4.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksakan pada Bulan September sampai Oktober 2011
Penelitian dilakukan pada petani ikan Karamba Jaring Apung (KJA) di perairan
Waduk Cirata, di Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.
4.2. J enis dan Sumber Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data primer yang diperoleh dari hasil wawancara terstruktur dan
pengamatan langsung di lokasi budidaya ikan KJA di Waduk Cirata. Responden
adalah petani ikan. Keberadaan responden yang diamati adalah:
1. Karakteristik petani, seperti umur, tingkat pendidikan, pengalaman usaha.
2. Keadaan usaha, seperti luas lahan usaha, teknik produksi, modal, tingkat input
tetap dan produksi yang dihasilkan serta kendala yang mereka hadapi selama
berproduksi.
3. Persepsi dan perilaku petani ikan dalan budidaya perikanan KJA terkait
dengan upaya menjaga kualitas perairan Waduk Cirata.
Data primer lain diperoleh berdasarkan wawancara terstruktur dengan
responden dari para stakeholder (pemangku kepentingan) yakni instansi
pemerintah Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Barat, Dinas Perikanan
dari 3 (tiga) Kabupaten (Bandung Barat, Cianjur dan Purwakarta), BPWC dan
serta para stakeholder lain seperti produsen pakan ikan, distributor produk
perikanan, dan kelompok tani/koperasi/organisasi petani ikan KJA berkenaan
1. Tingkat kepentingan dan pengaruh para stakeholder terhadap pengelolaan
Waduk Cirata dalam kaitannya dengan budidaya perikanan KJA.
2. Peran masing-masing stakeholder
3. Hubungan antar stakeholder
4. Pelaksanaan aturan yang telah ditetapkan dalam pengelolaan Waduk Cirata
dalam kaitannya dengan budidaya perikanan KJA
a. Hak property right/perijinan
b. Hak dan kewajiban para stakeholder
c. Konflik yang timbul antar stakeholder terkait dengan hak dan kewajiban.
4.3. Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode
purposive sampling atau pemilihan responden dengan sengaja. Lokasi budidaya
perikanan KJA di perairan Waduk Cirata yang ada di Kabupaten Cianjur tersebar
di 3 (tiga) wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Maleber, Ciranjang, dan
Kecamatan Margalaksana. Penetapan Kabupaten Cianjur sebagai lokasi penelitian
didasarkan pada kemudahan akses bagi pengumpulan data. Selain itu keberadaan
populasi petani ikan KJA di perairan Waduk Cirata pada umumnya homogen.
Homogenitas populasi petani ikan KJA di Kabupaten Cianjur, sebagaimana
di Kabupaten Purwakarta dan Bandung Barat (dulu Kabupaten Bandung) ditinjau
dari hal-hal berikut ini:
1) Ukuran petak KJA di perairan Waduk Cirata seragam, yaitu 7m x 7m x 2m.
Setiap unit terdiri dari 4 petak.
3) Pola pemberian pakan ikan yang dilakukan petani secara keseluruhan sama,
yakni 3 kali dalam sehari sesuai dengan kebutuhan atau cuaca.
Homogenitas populasi ini menyebabkan peneliti memutuskan banyaknya
sampel penelitian tidak menggunakan formula Slovin. Besaran sampel ditetapkan
sesuai dengan jumlah petani ikan yang dapat diwawancarai pada saat
pengumpulan data yang berlangsung selama 2 bulan. Panduan wawancara yang
dibuat senantiasa berkembang, dimana hasil wawancara dari satu petani ikan,
digunakan untuk mengeksplore secara lebih jauh ke petani ikan yang lain.
4.4 Metode Analisis
4.4.1 Model Biaya Pengelolaan Tanpa Eksternalitas
Model fungsi biaya adalah biaya produksi budidaya perikanan KJA dengan
kendala jumlah produksi yang dihasilkan dan dikenal sebagai minimisasi biaya.
Untuk menduga biaya total minimum usaha KJA pada satu kali musim tanam,
digunakan fungsi biaya yaitu:
3 2 1 3 2 1 0. * a WWW C ... (4.1) dimana: C* : biaya 1
W : harga benih ikan mas (Rp/m3/tahun)
2
W : harga pakan (Rp/m3)
3
W : harga Tenaga Kerja (Rp) αo : Intersep
αi : Koefisien harga input yang diduga, i = 1, ..3
Model fungsi biaya di atas dapat ditransformasikan ke dalam bentuk
fungsi linier dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut dan diolah dengan
Q W W W Ln LnC 3 1* * 3 2 * 2 1 * 1 * 0 * ln ln ln ...(4.2) dimana:
C* : biaya total produksi petani ikan KJA per tahun (Rp/m3)
a0 : konstanta (intersep)
1
W : harga benih ikan mas (Rp/m3/tahun)
2
W : harga pakan (Rp/m3)
3
W : harga Tenaga Kerja (Rp)
Q : jumlah produksi ikan mas (kg/m3)
ai* : koefisien input yang diduga, i = 1, …, 4 β*
: koefisien produksi yang diduga
Selanjutnya untuk memperoleh informasi besarnya input optimal dari faktor
produksi digunakan Shepard’s Lemma:
i i i i W Q W C Q W Xte ( , ) ) , ( * * ……...……….(4.3) dimana:
C* : biaya total minimum
Wi : faktor harga input ke-i, i=1,2,…,n *
i
Xte : permintaan faktor input untuk model tanpa eksternalitas ke-i, i=1,2,…,n
Q : produksi
4.4.2 Model Biaya Pengelolaan Dengan Eksternalitas
Model eksternalitas yang dibangun dalam penelitian ini terkait dengan
eksternalitas dari perikanan budidaya KJA di Waduk Cirata yang didominasi oleh
meningkatnya jumlah N dan P di badan perairan waduk dan bersumber dari pakan
ikan. Kondisi eksisting waduk yang telah tercemar, merupakan salah satu input
lingkungan terhadap produksi ikan. Oleh sebab itu, faktor ini dipandang sebagai
faktor kunci terhadap penurunan produksi perikanan budidaya KJA selama ini.
1 4 3 2 1 4 3 2 1 0. * a W W W W eu C ... (4.4) dimana:
C* : biaya
1
W : harga benih ikan mas (Rp/m3/tahun)
2
W : harga pakan (Rp/m3)
3
W : harga tenaga kerja (Rp)
4
W : harga recovery (Rp/petak) αo : intersep
αi : koefisien harga input yang diduga, i = 1, ..4
Model fungsi biaya di atas dapat ditransformasikan ke dalam bentuk
fungsi linier dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut dan diolah dengan
regresi berganda. Bentuk fungsi linier dari fungsi di atas adalah sebagai berikut:
Q W W W W Ln LnC* 0*1*ln 1 2*ln 2 3*ln 3 4*ln 4 1* ...(4.5) dimana:
C* : biaya total produksi petani ikan KJA per tahun (Rp/m3)
a0 : konstanta (intersep)
1
W : harga benih ikan mas (Rp/m3/tahun)
2
W : harga pakan (Rp/m3)
3
W : harga tenaga kerja (Rp)
4
W : harga recovery (Rp/petak)
Q : jumlah produksi ikan mas (kg/m3)
ai* : koefisien input yang diduga, i = 1, …, 4 β*
: koefisien produksi yang diduga
Selanjutnya untuk memperoleh informasi besarnya input optimal dari faktor
produksi digunakan Shepard’s Lemma:
i i i i W Q W C Q W Xde ( , ) ) , ( * * ……….(6) dimana:
C* : biaya total minimum
Wi : faktor harga input ke-i, i=1,2,…,4 *
i
Xde : permintaan faktor input untuk model dengan eksternalitas ke-i, i=1,2,…,4
Biaya Recovery Eksternalitas
Biaya recovery atau perbaikan atas eksternalitas ditentukan berdasarkan
hasil kajian analisis yang telah dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP), dimana disebutkan bahwa untuk mengatasi pencemaran yang
akibat lanjutnya akan menghentikan kegiatan ekonomi perikanan di kawasan
perairan Waduk Cirata dengan dilakukan pengerukan sedimentasi. Tanpa
pengerukan, sedimentasi yang ada di perairan Waduk Cirata akan mengalami
pengerasan, dan berakibat pada volume waduk menurun dan secara keseluruhan
akan menurunkan fungsi waduk. Biaya total yang diperlukan untuk pengerukan
mencapai Rp150 Milyar (Indradjaja, komunikasi pribadi, 2011). Minimnya biaya
ini disebabkan adanya kontribusi dari PT Pupuk Kujang yang mendapat
kompensasi memperoleh sedimentasi sebagai bahan baku pupuk organik.
Besaran biaya yang di atas apabila dikonversikan ke skala luasan per meter
persegi hanya sebesar Rp 2.419,35. Dengan demikian diperlukan biaya
pengerukan untuk per petak (luas 49 m2) KJA sebesar Rp 174.798,38. Total biaya
yang diperlukan untuk 43.000 petak (petak KJA yang aktif) adalah sebesar
Rp 7.516.330.645,16.
Eksternalitas yang diukur dalam penelitian ini adalah sedimentasi yang
dihasilkan budidaya KJA selama kurun waktu operasional Waduk Cirata sampai
penelitian ini berlangsung. Telah disebut sebelumnya bahwa eksternalitas
budidaya KJA adalah timbulnya sedimentasi di perairan melalui sisa pakan ikan
yang tidak termakan ikan serta feses dan urin ikan. Jumlah sedimentasi di perairan
5,6% sejak tahun 2007. Sedimentasi ini selanjutnya dihitung jumlahnya secara
proporsional ditinjau dari jumlah KJA keseluruhan.
Hasil perhitungan memperlihatkan bahwa rata-rata jumlah sedimentasi/m2
adalah sebesar 5,25 kg. Dengan melihat lama usaha sebagai faktor penghitung
jumlah sedimentasi yang dihasilkan masing-masing responden, maka dapat
ditentukan jumlah sedimentasi yang dihasilkan masing-masing reponden selama
melakukan budidaya ikan KJA. Jumlah berat sedimentasi masing-masing
responden dikalikan dengan biaya recovery sebesar Rp 2.419,35/kg. Besaran
biaya recovery ditentukan dari nilai recovery/pengerukan yang besarnya Rp150
Milyar sebagaimana proposal yang ditawarkan oleh PT Pupuk Kujang.
Analisis Elastisitas Harga Input
Untuk melihat persentase perubahan jumlah input yang dipakai per unit
waktu karena adanya persentase perubahan harga input dapat diketahui dengan
elastisitas harga inputnya. Elastisitas harga input dapat dihitung:
*
1ai
...(4.7) dimana:
: elastisitas permintaan dari harga input
*
i
a : koefisien faktor input ke-i, i=1,2,…,n
Data yang sudah terkumpul dianalisis dengan program excel
Batasan dan Pengukuran:
1. Pembesaran adalah proses pembesaran ikan hingga panen
2. Biaya Total (C) adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh petani ikan untuk
3. Produksi (Q) adalah berat total ikan yang dihasilkan untuk satu kali musim
tanam.
4. Harga benih (W1) adalah harga benih ikan mas yang diterima oleh petani dan
dinyatakan dalam rupiah
5. Harga Pakan (W2) adalah harga pakan ikan yang diterima oleh petani dan
dinyatakan dalam rupiah
6. Upah tenaga kerja (W3) adalah upah nominal tenaga kerja dinyatakan dalam
rupiah per 7 jam.
7. Harga recovery lingkungan (W4) adalah biaya yang harus disiapkan petani
dalam upaya merehabilitasikan lingkungan melalui cara pengerukan dan
dinyatakan dalam rupiah per petak KJA.
8. Model fungsi biaya produksi ikan mas KJA dengan kendala jumlah produksi
ikan mas tanpa menyertakan eskternalitas, yang diajukan dalam penelitian ini
merupakan model simulasi dari kondisi eksisting yang diperoleh dari
responden.
9. Model fungsi biaya produksi ikan mas budidaya KJA yang menyertakan biaya
eksternalitas dengan kendala jumlah produksi ikan mas juga merupakan
simulasi.
Selanjutnya analisis berlanjut pada nilai Surplus Produsen, yang berakibat
pada penurunan harga ikan, sehingga diperoleh nilai Surplus Konsumen. Selain
itu dihitung pula komparasi nilai antara biaya total minimum dari persamaan di
atas dengan biaya total minimum tanpa menyertakan eksternalitas Misalkan biaya
menyertakan biaya eksternalitas (recovery, biaya sosial) sebagai C , maka2*
setelah dikomparasikan, akan terdapat nilai:
C* - C = K1* 1...(4.8)
C* - * 2
C = K2...(4.9)
Berdasarkan nilai K1, K2 akan dirancang bentuk instrumen ekonomi yang
tepat agar operasional budidaya KJA tidak terkendala lagi terhadap eksternalitas
pakan disebabkan pada sisi aturan/rule, petani ikan tidak menggunakan pakan ikan
yang menyebabkan eksternalitas dan produsen pakan menghasilkan pakan yang
ramah terhadap lingkungan perairan. Semua ini pada gilirannya akan menurunkan
biaya recovery perairan yang disebabkan oleh penurunan eksternalitas budidaya
KJA.
4.4.3. Analisis Kelembagaan 4.4.3.1. Analisis Isi
Analisis kelembagaan dilakukan dengan lebih dahulu melakukan content
analysis terhadap kebijakan yang telah ada sebelumnya yang dikeluarkan oleh
pemerintah seperti Undang-undang, Keputusan Presiden, Peraturan Presiden,
Keputusan Menteri, Peraturan Menteri, Keputusan Gubernur, Peraturan Daerah
(PERDA) di tingkat Daerah Tingkat I dan II, aturan dari Lembaga yang dibuat
oleh Pemerintah Pusat/Daerah. Hasil content analysis ini juga merefleksikan
konsekuensi kebijakan yang telah dibuat dalam alur logis. Terdapat kemungkinan
bahwa kebijakan yang dibuat bersifat selaras, tumpang tindih dan kontradiktif.
Selanjutnya akan diajukan alternatif kebijakan yang mengarah pada upaya
kelembagaan pengawasan yang berbasis masyarakat terhadap pelaksanaan
budidaya KJA.
Analisis ini akan menggunakan metode analytic comparation. Dalam
analisisnya, dilakukan dalam dua tahapan yakni: pertama, mempelajari jenis
urusan apa saja yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tersebut. Kedua,
dari informasi pada tahap pertama, selanjutnya dilakukan pemetaan peletakan
wewenang atas sejumlah urusan tersebut pada organisasi tingkat makro, meso dan
organisasi tingkat mikro dengan menggunakan matrik peta sebagaimana disajikan
pada Gambar 4. Makro (Menteri) Meso (Gubernur) K E W E N A N G A N Mikro (Bupati/Walikota) Mikro (Kabupaten) Meso (Propinsi) Makro (Pusat) NAMA PERATURAN URUSAN
Sumber : Ismanto, 2010 (dimodifikasi).
Gambar 4. Matrik Peletakan Kewenangan Urusan Berdasarkan Peraturan Tertentu
Berdasarkan matriks di atas, dapat diketahui apakah urusan-urusan tertentu
telah ditempatkan kewenangannya pada organisasi yang sesuai atau belum.
Terdapat dua kemungkinan yang terjadi aitu: pertama, peletakan wewenang suatu
urusan pada organisasi yang lebih tinggi atau lebih rendah. Pada gambar tersebut
tercermin adanya urusan-urusan yang berada di atas atau di bawah garis (sel)
diagonal. Kedua, urusan telah diletakkan secara tepat, apabila berada pada sel-sel
(sumbu Y) dan baris ”urusan” sebagai aksis (sumbu X), maka posisi kebijakan
dan institusi akan terklarifikasikan ke dalam 9 kelompok, yakni sebagai berikut:
Institusi (1,1) : kebijakan dan institusi tingkat mikro telah diletakkan secara tepat
pada tingkat semestinya;
Institusi (1,2) : kebijakan dan institusi seharusnya berada pada tingkat mikro
tetapi secara aktual ditempatkan pada tingkat meso;
Institusi (1,3) : kebijakan dan institusi seharusnya berada pada tingkat mikro
tetapi secara aktual ditempatkan pada tingkat makro;
Institusi (2,1) : kebijakan dan institusi tingkat meso telah diletakkan secara tepat
pada tingkat semestinya;
Institusi (2,2) : kebijakan dan institusi seharusnya berada pada tingkat meso
tetapi secara aktual ditempatkan pada tingkat mikro;
Institusi (2,3) : kebijakan dan institusi seharusnya berada pada tingkat meso
tetapi secara aktual ditempatkan pada tingkat makro;
Institusi (3,1) : kebijakan dan institusi tingkat makro telah diletakkan secara
tepat pada tingkat semestinya;
Institusi (3,2) : kebijakan dan institusi seharusnya berada pada tingkat makro
tetapi secara aktual ditempatkan pada tingkat mikro; dan
Institusi (3,3) : kebijakan dan institusi seharusnya berada pada tingkat makro
tetapi secara aktual ditempatkan pada tingkat meso;
4.4.3.2. Analisis Stakeholder Pengelolaan Waduk Cirata
Analisis ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memetakan stakeholder
dalam hal tingkat kepentingan dan pengaruhnya dalam pengelolaan dan
stakeholder. Selanjutnya para stakeholder ini akan disebut sebagai aktor,
dimana Freeman (1984) yang mendefinisikan aktor sebagai kelompok atau
individu yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian
tujuan tertentu.
Kelompok-kelompok stakeholder/aktor sering digolongkan menurut
aspek sosial ekonomi seperti tingkatan pendidikan, kelompok pekerja, dan
status ketenagakerjaan atau menurut tingkat keterlibatan formal di dalam proses
pengambilan keputusan, tingkat kohesi kelompok, struktur formal atau
informal.
Sedangkan Biset (1998) mendefinisikan aktor merupakan orang dengan
suatu kepentingan atau perhatian pada permasalahan. Aktor sering diidentifikasi
dengan suatu dasar tertentu, yaitu dari segi kekuatan dan kepentingan relatif
aktor terhadap issu atau dari segi posisi penting dan pengaruh yang dimiliki
mereka (Ramirez, 1999). Aktor merupakan masyarakat yang memiliki daya
untuk mengendalikan penggunaan sumberdaya seolah-olah mereka tidak
terkena pengaruh, tetapi kehidupannya dipengaruhi oleh perubahan
penggunaan sumberdaya tersebut. Aktor adalah bagian yang secara langsung
terkait dengan hasil kajian. Mereka menjadi pengguna di masa depan dari suatu
hasil kajian. Mereka bukan kelompok sasaran (target group) bagi hasil suatu
kajian.
Aktor sangat bervariasi derajat pengaruh dan kepentingannya, dan dapat
dikategorikan sesuai dengan banyak atau sedikitnya pengaruh dan kepentingan
relatifnya terhadap keberhasilan pengelolaan sumberdaya alam. Brown et al
1) Aktor primer, yakni mereka yang mempunyai pengaruh rendah terhadap
hasil kebijakan tetapi kesejahteraannya penting bagi pengambil kebijakan.
2) Aktor sekunder, yakni mereka yang dapat mempengaruhi keputusan yang
dibuat karena mereka adalah sebagian besar dari pengambil kebijakan dan
terlibat dalam implementasi kebijakan. Secara relatif mereka tidak penting,
demikian pula dengan tingkat kesejahteraannya bukan suatu prioritas.
3) Aktor eksternal, yakni individu atau kelompok yang dapat mempengaruhi
hasil dari suatu proses melalui lobby kepada pengambil keputusan, tetapi
interest mereka tidak begitu penting.
Berdasarkan kekuatan, posisi penting, dan pengaruh aktor terhadap
suatu issu, aktor dapat diketegorikan kedalam beberapa kelompok. ODA
(1995) mengelompokkan aktor ke dalam yaitu aktor primer, sekunder dan aktor
kunci.
1. Aktor utama merupakan aktor yang memiliki kaitan kepentingan secara
langsung dengan suatu kebijakan, program, dan proyek yang terkait
dengan perairan Waduk Cirata. Mereka harus ditempatkan sebagai penentu
utama dalam proses pengambilan keputusan. Misalnya masyarakat petani
ikan, organisasi petani ikan.
2. Aktor pendukung (sekunder) adalah aktor yang tidak memiliki kaitan
kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program, dan
proyek, tetapi memiliki keterkaitan erat dengan masyarakat petani
ikan/organisasi petani ikan.
dalam hal pengambilan keputusan. Aktor kunci yang dimaksud adalah unsur
eksekutif/pemerintah yakni BPWC, PLTA dan Dinas Perikanan.
Analisis aktor adalah suatu sistem untuk mengumpulkan
informasi mengenai kelompok atau individu yang terkait, mengkategorikan
informasi, dan menjelaskan kemungkinan konflik antar kelompok, dan
kondisi yang memungkinkan terjadinya trade-off.
Langkah-langkah dalam melakukan analisis aktor adalah:
1. Identifikasi aktor
2. Membuat tabel aktor
3. Menganalisis pengaruh dan kepentingan aktor
4. Membuat aktor grid
Proses penentuan aktor dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
1. Mengidentifikasi sendiri berdasarkan pengalaman dalam bidang
pembangunan wilayah (berkaitan dengan perencanaan kebijakan).
2. Mengidentifikasi berdasarkan catatan statistik serta laporan penelitian. Hasil
identifikasi ini berupa daftar panjang individu dan kelompok yang terkait
dengan pembangunan wilayah pesisir.
3. Identifikasi aktor menggunakan pendekatan partisipatif dengan teknik
snowball dimana setiap aktor mengidentifikasi aktor lainnya. Berdiskusi
dengan aktor yang teridentifikasi pertama kali dapat mengungkapkan
pandangan mereka tentang keberadaan aktor penting lain yang berkaitan
mendalam terhadap kepentingan dan keterkaitan aktor.
Untuk memudahkan analisis aktor, setiap aktor dikategorikan ke dalam
tiga kategori yakni pemerintah (pengambil kebijakan) yang diwakili oleh BPWC,
PLTA Waduk Cirata, Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat, Dinas Perikanan
Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Purwakarta,
Produsen Sarana Perikanan, Petani Ikan/Kelompok Perikanan.
4.4.3.3. Analisis Pengaruh dan Kepentingan
Berdasarkan tabel aktor dilakukan analisis kepentingan (importance)
dan pengaruh (influence) masing-masing aktor dalam kaitan dengan
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perairan Waduk Cirata.
Kepentingan merujuk pada peran seorang aktor di dalam pencapaian output
dan tujuan serta menjadi fokus pertimbangan terhadap keputusan yang akan
dibuat sedangkan pengaruh merujuk pada kekuatan yang dimiliki seorang
aktor untuk mengontrol proses dan hasil dari suatu kebijakan (IIED 2001,
Mardle 2003).
Panduan bagi penilaian tentang pengaruh dan kepentingan adalah
sebagai berikut:
1. Pengaruh dari masing-masing stakeholder mengacu pada tingkat
kewenangannya. Untuk penilaian tingkat pengaruh akan menggunakan skala
likert yaitu antara 1 sampai 5, dimana 5 = sangat kuat; 4 = kuat; 3 =
2. Tingkat kepentingan stakeholder dinilai menggunakan skala likert yaitu 1
sampai 5, dimana 5 = sangat tinggi; 4 = tinggi; 3 = sedang; 2= rendah; 1 =
sangat rendah.
Kegiatan ini dilakukan dengan wawancara langsung dan kuesioner
terhadap wakil dari semua aktor yang teridentifikasi dari hasil analisis aktor.
Pengolahan data kualitatif hasil wawancara dikuantitatifkan dengan
mengacu pada pengukuran data berjenjang lima (Tabel 9).
Tabel 9. Ukuran Kuantitatif Terhadap Identifikasi dan Pemetaan Aktor
Skor Nilai Kriteria Keterangan
Kepentingan Aktor
5 17 – 20 Sangat Tinggi Sangat bergantung pada keberadaan perairan
Waduk Cirata
4 13 – 16 Tinggi Ketergantungan tinggi pada keberadaan
perairan Waduk Cirata
3 9 – 12 Cukup Tinggi Cukup bergantung pada keberadaan perairan
Waduk Cirata
2 5 – 8 Kurang Tinggi Ketergantungan pada keberadaan perairan
Waduk Cirata
1 0 – 4 Rendah Tidak tergantung pada keberadaan perairan
Waduk Cirata
Pengaruh Aktor
5 17 – 20 Sangat Tinggi Jika responnya berpengaruh nyata terhadap
aktivitas aktor lain
4 13 – 16 Tinggi Jika responnya berpengaruh besar terhadap
aktivitas aktor lain
3 9 – 12 Cukup Tinggi Jika responnya cukup berpengaruh terhadap
aktivitas aktor lain
2 5 – 8 Kurang Tinggi Jika responnya berpengaruh kecil terhadap
aktivitas aktor lain
1 0 – 4 Rendah Jika responnya tidak berpengaruh terhadap
aktivitas aktor lain Sumber : Abbas (2005) dalam Haswanto (2006).
Aktor yang berkepentingan dan berpengaruh terhadap perairan
Waduk Cirata bervariasi sesuai dengan motif, cakupan wilayah, dan
orientasinya. Untuk melihat besarnya kepentingan dan pengaruh masing-masing
digunakan adalah ”aktor grid” yang mengkategorikan aktor menurut tingkat
kepentingan dan pengaruhnya terhadap pengelolaan perairan di Waduk Cirata.
4.4.3.4. Analisis Persepsi Stakeholder
Analisis terhadap persepsi para aktor atau stakeholder dilakukan secara
deskriptif berdasarkan hasil pengolahan kuesioner. Kuesioner disusun sedemikian
rupa sesuai dengan subyek/responden kuesioner dan temanya berfokus pada upaya
mencegah terjadinya pencemaran badan perairan Waduk Cirata. Fokus kuesioner
mengarah pada:
o Karakteristik responden/stakeholder
o Pengetahuan stakeholder terhadap kondisi terkini perairan Waduk Cirata
o Upaya meningkatkan kualitas perairan Waduk Cirata yang pencemarannya
didominasi kegiatan budidaya perikanan KJA baik dari sisi hak dan kewajiban
petani, aturan dan sanksinya, kebijakan dan kelembagaannya.
o Persepsi stakeholder, yaitu reaksi dari setiap stakeholder dalam memutuskan
pandangan terhadap kebijakan. Untuk penilaian persepsi akan digunakan skala
likert yaitu dari 3 hingga -3, dimana : 3 = sangat mendukung; 2 = cukup