim memiliki kelarutan dan laju disolusi yang rendah dalam air. Dengan teknik ko-kristalisasi dengan nikotinamida dapat meningkatkan laju

disolusi dalam medium air

dibandingkan dengan campuran fisika dan trimetoprim tunggal (Gambar 6).

Peningkatan kelarutan dan laju

disolusi trimetoprim dengan

kokristalisasi dengan nikotinamida

disebabkan berbagai mekanisme,

diantaranya pembentukan eutektik

antara nikotinamida dan trimetoprim yang memperkecil ukuran partikel

(7)

211

trimetoprim. Efek solubilisasi dari

nikotinamida yang mudah larut air juga ikut berkontribusi terhadap peningkatan

laju disolusi trimetoprim, karena

trimetoprim terdispersi dalam

nikotinamida. Nikotinamida dilaporkan dapat membentuk kompleks melalui mekanisme donor-akseptor elektron π

dengan beberapa senyawa obat, yang disebut dengan efek hidrotropi (14-17). Hal ini diduga ikut berperan dalam peningkatan laju disolusi trimetoprim

dari campuran fisika, melalui

pembentukan kompleks dengan

nikotinamida dalam keadaan larutan. .

Gambar 5. Spektrum FT-Infra merah A) nikotinamida, B) trimetoprim, C) campuran fisika nikotinamida-trimetoprim ekuimolar (1:1 molar), dan D) ko-kristalisasi nikotinamida-trimetoprim ekuimolar (1:1 molar).

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 10 20 30 40 50 60 70 Waktu (menit) % t er di sol us i Ko-kristal NCT-TMP CF-NCT-TMP TMP tunggal

Gambar. 6. Profil disolusi serbuk A) serbuk hasil ko-kristalisasi nicotinamida dan trimetoprim ekuimolar (1:1 molar), B) campuran fisika nicotinamida dan trimetoprim ekuimolar (1:1 molar), dan C) trimetoprim tunggal.

A

B C

(8)

212

KESIMPULAN

1. Teknik ko-kristalisasi antara

trimetoprim dan nikotinamida dari

pelarut metanol menghasilkan

campuran eutektik sederhana. 2. Laju disolusi trimetoprim dari

ko-kristalisasi dengan nikotinamida

dapat meningkat secara signifikan dibandingkan campuran fisika dan trimetoprim tunggal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Racz I. Drug Formulation. New York: John Wiley and Sons; 1989.

2. Shargel L, Yu A. Applied

Biopharmaceutics and

Pharmacokinetics. 4th Ed. New York: Appleton & Lange; 1999.

3. Leuner C, Dressman J. Improving drug solubility for oral delivery using solid dispersions. Eur J Pharm Biopharm 2000; 50; 47-60.

4. Chiou WL, Riegelman S. Pharmaceutical Applications of Solid Dispersion System. J Pharm Sci 1991; 60 (9), 1281-1302.

5. Abdou HM. Dissolution, Bioavaibility and Bioequivalence. Easton, Pennsylvania: Mack Publishing Company; 1989.

6. Trask AV, Jones W. Crystal engineering of organic co-crystals by the solid state grinding approach. Top Curr Chem 2005; 254: 41-70.

7. Li N, Zhang YH, Wu YN, Xiong XL, Zhang YH. Inclusion Complex of trimethoprim with β-cyclodextrin. J Pharma Biomed Anal 2005; 39: 824-829.

8. Soewandhi SN. Antaraksi Fisik Padatan Pada Kombinasi Senyawa Aprobarbital dan Isopropilantipirina. Jurnal Matematika dan Sains 1999; 4(1): 20-31.

9. Berry DJ, Seaton C, Clegg W, Harrington RW, Coles SJ, Horton PN. Applying hot-stage microscopy to

co-crystal screening: A study of nicotinamide with seven active pharmaceutical ingredients. Cryst Growth and Des 2008; 8(5): 1697-1712.

10. Davis RE, Lorimer KA, Wilkowski MA, Rivers JH. Studies of relationship in cocrystal systems. ACA Transactions 2004; 39: 41-61.

11. Hornedo NR, Sarah JN, Kurt FS, Yomaira P, Christopher JF. Reaction crystallization of pharmaceutical molecular complexes. Mol Pharm 2006; 3(3): 362-367.

12. Varma MM, Pandi JK. Dissolution, solubility, XRD, and DSC studies on Flurbiprofen-Nicotinamide solid dispersion. Drug Dev Ind Pharm 2005; 31: 417-423.

13. Oberoi LM, Alexander KS, Riga AT. Study of interaction between Ibuprofen and Nicotinamide using differential scanning calorimetry, spectroscopy and microscopy and formulation of a fast-acting and possibly better ibuprofen suspension for osteoarthritis patients. J Pharm Sci 2005; 94: 93-101.

14. Hamza YE, Paruta AN. Enhanced solubility of paracetamol by various hydrotropic agents. Drug Dev Ind Pharm 1985; 11(8): 1577-1596. 15. Bogdanova SV, Sidzhakova D,

Karaivanova V, Georgieva SV. Aspects of the interaction between Indomethacin and Nicotinamide in solid dispersions. Int J Pharm 1998; 163: 1-10.

16. Sanghvi R, Evans D, Yalkowsky SH. Stacking complexation by Nicotinamide: A useful way of enhancing drug solubility. Int J Pharm 2007; 336: 35-41.

17. Agrawal S, Pancholi SS, Jain NK, Agrawal LP. Hydrotropic solubilization of Nimesulide for parenteral administration. Int J Pharm 2004; 274: 149-155.

Gambar

Gambar 1. Mikrofoto habit kristal  nikotinamida (A) dan  trimetoprim (B).
Gambar  2.   Mikrofoto  habit  kristal  hasil  interaksi  TMP  dan  NCT  dengan  metode  kontak panas Kofler A) setelah kontak leburan NCT dan padatan TMP,  B)  setelah  terbentuk  zona  kontak,  C)  peleburan  padatan  NCT  dan  zona kontak dan D) pelebur
Gambar  3. Termogram DTA  serbuk  A)  nikotinamida,  B) trimetoprim  dan  C) serbuk  hasil ko-kristalisasi antara nikotinamida dan trimetoprim ekuimolar (1:1  molar)
Gambar 4. Difraktogram sinar-X serbuk A) trimetoprim, B) nikotinamida, C)  campuran fisika nikotinamida-trimetoprim ekuimolar (1:1 molar), D)  kokristalisasi nikotinamida-trimetoprim ekuimolar (1:1 molar) dari pelarut  metanol  dan E) koristalisasi nikotin
+2

Referensi

Dokumen terkait

(ii) Tahap hubungan makna yang ingin di sampaikan.. CBFC 1103 – PENGENALAN KOMUNIKASI Konsep komunikasi untuk organisasi lebih luas dan meluas kerana ia melibatkan

Nous proposerons donc pour terminer cette étude rapide, quelques pistes d’interprétation révélées au croisement des deux textes: ~ le tournant naturaliste Ce n’est sans doute

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran iii Gender Komite Audit dari Perusahaan Sampel yang Terdapat Wanita.. (1) Tidak Ada

pengamatan terhadap produk keripik pisang tersebut dapat diketahui bahwa terdapat beberapa hal yang menjadi kekurangan dari produk keripik pisang dari Desa Neglasari

The other parameters are new to GWPOT and explained as follows: (1) weight rate sets the probability of each node having a constant value in the WOS structure; (2) layers per tree

Metoda Kromatogarfi Cair Ki- nerja Tinggi (KCKT) dapat digu- nakan untuk menetapkan kadar sakarin, asam benzoat, asam sorbat, kofeina dan aspartam yang terdapat di dalam minuman

Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor