1 A. Latar Belakang
Pada tahun 2007 UNDP telah mengeluarkan laporannya tentang kondisi HDI (Human Development Indeks) di Indonesia. Dalam laporan tersebut, HDI Indonesia berada pada urutan ke 109 dari 175 negara. Posisi ini
masih jauh dari Negara-negara tetangga kita, seperti Malaysia yang menempati urutan ke-59, Thailand yang menempati urutan ke 76 dan
Philipina yang menempati urutan ke-83. Untuk kawasan Asia Tenggara, Indonesia hanya menempati satu peringkat di atas Vietnam. Sebuah negara yang baru saja keluar dari konflik politik yang besar dan baru memulai untuk
berbenah diri namun sudah memperlihatkan hasilnya karena membangun dengan tekad dan kesungguhan hati.
Fenomena di atas telah memberi gambaran secara sekilas kepada kita, tentang kondisi dunia pendidikan saat ini di tanah air, dimana kualitas pendidikan di negera kita memang masih jauh dari yang kita harapkan. Perlu
sebuah upaya kerja keras tanpa henti dengan melibatkan seluruh stakeholders, agar dunia pendidikan kita benar-benar bangkit dari keterpurukan untuk
profesionalisme guru merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi dalam mencapai pendidikan yang lebih berkualitas.
Menurut Tilaar (2000) ada 5 komponen utama pendidikan yang akan menentukan keberhasilan proses pendidikan dalam rangka otonomi daerah,
yaitu tujuan dan visi pendidikan di daerah, organisasi dan manajemen pendidikan yang efisien,kurikulum yang mengacu kebutuhan masyarakat, kemampuan pelaku yaitu “guru, administrasi, siswa”, dan para stakeholder
yaitu orang tua dan masyarakat yang peduli pendidikan (Ghufron:2005) Guru memegang peranan yang sangat penting dan strategis dalam
upaya membentuk watak bangsa dan mengembangkan potensi siswa dalam kerangka pembangunan pendidikan di Indonesia. Tampaknya kehadiran guru hingga saat ini bahkan sampai akhir hayat nanti tidak akan pernah dapat
digantikan oleh yang lain, terlebih pada masyarakat Indonesia yang multikultural dan multibudaya, kehadiran teknologi tidak dapat menggantikan
tugas-tugas guru yang cukup kompleks dan unik.
Pendidikan yang bermutu memiliki kaitan kedepan (Forward linkage) dan kaitan kebelakang (Backward linkage). Forward linkage berupa bahwa
pendidikan yang bermutu merupakan syarat utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah perkembangan
bahwa pendidikan yang bermutu sangat tergantung pada keberadaan guru yang bermutu, yakni guru yang profesional, sejahtera dan bermartabat.
Karena keberadaan guru yang bermutu merupakan syarat mutlak hadirnya sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas, hampir semua
bangsa di dunia ini selalu mengembangkan kebijakan yang mendorong keberadaan guru yang berkualitas. Salah satu kebijakan yang dikembangkan oleh pemerintah di banyak negara adalah kebijakan intervensi langsung
menuju peningkatan mutu dan memberikan jaminan dan kesejahteraan hidup guru yang memadai. Beberapa negara yang mengembangkan kebijakan ini
bisa disebut antara lain Singapore, Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat. Negara-negara tersebut berupaya meningkatkan mutu guru dengan mengembangkan kebijakan yang langsung mempengaruhi mutu dengan
melaksanakan sertifikasi guru. Guru yang sudah ada harus mengikuti uji kompetensi untuk mendapatkan sertifikat profesi guru.
Indonesia pada tahun 2005 telah memiliki Undang-Undang Guru dan Dosen, yang merupakan kebijakan untuk intervensi langsung meningkatkan kualitas kompetensi guru lewat kebijakan keharusan guru memiliki
kualifikasi Strata 1 atau D4, dan memiliki sertifikat profesi. Dengan sertifikat profesi ini pula guru berhak mendapatkan tunjangan profesi sebesar 1 bulan
gaji pokok guru. Di samping UUGD juga menetapkan berbagai tunjangan yang berhak diterima guru sebagai upaya peningkatan kesejahteraan finansial guru. Kebijakan dalam UUGD ini pada intinya adalah meningkatkan kualitas
Sudah barang tentu, setelah cukup lama melakukan sosialisasi UUGD ini, patut mulai dipertanyakan apakah sertifikasi akan secara otomatis
meningkatkan kualitas kompetensi guru, dan kemudian akan meningkatkan mutu pendidikan? Adakah jaminan bahwa dengan memiliki sertifikasi, guru
akan lebih bermutu?
Pertanyaan ini penting untuk dijawab secara kritis analitis. Karena bukti-bukti hasil sertifikasi dalam kaitan dengan peningkatan mutu guru
bervariasi. Di Amerika Serikat kebijakan sertifikasi bagi guru belum berhasil meningkatkan kualitas kompetensi guru, hal antara lain dikarenakan kuatnya
resistensi dari kalangan guru sehingga pelaksanaan sertifikasi berjalan amat lambat. Sebagai contoh dalam kurun waktu sepuluh tahun, mulai tahun 1997 –2006, Amerika Serikat hanya mentargetkan 100.000 guru untuk disertifikasi.
Bandingkan dengan Indonesia yang dalam kurun waktu yang sama mentargetkan mensertifikasi 2,7 juta guru. sebaliknya kebijakan yang sama
telah berhasil meningkatkan kualitas kompetensi guru di Singapore dan Korea Selatan.( Fasli Jalal: sertifikasi-guru.unp.ac.id)
Kompetensi Guru merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan,
dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh Guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2007 tentang Guru, dinyatakan bahwasanya kompetensi yang harus dimiliki oleh Guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
tersebut bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang satu sama lain saling berhubungan dan saling mendukung.
Majid (2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut
akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Kompetensi yang diperlukan oleh seseorang tersebut dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun
pengalaman.
Kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Kompentensi berarti
suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif. McAhsan (1981:45), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2003:38) mengemukakan bahwa kompetensi: “…is a
knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which
become part of his or her being to the extent he or she can satisfactorily
perform particular cognitive, affective, and psychomotor behaviors”.
Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah
menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Sejalan dengan itu Finch & Crunkilton (1979:222), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2003:38) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan
mengandung pengetahuan, keterampilan dan sikap, namun yang penting adalah penerapan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan
tersebut dalam pekerjaan. Robbins (2001:37) menyebut kompetensi sebagai ability, yaitu kapasitas seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas
dalam suatu pekerjaan. Selanjutnya dikatakan bahwa kemampuan individu dibentuk oleh dua faktor, yaitu faktor kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang
diperlukan untuk melakukan kegiatan mental sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang di perlukan untuk melakukan tugas-tugas yang
menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan keterampilan. Jadi kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang berkaitan dengan kinerja berkriteria efektif dan atau unggul dalam suatu pekerjaan dan situasi tertentu.
Selanjutnya kompetensi dikatakan underlying characteristic karena karakteristik merupakan bagian yang mendalam dan melekat pada
kepribadian seseorang dan dapat memprediksi berbagai situasi dan jenis pekerjaan. Dikatakan causally related, karena kompetensi menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja. Dikatakan criterion-referenced, karena
kompetensi itu benar-benar memprediksi siapa-siapa saja yang kinerjanya baik atau buruk, berdasarkan kriteria atau standar tertentu.
pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukan sebagai kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan bertindak.
Sifat tanggung jawab harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi maupun etika.
Depdiknas (2004:7) merumuskan definisi kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.Menurut Syah (2000:230), “kompetensi” adalah
kemampuan, kecakapan, keadaan berwenang, atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum. Selanjutnya masih menurut Syah, dikemukakan bahwa
kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Jadi kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan
kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompeten dan profesional adalah guru piawi dalam melaksanakan
profesinya.Berdasarkan uraian di atas kompetensi guru dapat didefinisikan sebagai penguasaan terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam menjalankan
profesi sebagai guru.
Mengingat betapa penting keberadaan kompetensi guru dalam
peningkatan mutu pendidikan dan kondisi guru yang telah memiliki sertifikasi masih meragukan, maka penulis mengambil judul penelitian “ Kompetensi
B. Fokus Penelitian
Mengacu pada latar belakang tersebut diatas, penelitian ini difokuskan
pada: “Bagaimana deskripsi kompetensi paedagogik guru di SMP Negeri 2 Matesih Kabupaten Karanganyar Pasca sertifikasi”. Dengan sub fokus
sebagai berikut:
1. Bagaimana kompetensi melaksanakan proses belajar mengajar?
2. Bagaimana kompetensi melaksanakan penilaian proses belajar mengajar?
3. Bagaimana kemampuan melaksanakan interaksi dalam mengelola proses belajar mengajar?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:
1. Mendiskripsikan Kompetensi Melaksanakan Proses Belajar Mengajar;
2. Mendiikripsikan Kompetensi Melaksanakan Penilaian Proses Belajar
Mengajar;
3. Mendiskripsikan Kemampuan melaksanakan interaksi dalam mengelola
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun manfaat praktis.
1. Manfaat teoritis
Manfaat secara teoritis dimaksud agar penelitian ini memberikan
manfaat sebagai berikut:
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan kajian,
khususnya pada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga
Kabupaten Karanganyar pada umumnya;
b. Memberikan sumbangan wawasan bagi penelitian selanjutnya pada
program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Surakarta;
c. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat dalam penerapan teori dan
mendapatkan gambaran dan pengalaman praktis dalam penelitian
survei mengenai manajemen sistem pendidikan.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam mengambil
kebijakan Kepala Sekolah dalam pembinaan guru yang sudah
tersertifikasi maupun yang belum;
b. Sebagai gambaran bagi Dinas Pendidikan di Karanganyar dalam
upaya pembinaan dan penyegaran bagi guru yang telah
tersertifikasi;
E. Daftar Istilah
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan