• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik penangkaran, aktivitas harian dan perilaku makan burung kakatua-kecil jambul kuning (Cacatua Sulphurea Sulphurea Gmelin, 1788) di penangkaran burung Mega Bird and Orchid Farm, Bogor, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Teknik penangkaran, aktivitas harian dan perilaku makan burung kakatua-kecil jambul kuning (Cacatua Sulphurea Sulphurea Gmelin, 1788) di penangkaran burung Mega Bird and Orchid Farm, Bogor, Jawa Barat"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Burung kakatua merupakan spesies burung paruh bengkok. Terdapat 7 jenis burung kakatua yang tersebar di Indonesia, antara lain Cacatua alba, Cacatua galerita, Cacatua sanguinea, Cacatua goffini, Cacatua moluccensis, Probosciger aterrimus, Cacatua sulphurea. Burung kakatua merupakan burung yang banyak disukai karena memiliki bulu jambul atau mahkota yang sangat indah dan bervariasi di ubun-ubun kepalanya. Burung ini pun memiliki suara lengkingan yang sangat nyaring. Karena keindahannya ini, burung kakatua banyak diburu oleh manusia untuk diperdagangkan sehingga dapat meningkatkan laju kepunahan dari burung jenis ini. Kakatua-kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea sulphurea) merupakan salah satu anak jenis dari dari burung kakatua (Cacatua sulphurea) yang terancam kepunahan akibat eksploitasi yang berlebihan untuk diperdagangkan dan tingginya kerusakan hutan yang menyebabkan rusaknya habitat burung kakatua. Menurut Peraturan Pemerintah No 7/1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar, burung ini masuk dalam kategori jenis yang dilindungi. Cacatua sulphurea juga masuk ke dalam Appendiks I dalam Convention on International Trade in Endangered Species (CITES).

Upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan burung kakatua-kecil jambul kuning baik untuk tujuan konservasi maupun komersial adalah dengan usaha konservasi eksitu, yaitu dengan kegiatan penangkaran. Berdasarkan atas tujuannya, penangkaran dapat dibedakan dua macam, yakni penangkaran yang ditujukan untuk melestarikan jenis-jenis satwa yang berada dalam keadaan langka yang akan segera punah apabila perkembangbiakannya tidak dibantu oleh campur tangan manusia dan penangkaran yang ditujukan untuk mengembangbiakan jenis-jenis satwa liar yang memiliki nilai ekonomis tinggi (Thohari 1987). Kondisi penangkaran diusahakan sesuai dengan habitat aslinya untuk memudahkan adaptasi dan meminimalkan tingkat stres dari satwa yang ditangkarkan.

(2)

ditujukan untuk tujuan komersil. Konservasi yang banyak diketahui oleh masyarakat hanya sebatas larangan-larangan saja sehingga pemahaman masyarakat dapat ditingkatkan. Selain dapat melestarikan jenis-jenis yang mulai punah, kegiatan penangkaran juga dapat menjadi mata pencaharian. MBOF telah berhasil dalam menangkarkan berbagai jenis burung untuk tujuan konservasi maupun ekonomi, antara lain jalak bali, murai batu, cucak rowo dan lain-lain. Penangkaran ini sekarang sedang berupaya dalam menangkarkan jenis burung paruh bengkok, diantaranya adalah burung kakatua-kecil jambul kuning.

Dalam proses penangkaran, banyak faktor yang harus diperhatikan karena berbeda jenis akan berbeda pula proses pemeliharaannya baik dalam hal pakan, kandang, sanitasi, maupun perawatannya. Selain itu, tujuan dari penangkaran juga akan berpengaruh dalam penangkarannya. Minimnya penelitian mengenai penangkaran dan aktivitas harian burung kakatua-kecil jambul kuning menyebabkan pengetahuan dalam melakukan kegiatan penangkaran menjadi sedikit sehingga dibutuhkan penelitian mengenai teknik penangkaran dan aktivitas harian ini. Makan merupakan kegiatan yang paling penting untuk satwa sehingga dibutuhkan penelitian mengenai perilaku makan. Selain itu, satwa yang berada di penangkaran akan mengalami perubahan perilaku makan yang disebabkan oleh adanya faktor adaptasi maupun faktor stres yang dialami oleh satwa tersebut. Penelitian tentang perilaku makan dari burung kakatua-kecil jambul kuning akan sangat bermanfaat mengingat makan merupakan aktivitas paling penting bagi burung. Penelitian ini diharapkan dapat membantu memberi masukan kepada pengelola dalam kegiatan penangkaran, khususnya dalam hal penangkaran burung kakatua-kecil jambul kuning.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi teknik penangkaran burung kakatua-kecil jambul kuning di

Mega Bird and Orchid farm

(3)

3. Mengidentifikasi perilaku makan burung kakatua-kecil jambul kuning di Mega Bird and Orchid farm.

1.3 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain:

1. Memperoleh informasi mengenai upaya pelestarian, pemanfaatan, aktivitas harian, dan perilaku makan burung kakatua-kecil jambul kuning

(4)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Taksonomi dan Morfologi

Menurut Prijono (2008), klasifikasi kakatua-kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea sulphurea), adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Aves

Order : Psittaciformes Family : Psittacidae Subfamily : Cacatuinea Genus : Cacatua

Species : Cacatua sulphurea (Gmelin,1788)

Subspecies : Cacatua sulphurea sulphurea (Gmelin, 1788)

Kakatua-kecil jambul kuning memiliki empat subspesies yang berbeda dan ciri utama masing-masing subspesies, adalah sebagai berikut perbedaan antara kedua anak jenis yang memiliki penyebaran luas, C.s.sulphurea (gambar 1). dan

Cacatua sulphurea parvula sangat kecil (C. s parvula memiliki tutup telinga kuning yang lebih pucat); sebaliknya anak jenis yang penyebarannya lebih terbatas lebih jelas bedanya, Cacatua sulphurea citrinocristata memiliki jambul berwarna oranye dan tubuh Cacatua sulphurea abbotti lebih besar daripada anak jenis lainnya.

(5)

Kakatua-kecil jambul kuning merupakan spesies burung paruh bengkok. Ukuran tubuhnya kurang lebih 34 cm, bulu tubuhnya berwarna putih sedangkan jambulnya berwarna kuning atau jingga, tergantung anak jenisnya (Utomo 2010). Masing-masing anak jenis memiliki kharakteristik tertentu dalam ukuran sayap, ekor, paruh dan tarsus. Beberapa hasil pengukuran yang diberikan oleh Forshaw dan Copper (1989) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Perbedaan ukuran antara keempat anak jenis burung kakatua-kecil jambul kuning

Keistimewaan kakatua terletak pada adanya bedak pada bulu tubuhnya, bila bulu kakatua diusap dengan tangan akan seperti terkena tepung atau bedak (berwarna keputihan), gejala ini disebut dengan bulu bedak atau bulu debu (Harrison 2005). Bulu ini tidak lain adalah bulu kapas yaitu bulu yang telah mengalami penghancuran menjadi butir-butir seperti bedak atau tepung yang berfungsi sebagai sanitasi dan kebersihan bulu kakatua (Kurniawan 2004).

2.2. Penyebaran

Kakatua-kecil jambul kuning adalah spesies endemik di wilayah Wallacea, mulai dari Sulawesi ke arah selatan hingga Sumba dan ke arah timur hingga Timor serta ada populasi di Kepulauan Masalembo dan Nusa Penida, selain itu spesies ini telah diintroduksikan di China (Hongkong) dan Singapura serta dilaporkan bahwa kakatua-kecil jambul kuning dijumpai di beberapa tempat di Singapura bagian

(6)

semula burung ini merupakan burung peliharaan yang kemudian lepas menjadi liar atau feral (PHPA et al. 1998; Birdlife Internasional 2001). Di daerah penyebaran ini kakatua tidak pernah dilaporkan berada pada ketinggian di atas 1200 m dan umumnya ditemui pada ketinggian di bawah 500 m, selain itu sebagai spesies dari hutan kering atau musiman daripada hutan basah diyakini pula bahwa secara alami spesies ini tidak terdapat di hutan basah dataran rendah di berbagai bagian di Sulawesi (PHPA et al. 1998).

Kakatua-kecil jambul kuning merupakan spesies yang terancam punah dengan penyebaran meliputi kawasan Wallacea, Pulau Masakambing dan Pulau Nusa Penida (Agista dan Rubiyanto 2001). Menurut PHPA et al.(1998); Agista dan Rubiyanto (2001), penyebaran keempat anak jenis kakatua-kecil jambul kuning, yaitu:

1. Cacatua sulphurea sulphurea dari Sulawesi, Buton, Muna, Tukangbesi dan pulau-pulau di Laut Flores

2. Cacatua sulphurea parvula dari Nusa Tenggara, bagian barat Timor sampai Bali (kecuali Sumba), dan Pulau Nusa Penida di sebelah tenggara Pulau Bali 3. Cacatua sulphurea citrinocristata dari Sumba

4. Cacatua sulphurea abbotti dari Kepulauan Masalembo dan Kepulauan Masakambing.

2.3. Habitat

Habitat adalah kawasan yang terdiri dari beberapa kawasan, baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembangbiaknya satwaliar (Alikodra 2002). Habitat mempunyai fungsi dalam penyediaan makanan, air dan pelindung. Habitat terdiri atas komponen fisik (air, udara, iklim, topografi, tanah dan ruang) dan komponen biotik (vegetasi, mikro dan makro fauna serta manusia) yang membentuk sistem yang dapat mengendalikan kehidupan satwaliar dan saling berinteraksi (Dasman 1964; Wiersum 1973; Alikodra 1983; dan Bailey 1984 dalam Alikodra 2002)

(7)

budidaya yang pohonnya jarang (Coates et al. 2000; pfeffer 1958; Watling 1984; dan Butchart et al. 1996 dalam Birdlife Internasional 2001).

2.4. Populasi dan Status

Kakatua-kecil jambul kuning secara keseluruhan memiliki populasi yang berlimpah dengan penyebaran yang luas di pusat Kepulauan Indonesia pada abad ke sembilanbelas dan jumlah ini mampu bertahan dengan baik sampai sebelum adanya perdagangan komersil secara internasional sekitar dekade 1970-an, pada akhir dekade 1980-an terlihat adanya penurunan populasi yang sangat tajam dan mengakibatkan seluruh populasi terancam (Collar dan Andrew 1988; Andrew dan Holmes 1990 dalam Birdlife Internasional 2001). Jenis ini tertekan dengan adanya ledakan populasi yang mengejutkan selama 10-15 tahun terakhir akibat penangkapan yang berlebihan untuk perdagangan burung dalam sangkar dan sekarang langka akibat kegiatan ini (Coates dan Bishop). Menurut Birdlife Internasional (2001), subspesies sulphurea yang tersisa bertahan pada jumlah populasi kecil tanpa terkecuali, populasi yang kecil di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, subspesies abbotti mampu bertahan pada populasi kecil yang kritis, subspesies parvula memiliki populasi yang sangat aman di Komodo, hal ini berhubungan dengan perlindungan yang diusahakan oleh Taman Nasional Komodo, dan subspesies citrinocristata bertahan secara pasti walaupun secara perlahan mengalami penurunan populasi di Pulau Sumba.

Berdasarkan jumlah populasi yang ada, burung kakatua termasuk hewan langka dan dilindungi oleh undang-undang pemerintah sehingga perlindungan semakin gencar oleh pemerintah (Purnomo 2002). Status keseluruhan burung kakatua-kecil jambul kuning sangat mengkhawatirkan, salah satu anak jenis (Cacatua sulphurea abbotti) hampir mendekati kepunahan, dua anak jenis lainnya (Cacatua sulphurea sulphurea dan Cacatua sulphurea parvula) jumlahnya sangat sedikit dengan populasi yang terisolasi sehingga tidak satu pun di antaranya yang dapat bertahan hidup dalam jangka panjang, dan anak jenis Cacatua sulphurea citrinocristata di Sumba juga kecil, menurun, dan sangat terancam tapi mungkin masih ada populasi yang masih baik di pulau ini (PHPA et al. 1998).

(8)

Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya terutama pasal 21 ayat 2 disebutkan beberapa larangan, sebagai berikut:

a. Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;

b. Menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;

c. Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

d. Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

e. Mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan atau sarang satwa yang dillindungi.

Ketentuan pidananya tercantum pada pasal 40 ayat 2 dan 4:

Ayat 2 : Dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Ayat 4 : Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

2.5. Pakan

Burung kakatua mempunyai paruh yang sangat khas, yaitu membengkok dan sangat kuat, bentuk dan sifat paruh tersebut sesuai dengan jenis pakannya (Prahara 1994). Pakan kakatua-kecil jambul kuning secara umum terdiri dari biji-bijian, kacang-kacangan, buah arbei, buah-buahan dan mungkin bunga (Forshaw 1989

(9)

mengunjungi hutan yang bersemi dan menghijau dan tampaknya burung-burung ini banyak menggunakan bagian tumbuhan segar di dalam vegetasi yang sangat bersifat musim.

Pakan burung di penangkaran yang baik haruslah memenuhi kebutuhan gizi seimbang yang diperlukan oleh burung seperti di alam. Menurut Prahara (1994), burung kakatua sangat menggemari jagung muda yang berbonggol, biji bunga matahari, kacang tanah, tebu, buah kenari, sedikit sayuran (kangkung dan wortel) dan buah-buahan (jambu biji, pepaya). Pakan diberikan dalam jumlah secukupnya yang diberikan 2 kali sehari, yaitu pada pagi hari setelah sangkar dibersihkan dan siang hari sekitar pukul 12.00, pakan disajikan pada nampan-nampan plastik atau ditancapkan pada kayu tenggeran yang telah dilengkapi dengan paku-paku atau kait-kait, tempat minumnya dari sebuah bak atau kolam kecil yang airnya diganti dan dibersihkan minimal satu kali sehari (Prahara 1999).

2.6. Perkembangbiakan

Seperti kebanyakan burung paruh bengkok, keterikatan antara jantan dan betina sangat erat (PHPA et al. 1998). Schmutz (1977) dalam PHPA et al. (1998) melaporkan bagaimana burung betina yang pasangannya ditembak ketika menyerang lahan pertanian lalu tubuh pasangannya digantung di atas pohon, si betina kemudian kembali dan duduk diam di dekat tubuh pasangannya. Tingkah laku pada masa bercumbu berupa Bersuara dan mengangkat jambulnya, mengembangkan sayap dan mengepak-epakkannya, berjalan pada cabang-cabang kecil, jantan dan memutari betina dan menggosokkan jambul betina, leher disilangkan dan saling menjilat (PHPA et al. 1998). Musim perkembangbiakan berlangsung lama. White dan Bruce (1986) dalam PHPA et al. (1998) menyebutkan masa perkembangbiakan di Buton pada bulan September-Oktober dan Nusa Tenggara pada bulan April-Mei.

(10)

memperlihatkan kebolehannya (display) secara umum dalam suatu wilayah kecil (lek) dan kakatua betina akan mengunjungi lek tersebut untuk memilih jantan yang sedang melakukan display (Burung Indonesia 2007). Kakatua menghasilkan 2-3 butir telur dan dalam proses pengeraman telur serta mengasuh anak dilakukan secara bergantian oleh burung jantan dan betina (Burung Indonesia 2007). Telur kakatua memerlukan waktu 23 hari untuk menetas dengan periode pertumbuhan yaitu antara telur menetas sampai tumbuhnya bulu-bulu untuk terbang adalah 65 hari (Setiawan dkk. 1998 dalam PHPA et al. 1998).

2.7. Kesehatan

Menurut Prahara (1999), kakatua termasuk burung yang cukup tahan terhadap penyakit. Dengan memenuhi semua kebutuhan dan menjaga sanitasi lingkungan hidupnya maka kesehatan burung kakatua dapat terjaga, berikut beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam perawatan kesehatan kakatua (Prahara 1999):

1. Burung kakatua dijauhkan dari kondisi-kondisi penyebab stres (seperti populasi yang terlalu padat di dalam sangkar atau adanya burung yang terlalu dominan)

2. Ukuran kawat sangkar rapat untuk menghindari masuknya tikus

3. Burung kakatua dihindarkan dari kondisi alam atau cuaca yang terlalu ekstrim, misalnya kepanasan atau kedinginan

4. Suplemen vitamin dan mineral diberikan secara teratur pada buah atau pakan lunak kesukaannya dan tidak diberikan pada biji-bijian atau air karena kurang efektif

5. Kebersihan sangkar, tempat pakan dan minum senantiasa dijaga 6. Burung kakatua diberi pakan yang bermutu baik

7. Kondisi burung diperiksa minimum 2 kali sehari terutama pada saat matahari terbit.

(11)

dalam sayapnya walaupun kedua kakinya masih dapat bertengger, bulu-bulunya terutama di sekitar kepala akan tampak kusam dan kusut, feses tidak normal baik warna ataupun konsistensinya (Prahara 1994). Menurut Prahara (2003), gangguan fisik yang biasa diderita oleh burung kakatua, antara lain:

1. Penyakit internal adalah penyakit yang menyerang organ-organ dalam burung, misalnya usus, hati, paru-paru dan jantung. Penyakit yang bersifat internal dapat disebabkan oleh mikroorganisme dan cacing. Penyakit internal yang paling sering menimpa burung paruh bengkok adalah berak darah (coccidiosis), cacingan, monoliasis dan aspergiliosis.

a) Berak darah (coccidiosis)

a.1) Gejala : Kotoran burung yang terserang tampak bercampur darah. Selain itu, burung terlihat lemah, tidak dapat terbang, dan tidak mempunyai nafsu makan.

a.2) Penyebab : Penyakit ini disebabkan oleh hewan bersel satu (protozoa) yang disebut Eimeria sp. Protozoa ini sangat menyukai lingkungan yang lembab dan kotor. Apabila protozoa ini tertelan oleh burung, di dalam tubuh burung protozoa akan memperbanyak diri dengan pembelahan sel. Protozoa ini kemudian akan menyerang usus halus dan menyebabkan berak darah serta kematian mendadak pada burung yang terserang.

a.3) Pengendalian : Pengobatan dilakukan dengan obat anticoccidiosis yang banyak dijual di pasaran. Salah satu di antaranya adalah EmbacoxTM. Dosis pengobatannya adalah 5 g/l air minum, sedangkan dosis pencegahannya 2,5 g/l air minum. Lama pemberiannya 3 : 2 : 3, artinya setelah diobati selama 3 hari, diselingi dengan istirahat 2 hari lalu diberikan lagi selama 3 hari berturut-turut.

b) Cacingan

b.1) Gejala : Burung tampak lemah, badan kurus, dan bulu tampak kusam. Nafsu makan berkurang dan mata terlihat bengkak.

(12)

b.3) Pengendalian : Untuk pencegahan dan pengobatan dapat diberikan obat cacing sesuai dengan jenis cacingnya. Misalnya untuk jenis Cestoda dapat diobati dengan obat cacing bermerek dagang VermoxTM. Obat cacing yang berbentuk sirup ini dapat diberikan ke burung yang cacingan dengan dosis 0,1 cc per 200 g berat badan burung. Selain dapat membasmi cacing Cestoda, obat cacing ini juga dapat membasmi cacing Trematoda dan Nematoda. Cacing Nematoda selain dapat dibasmi dengan VermoxTM, juga dapat dibasmi dengan obat cacing Worm-XTM atau Stop WormTM. Dosisnya 120 ml (8 sendok makan) cairan obat yang dilarutkan dalam 20 l air minum untuk 100 ekor burung. Atau 1,2 ml cairan obat yang dilarutkan dalam 200 ml air minum untuk seekor burung.

c) Moniliasis

c.1) Gejala : Penyakit ini banyak menyerang nuri. Burung yang terserang penyakit ini akan tampak lesu dan bulunya tampak kusam. Jika bagian mulut dari burung yang terinfeksi dibuka mata akan tampak selaput putih kekuningan pada dinding mulutnya.

c.2) Penyebab : Penyakit ini disebabkan oleh jamur Candida albicans. Jamur ini menyebar sangat cepat sampai ke jantung udara (air sac) yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian burung karena kesulitan bernapas.

c.3) Pengendalian : Penyakit ini muncul karena burung (terutama nuri) mengalami kekurangan vitamin A dalam konsumsi pakannya. Salah satu cara pengobatannya adalah memberikan vitamin A dalam pakannya. Selain itu, juga dilakukan terapi, yakni dengan mengoleskan bagian mulut yang terkena infeksi dengan obat NystatinTM atau MycostatinTM. Untuk pencegahan, diberikan vitamin A dalam jumlah cukup.

d) Aspergillosis

(13)

turunnya nafsu makan serta kesulitan bernapas. Napasnya akan pendek disertai dengan terbuka dan tertutupnya paruh.

d.2) Penyebab : Penyakit ini disebabkan oleh jamur Aspergillus fumigatus

yang menyerang selaput lendir sistem pernapasan. Jamur dapat mengeluarkan racun yang dapat menyerang sistem saraf pernapasan sehingga dapat menimbulkan kematian yang mendadak pada burung yang terkena. Timbulnya penyakit ini terutama jika kondisi tubuh sedang menurun akibat stres dan penyakit lain. Penyakit ini banyak diderita burung yang berasal dari pasar burung dengan kondisi lingkungan yang sangat memprihatinkan.

d.3) Pengendalian : Untuk mengobati penyakit Aspergilosis ini dapat nazole dengan merek dagang seperti SemperaTM dan SporanoxTM yang juga dipergunakan untuk manusia dengan dosis 5-10 mg/kg berat badan burung yang diberikan melalui air minum atau pakan.

2. Penyakit eksternal adalah penyakit yang menyerang organ-organ luar walaupun akibatnya dapat juga menyerang organ dalam. Salah satu penyakit eksternal pada burung paruh bengkok adalah pssitacine beak and feather disease (PBDF) atau penyakit paruh dan bulu. Penyakit ini dapat menyerang seluruh burung paruh bengkok, terutama kakatua.

a) Gejala : Gejala penyakit ini sangat mudah terlihat yaitu adanya bulu-bulu rontok yang menyebabkan kebotakan dan atau disertai kerusakan pada paruh.

b) Penyebab : Penyakit ini belum jelas penyebabnya, tetapi diduga disebabkan oleh virus yang menyebabkan kerusakan sistem kekebalan tubuh burung atau penyakit yang serupa dengan AIDS pada manusia. Pada mulanya kondisi burung tampak normal, kemudian virus akan menyebabkan kecacatan pada bulu dan kebusukan pada paruh. Pada akhirnya virus ini akan menyebabkan kematian. Penyebarannya melalui bulu yang rontok dan lapuk, serta melalui telur.

(14)

diberi pakan yang baik dan bergizi serta dijauhi dari stres. Lingkungan kandang harus selalu dijaga kebersihannya. Setiap pagi burung dimandikan dengan larutan khusus untuk burung, seperti Bird InTM dengan dosis 1 sendok makan obat yang dilarutkan dalam 1 liter air untuk mandi burung. Kemudian burung dijemur di bawah sinar matahari pagi sampai sekitar pukul 10.00. Perawatan ini dilakukan terus sampai ada perbaikan pada bulu-bulu atau paruhnya. Sampai saat ini masih belum ditemukan obat yang tepat untuk penyakit ini karena masih dalam taraf penelitian. Untuk mengetahui dengan pasti burung terkena virus PBFD harus menjalani tes DNA. Karena ada penyakit lain yang serupa, yaitu polyoma (french moult) yang disebabkan oleh Papovavirus. Pengobatan penyakit ini jauh lebih maju ketimbang penyakit PBFD.

3. Penyakit defisiensi terutama disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan dasar pakan burung. Penyakit ini sebenarnya banyak ragamnya tergantung pada kekurangan zat vitamin atau mineral. Namun, penyakit ini tidak akan timbul jika kebutuhan minimal pakan burung dapat disediakan. Penyakit defisiensi yang paling sering menyerang burung paruh bengkok adalah defisiensi kalsium.

a) Gejala : Burung memakan bulunya sendiri

b) Penyebab : Burung kekurangan mineral kalsium

c) Pengendalian : Dalam pakan burung ditambahkan zat mineral Ca yang dapat diperoleh dari tepung tulang punggung cumi-cumi atau tepung tulang sapi.

4. Trauma

a) Gejala : Adanya luka-luka pada tubuh burung.

b) Penyebab : Perkelahian, penangkapan, dan pengangkutan yang tidak hati-hati atau kecelakaan, misalnya terjepit kawat.

(15)

Untuk kondisi burung yang mengalami stres berat akibat upaya penangkapan, burung segera didinginkan dengan membasuh tubuhnya dengan air. Selain itu, burung juga diberi minum dan lingkungan kandang diusahakan tenang.

2.8. Teknik Penangkaran

Penangkaran diartikan sebagai suatu kegiatan untuk mengembangbiakan jenis-jenis satwa liar dan tumbuhan alam, bertujuan untuk memperbanyak populasinya dengan mempertahankan kemurnian jenisnya, sehingga kelestarian dan keberadaannya di alam dapat dipertahankan yang meliputi pula kegiatan mengumpulkan bibit atau induk, pembiakan atau perkawinan atau penetasan telur,

pembesaran anak, serta “restocking” atau pemulihan populasinya di alam (Thohari 1987). Berdasarkan atas tujuannya, penangkaran dapat dibedakan dua macam, yakni penangkaran yang ditujukan untuk melestarikan jenis-jenis satwa yang berada dalam keadaan langka yang akan segera punah apabila perkembangbiakannya tidak dibantu oleh campur tangan manusia dan penangkaran yang ditujukan untuk mengembangbiakan jenis-jenis satwa liar yang memiliki nilai ekonomis tinggi (Thohari 1987). Menurut Helvoort et al. (1986), berdasarkan tujuannya penangkaran dibagi menjadi dua, yaitu untuk tujuan budidaya dan konservasi (Tabel 2).

Selanjutnya dijelaskan bahwa ada dua kriteria yang digunakan dalam menetapkan jenis-jenis satwa liar yang perlu ditangkar, yaitu (Thohari 1987): a. Suatu jenis perlu ditangkar apabila secara alami populasinya mengalami

penurunan secara tajam dari waktu ke waktu sehingga terancam punah.

b. Suatu jenis perlu ditangkar apabila mempunyai potensi ekonomi tinggi dan tingkat pemanfaatan bagi manusia terus bertambah, sehingga kelestariannya terancam.

Dijelaskan pula bahwa prinsip kebijakan penangkaran jenis satwaliar adalah (Thohari 1987):

(16)

b. Upaya pelestarian jenis perlu dilakukan di dalam kawasan konservasi maupun di luar habitat alaminya, di luar habitat alami berbentuk penangkaran baik di kebun binatang ataupun di lokasi usaha.

Tabel 2 Perbedaan Antara Penangkaran Untuk Tujuan Budidaya dan Untuk Tujuan Konservasi

Aspek Budidaya Konservasi

Obyek 1. Beberapa individu dan ciri-cirinya 1. Suatu populasi dan ciri-cirinya 2. Ras (varietas, forma) 2. Jenis/anak jenis

3. Jumlah individu total yang dimanipulasikan (N) terbatas

3. Jumlah total individu (N) besar

Sasaran 1. Domestikasi 1. Release (pelepas-liaran) 2. Perubahan jenis (dalam arti menciptakan

ras, forma)

2. Tidak merubah jenis

1. Komersial (terutama segi kuantitas) 1. Non komersial

2. Terkurung untuk selama-lamanya 2. Pengembalian kepada alam asli

Manfaat 1. Memenuhi kebutuhan material (protein, kulit dan lain-lain)

1. Mempertahankan stabilitas ekosistem

2. Memenuhi kebutuhan batin dan sosial 2. Meningkatkan nilai keindahan alam

Jangka waktu

Pendek sampai sedang (1-250 tahun) Selama-lamanya

Metode 1. Terapkan teknologi reproduksi (IB, IVF, TE, dan lain-lain)

1. Mempertahankan sex ratio

2. Jumlah mau kawin ditingkatkan 2. Jaga keturunan agar tidak didominasi jenis tertentu

3. Penentuan pasangan diatur 3. Pasangan acak

4. Memungkinkan terjadinya in-breeding dan mutasi gen

4. Hindari in-breeding dan mutasi gen

2.9. Aktivitas Harian

(17)

turun, bermain dan berteriak. Burung kakatua sangat aktif dan selalu ingin tahu mengenai lingkungan sekitarnya, apabila mereka merasa bosan ia akan bersuara melengking dan mencabuti bulunya sendiri (Anonim 2011).

(18)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Mega Bird and Orchid farm, Bogor, Jawa Barat pada bulan Juni hingga Juli 2011.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah thermometer dry-wet,

thermometer suhu, timbangan, meteran, stopwatch, kamera digital, panduan wawancara, dan alat tulis. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah burung kakatua-kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea sulphurea).

3.3 Jenis dan Metode Pengambilan Data 3.3.1 Jenis Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder yang mencakup tiga data utama, yaitu teknik penangkaran, aktivitas harian dan perilaku makan. Data primer yang dikumpulkan terdiri dari:

3.3.1.1 Teknik Penangkaran

1. Perkandangan meliputi: jenis kandang, jumlah kandang, fungsi kandang, bahan kandang, ukuran kandang, suhu dan kelembaban kandang, perlengkapan kandang (tempat makan, tempat minum, tempat bersarang, tempat bertengger, tempat bermain, dan lain-lain), pengelolaan dan perawatan kandang.

2. Pakan meliputi: jenis pakan, jumlah pakan, sumber pakan, waktu pemberian pakan, cara pemberian pakan, dan frekuensi pemberian pakan.

3. Penyakit dan perawatan kesehatan meliputi: jenis penyakit yang pernah, sedang dan sering diderita oleh burung kakatua-kecil jambul kuning, cara perawatan. 4. Reproduksi meliputi: penentuan jenis kelamin, pemilihan bibit, pengaturan

(19)

3.3.1.2 Aktivitas Harian

Data yang diambil mengenai aktivitas harian burung kakatua-kecil jambul kuning, antara lain aktivitas event, aktivitas state, dan aktivitas sosial.

1. Aktivitas Event merupakan aktivitas yang terjadi dalam waktu singkat, yang meliputi:

a) Melompat

b) Bersuara (calling) c) Mematuk benda. d) Membuang kotoran e) Jalan

f) Geser

2. Aktivitas State merupakan aktivitas yang terjadi dalam selang waktu yang lama, yang meliputi:

a) Diam b) Makan c) Minum d) Mandi

e) Menelisik bulu f) Siaga

g) Kawin.

3. Aktivitas Sosial merupakan interaksi diantara individu burung kakatua jambul kuning, yang meliputi:

a) Saling menelisik bulu b) Saling membersihkan paruh c) Saling mendekati

d) Saling mengejar e) Saling mematuk.

3.3.1.3 Perilaku Makan

(20)

Adapun data sekunder yang dikumpulkan, antara lain data-data yang terkait dengan pemeliharaan burung kakatua-kecil jambul kuning, kondisi umum, dan pola perilaku. Data sekunder diperlukan sebagai penunjang dari data primer.

3.3.2 Metode Pengumpulan Data 3.3.2.1 Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan informasi awal yang dapat mendukung data yang akan dihasilkan sehingga data tersebut dapat dibandingkan. Studi pustaka dapat dilakukan melalui internet, perpustakaan dan penelusuran dokumen yang terdapat di MBOF.

3.3.2.2 Observasi Lapang 3.3.2.2.1 Teknik Penangkaran

Observasi lapang dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan, pengukuran langsung di lapangan dan dengan mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh petugas (animal keeper) penangkaran.

a. Pengamatan langsung dilakukan terhadap burung kakatua-kecil jambul kuning yang dipelihara di penangkaran, antara lain:

a.1) Aspek kandang meliputi: jenis, jumlah, fungsi, bahan, ukuran, perlengkapan (tempat makan, tempat minum, tempat bersarang, tempat bertengger, tempat bermain, dan lain-lain), pengelolaan dan perawatan

a.2) Aspek pakan meliputi: jenis, jumlah, waktu pemberian, cara pemberian, dan frekuensi pemberian

a.3) Jenis penyakit yang sedang diderita burung kakatua-kecil jambul kuning dan cara penanganannya

a.4) Aspek reproduksi meliputi: penentuan jenis kelamin dan perlengkapan penetasan telur.

b. Pengukuran langsung yang dilakukan, antara lain:

b.1) Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer suhu dan pengukuran terhadap kelembaban dilakukan dengan menggunakan

(21)

b.2) Pengukuran terhadap setiap jenis kandang dilakukan dengan pengukuran terhadap tinggi (m), panjang (m), dan lebar (m) dengan menggunakan meteran.

c. Mengikuti kegiatan pengelola dengan terlibat aktif dalam kegiatan perawatan kandang, waktu pemberian pakan, cara pemberian pakan, dan pengamatan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh pengelola.

3.3.2.2.2 Aktivitas Harian

Pengamatan mengenai aktivitas harian kakatua-kecil jambul kuning dilakukan dengan menggunakan metode Focal Animal sampling, yaitu pengamatan dilakukan pada individu-individu tertentu sehingga pengambilan data terfokus pada satu individu yang diamati. Pengamatan dilakukan terhadap Cacatua sulphurea sulphurea. Masing-masing jenis yang diamati adalah dua ekor yang mewakili jenis kelamin jantan dan betina. Pengamatan setiap dua individu kakatua-kecil jambul kuning dilakukan selama 12 jam mulai dari pukul 06.00-18.00 WIB dengan interval waktu 60 menit. Pengamatan aktivitas harian kakatua-kecil jambul kuning dilakukan selama 10 hari dengan masing-masing jenis kelamin dilakukan pengulangan sebanyak lima kali.

3.3.2.2.3 Perilaku Makan

Pengamatan dilakukan dengan metode yang sama yaitu Focal Animal Sampling, yaitu pengamatan dilakukan pada individu-individu tertentu sehingga pengembilan data terfokus pada satu individu yang diamati. Pengamatan dilakukan terhadap Cacatua sulphurea sulphurea berjumlah dua ekor yang mewakili tiap jenis kelamin. Pengamatan dilakukan pada waktu aktif burung dari pukul 06.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB dengan pengulangan sebanyak lima kali.

3.3.2.3 Wawancara

(22)

3.4 Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif.

3.4.1 Analisis Data Deskriptif

Semua data yang didapatkan dianalisis dengan menjelaskan segala yang terjadi di penangkaran dalam hal pemeliharaan, perilaku makan, dan waktu berlangsungnya perilaku makan burung kakatua-kecil jambul kuning yang dilengkapi dengan bagan, tabel, skema dan gambar yang dapat mempermudah pemahaman mengenai hasil analisis data yang diperoleh.

3.4.2 Analisis Data Kuantitatif

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan mengenai aktivitas harian kakatua-kecil jambul kuning, dianalisis dan disajikan secara deskriptif yang dilengkapi oleh gambar, tabel, dan kurva atau grafik yang relevan. Untuk mengetahui waktu yang digunakan dari suatu tingkah laku dalam satu hari menggunakan rumus:

Presentase waktu seluruh tingkah laku (%) = Keterangan:

A = waktu yang digunakan untuk suatu tingkah laku dalam satu hari pengamatan

B = total waktu pengamatan dalam satu hari (720 menit)

Pengujian terhadap hubungan antara parameter yang diukur dan diamati menggunakan hipotesis sebagai berikut:

H0 = tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan aktivitas harian burung kakatua-kecil jambul kuning

(23)

Hipotesis tersebut kemudian diuji menggunakan uji X2 atau Khi-kuadrat (Walpole 1997) melalui rumus:

X2=

Keterangan:

Oi = nilai pengamatan aktivitas burung kakatua-kecil jambul kuning Ei = nilai harapan aktivitas burung kakatua-kecil jambul kuning

total kolom x total baris total pengamatan

Pengambilan keputusan atas hipotesis tersebut dilakukan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:

Jika X2 hitung > dari X2 tabel, maka tolak H0 Jika X2hitung < dari X2tabel, maka terima H0

(24)

IV. KONDISI UMUM

4.1 Sejarah, Tujuan, Manfaat dan Struktur Organisasi 4.1.1 Sejarah

Penangkaran Mega Bird Farm didirikan pada tahun 1996 berdasarkan hobi pengelola dalam memelihara burung, khususnya burung-burung berkicau dan burung jalak bali (Leucopsar rothschildi). Namun pada tahun 2010, lokasi ini baru disahkan dan diakui oleh pemerintah sejak memperoleh hak paten sebagai PT. Mega Bumi Indah Lestari dan berganti nama menjadi Mega Bird and Orchid farm

(MBOF) yang didasarkan pada Surat Keputusan Direktorat Jenderal PHKA No. SK. 22/IV-SET/2010 tentang pemberian izin penangkaran jalak bali (Leucopsar rothschildi) yang dilindungi oleh undang-undang dan Surat Keputusan BBKSDA Jawa Barat No. SK. 164/BBKSDA-JABAR-1/2010 tentang pemberian izin penangkaran burung yang tidak dilindungi oleh undang-undang, serta pada tahun 2011, pemerintah juga telah mengeluarkan surat keputusan melalui Direktorat Jenderal PHKA dengan No. SK. 22/IV-SET/2011 tentang izin usaha penangkaran burung (aves) yang dilindungi oleh undang-undang.

4.1.2 Tujuan

Tujuan didirikannya penangkaran burung MBOF adalah

a) Untuk konservasi sumberdaya alam hayati, khususnya burung dan anggrek, b) Untuk ekonomi (komersial).

4.1.3 Manfaat

Dengan adanya penangkaran ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:

a) Menjadi sarana pendidikan dan penelitian b) Menciptakan lapangan pekerjaan

c) Sebagai mata pencaharian

4.1.4 Struktur Organisasi

(25)

Dimas Prayoga. Penangkaran burung MBOF memiliki 14 pegawai dan 6 orang penjaga keamanan.

4.2 Kondisi Fisik 4.2.1 Luas dan Letak

Penangkaran burung MBOF memiliki luas tanah ± 2 ha dan memiliki luas bangunan ± 1 ha. Lokasi penangkaran ini terletak di Desa Cijujung Tengah RT. 05 RW. 04, Sukaraja, Bogor. Untuk mencapai lokasi ini dapat ditempuh dengan menggunakan angkot Kampus Dalam, angkot 03, dan angkot 32 kurang lebih selama satu jam dari Kampus IPB Darmaga. Sedangkan apabila menggunakan motor dapat ditempuh kurang lebih selama setengah jam.

4.2.2 Sarana Penangkaran

Didalampenangkaran terdapat rumah yang menjadi tempat tinggal pengelola dan vila yang digunakan untuk menjamu tamu apabila sedang diadakan pelatihan burung.

4.2.3 Kondisi Biotik

(26)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Teknik Penangkaran

5.1.1 Sumber dan Jumlah Bibit

Sebagian besar burung-burung yang terdapat di penangkaran burung MBOF berasal dari orang-orang yang memiliki hobi dalam mengoleksi burung. Burung kakatua-kecil jambul kuning yang terdapat di penangkaran burung MBOF juga berasal dari orang yang hobi mengoleksi burung kakatua yang mendapatkannya dari Sulawesi. Burung kakatua-kecil jambul kuning didatangkan ke penangkaran burung MBOF pada tanggal 11 November 2010. Jumlah burung kakatua-kecil jambul kuning adalah 4 ekor, 2 jenis kelamin betina dan 2 jenis kelamin jantan. Kedepannya pihak pengelola ingin menambah jumlah burung kakatua-kecil jambul kuning karena merasa jumlah tersebut masih sangat sedikit. Tetapi, pihak pengelola cukup kesulitan untuk menambah jumlahnya karena keberadaannya yang cukup langka.

5.1.2 Perkandangan

Kandang burung kakatua adalah habitat yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan burung kakatua. Penangkaran merupakan upaya pengembangbiakan jenis di luar habitat alaminya. Agar penangkaran burung tersebut berhasil dibuutuhkan suasana habitat penangkaran yang mirip dengan habitat alaminya. Menurut Setio dan Takandjandji (2007), Untuk mendapatkan kondisi seperti habitat alami, maka beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam memilih lokasi penangkaran burung adalah:

a) Berada pada tempat yang bebas banjir pada musim hujan, b) Jauh dari keramaian dan kebisingan,

c) Berada pada tempat yang mudah diawasi dan mudah dicapai, d) Tidak terganggu oleh polusi udara (debu, asap, bau gas),

(27)

f) Di sekitar lokasi penangkaran hendaknya terdapat atau ditanami pohon-pohon pelindung agar suasana menjadi lebih sejuk dan burung merasa seperti berada pada habitat alam,

g) Terisolasi dari pengaruh binatang/ternak lain,

h) Tersedia air yang cukup untuk minum dan mandi burung serta pembersihan kandang,

i) Mudah mendapatkan pakan dan tidak bersaing dengan manusia.

Perkandangan meliputi segala aspek yang berhubungan dengan kandang dan pengelolaannya. Aspek perkandangan yang harus diperhatikan, meliputi jenis, fungsi, luasan atau ukuran, konstruksi, perlengkapan, perawatan, pengelolaan limbah, suhu dan kelembaban kandang.

5.1.2.1 Jenis dan Fungsi Kandang

(28)

5.1.2.2 Konstruksi Kandang

Kandang burung kakatua-kecil jambul kuning yang terdapat di MBOF termasuk dalam kategori kandang permanen. Konstruksi dari kandang permanen ini terdiri dari pagar berupa tembok, kawat ram sebagai bahan utama kandang dengan dilengkapi besi di setiap sudutnya dan asbes sebagai atap. Burung kakatua sangat suka mematuk benda-benda yang ada di sekitarnya, termasuk kawat ram yang menjadi bahan utama pembuatan kandang. Karena paruh dari burung kakatua sangat kuat, konstruksi dari kandang harus terbuat dari kawat yang khusus. Kawat ram yang digunakan sebagai bahan utama pembuatan kandang burung kakatua tidak cukup kuat untuk mengantisipasi aktvitas yang biasa dilakukan oleh burung kakatua ini. Menurut Prahara (1999), kawat harus terbuat dari baja dan tahan karat (galvanized), pada umumnya digunakan kawat yang mempunyai ketebalan 0,2 cm dengan besar spasi sekitar 4 cm2. Pada kandang terdapat pintu kecil yang berukuran 70 cm x 50 cm yang dipergunakan pengelola untuk mengganti makan dan minum setiap harinya. Pada pintu kandang juga dipasang gerendel agar burung kakatua tidak mudah lepas.

5.1.2.3 Perlengkapan Kandang

(29)

Di dalam kandang juga terdapat perlengkapan berupa tempat bersarang yang berukuran 96,9 cm x 52 cm x 67 cm. Tempat bersarang biasa digunakan burung kakatua untuk bersembunyi dan beristirahat. Di alam, biasanya burung kakatua tidak membuat sarang, melainkan menggunakan lubang bekas cabang yang mati dan lapuk atau bekas sarang burung lain. Menurut Prahara (1999), di habitat aslinya burung kakatua mempunyai kebiasaan berbiak di dalam lubang-lubang pohon. Hal ini menyebabkan pentingnya tempat bersarang disediakan oleh pihak pengelola. Sarang yang terdapat di dalam kandang terbuat dari triplek. Berdasarkan pengamatan, triplek yang digunakan sebagai bahan untuk membuat tempat sarang sering dipatuk-patuk oleh kakatua sehingga dapat merusak bentuk dari tempat sarang tersebut. Menurut Prahara (2003), untuk mencegah hal ini kotak sarang dapat dilapisi dengan seng/besi atau dengan mengurung kotak sarang

ini dalam sebuah “sangkar” kawat besi yang kuat. Selama pengamatan, kotak sarang yang disediakan oleh pengelola hanya dimasuki oleh burung kakatua jantan. Burung kakatua betina tidak pernah terlihat memasuki kotak sarang ini dikarenakan burung kakatua betina menghindari burung kakatua jantan. Teknik penjodohan yang dilakukan oleh pihak pengelola belum berhasil sehingga sering terjadi penolakan oleh burung kakatua betina terhadap burung kakatua jantan. Sebaiknya, kotak sarang yang disediakan berjumlah minimum 2 buah kotak sarang agar burung kakatua betina juga dapat menggunakan kotak sarang mengingat pentingnya kotak sarang bagi burung kakatua untuk istirahat dan bersembunyi. Apabila burung kakatua telah berhasil dijodohkan, kotak sarang dapat digunakan untuk kawin dan bertelur. Perlengkapan kandang yang lain adalah tempat makan dan tempat minum yang terbuat dari alumunium stainless.

5.1.2.4 Perawatan Kandang

(30)

Gambar 2 Kegiatan pembersihan di luar kandang. Keterangan: a) Pegawai sedang membersihkan halaman; b) Sampah sekitar kandang.

Sebagian besar kegiatan ini bersifat insidental, tapi untuk pembersihan sampah di sekitar kandang dilakukan setiap hari. Perawatan kandang bertujuan untuk menjaga kebersihan kandang agar burung kakatua dapat hidup sehat dan dapat terhindar dari penyakit. Kegiatan pembersihan ini perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi kesehatan burung kakatua. Menurut Setio dan Takandjandji (2007), tindakan yang diperlukan untuk menjaga kebersihan kandang, antara lain adalah:

a) Mengeruk, menyikat dan menyapu kotoran yang melekat pada bagian-bagian kandang untuk dibuang pada tempat pembuangan yang telah disiapkan.

b) Menyemprot atau menyiram dengan air pada bagian kandang yang telah dibersihkan secara rutin dua kali sehari .

c) Menyemprot kandang dengan desinfektan secara reguler 1 bulan sekali.

5.1.2.5 Pengelolaan Limbah

Limbah yang dihasilkan dari penangkaran burung MBOF adalah limbah padat yang berasal dari pakan sisa, yang berupa jagung, kuaci, kacang tanah, pepaya, kulit pisang, daun pepaya, dan tauge. Selain itu, limbah padat dihasilkan dari feses burung. Limbah-limbah ini setelah dikumpulkan lalu ditampung ke dalam angkong atau gerobak dorong. Limbah-limbah ini kemudian didistribusikan ke penampungan terakhir yang terletak di dekat penangkaran dan diolah menjadi pupuk untuk tanaman-tanaman buah yang terdapat di penangkaran. Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal tanaman dan hewan

(31)

yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman (Simanungkalit dkk. 2006). Dalam Permentan No.2/Pert/Hk.060/2/2006, tentang pupuk organik dan pembenah tanah, dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk organik ini dapat bermanfaat untuk peningkatan produksi tanaman, mengurangi pencemaran lingkungan karena berasal dari bahan-bahan yang alami, dan dapat juga meningkatkan kualitas dari tanah. Berbeda dengan menggunakan pupuk buatan yang dapat berdampak negatif terhadap lingkungan maupun terhadap produksi tanaman.

5.1.2.6 Suhu dan Kelembaban Kandang

Hasil pengukuran suhu di kandang penangkaran burung MBOF relatif stabil. Suhu rata-rata harian di kandang adalah 29,78°C. Suhu pada pagi hari adalah 23°C, siang hari bisa mencapai 33°C, dan suhu pada sore hari menurun menjadi 27°C. Kondisi suhu di penangkaran burung MBOF dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3 Grafik suhu kandang di penangkaran burung MBOF.

(32)

sore hari stabil pada kelembaban 75%. Kondisi kelembaban pada penangkaran burung MBOF dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4 Grafik kelembaban kandang di penangkaran burung MBOF.

Untuk burung kakatua-kecil jambul kuning tidak terlalu jelas mengenai suhu dan kelembaban yang paling baik untuk kehidupannya. Berdasarkan ketinggian tempatnya, burung kakatua-kecil jambul kuning dapat dijumpai dari permukaan laut sampai ketinggian 800 mdpl, tetapi burung kakatua-kecil jambul kuning cenderung lebih banyak dijumpai pada kisaran ketinggian antara 200-400 mdpl (Zaky 2006). Menurut Persulessy dan Trainor (2001), secara garis besar

Cacatua sulphurea penyebarannya mendapat pengaruh yang signifikan oleh variabel ketinggian. Suhu di permukaan bumi akan semakin rendah dengan bertambahnya ketinggian. Sedangkan kelembaban suatu tempat bergantung pada suhu yang menentukan kapasitas udara untuk menampung uap air serta kandungan uap air aktual di tempat tersebut (Handoko 1995).

(33)

habitat dari burung kakatua. Dengan tingginya suhu tersebut, secara garis besar berpengaruh terhadap aktivitas dari burung kakatua-kecil jambul kuning.

Pada pagi hari dengan suhu 23°C, burung kakatua terlihat lebih aktif. Pada siang hari dengan suhu yang meningkat menjadi 33°C, burung kakatua lebih banyak berdiam diri. Burung kakatua jantan lebih memilih untuk berdiam diri di dalam sarang, sedangkan burung kakatua betina lebih banyak diam sambil berteduh di bawah atap. Untuk sore hari dengan suhu yang mulai menurun menjadi 27°C, burung kakatua kembali aktif melakukan aktivitasnya. Untuk mengantisipasi suhu yang cukup tinggi disarankan agar menyiram kandang untuk menurunkan suhu yang ada di dalam kandang karena hujan sangat jarang sekali terjadi.

5.1.3 Pakan

Burung paruh bengkok merupakan jenis burung pemakan segala jenis makanan kecuali serangga. Makanan yang biasa dimakan adalah biji-bijian, buah, madu, bunga dan pucuk tanaman. Burung paruh bengkok memiliki paruh bagian bawah yang melengkung ke atas dan bagian atas yang melengkung ke bawah (kakatua, nuri dan bayan), biasanya menandakan bahwa burung tersebut merupakan pemakan segala jenis makanan kecuali serangga (Soemadi dan Mutholib 1995). Burung kakatua-kecil jambul kuning merupakan hewan herbivora. Dalam penyediaan pakan harus cukup untuk memenuhi kebutuhan burung sehingga berfungsi secara efektif dan efisien. Pakan yang disediakan harus pakan yang baik karena akan berpengaruh terhadap pertumbuhan burung kakatua. Kualitas dan kuantitas dari pakan harus diperhatikan sehingga dapat memberikan fungsi yang optimum bagi burung.

5.1.3.1 Jenis dan Sumber Pakan

(34)

Gambar 5 Jenis pakan yang diberikan pada burung kakatua. Keterangan: a) Kuaci atau biji bunga matahari; b) Jagung muda; c) Kacang tanah; d) Pepaya.

Menurut pengelola, pemilihan pakan berupa jagung muda, kacang tanah, kuaci dan pepaya di penangkaran burung MBOF berdasarkan kesukaan burung kakatua dan juga berdasarkan buku-buku yang telah dibaca oleh pengelola. Di alam menurut PHPA et al. (1998), berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan penduduk setempat pada tahun 1995, dikombinasikan dengan pengamatan langsung di Sulawesi, ada 14 jenis tumbuhan yang tercatat menjadi makanan kakatua, yakni buah-buahan atau biji-bijian jagung, pisang, mangga, pepaya, buah

ara, jambu biji, jambu bol, “kedondong batu”, “marang taipa”, pir berduri,

sarikaya, bunga kelapa, asam jawa, bunga dan buah mangrove. Sedangkan menurut Prahara (1999), burung kakatua sangat menggemari jagung muda yang berbonggol, biji bunga matahari, kacang tanah, tebu, buah biji kenari, dan sedikit sayuran serta buah-buahan. Pemilihan pakan yang dilakukan oleh pihak pengelola sudah cukup tepat hanya perlu untuk menambah variasi jenis pakan untuk burung kakatua-kecil jambul kuning untuk menghindari kejenuhan yang dapat berdampak terhadap nafsu makannya.

b)

d) c)

(35)

Pakan yang paling sering diberikan adalah jagung, kuaci dan kacang tanah. Sedangkan untuk pepaya diberikan secara insidental tergantung persediaan, apabila jumlah pepaya yang terdapat di penangkaran berlebih akan diberikan pada burung kakatua sebagai makanan tambahan. Pepaya juga digunakan untuk mengganti salah satu jenis pakan utama yang sedang tidak tersedia di penangkaran. Pakan-pakan ini dipilih karena selain mudah untuk didapatkan, jenis pakan ini juga biasa dimakan burung kakatua di habitat alaminya. Menurut Prahara (1999), burung kakatua sangat menggemari jagung muda yang berbonggol, biji bunga matahari, kacang tanah, tebu, buah biji kenari, dan sedikit sayuran serta buah-buahan. Pakan harus diberikan dalam jumlah yang cukup agar dapat memenuhi kebutuhan dari burung kakatua. Sumber pakan diperoleh dari pasar tradisional.

5.1.3.2 Jumlah Pakan dan Cara Pemberian Pakan

Jumlah pakan yang diberikan di penangkaran burung MBOF pada setiap kandang tidak terdapat ukuran yang tetap atau secara kira-kira saja. Pengelola secara kira-kira saja dalam menentukan jumlah pakan yang diberikan. Pemberian pakan dilakukan 2 kali dalam sehari pada pagi dan sore hari. Persentase jumlah pakan yang diberikan pada burung kakatua-kecil jambul kuning dapat dilihat pada tabel 3.

(36)

sehingga dalam sehari setiap ekor burung kakatua diberi pakan berupa jagung muda tidak mencapai satu tongkol jagung. Hal ini kurang mencukupi kebutuhan harian dari burung kakatua. Jagung memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi. Kadar karbohidrat untuk burung tidak boleh kelebihan dan tidak boleh juga kekurangan. Kelebihan karbohidrat dapat menyebabkan kegemukan dan malas berkicau bagi burung karena karbohidrat yang dikonsumsi ditimbun dalam bentuk lemak, sedangkan kekurangan kadar karbohidrat dapat mendorong tubuh burung secara terus menerus merombak lemak dan protein menjadi energi sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan burung akan kelihatan kurus dan kurang lincah (Soemadi dan Mutholib 1995).

Kacang tanah memiliki kadar lemak yang cukup tinggi sehingga penggunaanya sebagai pakan harus secara hati-hati, jangan terlampau banyak diberikan kepada burung. Menurut Soemadi dan Mutholib (1995), apabila kekurangan lemak, burung akan memperlihatkan gejala berupa kulit bersisik dan mengalami proses reproduksi yang tidak normal bahkan bisa menyebabkan kematian. Sebaliknya, bila lemak berlebihan, juga merugikan karena tidak semua lemak dapat dicerna tubuh yang akhirnya akan terbuang percuma bersama kotoran atau menumpuk di antara otot-otot tubuh maupun di bawah kulit yang dapat menyebabkan burung menjadi gemuk sekali dan gerakannya kelihatan kurang lincah, serta dapat menyebabkan burung mencret (Soemadi dan Mutholib 1995). Biji bunga matahari juga memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi walaupun tidak setinggi kacang tanah sehingga apabila diberikan secara berlebihan akan berdampak burung bagi burung kakatua.

Pakan-pakan yang terdapat di penangkaran burung MBOF tidak terlalu bervariasi sehingga dibutuhkan penambahan jenis pakan untuk menghindari terjadinya penurunan nafsu makan dari burung kakatua. Pengelola juga sejauh ini berusaha untuk menambah variasi dari pakan burung kakatua, tapi ketersediaan pakan-pakan tersebut di pasar sangat terbatas sehingga menghambat dalam penambahan jumlah jenis pakan burung kakatua.

(37)

Tabel 4 Cara penyajian dan pemberian pakan di penangkaran burung MBOF

No Pakan Penyajian Pemberian

1 Jagung Dalam 1 tongkol dibagi menjadi 4

Diletakkan di dalam mangkuk alumunium stainlees

2 Biji Bunga Matahari

Dalam bentuk kuaci yang belum dikupas

Diletakkan di dalam mangkuk alumunium stainlees

3 Kacang Tanah Dalam bentuk kacang tanah yang belum dikupas

Diletakkan di dalam mangkuk alumunium stainlees

4 Pepaya Dikupas dan dipotong-potong menjadi kecil

Diletakkan di dalam mangkuk alumunium stainlees

Semua pakan yang ada di dalam kandang diletakkan di dalam mangkuk alumunium stainless dengan posisi di ujung tempat bertengger agar memudahkan burung kakatua dalam mengambil pakan karena sebagian besar aktivitas burung kakatua dilakukan pada tempat bertengger. Untuk penyajiannya, jagung diberikan dalam bentuk tongkol tidak dalam bentuk pipilan. Menurut Soemadi dan Mutholib (1995), tongkol jagung muda sangat disukai oleh burung paruh bengkok, seperti kakatua, nuri, parkit dan bayan. Untuk biji bunga matahari dan kacang tanah disajikan tidak dengan dikupas. Burung kakatua biasa memecahkan kulit dari biji bunga matahari dan kacang tanah dengan menggunakan paruhnya yang kuat.

5.1.3.3 Kandungan Gizi dan Alternatif Formula Pakan

Gizi pakan sangat penting untuk pertumbuhan dan pertambahan bobot badan burung kakatua sehingga dibutuhkan pemilihan jenis pakan yang tepat yang dapat menunjang pertumbuhan dan pertambahan bobot badan dari burung kakatua. Kualitas pakan sangat ditentukan oleh nilai gizi yang dikandung dalam pakan tersebut. Secara umum pakan yang diberikan kepada burung harus mengandung protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan air (Soemadi dan Mutholib 1995). Apabila zat gizi tersebut telah terpenuhi, fungsi tubuh burung akan berjalan dengan normal.

Peranan dari protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan air dalam tubuh burung adalah (Soemadi dan Mutholib 1995):

(38)

kekebalan); mengatur peredaran cairan tubuh dan zat yang larut di dalamnya ke dalam dan ke luar sel; serta metabolisme energi.

2. Lemak berfungsi sebagai sumber energi, mengatur suhu tubuh, melindungi organ tubuh, membawa vitamin (A, D, E dan K), membawa asam lemak esensial, dan sebagai bahan baku pembentukan hormon steroid.

3. Karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi, membakar lemak, membantu memperkecil oksidasi protein menjadi energi, dan memelihara fungsi alat pencernaan makanan agar berjalan normal.

4. Mineral berfungsi untuk memelihara kesehatan tulang dan bulu, menambah nafsu makan, dan menghindari kanibalisme antar burung

5. Vitamin sendiri didefinisikan sebagai substansi organik yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat kecil untuk pengaturan berbagai proses dalam tubuh.

6. Air sangat penting untuk pertumbuhan dan kesehatan burung.

(39)

Tabel 5 Kandungan gizi pakan burung kakatua di penangkaran burung MBOF mengacu pada nilai gizi dari bahan penyusunnya (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan 1979)

Tabel 6 Kandungan gizi pakan burung kakatua menurut Prahara (1999) mengacu pada nilai gizi dari bahan penyusunnya (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan 1979)

(40)

yang diacu dalam Prahara (1999) diasumsikan habis, maka jumlah energi dari pakan yang diberikan oleh pihak pengelola kurang dari jumlah energi yang seharusnya didapatkan oleh burung kakatua. Hal ini lama kelamaan akan mempengaruhi performa dari burung kakatua-kecil jambul kuning jika tidak menjadi perhatian pihak pengelola.

Berdasarkan tingkat kesukaan pakan dan jumlah energi minimum yang harus dimiliki oleh burung kakatua adalah sehari, dapat dibuat dua alternatif formulasi pakan. Alternatif formulasi pakan yang pertama adalah jagung muda sebanyak 700 gram, kelapa 180 gram dan kuaci 273 gram. Jenis-jenis pakan ini merupakan jenis pakan yang sangat disukai oleh burung kakatua dan ketersediaannya di pasar juga cukup banyak dan mudah untuk dicari. Kandungan gizi dari formulasi pakan ini dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7 Kandungan gizi formula pakan satu yang dianjurkan mengacu pada nilai gizi dari bahan penyusunnya (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan 1979)

(41)

kacang tanah 50 gram, kuaci 220 gram dan asam 100 gram. Kandungan gizi dari formulasi pakan ini dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8 Kandungan gizi formula pakan dua yang dianjurkan mengacu pada nilai gizi dari bahan penyusunnya (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan 1979)

(42)

kandang permanen yang dipergunakan oleh burung kakatua-kecil jambul kuning sekarang sedang dibangun.

Burung kakatua-kecil jambul kuning didatangkan ke dalam penangkaran burung MBOF belum genap satu tahun sehingga untuk pengelolaan kesehatan dari burung kakatua belum terlalu mendalam. Burung kakatua di dalam penangkaran burung MBOF belum pernah terserang penyakit yang biasanya sering diderita oleh burung kakatua. Menurut Prahara (1999), gangguan fisik yang biasa diderita oleh burung kakatua dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10 Gangguan fisik yang biasa di derita oleh burung kakatua (Prahara 1999)

No Nama Gejala Pengobatan

3 Moniliasis Tubuh lesu dan bulu kusam Pemberian vitamin A 4 Aspergilosis

Nafsu makan kurang dan kesulitan bernafas

Menggunakan itraconazole

B Penyakit Eksternal

1 PBDF Bulu rontok dan paruh rusak Setiap pagi dimandikan dengan larutan seperti Bird InTM

C Penyakit defisiensi

Memakan bulunya sendiri Ditambahkan zat mineral Ca dalam pakan

D Trauma Luka pada tubuh burung Diberi obat luka anti-infeksi Keterangan : PBDF : Pssitacine beak and feather disease

Berdasarkan hasil uji laboratorium terhadap feses burung kakatua jantan dan burung kakatua betina dengan menggunakan metode natif dan pengapungan menunjukkan hasil negatif, yang berarti bahwa burung kakatua dalam keadaan sehat, tidak menderita penyakit (tabel 11).

Tabel 11 Hasil identifikasi feses burung kakatua-kecil jambul kuning

No Kode Satwa Hasil Pemeriksaan Keterangan

1 Burung kakatua jantan (-) Negatif

(43)

Pengelola biasa memberikan tambahan vitamin dan antibiotik ke dalam air yang akan diminum oleh burung kakatua pada saat pertama kali datang ke penangkaran, pada saat cuaca yang tidak menentu dan pada saat pancaroba. Vitamin dan antibiotik ini dapat menjaga stamina burung kakatua, mencegah penyakit, dan mengatasi segala bentuk stres. Secara berturut-turut selama 5 hari, burung kakatua diberi tambahan antibiotik, lalu pada minggu kedua diberi tambahan vitamin selama 5 hari berturut-turut juga. Manajemen yang dilakukan oleh pengelola kurang tepat, antibiotik seharusnya diberikan pada saat burung menderita penyakit karena antibiotik dapat membunuh dan menghambat pertumbuhan kuman penyakit. Sejauh ini, burung kakatua-kecil jambul kuning yang terdapat di dalam kandang penangkaran burung MBOF masih sehat, tidak terkena penyakit apapun sehingga tidak membutuhkan pemberian antibiotik di dalam air minumnya.

5.1.5 Reproduksi

Suatu penangkaran dikategorikan berhasil apabila satwa yang ditangkarkan dapat menghasilkan keturunan. Untuk pengelolaan reproduksi di penangkaran burung MBOF adalah penentukan jenis kelamin dan pemilihan bibit.

5.1.5.1 Penentuan Jenis Kelamin

(44)

Gambar 6 Cara membedakan jenis kelamin burung kakatua. Keterangan: a) Jenis kelamin betina (iris mata merah); b) Jenis kelamin jantan (iris mata hitam).

5.1.5.2 Pemilihan Bibit

Pemilihan bibit (calon induk) yang berkualitas di dalam penangkaran sangat dibutuhkan agar dapat menghasilkan keturunan yang yang baik. Pemilihan bibit di penangkaran burung MBOF dilakukan dengan memperhatikan kondisi fisik dari burung kakatua-kecil jambul kuning, antara lain sehat, tidak cacat tubuh, terhindar dari penyakit, dan tidak berasal dari satu keturunan untuk menghindari terjadinya

in-breeding. Pengelola membeli 2 pasang burung kakatua dari pehobi burung yang menjual burungnya ke penangkaran. Dua pasang burung kakatua tersebut dijadikan indukan awal dengan meletakkan ke dalam kandang secara terpisah yang letaknya bersebelahan.

5.1.5.3 Pengaturan Kawin

Teknik penjodohan burung kakatua di penangkaran burung MBOF dilakukan secara paksa dengan memasukkan burung yang telah dipilih atau diseleksi ke dalam sebuah kandang yang telah disiapkan oleh pihak pengelola. Cara ini dianggap dapat mempermudah tugas pihak pengelola karena tidak perlu pemantauan secara intensif. Menurut Prahara (2003), kelebihan dari metode ini adalah tidak perlu biaya yang banyak karena hanya memerlukan sepasang burung saja dan sebuah kandang penangkaran, sedangkan kekurangannya adalah bila penjodohan ini tidak sesuai maka perkawinan yang diharapkan tidak akan terjadi bahkan seringkali terjadi perkelahian yang dapat membawa kematian. Penjodohan burung kakatua-kecil jambul kuning yang terjadi di penangkaran burung MBOF

(45)

kurang berhasil. Burung kakatua betina sering terlihat menjauhi atau menolak burung kakatua jantan. Hal ini dapat dikarenakan karena burung kakatua betina yang tidak menyukai burung kakatua jantan dan juga dapat dikarenakan pada saat pengamatan belum memasuki musim kawinnya. White dan Bruce (1986) dalam

PHPA et al. (1998) menyebutkan masa perkembangbiakan di Buton pada bulan September-Oktober dan Nusa Tenggara pada bulan April-Mei.\Selain itu, adaptasi yang belum terlalu lama juga dapat mempengaruhi penjodohan. Burung kakatua termasuk burung yang pemilih dalam menentukan pasangan kawinnya sehingga perlu adanya pendekatan yang dilakukan sebelum burung tersebut mencapai dewasa (Budiman 2002). Kedepannya pihak pengelola ingin menambahkan kembali jumlah burung kakatua-kecil jambul kuning yang ada di penangkaran burung MBOF. Pihak pengelola ingin melakukan metode penjodohan secara alami dengan menggabungkan beberapa burung kakatua jantan dan beberapa burung kakatua betina ke dalam kandang yang cukup besar dan membiarkan burung-burung ini memilih sendiri pasangannya. Dengan pemantauan secara rutin, apabila telah didapatkan ciri-ciri pasangan yang berjodoh akan diletakkan di dalam kandang secara berpasangan. Metode ini memerlukan pemantauan secara intensif oleh pihak pengelola.

5.2 Aktivitas Harian

(46)

Gambar 7 Kurva persentase alokasi waktu aktivitas harian burung kakatua-kecil jambul kuning berdasarkan jenis kelamin di penangkaran burung MBOF.

Berdasarkan hasil uji khi-kuadrat diperoleh X2 hitung (481,709) > X2 tabel (4,575), dengan kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan aktivitas harian burung kakatua-kecil jambul kuning. Terdapat perbedaan perilaku antara burung kakatua jantan dan burung kakatua betina. Di dalam kandang penangkaran burung MBOF, burung kakatua jantan terlihat lebih aktif daripada burung kakatua betina yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan berdiam diri. Hal ini sesuai dengan pendapat Houpt dan Thomas (1982) dalam

(47)

Untuk pola sebaran waktu aktivitas harian burung kakatua-kecil jambul kuning berjenis kelamin jantan (lampiran 2), terdapat beberapa aktivitas yang lebih banyak dilakukan pada pagi hari, antara lain aktivitas jalan, mematuk benda, Bersuara, mengangkat kaki, geser, makan, dan minum. Aktivitas yang banyak dilakukan pada siang hari, yaitu aktivitas diam dan buang kotoran. Sedangkan aktivitas yang banyak dilakukan pada sore hari adalah aktivitas siaga, menelisik bulu, dan aktivitas lain. Pola sebaran waktu aktivitas harian untuk burung kakatua-kecil jambul kuning berjenis kelamin betina (lampiran 3), aktivitas yang banyak dilakukan pada pagi hari, antara lain aktivitas siaga, Bersuara, minum dan aktivitas lain. Untuk aktivitas yang banyak dilakukan pada siang hari adalah aktivitas mematuk benda dan diam. Sedangkan aktivitas yang banyak dilakukan pada sore hari, yaitu aktivitas jalan, menelisik bulu, mengangkat kaki, geser, makan dan buang kotoran.

Pola sebaran waktu aktivitas lain untuk burung kakatua-kecil jambul kuning berjenis kelamin jantan (lampiran 4), aktivitas lebih banyak dilakukan pada siang hari (aktivitas bersembunyi dan memeriksa keadaan) dan pada sore hari (aktivitas bermain, mengibaskan sayap, menggantung dan berputar). Sedangkan pola sebaran waktu aktivitas lain untuk burung kakatua-kecil jambul kuning berjenis kelamin betina (lampiran 5), aktivitas lebih banyak dilakukan pada pagi hari, yaitu aktivitas mengembangkan sebelah sayap dan aktivitas membersihkan kaki.

5.2.1 Aktivitas Jalan

(48)

internal dari dalam tubuh (takandjandji dan Mite 2008). Menurut Takandjandji dan Mite (2008), rangsangan internal berasal dari dalam tubuh, di mana burung merasa lapar, haus, dan ingin kawin, sehingga melakukan aktivitas berjalan untuk mencari yang diinginkan, sedangkan rangsangan eksternal merupakan rangsangan dari luar, misalnya adanya gangguan di sekitar lingkungan kandang yang membuat burung kakatua melakukan aktivitas.

5.2.2 Aktivitas Mematuk Benda

Burung kakatua merupakan spesies burung paruh bengkok. Paruhnya yang tajam biasa digunakan untuk mematuk benda. Kegiatan ini biasa dilakukan oleh burung kakatua untuk membersihkan paruh dan juga untuk mempertajam paruhnya. Selain itu, burung kakatua di penangkaran burung MBOF juga melakukan aktivitas mematuk benda untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain dengan menggunakan paruh dan kakinya. Burung kakatua jantan melakukan aktivitas mematuk benda selama 44,23 menit atau sekitar 6,1% dari waktu pengamatan. Sedangkan burung kakatua betina melakukan aktivitas mematuk benda selama 74,95 menit atau sekitar 10,41% dari waktu pengamatan. Burung kakatua betina lebih banyak melakukan aktivitas mematuk benda daripada burung kakatua jantan. Burung kakatua betina yang pasif banyak memanfaatkan waktu diamnya untuk mematuk benda-benda yang ada di sekitarnya.

5.2.3 Aktivitas Diam

Aktivitas diam merupakan aktivitas yang sangat dominan dilakukan oleh burung kakatua betina. Burung kakatua betina di penangkaran burung MBOF lebih pasif dalam melakukan berbagai aktivitas sehingga burung kakatua betina lebih banyak melakukan aktivitas diam. Aktivitas diam lebih sering dilakukan oleh burung kakatua betina dan burung kakatua jantan pada waktu siang hari. Suhu yang tinggi membuat burung kakatua lebih banyak diam dan berlindung di bawah atap untuk menghindari panasnya sinar matahari.

(49)

wilayah yang ada di dalam kandang sehingga ruang yang dimiliki oleh burung kakatua betina lebih sedikit. Hal ini berdampak terhadap aktivitas dari burung kakatua betina yang menjadi lebih terbatas. Selama pengamatan, burung kakatua betina terlihat lebih banyak menghindari burung kakatua jantan dengan berdiam diri di satu tempat yang berjauhan dari burung kakatua jantan dalam waktu yang cukup lama. Perilaku diam juga merupakan perilaku istirahat yang dilakukan burung. Menurut Purnama (2006), perilaku istirahat (bukan perilaku tidur) pada burung merupakan suatu perilaku dimana burung tidak melakukan aktivitas dan untuk memulihkan energi setelah melakukan aktivitas.

5.2.4 Aktivitas Geser

Aktivitas bergeser biasa dilakukan oleh burung kakatua secara singkat. Untuk burung kakatua jantan, aktivitas bergeser sering dilakukan di sela-sela aktivitas bermain. Sedangkan burung kakatua betina biasa melakukan aktivitas bergeser untuk menghindari burung kakatua jantan. Selain itu, burung kakatua betina sering bergeser ke suatu tempat untuk melanjutkan aktivitas diam yang telah dilakukan di tempat sebelumnya.

Burung kakatua jantan melakukan aktivitas geser selama 4,32 menit atau sekitar 0,6% dari waktu pengamatan. Sedangkan burung kakatua betina melakukan aktivitas geser selama 4,23 menit atau sekitar 0,59% dari waktu pengamatan. Pada aktivitas bergeser, tidak terdapat perbedaan yang besar antara burung kakatua jantan dan burung kakatua betina. Aktivitas ini tidak terlalu sering dilakukan, hanya sesekali saja dilakukan oleh burung kakatua.

5.2.5 Aktivitas Siaga

Gambar

Gambar 2  Kegiatan pembersihan di luar kandang. Keterangan: a) Pegawai sedang
Gambar 3  Grafik suhu kandang di penangkaran burung MBOF.
Gambar 4 Grafik kelembaban kandang di penangkaran burung MBOF.
Tabel 4 Cara penyajian dan pemberian pakan di penangkaran burung MBOF
+7

Referensi

Dokumen terkait