• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI KOEFISIEN ABSORPSI SUARA DENGAN METODE RUANG DENGUNG MENGGUNAKAN MATERIAL100% SERAT KELAPA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI KOEFISIEN ABSORPSI SUARA DENGAN METODE RUANG DENGUNG MENGGUNAKAN MATERIAL100% SERAT KELAPA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

UJI KOEFISIEN ABSORPSI SUARA DENGAN METODE RUANG DENGUNG

MENGGUNAKAN MATERIAL100% SERAT KELAPA

Noor Eddy1), Mochamad Alfi Syahri2), Henry Prasetyo2), Imam Rustandi Eko Nugroho2), Achmad Suwandi, ST3)

1) Dosen Jurusan Teknik Mesin, FTI-USAKTI 2) Alumni Jurusan Teknik Mesin, FTI-USAKTI

3) Laboratorium Puslit KIM-LIPI E-mail: nooreddy.mt@gmail.com

Abstrak

Semakin majunya teknologi, sebagian besar peralatan menghasilkan suara-suara yang tidak diinginkan sehingga menimbulkan kebisingan.Untuk mengatasi hal tersebut perlu dikembangkan berbagai jenis bahan penyerap suara.Bahan yang biasa dipakai adalah glasswool maupun rockwool, namun harganya relatif mahal. Alternatif lain yang dapat digunakan adalah serat kelapa, serat kelapa ini diharapkan mampu digunakan sebagai penyerap suara. Penelitian ini akan membahas mengenai proses pembuatan spesimen berbahan dasar serat kelapa serta menguji nilai koefisien absorpsinya. Serat kelapa ini diuji koefisien absorpsinya pada Frekuensi yang telah diatur oleh ISO 354. Hasil pengujian yang didapat yaitu, Koefisien absorpsi terendah dicapai pada frekuensi 100 Hz dengan nilai 0,26, dan tertinggi pada frekuensi 3150 Hz dengan nilai 0,98. Ini berarti serat kelapa telah memenuhi kriteria ISO 11654 untuk bisa dipakai sebagai penyerap suara.

Kata kunci: serat kelapa, koefisien absorpsi, metode ruang dengung Pendahuluan

Kemajuan teknologi termasuk diantaranya, perkembangan peralatan yang di gunakan manusia semakin meningkat.Baik peralatan tersebut berupa sarana informasi, komunikasi, produksi, tansportasi maupun hiburan.Sebagian besar peralatan tersebut menghasilkan suara-suara yang tidak diinginkan sehingga menimbulkan kebisingan. Untuk mengatasi hal tersebut perlu di kembangkan berbagai jenis bahan penyerap suara.. Jenis bahan penyerap suara yang sudah ada yaitu bahan berpori, resonator dan panel (Lee, 2003). Dari ketiga jenis bahan tersebut, bahan berporilah yang sering digunakan.Khususnya untuk mengurangi kebisingan pada ruang-ruang yang sempit seperti perumahan dan perkantoran.Hal ini karena bahan berpori retaif lebih murah dan ringan dibanding jenis penyerap lain (Lee, 2003).Material yang telah lama digunakan pada penyerap suara jenis ini adalah glasswool dan rockwool.Namun karena harganya yang mahal, berbagai bahan penganti material tersebut mulai dicari penggantinya.Diantaranya adalah berbagai macam gabus maupun bahan berkomposisi serat.Kualitas dari bahan penyerap suara ditunjukkan dengan harga α (koefisien penyerapan bahan terhadap bunyi), semakin besar α maka semakin baik digunakan sebagai penyerap suara.Nilai berkisar dari 0 sampai 1.Jika α bernilai 0, artinya tidak ada bunyi yang diserap.Sedangkan jika α bernilai 1, artinya 100% bunyi yang datang diserap oleh bahan.Koizumi (2002) telah mengembangkan bahan penyerap suara dari serat bambu yang mutunya bisa sebagus glasswool.Youneung Lee (2003) telah mengembangkan penyerap suara dari serat polyester daur ulang.Dan Seung Yang (2003) telah melakukan penelitian tentang penggunaan jerami untuk campuran bahan bangunan yang bisa meningkatkan penyerapan bunyi.Jika ditilik lebih mendalam benda-benda di sekeliling kita yang tampak kurang berguna, tetapi dapat dimanfaatkan sebagai penyerap suara, yaitu sabut kelapa.Sabut kelapa mempunyai struktur yang serupa dengan penyerap yang telah ada. Di sisi lain, kelapa dihasilkan Indonesia dalam jumlah besar. Sebagai negara kepulauan dan berada di daerah tropis dan kondisi agroklimat yang mendukung, Indonesia merupakan negara penghasil kelapa yang utama di dunia. Pada tahun 2009, luas areal tanaman kelapa di Indonesia mencapai 3,81 juta Ha, dengan total produksi diperkirakan sebanyak 14 milyar butir kelapa, yang sebagian besar (98 persen) merupakan perkebunan rakyat (http://www.deptan.go.id/pusdatin/admin/PUB/Outlook

(2)

/outlookkomoditasbunpdf,hal.50). Kelapa mempunyai nilai dan peran yang penting baik ditinjau dari aspek ekonomi maupun sosial budaya.

Sabut kelapa merupakan hasil samping, dan merupakan bagian yang terbesar dari buah kelapa, yaitu sekitar 35 persen dari bobot buah kelapa (Ristek.go.id, 2004). Dengan demikian, apabila pada tahun 2012, hasil produksi kelapa di proyeksikan sebesar 3,39 juta ton kelapa, maka berarti terdapat sekitar 1,19 juta ton sabut kelapa yang dihasilkan(http://www.deptan.go.id/pusdatin/admin/PUB/Outlook/outlookkomoditasbunpdf, hal.48). Potensi produksi sabut kelapa yang sedemikian besar belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk kegiatan produktif yang dapat meningkatkan nilai tambahnya.

Serat sabut kelapa bagi negara-negara tetangga penghasil kelapa sudah merupakan komoditi ekspor yang memasok kebutuhan dunia yang berkisar 75,7 ribu ton

pada tahun 1990 (http://www.

deptan.go.id/pusdatin/admin/PUB/Outlook/outlookkomoditasbunpdf,hal.66). Meskipun Indonesia saat ini menjadi tempat bagi lahan kelapa terbesar di dunia dengan 3,7 juta hektar lahan kelapa, produksi tahunannya masih di bawah negara-negara seperti India, Sri Langka dan Filipina. Kecenderungan kebutuhan dunia terhadap serat kelapa yang meningkat dan perkembangan jumlah dan keragaman industri di Indonesia yang berpotensi dalam menggunakan serat sabut kelapa sebagai bahan baku / bahan pembantu, merupakan potensi yang besar bagi pengembangan industri pengolahan serat sabut kelapa.

Serat sabut kelapa, atau dalam perdagangan dunia dikenal sebagai Coco Fiber, Coir fiber, coir yarn, coir mats, dan rugs, merupakan produk hasil pengolahan sabut kelapa. Secara tradisional serat sabut kelapa hanya dimanfaatkan untuk bahan pembuat sapu, keset, tali dan alat-alat rumah tangga lain. Perkembangan teknologi, sifat fisika-kimia serat, dan kesadaran konsumen untuk kembali ke bahan alami, membuat serat sabut kelapa tidak hanya dimanfaatkan sebagai sapu, keset, dan lain – lain.

Tidak ada kata lain untuk menggantikan glasswool dan rockwool sebagai bahan penyerap suara yang begitu mahal dengan sabut kelapa yang amat melimpah di sekitar kita, yang belum dimanfaatkan sepenuhnya. Untuk itu, perlu dicoba untuk melakukan penelitian mengenai koefisien serap suara menggunakan bahan dasar serabut kelapa. Metodologi

Pembuatan Sampel

Bahan absorbsi berbahan dasar sabut kelapa dibuat dengan langkah –langkah sebagai berikut:

1. Pembuatan serat kelapa 2. Pembuatan tali

3. Pembuatan spesimen 1. Pembuatan Serat Kelapa

 Sabut kelapa dikumpulkan

 Sabut kelapa diurai menggunakan mesin pengurai

 Sabut kelapa disaring untuk memisahkan antara serat kelapa (coco fiber) dengan gabus kelapa (coco peat)

 Serat kelapa yang sudah terpisah dengan gabusnya kemudian dijemur hingga kering

2. Pembuatan Tali

 Ikatkan serat kelapa pada pengait alat pemintal

 Putarkan spindel searah jarum jam sambil mengumpankan serat kelapa.

 Tali yang sudah jadi dikaitkan ke pengait kedua untuk mendapatkan tali yang kuat, kemudian spindel diputar

(3)

Gambar 1. Hasil pemintalan 3. Pembuatan Spesimen

 Buat pola untuk langkah penganyaman

 Sisipkan sabut kelapa kedalam pola penganyaman secara bersilangan.  Lakukan sampai ukuran yang di inginkan yaitu (1 x 0,5) m2

 Potong pola anyaman sehingga mendapatkan hasil

Gambar 2. Hasil penganyaman Pemilihan pola

Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pola anyaman yaitu: 1. Desain Pola anyaman

2. Desain Pemasangan Tali Dan Serat Kelapa 1. Desain Pola Anyaman

Sebelum melakukan langkah penganyaman, terlebih dahulu membuat desain yang cocok agar dapat direncanakan berapa ukuran yang akan dicapai dan bobot yang akan dihasilkan. Pada gambar 3 merupakan sebuah desain yang dibuat untuk menghasilkan spesimen yang di inginkan.

(4)

2. Desain Pemasangan Tali dan Serat Kelapa

Sebelum disisipkan serat kelapa, dapat dilihat pada gambar 4 desain pemasangan tali.Tali dikaitkan pada paku yang telah dipasang pada bagian atas maupun bawah bingkai pola anyaman.

Gambar 4. Desain Pemasangan Tali Sebelum Disisipkan Serat Kelapa

Pada gambar 4 terlihat bahwa jarak tali yang dipasang antar paku memiliki jarak yang cukup jauh, hal ini akan menyebabkan hasil penganyaman yang kurang baik (disatu sisi rapat dan disisi lain renggang). Untuk itu pemasangan tali jangan terlalu kuat, ini dimaksudkan agar ketika disisipkan spesimen, tali dapat bergerak kekanan dan akan menempati posisi tepat ditengah antara paku yang satu dengan yang lainnya seperti terlihat pada gambar 5. Pada gambar 5, tali pada posisi awal (a) akan bergerak ke posisi akhir (b) seiring disipkannya serat kelapa dan juga direncanakan jarak antar tali pada bagian atas yaitu sebesar 35 mm.

(5)

3. Dimensi dan Bentuk Sampel

Gambar 6. Dimensi Spesimen yang Akan Dibuat 4. Massa Jenis Sampel Uji

Untuk memudahkan dalam langkah pembanding dengan spesimen lain, perlu kiranya membuat spesimen dengan massa jenis yang mendekati sama dengan material pembanding. Massa jenis material pembanding yaitu 52 kg/m3, dengan demikian maka spesimen ini dirancang mendekati massa jenis 52 kg/m3.

5. Massa Sampel Uji

Massa sampel uji dapat diketahui dengan mengacu pada massa jenis yang akan dicapai yaitu 52 kg/m3, dengan perhitungan:

Massa = massa jenis x volume

= 52 kg/m3 x ( 1 x 0,5 x 0,07) m3 = 1,82 kg

Dengan demikian berarti satu spesimen yang dibuat memiliki bobot seberat 1,82 kg 6. Komposisi Spesimen

Perhitungan:

Berdasarkan gambar 5, diketahui:

- Jumlah sisipan perbaris: 18 sisipan - Jumlah sisipan per kolom: 14 sisipan

- Total sisipan keseluruhan: 18 x 14 = 252 sisipan Massa spesimen : 1,82 kg Maka: gram 7,2 252 1820 n keseluruha sisipan jumlah spesimen massa sisipan per kelapa serat massa   

Pengujian koefisien penyerapan

Pengujian ini menggunakan metode ruang gema termasuk dalam pengukuran menggunakan metode tak langsung mengacu pada ISO 354 dan ISO 11650.

Alat yang digunakan:

 Omni directional Loudspeaker, B&K  ½” Condenser Microphones (B&K 4191)  Pre Amplifiers (B&K 2669)

 Sound Level Calibrator (B&K 4230)  Sound Power Source (Pink Noise)

(6)

 FFT Analyzer, B&K 2144  Power Amplifier, B&K

Prosedur pengujian

Adapun prosedur pengujian bahan absorpsi dilakukan dengan urutan langkah sebagai berikut:

 Sistem pengukuran disesuaikan untuk membaca keterangan-keterangan tingkat tekanan bunyi dengan menggunakan kalibrator tingkat bunyi jenis B&K 4230.  Sumber-sumber kekuatan bunyi yang dihasilkan broadband-spectrum ke dalam

4230 omni-directional speaker tipe Nortonic 213 di ruangan dengung.

 Waktu dengung dari ruang dengung diukur dengan 6 posisi mikropon yang berbeda.

 Masa dengung diukur dalam 2 kondisi seperti dalam kondisi ruangan kosong (tidak ada contoh tes di dalam ruangan dengung) dan waktu g dengung dari ruangan tersebut setelah contoh tes diperkenalkan.

 Pengukuran dilakukan pada frekuensi-frekuensi pusat berikut dalam satuan Hertz, dari seri-seri band oktaf ketiga berikut: 100, 125, 160, 200, 250, 315, 400, 500, 630, 800, 1000, 1250, 1600, 2000, 2500, 3150, 4000, 5000 Hz.

Rangkaian set up alat uji.

Gambar 7. Rangkaian set up alat uji Hasil

Pengujian dilaksanakan berdasarkan ISO 354, didalam ISO 354 terdapat 18 Frekuensi yang akan didapatkan waktu dengung tiap frekuensinya. Pengambilan data spesimen berjumlah 12 kali dengan 6 titik pengambilan, masing – masing titik dua kali pengambilan data.Berikut adalah hasil pengujian keseluruhan waktu dengung ruang kosong, waktu dengung ruang berspesimen, dan nilai koefisien absorpsi dengan bantuan software Microsoft Excel.

(7)

Waktu Dengung Ruang Kosong

Gambar 8.Grafik Waktu Dengung Ruang Kosong

Tabel 1 nilai koefisien absorpsi

0 2 4 6 8 10 12 14 16 10 0 16 0 25 0 40 0 63 0 10 0 0 16 0 0 25 0 0 40 0 0 w a k tu d e n g u n g ( s ) frekuensi (Hz)

Waktu Dengung Ruang Kosong

Frekuensi ( Hz ) Koefisien Absorpsi ( α ) 100 0,26 125 0,32 160 0,39 200 0,36 250 0,46 315 0,55 400 0,67 500 0,69 630 0,68 800 0,72 1000 0,76 1250 0,70 1600 0,83 2000 0,84 2500 0,87 3150 0,98 4000 0,95 5000 0,88

(8)

Waktu Dengung Ruang Berspesimen

Gambar 9. Grafik waktu dengung ruang berspesimen

Nilai Koefisien Absorpsi Suara

Setelah didapatkan waktu dengung ruang kosong dan waktu dengung ruang berspesimen, dapatlah dihitung nilai koefisien absorpsinya berdasarkan rumus dibawah ini.

Berikut akan dilakukan perhitungan pada frekuensi 100 Hz dan selanjutnya menggunakan Software Microsoft Excel untuk mendapatkan nilai koefisien absorpsi keseluruhannya yang dapat dilihat pada gambar10.

.

0,26

15,66

1

7

1

10,8

x

346,9

221,45

x

55,3

T

1

T

1

S

c

V

55,3

α

1 2





Gambar 10. Grafik Koefisien Absorpsi Serat Kelapa 7 cm Pembahasan

Nilai α minimum bahan untuk dapat dikatagorikan sebagai penyerap suara menurut ISO 11654 adalah 0.15. Nilai koefisien penyerapan dari sampel yang dibuat (gambar 10 dan tabel 1 ) menunjukkan harga yang memenuhi syarat menurut ISO 11654 untuk mengklasifikasikan sampel tersebut sebagai penyerap suara.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 10 0 16 0 25 0 40 0 63 0 1 0 0 0 1 6 0 0 2 5 0 0 4 0 0 0 w ak tu d e n gu n g (s ) frekuensi (Hz)

Waktu Dengung Ruang Berspesimen

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1 0 0 1 6 0 2 5 0 4 0 0 6 3 0 1 0 00 1 6 00 2 5 00 4 0 00 K o e fi s ie n A b s o rp s i Frekuensi (hz)

Koefisien Absorpsi Serat Kelapa

dengan Ketebalan 7 Cm

(9)

Hasil penelitian ini belum dapat dikatakan baik jika belum dibandingkan dengan material lain yang sudah banyak beredar dipasaran, perbandingan ini dilakukan pada bahan yang memiliki tingkat ketebalan mendekati sama, dalam hal ini yaitu fiberglass blanket. Berikut akan dibandingkan hasil penelitian dengan fiberglass blanket.

Fiberglass blanketdisebut juga Glass-Reinforced Plastic (GRP) atau Glass-Fiber Reinforced Plastic (GFRP) adalah serat polimer yang terbuat dari matriks plastik yang diperkuat oleh serat halus dari kaca. Ia juga dikenal sebagai GFK (untukJerman:Glasfaserverstärkter Kunststoff).

Gambar 11. Fiberglass Blanket Bahan ini memiliki kerapatan 52 kg/m3 dengan ketebalan 7,5 cm

Gambar 12.Grafik Perbandingan Koefisien Penyerapan Serat Kelapa Dengan Fiberglass Blanket.

Koefisien penyerapan serat kelapa (gambar10 dan gambar 11) tidak kalah bila dibandingkan dengan fiberglassBlanket (7,5 cm). Meskipun pada frekuensi di bawah 2000 Hz koefisien penyerapan serat kelapa lebih kecil, namun untuk frekuensi diatas 2000 Hz koefisien penyerapan serat kelapa terus meningkat hampir mencapai nilai 1. Koefisien penyerapan Fiberglass Blanket juga hampir mencapai nilai 1, hanya saja pada frekuensi dibawah 2000 Hz dan diatas itu koefisiennya semakin menurun. Disamping itu fiberglass blanket juga lebih tebal 0,5 mm.

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1 2 5 2 5 0 5 0 0 1 0 0 0 2 0 0 0 4 0 0 0 ko ef is ie n a b so rp si frekuensi (Hz)

Perbandingan Koefisien Penyerapan Sabut Kelapa dengan Selimut

Fiberglas

fiberglass blanket 7,5 cm sabut kelapa 7 cm

(10)

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama ini, dapat disimpulkan bahwa:  Sampel penyerap yang dibuat sudah memenuhi kriteria ISO 11654 untuk bisa

dipakai sebagai penyerap suara dengan nilai αpaling kecil 0,26 pada frekuensi 100 Hz dan paling besar yaitu 0,98 pada frekuensi 3150 Hz.

 Koefisien absorpsi yang dibuat mampu mengalahkan koefisien absorpsi selimut fiberglass yang lebih tebal 0,5 mm pada frekuensi 2000 Hz keatas.

 Tanpa perekat sintetis dan hanya menggunkan keterampilan anyam (100% serat kelapa), serat kelapa mampu meredam suara dengan baik.

 Material yang dibuat sangatlah ramah lingkungan, jika sudah usang dan tidak terpakai dapat digunakan sebagai media tanam.

Daftar Pustaka

Anonim. 2010. Tinjauan Pustaka.www.scribd.com/junijingga/d/39031576-Bab-2. Di akses pada tanggal 19 juni 2012, jam 12:58:52

Baheramsyah, Alam dan Adib Setyawan. 2010. Studi Pemanfaatan Pencampuran Jerami Dan Sabut

Kelapa Sebagai Bahan Dasar Sekat Absorpsi Bunyi Antar Ruangan Di Kapal.

http://digilib.its.ac.id/ITS-Undergraduate. Di unduh pada tanggal 10 April 2012, jam 13:34:48

Khuriati, Ainie dkk. 2006. Disain Peredam Suara Berbahan Dasar Sabut Kelapa dan Pengukuran

Koefisien Penyerapan Bunyinya. Berkala Fisika Vol.9, No.1. Hal 15-25. http://eprint.undip.ac.id. Di unduh pada tanggal 1 juni 2012, jam 1:17:45

Koizumi, T., N. Tsujiuchi, A. Adachi. 2002. The development of sound absorbing. Materials Using Natural Bamboo Fibers (Jurnal UniversitasDoshisha).Jepang.WITPress. http://library.witpress.com/pdfs/abstra cts/HPS02/HPS02016AU.pdf. Di akses pada tanggal 29 Juli 2012, jam 15:26.

Lee, Y and Changwhan Joo. 2003. Sound Absorption Properties of Recycled Polyester Fibrous Assembly Absorbers (AUTEX Research Journal, Vol. 3, No2, June 2003).

www.autexrj.org/No2-2003/0047.pdf. Di akses pada tanggal 29 juli 2012, jam 15:16. Pusat data dan Informasi Pertanian. 2010. Outlook Komoditas Pertanian Perkebunan. http://www.deptan.go.id/pusdatin/admin/PUB/Outlook/ outlook komoditas_bun.pdf. Di unduh pada tanggal 29 juli 2012, jam 16:47

Noor Eddy 2010. Mengukur Koefisien Absorpsi Suara Pada Bahan Serat Kelapa dengan Pemodelan Kotak.Prosiding Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI 6) 2010. ISBN 978.602.98109.05 Jakarta 11 Oktober 2010

Noor Eddy 2011. Analisis Uji Tekan Pada Spesimen Serat Kelapa Sawit. Prosiding Seminar

Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) X, badan Kerjasama Teknik Mesin se Indonesia (BKS-TM) Universitas Brawijaya Malang, 1 – 3 November 2011

(11)

Noor Eddy, Pengolahan Serat Kelapa Untuk Material Akustik. Prosiding Seminar Nasional Mesin Dan Industri (Snmi7) 2012 Universitas Tarumanagara. ISBN 978.602.98109.1-2

Noor Eddy, Pemanfaatan Sabut Kelapa Untuk Bahan Penyerap Suara Berdasarkan ISO 354 Dan ISO 11654 Prosiding Seminar Inovasi Teknologi dan Rekayasa Industri 2013

Gambar

Gambar 1. Hasil pemintalan  3. Pembuatan Spesimen
Gambar 5. Desain Pemasangan Tali
Gambar 6. Dimensi Spesimen yang Akan Dibuat  4. Massa Jenis Sampel Uji
Gambar 7. Rangkaian set up alat uji  Hasil
+4

Referensi

Dokumen terkait

Neddeinriep (2009) juga menulis makalah yang telah diterbitkan dalam jurnal internasional. Judul makalah itu adalah “Classwide Peer Tutoring: Two Experiments Investigating

 perlu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris  contoh pemuatan kata yang tidak penting:.. “Pengalaman dari Praktik Sehari-hari …” atau, “Beberapa Faktor yang

Penelitian yang telah dilakukan Anggraeni (2006) menunjukkan bahwa tidak adanya pengaruh variabel yang digunakan seperti profitabilitas, leverage dan ukuran perusahaan

banyak pada perawat yang termotivasi untuk melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan karena motif intrinsik, yakni dorongan yang terdapat dari dalam dirinya

Selain tempat tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), Bupati dapat menetapkan tempat lainnya bagi Penjualan Langsung untuk diminum dan Pengecer untuk

daftar tilik adl suatu instrumen yang digunakan untuk mengukur sampai seberapa jauh pelayanan sesuai atau tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan..  Berisi daftar

Dari uji validitas yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa setiap butir pertanyaan pada instrumen perilaku menyimpang dalam audit, locus of control, komitmen

Lalu, pada pengukuran arus dan tegangan di sebuah transformator, pengukuran dapat terlaksana dengan menggunakan langkah kerja yang tepat dan alat yang