• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. di lingkungan perusahaan (Rivai dan Sagala, 2013:547).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. di lingkungan perusahaan (Rivai dan Sagala, 2013:547)."

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Perusahaan dapat berkembang merupakan keinginan setiap individu yang berada di dalam perusahaan tersebut, sehingga diharapkan dengan perkembangan tersebut perusahaan mampu bersaing dan mengikuti kemajuan zaman. Oleh karena itu, tujuan yang diharapkan oleh perusahaan dapat tercapai dengan baik (Rivai dan Sagala,2013:547).

Sejauhmana tujuan perusahaan telah tercapai dapat dilihat dari seberapa besar perusahaan memenuhi tuntutan lingkungannya. Memenuhi tuntutan lingkungan berarti dapat memanfaatkan kesempatan dan atau mengatasi tantangan atau ancaman dari lingkungan perusahaan tersebut. Perusahaan harus mampu melakukan berbagai kegiatan dalam rangka menghadapi atau memenuhi tuntutan dan perubahan-perubahan di lingkungan perusahaan (Rivai dan Sagala, 2013:547).

Pembinaan dan pengembangan karyawan baru ataupun lama dalam perusahaan merupakan salah satu kegiatan dalam rangka menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan karyawan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penilaian atas pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh karyawan atau disebut dengan penilaian kinerja. Kinerja adalah perilaku nyata yang ditampilkan setiap karyawan sebagai prestasi kerja yang dihasilkan sesuai dengan perannya dalam perusahaan (Rivai dan Sagala,2013:547).

Kinerja karyawan dipengaruhi oleh bermacam-macam ciri pribadi dari masing-masing individu. Dalam perkembangan yang kompetitif dan mengglobal,

(2)

perusahaan membutuhkan karyawan yang berprestasi tinggi. Pada saat yang sama, karyawan memerlukan umpan balik atas kinerja mereka sebagai pedoman bagi tindakan-tindakan mereka pada masa yang akan datang, oleh karena itu, penilaian seharusnya menggambarkan kinerja karyawan (Rivai dan Sagala,2013:547).

Biasanya orang yang level kinerjanya tinggi disebut sebagai orang yang produktif, dan sebaliknya orang yang levelnya tidak mencapai standar, dikatakan sebagai tidak produktif atau kinerjanya rendah (Sutrisno,2012:150). Informasi tinggi rendahnya kinerja seseorang karyawan tidak dapat diperoleh begitu saja, tetapi diperoleh melalui proses yang panjang yaitu proses penilaian kerja karyawan (Sutrisno,2012:151).

Banyak faktor dapat mempengaruhi kinerja karyawan, namun dalam penelitian ini dianalisis melalui lingkungan kerja, disiplin kerja dan motivasi kerja. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Hidayat dan Taufiq (2012) yang meneliti pengaruh lingkungan kerja, disiplin kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa lingkungan kerja, disiplin kerja dan motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

Lingkungan kerja merupakan faktor-faktor dan kekuatan yang berada di dalam maupun luar organisasi namun mempengaruhi kinerja (Robbins dan Coulter: 2010:79). Perhatian terhadap lingkungan manajemen penting karena tiap elemen lingkungan mempengaruhi baik langsung atau tidak langsung terhadap kegiatan-kegiatan manajerial. Tetapi, tidak semua lingkungan sama dan tidak semua organisasi memiliki lingkungan yang sama, sementara organisasi tidak mempunyai informasi yang cukup tentang keadaan lingkungannya. Mereka berbeda dalam hal karakteritik lingkungan, yaitu satu kondisi dalam mana pengaruh keadaan

(3)

lingkungan masa datang suatu organisasi tidak dapat secara akurat dinilai dan diprediksi (Silalahi,2013:131). Lingkungan yang mendukung kelancaran kerja dapat mempengaruhi kinerja karyawan.

Disiplin kerja merupakan sikap hormat terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan, yang ada dalam diri karyawan, yang menyebabkan ia dapat menyesuaikan diri dengan sukarela pada peraturan dan ketetapan perusahaan (Sutrisno,2012:87). Disiplin karyawan memerlukan alat komunikasi, terutama pada peringatan yang bersifat spesifik terhadap karyawan yang tidak mau berubah sifat dan perilakunya. Penegakan disiplin karyawan biasanya dilakukan oleh penyelia. Sedangkan kesadaran adalah sikap seorang yang secara sukarela mentaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Karyawan yang memiliki disiplin kerja yang tinggi jika yang bersangkutan konsekuen, konsisten, taat asas, bertanggungjawab atas tugas yang diamanahkan kepadanya (Rivai dan Sagala, 2013:825). Karyawan seharusnya mengerti bahwa dengan memiliki disiplin kerja yang baik, berarti akan dicapai pula suatu keuntungan yang berguna, baik bagi perusahaan maupun bagi karyawan sendiri. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran para karyawan dalam mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku. Selain itu, perusahaan sendiri harus mengusahakan agar peraturan jelas itu bersifat jelas, mudah dipahami dan adil, yaitu berlaku baik bagi pimpinan yang tertinggi maupun bagi karyawan yang berbeda (Sutrisno,2012:85). Karyawan yang mampu menunjukkan disiplin yang tinggi dalam bekerja, memungkinkan untuk mencapai kinerja karyawan maksimal.

Motivasi merupakan suatu kondisi yang mendorong orang lain untuk dapat melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan fungsinya dalam organisasi (Bangun,2012:

(4)

312). Motivasi dapat bersumber dari dalam diri seseorang yang berupa kesadaran mengenai pentingnya manfaat pekerjaan yang dilaksanakannya. Motivasi ini sering disebut motivasi intrinsik. Tetapi, ada pula motivasi yang bersumber dari luar diri orang yang bersangkutan yang disebut sebagai motivasi ekstrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah dorongan kerja yang bersumber dari luar diri pekerja, yang berupa suatu kondisi yang mengharuskannya melaksanakan suatu pekerjaan secara maksimal. Mereka merasa bertanggungjawab atas suatu pekerjaan, jadi faktor luar yang mempengaruhi merek terdorong untuk melaksanakan pekerjaannya (Bangun, 2012:313).

Di Pulau Jawa saat ini banyak didirikan minimarket di berbagai kota maupun desa. Hal ini karena perkembangan jumlah penduduknya yang lebih padat dibandingkan dengan pulau-pulau lain di Indonesia, sehingga hal ini menjadi peluang bisnis bagi pengusaha yang bergerak dalam bisnis eceran untuk menyediakan kebutuhan sehari-hari dan tentunya memperoleh keuntungan.

Indomaret merupakan jaringan toko ritel (minmarket) yang menyediakan aneka kebutuhan pokok sehari-hari rumah tangga, dengan jumlah item sekitar 3500 jenis produk (baik makanan dan non makanan maupun minuman) dengan harga bersaing di gerai dengan luas kurang dari 200 m2. Indomaret menerapkan sistem kerjasama waralaba ritel dengan pemilik saham terbesar PT. Indomarco Prismatama.

Minimarket Indomaret mudah ditemukan di daerah perumahan, gedung perkantoran dan fasilitas umum karena penempatan lokasi gerai didasarkan pada motto “mudah dan hemat”. Visi Indomaret adalah menjadi aset nasional dalam bentuk jaringan ritel waralaba yang unggul dalam persaingan global. Motto yang diemban adalah mudah dan hemat.

(5)

Obyek yang digunakan Indomaret Semarang. Indomaret memiliki karyawan sebanyak 2.104 karyawan. Dengan jumlah karyawan yang banyak, maka setiap karyawan dituntut untuk dapat menunjukkan kinerja yang baik. Namun demikian, tidak semua karyawan mampu menunjukkan kinerjanya dengan baik. Berdasarkan informasi dari orang dalam, beberapa karyawan menunjukkan kinerja yang rendah, seperti : datang terlambat dan absen tanpa keterangan yang jelas. Data tersebut dapat ditunjukkan dalam tabel berikut ini :

Tabel 1.1

Tabulasi Frekuensi Absensi Karyawan Indomaret Semarang Barat

Tahun 2014

Bulan Datang Absen

Terlambat Tanpa Keterangan

Januari 4 7 Februari 5 5 Maret 6 6 April 5 7 Mei 6 5 Juni 8 10 Juli 9 12 Agustus 6 5 September 4 5 Oktober 5 5 November 5 6 Desember 5 6 Rata-Rata 6 7

Sumber : Minimarket Indomaret, Semarang, 2015

Berdasarkan tabel 1.1, rata-rata karyawan yang datang terlambat 6 karyawan, sedangkan karyawan absen tanpa keterangan yang jelas sebanyak 7 karyawan. Dengan demikian karyawan menunjukkan kinerja yang tidak maksimal. Oleh karena itu, penurunan tersebut layak untuk dilakukan penelitian.

(6)

Berdasarkan uraian tersebut, maka judul yang diambil adalah “PENGARUH LINGKUNGAN KERJA, DISIPLIN KERJA DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN INDOMARET DI SEMARANG“

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan Indomaret di Semarang?

2. Bagaimana pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja karyawan Indomaret di Semarang?

3. Bagaimana pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan Indomaret di Semarang?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis pengaruh lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan Indomaret di Semarang

2. Untuk menganalisis pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja karyawan Indomaret di Semarang

3. Untuk menganalisis pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan Indomaret di Semarang

(7)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Akademik

Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan referensi bacaan, sehingga meningkatkan pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan, dilihat dari variabel lingkungan kerja, disiplin kerja dan motivasi.

2. Bagi Indomaret Semarang

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan yang berguna bagi perusahaan agar memperhatikan faktor-faktor yang dapat meningkatkan kinerja karyawan. 3. Bagi Mahasiswa

Hasil penelitian ini menjadi masukan yang berguna apabila ingin meneliti tentang faktor-faktor yang dapat dapat mempengaruhi kinerja karyawan, sehingga bisa menjadi bekal dalam bekerja di kemudian hari.

1.5 Sistematika Penulisan

Penelitian ini disusun dalam lima bab yang terdiri dari : BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Pada bab ini berisi teori yang mendukung dalam penelitian, penelitian terdahulu, kerangka konseptual (pemikiran) dan hipotesis.

(8)

BAB III : METODE PENELITIAN

Pada bab ini berisi tentang variabel penelitian dan definisi operasional, penentuan populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, serta metode analisis data.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini berisi tentang gambaran umum perusahaan, gambaran umum responden serta analisis data.

BAB V : PENUTUP

Pada bab ini berisi tentang kesimpulan yang diperoleh serta saran yang ingin dikemukakan.

(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Telaah Teori 2.1.1 Lingkungan Kerja

2.1.1.1 Definisi Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja adalah faktor-faktor dan kekuatan yang berada di dalam maupun luar organisasi namun mempengaruhi kinerja (Robbins dan Coulter:2010: 79). Pengertian lain lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan (Sunyoto,2012:43). Menurut Sutrisno (2012:118), lingkungan kerja adalah keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada di sekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan. Sedangkan menurut Silalahi (2013:118), lingkungan kerja adalah keseluruhan elemen-elemen baik di dalam maupun di luar batas organisasi, baik yang berdampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap aktivitas manajerial untuk mencapai tujuan organisasional.

Perhatian terhadap lingkungan manajemen penting karena tiap elemen lingkungan mempengaruhi baik langsung atau tidak langsung terhadap kegiatan-kegiatan manajerial. Tetapi, tidak semua lingkungan sama dan tidak semua organisasi memiliki lingkungan yang sama, sementara organisasi tidak mempunyai informasi yang cukup tentang keadaan lingkungannya. Mereka berbeda dalam hal karakteritik lingkungan, yaitu satu kondisi dalam mana pengaruh keadaan

(10)

lingkungan masa datang suatu organisasi tidak dapat secara akurat dinilai dan diprediksi (Silalahi,2013:131).

Organisasi merupakan suatu sistem terbuka. Sebagai suatu sistem terbuka maka lingkungan organisasi mempengaruhi keseluruhan operasi organisasi dan strategi manajemen, baik masukan, proses tranformasi dan keluaran. Jadi ada hubungan antara organisasi dan lingkungannya (Silalahi,2013:131).

Ada dua tipe lingkungan manajemen yaitu lingkungan luar dan lingkungan dalam. Lingkungan luar dapat menjadi peluang atau ancaman, sedangkan lingkungan dalam dapat menjadi kekuatan atau kelemahan bagi organisasi. Karena lingkungan mempengaruhi aktivitas manajerial, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, maka responsivitas dan penyesuaian kebijakan manajemen terhadap lingkungannya adalah penting dan menentukan kelangsungan hidup organisasi. Oleh karena itu, salah satu indikator dari efektivitas organisasi dapat dilihat dari kemampuan adaptabilitas organisasi yang bersangkutan terhadap lingkungan, yaitu sampai seberapa jauh organisasi terhadap perubahan lingkungan luar. Sering dikemukakan bahwa satu kriteria efektivitas harus menggambarkan hubungan timbal balik antara organisasi dengan lingkungan yang lebih luas, tempat hidupnya organisasi. Untuk itu perlu dipahami kemungkingan untuk mengelola elemen-elemen lingkungan eksternal agar dipelihara sebagai peluang dan kekuatan serta dan diminimasi, jika tidak mungkin dihilangkan sebagai hambatan atau kelemahan (Silalahi,2013:118).

(11)

2.1.1.2 Lingkungan Dalam (Internal) dan Lingkungan Luar (Eksternal)

Menurut Silalahi (2013:121 – 131), lingkungan organisasi terbagi menjadi 2 yaitu lingkungan dalam dan lingkungan luar :

1. Lingkungan Dalam

Lingkungan internal adalah faktor-fakor dan kekuatan-kekuatan kunci di dalam organisasi yang mempengaruhi operasi organisasi (Silalahi,2013:121). Lingkungan internal digunakan oleh organisasi untuk mencapai tujuannya. Keunggulan organisasi dan manajemen ditentukan oleh cara bagaimana sebuah organisasi memanajemeni lingkungan internal, seperti halnya bagaimana meningkatkan kapabilitas sumberdaya manusianya untuk dapat merespon secara cepat dan tepat perubahan yang terjadi serta bagaimana organisasi memanfaatkan perkembangan teknologi dan informasi untuk kepentingan organisasi. Lingkungan internal, meliputi sumber daya manusia, sumberdaya finansial, sumberdaya fisik, sumberdaya informasi serta sumber-sumber sistem dan teknologi, serta budaya dan sistem nilai.

2. Lingkungan Luar

Organisasi dari segala tipe dan jenis secara konstan berinteraksi dengan lingkungan eksternal atau luar. Lingkunan luar adalah kekuatan-kekuatan utama di luar organisasi dengan potensial untuk mempengaruhi secara signifikan produk atau layanan secara berhasil (Silalahi,2013:123). Organisasi tidak bisa berdiri sendiri atau lepas dari lingkungan luar sebab sumberdaya organisasi berupa bahan baku, uang, tenaga kerja, informasi merupakan masukan dari lingkungan luar. Kemudian organisasi mengubah masukan tersebut menjadi produk atau jasa

(12)

itu menjadi keluaran bagi lingkungan luarnya. Jadi, lingkungan luar merupakan sumber input dan sasaran output dari sistem manajemen.

Lingkungan luar atau eksternal dapat dibedakan atas lingkungan khusus atau spesifik dan lingkungan umum.

Lingkungan spesifik meliputi lingkungan spesifik, pelanggan, pemasok, penyalur, pesaing, pemerintah, serikat pekerja, lembaga keuangan dan media. Lingkungan umum meliputi kekuatan ekonomi, kekuatan politik, kekuatan hokum, kekuatan sosial, kekuatan kultural, kekuatan teknologi, kekuatan alam dan kekuatan global.

2.1.2 Disiplin Kerja

2.1.2.1 Definisi Disiplin Kerja

Disiplin adalah sikap hormat terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan, yang ada dalam diri karyawan, yang menyebabkan ia dapat menyesuaikan diri dengan sukarela pada peraturan dan ketetapan perusahaan (Sutrisno,2012:87). Definisi lain disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku (Rivai dan Sagala,2013:825).

Disiplin karyawan memerlukan alat komunikasi, terutama pada peringatan yang bersifat spesifik terhadap karyawan yang tidak mau berubah sifat dan

perilakunya. Penegakan disiplin karyawan biasanya dilakukan oleh penyelia. Sedangkan kesadaran adalah sikap seorang yang secara sukarela mentaati semua

(13)

peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Karyawan yang memiliki disiplin kerja yang tinggi jika yang bersangkutan konsekuen, konsisten, taat asas, bertanggungjawab atas tugas yang diamanahkan kepadanya (Rivai dan Sagala,2013: 825).

Di dalam kehidupan sehari-hari, dimanapun manusia berada, dibutuhkan peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang akan mengatur dan membatasi setiap kegiatan dan perilakunya. Namun peraturan-peraturan tersebut tidak akan ada artinya bila tidak disertai dengan sanksi bagi para pelanggarnya (Sutrisno,2012:85).

Manusia sebagai individu terkadang ingin hidup bebas, sehingga ia ingin melepaskan diri dari segala ikatan dan peraturan yang membatasi kegiatan dan perilakunya. Namun manusia juga merupakan mahluk sosial yang hidup di antara individu-individu lain, di mana ia mempunyai kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain (Sutrisno,2012:85).

Penyesuaian diri dari tiap individu terhadap segala sesuatu yang ditetapkan kepadanya, akan menciptakan suatu masyarakat yang tertib dan bebas dari

kekacauan-kekacauan. Demikian juga kehidupan dalam suatu perusahaan akan sangat membutuhkan ketaatan dari anggota-anggotanya pada peraturan dan ketentuan yang berlaku pada perusahaan tersebut. Disiplin kerja pada karyawan sangat dibutuhkan, karena apa yang menjadi tujuan perusahaan akan sukar dicapai bila tidak ada disiplin kerja (Sutrisno,2012:85).

Karyawan seharusnya mengerti bahwa dengan memiliki disiplin kerja yang baik, berarti akan dicapai pula suatu keuntungan yang berguna, baik bagi perusahaan maupun bagi karyawan sendiri. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran para karyawan

(14)

dalam mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku. Selain itu, perusahaan sendiri harus mengusahakan agar peraturan jelas itu bersifat jelas, mudah dipahami dan adil, yaitu berlaku baik bagi pimpinan yang tertinggi maupun bagi karyawan yang berbeda (Sutrisno,2012:85).

Disiplin karyawan yang baik akan mempercepat tujuan perusahaan, sedangkan disiplin yang merosot akan menjadi penghalang dan memperlambat pencapaian tujuan perusahaan. Bila peraturan atau ketetapan yang ada dalam

perusahaan itu diabaikan, atau sering dilanggar, maka karyawan mempunyai disiplin kerja yang buruk. Sebaliknya, bila karyawan tunduk pada ketetapan perusahaan, menggambarkan adanya kondisi disiplin yang baik (Sutrisno,2012:86).

Sutrisno (2012:86) menyatakan bahwa bentuk disiplin yang baik tercermin pada suasana, yaitu :

1. Tingginya rasaya kepedulian karyawan terhadap pencapaian tujuan perusahaan. 2. Tingginya semangat dan gairah kerja dan inisiatif para karyawan dalam

melakukan pekerjaan

3. Besarnya rasa tanggung jawab para karyawan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya

4. Berkembangnya rasa memiliki dan rasa solidaritas yang tinggi di kalangan karyawan.

(15)

2.1.2.2 Bentuk-Bentuk Disiplin Kerja

Menurut Rivai dan Sagala (2013:825), terdapat empat perspektif daftar yang menyangkut disiplin kerja, yaitu :

1. Disiplin Retributif, yaitu berusaha menghukum orang yang berbuat salah.

2. Disiplin Korektif, yaitu berusaha membantu karyawan mengoreksi perilakunya yang tidak tepat.

3. Perspektif Hak-Hak Individu, yaitu berusaha melindungi hak-hak dasar individu selama tindakan-tindakan disipliner.

4. Perspektif Utilitarian, yaitu berfokus kepada penggunaan disiplin hanya pada saat konsekuensi-konsekuensi tindakan disiplin melebihi dampak-dampak negatifnya.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dibuat tabel disiplin sebagai berikut (Rivai dan Sagala,2013:826) :

Tabel 2.1 Perspektif Disiplin

No. Perspektif Definisi Tujuan Akhir

1 Retributif Para pengambil keputusan mendisiplinkan dengan suatu cara yang proporsional terhadap sasaran. Dengan tidak melakukan hal seperti itu akan dianggap tidak adil oleh orang-orang yang bertindak secara tidak tepat

Menghukum si pelanggar

2 Korektif Pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan-peraturan harus diperlakukan sebagai masalah-masalah yang dikoreksi daripada sebagai pelanggaran-pelanggaran yang mesti

dihukum. Hukuman akan lunak sebatas pelanggar menunjukkan kemauan untuk mengubah perilakunya.

Membantu karyawan mengoreksi perilaku yang tidak dapat diterima, sehingga dapat terus dikaryakan oleh perusahaan

(16)

3 Hak-hak Individual Disiplin hanya tepat jika terdapat alasan yang adil untuk

menjatuhkan hukuman. Hak-hak karyawan lebih diutamakan daripada tindakan disiplin

Melindungi hak-hak individu

4 Utilitarian Tindakan-tindakan disiplin diambil tergantung pada bagaimana disiplin itu, akan mempengaruhi produktivitas dan profitabilitas. biaya penggantian karyawan dan konsekuensi-konsekuensi memperkenankan perilaku yang tidak teratur perlu dipertimbangkan. Karena biaya penggantian karyawan kian melambung, maka kerasnya disiplin hendaknya semakin menurun. Karena konsekuensi-konsekuensi membiarkan perilaku yang tidak terpuji terus meningkat, maka demikian pula kerasnya hukum Memastikan bahwa faedah-faedah tindakan disiplin melebihi konsekuensi-konsekuensi negatifnya

Sumber : Rivai dan Sagala (2013;826)

2.1.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dsiplin Kerja

Pemimpin mempunyai pengaruh langsung atas sikap kebiasaan yang diperoleh karyawan. Kebiasaan itu ditentukan oleh pemimpin, baik dengan iklim atau suasana kepemimpinan maupun melalui contoh diri pribadi. Karena itu, untuk mendapatkan disiplin yang baik, maka pemimpin harus memberikan kepemimpinan yang baik pula (Sutrisno,2012:89).

Menurut Sutrisno (2012:89), faktor yang mempengaruhi disiplin karyawan adalah:

1. Besar kecilnya pemberian kompensasi

Besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi tegaknya disiplin. Para karyawan akan mematuhi segala peraturan yang berlaku, bila ia merasa mendapat

(17)

jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih payahnya yang telah dikontribusikan bagi perusahaan. Bila ia menerima kompensasi yang memadai, mereka akan dapat bekerja tenang dan tekun, serta selalu berusaha bekerja dengan sebaik-baiknya. Namun demikian, bila ia merasa kompensasi yang diterimanya jauh dari memadai, maka ia akan berpikir mendua, dan berusaha untuk mencari tambahan penghasilan lain di luar, sehingga menyebabkan ia sering mangkir, sering minta izin keluar.

2. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan

Keteladanan pimpinan sangat penting sekali, karena dalam lingkungan perusahaan, semua karyawan akan selalu memerhatikan bagaimana pimpinan dapat menegakkan disiplin dirinya dan bagaimana ia dapat mengendalikan dirinya dari ucapan, perbuatan, dan sikap yang dapat merugikan aturan disiplin yang sudah ditetapkan.

3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan

Pembinaan disiplin tidak akan dapat terlaksana dalam perusahaan, bila tidak ada aturan tertulis yang pasti untuk dapat dijadikan pegangan bersama. Disiplin tidak mungkin ditegakkan bila peraturan yang dibuat hanya berdasarkan instruksi lisan yang dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan situasi.

4. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan

Bila ada seorang karyawan yang melanggar disiplin, maka perlu ada keberanian pimpinan untuk menambil tindakan yang sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dibuatnya. Dengan adanya tindakan terhadap pelanggar disiplin, sesuai dengan sanksi yang ada, maka semua karyawan akan merasa terlindungi, dan dalam hatinya berjanji tidak akan berbuat hal yang serupa. Dalam situasi demikian,

(18)

maka semua karyawan akan benar-benar terhindar dari sikap sembrono, asal jadi seenaknya sendiri dalam perasaan. Sebaliknya, bila pimpinan tidak berani mengambil tindakan, walaupun sudah sering terang-terangan karyawan tersebut melanggar disiplin, tetapi tidak ditegur/dihukum, maka akan berpengaruh kepada suasana kerja dalam perusahaan.

5. Ada tidaknya pengawasan pimpinan

Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada pengawasan, yang akan mengarahkan para karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan tepat dan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Namun sudah menjadi tabiat manusia pula bahwa mereka selalu ingin bebas, tanpa terikat atau diikat oleh peraturan apa pun juga. Dengan adanya pengawasan seperti demikian, maka sedikit banyak para karyawan akan terbiasa melaksanakan disiplin kerja.

6. Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan

Karyawan adalah manusia yang mempunyai perbedaan karakter antara yang satu dengan yang lain. Seorang karyawan tidak hanya puas dengan penerimaan kompensasi yang tinggi, pekerjaan yang menantang, tetapi juga mereka masih membutuhkan perhatian yang besar dari pimpinannya sendiri. Keluhan dan kesulitan mereka ingin didengar, dan dicarikan jalan keluarnya, dan sebagainya. Pimpinan yang berhasil memberi perhatian yang besar kepada para karyawan akan dapat menciptakan disiplin kerja yang baik, karena ia bukan hanya dekat dalam arti jarak fisik, tetapi juga mempunyai jarak dekat dalam artian jarak batin. Pimpinan demikian akan selalu dihormati dan dihargai oleh para karyawan, sehingga akan berpengaruh besar kepada prestasi, semangat kerja, dan moral kerja karyawan.

(19)

7. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin

Dengan kepemimpinan yang baik, seorang pemimpin dapat berbuat banyak untuk menciptakan iklim kerja yang memungkinkan penegakan disiplin sebagai proses yang wajar, karena para karyawan akan menerima serta mematuhi peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan sebagai pelindung bagi keberhasilan pekerjaan dan kesejahteraan pribadi mereka.

Kebiasaan-kebiasaan positif pimpinan antara lain (Sutrisno,2012:92) : a. Saling menghormati, bila ketemu dilingkungan pekerjaan

b. Melontarkan pujian sesuai dengan tempat dan waktunya, sehingga para karyawan akan turut merasa bangga dengan pujian tersebut.

c. Sering mengikutsertakan karyawan dalam pertemuan-pertemuan, apalagi pertemuan yang berkaitan dengan nasib dan pekerjaan mereka.

d. Memberi tahu bila ingin meninggalkan tempat kepada rekan sekerja, dengan menginformasikan, ke mana dan untuk urusan apa, walaupun kepada bawahan sekalipun.

2.1.3 Motivasi Kerja

2.1.3.1 Definisi Motivasi Kerja

Motivasi merupakan daya dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya (Siagian,2009:102). Konsep lain motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong orang lain untuk dapat melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan fungsinya dalam organisasi (Bangun,2012:312). Menurut Silalahi (2013:354), motivasi merupakan

(20)

seperangkat faktor dorongan yang menguatkan, menggerakkan dan memelihara perilaku atau usaha.

Organisasi atau perusahaan hanya akan berhasil mencapai tujuan dan berbagai sasarannya, apabila semua komponen organisasi berupaya menampilkan kinerja yang optimal termasuk peningkatan produktivitas kerja. Para bawahan hanya akan bersedia meningkatkan produktivitas kerjanya apabila terdapat keyakinan dalam dirinya bahwa dengan demikian, berbagai tujuan, harapan, keinginan, keperluan, dan kebutuhannya akan tercapai pula (Siagian,2009:102).

Ada tiga hal yang termasuk di dalam memotivasi manajer kepada bawahan, yaitu upaya, tujuan organisasi dan kebutuhan. Unsur upaya merupakan ukuran intensitas, bila seseorang termotivasi, ia akan mencoba mengulangi perbuatan sebelumnya. Tetapi, kemungkinan kecil tingkat upaya yang tinggi akan mengantarkan pada kinerja dan memberikan keuntungan. Bila upaya itu disalurkan dalam suatu arah yang bermanfaat bagi organisasi akan dapat mencapai tujuan organisasi tersebut. Oleh karena itu, harus dipertimbangkan kualitas dan upaya itu maupun intensitasnya. Upaya yang diarahkan ke dalam organisasi dan konsisten dengan tujuan-tujuan organisasi adalah upaya yang seharusnya diusahakan (Bangun, 2012:313).

Kebutuhan adalah suatu keadaan internal seseorang yang menyebabkan hasil usaha tertentu menjadi lebih menarik baginya. Suatu kebutuhan yang tak terputuskan menciptakan tegangan yang merangsang seseorang untuk melakukannya. Rangsangan ini menimbulkan suatu perilaku dalam pencarian untuk menemukan tujuan-tujuan tertentu, yang jika tercapai, akan memenuhi kebutuhan itu dan mendorong ke pengurangan tegangan. Karyawan yang termotivasi berada dalam

(21)

suatu keadaan tegang. Untuk mengendurkan ketegangan ini, mereka mengeluarkan suatu upaya. Makin besar ketegangan, maka makin besar upaya itu muncul. Jika upaya ini berhasil dalam memenuhi kebutuhan, maka tegangan itu akan berkurang (Bangun,2012:313).

Motivasi dapat bersumber dari dalam diri seseorang yang berupa kesadaran mengenai pentingnya manfaat pekerjaan yang dilaksanakannya. Motivasi ini sering disebut motivasi intrinsik. Tetapi, ada pula motivasi yang bersumber dari luar diri orang yang bersangkutan yang disebut sebagai motivasi ekstrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah dorongan kerja yang bersumber dari luar diri pekerja, yang berupa suatu kondisi yang mengharuskannya melaksanakan suatu pekerjaan secara maksimal. Mereka merasa bertanggungjawab atas suatu pekerjaan, jadi faktor luar yang mempengaruhi merek terdorong untuk melaksanakan pekerjaannya (Bangun, 2012:313).

2.1.3.2 Teori Hierarki Kebutuhan Motivasi

Pada teori Hierarki Kebutuhan, menjelaskan bahwa setiap manusia mempunyai kebutuhan yang munculnya sangat tergantung pada kepentingannya secara individu. Berdasarkan hal tersebut, motivasi membagi kebutuhan manusia tersebut menjadi lima tingkatan, sehingga teori motivasi ini disebut ”the five

hierarchy need”, mulai dari kebutuhan yang pertama sampai pada kebutuhan yang

tertinggi. Adapun kelima kebutuhan tersebut antara lain (Bangun,2012:316 – 318) : 1. Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan paling dasar dalam kehidupan manusia. Manusia dalam hidupnya lebih mengutamakan kebutuhan fisiologis, karena kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi hidup manusia.

(22)

Setelah kebutuhan ini terpenuhi, manusia baru dapat memikirkan kebutuhan yang lebih tinggi. Kebutuhan ini sering juga disebut sebagai kebutuhan tingkat pertama, antara lain, kebutuhan makan, minum, tempat tinggal, seks dan istirahat. 2. Kebutuhan Rasa Aman

Setelah kebutuhan tingkat pertama, maka muncul kebutuhan tingkat kedua sebagai penggantinya, yaitu kebutuhan rasa aman. Ini merupakan kebutuhan akan keselamatan dan perlindungan atas kerugian fisik. Dalam sebuah perusahaan, adanya rasa aman tenaga kerja untuk mengerjakan pekerjaannya, misalnya adanya asuransi, tunjangan kesehatan, dan tunjangan pensiun.

3. Kebutuhan Sosial

Setiap manusia ingin hidup untuk berkelompok. Kebutuhan sosial mencakup kasih sayang, rasa memiliki, diterima dengan baik dalam kelompok tertentu, dan persahabatan. Umumnya manusia setelah dapat memenuhi kebutuhan fisiologis dan rasa aman ingin untuk memenuhi kebutuhan sosial. Pada tingkat ini, manusia sudah ingin bergabung dengan kelompok-kelompok lain di tengah-tengah masyarakat.

4. Kebutuhan Harga Diri

Kebutuhan harga diri menyangkut faktor penghormatan diri seperti, harga diri, otonomi dan prestsi, dan faktor penghormatan dari luar, misalnya status, pengakuan dan perhatian. Pada tingkat ini, manusia sudha menjaga image, karena merasa harga dirinya sudah meningkat dari sebelumnya. Perilakunya sudah berbeda dari sebelumnya, baik cara berbicara, tidak sembarang tempat untuk berbelanja, dan lain sebagainya.

(23)

Kebutuhan ini muncul setelah keempat kebutuhan sebelumnya terpenuhi. Kebutuhan ini merupakan dorongan agar menjadi seseorang yang sesuai dengan ambisinya yang mencakup pertumbuhan, pencapaian potensi, dan pemenuhan kebutuhan diri.

2.1.4 Kinerja Karyawan

2.1.4.1 Definisi Kinerja Karyawan

Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara,2009:67). Definisi lain kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu (Wirawan, 2009:5). Menurut Sutrisno (2012:151), kinerja adalah hasil kerja yang telah dicapai seseorang dari tingkah laku kerjanya dalam melaksanakan aktivitas kerja. Sedangkan menurut Bangun (2012:231), kinerja adalah hasil pekerjaan yang dicapai karyawan berdasarkan persyaratan-persyaratan pekerjaan. Juga menurut Silalahi (2013:408), kinerja adalah tingkat pencapaian kerja individu (pegawai) setelah berusaha atau bekerja keras atau hasil akhir dari suatu aktivitas. Pengertian lain kinerja adalah perilaku nyata yang ditampilkan setiap karyawan sebagai prestasi kerja yang dihasilkan sesuai dengan perannya dalam perusahaan (Rivai dan Sagala,2013: 548).

Organisasi adalah kelompok orang yang bekerja bersama dalam satu struktur untuk mencapai tujuan bersama. Ada dua pihak yang bertanggungjawab untuk mencapai tujuan-tujuan, sasaran-sasaran serta target-target organisasional yaitu manajer dan karyawan baik, sebagai individual maupun kelompok. Pekerjaan

(24)

manajer adalah menetapkan tujuan dan strategi serta melakukan arahan, dan koordinasi untuk mencapainya. Manajer membangun tim kerja yang secara efisien dan secara efektif mencapai tujuan, sasaran-sasaran, dan target organisasional. Sementara karyawan bekerja sesuai arahan dan strategi agar tujuan dan sasaran tercapai (Silalahi,2013:408).

Keberhasilan organisasi mencapai tujuan dan sasaran sangat ditentukan oleh kinerja manajer dan kinerja karyawan. Kinerja manajer adalah satu ukuran tentang bagaimana manajer secara efektif melaksanakan tugas-tugas dan secara efisien menggunakan sumber-sumber untuk mencapai tujuan-tujuan organisasional melalui pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen. Di banyak organisasi, kinerja karyawan individual merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan organisasional. Seberapa baik para karyawan melakukan pekerjaan mereka secara signifikan mempengaruhi produktivitas dan kinerja organisasional. Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi bagaimana individu yang ada bekerja. Faktor-faktor tersebut adalah kemampuan individual untuk melakukan pekerjaan, tingkat usaha yang dicurahkan, dan dukungan organisasi (Silalahi,2013:408).

Suatu pekerjaan mempunyai persyaratan tertentu untuk dapat dilakukan dalam mencapai tujuan yang disebut juga sebagai standar pekerjaan. Untuk menentukan kinerja karyawan baik atau tidak, tergantung pada hasil perbandingannya dengan standar pekerjaan. Standar kinerja adalah tingkat yang diharapkan suatu pekerjaan tertentu untuk dapat diselesaikan, dan merupakan pembanding atas tujuan atau target yang ingin dicapai. Hasil pekerjaan merupakan hasil yang diperoleh seorang karyawan dalam mengerjakan pekerjaan sesuai persyaratan pekerjaan atau standar kinerja. Seorang karyawan dikatakan berhasil

(25)

melaksanakan pekerjaannya atau memiliki kinerja baik, apabila hasil kerja yang diperoleh lebih tinggi dari standar kinerja. Untuk mengetahui hal itu perlu dilakukan penilaian kinerja setiap karyawan dalam perusahaan (Bangun,2012:231).

Biasanya orang yang level kinerjanya tinggi disebut sebagai orang yang produktif, dan sebaliknya orang yang levelnya tidak mencapai standar, dikatakan sebagai tidak produktif atau kinerjanya rendah (Sutrisno,2012:150). Informasi tinggi rendahnya kinerja seseorang karyawan tidak dapat diperoleh begitu saja, tetapi diperoleh melalui proses yang panjang yaitu proses penilaian kerja karyawan (Sutrisno,2012:151).

2.1.4.2 Mengukur Kinerja Karyawan

Standar pekerjaan dapat ditentukan dari isi suatu pekerjaan, dapat dijadikan sebagai dasar penilaian setiap pekerjaan. Untuk memudahkan penilaian kinerja karyawan, standar pekerjaan harus dapat diukur dan dipahami secara jelas. Suatu pekerjaan dapat diukur melalui jumlah, kualitas, ketepatan waktu mengerjakannya, kehadiran, kemampuan bekerja sama yang dituntut suatu pekerjaan tertentu (Bangun, 2012:234).

1. Jumlah pekerjaan

Dimensi ini menunjukkan jumlah pekerjaan yang dihasilkan individu atau kelompok sebagai persyaratan yang menjadi standar pekerjaan. Setiap pekerjaan memiliki persyaratan yang berbeda, sehingga menuntut karyawan harus memenuhi persyaratan tersebut baik pengetahuan, ketrampilan, maupun kemampuan yang sesuai. Berdasarkan persyaratan pekerjaan tersebut dapat

(26)

diketahui jumlah karyawan yang dibutuhkan untuk dapat mengerjakannya, atau setiap karyawan dapat mengerjakan berapa unit pekerjaan.

2. Kualitas pekerjaan

Setiap karyawan dalam perusahaan harus memenuhi persyaratan tertentu untuk dapat menghasilkan pekerjaan sesuai kualitas yang dituntut suatu pekerjaan tertentu. Setiap pekerjaan mempunyai standar kualitas tertentu yang harus disesuaikan oleh karyawan untuk dapat mengerjakannya sesuai ketentuan. Karyawan memiiki kinerja baik bila dapat menghasilkan pekerjaan sesuai persyaratan kualitas yang dituntut pekerjaan tersebut.

3. Ketepatan waktu

Setiap pekerjaan memiliki karakteristik yang berbeda, untuk jenis pekerjaan tertentu harus diselesaikan tepat waktu, karena memiliki ketergantungan atas pekerjaan lainnya. Jadi, bila pekerjaan pada suatu bagian tertentu tidak selesai tepat waktu akan menghambat pekerjaan pada bagian lain, sehingga mempengaruhi jumlah dan kualitas hasil pekerjaan. Demikian pula, suatu pekerjaan harus diselesaikan tepat waktu karena batas waktu pesanan pelanggan dan penggunaan hasil produksi. Pelanggan sudah melakukan pemesanan produk sampai batas waktu tertentu. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, pihak perusahaan harus menghasilkannya tepat waktu. Suatu jenis produk tertentu hanya dapat digunakan sampai batas waktu tertentu saja, ini menuntut agar diselesaikan tepat waktu, karena akan berpengaruh atas penggunaannya. Pada dimensi ini, karyawan dituntut untuk dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.

(27)

4. Kehadiran

Suatu jenis pekerjaan tertentu menuntu kehadiran karyawan dalam mengerjakannya sesuai waktu yang ditentukan. Ada tipe pekerjaan yang menuntut kehadiran karyawan selama delapan jam sehari untuk lima hari kerja seminggu. Kinerja karyawan ditentukan oleh tingkat kehadiran karyawan dalam mengerjakannya.

5. Kemampuan kerja sama

Tidak semua pekerjaan dapat diselesaikan oleh satu orang karyawan saja. Untuk jenis pekerjaan tertentu mungkin harus diselesaikan oleh dua orang karyawan atau lebih, sehingga membutuhkan kerja sama antarkaryawan sangat dibutuhkan. Kinerja karyawan dapat dinilai dari kemampuannya bekerjasama dengan rekan kerja lainnya.

Di samping dimensi-dimensi umum yang sudah dijelaskan, dimensi penting lainnya yang termasuk dalam berbagai pekerjaan adalah kriteria pekerjaan. Dimensi ini secara khusus mengidentifikasi bagian-bagian setiap pekerjaan. Setiap tugas dalam pekerjaan mempunyai nilai dan bobot yang berbeda. Kemungkinan suatu tugas tertentu dalam pekerjaan lebih penting dari tugas lainnya (Bangun,2012:235).

Berbagai cara dapat dilakukan menilai kinerja karyawan dalam perusahaan, tergantung pada kepentingannya. Penilaian kinerja karyawan dapat juga dilakukan dengan membandingkan hasil kerja yang dicapai sekarang dengan hasil kerja sebelumnya. Cara lain, sering dilakukan dengan membandingkan hasil pekerjaan seorang karyawan dengan karyawan lain untuk jenis dan tingkat pekerjaan yang sama pada suatu perusahaan tertentu, atau pada perusahaan berbeda dalam satu industri. Kebanyakan perusahaan menentukan standar pekerjaan berdasarkan

(28)

persyaratan pekerjaan kemudian membandingkannya dengan hasil pekerjaan yang dicapai setiap karyawan dalam perusahaan (Bangun,2012:236).

Terdapat tiga jenis kriteria dalam penilaian pekerjaan, antara lain kriteria berdasarkan sifat, perilaku dan hasil (Bangun,2012:235).

1. Kriteria berdasarkan sifat

Berpusat pada karakteristik pribadi setiap karyawan, jenis kriteria ini terpusat pada bagaimana kepribadian setiap karyawan dalam mengidentifikasi dan melaksanakan suatu jenis pekerjaan. Loyalitas, pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuannya dalam melaksanakan pekerjaan dapat dilihat dari hasil pekerjaannya. Instrumen-instrumen yang dibuat untuk menilai kinerja hanya berkaitan dengan karakteristik karyawan, bukan mengarah pada pencapaian tujuan atas pekerjaannya. Sebaiknya, penilaian kinerja harus dikaitkan dengan pekerjaan.

2. Kriteria berdasarkan perilaku

Hal ini mengarah pada bagaimana suatu pekerjaan dilaksanakan dengan baik. Oleh karena itu, perlu membuat daftar perilaku sebagai pedoman yang harus dilaksanakan karyawan, dan perilaku-perilaku itu diukur oleh pembeli misterius. 3. Kriteria berdasarkan hasil

Jenis pekerjaan ini mengarah pada pencapaian hasil pekerjaan. Kinerja karyawan diukur berdasarkan hasil pekerjaan mereka, dimana pekerjaan tersebut mudah diukur dan jelas. Pengukuran dilakukan berdasarkan hasil yang dapat diterapkan. Mereka hanya bertanggungjawab atas pekerjaan yang dilakukan, tidak bertanggungjawab atas pekerjaan lain.

(29)

2.1.4.3 Standar Kinerja dan Fungsinya

Standar memiliki batas ukuran, minimal dan maksimal. Standar minimal adalah standar yang menentukan kualitas minimal yang harus ada atau terjadi. Sedangkan standar maksimal adalah standar yang harus dicapai (Wirawan,2009:65).

Dalam evaluasi kinerja, ada standar yang disebut sebagai standar kinerja. Evaluasi kinerja tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan baik tanpa standar kinerja. Esensi evaluasi kinerja adalah membandingkan kinerja ternilai dengan standar kinerjanya. Jiak evaluasi kinerja dilaksanakan tanpa standar kinerja, hasilnya tidak mempunyai nilai (Wirawan,2009:65).

Standar kinerja dapat menentukan standar kinerja untuk individu karyawan atau standar kinerja untuk sekelompok karyawan atau tim kerja yang bekerja sama dalam suatu tim kerja. Dalam sistem evaluasi kinerja, standar kinerja mencerminkan obyektif dari pegawai karena obyektif merupakan tolok ukur hasil kerja yang diukur pada akhir tahun. Sementara itu standar kinerja dapat melukiskan bagian dari obyektif pegawai (Wirawan,2009:66)

Fungsi utama standar kinerja adalah sebagai tolok ukur (benchmark) untuk menentukan keberhasilan dan ketidakberhasilan kinerja ternilai dalam melaksanakan pekerjaannya. Standar kinerja merupakan target, sasaran, atau tujuan upaya kerja karyawan dalam kurun waktu tertentu. Dalam melaksanakan pekerjaannya, karyawan harus mengerahkan semua tenaga, pikiran, ketrampilan, pengetahuannya, dan waktu kerjanya untuk mencapai apa yang ditentukan oleh standar kinerjanya (Wirawan, 2009:67).

Standar kinerja memotivasi karyawan agar bekerja keras untuk mencapainya. Standar kinerja menarik dan mendorong karyawan untuk mencapainya. Jika hal itu

(30)

terjadi, kepuasan kerja pada diri karyawan akan terjadi. Oleh karena itu, standar kinerja juga dikaitkan dengan reward (penghargaan), imbalan, atau sistem kompensasi jika dapat mencapainya. Selain itu, standar kinerja dikaitkan dengan sanksi jika tidak dapat mencapainya (Wirawan, 2009:67).

Standar kinerja setiap karyawan harus diberitahukan kepada karyawan sebagai pedoman melaksanakan tugasnya. Tanpa mengetahui standar kinerjanya, karyawan tidak mengetahui apa yang harus dicapainya dan tidak terarah dalam mencapai kinerjanya. Dalam melaksanakan tugasnya, karyawan selalu berpedoman pada standar kinerjanya dan standar prosedur dalam pelaksanaan tugasnya (Wirawan, 2009:67-68).

2.1.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini dibuat berdasarkan hasil peneltian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya (Hidayat dan Taufiq,2012; Suddin dan Sudarman, 2010;

Pudjiastuti dan Widodo, 2011; Suwardi dan Utomo, 2011; Harlie, 2012; Kencanawati, 2013; Safitri, 2013; Setiawan, 2013) dan diperoleh hasil sebagai berikut :

(31)

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu No. Peneliti , Tahun dan

Judul Variabel dan Metode Analisis

Hasil 1 Hidayat dan Taufiq

(2012) “Pengaruh

Lingkungan Kerja dan Disiplin Kerja serta Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Lumajang” Bebas : 1. Lingkungan Kerja 2. Disiplin Kerja 3. Motivasi Kerja Terikat : 4. Kinerja Karyawan Regresi Berganda

Lingkungan Kerja, Disiplin Kerja dan Motivasi Kerja berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan 2 Suddin dan Sudarman (2010) “Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi, dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Pegawai Kecamatan Laweyan Kota Surakarta” Bebas : 1. Kepemimpinan 2. Motivasi 3. Lingkungan Kerja Terikat : 4. Kinerja Regresi Berganda

Kepemimpinan, Motivasi dan Lingkungan Kerja berpengaruh terhadap Kinerja 3 Pudjiastuti dan Sriwidodo (2011) “Pengaruh Kompetensi, Disiplin Kerja, Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja SMP Negeri 1 Purwodadi Grobogan” Bebas : 1. Kompetensi 2. Disiplin Kerja 3. Kepuasan Kerja Terikat : 4. Kinerja Regresi Berganda

1. Kompetensi dan Kepuasan Kerja berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan 2. Disiplin Kerja tidak berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan

4 Suwardi dan Utomo (2011)

”Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Dan Komitmen Organisasional

terhadap Kinerja Pegawai (Studi Pada Pegawai Setda Kabupaten Pati)” Bebas : 1. Motivasi Kerja 2. Kepuasan Kerja 3. Komitmen Organisasional Terikat : 4. Kinerja Karyawan Regresi Berganda

Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasional berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan, secara parsial maupun simultan

(32)

5 Harlie (2012)

“Pengaruh Disiplin Kerja, Motivasi dan Pengembangan Karier Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada Pemerintah Kabupaten Tabalong Di Tanjung Kalimantan Selatan” Bebas : 1. Disiplin Kerja 2. Motivasi 3. Pengembangan Karier Terikat : 4. Kinerja Karyawan Regresi Berganda

Disiplin Kerja, Motivasi dan Pengembangan Karier berpengaruh Kinerja Karyawan 6 Kencanawati (2013) “Pengaruh Kepemimpinan, Etos Kerja, Motivasi dan Disiplin Terhadap Kinerja Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Madya Denpasar” Bebas : 1. Kepemimpinan 2. Etos Kerja 3. Motivasi 4. Disiplin Terikat : 5. Kinerja Regresi Berganda

Kepemimpinan, Etos Kerja, Motivasi dan Disiplin berpengaruh terhadap Kinerja

7 Safitri (2013)

“Pengaruh Pelatihan dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan” Bebas : 1. Pelatihan 2. Disiplin Kerja Terikat : 3. Kinerja Karyawan Regresi Berganda 1. Disiplin Kerja berpengaruh terhadap Kinerja 2. Pelatihan tidak berpengaruh terhadap Kinerja 8 Setiawan (2013) ”Pengaruh Disiplin Kerja dan Motivasi terhadap Kinerja Karyawan pada Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan Malang” Bebas : 1. Disiplin Kerja 2. Motivasi Terikat : 3. Kinerja Karyawan Regresi Berganda 1. Motivasi berpengaruh terhadap Kinerja 2. Disiplin tidak berpengaruh terhadap Kinerja

2.1.6 Hubungan Antar Variabel

2.1.6.1 Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Karyawan

Perhatian terhadap lingkungan manajemen penting karena tiap elemen lingkungan mempengaruhi baik langsung atau tidak langsung terhadap

(33)

kegiatan-kegiatan manajerial. Tetapi, tidak semua lingkungan sama dan tidak semua organisasi memiliki lingkungan yang sama, sementara organisasi tidak mempunyai informasi yang cukup tentang keadaan lingkungannya. Mereka berbeda dalam hal karakteritik lingkungan, yaitu satu kondisi dalam mana pengaruh keadaan lingkungan masa datang suatu organisasi tidak dapat secara akurat dinilai dan diprediksi (Silalahi,2013:131). Hasil penelitian Suddin dan Sudarman (2010) serta Hidayat dan Taufiq (2012) menunjukkan bahwa lingkungan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

2.1.6.2 Pengaruh Disiplin Kerja terhadap Kinerja Karyawan

Disiplin karyawan memerlukan alat komunikasi, terutama pada peringatan yang bersifat spesifik terhadap karyawan yang tidak mau berubah sifat dan perilakunya. Penegakan disiplin karyawan biasanya dilakukan oleh penyelia. Sedangkan kesadaran adalah sikap seorang yang secara sukarela mentaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Karyawan yang memiliki disiplin kerja yang tinggi jika yang bersangkutan konsekuen, konsisten, taat asas, bertanggungjawab atas tugas yang diamanahkan kepadanya (Rivai dan Sagala, 2013:825). Karyawan seharusnya mengerti bahwa dengan memiliki disiplin kerja yang baik, berarti akan dicapai pula suatu keuntungan yang berguna, baik bagi perusahaan maupun bagi karyawan sendiri. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran para karyawan dalam mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku. Selain itu, perusahaan sendiri harus mengusahakan agar peraturan jelas itu bersifat jelas, mudah dipahami dan adil, yaitu berlaku baik bagi pimpinan yang tertinggi maupun bagi karyawan yang berbeda (Sutrisno,2012:85). Karyawan yang mampu menunjukkan

(34)

disiplin yang tinggi dalam bekerja, memungkinkan untuk mencapai kinerja karyawan maksimal. Hasil penelitian Harlie (2012), Hidayat dan Taufiq (2012), Kencanawati (2013) dan Safitri (2013) menunjukkan bahwa disiplin berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

2.1.6.3 Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Karyawan

Motivasi dapat bersumber dari dalam diri seseorang yang berupa kesadaran mengenai pentingnya manfaat pekerjaan yang dilaksanakannya. Motivasi ini sering disebut motivasi intrinsik. Tetapi, ada pula motivasi yang bersumber dari luar diri orang yang bersangkutan yang disebut sebagai motivasi ekstrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah dorongan kerja yang bersumber dari luar diri pekerja, yang berupa suatu kondisi yang mengharuskannya melaksanakan suatu pekerjaan secara maksimal. Mereka merasa bertanggungjawab atas suatu pekerjaan, jadi faktor luar yang mempengaruhi merek terdorong untuk melaksanakan pekerjaannya (Bangun, 2012:313). Hasil penelitian Suddin dan Sudarman (2010), Suwardi dan Utomo (2011), Harlie (2012), Hidayat dan Taufiq (2012) serta Kencanawati (2013) dan Setiawan (2013) menunjukkan bahwa motivasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

2.2 Kerangka Pemikiran

Keberhasilan suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh kinerja individu karyawannya. Setiap organisasi atau perusahaan akan selalu berusaha untuk meningkatkan kinerja karyawan, dengan harapan apa yang menjadi tujuan perusahaan akan tercapai. Kinerja adalah hasil kerja yang telah dicapai seseorang

(35)

dari tingkah laku kerjanya dalam melaksanakan aktivitas kerja. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan, seperti lingkungan kerja, disiplin kerja dan motivasi.

Lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Kondisi fisik lingkungan merupakan faktor yang perlu diperhatikan karena merupakan tempat dimana diharapkan tumbuh kembangnya prestasi kerja karyawan. Kondisi fisik lingkungan kerja yang tidak atau kurang mendukung tumbuhnya pelaksanaan pekerjaan secara baik mengakibatkan prestasi kerja yang baik akan sulit untuk dicapai. Apabila karyawan merasa senang, optimis mengenai kegiatan dan tugasnya serta ramah tamah dengan orang yang lain menunjukkan lingkungan kerjanya baik. Lingkungan kerja yang baik akan mendorong seseorang untuk bekerja lebih baik dan bersikap positif seperti mempunyai kesetiaan yang tinggi, kegembiraan, kebanggaan dalam dinas, kerjasama dan kedisiplinan dalam kewajiban. Disiplin kerja merupakan suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Disiplin karyawan memerlukan alat komunikasi, terutama pada peringatan yang bersifat spesifik terhadap karyawan yang tidak mau berubah sifat dan perilakunya. Karyawan seharusnya mengerti bahwa dengan memiliki disiplin kerja yang baik, berarti akan dicapai pula suatu keuntungan yang berguna, baik bagi perusahaan maupun bagi karyawan sendiri. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran para karyawan dalam mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku. Karyawan yang

(36)

mampu melaksanakan disiplin kerja dengan baik dapat membantu meningkatkan kinerjanya.

Motivasi mempunyai kekuatan kecenderungan seseorang/individu untuk melibatkan diri dalam kegiatan yang mengarah kepada sasaran dalam pekerjaan sebagai kepuasan, tetapi lebih lanjut merupakan perasaan senang atau rela bekerja untuk mencapai tujuan pekerjaan. Motivasi sebagai suatu reaksi yang diawali dengan adanya kebutuhan yang menumbuhkan keinginan atau upaya mencapai tujuan yang selanjutnya menimbulkan ketegangan yaitu keinginan yang belum terpenuhi, yang kemudian menyebabkan timbulnya tindakan yang mengarah kepada tujuan dan akhirnya akan memuaskan keinginan. Karyawan yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai peluang yang besar dalam mencapai hasil yang maksimal atau kinerjaya lebih baik dari pada karyawan yang motivasinya rendah.

Berdasarkan pemikiran di atas, maka dapat digambarkan sebuah kerangka pemikiranseperti pada gambar 2.1. :

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Kinerja Karyawan ( Y ) H1 H3 H2 Lingkungan Kerja ( X1 ) Disiplin Kerja ( X2 ) Motivasi ( X3 )

(37)

2.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan suatu perumusan sementara mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu dan juga dapat menuntun/ mengarahkan penyelidikan selanjutnya (Sugiyono,2012:104). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H1 : Lingkungan Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan.

H2 : Disiplin Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel penelitian yang digunakan dan definisi operasional dalam penelitian ini adalah :

I. Variabel bebas (independent), yang terdiri dari : 1. Lingkungan Kerja ( X1 )

Lingkungan kerja adalah faktor-faktor dan kekuatan yang berada di dalam maupun luar organisasi namun mempengaruhi kinerja (Robbins dan Coulter:2010:79).

Lingkungan Kerja (X1) diukur melalui (Hidayat dan Taufiq,2012:86) : a. Penerangan

b. Suasana c. Udara

d. Tata ruangan

e. Hubungan atasan dengan bawahan f. Sesama rekan kerja

2. Disiplin Kerja ( X2 )

Disiplin adalah sikap hormat terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan, yang ada dalam diri karyawan, yang menyebabkan ia dapat menyesuaikan diri dengan sukarela pada peraturan dan ketetapan perusahaan (Sutrisno,2012: 87).

(39)

Disiplin (X2) diukur melalui (Harlie,2012:118) : a. Hadir tepat waktu

b. Presentase kehadiran c. Taat jam kerja

d. Jam kerja dengan efektif dan efisien

e. Sikap dan pribadi baik dengan keteladanan 3. Motivasi Kerja ( X3 )

Motivasi adalah merupakan seperangkat faktor dorongan yang menguatkan, menggerakkan dan memelihara perilaku atau usaha (Silalahi,2013:354). Motivasi (X3) diukur melalui (Suwati,2013:52-53) :

a. Penghargaan dari perusahaan b. Perhatian dari pimpinan c. Gaji yang cukup

d. Partisipasi bawahan terhadap kemajuan perusahaan II. Variabel terikat (dependent), yaitu : Kinerja Karyawan ( Y )

Kinerja karyawan adalah kinerja adalah tingkat pencapaian kerja individu (pegawai) setelah berusaha atau bekerja keras atau hasil akhir dari suatu aktivitas (Silalahi,2013:408).

Kinerja Karyawan ( Y ), diukur melalui (Riyadi,2011:43 dan Sukmawati,2008: 182) :

a. Ketelitian dan kerapian bekerja b. Kecepatan penyelesaian pekerjaan c. Pemeliharaan alat kerja kantor d. Ketepatan kerja

(40)

3.2 Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2012:115). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah karyawan Indomaret 24 jam di Semarang Barat yang berjumlah 370 karyawan.

Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono,2012:116). Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian karyawan Indomaret 24 jam di Semarang Barat.

Metode yang umum digunakan untuk pengambilan sampel adalah metode Slovin. Rumus (Umar,2013:78) :

2 ) ( 1 N e N n   Keterangan : n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi (370)

e = Batas kesalahan maksimal yang ditolerir dalam sampel (10%) maka, 72 , 78 70 , 4 370 70 , 3 1 370 ) 01 , 0 ( 370 1 370 ) 1 , 0 ( 370 1 370 2         n

Berdasarkan perhitungan di atas, maka diperoleh sampel sebanyak 78,72 responden dan dibulatkan menjadi 79 karyawan.

(41)

Berdasarkan data, karyawan Indomaret setiap gerai rata-rata 10 karyawan, begitu juga dengan Indomaret 24 jam di Semarang Barat. Berikut adalah tabel 10 sampel Indomaret 24 jam di Semarang Barat yaitu :

Tabel 3.1

10 Sampel Indomaret 24 Jam Semarang Barat

No. Nama Toko Alamat Jumlah

1 Indomaret Anjasmoro Jl. Puri Anjasmoro Tengah , Semarang Barat 10 2 Indomaret Pamularsih Jl. Pamularsih No.71, Semarang Barat 9 3 Indomaret Pamularsih 2 Jl. Pamularsih, Semarang Barat 10 4 Indomaret Abdul Rahman Saleh Jl. Abdul Rahman Saleh, Semarang Barat 10 5 Indomaret Pasadena Jl. Abdul Rahman Saleh, Kelurahan Kali Pancur, Semarang Barat 9 6 Indomaret Siliwangi Jl. Walisongo, Kecamatan Semarang Barat 9 7 Indomaret Ngalian Jl. Ngalyan, Kelurahan Ngalian, Semarang Barat 10 8 Indomaret Anjasmoro E14 Jl. Puri Anjasmoro Tengah, Semarang Barat 10 9 Indomaret Jensud 67 Jl. Jendral Sudirman, Semarang Barat 10 10 Indomaret Manyaran/ 006 Jl. Kalibanteng Kidul, Semarang Barat 10

Jumlah Karyawan 97

Sumber : Data Sekunder, 2015

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang

dikumpulkan secara langsung oleh peneliti atau pihak pertama (Umar,2013:42). Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanggapan karyawan yang

diperoleh melalui kuesioner tentang lingkungan kerja, disiplin kerja, motivasi kerja dan kinerja karyawan.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah angket atau kuesioner. Kuesioner adalah teknik pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan

(42)

daftar pertanyaan/pertanyaan kepada responden dengan harapan memberikan respons atas daftar pertanyaan tersebut (Umar,2013:49). Daftar pertanyaan/pernyataan dapat bersifat terbuka jika jawaban tidak ditentukan sebelumnya, sedangkan bersifat tertutup jika alternatif-alternatif jawaban telah disediakan. Instrumen yang berupa lembar daftar pertanyaan dapat berupa angket (kuesioner), checklist ataupun skala.

Kuesioner dalam penelitian ini menggunakan Skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok orang fenomena sosial. Biasanya jawaban setiap item instrumen mempunyai gradasi (tingkatan) yang terdiri dari 5 tingkatan yaitu (Sugiyono,2012:133) :

a. Untuk jawaban “STS” sangat tidak setuju diberi nilai = 1 b. Untuk jawaban “TS” tidak setuju diberi nilai = 2 c. Untuk jawaban “N” netral diberi nilai = 3 d. Untuk jawaban “S” setuju diberi nilai = 4 e. Untuk jawaban “SS” sangat setuju diberi nilai = 5

Dalam penentuan skala, maka digunakan skala pengukuran atau rentang skala. Rentang skala adalah acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif (Sugiyono,2012:132). Sedangkan penentuan rentang skala tersebut adalah (Umar,2013:164) :

kelas banyaknya terendah nilai tertinggi nilai RS  

Perhitungan tersebut adalah sebagai berikut :

8 , 0 5 1 5    RS

(43)

Standar untuk kategori lima kelas tersebut adalah (Umar,2013:164): 1,00 – 1,80 = sangat rendah 1,81 – 2,60 = rendah 2,61 – 3,40 = cukup 3,41 – 4,20 = tinggi 4,21 – 5,00 = sangat tinggi

3.5 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

3.5.1 Uji Instrumen 1. Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner (Ghozali,2009:49). Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Jadi, validitas adalah mengukur apakah pertanyaan dalam kuesioner yang sudah dibuat betul-betul dapat mengukur apa yang hendak diukur. Uji validitas dapat diketahui dengan melihat r hitung dan r tabel (n – 2) (Ghozali, 2009:49).

Apabila r hitung > r tabel, maka valid.

(44)

2. Reliabilitas

Reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk (Ghozali,2009:45). Suatu kuesioner

dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Jawaban responden terhadap

pertanyaan ini dikatakan reliabel jika masing-masing pertanyaan dijawab secara konsisten atau jawaban tidak boleh acak oleh karena masing-masing pertanyaan hendak mengukur hal yang sama. Jika jawaban terhadap indikator ini acak, maka dapat dikatakan bahwa tidak reliabel (Ghozali,2009:46).

Pengukuran realibilitas dapat dilakukan dengan One Shot atau pengukuran sekali saja. Disini pengukurannya hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan. Alat untuk mengukur reliabilitas adalah Cronbach Alpha. Suatu variabel dikatakan reliabel, apabila (Ghozali,2009:49) : Hasil α > 0,60 = reliabel dan Hasil α < 0,60 = tidak reliabel

3.5.2 Uji Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan pengujian terhadap model penelitian, terlebih dahulu dilakukan pengujian model tersebut apakah memenuhi asumsi klasik regresi, yang terdiri dari (Ghozali,2009:95) :

1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah data yang akan digunakan dalam model regresi berdistribusi normal atau tidak (Ghozali, 2009:147). Untuk

(45)

mengetahui data yang digunakan dalam model regresi berdistribusi normal atau tidak dapat dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov-smirnov. Jika nilai

Kolmogorov-smirnov lebih besar dari α = 0,05, maka data normal (Ghozali,2009:

152)

2. Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali,2009:129). Adanya heteroskedastisitas dalam regresi dapat diketahui dengan menggunakan beberapa cara, salah satunya uji Glejser. Jika variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka indikasi terjadi heterokedastisitas (Ghozali,2009: 129). Jika signifikansi di atas tingkat kepercayaan 5 %, maka tidak mengandung adanya heteroskedastisitas. 3. Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel bebas sama dengan nol (0). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi adalah sebagai berikut (Ghozali, 2009:95) :

(46)

a. Mempunyai angka Tolerance diatas (>) 0,1 b. Mempunyai nilai VIF di di bawah (<) 10 3.5.3 Regresi Linier Berganda

Regresi berganda digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih, juga menunjukkan arah hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen (Ghozali,2009:86).

Rumus (Ghozali,2009:89)

Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e Keterangan

Y : Kinerja Karyawan

b0 : Konstanta

b1, b2, dan b3 : Koefisien Regresi

X1 : Lingkungan Kerja

X2 : Disiplin

X3 : Motivasi

e : error

3.5.4 Goodness of Fit (Uji Model)

Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari goodness of fitnya. Secara statistik, setidaknya ini dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, nilai statistik F dan nilai statistik t. Perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan bila nilai statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima (Ghozali,2009:87).

(47)

Untuk mengetahui fungsi regresi tersebut telah memenuhi unsur goodness of

fit, maka dapat dilihat dari koefisien determinasi dan Uji – F

1. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model (Lingkungan Kerja, Disiplin dan Motivasi) dalam menerangkan variasi variabel dependen/tidak bebas (Kinerja Karyawan). Nilai koefisien determinasi adalah antara nol (0) dan satu (1). Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen (bebas) dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali,2009:87).

Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimaksudkan kedalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R2 (Adjusted R Square) pada saat mengevaluasi mana model regresi terbaik. Tidak seperti R2, nilai Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model (Ghozali,2009:87).

(48)

2. Uji – F

Untuk menguji apakah masing-masing variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat secara bersama-sama dengan  = 0,05 dan juga penerimaan atau penolakan hipotesa, maka cara yang dilakukan adalah :

a) Merumuskan hipotesis

H0 : 0 = 0 Tidak ada pengaruh signifikan antara Lingkungan Kerja, Disiplin dan Motivasi terhadap Kinerja Karyawan secara simultan.

Ha : a ≠ 0 Ada pengaruh signifikan antara Lingkungan Kerja, Disiplin dan Motivasi terhadap Kinerja Karyawan secara simultan. b) Mencari F hitung (Batasan F hitung)

Ho : diterima bila sig. >  = 0,05

Ha : diterima bila sig.   = 0,05

3.5.5 Pengujian Hipotesis (Uji – t)

Pengujian hipotesis pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas (independen atau bebas) dalam menerangkan variasi variabel dependen/ terikat (Ghozali,2009:88).

(49)

a. Merumuskan hipotesis

H0 : 1, 2, 3 = 0 Tidak ada pengaruh signifikan antara Lingkungan Kerja, Disiplin dan Motivasi terhadap Kinerja Karyawan secara parsial.

Ha : 1, 2, 3 ≠ 0 Ada pengaruh signifikan antara Lingkungan Kerja, Disiplin dan Motivasi terhadap Kinerja Karyawan secara parsial.

b. Mencari t hitung (Batasan t hitung) Ho : diterima bila sig. >  = 0,05

Gambar

Tabel 2.1  Perspektif Disiplin
Tabel 2.2  Penelitian Terdahulu  No.   Peneliti , Tahun dan
Gambar 2.1  Kerangka Pemikiran  Kinerja Karyawan ( Y ) H1H3H2Lingkungan Kerja ( X1 ) Disiplin Kerja ( X2 ) Motivasi ( X3 )
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Indomaret Semarang, 2015
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil koordinasi tim disepakati bahwa masing-masing anggota tim akan terlibat dalam semua kegiatan sosialisasi, penyuluhan dan pelatihan yang akan dilaksanakan

Mahasiswa Pendidikan Tata Boga Universitas Negeri Jakarta memahami penggunaan plastik yang dibuktikan dari hasil ketiga aspek (pengetahuan, sikap dan tindakan) berada pada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stratifikasi berdasarkan tinggi, diameter batang dan panjang tajuk pohon, terus pembuatan kanopi panjang, lebar dan bentuk

Lembar tugas yang diselesaikan siswa secara individu, dimaksudkan untuk mengetahui proses berpikir siswa dalam pemahaman matematis sebelum mendapatkan bantuan dari

Latar belakang masalah diungkapkan secara terpisah-pisah dan ada beberpa informasi yang kurang lengkap meskipun mengarah pada kepentingan pembuktian teori/ penjelasan

Marketing Public Relations Hotel all seasons Jakarta Gajah Mada Dalam Menciptakan Brand Awareness” dengan baik dan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Laporan skripsi

Berpotensi terjadi Moral Hazard Penetapan arah kebijakan &amp; prioritas Rancangan awal RKP Penelaahan Kesesuaian RKP &amp; Renja K/L MUSRENBANG (Propinsi &amp;

b) Laporan peningkatan kapasitas sdm kabupaten/kota dalam rangka optimalisasi laboratorium lingkungan hidup daerah. 2) Kepala Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri