• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Penangkaran dan Aktivitas Harian Kakatua Sumba (Cacatua sulphuera citrinocristata) di Penangkaran Mega Bird And Orchid Farm Bogor, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Manajemen Penangkaran dan Aktivitas Harian Kakatua Sumba (Cacatua sulphuera citrinocristata) di Penangkaran Mega Bird And Orchid Farm Bogor, Jawa Barat"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN PENANGKARAN DAN AKTIVITAS HARIAN KAKATUA

SUMBA (

Cacatua sulphuera citrinocristata

) DI PENANGKARAN MEGA

BIRD AND ORCHID FARM BOGOR, JAWA BARAT

FEBRI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Manajemen Penangkaran dan Aktivitas Harian Kakatua Sumba (Cacatua sulphuera citrinocristata) di penangkaran Mega Bird and Orchid Farm Bogor, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)

ABSTRAK

FEBRI. Manajemen Penangkaran dan Aktivitas Harian Kakatua Sumba (Cacatua sulphuera citrinocristata) di Penangkaran Mega Bird and Orchid Farm Bogor, Jawa barat. Dibimbing oleh BURHANUDDIN MASY’UD dan LIN NURIAH GINOGA.

Kakatua sumba adalah satwa endemik di Pulau Sumba. Saat ini jumlah ppulsinya terus menurun karena fragmentasi habitat dan penangkapan secara ilegal. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan konservasi ex situ melalui penangkaran. Mega bird and orchid farm (MBOF) adalah penangkaran yang berhasil menangkarkan kakatua sumba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manajemen pe nangkaran, ukuran keberhasilan penangkaran, aktivitas harian dan perilaku makan. Berdasarkan pengamatan, manajemen penangkaran yang terdiri dari aspek perkandangan, pakan, kesehatan dan reproduksi dikelola dengan baik. Ukuran keberhasilan penangkaran baik, dengan rata-rata perkembangbiakan indukan 100%, daya tetas telur 66.6% dan 0% untuk rata-rata kematian. Aktivitas yang teridentifikasi yakni, melompat, bersuara, jalan, membuang kotoran, menelisik bulu, terbang, diam, minum, mandi, saling dekat. Pada perilaku makan, tidak ada perbedaan antara perilaku makan kakatua sumba jantan dan kakatua sumba betina.

Kata Kunci: kakatua sumba, manajemen penangkaran, mega bird and orchid farm. population is though ex-situ conservation i.e captive breeding. Mega Bird and Orchid Farm (MBOF) has succesfully bred Sumba Crest Cockatoo. This research was conducted to examine the management of captive breeding, breeding success indicators, daily activity and feeding behavior. Based on the observations, captive management that consists of caging, feeding, health maintenance and reproductive aspect are well managed. Breeding success was relatively good with parental breeding rate 100%, 66.6% egg hatching rate, and 0% mortality rate. The activities that had been identified in MBOF were jumping, voice, walking, defecating, sliding, browsing feather, cleaning beak, flying, silent, eating, drinking, bathing, gettng close to each other, and married each other browse. In terms of feeding behavior, there was not any difference between the feeding behaviour in male and female of Sumba Crest Cockatoo.

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

MANAJEMEN PENANGKARAN DAN AKTIVITAS HARIAN KAKATUA

SUMBA (

Cacatua sulphuera citrinocristata

) DI PENANGKARAN

MEGA

BIRD AND ORCHID FARM

BOGOR, JAWA BARAT

FEBRI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Manajemen Penangkaran dan Aktivitas Harian Kakatua Sumba (Cacatua sulphuera citrinocristata) di Penangkaran Mega Bird And Orchid Farm Bogor, Jawa Barat

Nama : Febri

NIM : E34080043

Disetujui oleh

Dr Ir Burhanuddin Masy’ud, MS Pembimbing I

Ir Lin Nuriah Ginoga, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS Ketua Departemen

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada tuhan ats segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada november 2013 ini adalah manajemen penangkaran, dengan judul Manajemen Penangkaran dan Aktivitas Harian Kakatua Sumba (Cacatua sulphuera citrinocristata) di Penangkaran Mega Bird and Orchid Farm Bogor, Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Buhanuddin Masy’ud MS dan Ir Lin Nuriah Ginoga selaku pembimbing, serta Eva Rachmawati SHut Msi atas kesediaanya sebagai moderator dalam seminar hasil penelitian ini. selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Resti Meilani SHut MSi atas kesediaanya sebagai ketua sidang dan Ujang Suwarna SHut MScF sebagai penguji luar departemen. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Drs Megananda Daryono MBA dan Supriyanto Akdiatmojo atas izin yang diberikan untuk melakukan penelitian di MBOF. Terima kasih juga dihaturkan kepada Mas Gareng dan rekan-rekan MBOF (Yoyo, Imam, Nono, Yani dan Huda) atas bantuan selama di lapangan. Ucapan terima kasih juga disampaikan pada rekan Dini Ayu dan Helmi Kurniawan atas bantuan dan dorongan yang diberikan dalam penyelesaian skripsi.

Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada rekan dan keluarga di Fakultas Kehutanan IPB, khususnya Departemen KSHE (mahasiswa, alumni, dosen, staff, mamang dan bibi), keluarga besar KSHE 45 dan IFSA LC-IPB (International Forestry Student’s Association) Local Commitee IPB. Selain itu, terima kasih kepada keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Agustus 2014

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Tempat dan Waktu Penelitian 2

Metode Pengambilan Data 2

Analisa Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 6

Manajemen Penangkaran 7

Ukuran Keberhasilan Penangkaran 14

Aktivitas Harian 15

Perilaku Makan 19

SIMPULAN DAN SARAN 20

Simpulan 20

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21

(8)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan metode pengumpulan data 4

2 Kandang kakatua sumba 7

3 Rata-rata pakan, sisa pakan dan konsumsi pakan 10

4 Kandungan gizi pakan kakatua sumba 11

5 Konsumsi pakan kakatua sumba di MBOF 11

6 Tingkat keberhasilan penangkaran kakatua sumba di MBOF 14 7 Presentase keberhasilan penangkaran kakatua sumba di MBOF 14

DAFTAR GAMBAR

1 Kandang permanen dan sketsa kandang 8

2 Perlengkapan kandang kakatua sumba 8

3 Jenis pakan dan penyajian pakan 10

4 Kakatua sumba jantan dan kakatua sumba betina 13 5 Persentase aktivitas harian kakatua sumba di MBOF 15 6 Persentase aktivitas dominan kakatua sumba di MBOF 16

7 Aktivitas diam kakatua sumba di MBOF 16

8 Aktivitas makan kakatua sumba di MBOF 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil pengamatan aktivitas harian kakatua sumba jantan 23 2 Hasil pengamatan aktivitas harian kakatua sumba betina 24 3 Hasil uji chi-square alokasi waktu aktivitas harian kakatua sumba 31

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kakatua sumba (Cacatua sulphuera citrinocristata) adalah salah satu burung endemik Pulau Sumba dan merupakan salah satu subspesies dari kakatua jambul kuning (Cacatua sulphuera). Subspesies ini dibedakan berdasarkan ukuran tubuhnya yang sedikit lebih kecil, pipi serta jambulnya yang berdiri tegak berwarna seperti lemon. Sesuai dengan familinya “Psittacidae” burung ini mempunyai paruh bengkok dan juga kuat. Lidahnya mempunyai bentuk yang khas, yaitu menyerupai kubus yang bersifat menjilat dan meraba pakan yang dimakan (Prahara 1995). Bentuk susunan jari kakinya bersilangan. Pada susunan jari bersilangan ini, 2 jari mengarah ke depan dan 2 jari mengarah ke belakang.

Kinnaird et al. (2003) memperkirakan jumlah populasi spesies tinggal sekitar 1000 - 3000 ekor akibat penangkapan burung untuk perdagangan binatang pemeliharaan, kehilangan hutan dan degradasi hutan sebagai habitatnya. Menurut Cahill et al. (2006) kakatua kecil ini diklasifikasikan sebagai spesies yang terancam punah menurut kriteria IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources), dengan kategori terancam serius dengan status kritis atau critically endangered (Birdlife International 2004) serta terdaftar dalam Apendix I CITES (Convention on International Trade In Endangered Species of Wild Fauna and Flora).

Upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan burung kakatua sumba selain melalui konservasi in situ (di dalam habitat alaminya) juga konservasi ex situ (di luar habitat alaminya) melalui kegiatan penangkaran. Menurut Thohari (1987) penangkaran merupakan suatu kegiatan untuk mengembangbiakan jenis satwaliar dan tumbuhan alam yang bertujuan untuk memperbanyak populasinya dengan mempertahankan kemurnian jenisnya. Salah satu tujuan dari penangkaran satwaliar ialah memanfaatkan satwa hasil pembiakannya untuk pemulihan populasi (restoking) dan penyebaran kembali (redistribusi) ke alam sehingga dapat dilakukan pengelolaan dan pengendalian pemanfaatan terhadap spesies yang terancam punah (endangered) dan spesies yang populasinya melimpah di alam maupun di dalam penangkaran (ex situ).

(10)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji manajemen penangkaran, ukuran keberhasilan penangkaran, aktivitas harian dan perilaku makan burung kakatua sumba (Cacatua sulphuera citrinocristata) di penangkaran Mega Bird And Orchid Farm.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai salah satu acuan upaya pengembangan penangkaran kakatua sumba juga sebagai investasi bagi ilmu pengetahuan. Secara khusus diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pengelola MBOF dalam memperbaiki dan meningkatkan manajemen penangkaranya.

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di penangkaran Mega Bird and Orchid Farm (MBOF) yang berlokasi di Desa Cijujung Tengah, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, mulai bulan Oktober hingga Desember 2013, terdiri atas orientasi lapang dan persiapan (Oktober) serta pengumpulan data (November-Desember 2013).

Metode Pengambilan Data

Manajemen Penangkaran

Data teknik penangkaran diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung terhadap kegiatan penangkaran, wawancara dan ikut serta melaksanakan kegiatan pengelolaan yang dilakukan keeper kakatua sumba. Data yang diambil meliputi aspek perkandangan, pakan, kesehatan, reproduksi dan pengelolaan serta pemanfaatan hasil penangkaran.

(11)

3 Data aspek pakan yang dikumpulkan meliputi: jenis pakan, sumber pakan, jumlah pakan, cara pemberian pakan dan waktu pemberian pakan. Data dikumpulkan dengan cara pengukuran langsung dan wawancara dengan animal keeper. Untuk mengetahui jumlah pakan yang dikonsumsi dilakukan dengan cara menimbang jumlah pakan awal yang diberikan kemudian menimbang sisa pakan yang tidak dimakan. Kandungan gizi pakan kakatua sumba di penangkaran diperoleh melalui studi literatur untuk mengetahui analisis proximat, yaitu analisis kimia untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terdapat di dalam bahan makanan.

Data aspek kesehatan, meliputi jenis penyakit yang pernah dialami, upaya pencegahan, dan upaya penanggulangan. Data dikumpulkan dengan cara pengamatan langsung dan wawancara dengan animal keeper.

Data aspek pengembangbiakan meliputi penentuan jenis kelamin, pemilihan bibit atau calon induk, pengaturan kawin dan pembesaran piyik. Data diperoleh dengan mengamati secara langsung dan wawancara dengan animal keeper serta penelusuran dokumen mengenai kegiatan penangkaran di Mega Bird and Orchid Farm.

Ukuran Keberhasilan Penangkaran Kakatua Sumba

Pengamatan mengenai ukuran keberhasilan penangkaran kakatua sumba di Mega bird and Orchid Farm dilakukan dengan wawancara kepada pengelola dan penelusuran catatan dokumen yang dimiliki MBOF. Ukuran keberhasilan penangakaran dapat dilihat dari presentase perkembangbiakan induk, presentase daya tetas telur dan presentase kematian anak.

Aktivitas Harian

Pengamatan dilakukan dengan metode Focal Animal Sampling, yaitu metode pengambilan data perilaku yang menggunakan satu individu satwa sebagai objek pengamatan dan pencatatan perilaku satwa tersebut pada interval waktu tertentu (Altman 1974). Waktu pengamatan disesuaikan dengan waktu aktivitas satwa yang diurnal, selama 12 jam (720 menit) pada pukul 06.00-18.00 WIB dengan interval waktu 60 menit. Pengamatan dilakukan terhadap kakatua sumba berjumlah dua ekor yang mewakili tiap jenis kelamin jantan dan betina. Total waktu pengamatan aktivitas harian kakatua sumba dilakukan selama 10 hari, masing- masing 5 hari sebagai ulangan untuk setiap jenis kelamin. Data yang dibutuhkan dalam aktivitas harian adalah aktivitas event, aktivitas state dan aktivitas sosial (Martin dan Bateson 1993; Prayana 2012; Sawitri dan Takandjandji 2010; Takandjandji dan Mite 2008; Takandjandji et al. 2012).

(12)

4

Perilaku Makan

Pengamatan dilakukan dengan metode yang sama yaitu Focal Animal Sampling (Altman 1974). Waktu pengamatan disesuaikan dengan waktu aktivitas satwa yang diurnal. Pengamatan dilakukan terhadap kaktua sumbaberjumlah dua ekor yang mewakili jenis kelamin jantan dan betinapada waktu aktif burung(pukul 06.00-18.00 WIB) dengan pengulangan sebanyak lima kali (5 kali) pada masing- masing jenis kelamin.

Untuk mempermudah dalam memahami jenis data dan metode pengambilan data, dapat dilihat pada Tebel 1.

Tabel 1. Jenis dan metode pengambilan data

Data yang Diambil

Jenis data Metode pengambilan data

Primer Sekunder Studi

Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif dan analisis secara deskriptif kualitatif.

Manajemen Penangkaran

Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif, kemudian dilengkapi dengan tabel, grafik dan gambar. Hasil analisis diuraikan ke dalam kalimat yang menjelaskan dan menyimpulkan hasil yang diperoleh dari penelitian. Analisis data mengenai pakan dan kebutuhan pakan dilakukan secara kuantitatif

(13)

5

Keterangan:

B = Berat pakan yang diberikan b = Berat pakan sisa

Kebutuhan pakan yang perlu diketahui yaitu kebutuhan protein (%) dan kebutuhan kalori (kkal). Kebutuhan masing- masing diperoleh dengan menggunakan rumus:

Kebutuhan protein (%) :

Kebutuhan kalori (kkal) dapat diperoleh dengan rumus : ∑

Ukuran Keberhasilan Penangkaran

Ukuran keberhasilan penangkaran dilihat dari 3 peubah yakni: presentase perkembangbiakan induk, presentase daya tetas telur dan presentase kematian anak (mortalitas). Keberhasilan perkembangbiakan satwa menurut North dan Bell (1990), dihitung menggunakan rumus:

Persentase perkembangbakan indukan (%) =

Keterangan :

T =jumlah induk betina yang berkembang biak Tt =jumlah induk betina seluruhnya

Persentasi daya tetas telur (%) =

Keterangan :

α = jumlah telur yang menetas

β = jumlah telur yang ada (ditetaskan)

Persentase kematian piyik (%) =

Keterangan :

M = jumlah piyik yang mati

Mt = jumlah anak yang hidup dari telur yang menetas

Penentuan kategori tingkat keberhasilan dari ketiga peubah tersebut menggunakan kriteria nilai sebagai berikut :

(14)

6

Aktivitas Harian

Data yang diperoleh dianalisis dan disajikan secara deskriptif dilengkapi dengan gambar, tabel dan kurva atau grafik yang relavan. Untuk mengetahui waktu yang digunakan dari suatu perilaku dalam satu hari dihitung menggunakan rumus:

Persentase frekuensi perilaku (%) =

Keterangan:

A = Waktu yang digunakan untuk suatu tingkah laku dalam 1 hari pengamatan

B = Total waktu pengamatan 1 hari (720 menit)

Pengujian terhadap hubungan antara parameter yang diukur dan diamati menggunakan hipotesis sebagai berikut:

Ho = tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan aktivitas harian burung kakatua

H1 = ada hubungan antara jenis kelamin dengan aktivitas harian burung kakatua

Hipotesis tersebut kemudian diuji menggunakan rumus uji X2 atau Khi-kuadrat melalui rumus (Walpole 1997):

X2 =

Keterangan:

Oi = nilai pengamatan aktivitas burung kakatua Ei = nilai harapan aktivitas burung kakatua

Nilai Ei dihitung dengan rumus :

Ei =

Pengambilan keputusan atas dasar hipotesis tersebut dilakukan dengan menggunakan criteria sebagai berikut:

Jika X2 hitung > dari X2 tabel, maka tolak H0

Jika X2 hitung < dari X2 tabel, maka terima H0

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

(15)

7 Bird and Orchid Farm (MBOF) yang didasarkan pada Surat Keputusan Direktorat Jendral PHKA No.SK. 22/IV-SET/2010 tentang pemberian izin penangkaran jalak bali (Leucopsar rothschildi) yang dilindungi oleh undang-undang dan Surat Keputusan BBKSDA Jawa Barat No.SK.164/BBKSDA-JABAR-1/2010 tentang pemberian izin penangkaran burung yang tidak dilindungi oleh undang- undang, serta pada tahun 2011, pemerintah juga telah mengeluarkan Surat Keputusan melalui Direktorat Jendral PHKA dengan No.SK.22/IV-SET/2011 tentang izin usaha penangkaran burung (aves) yang dilindungi oleh undang-undang. MBOF dipimpin oleh seorang direktur Drs. Megananda Daryono, MBA yang dibantu oleh seorang manajer (Supriyanto Akdiatmojo) dan seorang asisten manajer (Hari Dimas Prayoga), serta pegawai sebanyak lima orang, dua orang tenaga kebersihan dan enam orang tenaga keamanan. Lokasi penangkaran MBOF terletak di Desa Cijunjung Tengah RT. 05 RW. 04, Sukaraja, Bogor. Penangkaran ini memiliki luas tanah 2 ha dan luas bangunan sebesar 1 ha. Selain bangunan kandang penangkaran burung juga tersedia bangunan lain untuk kepentingan pengelolaan usaha pena ngkaran seperti gudang, tempat tinggal pengelola, dan vila tamu.

Manajemen Penangkaran

Aspek Perkandangan

(16)

8 .

(a) (b)

Gambar 1 a) Kandang permanen dan b) Sketsa kandang

Perlengkapan yang terdapat di dalam kandang disesuaikan dengan kebutuhan yang biasa dilakukan oleh burung. Tempat bertengger, tempat bersarang, tempat minum dan tempat makan merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi burung. Sarang kakatua sumba terbuat dari batang kayu puspa dengan diameter 37 cm dan tinggi 84 cm. Pada bagian tengan sarang terdapat lubang untuk bersarang dengan ukuran diameter sebesar 18 cm. Sarang tersebut biasa digunakan burung kakatua untuk berse mbunyi dan beristirahat. Tempat makan dan tempat minum terbuat dari bahan alumunium stainless.

(a) (b) Gambar 2 a) Sarang dan b) Sketsa sarang

(17)

9 dilakukan setiap hari, merapikan tanaman pemangkasan, dan menanam tanaman untuk mengindahkan pekarangan yang dilakukan secara insidental. Kegiatan perawatan di dalam kandang meliputi meliputi pembersihan kandang dari sisa makanan, feses, membersihkan dan mengganti air kotor yang sudah dipakai dengan air yang bersih. Alat-alat yang digunakan seperti sapu lidi, karung, gunting rumput, pengki, gerobak sampah, sikat, dan selang air. Menurut Sudrajat (1999) upaya pemeliharaan kandang antara lain perbaikan kawat ram/dinding kandang yang rusak, pembersihan kandang dan fasilitas secara rutin. Oleh karena itu kegiatan pengelolaan kandang di MBOF dapat dikatakan baik.

Hasil pengukuran suhu di kandang burung kakatua sumba MBOF berkisar 23oC-29oC. Suhu pada pagi hari adalah 24.090C, siang hari mencapai 27.16oC dan suhu pada sore hari menurun menjadi 24.75oC.Hasil pengukuran kelembaban kandang burung kakatua sumba berkisar 90%-94%. Kelembaban kandang pada pagi hari adalah 94%, siang hari 90.4%, dan pada sore hari 93%.Menurut Kinnaird et al. (2003) kakatua sumba lebih suka hidup di ketinggian sekitar 300 mdpl. Walker et al. (2005)mengkur suhu habitat alami kakatua sumba berkisar 250C-350C. Suhu kandang di penangkaran MBOF berada dalam rentang suhu alami kakatua sumba, namun tidak ada keterangan khusus dalam hal kelembaban udara.

Aspek Pakan

Setio dan Takandjanji (2007), jenis pakan yang dapat diberikan pada burung adalah biji-bijian (jagung, kacang tanah, kacang hijau, kacang merah, kacang nasi, kacang turis dan biji bunga matahari), buah-buahan (pisang, pepaya dan jambu biji) dan sayur-sayuran (kacang panjang, bayam, kangkung, tauge, dan wortel). Selain itu, kakatua mempunyai bentuk paruh yang khas, yakni membengkok. Burung paruh bengkok memiliki paruh bagian bawah yang melengkung ke atas dan bagian atas yang melengkung ke bawah (kakatua, nuri dan bayan), biasanya menandakan bahwa burung tersebut merupakan pemakan segala jenis makanan kecua li serangga (Soemadi dan Mutholib 1995). Menurut Setiawan (1996) diacu dalam PHPA et al. (1998), berdasarkan wawancara dengan penduduk setempat di Sumbawa tanaman sebagai bahan makanan yang diketahui adalah jagung, mangga, kelapa, asam jawa, kore Caloptropis gigantea, tonang Aphanamicys polystachya, kelor, sorgum, dadap, kemiri, buah ara, randu dan padi.

(18)

10 masih terbungkus kulit sedangkan untuk sayuran dipotong kecil-kecil terlebih dahulu. Ketiga jenis pakan tersebut diberikan dengan diletakan pada mangkuk alumunium stainless (Gambar 3). Mangkuk tersebut diletakan pada ujung tempat bertengger. Pakan diberikan sebanyak 2 kali dalam sehari yakni pada pukul 08.00 dan 15.00 WIB.

(a) (b) Gambar 3a) Jenis pakan dan b) Penyajian pakan

Jumlah konsumsi adalah pakan yang dikonsumsi kakatua sumba. Rata-rata jumlah konsumsi terbesar kakatua sumba adalah jagung yakni sebesar 413.5 gram. Hal ini sesuai dengan pernyataan Prahara (1999) bahwa kakatua sangat menggemari jagung muda yang berbongkol.

Tabel 2 Rata-rata pakan yang diberikan, sisa pakan, dan konsumsi pakan

No Jenis Pakan

(19)

11 (Trollupe 1992). Menurut Soemadi dan Mutholib (1995), apabila kekurangan lemak, burung akan memperlihatkan gejala berupa kulit bersisik dan mengalami proses reproduksi yang tidak normal bahkan bisa menyebabkan kematian. Sebaliknya, bila lemak berlebihan juga merugikan karena tidak semua lemak dapat dicerna oleh tubuh yang mana akhirnya akan terbuang bersama kotoran atau menumpuk diantara otot-otot tubuh maupun di bawah kulit yang dapat menyebabkan burung menjadi gemuk dan juga dapat menyebabkan burung mencret.

Sayuran yang terdiri dari potongan wortel, toge, dan sawi dapat menjadi salah satu sumber vitamin bagi kakatua sumba di MBOF. Vitamin didefinisikan sebagai subtansi organik yang dibutuhkan dalam jumlah kecil untuk pengaturan berbagai proses dalam tubuh (Soemadi & Mutholib 1995). Air tergolong ke dalam gizi yang sangat penting untuk satwa kerena kandungan air dalam tubuh makhluk hidup sebesar 70% (Ketaren 2010) dan penting untuk pertumbuhan dan kesehatan burung (Soemadi dan Mutholib 1995).

Tabel 3 Kandungan gizi pakan kakatua sumba

Nilai gizi Jagung Sumber: Departemen Kesehatan RI (2010), (a)NRC (1994)

(20)

12

129 kkal, 452 kkal dan 515.0 kkal. Menurut Kateran (2010) protein dibutuhkan satwa untuk meningkatkan produktivitas telur dan meningkatkan daya tetas telur. Daya tetas telur kakatua sumba di MBOF termasuk dalam kategori tinggi, sehingga dapat dikatakan konsumsi protein kakatua sumba di MBOF tercukupi.

Pemberian pakan yang dilakukan oleh pengelola dapat dikatakan baik karena setiap jenis pakan yang diberikan memiliki berbagai macam kandungan gizi yang beraneka macam jumlahnya, sehingga kebutuhan gizi kakatua sumba dapat terpenuhi.

Aspek Kesehatan

Berdasarkan wawancara dengan pengelola, saat pertama kali kakatua sumba didatangkan langsung diperiksa kesehatannya oleh pihak pengelola. Pengelola memastikan kesehatan burung tersebut agar tidak salah dalam melakukan tindakan manajemen. Jika salah dalam melakukan tindakan manajemen dapat menyebabkan kematian bagi burung tersebut. Menurut pengelola, kesehatan dapat dilihat dari kotoran, keaktivan dan juga nafsu makan. Saat sakit kotoran menjadi sedikit lebih bau, keaktivan dan nafsu makan juga menurun. Jenis penyakit yang pernah dialami kakatua sumba di MBOF berdasarkan hasil wawancara antara lain rontok bulu yang disebabkan karena stress atau birahi.Selama pengamatan berlangsung dari September-November 2013, jenis penyakit berupa rontok bulu tidak terjadi.

Pencegahan penyakit yang dilakukan oleh keeper yakni dengan pemeriksaan kesehatan secara rutin, pemeliharaankebersihan kandang dan pakan dan penambahan vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Pemeriksaan kesehatan dilakukan keeper dengan melakukan pengamatan rutin setiap hari dengan melihat kondisi fisik burung. Tanda-tanda burung kakatua yang sakit antara lain kakatua tertidur dengan kepala dilipat ke dalam sayapnya walaupun kedua kakinya masih dapat bertengger, matanya memejam, bulunya tampak merebak, dan kotorannya tidak normal, baik warna maupun konsistensinya (Prahara 1999).

(21)

13 sekitar 2 sampai 3 hari sekali untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Sampai saat ini burung kakatua sumba yang ada di penangkaran MBOF masih dalam kondisi sehat, tidak terkena penyakit apapun.

Aspek Reproduksi

Aspek reproduksi merupakan kunci keberhasilan dalam penangkaran untuk meningkatkan populasi dan produktivitas. Beberapa aspek reproduksi yang penting untuk diperhatikan dalam penangkaran antara lain penentuan jenis kelamin, pemilihan induk, penjodohan, perlakuan terhadap proses peneluran, pengeraman dan penetasan serta pembesaran piyik (Setio dan Takandjanji 2007). Dalam memilih pasangan, kriteria yang penting untuk diperhatikan adalah bahwa bibit atau pasangan yang dipilih tidak memiliki hubungan kekerabatan. Hal ini perlu diperhatikan untuk menghindari silang dalam (inbreeding). Cara membedakan jenis kelamin dari burung kakatua sumba adalah dengan melihat iris matanya. Untuk melihatnya, harus dilihat dari jarak yang cukup dekat. Untuk kakatua jantan iris matanya berwarna hitam, sedangkan untuk jenis kaktua betina iris matannya akan berwarna merah (Gambar 4). Penentuan jenis kelamin yang diungkapkan oleh Prahara (1999) dapat dilakukan dengan melihat biji mata (iris) burung tersebut, burung jantan memiliki biji mata berwarna hitam dan burung betina memiliki biji mata berwarna merah. Perbedaan tersebut akan semakin terlihat saat burung masuk kategori dewasa.

Setelah diketahui perbedaan kelaminnya, maka se lanjutnya dilakukan penentuan induk. Menurut Setio dan Takandjanji (2007) untuk menentukan indukan yang baik perlu memperhatikan berbagai kriteria, seperti umur dan kondisi fisik burung yang akan dijadikan induk. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola, pemilihan induk di penangkaran burung MBOF dilakukan dengan memperhatikan kondisi fisik dari burung kakatua, antara lain sehat, tidak cacat, baik bulu maupun organ-organ lainnya. Induk yang dipilih kurang lebih berumur 4-5 tahun. Pengelola membeli sepasang burung kakatua sumba dari orang yang menjual di sekitar hutan.

(a) (b)

(22)

14

secara paksa dilakukan dengan memasukan sepasang burung yang telah diseleksi ke dalam kandang. Sedangkan penjodohan alami dilakukan dengan menempatkan beberapa pasang burung dalam sebuah sangkar yang agak besar (ukuran 3x2x2.5 m) (Prahara 1999). Proses penjodohan kakatua sumba di penangkaran MBOF dilakukan dengan penjodohan alami. Cara ini dianggap lebih efektif dalam memperoleh pasangan. Langkah yang dilakukan untuk penjodohan secara alami adalah dengan mengidentifikasi pasangan-pasangan burung yang terjadi sebagai hasil proses pemilihan sendiri oleh burung. Pasangan-pasangan alami ini dapat diketahui dari perilaku yang selalu bercumbu dan saling menelisik. Pasangan burung tersebut kemudian dipindahkan pada kandang lain yang telah disediakan.

Ukuran Keberhasilan Penangkaran

Kakatua sumba menghasilkan 2-3 butir telur di alam, jantan dan betina mengerami telurnya, dan setelah 30 hari telur kemudian menetas dan muncul anak kakatua. Musim bersarangnya cenderung lebih panjang. Dua puncak kegiatan berbiak terjadi selama periode Oktober sampai Desember, dan April sampai Mei. Selama musim perkembangbiakan, frekuensi dan pengaruh perubahan iklim terhadap keberhasilan reproduksi tidak diketahui tetapi kemungkinan besar mengakibatkan burung gagal bereproduksi di musim-musim kawin tertentu.

Dalam menentukan ukuran presentase keberhasilan kakatua sumba digunakan pendekatan yang diungkapkan North dan Bell (1990), yakni dengan melihat perkembangbiakan indukan, daya tetas telur dan kematian anak. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola di MBOF mengenai tingkat keberhasilan breeding kakatua sumba, dapat diketahui bahwa sejak tahun 2011 hingga tahun 2013, induk kakatua sumba dapat diketahui telah menghasilkan 4 telur (Tabel 5). Keempat telur tersebut berhasil menetas dan mampu hidup hingga mencapai usia dewasa saat ini.

Tabel 5 Tingkat keberhasilan penangkaran kakatua sumba Tahun

Keterangan: Indk; induk, Brtr; bertelur, Mts; menetas, Rdh; rendah; Mt: mati, Ank: anakan

(23)

15 pengeraman induk sedikit atau tidak mengalami gangguan. Setiap pasang mampu bertelur maksimal 2 butir namun terkadang hanya satu butir yang menetas. Kegagalan penetasan dapat terjadi umumnya karena telur tidak terbuahi atau telur terbuahi namun calon anak mengalami kematian di dalam telur. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya gangguan ketika masa pengeraman yang mengakibatkan ketidaksempurnaan perkembangan sel telur. Gangguan tersebut seperti stress dan keaktivan perilaku pada burung jantan terhadap betina saat betina melakukan mengeraman sehingga secara tidak sengaja mengenai telur calon anakan. Menurut Gill (2007) keberhasilan penetasan dipengaruhi oleh intensitas pengeraman induk. Untuk presentase kematian adalah 0% karena sejak tahun 2011 hingga tahun 2013 belum ada anakan kakatua sumba yang mati. Hal ini menunjukan tingkat kematian kakatua sumba di MBOF tergolong rendah.

Selain itu untuk presentase tingkat perkembangbiakan kakatua sumba di MBOF adalah sebesar 100%. Nilai presentase tersebut menunjukan bahwa tingkat perkembangbiakan kakatua sumba di MBOF tergolong tinggi karena dari total induk yang ada yang terdiri dari 1 pasang indukan tersebut berhasil melakukan perkawinan dan mampu bertelur hingga menghasilkan 4 ekor telur yang berhasil hidup sampai saat ini namun perlu dipertahankan dan ditingkatkan karena tidak semua induk yang dipelihara dapat berjodoh dan melakukan perkawinan.

Aktivitas Harian

Aktivitas Harian Kakatua Sumba

Aktivitas harian kakatua sumba di penangkaran akan berbeda dengan aktivitas hariannya di habitat aslinya. Hal tersebut terjadi karena terbatasnya luasan dari kandang yang membuat burung beradaptasi pada kondisi tersebut. Berikut ini adalah presentase alokasi waktu aktivitas harian burung kakatua sumba berdasarkan jenis kelamin di penangkaran burung MBOF.

(24)

16 tabel (8.672), dengan kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara jenis dengan aktivitas harian burung kakatua sumba. Terdapat perbedaan perilaku antara burung kakatua sumba jantan dan burung kakatua sumba betina. Di dalam kandang burung kakatua jantan terlihat lebih aktif dari burung kakatua betina. Hal ini sesuai dengan pendapat Houpt dan Thomas (1982) diacu dalam Rekapermana et al. (2006), bahwa pada umumnya satwa jantan umumnya lebih agresif dibandingkan dengan satwa betina, baik dalam hubungan interspesies maupun intraspesies.

Pada pola sebaran aktivitas harian burung kakatua berjenis kelamin jantan terdapat beberapa aktivitas yang banyak dilakukan pada pagi hari antara lain menelisik bulu, makan dan terbang. Aktivitas yang banyak dilakukan pada siang hari, yaitu diam. Sedangkan aktivitas yang banyak dilakukan pada sore hari adalah menelisik bulu, terbang dan makan. Pola sebaran aktivitas harian untuk burung kakatua berjenis kelamin betina aktivitas yang banyak dilakukan pada pagi hari, antara lain geser, menelisik bulu, makan dan terbang. Untuk aktivitas yang banyak dilakukan pada siang hari yaitu diam. Sedangkan aktivitas yang banyak dilakukan pada sore hari, yakni menelisik bulu, jalan, geser, dan bersuara

Berdasarkan Gambar 6, kakatua sumba jantan banyak menggunakan waktu beraktivitasnya untuk melakukan aktivitas diam yaitu sebanyak 65.50 menit. Untuk aktivitas lain yang sering juga dilakukan adalah menelisik bulu, yaitu selama 14.74 menit dan makan sebanyak 10.07 menit. Sedangkan untuk burung kakatua sumba betina lebih banyak melakukan aktivitas diam, yaitu sebanyak 79.63 menit. Untuk aktivitas lain yang juga sering dilakukan adalah makan sebanyak 5.58 menit dan menelisik bulu sebanyak 5.46 menit. Berikut adalah alokasi waktu aktivitas harian kakatua sumba di penangkaran MBOF (Tabel 6).

(25)

17 Tabel 6 Alokasi waktu aktivitas harian di kakatua sumba di MBOF

No Aktivitas Betina Jantan

Menit % Menit %

1 Diam 2866.78 79.63 2358.11 65.6

2 Makan 200.72 5.58 362.39 10.07

3 Menelisik bulu 196.62 5.46 530.54 14.74

4 Jalan 86.98 2.42 40.48 1.12

5 Saling menelisik 72.63 2.01 24.61 0.68

6 Terbang 36.3 1.01 17.2 0.48

7 Mandi 35.21 0.98 163.33 4.54

8 Saling dekat 30.45 0.85 32.01 0.89

9 Geser 19.05 0.63 19.48 0.54

10 Melompat 8.81 0.24 9 0.25

11 Bersuara 7.67 0.21 9.28 0.27

12 Minum 6.61 0.18 22.01 0.61

13 Membersihkan

paruh 3.39 0.009 9.86 0.27

14 Membuang kotoran 2.18 0.06 1.35 0.04

15 Mengerami telur 0 0 0 0

16 Membangun sarang 0 0 0 0

17 Mambawa bahan

sarang 0 0 0 0

18 Kawin 0 0 0 0

Aktivitas diam (Gambar 7) merupakan aktivitas yang paling sering dilakukan oleh burung kakatua sumba betina. Kakatua sumba betina sedikit lebih pasif dalam melakukan beberapa aktivitas sehingga lebih banyak diam. Aktivitas diam juga sering dilakukan oleh burung kakatua jantan.

Gambar 7 Aktivitas diam

(26)

18

melakukan aktivitas diam selama 2866.78 menit atau sekitar 79.63 % dari waktu pengamatan. Perilaku diam juga merupakan perilaku istira hat yang dilakukan oleh burung. Perilaku istirahat pada burung merupakan suatu perilaku dimana burung tidak melakukan aktivitas dan memulihkan energi setelah melakukan aktivitas (Purnama 2006).

Kakatua sumba jantan melakukan aktivitas menelisik bulu selama 530.54 menit atau sekitar 14.74% dari waktu pengamatan. Sedangkan kakatua sumba betina melakukan aktivitas menelisik bulu selama 196.62 menit atau sekitar 5.46 % dari waktu pengamatan. Menelisik bulu dilakukan dengan memasukan dan menggerakan paruh ke bagian tubuh yang akan ditelisik. Bagian tubuh yang ditelisik anatara lain dada, sayap, dan punggung. Menurut Takandjanji dan Mite (2008), menelisik bulu adalah aktivitas yang dilakukan burung untuk merawat tubuh agar bulu tetap sehat, segar dan berkilat karena penting artinya dalam kehidupan burung, yakni sebagai pelindung tubuh dari hujan dan panas serta berguna juga saat terbang mencari makan, penghangat saat mengerami telur dan mengasuh anakan.

Kakata sumba melakukan aktivitas makan (Gambar 8) untuk menunjang segala aktivitasnya dan untuk hidup. Selama pengamatan, kakatua sumba jantan lebih banyak melakukan aktivitas makan daripada kakatua betina. Kakatua sumba melakukan aktivitas makan hampir setiap jam. Burung kakatua jantan melakukan aktivitas makan selama 362.39 menit atau sekitar 10.07 % dari waktu pengamatan. Sedangkan kakatua sumba betina melakukan aktivitas makan selama 200.72 menit atau sekitar 5.58 % dari waktu pengamatan. Aktivitas makan lebih banyak terjadi pada pagi dan sore hari sesuai dengan jadwal pemberian pakan. Bagi kakatua sumba tidak ada pilihan dalam hal pakan karena semua bergantung pada pengelola. Oleh karena itu petugas harus menyiapkan pakan yang sesuai dengan kebutuhanya, baik kualitas maupun kuantitasnya.

Gambar 8 Aktivitas makan

(27)

19 tempat bertengger maupun dibagian bawa h kandang. Menurut Takandjanji dan Mite (2008), aktivitas berjalan banyak disebabkan oleh adanya rangsangan internal dan eksternal dari dalam tubuh, rangsangan internal berasal dari dalam tubuh seperti lapar dan haus sehingga burung berjalan untuk mencari apa yang diinginkan, sedangkan rangsangan eksternal adalah rangsangan dari luar, seperti adannya gangguan di sekitar kandang yang membuat burung melakukan aktivitas.

Aktivitas geser dilakukan oleh kakatua sumba baik secara lambat maupun secara singkat. Burung kakatua sumba betina terkadang melakukan aktivitas bergeser untuk menjaukan diri dari burung kakatua jantan. Selain itu, burung kakatua betina juga sering bergeser ke suatu tempat untuk melanjutkan aktivitas diam yang telah dilakukan di tempat sebelumnya. Kakatua sumba jantan melakukan aktivitas geser selama 19.48 menit atau sekitar 0.54 % dari waktu pengamatan. Sedangkan untuk kakatua sumba betina melakukan aktivitas geser selama 19.05 menit atau sekitar 0.53 % dari waktu pengamatan. Pada aktivitas geser ini tidak ada perbedaan yang besar antar kakatua sumba jantan dan betina

Kakatua sumba di penangkaran sering melakukan aktivitas bersuara dengan burung-burung jenis lain yang kandangnya berdekatan. Kakatua sumba jantan melakukan aktivitas bersuara se lama 9.28 menit atau sekitar 0.27 % dan kakatua sumba betina melakukan aktivitas bersuara selama 7.67 menit atau sekitar 0.21 %. Perilaku berteriak secara alami terjadi pada pagi dan sore hari (Martin 2002).

Air adalah kebutuhan yang sangat penting bagi makhluk hidup termasuk burung. Sekitar 70% bobot tubuh adalah air (Lesson dan Summers 1991). Air tergolong ke dalam gizi yang sangat esensial. Burung tidak akan tumbuh dan akan mati dalam hitungan hari jka tidak diberi air minum. Oleh karena itu, air yang cukup harus ada dalam jumlah yang memadai setiap hari. Kakatua sumba jantan melakukan aktivitas minum selama 22.01 menit atau sekitar 0.61 % sedangkan kakatua sumba betina melakukan aktivitas minum selama 6.61 menit atau sekitar 0.18 % dari waktu pengamatan.

Aktivitas membuang kotoran tidak terlalu sering dilakukan oleh kakatua sumba. Selama pengamatan, kakatua sumba betina lebih banyak melakukan aktivitas buang kototan. Kakatua sumba jantan melakukan aktivitas buang kotoran selama 1.35 menit atau sekitar 0.04 % dan kakatua sumba betina melakukan aktivitas buang kotoran selama 2.18 menit atau sekitar 0.06 % dari waktu pengamatan.

Kakatua sumba jantan melakukan aktivitas melompat selama 9.00 menit atau sekitar 0.25 % dan kakatua sumba betina melakukan aktivitas melompat selama 8.81 menit atau selama 0.24 % selama pengamatan.

(28)

20

Kakatua sumba jantan melakukan aktivitas terbang selama 17.20 menit atau sekitar 0.48 % dan kakatua sumba betina melakukan aktivitas terbang selama 36.30 menit atau sekitar 1.01 %.

Kakatua sumba jantan melakukan aktivitas saling dekat selama 32.01 menit atau sekitar 0.89 % dan kakatua sumba betina melakukan aktivitas saling dekat selama 30.45 % atau sekitar 0.85 % dari waktu pengamatan. Selama pengamatan jarak terdekat anatara kakatua sumba jantan dan betina adalah kurang lebih 15-20 cm.

Aktivitas saling menelisik bulu merupakan salah satu bentuk aktivitas kerjasama yang dilakukan oleh kedua individu untuk saling menelisik pada bagian tubuh yang tidak dapat dijangkau oleh paruh sendiri.Kakatua sumba jantan melakukan aktivitas saling telisik terhadap betina selama 24.61 menit atau sekitar 0.68 % dan kakatua betina melakukan aktivitas telisik terhadap jantan sekitar 72.53 menit atau sekitar 2.01 %. Aktivitas saling menelisik biasa dilakukan setelah terjadi pendekatan sata sama lain. Aktivitas ini dilakukan dengan cara membersihkan bulu-bulu kepala dan leher menggunakan paruh.

Kakatua sumba jantan melakukan aktivitas mandi selama 163.33 atau sekitar 4.53 % dan kakatua betina melakukan aktivitas mandi selama 35.21 menit atau sekitar 0.98 %. Mandi dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh yang panas (Gill 2007).

Selama pengamatan, tidak terdapat aktivitas membawa bahan sarang, membangun sarang, mengerami telur dan kawin. Aktivitas membawa bahan sarang dan membangun sarang tidak terjadi karena pihak pengelola telah menyediakan fasilitas tempat bersarang yang terbuat dari batang pohon, dimana pada batang pohon tersebut sudah terdapat lubang untuk bersarang didalamnya. Selain itu selama pengamatan juga tidak terjadi aktivitas mengerami telur dan kawin. Hal ini dapat terjadi karena perubahan perilaku. Perubahan perilaku dapat terjadi karena faktor adaptasi yang dilakukan oleh kakatua. Menurut Satroyono (2008), setiap satwa akan belajar tingkah lakunya sendiri untuk beradaptasi dengan lingkungan tertentu, tingkah laku pada tingkat adaptasi ditentukan oleh kemampuan belajar hewan untuk menyesuaikan tingkah lakunya terhadap suatu lingkungan baru.

Perilaku Makan

(29)

21 maupun betina terlebih dahulu melepas kulit ari jagung muda ya ng akan dimakan. Saat memakan sayuran, biasanya kakatua sumba langsung mengambil sayuran tersebut dengan menggunakan paruh. Burung kakatua memiliki kaki-kaki tajam yang berfungsi untuk mencengkram. Selain itu bentuk kakinya juga khas yaitu mempunya susunan jari kaki yang bersilangan. Pada susunan jari yang bersilangan ini, 2 jari mengarah ke depan dan 2 jari mengarah ke belakang. Dengan bentuk seperti ini juga, jari-jari kaki burung kakatua dapat berperan seperti tangan manusia, yakni memegang, menggenggam dan memanjat.

Perilaku kakatua saat mencari makan maupun saat makan di alam seperti menggantung pada ujung dahan dengan satu kaki, sedangkan kaki lainnya digunakan untuk memegang buah sambil paruhnya mematahkan tangkai buah (Soemadi & Mutholib 1995). Di dalam kandang burung kakatua juga menggunakan satu kakinya untuk mencengkram dahan sedangkan satu kaki lagi untuk memegang makanan. Oleh karena itu secara umum tidak terdapat perbedaan perilaku antara kakatua sumba jantan dan betina.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Seluruh aspek penangkaran dikelola dengan baik sehingga menghasilkan keberhasilan perkembangbiakan yang tergolong baik pula yakni dengan jumlah induk bertelur sebanyak 100%, daya tetas telur 66.6% dan kematian anak 0%.

Jenis aktivitas yang teramati di penangkaran MBOF antara lain melompat, bersuara, jalan, buang kotoran, geser, menelisik bulu, membersihkan paruh, terbang, diam, makan, minum, mandi, saling dekat, saling telisik dan kawin.

Dalam hal perilaku makan, tidak ada perbedaan cara makan antara kakatua sumba jantan dan kakatua sumba betina. Saat makan, kakatua sumba menggunakan satu kaki untuk mencengkram tempat bertengger sedangkan kaki yang lain memegang bahan pakan. Selain itu cara lain yang dilakukan dalam melakukan aktivitas makan adalah dengan memakannya secara langsung.

Saran

Penambahan jumlah induk, pemberian pakan yang memicu perkembangbiakan dan pemantauan intensif perlu dilakukan agar dapat meningkatkan nilai setiap faktor keberhasilan perkembangbiakan kakatua sumba di penangkaran

(30)

22

pelepas- liaran ke habitat aslinya mengingat burung ini tergolong satwa yang terancam punah karena perburuan liar dan fragmentasi hutan.

DAFTAR PUSTAKA

Altman J. 1974. Observational Study of Behaviour: Sampling Methods. Behaviour 49(3/4): 227 - 267

[Depkes RI] Departeman Kesehatan Republik Indonesia. 2010. DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) : Dekes RI.

Gitta A. 2011. Teknik penangkaran, aktivitas harian dan perilaku makan burung kakatua-kecil jambul kuning (Cacatua sulphuera sulphuera Gmelin, 1788) di Penangkaran Burung Mega Bird and Orchid Farm, Ringkasan Hasil Penelitian 1995-2002: Dengan Rekomendasi Konservasi bagi Rangkong Sumba, Kakatua Cempaka dan Habitatnya. [Memorandum Teknis 6]. Bogor (ID): PHKA/Wildlife Conservation Society-Indonesia Program.

Lesson S dan Summers JD. 1991. Commercial Poultry Nutrition. University Books, Guelph, Ontario. 283 p

Martin P, Bateson P. 1993. Measouring Behavior An Introduction Guide 2nd Edition. Cambridge: Cambridge University Press.

Mas’ud B. 2010. Teknik Menangkarkan Burung Jalak di Rumah. Bogor: IPB Press.

Martin S. 2002. The Anatomy Of Parrot Behaviour. The Association of Avian Trainers Conference (US): Natural Encounters

[NRC] National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. National Academy Press. Washington, D.C (US)

Persulessy YE, Djawarai YB, Marut R. 2003. Survei Populasi dan Distribusi Kakatua-kecil jambul-kuning Cacatua sulphuera citrinocristata dan Empat Jenis Paruh Bengkok Lain di Pulau Sumba (Pada Blok Hutan di Luar Taman Nasional). Dokumen Baseline Data bagi Upaya Monitoring dan Penyadartahuan. BirdLife Indonesia/ZGAP. Bogor (ID).

PHPA, LIPI, BirdLife International- Indonesia Programme. 1998. Rencana Pemulihan Spesies Kakatua-kecil jambul-kuning. Bogor (ID): PHPA/LIPI/BirdLife International-Indonesia Programme.

(31)

23 Prahara W. 1997. Sukses Memelihara Burung. Jakarta (ID): Penebar

Swadaya.

Prahara W. 1999. Pemeliharaan, Penangkaran, dan Penjinakan Kakatua. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Prijono NS, Handini S. 1996. Memelihara, Menangkar, dan Melatih Nuri. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Purnama EH. 2006. Perbandingan perilaku harian pasangan burung tekukur (Streptopelia chinensis) dan puter (Streptopelia bitorquata) di penangkaran dengan tanpa penambahan cahaya pada malam hari. [skripsi] (ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor

Rekapermana M, Thohari M, Masy’ud B. 2006. Pendugaan jenis kelamin menggunakan ciri-ciri morfologi dan perilaku harian pada gelatik jawa (Pada oryzivora Linn, 1758) di penangkaran. Media Konservasi. 11(3): 89-97

Setio P, Takandjanji M. 2006. Konservasi Ex Situ Burung Endemik Langka Melalui Penangkaran. Hasil – Hasil Penelitian Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan; Padang, 20 September 2006. Bogor (ID): Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan. hlm 47-61.

Soehartono T, Mardiastuti A. 2003. Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia. Jakarta: Japan International Cooperation Agency (JICA). Sawitri R, Takandjandji M. 2010. Pengelolaan dan perilaku burung elang di

Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga, Sukabumi.Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. 7 No. 3: 257-270.

Satroyono A. 2008. Aktivitas dan penggunaan habitat burung pengganggu penerbangan di kawasan Bandar Udara Internasional Juanda. [skripsi] (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya

Sudrajad. 1999. Cucakrawa. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya

Soemadi W, Mutholib A. 1995. Pakan Burung. Jakarta (ID): Penebar Swadaya

Takandjandji M, Kayat, Njurumana GND. 2010. Perilaku burung bayan sumba (Electus roratus cornelia Bonaparte) di penangkaran Hambala, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 3 (4): 357-369.

Takandjandji M, Mite M. 2008. Perilaku burung beo alor di penangkaran Oilsonbai, Nusa Tenggara Timur. Buletin Plasma Nutfah 14 (1): 43 - 48. Thohari M. 1987. Upaya penangkaran satwaliar. Media Konservasi I (3):

23-25.

Walpole ER.1997. Pengantar Statistika Edisi ke -3. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

(32)
(33)

Lampiran 1 Hasil pengamatan perilaku burung kakatua sumba jantan

Time Me Su Jln Mbk Gsr Mnb Mbp Trb Dm Mkn Mnm Mnd Mbs Mgs Mrt Sd Snt Kwn 06.00-07.00 1.03 2.63 3.39 0.13 2.18 77.02 3.27 1.52 173.16 25.88 0.04 6.97 0.00 0.00 0.00 2.76 0.00 0.00 07.00-08.00 1.16 1.09 5.12 0.12 1.14 97.32 3.80 1.84 170.82 16.03 1.55 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 08.00-09.00 1.05 0.65 4.60 0.12 2.16 95.51 0.00 2.85 188.12 1.05 0.00 1.05 0.00 0.00 0.00 1.75 0.91 0.00 09.00-10.00 0.68 0.00 1.03 0.00 2.28 52.07 0.00 3.49 106.21 0.41 0.00 131.00 0.00 0.00 0.00 2.27 0.55 0.00 10.00-11.00 1.21 0.55 4.27 0.00 2.52 67.69 0.77 0.57 166.82 49.18 4.17 0.00 0.00 0.00 0.00 2.21 0.00 0.00 11.00-12.00 0.83 0.66 2.89 0.09 1.09 4.07 1.33 1.33 264.12 23.42 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 12.00-13.00 0.24 0.14 0.00 0.00 0.30 0.81 0.00 0.00 298.45 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 13.00-14.00 0.00 0.10 4.95 0.00 2.03 0.46 0.00 0.00 276.65 0.00 15.81 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 14.00-15.00 0.75 0.83 3.48 0.00 2.15 0.00 0.00 0.78 267.49 0.00 0.00 4.67 0.00 0.00 0.00 10.95 8.83 0.00 15.00-16.00 0.41 0.27 1.77 0.00 0.04 10.36 0.00 2.25 220.00 38.45 0.00 19.64 0.00 0.00 0.00 3.23 4.59 0.00 16.00-17.00 1.31 1.56 2.84 0.41 0.00 25.11 0.69 1.29 86.55 164.76 0.43 0.00 0.00 0.00 0.00 5.27 9.71 0.00 17.00-18.00 0.33 1.33 6.14 0.49 3.60 100.13 0.00 1.28 139.72 43.20 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3.56 0.00 0.00 total 9.00 9.82 40.48 1.35 19.48 530.54 9.86 17.20 2358.11 362.39 22.01 163.33 0.00 0.00 0.00 32.01 24.61 0.00 % 0.25 0.27 1.12 0.04 0.54 14.74 0.27 0.48 65.50 10.07 0.61 4.54 0.00 0.00 0.00 0.89 0.68 0.00

Me : Melompat Su : Bersuara Jln : Jalan

Mbk : Membuang kotoran Gsr : Geser

Mnb : Menelisik bulu Mbp : Membersihkan paruh

Trb : Terbang Dm : Diam Mkn : Makan Mnm : Minum Mnd : Mandi

Mbs : Membawa bahan sarang Mgs : Membangun sarang

(34)

2

Lampiran 2 Hasil pengamatan perilaku burung kakatua sumba betina

Time Me Su Jln Mbk Gsr Mnb Mbp Trb Dm Mkn Mnm Mnd Mbs Mgs Mrt Sd Snt Kwn 06.00-07.00 0.23 0.69 7.30 0.03 2.87 11.72 0.33 0.90 256.54 13.18 0.00 0.31 0.00 0.00 0.00 2.82 0.00 0.00 07.00-08.00 1.11 0.76 6.56 0.00 2.74 14.39 0.16 1.88 241.93 14.43 2.49 10.77 0.00 0.00 0.00 1.30 0.58 0.00 08.00-09.00 1.76 1.07 14.61 0.27 2.69 8.43 0.76 2.74 218.53 43.25 0.95 0.00 0.00 0.00 0.00 1.60 0.67 0.00 09.00-10.00 1.04 0.49 7.22 0.39 2.15 20.64 0.54 4.81 181.68 75.62 0.09 2.21 0.00 0.00 0.00 2.11 0.47 0.00 10.00-11.00 1.48 1.50 6.85 0.17 2.16 7.70 0.60 5.82 236.26 26.08 0.04 8.64 0.00 0.00 0.00 1.94 0.78 0.00 11.00-12.00 0.53 0.22 3.91 0.00 1.19 19.67 0.09 2.26 270.13 2.02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 12.00-13.00 0.04 0.07 5.57 0.07 0.18 8.20 0.04 0.04 283.18 2.62 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 13.00-14.00 0.00 0.44 8.88 0.32 1.31 10.20 0.00 0.07 278.78 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 14.00-15.00 0.54 0.28 9.72 0.30 0.66 5.81 0.73 1.09 201.14 5.14 0.33 10.71 0.00 0.00 0.00 9.03 55.30 0.00 15.00-16.00 1.15 0.81 4.37 0.12 0.65 43.32 0.12 13.75 216.58 8.09 2.68 0.00 0.00 0.00 0.00 3.13 5.07 0.00 16.00-17.00 0.54 0.66 2.89 0.16 0.91 25.63 0.00 1.50 225.21 5.65 0.00 2.57 0.00 0.00 0.00 5.38 8.80 0.00 17.00-18.00 0.40 0.67 9.10 0.35 1.55 20.91 0.02 1.44 256.80 4.64 0.04 0.00 0.00 0.00 0.00 3.14 0.85 0.00 total 8.81 7.67 86.98 2.18 19.05 196.62 3.39 36.30 2866.78 200.72 6.61 35.21 0.00 0.00 0.00 30.45 72.53 0.00 % 0.24 0.21 2.42 0.06 0.53 5.46 0.09 1.01 79.63 5.58 0.18 0.98 0.00 0.00 0.00 0.85 2.01 0.00

Me : Melompat Su : Bersuara Jln : Jalan

Mbk : Membuang kotoran Gsr : Geser

Mnb : Menelisik bulu Mbp : Membersihkan paruh Trb : Terbang

Dm : Diam Mkn : Makan

Mnm : Minum Mnd : Mandi

(35)

Lampiran 3 Hasil uji chi-kuadrat alokasi waktu aktivitas harian kakatua sumba

JK

Aktivitas

Me Su Jln Mbk Gsr Mnb Mbp Trb Dm Mkn Mnm Mnd Mbs Mgs Mrt Sd Snt Kwn

B Oi 8.81 7.67 86.98 2.18 19.05 196.62 3.39 36.30 2866.78 200.72 6.61 35.21 0.00 0.00 0.00 30.45 72.53 0.00 Ei 8.91 8.75 63.73 1.77 19.26 363.58 6.62 26.75 2612.44 281.55 14.31 99.27 0.00 0.00 0.00 31.23 48.57 0.00

J Oi 9.00 9.82 40.48 1.35 19.48 530.54 9.86 17.20 2358.11 362.39 22.01 163.33 0.00 0.00 0.00 32.01 24.61 0.00 Ei 8.91 8.75 63.73 1.77 19.26 363.58 6.62 26.75 2612.44 281.55 14.31 99.27 0.00 0.00 0.00 31.23 48.57 0.00 Tot Oi 17.82 17.49 127.47 3.54 38.53 727.15 13.25 53.50 5224.89 563.10 28.62 198.54 0.00 0.00 0.00 62.46 97.13 0.00

Chi-sq hit 0.00 0.13 8.48 0.10 0.00 76.67 1.58 3.41 24.76 23.21 4.14 41.34 0.00 0.00 0.00 0.02 11.82 0.00 0.00 0.13 8.48 0.10 0.00 76.67 1.58 3.41 24.76 23.21 4.14 41.34 0.00 0.00 0.00 0.02 11.82 0.00

db 17

Xtabel 99% 6.408 Xtabel 95% 8.672 chi-sq hit 391.33

Kesimpulan

(36)
(37)

Lampiran 4. Suhu dan Kelembaban Selama Pengamatan a.) Suhu

Waktu H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8 H9 H10 Total Rata-rata

08.00 24 23.5 23.5 24.5 24.5 23.4 24 24.5 24.5 24.5 240.9 24.09

13.00 28 27 27 27 26 23.6 27.5 28 28.5 29 271.6 27.16

17.00 24 24.5 24 24 24 24.5 26 27 26 23.5 247.5 24.75

b.) Kelembaban

Waktu H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8 H9 H10 Total Rata-rata

08.00 90 95 95 95 95 95 95 90 95 95 940 94

13.00 86 91 95 91 95 95 91 86.5 95 78.5 904 90.4

(38)
(39)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pringsewu Lampung, pada tanggal 23 Febuari 1990 dari pasangan Bapak Subari dan Ibu Sakirah. Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pringsewu Lampung dan diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis mengikuti organisasi dan beberapa kegiatan kepanitiaan diantaranya International Forestry Student’s Symposium (IFSS) 2008, South East Asia Forest Youth Meeting (SEAFYM) 2011, German Alumni Forestry Network (GAFORN) 2012, Six Universities Initiative Japan-Indonesia (SUIJI) Student’s Forum 2012, dan Tri-University International Joint Seminar and Symposium 2012.

Penulis aktif pada organisasi International Forestry Student’s Association (IFSA LC-IPB) sebagai Head Of Human Resource Developmen pada periode 2009/2010 dan Head Of Village Concept Project pada periode 2011/2011. Penulis pernah terpilih menjadi delegasi untuk mengikuti kegiatan 38th International

Forestry Student’s Symposium (IFSS) 2010 di Seoul, Korea Selatan, International

Union Forestry Research Organization World Congress (IUFRO-WC) 2010 di Choex, Korea Selatan, dan Tri-University International Joint Seminar and Symposium 2013 di Mie University, Jepang serta pernah terpilih sebagai mahasiswa berprestasi dalam bidang ekstra kurikuler Institut Pertanian Bogor periode agustus 2010-mei 2011.

Gambar

Tabel 1. Jenis dan metode pengambilan data
Gambar 1  a) Kandang  permanen dan b) Sketsa kandang
Gambar 3a) Jenis pakan dan b) Penyajian pakan
Tabel 3 Kandungan gizi pakan kakatua sumba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Manajemen Penangkaran dan Aktivitas Harian Kalong Kapauk ( Pteropus vampyrus Linnaeus 1758) di Taman Margasatwa

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Teknik Penangkaran dan Kualitas Suara Cucak Rawa ( Pycnonotus zeylanicus Gmelin, 1789) di Mega Bird and

Meskipun angka-angka tersebut menunjukan variasi, tetapi dari hasil analisis statistik perbandingan rata-rata dari semua komponen ukuran tubuh dengan menggunakan uji

Persentase aktivitas harian owa Jawa selama di penangkaran berturut-turut adalah sebagai berikut makan (12,77%), minum (0,96%), defekasi (1,97%), urinasi (2,43%), dan ini

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah Jenis perilaku harian burung Salmon-Crested Cockatoo (Cacatua moluccensis) yang ditemukan di penangkaran Eco Green