• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penulis Injil Yohanes memulai dan menutup pelayanan Yesus di muka umum (Yoh. 2-12) dengan kisah mengenai seorang perempuan: dimulai dengan kisah ibu Yesus dan diakhiri dengan kisah Maria dari Betania. Kisahnya dalam Injil Yohanes tidak hanya dimunculkan dalam kisah pelayanan Yesus di muka umum saja, tetapi sampai saat penderitaan dan kematian Yesus (Yoh.19:25-27) bahkan sampai dengan kebangkitan-Nya (Yoh.20:1-2, 11-18). Injil Yohanes memang merupakan Injil yang cukup unik dalam memberikan tempat bagi para perempuan sehubungan dengan kisah pelayanan Yesus. Hal ini bisa dilihat dari cara penulis Injil Yohanes menampilkan/memunculkan perempuan dalam Injilnya.

Pada awal pelayanan Yesus di Kana, penulis Injil Yohanes memunculkan seorang perempuan yaitu ibu Yesus. Yang menarik di sini adalah bahwa ibu Yesus tidak hanya diberitakan ada di Kana dan berdiam diri saja. Pada kisah ini, ibu Yesus diberitakan memegang peranan penting dalam kaitannya dengan “tanda” pertama yang dilakukan Yesus (2:11). Peranan pentingnya tersebut terwujud dalam percakapan/dialog antara ibu Yesus dengan Yesus maupun dengan para pelayan yang melayani pada perkawinan di Kana. Dalam kisah ini (Yoh.2:1-12), ditunjukkan betapa ibu Yesus cepat tanggap dengan kondisi yang sedang terjadi pada saat itu dan cepat berinisiatif dengan berkata kepada Yesus: “Mereka kehabisan anggur” (2:3) dan kepada para pelayan: “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu” (2:5). Ada bagian yang menarik dalam dialog antara Yesus dengan ibu-Nya, yaitu tanggapan Yesus terhadap perkataan ibu-Nya itu; “Mau apakah engkau dari pada-Ku, perempuan? Saat-Ku belum tiba.” (ayat 4). Tanggapan Yesus ini terkesan kasar dalam benak kita, karena penulis Injil Yohanes menggunakan kata “perempuan” sebagai kata ganti sapaan untuk ibuNya. Tentunya penulis Injil Yohanes mempunyai maksud tertentu dengan menggunakan kata “perempuan” itu, terutama jika dikaitkan dengan kata “saat” yang digunakan secara bersamaan dalam pernyataan Yesus itu. Selanjutnya, kedua kata itu yakni “perempuan” dan “saat”, juga digunakan secara bersamaan pada pasal 4:21, 16:21, dan 19:27.

(2)

Dalam Injil Yohanes, kata “saat” merupakan kata yang sering digunakan dan merupakan salah satu tema penting yang diangkat oleh penulis Injil Yohanes. Kata “saat” itu sendiri dalam bahasa Yunaninya (w[ra) mempunyai bentuk feminin. Oleh karena itu, ketika kata “perempuan” dan “saat” digunakan secara bersamaan, tentunya mengandung makna tertentu. Yang menarik di sini yaitu ketika kedua kata tersebut digunakan secara bersamaan, dua kali dikaitkan dengan keberadaan ibu Yesus. Dalam Injil Yohanes, ibu Yesus hanya muncul dalam pasal 2:1-11 dan 19:25-27, yaitu ketika Yesus melakukan tanda yang pertama dan ketika Yesus disalibkan. Pertanyaannya sekarang, apa maksud penulis Injil Yohanes memunculkan kisah ibu Yesus, dengan menggunakan kata “perempuan” dan “saat” secara bersamaan, pada awal pelayanan Yesus dan pada saat kematian Yesus?

Pada bagian lain, penulis Injil Yohanes memunculkan adegan percakapan Yesus dengan seorang perempuan, yang adalah orang Samaria (pasal 4). Seperti dalam pasal 2, perempuan dalam pasal 4 ini ditampilkan dalam sebuah dialog dengan Yesus. Bedanya adalah bahwa pada pasal 4 ini dialognya lebih panjang dan menggunakan alegori tentang air. Sama seperti ibu Yesus, perempuan ini pun tidak tinggal diam saja, tetapi melakukan tindakan aktif yaitu dengan memberitakan tentang Kristus kepada orang-orang yang berada di Samaria.

Selanjutnya pada pasal 11, ditampilkan kisah dua orang perempuan yaitu Maria dan Marta dari Betania. Dalam kisah ini, perempuan juga ditampilkan dalam sebuah dialog dengan Yesus. Yang cukup menarik di sini adalah adanya pengakuan Kristologis dari seorang perempuan, yaitu Marta, “Ya, Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia.” (ay.27). Pengakuan Marta ini dapat disejajarkan dengan pengakuan Petrus pada pasal 6:68-69.

Pada pasal 12, kisah tentang Maria dan Marta dari Betania itu dimunculkan kembali. Namun pada perikop ini, Maria-lah yang mengambil peran aktif. Dalam perikop ini dikisahkan bahwa Maria meminyaki kaki Yesus dengan minyak narwastu yang mahal harganya (ay.3). Tindakan Maria ini bertentangan dengan tindakan/reaksi Yudas Iskaryot yang bersikap sinis terhadap apa yang telah dilakukan oleh Maria tersebut. Yang menarik adalah bahwa Yesus membiarkan Maria melakukan itu semua dan dalam perikop paralelnya (Mat.26:6-13 dan Mark.14:3-9), justru tindakan Maria itu dikatakan akan selalu diingat terus. Tindakan Maria dari Betania tersebut juga dilakukan Yesus pada pasal 13 ketika Yesus membasuh kaki para murid-Nya.

(3)

Kemudian pada pasal 19, ditampilkan empat orang perempuan yang berada dekat dengan Yesus yang disalibkan, yaitu ibu Yesus, saudara perempuan ibu Yesus, Maria isteri Klopas, dan Maria Magdalena (ay.25). Jika dibandingkan dengan paralelnya dalam Injil-Injil Sinoptik (Matius, Markus, dan Lukas), cara penulis Injil Yohanes menampilkan peran perempuan dalam kisah ini nampak berbeda. Dalam Injil Yohanes diceritakan bahwa para perempuan itu berada dekat dengan Yesus yang disalibkan, sedangkan dalam Injil-Injil Sinoptik diceritakan bahwa para perempuan itu melihat dari jauh (Mat.27:55-56; Mark.15:40-41; Luk.23:49). Injil Yohanes menampilkan adanya percakapan Yesus dengan ibu Yesus (yang mempunyai makna tertentu), sedangkan Injil-Injil Sinoptik tidak menampilkan percakapan itu.

Pada pasal 20:1-18, ditampilkan Maria Magdalena sebagai orang pertama yang datang ke kubur Yesus. Maria-lah yang kemudian memberitakan kepada para murid Yesus yang lainnya bahwa kubur Yesus telah kosong. Ia juga yang pertama kali menyaksikan/bertemu dengan Yesus yang telah bangkit dari antara orang mati. Kemudian ia memberitakan kabar tentang kebangkitan Yesus itu kepada para murid yang lainnya. Dalam kisah ini, penulis Injil Yohanes kembali menampilkan seorang perempuan secara khusus dan mengemas cerita itu di dalam sebuah dialog.

Dari pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa penulis Injil Yohanes ingin memberikan kesan yang kuat dan mendalam, kepada para pembacanya, mengenai peran para perempuan dalam pelayanan Yesus dari awal sampai dengan kematian dan kebangkitan-Nya. Penulis Injil Yohanes memberikan tempat yang penting bagi para perempuan dan memberikan kesan positif terhadap mereka, yang hidup di tengah-tengah budaya Yahudi yang bersifat patriarkhal (male-domination), androsentris (male-centered), dan sexist (diskriminasi dan penindasan terhadap perempuan)1. Pola sastra yang digunakan dalam Injil Yohanes juga memberikan kesan tersendiri terhadap para pembacanya.2 Kalau kita perhatikan, ketika penulis Injil Yohanes menampilkan perempuan dalam Injilnya, ia selalu mengemas ceritanya itu di dalam sebuah dialog yang melibatkan Yesus dan perempuan itu. Tampaknya, pola sastra seperti ini merupakan kekhasan Injil Yohanes dalam menampilkan peran para perempuan mulai dari awal kisah pelayanan Yesus sampai dengan kebangkitan-Nya. Oleh

1

Sandra M. Schneiders, The Revelatory Text: Interpreting The New Testament as Sacred Scripture (New York: HarperCollins Publishers, 1991), hal.181

2

(4)

karena itu, cukup menarik untuk mencari tahu apa pesan yang ingin disampaikan penulis Injil Yohanes mengenai peran perempuan dalam Injilnya?

B. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diketahui bahwa penulis Injil Yohanes memberikan tempat yang istimewa bagi para perempuan dalam Injilnya. Namun dari beberapa perempuan yang diceritakan dalam Injil Yohanes, pada skripsi ini, penyusun hanya akan membahas kisah tentang ibu Yesus dan Maria Magdalena. Penyusun memilih kedua kisah tersebut karena mereka mempunyai peran yang dominan dalam dua peristiwa penting, yaitu pada saat kematian (19:25-27) dan kebangkitan Yesus (20:1-2, 11-18).

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan kedua kisah tersebut (19:25-27 dan 20:1-2, 11-18), maka ada beberapa hal yang patut untuk diperhatikan, yaitu:

1. Mengapa Ibu Yesus disapa dengan sapaan yang tidak biasa digunakan oleh seorang anak untuk menyapa ibunya, yaitu “perempuan”? Kemudian, apakah kisah di dekat kaki salib Yesus ini ada kaitannya dengan peristiwa di Kana (2:1-11), karena dalam kedua kisah tersebut ibu Yesus sama-sama disapa dengan sapaan “perempuan”? Jika demikian, maka pertanyaannya sekarang adalah teologi seperti apa yang ingin dibangun oleh penulis Injil Yohanes dengan menempatkan kisah tentang ibu Yesus tersebut pada awal dan akhir pelayanan Yesus?

2. Berkaitan dengan sapaan “perempuan” yang ditujukan kepada ibu Yesus, ternyata sapaan itu juga pernah ditujukan kepada perempuan Samaria (4:21) dan Maria Magdalena (20:13 dan 15). Tetapi mengapa pada akhirnya, justru sapaan “perempuan” itu hanya ditujukan kepada Maria Magdalena sebagai saksi pertama kebangkitan Yesus, bukannya ibu Yesus maupun perempuan Samaria? Dengan demikian, apakah penulis Injil Yohanes mempunyai teologi tertentu dengan menempatkan Maria Magdalena secara istimewa, yaitu sebagai saksi pertama kebangkitan Yesus dan orang pertama yang bersaksi tentang kebangkitan Yesus?

3. Dengan demikian, maka apa peran ibu Yesus dalam kisah kematian Yesus dan apa peran Maria Magdalena dalam kisah kebangkitan Yesus? Kemudian bagaimana relevansinya bagi gereja dan para perempuan dalam kehidupan bergereja?

(5)

D. Metode Penafsiran

Untuk mencoba menjawab permasalahan yang diajukan di atas, maka penyusun akan melakukan eksegese terhadap kedua perikop tersebut (Yoh. 19:25-27 dan 20:1-2, 11-18), dengan menggunakan pendekatan dari perspektif feminis3. Namun, karena pendekatan dari perspektif feminis itu sendiri merupakan bagian dari kritik sosial, maka hal-hal yang berkaitan dengan kondisi sosial pada kedua perikop tersebut juga akan diperhatikan dalam proses penafsiran. Dengan menggunakan perspektif feminis ini, maka makna-makna yang tersembunyi di dalam teks khususnya yang berhubungan dengan keberadaan kaum perempuan diharapkan dapat diangkat ke permukaan.

E. Judul

Berdasarkan batasan masalah dan pokok permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka penyusun memberi judul Skripsi ini:

PERAN IBU YESUS DAN MARIA MAGDALENA DALAM KISAH KEMATIAN DAN KEBANGKITAN YESUS

Tafsir dari Perspektif Feminis Terhadap Injil Yohanes pasal 19:25-27 dan pasal 20:1-2, 11-18

F. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan

Pada bab I ini akan diuraikan tentang latar belakang permasalahan, batasan masalah, perumusan masalah, metode penafsiran, judul, dan sistematika penulisan.

Bab II : Pengantar ke dalam penafsiran Injil Yohanes pasal 19:25-27 dan pasal 20:1-2, 11-18 dari perspektif feminis

3

(6)

Bab ini merupakan sebuah pengantar untuk dapat memahami dan memberikan gambaran umum mengenai kondisi sosial (khususnya yang berhubungan dengan kehidupan dan peran perempuan) dalam Injil Yohanes. Oleh karena itu, pada bagian ini akan dibahas tentang waktu dan tempat tujuan penulisan, pola sastra Injil Yohanes, indikasi tentang keberadaan sosial komunitas Yohanes, dan kedudukan khusus para perempuan dalam Injil Yohanes. Pada bagian akhir bab II ini juga akan dibahas tentang penafsiran teks Alkitab dari perspektif feminis sebagai pengantar untuk masuk ke dalam penafsiran terhadap Injil Yohanes pasal 19:25-27 dan pasal 20:1-2, 11-18.

Bab III : Tafsir Injil Yohanes pasal 19:25-27 dan pasal 20:1-2, 11-18

Pada bab III ini, penyusun akan menafsir Injil Yohanes pasal 19:25-27 dan pasal 20:1-2, 11-18 dari perspektif feminis.

Bab IV : Relevansi dan Penutup

Pada bab IV ini, penyusun akan merelevansikan hasil penafsiran Injil Yohanes pasal 19:25-27 dan pasal 20:1-2, 11-18 ke dalam kehidupan bergereja, khususnya di Gereja Kristen Jawa (GKJ). Sebagai penutup, penyusun akan memberikan saran-saran konkret dengan kendala-kendala yang dihadapinya dan bagaimana cara mengatasi kendala-kendala tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Latar Belakang: Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat

Subjek Pajak Bumi dan Bangunan / PBB adalah orang pribadi atau badan yang menikmati, memanfaatkan atau memiliki obyek pajak berupa tanah dan atau bangunan tersebut,

Akan tetapi hak cipta juga dapat didaftarkan, namun tidak menjadi kewajiban bagi pencipta untuk mendaftarkan asil karya ciptaanya (Atsar, 2017). Pendaftaran hak cipta ini

KELOPAK BUNGA ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.) DENGAN BASIS MANITOL (Pengaruh Kadar Pengikat HPMC 2910 3 cps Terhadap Mutu Fisik Tablet)” ini, perkenankanlah saya mengucapkan

Walaupun nilai MFA cenderung memberikan pengaruh terhadap susut longitudinal, MFA JUN yang lebih kecil dibandingkan kayu jati konvensional pada umur yang sama kemungkinan besar

1 M.. Hal ini me nunjukkan adanya peningkatan keaktifan belajar siswa yang signifikan dibandingkan dengan siklus I. Pertukaran keanggotaan kelompok belajar

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah, taufiq, dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata