1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan salah satu ciri mata pencaharian masyarakat Indonesia sebagai negara agraris. Distribusi pangan dari keberhasilan sektor pertanian merupakan salah satu cita-cita dari bangsa Indonesia. Dirjen Perkebunan menyebutkan luas lahan perkebunan tembakau tahun 2017 adalah 823 Ha dengan jumlah tenaga kerja sektor perkebunan tembakau 9.124 orang. Faktor-faktor orang memilih bekerja sebagai petani antara lain: (1) sangat terbatasnya penguasaan terhadap sumberdaya; (2) sangat menggantungkan hidupnya pada usahatani; (3) tingkat pendidikan yang relatif rendah; dan (4) secara ekonomi, mereka tergolong miskin (Singh, 2002). Pekerjaan sebagai petani merupakan salah satu alternatif untuk bisa mempertahankan kehidupan di desa, dimana pekerjaan ini dilakukan dengan tidak memerlukan pengetahuan yang tinggi tetapi mengandalkan tenaga. Menurut Elizabeth (2007) bahwa sebagai masyarakat mayoritas yang hidup di pedesaan, petani merupakan masyarakat yang tidak primitif, tidak pula modern. Masyarakat petani berada di pertengahan jalan antara suku-bangsa primitif (tribe) dan masyarakat industri. Mereka terbentuk sebagai pola-pola dari suatu infrastuktur masyarakat yang tidak bisa dihapus begitu saja. Dari perjalanan sejarah, kaum petani pedesaan (peasantry) memiliki arti penting karena di atas puing-puing merekalah masyarakat industri dibangun. Mereka mendiami bagian “yang terbelakang” (di masa kini) dari bumi ini.
Di tanah Jawa pertanian menjadi sektor yang terpenting untuk dikembangkan guna kelanjutan distribusi pangan masyarakat. Model pertanian di dataran tinggi yaitu; sumberdaya lahan yang sangat beragam bermula dari dataran tinggi di daerah hulu. Pertanian di daerah hulu relatif lebih penting karena sumberdaya lahannya memiliki resiko-resiko pengelolaan yang sangat besar sehingga dapat
2
menjadi sumber malapetaka. Partap dan Sharma menyatakan di Asia Tenggara dataran tinggi sangat penting karena mencakup sebagian besar area dan mayoritas penduduknya hidup dari usaha pertanian (APO, 2003). Pertanian lahan kering dataran tinggi di Indonesia adalah budidaya tanaman sayuran yang dilakukan secara intensif sepanjang tahun, karena ditunjang oleh curah hujan yang cukup dengan penyebaran merata.
Budidaya sayuran di dataran tinggi bagi sebagian masyarakat pedesaan sudah menjadi cara hidup. Petani dalam usaha tani sayuran sudah menyesuaikan dengan berbagai cara bercocok tanam dan sistem pengelolaan sumberdaya lahan telah menyatu dengan tatanan sosial budaya dan adat istiadat masyarakat pedesaan. Di zone vulkanis tinggi dengan sistem produksi pertanian tanaman semusim berupa kentang, kubis, bawang daun dan bawang putih, dan tembakau.
Sebagian besar wilayah Kabupaten Temanggung merupakan dataran tinggi dan pegunungan, yakni bagian dari rangkaian Dataran Tinggi Dieng. Di perbatasan dengan Kabupaten Wonosobo terdapat Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Temanggung berada di jalan provinsi yang menghubungkan Semarang-Purwokerto. Jalan Raya Parakan–Weleri menghubungkan Temanggung dengan jalur pantura. Untuk daerah yang berbatasan dengan Kabupaten Semarang persisnya di Kecamatan Pringsurat. Masyarakat Kabupaten Temanggung sangat bergantung kepada iklim dan cuaca yang mendukung hasil panen Tembakau (Temanggung bagian lereng Sindoro-Sumbing dan sebagian besar wilayah tengah dan selatan Temanggung). Temanggung menduduki peringkat pertama dari 5 kota
penghasil tembakau yang berkualitas di Indonesia (Kaskus, 2013)1.
Di Kabupaten Temanggung terdapat beberapa Desa yang memiliki budidaya tembakau, salah satu yang menjadi fokus penelitian penulis adalah Desa Tegowanuh, Kecamatan Kaloran. Desa Tegowanuh mempunyai 3.284 orang
1 5 Kota penghasil tembakau dengan kualitas tembakau di Indonesia adalah Temanggung, Deli,
3
jumlah penduduk berdasarkan data pekerjaan dengan jumlah terbesar adalah petani/pekebun sebesar 286 orang dan buruh tani/perkebunan sebesar 198 orang dengan jumlah 484 orang (Monografi Desa Tegowanuh, 2019). Luas lahan tanah sawah Desa Tegowanuh yaitu 132 Ha (Monografi Desa Tegowanuh, 2019). Sebagian masyarakat Desa Tegowanuh bekerja sebagai petani, salah satunya adalah petani tembakau.
Berdasarkan hasil observasi penulis yang ada di Desa Tegowanuh2, maka di
Desa ini terdapat dua model petani; pertama petani individu yang mengolah lahan sendiri dan kedua yaitu petani yang tergabung dalam kelompok tani. Petani individu ini adalah petani yang bekerja tanpa bantuan dari orang lain. Petani ini mempunyai lahan sendiri untuk menanam tembakaunya. Petani ini mendapatkan bibitnya dengan membeli dengan cara tersendiri. Cara untuk memperoleh bibit tersebut, petani membeli di tempat yang sudah menjadi langganannya atau bertanya kepada orang yang sudah pernah membeli tembakau di tempat lain dengan kualitasnya terbaik. Petani individu ini dari masa tanam hingga panen mengolah sendiri tanpa bantuan dari orang lain, karena dengan demikian menurut mereka lebih untung dengan modal yang mereka punya. Hasil dari penjualan tersebut, petani akan menjual tembakau kering kepada pengepul dengan cara pengepul tersebut mendatangi langsung kepada petani.
Petani tembakau di Desa Tegowanuh memiliki 6 kelompok tani3,
masing-masing kelompok terdiri dari 50 anggota. Kelompok tani ini berada di bawah naungan dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Temanggung. Kelompok tani ini mempunyai sebuah nama dan sebagai pelindung agar mendapatkan bibit dari Dinas dengan mudah. Ketika Dinas memberikan penyuluhan atau sosialisasi maka kelompok tani ini akan berkumpul untuk mendengarkannya. Petani disini ada yang mempunyai lahan sendiri atau mendapat
2 Desa Tegowanuh adalah tempat tinggal dari penulis.
3 Nama-nama kelompok tani di Desa Tegowanuh,yaitu: Sido Dadi, Margo Santoso, Ngudi Barokah,
Margo momong, Bina Tani, dan Ngudi Karyo. Ada juga Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Desa Tegowanuh yaitu Sumber Rezeki.
4
dari Desa. Pengolahan tembakau ini mereka kerjakan sendiri-sendiri hingga masa panen, jika tembakaunya kurang baik maka mereka akan mencari bibit sendiri kepada langganannya. Hasil tembakau yang mereka panen nantinya akan dijual kepada pembeli. Petani disini tidak menjual dengan promosi ke orang lain, tetapi mereka didatangi oleh pembeli secara tiba-tiba tanpa mengenal sebelumnya. Tembakau ini dijual masing-masing oleh petani dan tidak dijadikan satu ke kelompok tani untuk dijual bersama-sama.
Kondisi semacam itu tidak dengan sendirinya muncul akan tetapi dalam banyak hal harus dengan sengaja ditumbuhkan melalui dinamika kelompok tani. Menurut Jetkins (1961), dinamika kelompok diartikan sebagai gerak atau kekuatan yang terdapat di dalam kelompok, yang menentukan atau berpengaruh terhadap perilaku kelompok dan anggotanya dalam mencapai tujuan. Lebih lanjut menurut Bradford et al (1964) bahwa melalui dinamika kelompok seseorang akan dapat diubah atau berubah konsepsi dan perilakunya, karena adanya interaksi diantara sesama anggotanya. Untuk itu menjadi suatu keharusan bahwa kelompok tani yang ada harus memiliki gerak atau kekuatan yang dapat menentukan dan mempengaruhi perilaku kelompok dan anggota-anggotanya dalam mencapai tujuan-tujuan secara efektif. Oleh sebab itu perlu dilakukan kegiatan penelitian untuk mengkaji relasi sosial kelompok tani dalam berusaha tani.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini, yaitu : Bagaimana peran kelompok tani tembakau dalam membangun relasi antar anggota kelompok tani di Desa Tegowanuh, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung?
1.3 Tujuan Penelitian
Menggambarkan peran kelompok tani tembakau dalam membangun relasi antar anggota kelompok tani di Desa Tegowanuh, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung.
5 1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat teoritik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan sosiologi khususnya sosiologi pedesaan dan dapat memperkaya teori sosiologi kritis yaitu teori Relasi Sosial.
1.4.2. Manfaat praktis
Dapat memberikan pengetahuan tentang bagaimana kehidupan manusia khususnya prasasti ekonomi harus melalui relasi-relasi sosial supaya terjadi keharmonisan.
1.5 Definisi Konsep 1.5.1. Relasi sosial
Menurut Coleman (1988), pada tingkatan relasi sosial sumber trust berasal dari norma sosial yang memang telah melekat pada stuktur sosial komunitas (masyarakat/bangsa) yang diikat dengan nilai-nilai budaya.
1.5.2. Kelompok Tani
Mardikanto (1996:435) mengartikan kelompok tani sebagai kumpulan orang-orang tani atau petani yang terdiri atas petani dewasa maupun petani taruna yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama serta berada di lingkungan pengaruh dan pimpinan seorang kontak tani.
1.6 Batasan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka dalam hal ini permasalahan yang dikaji perlu dibatasi. Pembatasan masalah ini bertujuan untuk memfokuskan perhatian pada penelitian dengan memperoleh kesimpulan yang benar dan mendalam pada aspek yang akan diteliti. Batasan masalah yang dibatasi adalah untuk petani tembakau yang ada di Desa Tegowanuh dengan menggunakan teori Relasi Sosial.