Volume 1 Nomor 2 September 2015 | YUSTISIA MERDEKA 15
TANGGUNG JAWAB DIREKSI
PERSEROAN TERHADAP PERSEROAN
YANG DINYATAKAN PAILIT
Angga Pramodya Pradhana
Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun
Abstrak
Dalam menjalankan kepengurusan dan perwakilan Perseroan, seorang direksi harus bertindak secara berhati – hati, patut atau sebaik – baiknya sesuai dengan kewenangan yang diberikan dalam anggaran dasar. Seandainya dalam pengurusan dan perwakilan Perseroan tersebut direksi melakukan perbuatan atau tindakan yang melanggar batas kewenangan atau sesutau ketentuan yang telah ditetapkan dalam anggaran dasar, maka kepadanya dapat dimintai pertanggungjawaban. Perseroan tidak bertanggungjawab atas perbuatan Direksi yang melapaui wewenang yang diberikan anggaran dasar kepadanya. Direksi dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi, jika Perseroan pailit sebagai akibat dari kesalahan atau kelalaianny dalam menjalankan kepengurusan dan perwakilan perseroan yang mengakibatkan Perseroan jatuh pailit.
Kata kunci : tanggung jawab Direksi
Abstract
In arranging the management and representation of the Corporation, a Directing Board has to act carefully, properly and as good as possible according to the authority given in the Statutes. If in the management and representation of the corporate, the directing Board takes an action violating the threshold of authority or a rule predetermined in the Statutes, he/she can be asked for responsibility. The Corporate is not responsible for any action taken by the Directing Board over the authority given to him/her. The directing Board can be asked for his/her individual responsibility if the Corporate bankrupted as a consequence of the mistake and neglect in running the management and representation of he corporate leading to the Corporate bankrupted.
Key words : responsibility of directing board
A. Pendahuluan
Perseroan Terbatas merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat ini, disamping karena pertanggungjawabannya yang bersifat terbatas, Perseroan Terbatas juga
memberikan kemudahan bagi pemilik atau pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang dengan menjual seluruh
Volume 1 Nomor 2 September 2015 | YUSTISIA MERDEKA 16 saham yang dimilikinya pada
perusahaannya tersebut1.
Perseroan Terbatas adalah kegiatan bisnis yang penting dan banyak terdapat di dunia, termasuk di Indonesia. Kehadiran Perseroan Terbatas sebagai salah satu kendaraan bisnis memberikan kontribusi pada hampir semua bidang kehidupan manusia. Perseroan telah menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan memberikan kontribusi yang tidak sedikit untuk pembangunan ekonomi dan sosial2.
Salah satu organ yang cukup penting dalam menjalankan kegiatan Perseroan adalah Direksi. Direksi bertugas menjalankan dan mengendalikan perusahaan dan kegiatan sehari – hari. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika masyarakat awan seringkali menganggap bahwa Direksi identik sebagai pemilik perusahaan. Pandangan yang demikian tidak sepenuhnya salah, terlebih lagi dalam Perseroan tertutup dimana pemegang sahmnya didominasi oleh kalangan keluarga, hampir dapat dipastikan yang
1 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja,
Perseroan Terbatas, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hlm. 1
2
http://re-searchengines.com/badriyah mirudin.html
duduk diposisi Direksi pun adalah dari kalangan perusahaan sendiri3.
Direksi diberikan kepercayaan oleh seluruh pemegang saham melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham untuk menjadi organ Perseroan yang akan bekerja untuk kepentingan Perseroan, serta kepentingan seluruh pemegang saham yang mengangkat dan mempercayakan sebagai satu – satunya organ yang mengurus dan mengelola Perseroan. Setelah Rapat Umum Pemegang Saham menyetujui pengangkatan Direksi Perseroan, maka seluruh pemegang saham tdak lagi berhubungan dengan Direksi Perseroan, dan oleh karena itu maka Direksi tidak dapat mempergunakan kepercayaan yang diberikan kepadanya tersebut untuk dipergunakan dalam kapasitasnya, untuk merugikan kepentingan satu atau lebih pemegang saham minoritas, meskipun tindakan yang dilakukannya tersebut baik bagi Perseroan, menurut pertimbangannya4.
3
Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas, CV Nuansa Aulia, Bandung, 2006, hlm.43
4
Gunawan Widjaja, Resiko Hukum Pemilik, Direksi, dan Komisaris Perseroan Terbatas.piercing the Corporate Veil Memberlakukan Tanggung Jawab Pribadi Pemegang Saham, Direksi dan Dewan Komisaris Menurut UUPT Nomor 40 tahun 2007, Forum Sahabat, Jakarta, hlm.53
Volume 1 Nomor 2 September 2015 | YUSTISIA MERDEKA 17
Dalam melaksanakan
kepengurusan perseroan tersebut, direksi tidak hanya bertanggungjawab terhadap perseroan dan para pemegang saham perseroan, melainkan juga terhadap pihak ketiga yang mempunya hubungan hukum dan terkait dengan perseroan, baik langsung maupun tidak langsung dengan perseroan5. Direksi harus memperhatikan tiga kepentingan dalam menjalankan Perseroan, yaitu:
a. Kepentingan Perseroan
b. Kepentingan pemegang saham Perseroan khususnya pemegang saham minoritas
c. Kepentingan pihak ketiga yang berhubungan huku dengan Perseroan, khususnya kepentingan dari para kreditur Perseroan6.
Perkembangan hukum Perseroan menunjukkan bahwa dalam kepailitan, Direksi tidak lagi bertanggung jawab kepada Perseroan dan pemegang saham semata – mata, melainkan kepada kreditur Perseroan. Dengan demikian berarti juga fiduciary duty yang pada mulanya hanya berlaku bagi kepentingan Perseroan ternyata juga telah bergeser,
5 http://helmilaw-helmi.blogspot. com/ 2008/07/tanggungjawab-korporasi-dalam-hal.html 6
Gunawan Widjaja, 150 Tanya Jawab Tentang Perseroan Terbatas, Forum Sahabat, Jakarta, 2008.hlm76
menjadi tidak semata – mata bagi kepentingan Perseroan dan pemegang saham, melainkan juga kepentingan dari kreditur Perseroan. Hak gugat Perseroan tehadap Direksi yang melakukan pelanggaran, dalam bentuk kesalahan atau kelalaian atau perbuatan yang mempunyai benturan kepentingan atau perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian pada Perseroan juga selanjutnya diberikan kepada kreditur, manakala Perseroan berada dalam kepailitan7.
Pada dasarnya kepailitan dapat diajukan oleh semua jenis kreditur. Tidak ada batasan mengenai kualifikasi kreditur yang dapat mengajukannya. Sepanjang kreditur tersebut dapat membuktikan secara sederhana bahwa ada lebih dari satu utang, dan salah satunya telah tempo, maka secara formil, hakim wajib menyatakan debitur pailit8. Putusan kepailitan mengakibatkan harta pailit berada dalam sitaan umum. Harta pailit diurus Kurator untuk kepentingan semua kreditur dan debitur, dan hakim pengawas memimpin serta mengawasi pelaksanaan jalannya kepailitan9.
7
Ibid, hlm. 76
8 Sunarmi, Hukum Kepailitan, USU Press,
Medan, 2009.hlm.38
9
Sunrami, Prinsip Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan di Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Medan, hlm. 175
Volume 1 Nomor 2 September 2015 | YUSTISIA MERDEKA 18 Berdasarkan uraian tersebut di
atas, maka yang menjadi permasalahan dalam tulisan ini adalah bagaiamanakah pertanggungjawaban Direksi Perseroan jika Perseroan yang diurusnya mengalami pailit ?
B. Pembahasan
Undang – undang Perseroan Terbatas mensyaratkan bahwa anggota Direksi haruslah orang perseroangan. Ini berarti dalam sistem hukum Perseroan Indonesia tidak dikenal adanya pengurusan Perseroan oleh badan hukum Perseroan lainnya maupun oleh badan usaha lain, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Selanjutnya orang perorangan tersebut adalah mereka yang cakap untuk bertindak dalam hukum, tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan, maupun yang menjadi anggota Direksi atau Dewan Komisaris Perseroan lain yang pernah dinyatakan bersalah menyebabkan kepailitan Perseroan tersebut, dan belum pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keungan negara dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pengangkatannya. Setiap anggora Direksi yang bersalah atau lali menjalankan tugasnya dalam melakukan
kepengurusan Perseroan untuk kepentingan dan usaha Perseroan akan bertanggungjawab penuh secara pribadi untuk seluruh harta kekayaannya10.
Dalam menjalankan tugasnya mengurus Perseroan, Direksi tidak boleh menerima manfaat terhadap dirinya sendiri. Ini berarti bahwa kepentingan Perseroan harus didahulukan. Tanggung jawab mengurus Perseroan yang dibebankan kepada Direksi tidak mungkin dapat dijalankan oleh Direksi sendiri. Dalam banyak hal seluruh pekerjaan Direksi dilimpahkan kepada karyawannya atas dasar kuasa dari Direksi. Berarti tidak mungkin ada karyawan tanpa adanya Direksi dan tidak mungkin ada Direksi dapat menjalankan tugasnya tandap ada karyawan. Oleh karena itu antara Direksi dan karyawan mempunyai hubungan fiducia, yang saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lain11.
Dalam teori tentang Perseroan Terbatas mengenai kewajiban Direksi Perseroan, dianut pendapat bahwa Direksi Perseroan memiliki 2 (dua) macam kewajiban, yaitu kewajiban
10
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Perseroan Terbatas, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hlm.98
11
Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas, Keberadaan, Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hlm. 40
Volume 1 Nomor 2 September 2015 | YUSTISIA MERDEKA 19 berdasarkan statutory duties dan
kewajiban berdasarkan fiduciary duty12. Kewajiban Direksi Perseroan berdasarkan statutory duties adalah suatu kewajiban dari Direksi yang secara tegas dinyatakan dalam perundang – undangan dan anggaran dasar Perseroan. Sedangkan kewajiban Direksi Perseroan berdasarkan fiduciary duty adalah, suatu kepercayaan yang diberikan dari pihak Perseroan kepada Direksi untuk menjalankan tugasnya dengan itikad baik dan loyalitas yang tinggi13.
Philip Lipton dan Abraham Herzberg dalam buku karangan Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Pemilik, Direksi, dan Komisaris Perseroan Terbatas, membagi fiduciary
duty kedalam14:
1. Duty to act Bona Fide in the interest of the Company
Kewajiban Direksi untuk melakukan kepengurusan Perseroan hanya untuk
12
Denis Keenan dan Josephine Bisacre, Smith & Keenan’s Company Law For Students, Pitman Publishing, Financial Times, 1999, hlm. 317
13
Munir Fuady, Doktrin – Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensi Dalam Hukum Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.52
14
Gunawan Widjaja, Risiko Hukum, Pemilik, Direksi, dan Komisaris Perseroan Terbatas, Piercing the Corporate Veil, Memberlakukan Tanggung Jawab Pribadi Pemegang Saham, Direksi dan Dewan Komisaris Menurut UUPT Nomor 40 tahun 2007, Forum Sahabat, Jakarta, 2008, hlm.50
kepentingan Perseroan semata – mata. Untuk menentukan sampai seberapa jauh suatu tindakan yang diambil oleh Direksi Perseroan telah dilakukan untuk kepentingan Perseroan, maka hal tersebut harus dipaulangkan kembali Kepada Direksi Perseroan, Direksi Perseroan harus mengetahui dan memiliki penilaian sendiri tentang tindakan yang menurut pertimbangannya adalah sesuatu yang harus atau tidak dilakukan untuk kepentingan Perseroan.
2. Duty to Exercise Power for Proper Purposes
Kewajiban Direksi untuk mengelola harta kekayaan Perseroan, karena Direksi sebagai organ dalam Perseroan yang diberikan hak dan wewenang untuk bertindak, untuk dan atas nama Perseroan serta bagi kepentingan Perseroan, hal ini membawa konsekuensi bahwa jalannya Perseroan, termasuk pengelolaan harta kekayaan Perseroan bergantung sepenuhnya pada Direksi Perseroan. Sebagai orang kepercayaan Perseroan, yang diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham untuk kepentingan para pemegang saham secara keseluruhan, Direksi diharapkan dapat bertindak adil dalam
Volume 1 Nomor 2 September 2015 | YUSTISIA MERDEKA 20 memberikan manfaat yang optimum
bagi pemegang saham. 3. Duty to retain discretion
Direksi, dalam Undang – Undang dan anggaran dasar dan kadang kala melalui Rapat Umum Pemegang Saham telah diberikan kewenangan fiduciary untuk bertindak seluas – luasnya, namun demikian hal tersebut haruslah dilakukan dan diselenggarakan untuk kepentingan Perseroan, dan oleh karena itu maka tidak selayaknya jika Direksi kemudian melakukan pembatasan diri, atau membuat suatu perjanjian yang akan mengekang kebebasan mereka untuk bertindak untuk tujuan dan kepentingan perseroan.
4. Duty to avoid conflict of interest Kewajiban Direksi untuk menghindari diadakan,dibuat, atau ditandatanganinya perjanjian, atau dilakukannya perbuatan yang menempatkan Direksi tersebut pada suatu keadaan yang tidak memungkinkan dirinya untuk bertindak secara wajar demi tujuan dan kepentingan Perseroan. Kewajiban ini bertujuan untuk mencegah Direksi secara tidak layak memperoleh keuntungan dari Perseroan, yang mengangkat dirinya
menjadi Direksi. Lebih jauh lagi kewajiban ini sebenarnya melarang dengan mencegah Direksi bertindak untuk kepentingan mereka sendiri, pada saat yang bersamaan mereka harus bertindak mewakili untuk dan atas nama Perseroan. Sesungguhnya kewajiban tersebut bukan untuk melakukan penghukuman atas terjadinya suatu tindakan yang mengandung unsur benturan kepentingan, melainkan merupakan suatu bentuk pencegahan sebelum suatu tindakan, perbuatan atau keputusan tersebut dilaksanakan. 5. Duties of Care and Duties of
Diligence
Direksi sebagai organ kepercayaan Perseroan diharapkan dapat menjalankan hingga memberikan keuntungan bagi Perseroan. Direksi diberikan flesibilitas dalam bertindak untuk melaksanakan fungsi kegiatan manajemen, dengan mengambil resiko dan peluang dimasa depan. Ni berarti Direksi tidak hanya semata – mata mengambil keputusan bagi jalannya usaha unutuk kepentingan Perseroan yang sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan, namun demikian Direksi juga berkewajiban untuk melakukan pengawasan atas
Volume 1 Nomor 2 September 2015 | YUSTISIA MERDEKA 21 seluruh jalannya Perseroan dengan
baik.
Secara historis, pada prinsipnya teori fiduciary duty dalam ilmu hukum perusahaan dibebankan kepada Direksi. Karena itu banyak argumentasi, pengaturan dan yurisprudensi yang telah dibuat untuk tanggungjawab Direksi dalam hubungan dengan pelakasanaan tugas fiduciary berdasarkan hubungan
fiduciary antara Direksi dengan
Perseroan ini. Akan tetapi dalam perkembangannya kemudia, prinsip fiduciary duty oleh Direksi ini sampai batas – batas tertentu dikembangan dan diterapkan pula terhadap beberapa pihak lain dalam Perseroan, yaitu pihak pemenang saham dan pekerja di perusahaan tersebut. Dengan demikian, yang harus diperhatikan dari seorang Direksi bukan hanya perusahaan yang dipimpinnya, melainkan juga kepentingan pemegang saham dan kepentingan pekerja di perusahaan tersebut15.
Sebagai konsekuensi dari pemberlakukan teori fiduciary duty ini, maka lahirlah teori business judgemnet rule, teori ini berasal dari Amerika.
15
Munir Fuady, Doktrin – Doktrin Moderen dalam Corporate Law dan Eksistensi dalam Hukum Indonesia, PT Citra Aditya Bakti¸ Bandung, 2002, hlm. 65
Bertujuan mencegah pengadilan – pengadilan di Amerika untuk mempertanyakan pengambilan keputusan usaha oleh Direksi, yang diambil dengan itikad baik, tanpa kepentingan pribadi, dan keyakinan yang dapat dipertanggungjawabkan bahwa mereka telah mengambil suatu keputusan yang menguntungkan Perseroan16.
Doktrin business judgment rule ini berkaitan erat dengan doktrin fiduciary duty. Guna mengukur kepercayaan yang diberikan oleh Perseroan kepada Direksi, berdasarkan prinsip fiduciary duty, maka sebagai organ Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha sebagai mana maksud dan tujuan Perseroan, Direksi tentu dihadapkan kepada resiko bisnis. Resiko itu terkadang berada diluar kemampuan maksimal Direksi. Oleh karena itu, guna melindungi ketidakmampuan yang disebabkan oleh adanya keterbatasan manusia, maka Direksi dilindungi oleh doctrine business
judgment rule17.
Doktrin ini mendudukan manusia pada proporsi yang sebenarnya dengan segala kekurangannya, yang sering
16
Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, Rajagrafindo Perada, Jakarta, hlm.37
Volume 1 Nomor 2 September 2015 | YUSTISIA MERDEKA 22 mengalami pencapaian atau harapan dari
prediksi yang dirancang. Seorang Direksi bagaimanapun tidakmungkin selalu benar dalam menjalankan usahanya, karena kekeliruan adalah kelangkapan manusia. Jadi, sudah sepantasnya seorang Direksi Perseroan tidak di generalisir untuk bertanggungjawab atas kesalahan dalam mengambil keputusan tanpa
mempertimbangkan unsur
manusiawinya. Doctrine business
judgment rule memberikan
perlindungan kepada Direksi Perseroan atas kemungkinan adanya kesalahan yang diakibatkan oleh suatu keadaan yang wajar dan manusiawi18.
Undang – Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 (UUPT) ternyata mengakui prinsip personal liability dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian anggota Direksi sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 104 ayat (2) UUPT. Menurut Pasal 104 ayat (2) UUPT , bahwa dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan kekayaan Perseroan tidak cukup untuk menutupi kerugian akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggungjawab atas kerugian
18 Ibid
itu. Ketentuan ini ada persamaan dengan ketentuan Pasal 47 ayat (2) KUHD yang menyatakan bahwa apabila Perseroan menderita kerugian sebesar 75 % dari modal dasar, Perseroan itu demi hukum bubar dan para pengurusnya dengan diri sendiri secara tenggung menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya terhadap pihak ketiga atas segala perikatan yang telah mereka lakukan. Karena itu, berdasarkan Pasal 104 ayat (2) UUPT ini, seorang anggota Direksi dapatdimintai pertanggungjawaban hukum ketika Perseroan pailit sebagai akibat kesalahan atau kelalaiannya dalam mengurusi Perseroan19.
Dari bunyi Pasal 104 ayat (2) UUPT tersebut, dapat diketahui pula kalau UUPT membuat beberapa pengecualian terhadap tanggung jawab anggota Direksi dalam hal Perseroan pailit, yaitu:
1. Anggota Direksi hanya akan bertanggungjawab secara pribadi jika Perseroan dinyatakan pailit sesuai dengan prosedur yang berlaku. Artinya, jika Perseroan dibubarkan tanpa melalui prosedur kepailitan, dengan sendirinya anggota direksi
19
Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, PT Alumni, Bandung, 2004, hlm.181
Volume 1 Nomor 2 September 2015 | YUSTISIA MERDEKA 23 terlepas dari tanggung jawab secara
pribadi tersebut;
2. Ada unsur kesalahan atau kelalaian yang dilakukan Direksi dalam mengurusi dan mewakili Perseroan. Artinya, tanggung jawab secara pribadi anggota Direksi akan terkait dengan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh anggota Direksi dalam mengurusi dan mewakili Perseroan;
3. Tanggung jawab anggota Direksi bersifat residual, artinya anggota Direksi hanya akan bertanggung jawab bila kekayaan Perseroan tidak cukup untuk menutupi kerugian akibat kepailitan tersebut;
4. Tanggung jawab anggota Direksi tersebut juga bersifat tanggung renteng, artinya walaupun kesalahan atau kelalaian itu dilakukan seorang anggota Direksi, tetapi yang lain juga dipresumsi untuk ikut bertanggung jawab. Sebab menurut UUPT tugas dan kewajiban pengurusan dan perwakilan Perseroan dilakukan secara kolektif oleh seluruh anggota Direksi. Pengecualian ini sejalan dengan prinsip tanggung jawab kolegial yang dianut UUPT.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa menurut UUPT
anggota Direksi dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi jika Perseroan pailit sebagai akibat dari kesalahan atau kelalaian anggota Direksi dalam menjalankan kepengurusan dan perwakilan Perseroan yang mengakibatkan Perseroan jatuh pailit. Meskipun demikian, UUPT masih membuat beberapa pengecualian atas tanggung jawab pribadi anggota Direksi dalam hal Perseroan pailit, yaitu: Perseroan dibubarkan karena pailit; adanya kesalahan atau kelalaian anggota Direksi dalam menjalankan tugas, kewajiban, tanggung jawab dan kewenangannya; tanggung jawab anggota Direksi bersifat residual dan secara renteng diantara anggota Direksi. Dalam hal ini menurut UUPT yang bertanggung jawab tidak hanya perusahaan, tetapi juga adalah anggota Direksinya. Sementara itu, menurut sistem hukum Common Law, tanggung jawab pribadi seorang Direksi akan terjadi bila dirinya memenuhi syarat – syarat tertentu mengenai keterlibaynnya dalam perbuatan yang dilakukannya. Direksi yang bersangkutan dapat pula dibebaskan dari tanggung jawab pribadi jika perbuatan atau tindakan yang dilakukannya didasarkan pada standar
Volume 1 Nomor 2 September 2015 | YUSTISIA MERDEKA 24 kehati – hatian atau doktrin business
judgement rule.
Pasal 97 ayat (1) ayat UUPT mewajibkan setiap anggota Direksi untuk wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk melakukan pengawasan Perseroan untuk kepentingan dan usaha (tujuan) Perseroan. Ini berarti Direksi bertanggung jawab atas setiap pengurusan dan perwakilan terhadap Perseroan dalam rangka untuk kepentingan dan tujuan Perseroan. Ada beberapa pertanyaan sehubungan dengan tanggung jawab Direksi atas kepailitan Perseroan, antara lain:
1. Bagaimana kedudukan hukum Direksi atas kepailitan Perseroan Terbatas? Apakah fungsi Direksi dan fungsi Komisaris digantikan oleh Kurator?
2. Bagaimana tanggung jawab Direksi atas kepailitan Perseroan Terbatas yang dipimpinnya.
Menurut Fred BG Tumbuan, pernyataan pailit tidak dengan sendirinya mengakibatkan Perseroan menjadi bubar, hanya apabila terjadi salah satu dari dua kejadian berkenan dengan kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (1) c.1 dan 2 UUPT lama, Pengadilan Negeri
dapat membubarkan Perseroan atas permohonan kreditur. Oleh karena itu, Perseroan pailit yang belum bubar, tetap cakap, dan berwenang melakukan perbuatan hukum. Lebih lanjut, beliau mengatakan bahwa kepailitan badan hukum tidak mengurangi kewenangan dan kecakapan bertindak pengurusnya. Kepailitan tidak menyentuh status hukum badan hukum, mengingat bahwa kepailitan berkaitan dengan dan hanya mencakup harta kekayaan badan hukum. Badan hukum sebagai subjek hukum mandiri tetap cakap bertindak dan oleh karena itu, pada dasarnya organ – organ badan hukum tersebut tetap mempunyai kewenangannya berdasarkan hukum tersebut tetap mempunyai kewenangannya berdasarkan hukum (rechtspersonrechtelijke bevoegdheden). Beliau kemudian menyimpulkan bahwa jelas Direksi Perseroan tetap berwenang mewakili Perseroan secara sah dalam melakukan setiap perbuatan hukum, baik yang berhubungan dengan hak dan kewajibannya, sejauh perbuatan tersebut bukan merupakan perbuatan pengurusan (benheersdaden) dan perbuatan pengalihan (beschikkingsdaden)
Volume 1 Nomor 2 September 2015 | YUSTISIA MERDEKA 25 berkenaan dengan kekayaan Perseroan
yang tercakup dalam harta pailit20. Pada dasarnya bahwa tindakan Direksi dapat menjadi tanggung jawab Perseroan sepanjang perbuatan tersebut sesuai dengan wewenangnya yang tercantum dalam anggaran dasar Perseroan, maka perbuatan tersebut dianggap sebagai perbuatan Perseroan. Pada umumnya, dalam anggaran dasar Perseroan telah dijabarkan wewenang dan tugas Direksi dan bahkan dalam perbuatan hukum tertentu, harus ada persetujuan dari Dewan Komisaris. Oleh karena itu, Direksi sebagai wakil Perseroan pada dasarnya mendapat kuasa dari Perseroan itu sendiri. Jadi, dalam hal ini berlaku asas menjalankan kuasa yakni tidak boleh melampaui apa yang diberikan kepadanya. Jika Direksi melakukan tindakan di luar batas wewenangnya, maka Direksi pula yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara pribadi (Pasal 97 UUPT)
Pengakatan anggota Direksi melahirkan hubungan hukum, melahirkan hak dan kewajiban.
20
Fred BG Tumbuan, Pembagian Kewenangan Antara Kurator dan Organ – Organ Perseroan Terbatas, Undang – Undang Kepailitan dan Perkembangannya: Prosiding Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah – Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya, PPH, Jakarta, 2004, hlm.246
Pelanggaran terhadap “kewajiban” seperti inilah yang kemudian menimbulkan “hak” menuntut. Hal ini tentu identik dengan prinsip pertanggungjawaban hukum yang selalu terkait dengan perbuatan hukum, baik perbuatan sendiri maupun perbuatan orang lain yang berada di bawah tanggung jawabnya. Oleh karena itu Direksi bukan saja bertanggung jawab atas perbuatnnya sendiri, tetapi dapat juga bertanggung jawab atas perbuatan yang kuasanya atau bawahannya yang melanggar hukum.
Adapun kewenangan Direksi Perseroan demi hukum berakhir dengan dipailitkannya Perseroan tersebut, dimana kewenangan Direksi tersebut beralih kepada kurator sepanjang Direksi berkaitan dengan pengurusan dan perbuatan pemilikan harta kekayaan Perseroan pailit. Mengenai Fred BG Tumbuan mengatakan bahwa dalam mencermati tugas antara Direksi Perseroan pailit dan kurator hendaknya diperhatikan bahwa Direksi tetap mempunyai tugas mengusahakan tercapainya maksud dan tujuan Perseroan pailit. Untuk itu Direksi harus mengupayakan tercapainya perdamaian dengan para kreditur untuk mengakhiri
Volume 1 Nomor 2 September 2015 | YUSTISIA MERDEKA 26 kepailitan Perseroan agar Perseroan bisa
berlanjut sebagai “on goin concern”.
C. Kesimpulan
Tanggung jawab Direksi Perseroan yang perusahaannya mengalami kepailitan pada prinsipnya sama dengan tanggung jawab Direksi yang perusahaannya tidak sedang mengalami kepailitan. Pada prinsipnya Direksi tidak bertanggungjawab secara pribadi terhadap perbuatan yang dilakukan untuk dan atas nama Perseroan berdasarkan wewenang yang harus dimilikinya. Hal ini karena perbuatan Direksi dipandang sebagai perbuatan Perseroan yang merupakan subjek hukum mandiri sehingga Perseroanlah yang bertanggung jawab terhadap perbuatan Perseroan itu sendiri yang dalam hal ini direpresentasikan oleh Direksi. Akan tetapi, dalam beberapa hal Direksi dapat pula dimintai pertanggungjawabannya secara pribadi dalam hal kepailitan Perseroan ini. Berdasarkan Pasal 104 ayat (2) Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, seorang anggota
Direksi dapat dimintai
pertanggungjawaban hukum ketika Perseroan pailit sebagai akibat kesalahan atau kelalaiannya dalam mengurusi
Perseroan. Berdasarkan Pasal 104 ayat (2) UUPT tersebut, dapat diketahui bahwa UUPT membuat beberapa pengecualian terhadap tanggung jawab anggota Direksi dalam hal Perseroan dinyatakan pailit, yaitu:
a. Anggota Direksi hanya akan bertanggung jawab secara pribadi jika Perseroan dinyatakan pailit sesuai dengan prosedur yang berlaku.
b. Ada unsur kesalahan atau kelalaian yang dilakukan Direksi dalam mengurusi dan mewakili Perseroan. Artinya, tanggung jawab secara pribadi anggota Direksi akan terkait dengan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh anggota Direksi dalam mengurusi dan mewakili Perseroan.
c. Tanggung jawab anggota Direksi tersebut bersifat residual, artinya tidak cukup untuk menutupi kerygian akibat kepailitan tersebut;
d. Tanggung jawab anggota Direksi tersebut juga bersifat tanggung renteng, artinya walaupun kesalahan atau kelalaian itu dilakukan seorang anggota Direksi, tetapi yang lain juga dipresumsi untuk ikut bertanggung jawab. Sebab menurut UUPT tugas dan kewajiban pengurusan dan perwakilan Perseroan dilakukan
Volume 1 Nomor 2 September 2015 | YUSTISIA MERDEKA 27 secara kolektif oleh seluruh anggota
Direksi.
D. Saran
Berkaitan dengan prinsip tanggung jawab organ Perseroan Terbatas yang mengalami kepailitan, maka perlunya pembedaan pengaturan antara kepailitan terhdaap orang perorang dan badan usaha non badan hukum, karena ada perbedaan – perbedaan prinsip didalamnya diantaranya mengenai akibat kepailitan, mengenai on going conceren, dan mengenai pertanggungjawaban. Tanpa ada pembedaan terhadapnya bisa terjadi kerancuan norma antara satu terhadap lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Yani & Gunawan Widjaja. 1999. Perseroan Terbatas, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
http://re-searchengines.com/badriyah
mirudin.html
Sentosa Sembiring. 2006. Hukum Perusahaan Tentang Perseroan
Terbatas, CV Nuansa Aulia,
Bandung
Gunawan Widjaja. 2007. Resiko Hukum Pemilik, Direksi, dan Komisaris Perseroan Terbatas.piercing the Corporate Veil Memberlakukan
Tanggung Jawab Pribadi Pemegang Saham, Direksi dan Dewan Komisaris Menurut UUPT Nomor 40 tahun Forum Sahabat, Jakarta
http://helmilaw-helmi.blogspot.com/2008/07/tangg ungjawab-korporasi-dalam-al.html. Gunawan Widjaja. 2008. 150 Tanya
Jawab Tentang Perseroan
Terbatas, Forum Sahabat, Jakarta Sunarmi. 2008. Hukum Kepailitan, USU
Press, Medan
Sunrami. 2008. Prinsip Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan di Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Medan
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja. 1999. Perseroan Terbatas, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Try Widiyono. 2004. Direksi Perseroan
Terbatas, Keberadaan, Tugas,
Wewenang dan Tanggung Jawab, Ghalia Indonesia, Jakarta
Denis Keenan dan Josephine Bisacre. 1999. Smith & Keenan’s Company
Law For Students, Pitman
Publishing, Financial Times Munir Fuady, Doktrin – Doktrin Modern
dalam Corporate Law dan
Volume 1 Nomor 2 September 2015 | YUSTISIA MERDEKA 28 Indonesia, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, hlm.52
Gunawan Widjaja. 2008. Risiko Hukum, Pemilik, Direksi, dan Komisaris Perseroan Terbatas, Piercing the Corporate Veil, Memberlakukan Tanggung Jawab Pribadi
Pemegang Saham, Direksi dan Dewan Komisaris Menurut UUPT Nomor 40 tahun 2007, Forum Sahabat, Jakarta
Munir Fuady. 2002. Doktrin – Doktrin Moderen dalam Corporate Law dan Eksistensi dalam Hukum Indonesia, PT Citra Aditya Bakti¸ Bandung
Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, Rajagrafindo Perada, Jakarta Rachmadi Usman. 2004. Dimensi
Hukum Perusahaan Perseroan
Terbatas, PT Alumni, Bandung, Fred BG Tumbuan. 2004. Pembagian
Kewenangan Antara Kurator dan
Organ – Organ Perseroan
Terbatas, Undang – Undang
Kepailitan dan Perkembangannya: Prosiding Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah – Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya, PPH, Jakarta